• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN

:::EMASAN MENGHADAPI BERITA KEJAHATAN SEKSUAL

(Penelitian pada orangtua di RW 04 Kelurahan Cilandak Timur

Jakarta Selatan)

Oleh

MANSUR OH

Nltvl: 0071020115

FAKULTAS PSIKOLQGI

NIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF I-IIDA YATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGESAHAN PAl\/ITIA PENGllJIAN

Skripsi yang l1e1Judul IHIBllr\GAN POLA ASIJH dRANGTllA DENGAN

KECEMASAN Mt1'NGHADAPI BERlrA KEJAMATAN SEKSllAL (l'l'nelitian

pada ·>mngtua di RW 04 Kelurnhan Cilandak Timur Jalrnrta Selatan) telah diujikan dalam Sic' .. ng ivlunaq;1;·yah h1kultas Psikologi liniversita; Harn Ncgcri Sy·ariJ-' 1'"liday:1tullah Jakarta pada エ。ョァNウZセ_セ@ 19 januari 20C)_ SLririsi irll !clah dircriina sebagai salah sntl1 syarat 11ntuk n1en1peroleh gelar Sarjana Progra111 sエイセh。@ l (S ! ) pacla f。ォQQAエ。セ@ Psiko!ngi

Sidang i\'1unaqasyah

Dekan/ l'cmbantu Dekan I/

l(etua i\'ler' n kap Ll|ョァセッエ。@ Sekretaris. 11 "rangk;tp Lセ|ョァァッャ。@

\

Dra.11 ·. Net llartar.h._ セiNsゥ@

NIP. ャセo@ セjZ[@ 938

Pcngu i I

(3)
(4)

/if

ngatlah, hanya dengan nzengingati Allah-lah hati

nzenjadi tentranz."

(5)

liセセセ@

pセセ@

ャャセpnjmLッセセ@

jセセᄋᄋᄋᄋ@

dibesarkan dengan celaan, maka ia be/ajar memaki

dibesarkan dengan permusuhan, maka ia be/ajar berkelahi

dibesarkan dengan cemoohan, maka ia be/ajar rendah diri

dibesarkan dengan penghinaan, maka ia be/ajar menyesali diri

dibesarkan dengan toleransi, maka ia be/ajar menahan diri

dibesarkan dengan dorongan, maka ia be/ajar percaya diri

dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, maka ia be/ajar

keadilan

dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,

maka ia be/ajar menemukan cinta dalam kehidupan

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Hanya Allah yang berhak dipuji. Hanya Allah yang mampu menyangga segala macam pujian yang ditujukan bagi-Nya. Maka, izinkanlah penulis untuk mengucap hamdalah, dengan pujian kepada Allah 'Azza wa jalla.

Seraya menundukkan hati sejenak, mengucapkan shalawat alas Nabi Muhammad, manusia suci, dan shalawat untuk keluarganya yang mulia

"Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa a/i Muhammad".

Bahagia sekali bahwa pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Berkat dorongan dan bimbingan, nasehat serta bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini walaupun dengan hasil yang jauh dari sempurna. Disertai pujian kepada allah, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

My beloved parents, salam takzim untuk ibuku, ibuku, ibuku dan bapakku

(their name a/ways and there's only in my heart).

lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan lbu Ora. Zahratun Nihayah,

M.Si, selaku Pembantu Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Oosen-dosen yang telah memberikan berbagai disiplin ilmu dan membimbing penulis selama menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terima kasih kepada Dosen Pembimbing I, Bapak Prof. Hamdan Yasun M.Si dan Dosen Pembimbing II, lbu Ora. Fivi Nurwianti M.Si yang di sela jadwal beliau yang padat, beliau mau peduli dan bersedia memeriksa dan mengoreksi skripsi penulis. Rasanya tidak cukup kalau penulis menyebut luar biasa kecakapan dan integritas profesi beliau sebagai dosen. Hal ini juga memacu diri penulis untuk terus belajar dan meningkatkan diri.

Untuk semua pihak akademik dalam mengurus administrasi penulis. lbu

Sariyah, Bpk. Carnelis, lbu Uus Qudsiah, lbu Fauzah, lbu Nur dll

(7)

lbu Emi, Sekretaris di Kel. Cilandak Timur (yang cantik), Bapak M. Nunu Iii,

ketua Rw 04, terima kasih jam bu airnya, ya pak ... Bapak-bapak ketua Rt

01 s.d. 011, serta para orangtua yang menjadi responden penelitian ini,

semoga keikhlasan membantu penelitian ini menjadi amal ibadah.

Terima kasih kepada pihak Perpustakaan Soemantri Brodjonegoro, Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN, Perpustakaan PDll-LIPI, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, dan Perpustakaan Psikologi UI yang telah banyak membantu penulis dalam mendapatkan literatur yang penulis butuhkan.

Kepada Abang None Jakarta, Kak Ii yang menjadi rekan diskusi, yang memberikan motivasi, aspirasi dan solusi bagi penulis, ukhti, jazakillah alas segalanya .. ., Kak Nana yang banyak membantu penulis dalam menyediakan hal-hal yang penulis butuhkan dan telah memberikan masukan-masukan berharga (matur nuwun kagem), Bang lmron yang bersedia menjadi tukang ojek bagi penulis selama melakukan penelitian, & Bajay Bajuri thank you for financial aid ...

Penulis ingin menyampaikan pula rasa terima kasih kepada sahabat Teletubbies (Eva, Evi, Laili), trima kasih alas persaudaraan 4 tahun (dan lebih) yang menakjubkan ini. Rasa haru penulis dari lubuk hati yang paling dalam, kepada teman-teman seperjuangan di Fakultas Psikologi, Rupita,

Nila, Popon, Yayan, Umeh, Rahmah, thank you for aid in field .. Atik,

Fatimah, & Dian, thanks awfully calculation of V & R-nya .. , Rena & Fityul

thank calculation of SPSS-nya, Uci & Daus, be really struggle !!, lyang,

always thanks for your time, kak Bowo, kau ada disaat-saat kritisku, Akos, Ali & Syahid, thank repair of my computer .. , Odjie, thank you for lesson of valuable life and remain to istiqomah dan Anwar, thank you for important information, hopefully this good relation remain to awake, and at last but not least, Dia, source of inspiration and spirit of my life ....

Jika Imam syafi' i yang wara', zuhud dan 'alim itu masih mengingatkan tentang kemungkinan adanya kesalahan dalam kitab-kitabnya, maka apalah lagi skripsi ini. Semoga Allah Rabbul 'Arsyil Azhim menjadikan skripsi ini bermanfaat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Dan Allah dibalik semua tujuan, dan Dialah Pemberi petunjuk ke jalan yang Lurus.

Jakarta, 2005

(8)

ABSTRAKSI

(D) MANSUROH

(A) FAKUL TAS PSIKOLOGI (8) JURUSAN PSIKOLOGI

(C) JANUARI 2005

(E) HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI SERITA KEJAHATAN SEKSUAL

(F) xi+ 89

(G)Media massa, seperti televisi dan koran, seringkali menurunkan dan menayangkan berita kejahatan seksual terhadap anak (paedofilia).

Berbagai reaksi terlihat dari orangtua dalam menghadapi berita kejahatan seksual. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkannya kepada anak. Orangtua yang otoriter cenderung protektif terhadap anak, keras dan bersikap kaku. Orangtua yang demokratis memberikan kebebasan kepada anak disertai arahan dan bimbingan. Sedangkan orangtua yang permisif perhatian dan kontrol kepada anak sangat sedikit, seolah-olah bersikap tidak peduli terhadap anak.

Kecemasan yang diukur pada penelitian ini adalah mengacu kepada beberapa gejala kecemasan. Gejala-gejala kecemasan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kognitif, 2. Motorik, 3. Somatik, 4. Afektif. Pola asuh yang diukur adalah mengacu pada aspek-aspek pola asuh yaitu kontrol tingkah laku (penempatan hukuman di rumah), interaksi sosial, komunikasi orangtua-anak dan disiplin sekolah. Sedangkan kecemasan yang akan dilihat adalah perasaan khawatir, tidak tenang, dan rasa terancam anaknya akan menjadi korban kejahatan seksual. Serita kejahatan seksual pada penelitian ini adalah tentang kejadian kejahatan seksual secara fisik (tindakan meraba bagian-bagian vital tubuh seperti vagina, payudara, dan lain-lain, menggosokkan ala! kelamin, perkosaan), yang dapat berdampak pada fisik dan psikis korbannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kecemasan menghadapi berita kejahatan seksual ditinjau dari pola asuh orangtua dan adakah hubungan antara pola asuh orangtua dengan kecemasan

menghadapi berita kejahatan seksual. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Peneliti menggunakan skala untuk mengumpulkan data. Skala kecemasan menghadapi berita kejahatan seksual terdiri dari 22 item dengan reliabilitas sebesar 0,695652 dan skala pola asuh orangtua terdiri dari 29 item dengan reliabilitas sebesar 0,880199231. Sampel penelitian ini adalah

(9)

