• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Cair Industri Mie Instant Untuk Proses Pembuatan Sabun Mandi Cair

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Cair Industri Mie Instant Untuk Proses Pembuatan Sabun Mandi Cair"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI MIE INSTANT

UNTUK PROSES PEMBUATAN SABUN MANDI CAIR

SKRIPSI

MARKAM A SINAGA

080822004

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI

MIE INSTANT UNTUK PROSES PEMBUATAN SABUN MANDI CAIR

Kategori : SKRIPSI

Nama : MARKAM ALFENGKI SINAGA

Nomor Induk Mahasiswa : 080822004

Program Studi : SARJANA ( S 1 ) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Mei 2012

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dra. Emma Zaidar , MSi DR. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 195512181987012001 NIP. 195408301985032001

Diketahui / Disetujui Oleh Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua,

(3)

ABSTRAK

(4)

USE OF LIQUID WASTE INDUSTRIAL INSTANT NOODLES FOR MAKING LIQUID SOAP

ABSTRACT

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Adapun judul Skripsi ini adalah “Pemanfaatan Limbah Cair Industri Mie Instant Untuk Proses Pembuatan Sabun Mandi Cair”.

Selesainya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dengan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu DR. Rumondang Bulan Nst, MS, sebagai Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I penulis.

2. Ibu Dra. Emma Zaidar, MSi, sebagai Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu, arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan.

4. Pegawai Departemen Kimia yang banyak membantu penulis dalam memberikan informasi dan menyelesaikan administrasi kampus.

5. Kedua Orang Tua (M.Sinaga dan K. Siagian), serta adik-adik (Junior Effendi Sinaga dan Steven Sinaga) yang telah memberikan dukungan yang luar biasa dalam hal materi, motivasi dan doa kepada penulis.

6. Teman-teman mahasiswa Jurusan Kimia Ekstensi stambuk 2008, yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Medan, Juni 2012 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

2.7. Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Sebagai Bahan Dasar Untuk Proses Pembuatan Sabun Cair ... 21

2.7.1. Asam Lemak Bebas ... 21

2.7.2. Bilangan Penyabunan ... 21

(8)

2.8.1. Asam Lemak Bebas/Kadar Alkali Bebas ... 22 Sehingga Diperoleh Minyak Goreng Bekas ... 27

3.3.2. Proses Penghilangan Kotoran (Despicing) Minyak Goreng Bekas ... 27

3.3.3.Proses Netralisasi Minyak Goreng Hasil Despicing ... 27

3.3.4. Proses Pemucatan (Bleaching) ... 28

3.3.5. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Hasil Reprocessing ... 28

3.3.6. Pemeriksaan Bilangan Penyabunan ... 29

3.3.7. Proses Pembuatan Sabun Cair ... 29

3.3.8. Pemeriksaan Uji Organoleptik Sabun ... 30

3.3.9. Pemeriksaan pH Sabun Cair ... 30

3.3.10. Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas Sabun Cair ... 30

3.3.11. Pemeriksaan Viskositas Sabun Cair ... 31

3.4. Bagan Alir Penelitian ... 32

3.4.1.Proses Pemisahan Minyak dari Limbah Cair ... 32

3.4.2. Proses Pemisahan Kotoran (Despicing), Netralisasi dan Pemucatan (Bleaching) Minyak Goreng Bekas ... 33

3.4.3.Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Penyabunan Pada Minyak Goreng Hasil Reprocessing .. 35

3.4.4. Proses Pembuatan Sabun Cair ... 36

3.4.5. Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas/ Asam Lemak Bebas Sabun Cair... 37

(9)

4.1.1. Hasil Analisa Minyak Goreng Reprocessing ... 38

4.1.2. Hasil Analisa Sabun Mandi Cair ... 43

4.2. Pembahasan ... 43

4.2.1. Analisa Minyak Goreng Reprocessing ... 43

4.2.2. Analisa Sabun Mandi Cair ... 45

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

7.1. Kesimpulan ... 47

7.2. Saran ... 47

(10)

DAFTAR SINGKATAN

ALB : Asam Lemak Bebas BM : Berat Molekul

BOD : Biological Oxygen Demand CMC : Carbokximethil Cellulosa COD : Chemical Oxygen Demand cP : centi Poise

CSAS : Cyclic Sequential Activated Sludge FFA : Free Fatty Acid

IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah N : Normalitas

NN : No Name

pH : Derajat Keasaman

SNI : Standar Nasional Indonesia Sv : Bilangan Penyabunan TSS : Total Suspended Solid

(11)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Standar Mutu Minyak Goreng ... 13

2.2. Syarat Mutu Sabun Cair ... 20

4.1. Hasil Analisa Minyak Goreng Reprocessing ... 38

(12)

ABSTRAK

(13)

USE OF LIQUID WASTE INDUSTRIAL INSTANT NOODLES FOR MAKING LIQUID SOAP

ABSTRACT

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah yang berasal dari pabrik pembuatan mie instant mayoritas dalam bentuk cairan. Limbah cair ini terdiri dari air, minyak dan ampas mie instant (mie hancur halus dan mie hancur patah). Ampas mie berasal dari mie yang gagal dalam proses produksinya. Pada dasarnya mie yang gagal tersebut ditempatkan dalam wadah tertetu, dikumpulkan pada suatu tempat dan dijual untuk bahan baku industri pakan ternak. Sedangkan yang dikategorikan sebagai limbah sisa-sisa atau ampas pada saat melakukan pembersihan oleh operator.

Dalam proses produksinya terdapat tahap penggorengan, pada tahap inilah mie yang sudah dicetak digoreng, untuk mengurangi kadar air dan untuk membunuh bakteri dan membuat mieinstant tersebut menjadi tahan lama. Pada tahap ini media yang digunakan untuk menggoreng mie adalah minyak goreng. Minyak goreng yang dipakai adalah minyak yang berasal dari kelapa sawit (palmitat) dengan atom C adalah 16. Minyak ini sebagian kecil akan jatuh ke lantai dan mengalir ke saluran pembuangan. Setiap harinya petugas melakukan sanitasi terhadap ceceran-ceceran minyak dan membuangnya juga ke saluran pembuangan. Hal ini terus dilakukan karena pembersihan terhadap lantai adalah sanitasi yang rutin dilakukan.Keseluruhan ampas mie (mie hancur patah dan mie hancur halus), minyak kotoran-kotoran dan air akan mengalir di dalam saluran pembuanganyang pada akhirnya akan bermuara ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

(15)

minyak seminimal mungkin pada saat limbah tersebutdi oleh, karena kandungan minyak yang sedikit akan lebih mudah proses pengolahannya dibandingkan dengan kandungan minyak yang lebih banyak. Minyak yang dipisahkan tersebut akan ditampung pada bak penampungan untuk selanjutnya dibuang. Minyak inilah yang selanjutnya dijadikan sample dalam penelitian. Minyak dari hasil pemisahan limbah tersebut selanjutnya di reprocessing dan dijadikan sebagai babhan baku pembuatan sabun mandi cair. Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang pembuatan sabun padat dari limbah minyak goreng rumah tangga oleh Nur Asyiah tahun 2009.

