• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANTROPOLOGI PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SIMALUNGUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI ANTROPOLOGI PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN SIMALUNGUN."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANTROPOLOGI PEMEKARAN WILAYAH

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Program Studi Antropologi Sosial

Oleh :

ELFIAN LUBIS

8095255006

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Elfian Lubis: Studi Antropologi Pemekaran Wilayah Kabupaten Simalungun. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Desember 2014.

Penelitian ini mengkaji secara antropologis pemekaran wilayah Kabupaten Simalungun melalui pendekatan proses pada antropologi politik untuk menganalisis motivasi para pihak yang berkepentingan (stakeholder) sebagai agent/actor di dalamnya. Untuk mengungkapkan data tersebut, digunakan metode deskriptif yang bersifat kualitatif dan pencarian data informasi secara akurat di lapangan melalui teknik observasi partisipasi, wawancara, dan studi dokumen untuk dapat membaca dan mengkaji secara mendalam.

Temuan penelitian yang didapat, adalah terjadinya tarik menarik kepentingan diantara agen/actor, artinya adalah fields/medan, yaitu sekumpulan dari orang yang terlibat dalam kejadian pemekaran Simalungun sepanjang waktu. Agen/actor ini bisa berasal dari pihak yang mendukung pemekaran Kabupaten Simalungun, baik wilayah Simalungun Atas (Induk) maupun Simalungun Bawah (Pemekaran) dalam usahanya untuk meloloskannya dari pendapat, gagasan, kepentingan dan latar belakang sosial budaya mereka. Konsep pendukung digunakan untuk menganalisis pendapat masyarakat Simalungun terhadap pemekaran wilayah menjadi dua kabupaten yang akan menjadi keputusan untuk disepakati. Konsep kekuasaan (power) digunakan untuk mengetahui sampai dimana pengontrolan terhadap sumber-sumber daya manusia, benda dan ideology, terkait adanya kesepakatan pemekaran wilayah. Walaupun sampai sekarang, Pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran, masih belum final dan menunggu keputusan dari pemerintah pusat, hal ini diakibatkan dari pergantian kepemimpinan pasca PEMILU 2014.

(6)

ii ABSTRACT

Elfian Lubis: Anthropological Study of Regional Expansion Simalungun. Graduate Program University of Medan, December 2014.

This study examines the expansion anthropologically Simalungun district through a process approach in political anthropology to analyze the motivation of stakeholders (stakeholders) as agent / actor in it. To disclose such data, used descriptive qualitative method and data search information accurately in the field through participation observation, interviews, and document to be able to read and study in depth.

The research findings were obtained, is the occurrence of interests among agents / actors, means are fields / field, which is a set of people involved in the incident Simalungun expansion over time. Agent / actor could have come from those who support the expansion Simalungun, both regions Simalungun Atas (Induk) and Simalungun Bawah (Expansion) in an attempt to get away of opinions, ideas, interests and their socio-cultural background. Supporting concepts used to analyze public opinion against the splitting of Simalungun into two districts which would be a decision to be agreed. The concept of power (power) is used to determine the extent to which the control of the human resources, objects and ideology, related to the agreement of regional expansion. Although until now, Formation Simalungun Hataran, still not final and await the decision of the central government, it is result of a change of leadership after the PEMILU 2014.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan

karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di program studi

Antropologi Sosial Pascasarjana Universitas Negeri Medan dan diberikan

kekuatan dalam menyelesaikan tesis yang berjudul: “Studi Antropologi

Pemekaran Wilayah Kabupaten Simalungun”

Disamping itu, tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan

dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada. Dr. Phil Ichwan Azhari, M.S. dan

Dra. Pujiati, M.Soc. Sc. P.hD. yang telah banyak meluangkan waktunya dalam

memberikan bimbingan, arahan serta kritik terhadap penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor Unimed, Prof. Dr.