Dan basil pe11el1t1an cl1temul\a11 bahwa r espc,rLk'11 1.,rmel1t1iln イョ・イQセイLQャ。QQQQ@

kecemasan tingkat renclab sebanyak 18 orang I 22. '.i '1'1 \ rne11qgu11aka11 llpe

pola asuh dernokralls. kecemasan t111gkat sedang sebanyak 13·1 oran<J cleng;:m

per111c1an 52 orang (65 % ) 111enggunilka11 t1pe pol a asuli clernokri1t1s. '.' C'I rn 1q

(6.25 'Yo) 111e11ggunal1a11 tipe pola asuh per1111sif clan '1 or;c111u (5 %)

menggunakan t1pe pola asuh otonter. cl;:m respomlen ケ。ョセQ@ 1mmqala1rn

h ece111asa11 t1ngkat t1ngg1 seba11yal1 I ma11c1 ( 1 .2'.:, 'X,) QQQ・QQセQ|juQQ。ォゥQイQ@ l1pe pol a

asuh cle111okrat1s Ch1e-Square 11 」ャ・ョセQ。ョ@ clerciyil kebellasan (elf) ,1 d;:m tarEil

s1gnif1ka11s1 0.05 % sebesar 3 159 ch1e-square t CJ 48i3 d;:111 cl1perolell

Asyrnp sQセj@ (2-s1clecl) 0.532 0.05. Dengan cie1111k1rn1 hipotesa 111hil 11 lu)

penel1t1an 1ni diterima seclangkan hipotesa altemat1f (Ha) pene!1t1a11 1111

cfitolak .JacJ1 clapat cl1s1111pulkan bahwa l1ck1I< adc1 l1ubr1nCJcln antara pnlc1 asuli

oranqlua denqan kecemasa111rnmgl1adap1 l;(mta ォ・QセQィ。エ。QQ@ seksual

Sar"ln-sara11 yang d1ber1kan pei1el1t1 adalel1 ( I l agar sainpel lelJ1h be1w1112,n

ciapal d1a111bil clan beberapa kola besar. untuk cl1Jad1kan perbancl111sv:111 lrnqkal

kecernasan me11ghadap1 berila keJahatan seksual yan,J d1<1lar111 (21 1111tuk

pe11el1t1an selanJutnya. cl1sarrn1ka11 unluk. 111enol1l1 '.'!Si la111 l<oJallat'm seksucil

sepert1 trauma lwrban kejahatan seksucil atau pelaku t111clak keJahatan

seksual. (3) Elag1 oranglu<01 henclalrnya berhal1-ilatl 111eng1nciat pelaku

keJahatan seksual sern1g ticlak tercluga. (4) l3as11 penel1t1a11 selanJulnva

d1l1arapkan 111e111buat 1tern pernyataan yang leb1l·1 baik clan valicl1tas clc111

rel1ab1l1tas alat ukur yang lebih t111gg1. serta rnenqg1 .. ir1c1kan vanabel yang lebrl1

era! ka1ta11nya cJenQan kecemasan 111e11ghacJap1 berrta keJahalclll seksual

! rel1g1usllas at au r1ubLll'lQa11 1nterpersuniJI\

(10)
(11)

DAFTAR ISi

MOTTO

DEDIKASI 11

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAKSI v

DAFT AR ISi vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN x1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-10

1.1. Latar Belakang Masai ah . . . . . . 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah . . . .. . .. . . 7

1.2.1. Pembatasan masalah . . . .. .. . . .. . . .. . . .. . . .. 7

1.2.2. Perumusan masalah .. . . .. . .. . . .. . . . .. . . .. . . . .. . . .. .. . .. . 8

1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .. . .. . .. . . 9

1.3.1. Tujuan penelitian . . . .. . .. . . .. . . 9

1.3.2. Manfaat penelitian . . . .. . . .. . . ... . . ... . . 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 11-45 2.1.Kecemasan... ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 11

2. 1. 1. Pengertian Kecemasan .. . . .. . .. . . .. .. . .. . .. . .. . .. . . .. .. . 11

2. 1.2. Sumber Kecemasan .. . . .. . .. .. . .. . .. . .. . .. . .. . . .. .. . . .. . .. .. . .. .. 13

2. 1.3. Gejala-gejala Kecemasan .. . .. . . .. . .. . .. . .. . .. .. . . .. . .. . .. .. . .. . 14

2. 1.4. Komponen Kecemasan ... 15

2. 1.5. Cara Mengatasi Kecemasan ... 17

2.2. Orangtua (Masa Dewasa) ... 19

2.2. 1. Pengertian Orangtua .. . . .. . .. . .. . .. . . .. . .. . .. . .. .. . .. . 19

2.2.2. Orangtua Dewasa Dini ... 21

2.2.3. Ciri-ciri Masa Dewasa Dini ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... 24

2.2.4. Tug as Perkembangan Masa Dewasa Dini .. .. .. .. . 26

2.3. Berita Kejahatan Seksual ... 28

2.3.1. Berita ... 28

2.3. 1. 1. Definisi Berita ... 28

2.3. 1.2. Macam-macam Berita ... 29

2.3. 1.3. Kriteria Serita ... 31

2.3.2. Serita Kejahatan Seksual Pada Anak ... 32

2.4. Pola Asuh Orangtua ... 39

(12)

2.4.2. Tipe Pola Asuh.. 40 2.4.3. Aspek-aspek Pola Asuh.. 42 2.5. Kecemasan Orangtua Menghadapi Berita l<ejahatan Seksual

Ditinjau Dari Pola Asuhnya 43

2.6. Hipotesis.. 45

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian 3.1.1. Pendekatan __ 3.1.2. Metode ..

46-65 46 46 46 47 3.2. Variabel dan Definisi konsep

3.2.1. Variabel penelitian .. 3.2.2. Definisi konsep __

··- -... -·- ... -·· --- ·-- ··--- 47

3.3. Populasi dan Sampel.. 3.4.Area dan Waktu Penelitian ..

3.4.1. Area penelitian . 3.4.2. Waktu penelitian ... 3. 5_ Teknik Pengumpulan Data_.

3.5.1. Metode ... 3.5.2. lnstrumen ... 3_6_ Pilot Study ...

3.6.1. Validitas .. 3.6.2. Reliabilitas .. 3.7. Prosedur Penelitian ...

3.7.1. Pra-Penelitian .. 3.7.2. Penelitian .. 3. 7. 3. Post-Penelitian. _ 3.8. Teknik Analisa Data __

47 49 51 51 51 52 52 52 -- ... 56 -··--- 57 59 60 61 62 63 63

BAB 4 HASIL PENELITIAN 66-81

4.1. Gambaran Umum Responden.. 66

4.1.1. Gambaran responden berdasarkan jenis kelamin___ 66 4.1.2. Gambaran respond en berdasarkan usia_ _ _ 67 4.1.3. Gambaran responden berdasarkan pendidikan.. 68 4. 1. 4. Gambaran respond en berdasarkan pekerjaan . _______ . __ . _ 69 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian.... 70 4.3. Deskripsi Hasil Penelitian Tambahan . 76

4.3.1. Tingkat kecemasan menghadapi berita kejahatan

seksual berdasarkan jenis kelamin.. 76 4.3.2. Tingkat kecemasan menghadapi berita kejahatan

(13)

seksual berdasarkan pendidikan... ... ... ... ... ... ... ... ... 79 4.3.1. Tingkat kecemasan menghadapi berita kejahatan

seksual berdasarkan pekerjaan... ... ... ... ... ... .. . ... ... . 80

BAB 5 PENUTUP 82-89

5.1. Kesimpulan... . ... . . . . . .. . 82 5.2. Diskusi... ... ... . . ... ... ... ... ... ... .. ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... ... . 83 5.3. Saran... .. ... ... .. . ... ... ... ... ... ... . . . .. ... . .. ... 88

(14)

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabet 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8

DAFT AR T ABEL

Penyekoran Item Skala Kecemasan Menghadapi Berita

Kejahatan SeksuaL.. .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . .. . . .. .. . .. . .. . . .. .. . .. . . 54 Blue-Print Final Skala Kecemasan Menghadapi Serita

Kejahatan Seksual ... .. Penyekoran Item Skala Pola Asuh Orangtua ... . Blue-Print Baru Skala Pola Asuh Orangtua ... . Gambaran Responden Rerdasarkan Jenis Kelamin ... . Gamba ran Responden Berdasarkan Usia ... .. Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan ... .. Gambaran Responden Berdasarkan Pekerjaan ... . Rentangan Seba ran Skor Skala ... .. Kategori Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual ... .. Kategori Pola Asuh Orangtua ... .. Frekuensi Tingkat Kecemasan Orangtua Menghadapi

54 55

56

66

67 68 69 71

72

72

Berita Kejahatan Seksual Ditinjau Dari Pola Asuhnya... 73 Tabel 4.9 : Chi-Square Test... 75 Tabel 4.1 O : Tingkat Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan

Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin... 76 Tabel 4.11 : Tingkat Kecemasan Menghadapi Serita Kejahatan

Seksual Serdasarkan Usia... ... . .. .. . .. . .. . .. . .. . .. . .... 77 Tabel 4.12 : Tingkat Kecemasan Menghadapi Serita Kejahatan

Seksual Berdasarkan Pendidikan... ... ... ... .. . ... ... ... ... . 79 Tabel 4.13: Tingkat Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan

(15)

Lampiran 1

Lampiran 2 Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5 Lampiran 6

Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9

Lampiran 10

Lampiran 11

Lampiran

12

Lampiran 13

Lampiran 14

Lampiran 15

DAFTAR LAMPIRAN

Blue-Print Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual ( Sebelum Try-Out I)

Blue-Print Skala Pola Asuh Orangtua (Try-Out)

Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual dan Skala Pola Asuh (Try-Out)

Skar Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Try-Out I)

Skar Skala Pola Asuh Orangtua (Try-Out)

Uji Validitas Butir Item Skala kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Try-Out I)

Uji Validitas Butir Item Skala Pola Asuh Orangtua Uji Reliabilitas Butir Item Skala Pola Asuh Orangtua Blue-Print Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Hasil Try-Out I)

Blue-Print Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Try-Out II)

Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Try-Out II)

Skar Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Try-Out II)

Uji Validitas Butir Item Skala kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (Try-Out II)

Uji Reliabilitas Butir Item Skala kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksual (penggabungan)

Blue-Print Skala Kecemasan Menghadapi Berita

(16)

Lampiran 16 Lampiran 17

Lampiran 18 Lampiran 19

Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22

Skala Penelitian

Skor Skala Kecemasan Menghadapi Berita Kejahatan Seksua\ (penelitian)

Skor Skala Pola Asuh Orangtua (penelitian) Hasil Perhitungan Tingkat Kecemasan Orangtua

Menghadapi Berita Kejahatan Seksua/ Ditinjau Dari Pola Asuhnya menggunakan SPSS for Windows Release 11.05

Surat izin penelitian

Surat keterangan penelitian

(17)
(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam abad kemajuan sekarang ini berita merupakan salah satu kebutuhan

manusia. Manusia semakin ingin mengetahui keadaan di sekitarnya. Suatu

berita di suatu lokasi di manapun, akan dengan cepat menyebar di

masyarakat baik wilayah nusantara maupun ke luar negeri, sehingga

ketergantungan manusia akan berita merupakan kenyataan yang tidak dapat

dibantah lagi (Suwardi, 1986).

Menurut Spencer dikutip Assegaf ( 1991) berita adalah suatu kenyataan atau

ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca.

lsi berita dalam media massa dapat mempengaruhi alam pikiran masyarakat,

dapat memberikan perasaan tentram dan keyakinan terhadap hari depan,

tetapi dapat pula menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan kepada

masyarakat. Jadi, berita dapat membuat manusia menimbulkan dan memiliki

(19)

Berita-berita kejahatan seksual pada anak perempuan sepertinya tetap

mengalami pasang surut di masyarakat dan menjadi momok yang

menakutkan bagi masyarakat, khususnya bagi para orangtua karena

kejahatan seksual itu sendiri kemunculannya tidak dapat diduga atau tiba-tiba

saja terjadi di suatu lingkungan yang sebelumnya tidak pernah diprediksi

(Oetama, 2001 ).

Sampai saat ini, undang-undang di Indonesia tentang Jarangan melakukan

tindak kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah urnur rnasill berlaku.

akan tetapi tetap saja kejallatan seksual banyak terjadi di rnasyarakat. baik

kasus-kasus yang telah terekspos media rnaupun kasus kejallatan seksual

yang tidak terungkap (Wahid dan lrfan, 2001 ).

Kasus kejahatan seksual, kllususnya yang dilakukan orang dewasa terlladap

anak-anak sernakin rneningkat Hasil monitoring media yang dilakukan Pusat

Data dan lnforrnasi ( Pusdatin ) Lernbaga Perlindungan Anak ( LPA) bulan

Januari-Maret 2004, kasus kejallatan seksual terhadap anak perempuan

berusia 6 -12 tahun cenderung rneningkat. Bulan Januari 2004 ada delapan

(20)

Berdasarkan pernberitaan di media mcissci. Pusal Data cJrn1 lnfom1as1

(Pusdatin ) Lemi)aga Perlindungan /\nal1 (Lf'/\) 111i inenJelc-1ska11 pula bahw;1 keJahatan seksual ter/ladap an<li< u111111nny;1 dil;1kuka11 ッイ。QQアMッイGQQQセQ@ yancJ d1kenal korban. ba1k keluarga 111aupu11 letangqa korba11 Dan 32 kas11s

kejahatan seksual terhadap ana\1 perempuan. tiga bulan pertama tah1111 2004. ada l1ma kasus ya11g pelakunya orangtua kanclung korban J<asus lainnya dilakuk.an ayah tiri (empat kasus). paman (clua l<asus). tetangga (1G \<asus). guru (dua kasus). clan oleh orang ticlak cl1kenal korb::m (liga kasus)

Dari berita-berita keJahatan sel<sual y;ci11g ada pun. cl1lihat dan tempat kejacl1an perl1aranya. kebanyaka11 terj;,1cJ1 d1 ternpat yang cl1ke1·1al lwrb;111. sepert1 cli ru111al1 korban atau cli rumal1 pcJlaku Dari 32 l1asus tersebut. empat kasus yang ternpat kejacliannya ell ru111al1 l10rb2111. ·15 kasus cli rumah

tetangga. clua kasus cl1 rumah paman. P111pat kasus cl1 ternpat atrn.1 rurnal1 yang sepi. dan sisanya lidal1 cl1ketahui lwrban HlゥエャイZゥNjャセij|ijsYNャュ`セN」qQ⦅QQO@

kom qゥGャ⦅セ」・エ。ォOPSPW@ /21 /1a karla1_LIJ_(3_[l[J1ll.:il)

(21)

Contoh kasus yang dimuat sebuah surat kabar yang terbit di Jakarta, 7 Mei

2004 di mana di dalam berita tersebut dikataka11 seorang bocah yang

diperkosa oleh tetangganya hingga mengalami pendarahan yang serius.

4

Masih di wilayah Jakarta, 3 orang anak perempuan yang dudul' di kelas 4 SD

diketahui mengalami tindak kejahatan seksual oleh penjual mainan yang

biasa berjualan di depan sekolahnya. Ada yang mengaku dipegang-pegang

dadanya, ada yang disuruh membuka celana lalu ditindih. Yang cukup parah,

salah satu anak robek vaginanya. Tentunya pengakuan mereka sangat

mengejutkan pihak sekolah dan para orangtua.

Melihat berbagai contoh kasus yang terjadi di tengah masyarakat, kejahatan

seksual rentan terjadi pada diri anak, karena seorang anak berada pada

posisi lemah. Se lain lemah secara fisik, anak-anak juga mudah dipengaruhi

sehingga mudah dibujuk atau bahkan dianca111.

Dari berita-berita kejahatan seksual tersebut, me111ang tersirat adanya

bahaya dan hal-hal yang tidak menyenangkan yang akan mengancam anak.

Orangtua akan mengikuti secara lengkap dan seksama berita dan laporan

per111asalahan kejahatan seksual yang secara langsung mempengaruhi

(22)

dari informasi yang didapat, mereka akan berefleksi secarn kritis untuk

mengolah informasi yang diperolehnya melalui proses berpikir. Dari sini akan

muncul reaksi psikologis tertentu terlladap berita kejahatan seksual.

Orangtua al1an merespon berita keJallatan seksual sebagai suatu ancaman

bagi anak. karena berita itu me11yangkut kepentingannya yang konkret, yakni

menyangkut keamanan diri dan jiwa anak baik fisik maupun psikis. Respon

yang muncul dalam situasi yang mengancam biasanya adalah cemas atau

kecemasan.

Greist et.al drkutip Gunarsa (1996) merumuskan kecemasan sebagai

ketegangan mental yang disertai dengan gangguan tubuh yang

menyebabkan individu merasa tidak berdaya karena berada dalam keadaan

waspada terhadap ancaman.

Berita-berita kejahatan seksual terlladap anak yang ada di media massa,

telah membuat orangtua menjadi was-was, cemas dan kllawatir karena

pelaku kejallatan seksual ini tidak memiliki ciri-ciri kllusus yang bisa ditandai.

Hal ini karena pelaku sangat pandai menyembunyikan perbuatan jahatnya

dan tampak sebagai orang yang kelillatannya penyayang pada anal1

(23)

6

Pola asuh adalah perlakuan orangtua baik secara sendiri-sendiri maupun

bersama-sama kepada anak-anaknya. Dalam memperlakukan anaknya yang

tampak dalam kata-kata atau dalam tindakan kehidupan sehari-hari. Sikap

dan perilaku ini diwujudkan melalui hubungan orangtua dan anak berkenaan

dengan tugasnya sebagai orangtua.

Pola asuh orangtua terhadap anal\ ada tiga macam, yaitu 1) pola asuh

otoriter adalah pola asuh yang mempunyai ciri-ciri orangtua suka

mendikte, mengontrol anak dengan keras, sikap orangtua yang suka

menghukum secara fisik, orangtua selalu menuntut kepatuhan dari

anak, tidak mendorong anak untuk mandiri. dan interaksi yang terjadi kurang

hangat 2) pola asuh demokratis adalah sikap orangtua yang mengarahkan

perilaku anak secara rasional, menimbulkan sikap hangat kepada kedua

belah pihak, sikap orangtua juga mendorong dan mengontrol secara positif.