Karakteristik limbah cair yang berupa minyak ini memiliki warna yang keruh (cokelat), bau dan rasa yang dihasilkan tidak normal seperti minyak goreng pada umumnya, dan kandungan asam lemak bebasnya berada pada kisaran 5 sampai 8 % bahkan dapat lebih daripada 10 %. Dengan melakukan reprocessing maka minyak ini tersebut diharapkan sesuai dengan standar mutu minyak goreng, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan sabun mandi cair. Standar mutu minyak goreng yang dipersyaratkan adalah memiliki bau, rasa yang normal, warnanya putih, kuning pucat, sampai kuning, memiliki Kandingan asam lemak bebas < 2,5 % dan kisaran bilangan penyabunannya adalah 196 – 206.

Pada pembuatan sabun, bahan dasar minyak yang biasa digunakan adalah minyak dengan rantai C12 – C18. Jika < C12 akan menyebabkan iritasi pada kulit dan jika > C18 kurang larut (digunaakn sebagai campuran). Minyak reprocessing yang dihasilkan memiliki atom C16, yaitu sebagai asam palmitat sehingga cocok digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun.

(16)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Limbah Cair Industri Mie Instant Untuk Proses Pembuatan Sabun Mandi Cair”.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kandungan minyak di dalam limbah cair industri mie instant dapat di reprocessing sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses pembuatan sabun mandi cair?

2. Apakah sabun mandi cair yang dihasilkan memenuhi SNI (Standar Nasinal Indonesia) sehingga aman untuk digunakan?

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian hanya memanfaatkan limbah cair industri mie instant untuk proses pembuatan sabun mandi cair. Parameter yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:

1. Untuk minyak goreng reprocessing, parameter yang akan dianalisa adalah : - Organoleptik (bau, rasa, dan warna)

- Asam lemak bebas - Bilangan penyabunan

2. Untuk sabun mandi cair sebagai hasil penelitian, parameter yang akan dianalisa adalah :

- Organoleptik (bentuk, bau, dan warna) - pH

- Kadar alkali bebas

(17)

Sehingga pada akhirnya diperoleh sabun mandi cair dengan mutu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan aman untuk digunakan sesuai fungsinya.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah limbah cair industri makanan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan sabun mandi cair setelah mengalami reprocessing dan untuk mengetahui kualitas/mutu sabun mandi cair dari hasil pemanfaatan limbah cair industri makanan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Untuk menambah nilai guna limbah cair industri mie instant, mengurangi dampak pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah cair yang bercampur dengan minyak.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium pabrik salah satu pabrik mie instant, yang berada di Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

(18)
(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Mie Instant

Industri mie instant merupakan salah satu dari sekian banyak industri makanan yang menggunakan minyak sebagai media pemanas dalam proses produksinya. Minyak merupakan bahan baku yang digunakan untuk menggoreng mie, yang tujuannya adalah agar mie tersebut memiliki kadar air yang rendah. Mie dengan kadar air yang rendah akan membuatnya lebih tahan lama, karena bakteri tidak akan berkembang biak pada bahan makanan yang memiliki kadar air rendah. Penggorengan adalah salah satu tahap dalam proses produksi mie instant yang cukup kritikal karena dengan penggorengan pada suhu tinggi dan waktu tertentu sesuai dengan standar, dipastikan seluruh mikroba akan mati. Oleh karena itu setiap Industri mie instant menetapkan tahap pengorengan ini sebagai Critical Control Point (CCP).

(20)

Alur Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Mie Instant

Penjelasan Alur Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Mie Instant

- Air limbah yang dihasilkan dari bangunan pabrik, akan dialirkan secara gravitasi ke bangunan Waste Water Treatment. Terlebih dahulu ditampung pada suatu bak kontrol yang terdapat saringan yang berfungsi menyaring ampas yang terbawa air limbah.

- Air limbah yang telah disaring akan masuk kedalam bak Influent Holding Tank, di dalam bak ini terdapat sekat dari plat hitam yang berfungsi intuk memisahkan minyak (Oil Seperator ) untuk mendapatkan air keluaran dengan kandungan minyak yang minimal. Pemisahan minyak dilakukan secara manual dengan cara menggayung minyak yang berada diatas permukaan untuk dibuang keluar bak, sedangkan air limbah akan mengalir melalui sekat bawah. Minyak yang diambil tersebut mengandung maksimal 10 % air, hal ini dikarenakan agar minyak yang diperoleh tersebut dapat dimanfaatkan kembali tanpa harus kesulitan dalam memisahkan kandungan air yang terlalu banyak dalam minyak tersebut.

Influent Holding Penyaringan Padatan

Buffer Tank

CSAS Tank / Aerasi Reactor Chamber

Decenter

Effluent Holding Tank

Lumpur Sludge Bak Peresapan

(21)

- Setelah melalui Oil Seperator, air limbah akan di pompa ke dalam bak PH Control Tank. Proses ini akan berjalan sebanyak 10 (Sepuluh ) kali dalam sekali batch. Di bak ini akan terjadi penyesuaian PH sehingga berkisar antara 6,5 – 7,5. Sedangkan Zat yang dipakai untuk menetralisir PH terdapat pada Platform PH Control dalam 2 buah tangki, yang berisi Natrium Hidroksida (NaOH) dan Asam Chlorida (HCl) Zat ini dipompa ke dalam PH Tank secara otomatis.

- Selanjutnya air limbah akan dipompa ke bak Buffer Tank, pada bak ini air lama akan bercampur dengan air yang baru dinetralisir PH nya di bantu dengan pemberian Aerasi.

- Air akan mengalir secara gravitasi melalui lubang yang terdapat pada dinding atas ke bak Reactor Chamber. Pada bak ini air lama yang berada pada CSAS Tank yang mengandung microba, akan dipompa ke dalam bak Reactor Chamber dan juga diberikan aerasi untuk memberikan oksigen di dalam air sehingga mikroba pencerna yang terdapat pada bak dapat hidup.

- Dari bak Reactor Chamber air akan mengalir secara gravitasi ke bak CSAS Tank, dan akan dilakukan proses Cyclic Sequential Activated Sludge. Pada bak ini terjadi proses bioabsorpsi dan Oxidative degradation, yang bertujuan menghilangkan bau air dengan bantuan mikroba yang hidup didalam bak dan tetap diberikan aerasi selama 4 jam, setelah itu proses aerasi akan berhenti selama 1 jam. Setelah itu lumpur yang berada di CSAS Tank akan di sedot ke dalam bak Sludge Holding Tank. Pada bak ini juga diberikan aerasi agar lumpur mengalami pencernaan aerobic lanjutan dan stabilisasi. Air yang mengandung lumpur ini akan di buang ke dalam bak peresapan.

- Satu jam setelah aerasi berhenti, air permukaan yang sudah tidak mengandung kotoran – kotoran solid tersebut akan masuk kedalam Decenter untuk selanjutnya di buang ke bak Effluent Holding Tank.

- Air yang dibuang oleh Decenter di tampung terlebih dahulu di dalam bak Effluent Holding Tank untuk bercampur dengan air lama yang telah di proses. Dari bak ini air akan di gunakan untuk penyiraman lingkungan perusahaan.

Analisa mutu air limbah dilakukan secara harian dan mingguan bulanan. Parameter yang diperiksa adalah meliputi :

- Organoleptik (Warna dan Penampakan) - Suhu (Temperatur)

(22)

- COD

Prosedur analisa mengacu pada Prosedur Pengawasan Mutu Air Limbah. Baku mutu air limbah yang digunakan untuk penyiraman lingkungan pabrik mengacu pada Peraturan Daerah / Keputusan Mentri.

2.2 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. banyaknya ikatan ganda dua karbon juga berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik.(Tambun, 2006).