Ibnu Hajar, M.Si.; Direktur Pascasarjana Unimed, Prof. Dr. Muin Sibuea, M.Pd.;

Ketua Program Studi Antropologi Sosial, Dr. Phil. Ichwan Azhari MS. Kepada

seluruh staf pengajar Program Studi Antropologi Sosial disampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya atas ilmu yang diberikan, sehingga ilmu

tersebut dapat diaplikasikan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang mendalam untuk istri tercinta yang selalu menjadi

(8)

iv

ini. Kepada anakku tercinta yang senantiasa memberikan penyejuk dalam

kehidupan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan pada kedua orang tua.

Kepada teman-teman sesama angkatan XV, terima kasih atas

dialog-dialognya selama ini. Kepada seluruh informan, tiada terselesaikan penelitian ini

jika tidak adanya bantuan mereka.

Akhir kata, mudah-mudahan Allah SWT memberikan balasan atas segala

bantuan yang diberikan kepada penulis. Dan penulis menyadari bahwa isi tesis ini

masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan segala masukan

berupa kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini agar layak

untuk dipergunakan dalam pengembangan ilmu-ilmu sosial.

Medan, Desember 2014

Penulis.

Elfian Lubis

(9)

v

1.2.IdentifikasiMasalah ... 6

1.3.RumusanMasalah ... 7

1.4.TujuanPenelitian ... 7

1.5.ManfaatPenelitian ... 7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1.PenelitianSebelumnya ... 9

2.2.Teoritis ... 14

2.2.1. TeoriAntropologiPolitik ... 14

2.2.2. TeoriStrukturasidanAgen/Aktor ... 16

2.2.3. TeoriElitPolitik ... 18

2.3.Konseptual ... 21

2.3.1. Otonomi Daerah ... 21

2.3.2. Pemekaran Wilayah ... 23

2.3.3. KabupatenSimalungun ... 26

2.4.KerangkaBerpikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN... 32

3.1.JenisPenelitian ... 32

3.2.LokasiPenelitian ... 33

3.3.SubjekPenelitian ... 33

3.4.Informan ... 33

3.5.TeknikPengumpulan Data ... 33

3.6.Observasi ... 34

3.7.Wawancara ... 34

3.8.TeknikAnalisis Data ... 35

(10)

vi

3.9.4.3. PerikanandanPeternakan ... 57

3.9.4.4. Kehutanan ... 58

3.9.4.5. Perindustrian, PertambangandanEnergiIndustri .. 58

3.9.4.6. Listrik ... 58

3.9.4.7. Air Minum ... 59

3.9.4.8. Pertambangan ... 59

3.9.4.9. Perdagangan ... 60

3.9.4.10.Transportasi, KomunikasidanPariwisata ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1.Pemekaran Wilayah: KebutuhandanKeinginan ... 65

4.2.KronologiPemekaranKabupatenSimalungun ... 74

4.3.MotivasiElitPolitik/AktorTerhadapPemekaran Kab.Simalungun ... 83

4.4.PendapatmasyarakatterhadapPemekaran ... 101

4.4.1. Pro PemekaranSimalungun ... 103

4.4.2. KontraPemekaranSimalungun... 118

4.4.3. ApatisTerhadapPemekaranSimalungun ... 119

BAB VKesimpulandan Saran ... 123

5.1. Kesimpulan ... 123

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. JarakIbukotaKabupatenkeIbukotaKecamatan ... 38

Tabel 2. Luas Daerah MenurutKecamatan... 39

Tabel 3. Luas Wilayah, JumlahDesa, PendudukdanKepadatannya ... 46

Tabel 4. PendudukmenurutKecamatandanJenisKelamin ... 47

Tabel 5. DaftarPejabatBupatiKepala Daerah Tingkat II Simalungun ... 48

Tabel 6. BanyaknyaNagori (Desa) danKelurahanmenurutKecamatan ... 49

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. KerangkaKonseptualdanBaganAlurPenelitian ... 31