3) pola asuh permisif adalah ciri orangtua yang serba mengizinkan

keinginan-keinginan anak, orangtua kurang memberikan disiplin lerhadap anak,

orangtua memberikan kebebasan penuh (longgar) dan tidak ada dorongan

dari orangtua kepada anak (Hurlock, 1973).

Dengan demikian pola asuh orangtua merupakan salah satu faktor dari

(24)

7

terhadap anak, maka pola asuh dapat mempengaruhi kecemasan oranglua

menghadapi situasi bahaya yang dipandang potensial menjadi ancaman bagi

anak.

Berdasarkan uraian di alas, penulis merasa lertarik membual judul

"HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DE NGAN KECEMASAN

MENGHADAPI SERITA KEJAHATAN SEKSUAL"

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan masalah

Penulis membatasi beberapa hal yang berkenaan dengan judul di alas

sebagai berikut :

a. Kecemasan dibalasi pada perasaan khawatir, tidak tenang, dan rasa

terancam orangtua bahwa anaknya akan menjadi korban kejahalan

seksual.

b. Oranglua dibalasi oranglua (ayah/ibu) yang berusia 30-40 lahun (berada

(25)

8

c. Serita kejahatan seksual yang dimaksud adalah berita anak perempuan

(6-12 tahun) yang menjadi korban kejahatan seksual secara fisik (meraba

bagian vital tubuh seperti vagina dan payudara, menggosokkan alat

kelamin, perkosaan), yang dilakukan dengan kesengajaan dan paksaan,

baik berita di koran dan televisi.

d. Pola asuh orangtua yang dimaksud adalah bentuk atau cara mengasuh,

mendidik atau memimbing anak yang dilakukan oleh kedua orangtua.

Pola asuh yang dimaksud adalah pola asuh otoriter, pola asuh

demokratis, dan pola asuh permisif. Dalam hal hukuman dan ganjaran,

interaksi sosial, komunikasi antara orangtua dan anak, serta disiplin

sekolah.

1.2.2. Perumusan masalah

Perumusan masalah dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah kecemasan menghadapi berita kejahatan seksual ditinjau

dari pola asuh orangtua ?

2. Adakah hubungan pola asuh orangtua dengan kecemasan menghadapi

(26)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui kecemasan orangtua menghadapi berita kejahatan

seksual ditinjau dari pola asuhnya.

2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan pola asuh orangtua dengan

kecemasan menghadapi berita kejahatan seksual.

1.3.2. Manfaat penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1. Manfaat teoritik

9

• Mengembangkan wacana kajian tentang masalah sosial dan psikologi,

terutama yang berkaitan dengan orangtua dewasa dini

• Dapat memperkaya khazanah keilmuan terutama untuk Fakultas

Psikologi.

2. Manfaat praktis

Bagi orangtua, dapat dijadikan sebagai bahan gambaran tingkat

kecemasan menghadapi berita kejahatan seksual ditinjau dari pola

(27)

10

• Memberikan stimulasi kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian

serupa yang lebih komprehensif.

• Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan

pembanding untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang relevan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada penulisan Pedoman

Penyusunan dan Penulisan Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam

(28)
(29)

2.1. Kecemasan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Pengertian kecemasan

Secara etimologi kecemasan berasal dari bahasa Latin, angustus, yang

berarti kaku, sempit, terbatas (constricted) dan ango atau anci, yang berarti

mencekik, menahan atau mengikat (strangle). lstilah kecemasan pertama kali

digunakan oleh Sigmund Freud, ia menerangkan kecemasan sebagai berikut

: " ... anxiety

is

the subjective reflection of

a

floating of the mental apparatus by

mental stimuli which may be the result of primary endophysic of primarily

external events" (Stern, 1964). Freud menerangkan bahwa kecemasan

adalah refleksi subjektif dari apparatus mental stimuli sebagai akibat faktor

dari dalam diri sendiri atau pun faktor dari luar dirinya.

Mengacu pada pendapat Hurlock yang dikutip oleh Fardhana (2000)

kecemasan adalah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan rasa

sakit yang mengancam ditandai dengan kekhawatiran, ketidakenakan, dan

(30)

12

Atkinson ( 1996) menyatakan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak

menyenangkan, ditandai dengan kekhawatiran dan keprihatinan yang dialami

dalam tingkat yang berbeda-beda. Segala bentuk situasi yang mengancam

kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik dan harga diri dapat

menimbulkan kecemasan.

Spilberger mengatakan bahwa kecemasan adalah perasaan galau yang

dirasakan individu yang sifatnya realistis, dalam arti bahwa perasaan itu

timbul karena adanya sebab dari luar namun kecemasan bisa pula timbul dari

individu sendiri yang merupakan karakteristik individu, terlepas dari stimulus

nyata yang dapat langsung diamati (Spilberger dalam Eysenck, 1984).

Sedangkan Davidoff (1991) menyatakan kecemasan sebagai emosi yang

ditandai oleh perasaan akan bahaya yang diantisipasikan, termasuk

ketegangan dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya sistem saraf

simpatetik.

Kecemasan dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar dan dari dalam diri

seseorang. Bahaya dari dalam timbul bila ada ha! yang tidak dapat diterima,

(31)

13

Dari definisi beberapa pakar maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan

merupakan reaksi dasar pada diri seseorang dalam menghadapi situasi yang

mengancam dan berbahaya demi ego. Timbulnya kecemasan ini dapat

disebabkan oleh faktor dari dalam diri dan dari luar diri individu.

2.1.2. Sumber Kecemasan

Horney mengatakan betapapun bentuk kecemasan, namun ia timbul dari

sumber yang satu, yaitu perasaan individu bahwa ia lemah, tidal< berdaya, ia

tidak mengerti dirinya dan tidak mengerti orang lain dan ia hidup di

tengah-tengah alam permusuhan yang penuh dengan kontradiksi.

Apabila individu mengalami nilai-nilai yang saling bertentangan dalam

masyarakatnya, karena kompleksnya kebudayaan dan tidak serasinya

nilai-nilai dan kaidah sosial, maka ia akan menghadapinya dengan cara yang

kaku, ha! itulah yang menyebabkannya cemas, karena tidak mampunya ia

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Orang yang mempunyai pribadi yang fleksibel dan integritas dapat sampai

kepada penyesuaian antara nilai-nilai yang saling bertentangan itu (Horney

(32)

Pengaruh lingkungan terhadap kepribadian individu ditunjukkan oleh fakta

bahwa disamping bisa mernuaskan individu, lingkungan juga bisa

mernfrustrasikan, tidak menyenangkan, dan bahkan rnengancam atau

mernbahayakan individu. Apabila stimulus yang mernbahayakan itu

terus-rnenerus rnengancam individu, maka individu akan mengalami kecemasan.

14

Sungguhpun akan rnenyebabkan individu berada dalarn keadaan yang tidak

menyenangkan (rneningkatnya tegangan), kecemasan pada dasarnya

memiliki arti penting bagt individu. l<ecemasan dapat berfungsi sebagai

peringatan agar individu mengetahui adanya bahaya yang mengancam,

sehingga ia bisa mempersiapkan langkah-langkah untuk mengatasi bahaya

yang mengancam itu. Tetapi bagaimanapun, kecemasan akan rnenjadi

pengganggu yang sama sekali tidak diharapkan kemunculannya oleh individu

apabila kecernasan itu berlebihan (Koeswara, 1986).

2.1.3. Gejala kecemasan

Gejala anxiety berrnacarn-rnacarn bentuknya, narnun biasanya cukup rnudah dikenali. Seseorang yang rnengalami anxiety cenderung terus-rnenerus merasa khawatir akan keadaan yang buruk yang akan menimpa dirinya atau

(33)

15

lndividu yang mengalami kecemasan seringkali tidak mengakui bahwa dirinya

cemas, tetapi dari observasi dapat disimpulkan bahwa ia mengalami

kecemasan. Kecemasan dapat dimanifestasikan dalam 4 hal : (Sue, 1986)

1. Secara kognitif (dalam pikiran), kecemasan yang muncul akibat adanya

pikiran yang merisaukan, individu terus menerus mengkhawatirkan segala

macam masalah yang mungkin terjadi dan sulit sekali berkonsentrasi.

2. Secara motorik (tingkah laku), individu seperti gemetar dan sering gugup

(mengalami kesukaran dalam berbicara), perilakunya ada yang

menghadapinya dan ada yang menghindarinya.

3. Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis) dapat berupa gangguan

pernapasan, gangguan pada anggota tubuh seperti jantung berdebar,

berkeringat, tekanan darah meningkat dan gangguan pencernaan.

4. Secara afektif, individu tidak dapat tenang, timbul rasa was-was, perasaan

akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, rasa tidak aman, dan

perasaan terancam.

2.1.4. Komponen kecemasan

Kecemasan terjadi melalui suatu proses yang dimulai dengan adanya

rangsangan eksternal atau internal, sampai suatu keadaan yang dianggap

suatu ancaman atau membahayakan. Spielberger menyebutkan bahwa

(34)

1. Evaluated situation; situasi yang mengancam secara kognitif sehingga

ancaman ini menimbulkan kecemasan.