Asam-asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon. Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan atas :

1. Asam lemak jenuh

(23)

- Asam palmitat (CH3(CH2)14CO2

- Asam stearat (CH

H), bersumber dari lemak hewani dan nabati.

3(CH2)16CO2

2. Asam lemak tak jenuh

H), bersumber dari lemak hewani dan nabati

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal karena adanya ikatan rangkap. Lemak yang mengandung satu saja asam lemak tak jenuh disebut lemah tak jenuh. Contohmya :

- Asam Palmitoleat (CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7(CO2

- Asam Oleat (CH

H), bersumber dari lemak hewani dan nabati.

3(CH2)7CH=CH(CH2)7(CO2

- Asam linoleat (CH

H), bersumber dari lemak hewani dan nabati.

3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7(CO2

- Asam linolenat (CH

H), bersumber dari minyak nabati.

3(CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2)7(CO2H), bersumber dari minyak biji rami. (Djatmiko, 1973)

Asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh berbeda dalam energi yang dikandungnya dan titik leburnya. Karena asam lemak tak jenuh mengandung ikatan karbon hidrogen yang lebih sedikit dibandingkan dengan asam lemak jenuh pada jumlah atom karbon yang sama, asam lemak tak jenuh memiliki energi yang lebih sedikit selama proses metabolisme daripada asam lemak jenuh pada keadaan dimana jumlah atom karbon sama. Asam lemak jenuh dapat tersusun dalam susunan yang rapat, sehingga asam lemak jenuh dapat dibekukan dengan mudah dan berwujud padatan pada temperatur ruangan.

(24)

tubuh untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol ini dapat dikonversikan menjadi glukosa oleh hati dan kemudian glukosa inilah yang digunakan sebagai sumber energi. Lemak juga berfungsi sebagai buffer terhadap berbagai penyakit. Ketika senyawa terbentuk, baik kimia maupun biologis mencapai level yang tidak aman dalam aliran darah, lemak dapat menyimpan senyawa ini dalam jaringan lemak. Lemak merupakan sumber energi yang penting, dan digunakan tubuh sebagai sumber energi langsung dan juga sebagai tempat penyimpanan energi. Tetapi trigliserida cepat menjadi tengik, menimbulkan bau dan cita rasa yang tidak enak bila dibiarkan pada udara lembab suhu kamar. Lepasnya asam lemak yang mudah menguap (terutama asam butirat) dari lemak mentega menyebabkan bau mentega tengik. Asam-asam ini terbentuk melalui hidrolisis ikatan ester atau oksidasi ikatan ganda dua. Hidrolisis lemak atau minyak sering dikatalisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam bakteri di udara. Ketengikan hidrolitik dapat dicegah atau ditunda dengan menyimpan bahan pangan dalam lemari pendingin. Bau keringat timbul apabila lipase mengkatalisis hidrolisis minyak dan lemak pada kulit. Tetapi proses oksidasi (bukan hidrolisis) adalah penyebab ketengikan bahan pangan. Udara hangat dan membiarkan pangan di udara terbuka merangsang ketengikan oksidatif. Pada ketengikan oksidatif, ikatan ganda dua dalam ikatan komponen asam lemak tak jenuh dari trigliserida terputus, membentuk aldehid berbobot molekul rendah dengan bau tak sedap. Aldehid kemudian dioksidasi asam lemak berbobot molekul rendah yang juga berbau tidak enak. Ketengikan oksidatif memperpendek masa simpan biskuit dan makanan sejenisnya. Antioksidan adalah senyawa yang menunda awal ketengikan oksidatif. Dua senyawa alami yang sering digunakan sebagai antioksidan ialah asam askorbat (vitamin C) dan α-tokoferol (vitamin E). (Ketaren, 1986).

2.3 Kandungan Minyak Goreng

Dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari minyak goreng yang mencapai hampir 100 % adalah lemak.

(25)

tiga molekul asam lemak bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai, semakin banyak asam lemak bebas yang dihasilkan. Oleh proses oksidasi lebih lanjut, asam lemak bebas ini akan menyebabkan minyak atau lemak menjadi tengik. Biasanya untuk menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang menyebabkan bau tengik ini, minyak goreng ditambah dengan vitamin A,C,D atau E.(Luciana, 2005).

Disamping lemak, minyak goreng juga mengandung senyawa-senyawa lain seperti beta karoten, vitamin E, lesistin, sterol, asam lemak bebas, bahkan karbohidrat dan protein. Namun semua senyawa itu hanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil.

Tabel 2.1 Standar Mutu Minyak Goreng

No Kriteria Uji Persayaratan

1. Bau Normal

2 Rasa Normal

3 Warna Putih, kuning pucat sampai kuning

4 Kadar Air Max 0,3%

5 Bilangan Asam Max 2,5 %

Sumber : SNI 3741-2002 Standar Mutu Minyak Goreng

2.4 Minyak Goreng Bekas

(26)

Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sekitar 170 – 180o

Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), perubahan indeks refraksi, angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan dari bahan yang digoreng. Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi. Penggunaan minyak berkali-kali akan mengakibatkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavour yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng.

C dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan.

2.4.1 Bahaya Minyak Goreng Bekas

Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Konsumsi minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah dan penurunan nilai cerna lemak.

Kerusakan minyak goreng yang berlangsung, selama penggorengan juga akan menurunkan nilai gizi dan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng. Bahan pangan yang digoreng dengan menggunakan minyak yang telah rusak akan mempunyai tekstur dan penampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak.

(27)

Sehubungan dengan banyaknya minyak goreng bekas dari sisa industri makanan maupun rumah tangga, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas tersebut agar tidak terbuang dan mencemari lingkungan. Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat digunakan kembali sebagai media penggorengan atau digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun.

2.4.2 Permunian Minyak Goreng Bekas

Pemurnian merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas, baik untuk dikonsumsi kembali maupun untuk digunakan sebagai bahan baku produk. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan kembali. Pemurnian minyak goreng ini meliputi 4 tahap proses yaitu, penghilangan bumbu (despicing), netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorisasi).

1. Penghilagan Bumbu (despicing)

Despicing merupakan proses pengendapan dan pemisahan kotoran akibat bumbu dan kotoran dari bahan pangan yang bertujuan menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Pada penelitian ini yang dipisahkan adalah kotoran-kotoran saja yang terkandung dalam minyak tersebut, karena dalam penggunaannya minyak tersebut tidak kontak dengan bumbu-bumbu. 2. Netralisasi

Netralisasi merupakan proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak dengan mereaksikan asam lemak bebas tersebut dengan larutan basa sehingga terbentuk sabun. Proses ini juga dapat menghilangkan bahan penyebab warna gelap, sehingga minyak menjadi lebih jernih.

(28)

Pemucatan adalah usaha untuk menghilangkan zat warna alami dan zat warna lain yang merupakan degradasi zat alamiah, pengaruh logam dan warna akibat oksidasi. 4. Penghilangan bau (deodorisasi)

Deodorisasi dilakukan untuk menghilangkan zat-zat yang menentukan rasa dan bau tidak enak pada minyak.

Minyak goreng reprocessing merupakan minyak goreng bekas yang telah dimurnikan sehingga dapat digunakan kembali untuk menggoreng. Proses pemurnian ini ditujukan untuk menghilangkan kandungan yang merugikan kesehatan dalam minyak goreng bekas seperti asam lemak bebas, senyawa peroksida, zat warna akibat oksidasi dan pengaruh logam serta kotoran-kotoran lain. Proses pemurnian yang biasa dilakukan meliputi netralisasi dan bleaching (penjernihan).(Susinggih, 2005).

Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh akan menghasilkan sabun yang tidak larut dalam suhu kamar.

2.5 Sabun

Sebelum perang dunia II, sabun diperoleh dengan jalan mereaksikan lemak dengan kaustik soda didalam ketel – ketel besar atau kecil yang dilengkapi dengan pengaduk dan jaket uap. Proses ini dikenal dengan nama soap boilling operation dan berlangsung secara batc.

(29)

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut reaksi asam basa biasa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat sabun adalah kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH), dan amonium hidroksida (NH

4OH) sehingga rumus molekul sabun selalu dinyatakan sebagai RCOOK atau RCOONa atau RCOONH4. Sabun kalium ROOCK disebut juga sabun lunak dan

umumnya digunakan untuk sabun mandi cair, sabun cuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Sedangkan sabun natrium, RCOONa, disebut sabun keras dan umumnya digunakan sebagai sabun cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan sabun kalium. Didalam air, sabun bersifat sedikit basa. Hal ini disebabkan

bagian rantai alkil sabun (RCOO-

RCOO

) mengalami hidrolisis parsial dalam air : -

+ H2O RCOOH + OH

Karenanya kulit akan terasa kering jika terlalu lama kontak dengan air yang mengandung sabun. Untuk mengatasi hal ini biasanya produsen – produsen sabun menambahkan sedikit pelembab (moisturizer) kedalam sabun.

-

Jika didalam air terdapat ion – ion Ca2+ dan Mg2+

2RCOO + Mg

baik dalam bentuk bikarbonat atau hidroksida, bagian alkil dari sabun ini akan di endapkan bersama dengan ion – ion logam tersebut :

Akibatnya dibutuhkan relatif lebih banyak sabun sebelum bisa membuat air menjadi berbuih. Dari segi pengolahan air maka sabun cukup efektif untuk

mengendapkan ion – ion penyebab hardness (ion Ca2+ dan Mg2+) dengan hanya meningkatkan ion Na2+ dan K2+

Pemakaian sabun terutama berhubungan dengan sifat “surface active agent” dari sabun. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan yang dibasahi dibandingkan jika tanpa sabun. Selain itu sifat lain yang cukup penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk emulsi. Kemampuan ini

(30)

berhubungan dengan kemampuan molekul sabun dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan (membersihkan).

Sebuah molekul sabun dalam air akan terionisasi menjadi ion positif (disebut bagian kepala berupa ion logam) dan ion negatif (disebut bagian ekor berupa rantai alkil). Bagian ekor bersifat hidrofobik (menjauhi molekul air) dan bagian kepala bersifat hidrofilik (mendekati molekul air). Bagian ekor ini akan mencari permukaan tertentu (misalnya kotoran lemak) dan akan bergerombol mengelilingi permukaan tersebut membentuk “misel”. Sedangkan bagian kepala akan tetap kontak dengan molekul air sehinggga dengan demikian mencegah bagian ekor (yang membentuk misel) dari mengendap dan mencegah terbentuknya misel yang terlalu besar yang dapat mengendap secara gravitasi. Hasilnya kotoran dan molekul sabun akan tetap terdispersi dalam air.(Lehninger, 1982).

2.6 Sabun Cair

Sabun cair merupakan produk yang lebih banyak disukai dibandingkan sabun padat oleh masyarakat sekarang ini, karena sabun cair lebih higienis dalam penyimpanannya dan lebih praktis dibawa kemana-mana.Sabun adalah bahan yang telah dikenal sejak jaman dahulu kala, sekitar abad ke-13, digunakan sebagai pencuci dan pembersih. Sabun yang pertama dibuat oleh orang Arab dan Persia dihasilkan dengan mencampur lemak domba dengan abu tumbuhan laut.

Sabun cair diproduksi untuk berbagai keperluan seperti untuk mandi, pencuci tangan, pencuci piring ataupun alat-alat rumah tangga, dan sebagainya. Karakteristik sabun cair tesebut berbeda-beda untuk setiap keperluan, tergantung pada komposisi bahan dan proses pembuatannya. Keunggulan sabun cair antara lain mudah dibawa berpergian dan lebih higienis karena biasanya disimpan dalam wadah yang tertutup rapat. Untuk keperluan membersihkan badan saat mandi, sabun cair biasanya dipandang lebih bergengsi disbanding sabun padat, meskipun harganya juga sedikit agak mahal. Teknologi pembuatan sabun cair ini cukup sederhanan karena tidak memerlukan alat yang canggih maupun proses produksi yang rumit.

(31)

jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilakn gliserol dan sabun yang disebut saponifikasi.

Selain lemak dan alkali, pembuatan sabun juga menggunakan bahan tambahan yang lain. Bahan lain yang digunakan untuk pembuatan sabun tersebut adalah bahan pembentuk badan sabun, bahan pengisi, garam, bahan pewarna dan bahan pewangi. Bahan pembentuk badan sabun (builder) diberikan untuk menambah daya cuci sabun, dapat diberikan berupa natrium karbonat, natrium silikat dan natrium sulfat. Bahan pengisi (fillers) digunakan untuk menambah bobot sabun, menaikkan densitas sabun, dan menambah daya cuci sabun. Bahan pencuci yang ditambahkan biasanya adalah kaolin, talk, magnesium karbonat dan juga soda abu serta natrium silikat yang dapat berfungsi pula sebagai antioksidan. Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan sabun yaitu berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam yang ditambahkan biasanya adalah NaCl. Dengan menambahkan NaCl maka akan terbentuk inti sabun dan mempercepat terbentuknya padatan sabun. Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg. Jika akan dibuat sabun cair, tidak diperlukan penambahan garam ini. Beberapa bahan diperlukan sebagai antioksidan, yaitu bahan yang dapat menstabilkan sabun sehingga tidak menjadi rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfit, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. Sedangakan untuk bahan tambahan parfum, yang biasa digunakan adalah patchouli alkohol, cresol, pyrethrum, dan sulfur. Pada sabun cuci juga digunakan pelarut organik seperti petroleum naphta dan sikloheksanol.

(32)

Tabel 2.2 Syarat Mutu Sabun Cair

Jenis S : Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Sabun Jenis D : Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Deterjen

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

Jenis S Jenis D

Cemaran Mikroba : Angka Lempeng Total

Sumber SNI 06-4085-1996, Standar Mutu Sabun Cair

(33)

2.7 Penentuan Sifat Minyak dan Lemak Sebagai Bahan Dasar Untuk Proses Pembuatan Sabun Cair

2.7.1 Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah hasil samping dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam pembuatan lilin, asam lemak bebas digunakan sebagai pengganti lemak lilin. Asam lemak bebas dapat juga digunakan dengan menggunakan sebagai bahan baku pembuatan detergent, industri kosmetik, cat, tekstil dan lain-lain. Standar asam lemak bebas pada bahan baku pembuatan sabun dalam minyak goreng adalah maksimal 0.3 %. Standar ini adalah sesuai dengan SNI. Semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak maka semakin baik mutu sabun yang dihasilkan. Sehingga dalam tahap reprocessingnya, di upayakan agar kadar asam lemak bebasnya sekecil mungkin hingga menyerupai minyak baru, walaupun dari sisi kandungan gizinya sudah tidak dapat seperti yang minyak yang baru lagi.