Gambar 2. StrukturPemerintahanKabupatenSimalungun ... 50

Gambar 3. PenelitiberkesempatanBerfotoBersamaMaknurSinaga ... 93

Gambar 4. PenelitiBerphotodengan Drs. SyahmidunSaragih ... 95

Gambar5. PenelitiBerphotodenganTokohMasyarakatSiantar ... 110

Gambar 6. PenelitiBerphotodenganTokohMasyarakatDolokBatu Nanggar ... 110

Gambar 7. PenelitiBerphotodengan PNS PemkabSimalungun ... 120

Gambar 8. PenelitiBerphotodengan PNS PemkabSimalungun ... 121

Gambar 9. PenelitiBerphotodenganTokohMasyarakat Kec. JorlangHataran ... 121

Gambar 10. PenelitiBerphotodenganTokohMasyarakat Kec. JorlangHataran ... 122

Gambar 11. PetaKabupatenSimalungun (IndukdanHataran) ... 130

Gambar12. Wilayah PerbatasanAntaraSimalungunAtas (Induk) sebelahkiridanSimalungunBawah (Hataran) sebelahkanan. ... 130

Gambar13. GerbangPerbatasanMemasuki Wilayah Kabupaten SimalungundenganKodyaPematangSiantar. ... 131

Gambar 14. GedungPemerintahanKabupatenSimalungun di Raya ... 131

Gambar15. Peneliti di SeberangGedungPemerintahanKabupaten Simalungun ... 132

Gambar 16. Peneliti di Seberang Kantor Badan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) KabupatenSimalungun ... 132

Gambar17. GedungPerkantoranPemerintahKabupaten SimalungunLama SebelumPindahKe Raya ... 133

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemekaran kabupaten Simalungun seperti sebuah kemustahilan, hal ini

jika dilihat dari pertama kali dilontarkan tanggal 22 Juni 2001 sampai sekarang

belum terealisasi. Sampai sekarang, sudah mencapai 14 tahun, pengajuan

pemekaran Kabupaten Simalungun diperjuangkan oleh tokoh masyarakat dan elit

politik di Simalungun tidak ada kunjung penyelesaian. Beberapa hal seperti

adanya pergantian roda pemerintahan di pusat dan juga di daerah, semakin

membuat gamang pada beberapa elit politik dan actor yang semula berjuang keras

untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun.

Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca

dipilihnya para wakil rakyat tersebut lewat pemilu legislative yang kemudian

disusul dengan pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung. Pelantikan

para pemimpin ini, jelas memberikan nuansa baru bagi pemekaran kabupaten

Simalungun. Menjadi dua pertanyaan yang terus membahana sampai sekarang,

yaitu apakah menjadi nuansa pemekaran atau tidak.

Pemekaran kabupaten Simalungun ini juga melibatkan elit politik dan

actor terkait untuk mewujudkannya. Meskipun, sampai sekarang masih belum ada

kepastian untuk pemekaran Kabupaten Simalungun menjadi Kabupaten

Simalungun dan Kabupaten Simalungun Hataran. Elit politik dan actor tersebut

tetap berharap dan terus mewacanakannya sebagai salah satu perwujudan era

reformasi dengan adanya otonomi daerah.

(14)

2

Era reformasi telah memberikan ruang yang lebih terbuka kepada

masyarakat untuk mengembangkan dan membangun dirinya sendiri. Otonomi

daerah, sebagai salah satu produk dari era reformasi, merupakan strategi untuk

merespon tuntutan masyarakat untuk mengembangkan dan membangun dirinya

sendiri. Hal ini memunculkan berbagai fenomena keinginan masyarakat pada

berbagai wilayah untuk membentuk daerah otonom baru, baik daerah provinsi

maupun kabupaten atau kota. Keinginan tersebut didasari terjadinya dinamika di

daerah itu sendiri baik dinamika sosial, ekonomi, politik maupun budaya.

Dinamika perkembangan wilayah menjadi otonom seperti itu disikapi

pemerintah pusat dengan diberlakukannya kebijakan otonomi sejak tahun 1999

yang lalu. Dalam pembentukan daerah otonom, mulanya diilhami oleh pasal 18

UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas

besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan

undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah

provinsi dibagi lagi menjadi daerah kabupaten atau daerah kota.