2. Perception of situation; situasi yang mengancam diberi penilaian oleh

individu. Penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan dan

pengalaman masa lalu individu.

3. Anxiety state reaction; individu menganggap bahwa situasi berbahaya,

maka reaksi kecemasan akan timbul. Kompleksitas respon dikenal

sebagai reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respons fisiologis

seperti denyut jantung dan tekanan darah.

4. Cognitive reappraisal follows; individu kemudian menilai kembali situasi

yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan

diri atau dengan meningkatkan aktivitas kognisi atau motoriknya.

16

5. Coping; individu menemukan jalan keluar dengan menggunakan defense

mechanism seperti proyeksi atau rasionalisasi (Spielberger dalam Sidik,

2002).

Ternyata pengalaman pun dapat mempengaruhi bentuk respon dari

kecemasan. Bila baru lahir terlalu banyak ketakutan atau terlalu sedikit

ketakutan, akan menentukan respons terhadap kecemasan di kemudian hari.

Manusia yang terlalu banyak mendapatkan ketegangan jiwa pada masa bayi

(35)

17

2.1.5. Cara mengatasi kecemasan

,- /-: /

. J

L2:J

I

<...c° セセMNGZNNji@

"Dia-lah Rabb yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan

ketalwtan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung." (OS. ar-Ra'd

(13)12)

Ayat di alas rnengisyaratkan bahwa fenornena alarn rnarnpu rnernbuat

seseorang rnengalarni kecernasan. Kecernasan dan ketegangan dapat

disebabkan oleh banyak hal di antaranya suasana yang terjadi dalarn

lingkungan. Masalah lingkungan sekitar rurnah dapat berpotensi untuk

rnenjadikan individu tegang, cernas, was-was dan khawatir. Jika tidak

terarnpil dalarn rnengolah diri, rnaka rnenghadapi lingkungan sernacarn ini

dapat rnenjadi beban pikiran.

Jadi, rnanusia harus rnenyadari bahwa hidup adalah sebagairnana yang

rnereka alarni. Manusia dalarn hidupnya akan sering rnenghadapai hal-hal

yang rnenyenangkan dan yang tidak rnenyenangkan. Atau kejadian-kejadian

yang sesuai dengan perkiraan rnaupun yang tidak disangka akan terjadi. Hal

(36)

18

Dalam agama Islam dapat ditemukan ayat-ayat suci Al Our'an dan hadis Nabi

yang mengandung tuntunan bagaimana dalam kehidupan di dunia ini

manusia bebas dari rasa cemas. Demikian pula dapat ditemukan dalam

doa-doa yang pada intinya memohon kepada Allah SWT agar dalam kehidupan

ini manusia diberi ketenangan dan keselamatan baik di dunia maupun kelak

di akhirat ( Hawari, 1996).

Allah telah menjanjikan dalam ayat-ayatnya berikut ini :

.... ;P J J. J. 0 ,,.. 0 ,,. ,,. (SI

Pᄋセ@

'.

jJ\ セNiセ[LNZNMセL@ ·G,

t"...(:,:::

GGS"

NNZNNNNNNNwiセLN@

l

J".C

<ll1

J - <)!., .r-" , _;,

ls'

-

セ@

. , , .,

セ@ j'

/ /

J cJ .... ,,:J 0 ,,. JJ.... J J /. J /

,_G,; ·.,

4.1 • ,

.J.ll

::U,

2,.1 .

.b .J.ll

<;,JI•,,

.I• • Gセ@ iセ@ '. .1< Bセ@ • ,,

- セ@ ,. .... HLヲセ@ / <.$ / /

.r

,, ....

'

.... .

!*1.r-)

セ@ Y""" セ@

r-'

!*1..J

/ / di /

NセカN@

,

セ@

セ@

w

<lll

セ@

セI@

/

"Allah le/ah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang

serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-u/ang, gentar karenanya kulit

orang-orang yang ta/wt kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kufit dan

hati mereka di waktu mengingat Allah." ( OS. az-Zumar : 23).

J. JJ"' J 0 :fJ 0 ,,,,

.y _,L;jl

Z^セ@

セi@

?

j;

\JI

, ,

"!ngatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram." (OS

(37)

19

Ayat di alas menyiratkan bahwa hati akan merasa tentram jika manusia tidak

Jarut dalam persoalan yang dihadapinya. Sebaliknya ketentraman akan

terasakan manakala hati larut dalam pertolongan dan perlindungan kasih

sayang Allah. (Gymnastiar, 2001)

2.2. Orangtua (Masa Dewasa)

2.2.1. Pengertian orangtua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), orangtua adalah ayah dan

ibu kandung. Sedangkan menurut Hurlock (1980) orangtua adalah orang

dewasa pertama yang dekat dengan anak, sebab secara alami anak dalam

kehidupannya lebih banyak berada di tengah-tengah ayah dan ibunya, dan

dari mereka anak mulai mengenal lingkungan dan orang lain.

Menurut Umam (2003) orangtua adalah orang yang melahirkan, mendidik,

dan membesarkan anak. Orangtua yang memelihara dan melindungi anak.

Manusia yang paling dahulu dan paling dekat dengan anak adalah orangtua.

Di dalam diri orangtua memiliki perasaan mengasihi dan menyayangi

terhadap anak. Sebagaimana dimaklumi, jelas bahwa orangtua secara fitrah

(38)

20

mengasihi, dan menyayangi anak dan memperhatikan urusannya. Kalaulah

tidak ada hal tersebut, spesies manusia akan punah di muka bumi; orangtua tidak sabar memelihara anak dan tidak mau bertanggung jawab terhadap

anak (Ulwan, 1996)

Orangtua sebaiknya mempunyai sikap yang tegas, bijaksana, berwibawa

dalam mengasuh anaknya di rumah dan mengerti segala kebutuhan anak.

Para orangtua juga dapat menciptakan suatu lingkungan hidup yang

sebaik-baiknya bagi anak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada anak.

Menurut Ulwan ( i 994) yang dimaksud perhatian kepada anak adalah

orangtua senantiasa mencurahkan perhatian penuh, mengawasi dan

memperhatikan mental dan sosial anak.

Orangtua dapat memberikan pendidikan pada anaknya, baik itu pendidikan

yang diberikannya melalui pembiasaan maupun nasehat dan dialog kepada

anak-anak mereka. Hal ini perlu dilakukan oleh orangtua agar orangtua lebih

dapat memahami anaknya dan juga hubungan antara anak dengan orangtua

(39)

21

2.2.2. Orangtua dewasa dini

lstilah adult berasal dari kata kerja Latin. l<ata adult berasal dari bentuk

lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti "tumbuh me11Jacli

kekuatan clan ukuran yang sempurna" atau "menjacli clewasa" Oleh karena

itu. orang clewasa aclalah indiviclu yang telail 111enyelesa1ka11

pertumbuhannya clan siap menerima kecludukan clalam masyarakat bersama

dengan orang clewasa lainnya

Secara psikologis. orang clewasa d1l1enakan kepada 1nd1viclu yang memiliki

kekuatan tubuh secara maksimal clan s1ap bereprocluksr clan cl1harapkan

mema1nka11 peranannya bersama 1nd1viclu lainnya dalam masyarakal

(Hurlock. 1980)

Hurlock membagi masa dewasa pada 3 masa. ya1tu • masa dewasa dint.

masa clewasa madya, dan masa dewasa akhir. Dibawah ini al1an dijelaskan

masa dewasa clini.

Menurut Hurlock ( 1980) clewasa clini climular dari usra 18 tahun sampa1 40

tahun. Batasan usia dewasa muda dari Elizabeth B. Hurlock ini tercakup

pacla batasan usia dewasa mucla yang clikemukakan pada ahli lain. seperti

(40)

22

usia 20 tahun sampai usia 40 tahun, atau Levinson (Turner dan Helms, 1995)

yang menetapkan batasan usia dewasa muda dari 17 tahun sampai 40

tahun, sedangkan lrwanto dkk (1989) usia periode dewasa awal (early adult-hood) berkisar antara usia 18-40 tahun. Maka dalam penelitian ini batasan usia dewasa muda yang digunakan akan mengacu pada batasan usia

dewasa muda yang dikemukakan oleh Hurlock (1980) yaitu 18-40 tahun.

lndividu dewasa dapat terlihat dari kematangan biologi, psikologis, sosial, dan

hukum yang telah dicapainya. Kematangan biologi terlihat dari kemampuan

individu untuk bereproduksi. Sedangkan kematangan yang terlihat dengan

kemampuan individu tersebut mencapai tingkat emosi dan mental tertentu.

Kematangan sosial terlihat dari kemampuan individu mengambil peran dalam

keluarga, pekerjaannya, dan kematangan hukum dicapai ketika individu telah

menerima berbagai macam hal yang sah (Hall dalam Fitri, 2002).

Pada masa dewasa dini seseorang lebih matang dalam berfikir dan bertindak

sehingga pada masa ini seseorang bisa menjadi lebih bijaksana. lndividu

lebih banyak memikirkan hal-hal penting dalam hidupnya dan lebih realistis.