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15% belum menghasilkan flavor yang tidak disenangi. Lemak dengan dengan kadar asam lemak bebas dari 1 persen, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas dalam jumlah kecil dapat mengakibatkan rasa yang tidak enak dan dapat menghasilkan bau tengik. Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi. (Ketaren, 1986)

2.7.2 Bilangan Penyabunan

(34)

RCO – OCH2 CH2

Bilangan penyabunan dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan yang relatif kecil. Bilangan penyabunan adalah angka penyabunan yang dinyatakan sebagai banyaknya mg NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Alkohol yang ada dalam NaOH berfungsi untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisa dan mempermudah reaksi dengan basa sehingga terbentuk sabun. (Ketaren, 1986)

2.8 Penentuan Sifat dan Mutu Sabun Cair

2.8.1 Asam Lemak Bebas / Alkali bebas

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sabun, tetapi yang tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (lemak netral). Adanya asam lemak bebas diperiksa bila pada pemeriksaan alkali bebas ternyata setelah pendidihan dalam alkohol netral tidak terjadi warna merah dari penunjuk phenolphthalein. Asam lemak bebas yang melarut dalam alkohol netral dititrasi dengan KOH alkoholis.

Kelebihan alkali dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada proses pembuatan sabun. Alkali bebas yang melebihi standar dapat menyebabkan kerusakan kulit dan iritasi kulit lainnya. Kadar alkali bebas pada sabun maksimum sebesar 0,1% (sesuai SNI). Alkali juga dapat merusak kulit dibandingkan dengan menghilangkan bahan berminyak dari kulit.Sungguh pun demikian dalam penggunaan sabun dengan air akan terjadi proses hidrolis sehingga mendapatkan sabun yang baik maka diukur sifat alkalisnya yakni pH 5,8-11.

(35)

merupakan kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun pH menjadi 9, walaupun kulit cepat bertukar kembali menjadi normal mungkin perubahan ini tidak diinginkan pada penyakit kulit tertentu. ( Lely sari, 2003 )

2.8.2 pH

pH adalah derajat

+) yang terlarut.

diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. (NN, 2007)

pH merupakan kekuatan ion hidrogen dalam larutan, menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu zat dalam air. Penunjukkan yang digunakan adalah skala log 1 -14 dimana 7 adalah netral, artinya setiap unit di bedakan dengan 10 pangkat angkanya. Misalnya pH 9 lebih basa 10 kali disbanding pH 8. Seterusnya pH 10 lebih basa 1000 kali dibanding pH 7. Untuk mengukur alkalinitas larutan dapat menggunakan pH meter, pH meter ada beberapa macam tegantung dari skala yang diinginkan 1 sampai 14 atau 7 sampai 14. Sabun dengan pH tinggi menyebabkan iritasi kulit. Kisaran pH yang diperbolehkan dalam sabun dapat dilihat kembali pada tabel 2.2. (NN, 2009)

2.8.3 Viskositas

Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah di bawa terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluida kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur memiliki viskositas rendah, sedangkan sabun memiliki viskositas yang lebih tinggi.

(36)
(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah

1. Hot plate stirrer Velp Scientifica 2. Thermometer glass

9. Neraca analitik digital Sartorius 10.Batang pengaduk

11.Tissue gulung

12.Corong saring Pyrex

13.Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex

14.Mixer Panasonic

15.Statif dan clamp 16.Magnetic stirrer

17.pH meter Lovibond

18.Penangas air Memmert

19.Buret digital Brand

20.Buret manual Assistent

21.Pendingin Liebig Quickfit england 22.Pipet volume 50 ml Pyrex

23.Viscosimeter Brook Field 24.Alat Sochlet Quickfit england

(38)

26.Pipet volume 5 ml Pyrex 27.Pipet volume 10 ml Assistent

28.Labu takar 500 ml Pyrex

29.Labu takar 100 ml Pyrex

30.Pipet tetes 31.Batu didih

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah 1. Limbah cair industri

2. NaOH 15 % 3. KOH 36 % 4. KOH 0,05 N

5. KOH Alkoholik 0,5 N 6. KOH Alkoholik 0,1 N 7. HCl 0,5 N

8. HCl ALkoholik 0,1 N 9. Akuades

10.Arang aktif

11.Parfum non alkohol 12.Pewarna makanan 13.CMC sabun 14.Texaphon (SLES) 15.Alkohol

(39)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Proses Pemisahan Minyak Dari Limbah Cair Dan Kotoran Sehingga Diperoleh Minyak Goreng Bekas

Diambil sampel dari limbah cair sebanyak 1 liter dengan cara mengambil bagian

permukaan atasnya saja. Dilakukan pemanasan hingga suhu 100 oC kemudian

didinginkan hingga suhu 40oC dan dilakukan penyaringan dengan kain saring untuk

memisahkan impurities (kotoran) dari minyak.

3.3.2 Proses Penghilangan Kotoran (Despicing) Minyak Goreng Bekas

Minyak hasil pemisahan dari limbah yang akan dimurnikan, dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml sebanyak 100 g. Tambahkan akuades ke dalam minyak sebanyak 100 g. Campuran kemudian dipanaskan sampai air dalam wadah tersisa setengah dari volume awal. Dilakukan pemisahan minyak dari air dan kotorannya. (Susinggih Wijana,dkk, 2005)

3.3.3 Proses Netralisasi Minyak Goreng Hasil Despicing

Larutan NaOH 15% dibuat dengan cara melarutkan 15 g NaOH dengan akuades hingga volume 100 ml. Dipanaskan larutan NaOH sampai suhu 350C dalam beaker

glass 100 ml. Dipanaskan 100 g minyak goreng hasil penghilangan kotoran (despicing) sampai suhu 0C didalam beaker glass 500 ml. Dimasukkan larutan

NaOH 15 % ke dalam minyak dengan perbadingan minyak : NaOH 15 % sama dengan 100 g : 5 ml. Campuran di aduk dengan mixer selama 10 menit pada suhu 40oC. Didinginkan campuran selama 10 menit, kemudian dilakukan penyaringan

(40)

3.3.4 Proses Pemucatan (Bleaching)

Dipanaskan minyak goreng hasil netralisasi sebanyak 100 g sampai suhu 70oC. Dimasukkan karbon aktif sebanyak 7,5 g ke dalam larutan minyak goreng hasil netralisasi. Dilakukan pengadukan dengan magnetic stirer selama 60 menit dan dipanaskan sampai 150oC. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring Whatman no.1 untuk memisahkan kotoran. Minyak goreng hasil pemurnian siap digunakan. (Susinggih Wijana,dkk, 2005)

3.3.5 Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Hasil Reprocessing

Ditimbang minyak goreng reprocessing sebanyak 5 g di dalam Erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan alkohol sebanyak 30 ml (yang telah dinetralkan dengan KOH 0,05 N). Ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein Dititrasi dengan KOH 0,05 N sampai terbentuk larutan berwarna merah lembayung yang tidak akan berubah hingga 15 detik. Dicatat volume KOH yang terpakai sebagai titik akhir titrasi. Dihitung kadar asam lemak bebas pada minyak goreng hasil reprocessing dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

V = KOH 0,05 N yang diperlukan (ml) N = Normalitas KOH yang dipergunakan W = Berat sampel (g)

(41)

3.3.6 Pemeriksaan Bilangan Penyabunan

Ditimbang ± 2 g sampel (minyak reprocessing) di dalam labu alas 250 ml kemudian ditambahkan KOH alkoholik 0,5 N sebanyak 50 ml. Ditambahkan 50 ml alkohol dan dimasukkan juga batu didih kemudian direfluks selama 60 menit. Didinginkan dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolphthalein kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai warna merah lembayung hilang. Dicatat volume HCl yang terpakai. Dilakukan hal yang sama secara bersamaan terhadap blanko.