Sejalan dengan banyaknya keinginan untuk melakukan pembentukan

daerah otonom baru, baik berupa pemekaran maupun peningkatan status,

khususnya di daerah kabupaten dan kota sesuai dengan mekanisme pembentukan

daerah otonom maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah

no.129 tahun 2000. Peraturan pemerintah tersebut berisi tentang persyaratan

Pembentukan dan Kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah,

yang isinya antara lain menyebutkan persyaratan, kriteria, prosedur, pembiayaan

pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah. Pembentukan daerah otonom

(15)

3

rumah tangganya sendiri, terutama dalam kaitannya dengan sumber-sumber

pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan pengelolaan bantuan pemerintah

pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan

pelayanan kepada masyarakat setempat lebih baik.

Otonomi daerah, secara konseptual memperlihatkan adanya perubahan

yang signifikan pada model dan paradigma pemerintahan daerah. Model dan

paradigma yang sebelumnya pelayanan publik dari wewenang pemerintah pusat

berubah menjadi Model efisiensi struktural (structural efficiency model). Model pelayanan publik dari wewenang pemerintah pusat adalah model yang

memberikan penekanan pada efisiensi dan keseragaman dalam penyelenggaraan

pemerintahan pusat. Sedangkan model efisiensi struktural (structural efficiency

model) lebih menekankan pada efisiensi dan keseragaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Seiring dengan pergeseran model tersebut, terjadi pula pergeseran dari

penekanan aspek sentralisasi kepada penekanan aspek desentralisasi. Sistem

pemerintahan yang ada di era otonomi daerah saat ini dengan asas desentralisasi

merupakan suatu refleksi proses reformasi sosial, ekonomi, politik maupun

budaya di Indonesia memiliki kecenderungan dan pergeseran pelayanan publik

dari wewenang pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintahan daerah yang

lebih dekat dengan masyarakatnya. Dalam perspektif otonomi daerah ini,

kekuasaan akan terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang

secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

(16)

4

Dalam mendukung implementasi kebijakan ekonomi daerah itu, pemerintah

telah mengatur dalam Undang-undang Republik Indonesia no.32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah Bab II Pasal 5 ayat 4, menyebutkan,

“Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup: faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.”

Dan di Bab I Pasal 2 ayat 9 disebutkan,

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa

keinginan masyarakat daerah untuk membentuk daerah otonom baru memang

dimungkinkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini perlu dikelola

dengan baik sehingga tidak menimbulkan benturan-benturan dan masalah yang

akan terjadi sebagai akibat dari keinginan masyarakat daerah itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan dinamika di berbagai daerah dan peraturan

pendukung yang ada, masyarakat Simalungun juga mengajukan pembentukan

daerah otonomi tersendiri. Hal ini terjadi karena melihat peraturan

perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah yang berlaku saat ini (Undang-undang

No.32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah no.129 Tahun 2000), sedemikian

memberikan kemungkinan untuk dilakukannya pemekaran satu daerah otonom

menjadi beberapa daerah otonom baru. Hal ini juga menegaskan komitmen

Negara Kesatuan Republik Indonesia ini yang memberikan ruang bagi

terpeliharanya warisan sejarah dan kultur dari sebuah daerah seperti Kabupaten

(17)

5

Selain dari peraturan perundang-undangan tersebut, juga adanya wilayah

yang terlalu luas dan banyaknya kecamatan untuk dikelola dalam satu wilayah

pemerintahan. 31 (tiga puluh satu) Kecamatan yang terdiri dari di wilayah

Kabupaten Simalungun tersebut, dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten dengan

pembagian 16 (enambelas) Kecamatan tetap di kabupaten induk dan 15

(limabelas) Kecamatan di kabupaten pemekaran. Pemekaran Kabupaten

Simalungun tersebut menjadi wajar dengan harapan akan membawa berbagai

keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk

kepentingan kesejateraan masyarakat pada masa depan bagi daerah yang baru

dimekarkan.