Menjadi orangtua dewasa dini berarti harus menggantikan orientasi pada diri

dengan orientasi pada kehidupan keluarga. Hal ini disebabkan oleh

(41)

masa orangtua, sehingga egosentris individu pada masa ini biasanya

berkurang. Demikian halnya dengan kehidupan sosial. Pada masa ini

umumnya kehidupan sosial dipusatkan di rumah dan anggota-anggota

keluarga menggantikan peran teman.

Pada masa ini terjadi perubahan pola kehidupan, dimana orang dewasa

meninjau kembali minat lama mereka dari segi waktu, tenaga, dana, dan

persahabatan untuk mengetahui apakah hal ini sesuai dengan pola

kehidupan mereka atau apakah hal itu memberikan kepuasan seperti dulu.

Hiburan-hiburan yang populer di kalangan orang-orang dewasa muda,

diantaranya adalah, (1) Membaca, karena banyaknya tanggungjawab

mereka, orang dewasa muda terbatas waktunya untuk membaca. Biasanya

mereka cenderung membaca surat kabar daripada membaca buku.

(2) Televisi, menonton televisi, apalagi di malam hari, merupakan hiburan

favorit mereka yang sudah memiliki anak. Semakin besar keluarga dan

semakin rendah penghasilan, semakin banyak waktu yang dihabiskan

dengan menonton televisi.

Pada masa ini, peran seks sangat penting baik dalam pekerjaan maupun

kehidupan berkeluarga. Jika orang dewasa harus melakukan penyesuaian

(42)

memainkan peran yang saling memuaskan antar pasangan dan 111ereka

harus menemukan kepuasan ini dari peran yang dimainkan lersebut. Dan j1ka

mereka harus mengasalkan kepuasan tersebul dari peran sebagai orangtua,

mereka harus memilih peran yang disetujui oleh suami-isteri yang terbaik

bagi anak-anaknya, dan 111erel1a harus merasa yakin akan kemampuan

111ereka untuk memainkan peranan itu clengan berhasil.

2.2.3. Ciri-ciri Masa Dewasa Dini

Di bawah ini cliuraikan ciri yang menonjol dalam tahun-tahun 111asa dewasa

dini.

1. Masa dewasa dini sebagai "masa pengaturan"

Sekali inclividu menemukan pola hiclup yang dapat 111e111enuh1

kebutuhannya. ia akan 111engembangkan perilaku, sikap clan nilai yang

menjadi kekl1asannya selama sisa hiclupnya.

2. Masa dewasa dini sebagai "usia reproduktif"

Orangtua adalah peran yang penting clalam hidup orang dewasa. Peran

orangtua biasanya dimulai pacla usia duapulul1an atau awal tigapuluhan,

beberapa 111enjacl1 kakek/nenek sebelu111 masa clewasa din1 berakhir

3. Masa dewasa dini sebagai "masa bermasa/a/1"

Masalah yang clihaclapi orang clewasa rumit clan memerlukan waktu untuk

(43)

bersamaan. dan bentuk akhir penyesuaiannya trclak akan clrlerima secara

serempak

4. Masa dewasa dini sebagai 111asa lwterasingan emosiona/

Pacla awal atau pertengahan tigapuluhan. biasanya orang mucla mampu

memecahkan masalah dengan baik sehingga stabil secara emosional

Apabila e111osi tetap kuat pada usia tigapuluhan. ini tancla penyesuaiannya

belum 111e111uaskan

5. Masa dewasa dini sebagai masa lwterasingan sosia/

l<egratan sosial 111asa dewasa d1111 sering clibalasi karena tekanan

pekerjaan clan keluarga. Akibatnya orang clewasa 111ucla mengala111i "krrsis

isolasi·. yaitu kesepian karnna terisolasr clari kelompok sosial.

6. Masa dewasa dini sebagai masa ko111it111en

MenJacli orang clewasa berartr menentukan pola hiclup baru. rnemikul

tanggunrnawab baru dan rnembuat ko111itmen baru.

7. Masa dewasa dini sering se/Jagai 111asa ketergantungan

Banyak orang 111uda yang tergantung pacla orang lain selama Jangka

waktu yang berbecla. Keterganlungan inr rmrngkin pacla orangtua.

lembaga keuangan atau pemerintah clalam mendapatkan prnjaman

8. Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai

Peran oranglua clapal 111engubah nilai mereka rnenjaclr lebih konservatrf.

bergeser clari egosentris ke sosial. l<esaclaran sosial berkernbang Jlka

(44)

26

9. Masa dewasa dini sebagai masa penyesuaian cara hidup baru

Dalam masa dewasa ini gaya-gaya hidup baru paling menonjol di bidang

perkawinan dan peran orangtua.

10. Masa dewasa dini sebagai masa kreatif

Mina! pada kreatifitas dimulai pada usia duapuluh tahunan, tapi

puncaknya baru tercapai pada usia setengah baya. Hal ini disebabkan

kreativitas pada awal masa dewasa sering terhalang dan tidak mendapat

dukungan positif.

2.2.4. Tugas perkembangan masa dewasa dini

Di bawah ini merupakan tugas-tugas perkembangan dewasa dini.

1 Mendapatkan pekerjaan dan penyesuaiannya terhadap pekerjaan

Jika orang mendapat pekerjaan yang sesuai minat dan bakat, maka

makin tinggi kepuasan yang didapat. Sejauhmana penyesuaiannya

terhadap pekerjaan dapat dinilai dengan 3 kriteria, yaitu prestasi dalam

bekerja, berapa kali ia berhasil pindah pekerjaan dengan sukarela, dan

tingkat kepuasan yang dapat dinikmatinya.

2. Memilih teman hidup

Pada awal masa dewasa dini, kebanyakan orang muda berkesempatan

(45)

27

3. Hidup bersama dengan suamil isteri membentuk suatu ke/uarga

Makin banyak pengalaman hubungan interpersonal pria-wanita yang

diperoleh pada masa lalu, semakin besar kemauan bekerjasama dengan

sesamanya, maka makin baik penyesuaian dalam perkawinan.

4. Membesarkan anak-anak

Tanggungjawab perawatan anak dilakukan bersama suami-istri. Pada

masa ini orangtua mempersembahkan lebih banyak waktu kepada anak.

5. Mengelola rumahtangga

Masa ini adalah peralihan dari tanggungjawab individu ke tanggungjawab

kedewasaan. lni dilakukan dengan banyak mengorbankan kebahagiaan

dan kepuasan karena memerlukan perubahan perilaku, nilai dan peranan.

6. Menerima tanggungjawab sebagai warganegara

Sebagai warganegara, orang muda berkewajiban kepada negara, seperti

wajib memberi suaranya dan membayar pajak kepemilikian harta benda.

7. Bergabung dalam kelompok sosial yang cocok

Wanita dan pria yang terikat tanggungjawab rumah tangga tidak banyak

waktu untuk kegiatan sosial karena tekanan pekerjaannya, sehingga sulit

(46)

2.3. Serita Kejahatan Seksual

2.3.1. Serita

2.3.1.1. Definisi berita

Kata warta atau berita berasal dari bahasa Sangsekerta yakni "urit" yang dalam bahasa lnggris "write", arti aslinya ialah "ada" atau "terjadi", atau juga

"vritta"artinya "kejadian" atau "yang telah terjadi". Vritta dalam bahasa

Indonesia menjadi berita atau warta. (Feliza, 1982)

Robert Tyell mengemukakan bahwa berita adalah informasi yang baru,

menarik perhatian, mempengaruhi (effect) orang banyak, dan mempunyai

kekuatan untuk membangkitkan selera mengikutinya (Idris, 1987).

Serita adalah laporan tentang peristiwa penting dan menarik yang terjadi

pada waktu dan tempat tertentu (Abrar, 1995).

Serita menurut Oetama (2001) ialah laporan tentang suatu kejadian secara

aktual, karena berita itu menyangkut kepentingannnya yang konkret, yakni

menyangkut keamanan dirinya, keluarganya, lingkungannya baik jiwa

maupun harta milik.

(47)

Serita merupakan suatu laporan mengenai gagasan atau uraian yang teliti

tentang sebuah masalah (Junior, 1987).

29

Salah satu sebab mengapa orang ingin mengetahui suatu berita adalah

karena perlu mengetahui perkembangan lingkungan dan masyarakat

tempatnya hidup. Orang mengetahui suatu berita bukan hanya untuk

mengetahui kejadian, tetapi perkembangan kejadian. Dengan mengetahui

perkembangan, seseorang tidak hanya mempunyai pengetahuan tentang

situasi, di mana perlu ia juga dapat menyesuaikan dengan situasi. (Oetama,

2001)

Serita dan masyarakat memang merupakan dua hal yang satu sama lain

tidak bisa dipisahkan. Serita selalu bergantung dan berkaitan erat dengan

masyarakat dimana ia berada. Kenyataan ini mempunyai arti bahwa dimana

pun berita itu berada, membutuhkan masyarakat sebagai sasaran

penyebaran informasi atau pemberitaannya. (Rachmadi, 1990)

2.3.1.2. Macam-macam berita

(48)

1. Berdasarkan sifat kejad1a1J /Jenta

Berdasarkan sifat terJadinya, maka maca111 berita yang d1ti111bulkannya ialah

(1) Berita yang d1cluga, yakrn benta yang suclah cl1clu[Ja akan teqacl1 (2) Berita yan[J ticlak tercluga yakn1 berita yang kejacliannya ticlak

tercluga sama sekali.