Dihitung bilangan penyabunan dengan rumus :

Keterangan : Vb = volume (ml) HCl untuk titrasi blanko. Vs = volume (ml) HCl untuk titrasi sampel. N = normalitas HCl

W = berat sampel (mg)

3.3.7 Proses Pembuatan Sabun Mandi Cair

Dibuat larutan KOH 36 % dengan cara melarutkan 36 g KOH dengan aquades hingga volume 100 ml. Dimasukkan 100 g minyak hasil reprocessing ke dalam beaker glass 500 ml dan dipanaskan pada suhu 45oC di dalam beaker glass 500 ml. Larutan KOH

36% dipanaskan juga sampai suhu 35oC pada beaker glass 100 ml. Ditambahkan

larutan KOH 36% ke dalam minyak sebanyak 50 mL. Campuran diaduk dengan mixer selama 45 menit sehingga diperoleh sabun kental . Ditambahkan surfaktan Texaphon sebanyak 18 g ke dalam campuran, sambil terus diaduk perlahan. Ditambahkan CMC sebanyak 2 g ke dalam campuran dan aduk perlahan sampai terbentuk larutan sabun. Larutan didiamkan selama 48 jam. Setelah 48 jam ditambahkan air secara

(42)

3.3.8 Pemeriksaan Uji Organoleptik Sabun Mandi Cair

Diambil cairan sabun secukupnya, kemudian dianalisa warna, bau, dan fisiknya dengan cara melihatnya secara visual. Setelah melakukan uji organoleptik tersebut kemudian dibandingkan dengan standar organoleptik yang dipersyaratkan oleh SNI 06-4085-1996 yaitu sabun harus berbentuk cairan homogen dengna bau dan warna yang khas.

3.3.9 Pemeriksaan pH Sabun Mandi Cair

Dimasukkan sabun mandi cair ke dalam beaker glass 100 ml sebanyak 100 ml. Diaduk larutan sabun mandi cair tersebut hingga homogen. Bersihkan elektroda dan bilas dengan akuades. Kemudian celupkan elektroda dari pH meter ke dalam larutan sabun mandi cair. Dicatat nilai pH yang ditunjukkan pada alat pH meter.

3.3.10 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas/Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Cair

Ditimbang 5 g larutan sabun di dalam labu alas 250 ml, ditambahkan 100 ml

alkohol, dimasukkan juga batu didih, ditambahkan beberapa tetes indikator phenolphthalein. Dipanaskan diatas penangas air dengan memakai pendingin Liebig selama 30 menit. Larutan akan terbentuk berwarna merah dan didinginkan dan didinginkan hingga 70oC, kemudian titrasi dengan HCL alkoholik 0,1 N sampai warna merah cepat hilang. Kadar alkali bebas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

V = Volume HCl yang digunakan untuk titrasi (ml) N = Normalitas HCl

(43)

Apabila larutan tidak bersifat alkalis (tidak berwarna merah), didinginkan sampai 70o

Kadar asam lemak bebas =

C dan titrasi dengan menggunakan KOH alkoholik 0,1 N sampai timbul warna merah lembayung. Kadar asam lemak bebas dapat dihitung sebagai berikut :

x 100%

Keterangan :

V = KOH 0,1 N yang diperlukan (ml) N = Normalitas KOH yang dipergunakan W = Berat sampel (g)

256 = Berat setara asam palmitat

3.3.11 Pemeriksaan Viskositas Sabun Mandi Cair

(44)

3.4 Bagan Alir Penelitian

3.4.1 Proses Pemisahan Minyak Dari Limbah Cair

Tahap I : Pemisahan

Penyaringan padatan (ampas)

Diambil bagian permukaan atasnya sebanyak 1 liter.

Dipanaskan hingga suhu ± 100 o Didinginkan hingga suhu ± 40

C o

Disaring dengan menggunakan kain saring

C

Limbah cair (Ampas Mie, Minyak, dan Air)

Limbah Minyak Goreng Limbah Air

Limbah (Minyak dan Air) Ampas mie

(45)

3.4.2 Proses Penghilangan kotoran (Despicing), Netralisasi dan Pemucatan (Bleaching) Minyak Goreng Bekas. (Susinggih Wijana,dkk,2005)

Tahap II : Penghilangan kotoran (Despicing)

Dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml sebanyak 100 g

Ditambahkan akuades sebanyak 100 ml Dipanaskan sampai akuades dalam beaker

glass tersisa 50 ml.

Dilakukan pemisahan minyak dari air dan kotorannya.

Tahap III : Netralisasi Ditimbang sebanyak 100 g di dalam beaker glass 500 ml

Dipanaskan hingga suhu ± 40oC. Ditambahkan NaOH 15% sebanyak 5 ml (suhu larutan ± 35o

Diaduk dengan mixer selama ± 10 )

Disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 1

menit.

Tahap IV : Bleaching

Ditimbang sebanyak 100 g di dalam beaker glass 500 ml.

Dipanaskan hingga suhu ± 70o

Ditambahkan karbon aktif sebanyak 7,5 g C.

Diaduk dengan mixer selama ± 10menit. Limbah Minyak goreng

Kotoran Minyak goreng hasil Penghilangan kotoran (despicing)

(46)

Dipanaskan sampai 150o

Disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 1

C.

Ditentukan Residu Minyak Goreng

Reprocessing

-Kadar asam lemak bebas

(47)

3.4.3 Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Penyabunan Pada Minyak Goreng Hasil Reprocessing

Ditimbang didalam gelas erlenmeyer Ditimbang di dalam labu alas 250 250 ml sebanyak ± 5 g ml sebanyak + 2 g

Ditambahkan alkohol sebanyak 30 ml Ditambahkan KOH alkoholik Ditambahkan 3 tetes indikator 0,5 N sebanyak 50 ml

Fenolftalein Ditambahkan 50 ml alkohol

Dititrasi dengan KOH 0,05N sampai Dimasukkan batu didih terbentuk larutan merah lembayung Direfluks selama 60 menit Dicatat volume KOH 0,05N yang Didinginkan

Terpakai Ditambahkan 3 tetes indikator

Dihitung kadar asam lemak bebas dari Fenolftalein

minyak reprocessing Dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai larutan warna merah lembayung hilang. Dicatat volume HCl 0,5 N yang terpakai.

Dihitung bilangan penyabunan

Hasil

Minyak Reprocessing

(48)

3.4.4 Proses Pembuatan Sabun Mandi Cair. (Susinggih Wijana,dkk,2005)

Ditimbang sebanyak 100 g di dalam beaker glass 500 ml.

Dipanaskan hingga suhu ± 45o

Ditambahkan larutan KOH yang sebelumnya dipanaskan hingga suhu ± 35

C.

o

Diaduk dengan mixer selama 45 menit.

C sebanyak 50 ml.

Ditambahkan surfaktan texaphon 18 g. Ditambahkan CMC sebanyak 2 g.

Diaduk perlahan-lahan sampai homogen. Didiamkan selama ± 48 jam pada suhu kamar

Ditambahkan air secara perlahan-lahan sambil diaduk dengan perbandingan air : larutan sabun sama dengan 2: 1.

Disaring dengan menggunakan kain saring.