Kabupaten induk Simalungun yang beribu kota di Pematang Raya, terdiri

dari 16 (enambelas) Kecamatan, yaitu: Kecamatan Raya, Purba, Haranggaol

Horisan, Haranggaol, Dolok Panribuan, Dolok Pardamaean, Girsang

Sipanganbolon, Sidamanik, Pematang Sidamanik, Panombean Panei, Panei, Raya

Kahean, Dolok Silau, Silimakuta, Pematang Silimahuta dan Jorlang Hataran. 15

(limabelas) Kecamatan lainnya nantinya di kabupaten pemekaran yang beribukota

di Perdagangan, yaitu: Siantar, Gunung Maligas, Gunung Malela, Tapian Dolok,

Dolok Batu Nanggar, Bandar Huluan, Bandar Masulam, Pematang Bandar,

Bandar, Bosar Maligas, Ujung Padang, Hutabayu Raja, Jawa Maraja Bahjambi,

Tanah Jawa dan Hatonduhan.

Melihat keinginan masyarakat di Kabupaten Simalungun tersebut, pada

satu sisi, pemekaran wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial, ekonomi,

dan budaya mereka yang berbeda, juga karena kondisi geografis antara satu

(18)

6

demikian pemekaran wilayah diharapkan dapat memacu perkembangan sosial,

ekonomi, peningkatan kualitas demokrasi, mengurangi kesenjangan dan menjaga

kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Namun di sisi lain,

perkembangan pemekaran wilayah ini masih menimbulkan beberapa persoalan

utama, yaitu penentuan batas-batas wilayah geografis dan administratif wilayah

baru dan hal ini selalu memberikan dampak sosial, politik dan ekonomi serta

distribusi aset negara pada wilayah-wilayah baru tersebut. Kesulitan administratif

yang dialami masyarakat seperti pengurusan surat-surat harus ke ibu kota

kabupaten yang jaraknya sampai menempuh 150 km.

Pemekaran wilayah Kabupaten Simalungun yang sedang

hangat-hangatnya dibicarakan sekarang ini, baik dari gerakan pro dan kontra pada

masyarakat yang sedemikian beragam dan kompleks ini, sedemikian menarik

untuk diteliti secara antropologi mengenai pemekaran wilayah Kabupaten

Simalungun.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka identifikasi

masalah yang bisa dipaparkan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh keberadaan kecamatan terhadap pemekaran wilayah

Kabupaten Simalungun?

2. Bagaimana kebijakan terhadap pemekaran wilayah Kabupaten

Simalungun?

(19)

7

4. Bagaimana pendapat masyarakat terhadap pemekaran wilayah Kabupaten

Simalungun?

5. Apa latar belakang pemekaran wilayah Kabupaten Simalungun?

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa motivasi para pihak Elit Politik/actor terhadap pemekaran wilayah

Kabupaten Simalungun?

2. Bagaimana pendapat masyarakat terhadap pemekaran wilayah Kabupaten

Simalungun?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis motivasi para pihak Elit Politik/actor terhadap

pemekaran wilayah Kabupaten Simalungun.

2. Untuk menganalisis pendapat masyarakat terhadap pemekaran wilayah

Kabupaten Simalungun.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, untuk mengembangkan khazanah ilmu antropologi dari

segi pengembangan dan pemekaran otonomi daerah yang berkaitan dengan

kabupaten Simalungun

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi

(20)

8

pemekaran dan pengembangan daerah saat ini dan untuk masa yang akan

(21)

123

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah peneliti deskripsikan, maka dapat

diambil kesimpulan faktual sebagai berikut:

1. Bahwa Motivasi para pihak yang berkepentingan (stake holder) terhadap

pemekaran Kabupaten Simalungun adalah untuk mewujudkan

kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan ke wilayah yang

selama ini tidak terjangkau dan menampung aspirasi masyarakat di

wilayah simalungun bawah yang menginginkan pelayanan yang sama

dengan simalungun atas.

2. Elit politik yang berada pada kepentingan pemekaran kabupaten

Simalungun, apabila terwujud maka secara tidak langsung akan

mendapatkan posisi yang strategis di dalam pemerintahan kabupaten yang

baru.

3. Bahwa pemekaran yang diinginkan dengan membentuk satu kabupaten

baru yang dinamakan dengan Simalungun Hataran, sampai sekarang

belum juga terwujud, akan tetapi elit politik tetap berupaya untuk bisa

meloloskan keinginan tersebut.