2. Berdasarkan masa/ah ya1Jg cl!cakupnya

Berclasarkan masalal1nya, clapat cl1golongkan menjacli ( 1 ) Benta politik (G) 13enta 111iliter

(2) Serita ekono1111 (7) Benta tekhn1k

(3) Berita agama clan kebuclayaan (8). Serita filsafat

( 4) Serita olahraga (9) 13erita kejahatan/kriminal (5) Serita pengetahuan

3 Berdasarka/J ;arak l<ejadia1J clan pu/Jifl<as1 /Jenta Dari suclut geografl clapat cl1bag1 111enJacl1

( I) Serita lokal (2). Senta nasional (3) Serita internasional 4 Berdasarkan 1s1 f;enta

13erclasarkan 1s1 benta cl1bag1 111enJacl1

( 1 ). lsi ber1ta menu rut tempat a tau asalnya · 1stana, clepartemen, perusahaan, pengaclilan, lapangan sport. clan lain sebaga1nya.

(49)

31

(2). lsi berita menurut cara munculnya • berita fakta sebenarnya dan berita

palsu/bohong.

(3). lsi berita berdasarkan keadaan alam • berita bencana alam (banjir,

gempa) dan berita keanehan alam ( sifat kelakuan binatang,

tumbuh-tumbuhan, batu-batuan dan sebagainya) (Assegaf, 1991 ).

2.3.1.3. Kriteria berita

Berita yang berkembang di masyarakat memiliki kriteria. Kriteria itu adalah,

pertama, berita harus memenuhi sifat ketepatan waktu. Namun

sesungguhnya jarak atau lama waktu yang menentukan suatu peristiwa

mempunyai nilai berita atau tidak, juga tergantung pula pada mediumnya.

Seperti misalnya televisi, penyebaran berita lebih cepat, laporan langsung,

lebih hidup dalam gambar, suara dan gerakan hidup, dan ada gerak dinamika

kejadian dan pelaku yang terlibat. Demikian juga dengan berita dalam surat

kabar mempunyai nilai beritanya sepanjang hari. Dengan media cetak,

memberikan kesempatan berfikir dan berefleksi kepada khalayak

pembacanya.

Kedua adalah berita harus mempunyai sifat kedekatan. Faktor geografis

berperan untuk menentukan bahwa suatu peristiwa mempunyai nilai berita

(50)

terhadap seseorang yang membaca berita tersebut, maka semakin tinggi nilai

beritanya.

Ketiga yang suatu peristiwa yang mempunyai nilai berita adalah sifat

penonjolannya. Sifat ini mempunyai arti semakin terkenal seseorang di

kalangan masyarakat,se makin tinggi nilai beritanya.

Keempat, kriteria yang disebut dengan human interest. Sifat ini tidak dapat

dilepaskan dari respon yang berhubungan dengan respon fisik atau

emosional yang hanya mungkin terjadi dalam diri manusia. Elemen yang

dapat dikategorikan lahirnya faktor human interest adalah sifat petualangan,

pertentangan, humor, seks, dan lain-lain.

2.3.2. Berita Kejahatan Seksual pada Anak

Penulis akan membatasi berita kejahatan seksual dalam penelitian ini ke

dalam kejahatan seksual pada anak yang dilakukan secara fisik yaitu suatu

informasi berita mengenai perbuatan kejahatan seksual terhadap anak yang

dilakukan dengan kontak fisik (sentuhan).

Kejahatan bisa disebut kriminalitas atau crime, karena ia menunjukkan suatu

(51)

Kejahatan seksual pada anak dikategorikan sebagai pengabaian terhadap

ajaran agama, juga termasuk pelanggaran terhadap hukum yang sedang

berlaku di negara itu (Wahid dan lrfan, 2001 ).

33

Serita anak korban kejahatan seksual adalah laporan tentang suatu kejadian

anak yang mengalami tindak kejahatan seksual baik secara nonfisik

(pembicaraan terang-terangan tentang tindakan seksual, memamerkan alat

kelamin, kesengajaan membiarkan tindakan persetubuhan dilihat atau

didengar anak), maupun secara fisik (tindakan meraba bagian vital tubuh

seperti vagina, payudara, menggosokkan alat kelamin, perkosaan), yang

dilakukan dengan kesengajaan dan paksaan sehingga dapat berdampak

pada fisik dan psikis korbannya (Schaefer, 1991 ).

Sarwono dalam Ayahbunda (1986), menyatakan bahwa berita kejahatan

seksual pada anak adalah suatu laporan mengenai perlakuan salah secara

seksual yang diterima anak, dimana perlakuan seksual ini dapat

bermacam-macam. Mulai dari yang tanpa sentuhan (berbicara tentang hal-hal yang

cabul, menunjukkan gambar-gambar cabul, memamerkan ala! kelamin orang

dewasa, dan sebagainya), dan yang dengan sentuhan (dicium, diraba, onani,

sampai dengan sanggama) yang dilakukan secara paksa. Apapun

(52)

baik pada pihak pelaku, maupu11 kedua-duanya (pelaku da11

korba11/a11ak-a11ak). Dalam pe11elitia11 ini dibahas kejahata11 seksual de11ga11 se11tuha11 atau

secara fisik.

De11ga11 melihat isi berita di media massa, kejahata11 seksual tidak hanya

me11jadika11 orang dewasa sebagai korban, tetapi a11ak-a11ak, khususnya

anak-anak perempua11, rawan terhadap ancama11 ini. Kejahata11 seksual tidak

hanya berla11gsu11g di tempat tertentu yang memberi peluang orang berbuat

jahat pada anak, namun dapat terjadi di lingkungan keluarga. Misalnya

pelaku dapat saja tetangga atau ayah yang melakukan kejahatan seksual

terhadap anaknya. Hal ini berarti pelaku tidak asing bagi anak dan tidak

disangka berbuat tindak kejahatan seksual ( lnayati, 2003).

Hal ini didukung oleh Schaefer (1991) yang mengatakan bahwa lebih dari 90

% pelaku kejahatan seksual terhadap anak perempuan adalah laki-laki.

Sebagian besar telah kawin tapi tidak puas denga11 hubungan

perkawinannya. Sebagian lagi adalah pedophiles yaitu orang dewasa yang

selalu terangsang melihat anak-anak. Tidak tertutup kemungkinan kejal1atan

(53)

Media Indonesia dalarn Wahid dan lrfa11 (2001) 111e11gu11gkapkan data

karakteristik ti11dak pidana keJahatan seksual terhadap a11ak yang dilakukar1 secara fisik yang teqadr dr lndonesra sebagar berrkul

Dilihat darr pekerJaan pelaku ·

1 Pedagang 4. Pegawai

2 Buruh 5. Guru

3. Soprr 6 Ticlak bekerJa Drlrhat dari hubungan korban clengan pelaku

Tetangga 4. Ayah trrr 2 Ayah kanclung 5. Gu ru-muri cl

3 Saudara 6. Tidak saling kenal

Berrta sekitar kejahatan seks umumnya rnemrlil1i daya aktual Terutama memberikan bobot reaksi emosional yang sarat, dan karena itu menjadr penarik ekstra bagi khalayak untuk rnembacanya Terutama setelah kehadrran televisi, yang secara lebrh hidup clan nyata sanggup rnelukrskan keJaclian-kejaclian kejahatan seksual. Perhalran akan dampak berrta

keJahatan seksual pada anak clalam rneclra massa menjadr lebih besar. (Oelama. 2001)

(54)

1. Sifat segera. berita itu rnengenai apa yang baru leqad1. clan dengan clernikian rnenekankan keadaan sekarang daripada rnasa larnpau

2 Dramat1sas1. berita rnenekankan hal-hal yang dra111at1s. clan dengan dernikian berita menekankan kejadian yang konkret (yang rnemungl<inkan

berita itu lebih rnudah dilaporkan secara sensasional).

3. Personalisasi. berita menekankan rnanusia dan dengan dernikian sering rnenyebabkan pertentangan kebijaksanaan mengenai konflik antara

rnasalah perorangan atau sosial 111enjad1 sekedar darnpak rnasalah

tersebut atau pribadi-pribadi.

4. Penyederhanaan. berita harus rnuclah di111engert1.

Dalarn pernberitaan kejahatan seksual terdapat pertentangan pendapat Para

rnoralis berpendapat pernuatan berita kejahatan seksual secara berlebihan

adalah tidak layak. seclangkan ahli-al1li kn1111nologi rnenganggap bahwa hal

tersebut adalah layak. Terlepas dar1 pertentangan 1tu. benta keJahatan

seksual terhadap anak patut disiarkan asal pengolahannya tidak

d1lebih-leb1hkan secara sensasional.

01 kalangan masyarakat luas. rnoral1s dan ahli-ahli lm111111olog1 terclapat

pernbantahan akan rnanfaat rnaupun seg1-segi negatlf dimuatnya benta-ber1ta

(55)

37

pada anak dalam media massa ialah kecemasan bahwa dampaknya negatif.