(49)

3.4.5 Pemeriksaan Kadar Alkali Bebas/Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Cair

Ditimbang ± 5 g sabun mandi cair di dalam labu alas 250 ml

Ditambahkan 500 ml alkohol Dimasukkan batu didih

Ditambahkan 3 tetes indicator phenolphtalein Direfluks selama 30 menit

Didinginkan

Dititrasi dengan KOH alkoholik 0,1 N Dititrasi dengan HCL alkoholik sampai terbentuk warna 0,1 N sampai warna merah

merah lembayung lembayung

Dicatat volume KOH alkoholik Dicatat volume HCl

0,1 N yang terpakai alkoholik 0,1 N yang terpakai Dihitung kadar asam lemak bebas Dihitung kadar alkali bebas

sabun mandi cair Sabun mandi cair

Hasil

Larutan Jernih Larutan Merah Lembayung

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari hasil penelitian pembuatan sabun mandi cair dari limbah cair industri mie instant yang telah dilakukan, diperoleh data hasil analisa minyak goreng reprocessing (Tabel 4.1) dan data hasil analisa sabun mandi cair (Tabel 4.2)

4.1.1. Hasil Analisa Minyak Goreng Reprocessing

Data hasil analisa minyak goreng reprocessing sebagai bahan baku untuk pembuatan sabun mandi cair yang berasal dari limbah cair industri makanan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Hasil Analisa Minyak Goreng Reprocessing

No Parameter Hasil

1. Organoleptik - Bau - Rasa - Warna

Normal Normal

Putih kekuningan jernih 2. Asam Lemak Bebas 1,5613 %

3. Bilangan Penyabunan 202,8

- Untuk uji organoleptik terhadap bau, rasa dan warna, minyak goreng reprocessing menunjukkan hasil yang baik. Bau dan rasanya adalah normal, warnanya adalah putih kekuningan jernih

- Penentuan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng reprocessing dapat dihitung sebagai berikut :

(51)

% Asam Lemak Bebas =

x

100 %

Keterangan :

V = KOH 0,05 N yang diperlukan (ml) N = Normalitas KOH yang dipergunakan W = Berat sampel (g)

0,256 = Berat setara asam palmitat

Sebagai contoh penentuan kadar asam lemak bebas minyak goreng reprocessing :

V KOH = 6,16 ml N KOH = 0,05 N BM palmitat = 0,256

W = 5,05 g

% Asam Lemak Bebas = x 100%

=

=

1,5613 %

Hasil analisa asam lemak bebas minyak goreng reprocessing untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada lampiran (Tabel 1).

- Penentuan bilangan penyabunan pada minyak goreng reprocessing dapat dihitung sebagai berikut:

Bilangan Penyabunan (SV) =

Keterangan :

Vb = Volume (ml) HCl untuk titrasi Blanko Vs = Volume (ml) HCl untuk titrasi Sampel N = Normalitas HCL

(52)

Sebagai contoh penentuan bilangan penyabunan pada minyak goreng reprocessing adalah sebagai berikut :

Vb = 40,5 ml Vs = 25,9 ml N = 0,5 N W = 2,0079 g Maka :

Bilangan Penyabunan (SV) =

=

203,96

Hasil analisa bilangan penyabunan minyak goreng reprocessing untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada lampiran (Tabel 2).

4.1.2. Hasil Analisa Sabun Mandi Cair

Data hasil analisa sabun mandi cair yang berasal dari limbah cair industri mie instant adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2. Hasil Analisa Sabun Mandi Cair

No Parameter Hasil

(53)

- Penentuan pH pada sabun mandi cair adalah dengan menggunakan pH meter. pH sabun cair yang tercatat pada display pH meter adalah 10,82.

- Alkali bebas pada sabun mandi cair menunjukkan angka yang negative. Hal ini dapat dibuktikan dengan warna larutan yangtidak menimbulkan warna merah lembayung ketika ditambahkan indikator phenolphthalein.

- Penentuan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi cair dapat dihitung sebagai berikut :

% Asam Lemak Bebas = x 100%

Keterangan :

V = KOH 0,1 N yang diperlukan (ml) N = Normalitas KOH yang dipergunakan W = Berat sampel (g)

0,256 = Berat setara asam palmitat

Sebagai contoh penentuan kadar asam lemak bebas sabun mandi cair : V KOH = 0,44 ml

N KOH = 0,1 N

BM palmitat = 0,256 W = 5,03

% Asam Lemak Bebas

=

x 100%

=

=

0,224 %

Hasil analisa asam lemak bebas sabun mandi cair untuk perulangan sampel berikutnya dapat dilihat pada lampiran (Tabel 3).

(54)

Berdasarkan matriks penunjukkan faktor pengali pada alat, faktor pengalinya adalah 100. Pembacaan skala pada alat adalah 31, maka viskositasnya dapat dihitung sebagai berikut :

Viskositas = (penunjukkan skala pada alat x faktor pengali) – faktor koreksi alat = (31 x 100) - 20

(55)

4.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian pembuatan sabun mandi cair dari limbah cair industri makanan yang telah dilakukan, maka akan dibahas analisa minyak goreng reprocessing dan analisa sabun mandi cair.

4.2.1. Analisa Minyak Goreng Reprocessing

Ketaren(1986) dan Susinggih,dkk (2005) menyatakan, pada proses netralisasi asam lemak bebas direaksikan dengan NaOH seolah akan terbentuk sabun, namun sabun yang terbentuk pada awal proses ini tidak dapat larut dalam minyak dan dapat dipisahkan dengan cara sentrifusi. NaOH yang digunakan pada proses netralisasi pada umumnya NaOH dengan konsentrasi yang kecil (< 25 %). Pemucatan yang baik digunakan adalah karbon aktif dibandingkan dengan absorben yang lain (bleaching earth) karena karbon aktif harganya lebih murah dan juga memiliki daya serap warna keruh yang tinggi (optimal) pada minyak goreng bekas, sehingga minyak menjadi lebih jernih dan dapat menghilangkan bau dari minyak goreng bekas tersebut. Pada percobaan yang sebelumnya dilakukan oleh Aisyah (2009) pada proses bleaching terhadap minyak goreng bekas adalah dengan penambahan 7,5 % dari berat minyak goreng bekas yang akan dilakukan proses bleaching.

(56)

Proses penyaringan adalah pemisahan limbah cair dari kotoran-kotoran (partikel-partikel kasar) yang tertangkap dengan menggunakan kain saring. Penghilangan bumbu bertujuan untuk mengurangkan dan menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, karbohidrat, garam, gula dan bumbu rempah-rempah yang digunakan menggoreng bahan pangan tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas pada minyak. (Susinggih dkk (2005). Pada penelitian ini dilakukan proses despicing dengan mennambahkan air pada minyak bekas dan memanaskannya hingga air menguap melalui/melewati minyak sampai setengah dari volume awal. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring whatman no.1. Tahap Penetralisasian adalah bertujuan untuk menurunnkan kadar asam lemak bebas (FFA) pada minyak bekas dengan mereaksikan minyak bekas tersebut dengan NaOH 15 %. Dan tahap pemucatan (bleaching) dengan menggunakan karbon aktif sebanyan 7,5 % dari berat minyak goreng yang digunakan.

Menurut SNI 3741-2002 Standar Mutu Minyak Goreng untuk analisa minyak goreng reprocessing pada uji organoleptik,, syarat untuk bau, dan rasa adalah normal dan syarat untuk warna adalah putih, kuning pucat sampai kuning. Dari penelitian diperoleh analisa minyak goreng reprocessing pada uji organoleptik terhadap bau, dan rasa adalah normal dengan membentuk warna warna putih kekuningan.