4. Munculnya ide pemekaran Kabupaten Simalungun dimulai dari kesadaran

akan potensi dan pengembangan daerah dari tokoh-tokoh masyarakatnya

(22)

124

5. Bahwa masyarakat Simalungun Bawah yang berdomisili jauh dari Raya

mengalami kesulitan saat berurusan dalam kaitannya dengan urusan

kepemerintahan, karena berjarak sangat jauh ketika akan mengurus Kartu

Keluarga, Catatan Sipil atau hal-hal lain, sehingga menemui banyak

kesulitan seperti memakan banyak waktu dan tenaga.

6. Pembentukan Kabupaten Simalungun bertujuan untuk meningkatkan

pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan

serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah serta

mendekatkan pelayanan public kepada masyarakat, ketertinggalam

pembangunan suatu wilayah karena rentang kendali pemerintahan yang

sangat luas dan kurangnya perhatian pemelintah dalam penyediaan

pelayanan public sering menjadi alasan untuk pengusulan pembentukan

daerah otonom baru sebagai solusinya.

5.2.Saran

1. Kepada pemerintah pusat agar segera merealisasikan pemekaran

kabupaten Simalungun dengan mengesahkan Undang-Undang Pemekaran

Kabupaten Simalungun.

2. Agar pemerintah meneliti kembali tentang potensi dari kabupaten yang

dimekarkan (Simalungun Hataran) untuk dijadikan bahan pertimbangan

bagi terwujudnya pemekaran yang diinginkan oleh Masyarakat

(23)

125

3. Diharapkan kepada pemerintah untuk segera mewujudkan aspirasi

masyarakat Simalungun yang sudah sekian lama diidam-idamkan (2001)

agar pembangunan bisa segera menyentuh wilayah yang selama ini tidak

tersentuh sama sekali.

4. Kepada elit politik diharapkan untuk terus berjuang merealisasikan

pemekaran kabupaten simalungun hataran sebagai wujud dari aspirasi

(24)

126

DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, Koesoema, 1979,Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah Di

Indonesia, Bandung: Bina Cipta.

Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format

Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press.

_____________, 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Budiarjo, Miriam, 1991, Aneka pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa,

Pustaka Sinar harapan, Jakarta.

Haloho, Misran. 2006. Orientasi Pemilih Etnik Jawa Dalam Pilkadasung Tahun

2005 Di Kota Medan (Tesis). Medan. Program Pasca Sarjana

UNIMED.

Harriss, John dkk diterjemahkan oleh Arya Wisesa, 2005, Politisasi Demokrasi :

Politik Lokal Baru, Demos, Jakarta

Haryanto, 1990, Elit, Massa Dan Konflik, Pusat Antar Universitas-Studi sosial,

UGM, Yogyakarta.

Ihromi, T.O. 1981. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia.

Imawan, Riswandha, 2003, “Catatan Kritis Pelaksanaan Otonomi Tingkat Desa

di Bali”, dalam Karim (ed) (2003) Kompleksitas Persoalan

Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Irtanto, 2008, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Kaho, Josef Riwu, 1991, Analisa Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan

Daerah, Jakarta: Rineka Cipta

Khairin, Sukri, 2005, Etnis Alas dalam Otonomi daerah : Kajian Aktualisasi

Identitas Kelompok melalui Pemekaran Desa di Kabupaten Aceh Tenggara, Tesis, Program Studi Antropologi Sosial Pasca sarjana UNIMED.

Koentjaraningrat, 1961, Metode-Metode Antropologi dalam Penyelidikan

Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas.

_______________, 1981.Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: U1 Press

______________. 1987. Sejarah Antropologi I. Jakarta: Ul Press.

______________. 1990. Sejarah Antropologi II. Jakarta: U1 Press.

(25)

127

______________. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian

Rakyat.

_______________, 1997, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:

Gramedia

Kriyantono, Rahmat. 2006, Teknis Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Liliweri, Alo, WS, 2001, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta,

PenerbitPustakaPelajar. 2001,

Lubis, Elfian, 1996, Peran Serta Masyarakat Dalam Mendukung Pelaksanaan

Otonomi Daerah di Kabupaten Simalungun (Skripsi), Universitas Negeri Medan.