Dampak negatif itu meliputi:

1. Menyebabkan meluasnya gejala kriminal dalam masyarakat, karena orang

meniru apa yang dibaca dan ditonton lewat media massa.

2. Membantu tumbuhnya sikap keras dan sadis masyarakat.

3. Menyebabkan orang belajar kejahatan dari berita, bail< belajar membuat

rencana maupun belajar cara melakukan kejahatan.

4. Berita-berita kejahatan sering menimbulkan panik di dalam masyarakat.

5. Berita kejahatan seksual sering mencampuri hak privasi (the right of

privacy) seseorang.

Assegaf ( 1991) mengatakan ada segi-segi positif pemuatan berita kejahatan

seks. antara lain :

1. Berita kejahatan seks menunjukkan bahwa setiap keJahatan mendapat

hukuman.

2. Berita kejahatan sek merupakan pendrdikan bagi masyarakat bahwa

kejahatan tidak dapat ditutupi dan suatu saat akan terbongkar.

Sedangkan beberapa stasiun televisi memandang perlu menyiarkan berita

kejahatan seks karena kejahatan seks 111erupaka11 musuh rnasyarnkat

Masyarakal harus diberitahu tentang bahaya yang 111enganca111 mereka (Idris.

(56)

publik tentang segala macam kejahatan sehingga mereka waspada (Feliza,

1982).

38

Menyangkut isu kejahatan seksual pada anak, tugas jurnalis adalah

menyajikan berita kejahatan seksual yang bisa menyelamatkan korban,

mengurangi kasus, menghukum pelaku, serta membuat khalayak waspada

terhadap bahaya kejahatan seksual. Untuk mencapai semua tujuan ini, perlu

disusun kriteria berita kejahatan seksual yang ideal.

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan bagi berita kejahatan seksual

yang ideal. Pertama, berita tidak sekedar laporan peristiwa, tetapi ada

sesuatu yang disiratkan dalam sebuah berita. Kedua, berita bisa menjadi ala!

propaganda dan ala! meyakinkan berbagai pihak akan kebenaran. Ketiga,

berita bisa menjadi sesuatu yang berlebihan, berita ini tergolong berita tidak

jujur. Keempat, khalayak memilih ukuran sendiri dalam menentukan berita

yang penting bagi mereka.

ldealnya, berita kejahatan seks pada anak perlu diikuti oleh solusinya, baik

bagi korban maupun bagi usaha pencegahan tindakan kejahatan seks

berikutnya. Oleh karena itu, para jurnalis kriminal perlu mencari informasi dari

(57)

korban kejahatan seks serta kondisi objektif masyarakat ideal yang

meminimalisasikan keinginan individu untuk melakukan kejahatan seksual.

39

Namun dalam laporan kejahatan seksual pada anak perempuan, ada kesan

bahwa berita kejahatan seksual lebih menonjolkan sensasional daripada

alasan dan motif sesungguhnya. Serita kejahatan seksual pada anak lebih

memberi rincian dan lupa memberi tip tentang cara menghindari kejahatan

seksual itu sendiri (Media Wanita dan Pembangunan, 2000).

2.4. Pola Asuh Orangtua

2.4.1. Pengertian pola asuh orangtua

Makna harfiah pola asuh orangtua adalah model atau tata cara orangtua

dalam memberikan pengasuhan kepada anak (Adnan, 1996).

Kohn ( 1972) mengungkapkan bahwa pola asuh adalah sikap orangtua dalam

berhubungan dengan anaknya, dan sikap tersebut dapat dilihat dari beberapa

cara orangtua dalam memberikan peraturan disiplin, reward dan hukuman.

Pola asuh diartikan sebagai perilaku atau sikap orangtua ketika bergaul atau

(58)

berkomunikasi dengan anak, mereka berbuat sesuai sikap atau perilakunya

sendiri, keras, lembut, atau bijaksana. (Hafizh dalam Kurniasih, 2004)

40

Merchati dikutip Dayakisni (1988) mengatakan pola asuh adalah perlakuan

orangtua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik

anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh merupakan interaksi orangtua

dengan anak dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis serta

mendidik, mengajarkan dan mensosialisasikan nilai-nilai dan norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat agar anak dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan di mana si anak berada.

Jadi, pola asuh dalam keluarga adalah bentuk atau cara mengasuh, mendidik

atau membimbing anak yang dilakukan oleh pasangan suami istri (orangtua)

dalam suatu kelompok di mana anggota-anggotanya mengabdikan diri pada

kepentingan dan tujuan kelompok tersebut. Dan pola asuh merupakan

bentukan dari interaksi antara orangtua dan anak secara kesinambungan

sejak kecil sampai pada usia dewasa.

2.4.2. Tipe pola asuh orangtua

(59)

41

1. Otoriter Orangtua suka mendikte, mengontrol anak dengan keras

dan kaku, menuntut kepatuhan anak, hubungan yang terjadi

kurang hangat dan tidak mendorong anak untuk mandiri,

biasanya model hukuman yang diberikan cenderung ke arah

fisik.

2. Permisif Sikap orangtua tidak pernah menghukum,

keinginan-keinginan, sikap dan perilaku anak selalu diterima atau

disetujui orangtua. Orangtua sumber bagi tercapainya

keinginan anak dan tidak ada dorongan dari orangtua

terhadap anak.

3. Demokratis : Orangtua bersikap hangat kepada anak, ada komunikasi

timbal balik antara orangtua dan anak, mengarahkan

perilaku anak secara rasional. Gabungan antara kontrol

yang kuat dan dorongan yang positif.

Pada kenyataannya pola asuh orangtua dalam mendidik anak seperti yang

dijelaskan di atas. Orangtua memiliki kecenderungan dalam mendidik anak

dengan pola asuh otoriter, acuh tak acuh dan demokratis. Jadi ada saatnya

orangtua bersikap keras dan lunak tergantung pada situasi yang dihadapi..

Jarang orangtua secara mutlak menerapkan satu pola asuh tertentu saja.

(60)

pola asuh tertentu yang lebih banyak diterapkan misalnya otoriter,

demokratis, acuh tak acuh ataupun terlalu memanjakan.

2.4.3. Aspek-aspek pola asuh

Menurut Mussen (1984) ada 4 aspek dalam pengasuhan anak, yaitu:

42

1. Aspek kontrol (hukuman), meliputi usaha orangtua untuk mempengaruhi

aktivitas, bertujuan memodifikasi ekspresi dari rasa ketergantungan anak,

agresivitas atau tingkah laku bermain, termasuk pada mengembangkan

internalisasi standar yang dimiliki orangtua pada anak.

2. Aspek tuntutan ditampilkannya peri/aku yang matang (interaksi

sosia/), meliputi tuntutan atau penekanan pada anak agar dapat

menampilkan dengan sebaik-baiknya kemampuan dalam bidang sosial,

intelektual, serta emosional. Orangtua juga menuntut kemandirian anak.

3. Aspek keje/asan komunikasi antara orangtua-anak, meliputi orangtua

memberi penjelasan dan menanyakan pendapat anak dalam membuat

aturan-aturan bagi si anak. Orangtua juga berusaha untuk memahami

pendapat atau perasaan anak mengenai penjelasan yang dilakukan.

4. Aspek pemeliharaan terhadap pendidikan anak (disiplin seko/ah),

meliputi keterlibatan orangtua dalam pengasuhan pendidikan anak,

(61)

pengertian terhadap apa yang telah dicapai oleh anak. Hal ini dilakukan

melalui perbuatan dan sikap.

2.5. Dugaan Kecemasan Orangtua Menghadapi Serita Kejahatan

Seksual Ditinjau Dari Pola asuhnya

43

Selama ini telah terbentuk anggapan bahwa ancaman kejahatan seksual

biasanya muncul dari orang-orang asing yang tidak dikenal. Akan tetapi dari

kasus-kasus kejahatan seksual pada anak perempuan, ditemukan fakta

bahwa para pelaku kejahatan seksual ini umumnya justru orang-orang dekat

yang dikenali korban.

Berita-beri

Gambar

Tabel 3.1 Skoring Skala Kecemasan
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Blue Print Final Skala Pola Asuh Orangtua
Jenis Tabel 4.1 Kelamin Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

In this chapter, we have seen the different types of sources from which data can be loaded into Splunk.. We discussed in detail how to get data using the Files &amp; Directories

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION DAN DIRECT INSTRUCTION TERHADAPPENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN. MATEMATISDITINJAUDARITINGKAT

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling),

hal ini dibuktikan secara statisik dari analisis korelasi chi-square, hasil uji analisis diperoleh nilai p = 0,01 maka dapat disimpulkan ada hubungan

[r]

Gambar 4.4 menunjukan desain interface pada halaman utama, pada halaman utama tersebut terdapat menu user hotspot, profil user dan pembatasan internet serta menu

Pada penelitian ini sebuah sensor kamera dengan resolusi 64x64 pixel untuk mendapatkan hasil dari setiap pixel, maka menggunakan proses secara massively-parallel pada kamera

Alhamdulillahirobbil „alaamiin segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpakan rahmat, hidayah, kekuatan petunjuk dan ijin-Nya sehingga penulis