Berdasarkan percobaan Cammarata dan Martin (1993), bahwa minyak goreng hasil pemurnian yang mengandung kadar asam lemak bebas < 2,5% masih memiliki ± 25% gliserin untuk melembabkan, melembutkan dan meminyaki kulit sehingga baik untuk digunakan sebagai bahab baku pembuatan sabun, sedangkan pada industri gliserinnya diambil untuk dijual terpisah karena harganya lebih mahal.

Hasil minyak goreng bekas yang telah dimurnikan pada percobaan ini memilki kadar asam lemak bebas (FFA) 1,5613 % keseluruhannya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun mandi cair melalui proses penyabunan dengan penambahan KOH.

(57)

mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka penyabunan yang relatif keci (Ketaren, 1986). Dalam percobaan ini diperoleh bilangan penyabunan (SV) 202,8.

4.2.2 Analisa Sabun Mandi Cair

Menurut SNI 3741-2002 Standar Mutu Sabun Mandi Cair tipe S untuk analisa organoleptik, dipersyaratkan berbentuk cairan yang homogen sedangkan untuk bau dan warna adalah khas sesuai dengan pewarna dan pewangi. Dari penelitian diperoleh analisa sabun mandi cair pada uji organoleptik menghasilkan bentuk cairan yang homogen, dengan bau yang khas sesuai dengan pewangi yang ditambahkan dan warna yang dihasilkan adalah hijau muda sesuai dengan warna yang ditambahkan.

Derajat keasaman (pH) juga merupakan salah satu parameter sabun mandi cair yang dipersyaratkan. Derajat keasaman (pH) sabun yang dipasarkan di masyarakat mempunyai nilai 7 hingga 9.2 Sabun dapat meningkatkan pH permukaan kulit. pH sabun yang tinggi akan membuat kulit relatif lebih alkalin, yang mengundang pertumbuhan bakteri. Sabun dengan pH tinggi menyebabkan iritasi kulit. Oleh karena itu Standart Nasional Indonesia mempersyaratkan pH sabun mandi cair adalah 8-11. Dari hasil penelitian pH sabun mandi cair yang diperoleh adalah 10,82.

(58)

maka kadar asam lemak bebaslah yang terdapat dalam sabun tersebut, demikian juga sebaliknya. Pada penelitian ini diperoleh kadar asam lemak bebas atau kadar lemak yang tidak tersabunkan yang diperoleh adalah sebesar 0,223 %. Maka kadar lemak yang tidak tersabunkan pada penelitian ini sesuai dengan Standar yang dipersyaratkan SNI yakni maksimal 2,5 %.

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pemanfaatan limbah cair industri mie instant untuk pembuatan sabun mandi cair dilakukan dengan tahap pemisahan minyak dari limbah cair, tahap despicing, tahap netralisasi, tahap bleaching dan tahap saponifikasi (pembuatan sabun mandi cair). 2. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik minyak goreng reprocessing

memiliki sifat organoleptik (bau, rasa, dan warna) yang normal, kadar asam lemak bebas 1,5613 % dan bilangan penyabunan 202,8.

3. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik sabun mandi cair memiliki sifat organoleptik berbentuk cairan homogen, bau yang khas, warna hijau muda, pH sebesar 10,82 kadar alkali bebas negatif, kadar asam lemak bebas0,2230 % dan viskositas 3080 cP.

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisa biaya (neraca ekonomi) terhadap pemanfaatan limbah cair industri mie instant untuk pembuatan sabun mandi cair.

2. Perlu dilakukan penelitian terhadap penambahan bahan pengisi (filler) kepada sabun mandi cair tersebut untuk menambah kuantitas sabun yang dihasilkan tanpa mengurangi mutu sabun mandi cair tersebut.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Tambun, R. 2006. Proses Asam Lemak Secara Langsung dari Buah Kelapa Sawit

Djatmiko, B,1984,Teknologi Minyak dan Lemak I,Agro Industri Press,Jurusan Teknik Industri Pertanian FATETA-IPB Bogor

Ketaren.S,1986.Minyak dan Lemak Pangan,Jakarta : Penerbit UI Press.

Luciana B. Sutanto, dkk, 2005. Minyak Goreng Pun Bisa Melawan Kolesterol, Jakarta

SNI- 3741-1995.Standar Mutu Minyak Goreng,Jakarta.

Nurhidayat,2010.Pembuatan Sabun Cair.Skripsi.Malang : Universitas Brawijaya

Nur Asyiah,2009.Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat.Tesis.Medan : Universitas Sumatera Utara.

http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/2010/08/pembuatan-sabun-cair/

Susinggih Wijana,dkk, 2005 Mengolah Minyak Goreng Bekas. Surabaya:Trubus Agrisarana.

Lehninger,A.L.,1982.Dasar-Dasar Biokimia,Jilid I, Jakarta:Erlangga,

Fessenden,R.J dan Fessenden J, 1994.Kimia Organik.Edisi Ketiga.Jakarta:Penerbit Erlangga.

Levenspiel, O,1972 .“Chemical Reaction Engginering” Levenspiel, O., 1972. Chemical Reaction Engineering”, 2nd Ed.hal.21-22.New York: John Wiley & Sons, Inc.

SNI 064085-1996, Standar Mutu Sabun Cair,Jakarta

SNI 063532-1994, Sabun Mandi,Jakarta

Hanetz,2002,www.castile_soap.com,Fakta Tentang Sabun Natural, akses 27 Desember 2010.

http://www.scribd.com/doc/12312853/ebook-sabun-transparan/2009.

Lely,S.L,2003,Sabun Obat,Medan : Universitas Sumatera Utara.

Gambar

Tabel 2.1  Standar Mutu Minyak Goreng
Tabel 2.2 Syarat Mutu Sabun Cair
Tabel 4.1. Hasil Analisa Minyak Goreng Reprocessing
Tabel 4.2. Hasil Analisa Sabun Mandi Cair

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga pada sabun mandi cair dari basis minyak kelapa dan kalium hidroksida dengan lendir daun lidah buaya berbagai konsentrasi yang berbeda (6% dan 9%)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel suhu, rasio dan waktu reaksi pembuatan sabun cair dari minyak goreng hekas, mendapatkan data kondisi optimum

Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan sediaan minyak atsiri kulit buah jeruk purut ke dalam sediaan sabun mandi cair dan mengetahui aktivitas

Dan nilai rata-rata terkecil dari panelis yang telah diberikan untuk tingkat kesukaan terhadap kekentalan yaitu sabun pada perlakuan C (sabun mandi cair dengan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa sabun mandi cair dapat dihasilkan dari VCO mengandung karotenoid wortel, dengan jumlah KOH yang dibutuhkan untuk direasikan

Hasil pemeriksaan bobot jenis, homogenitas, pH, viskositas menunjukkan bahwa sabun mandi cair ekstrak etanol buah kapulaga memenuhi persyaratan sediaan sabun mandi

“Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas dan Abu Kulit Buah Kapuk Randu (Soda Qie) Sebagai Bahan Pembuatan Sabun Mandi Organik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan..

Pada Gambar 4., dapat dilihat bahwa pada zona hambat pertumbuhan bakteri konsentrasi penambahan madu 5% dalam sabun mandi cair dapat menyaingi sabun mandi cair