Manan,Bagir, 1994, Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut

UUD 1945, Sinar Harapan, Jakarta, 1994

Mansoben, Johszua Robert, Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya, Jakarta:

LUPI_RUL Series.

Mas’oed, Mohtardan Colin Mac Andrews, 2006, Perbandingan Sistem Politik,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif; Rosda Karya,

Bandung

Muslimin, Amrah, 1978, Aspek-aspek HukumOtonomi Daerah, Alumni, Bandung,

Nurhasim, Moch (ed.), 2005, Konflik Antar Elit Politik Lokal dalam Pemilihan

Kepala Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poerwadarrninta, WJS, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka.

Priyono, Herry, 2000, Anthony Giddens: Suatu Pengantar, Jakarta; KPG

(Kepustakaan Populer Gramedia)

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, 2008, Teori Sosiologi: Dari Teori

Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir, terjemahan

Nurhadi. Yogyakarta; Kreasi Wacana.

Saragih, Sortaman, 2008. Orang Simalungun, Depok: CV CitamaVigora.

Sarundajang, 2001, ArusBalik Kekuasaan Pusat ke Daerah, cetakan kesatu,

Jakarta: Erlangga

(26)

128

Simanjuntak, Bungaran, A. 2002. Konfliks Status dan Kekuasaan Ratak Toba.,

Yogyakarta .Jendela Sihaloho, Misran, 2006.

Simorangkir, Abdul Kadir, 2009, Gejolak Batubara: Studi Antropologi

Tentang Konflik Pembentukan Kabupaten Batubara. Tesis

Program Studi Antropologi Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Sinar, TengkuLuckman, 1973, Sari Sedjarah Serdang (Jilid III), Medan: Ikatan

Keluarga Serdang.

Spradley, James, 1997, Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Syafrudin, Ateng, 1993, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Di Daerah,

Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, R&D). Bandung: Alfabeta

Tampubolon, Hotmaria, 2010, Pengaruh Pemekaran Wilayah terhadap

Persaingan Politik Antar Kelompok Etnis Nias di Kabupaten Nias

Selatan, Provinsi Sumatera Utara, Tesis, Program Studi

Antropologi Sosial Pascasarjana UNIMED.

Tideman, J, 1922, Simeloengoen: Het Land Der Timoerbataks in zijnontwikling

tot EenDeel Van het Culturgebied van de Ooskust van Sumatera,

Leiden: Stamdruskkerij Louis H. Beehrer.

Undang-Undang Nomor 22/1999, Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32/2004, Tentang Pemerintahan Daerah, CV. Eko Jaya, Jakarta.

Varma, SP, 2001, Teori Politik Modern, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada

(27)

129

http://utamanews.com/view/Politik/1113/DPRD-Targetkan-Pemekaran-Simalungun-Terealisasi-Tahun-Ini.html#.VIbEX7dxldg

http://simalungunku.blogspot.com/2008/03/dukung-pemekaran-simalungun.html http://regional.kompas.com/read/2013/05/12/15543111/Bupati.Ajukan.Pemekaran

.Simalungun

http://www.simantab.com/?p=6810

http://regional.kompas.com/read/2013/07/29/0124033/Dukungan.Pemekaran.Sima lungun.Terus.Mengalir.di.Bulan.Ramadhan

http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/06/pemekaran-simalungun-hataran-ibarat-perempuan-hamil-delapan-bulan

http://garama-parraya.blogspot.com/2010/11/simalungun-jadi-2-kabupaten.html http://www.beritasimalungun.com/2013/08/tolak-pemekaran-simalungun-tps.html

Gambar

Tabel 1. JarakIbukotaKabupatenkeIbukotaKecamatan ...........................

Referensi

Dokumen terkait

Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan yang

©2011 Bali Botanic Garden, Indonesian Institute of Sciences, Baturiti, Tabanan, Bali, Indonesia – 82191 available at http://www.krbali.lipi.go.id. Deparia petersenii

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

belajar (BSNP, 2016). Mengacu pada pengertian pembelajaran tersebut dapat kita pahami.. bahwa dalam pembelajaran ada tiga unsur penting yaitu: 1) subjek, 2) aktivitas atau..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola asuh yang digunakan orang tua pada anak kelompok B TK Islam As-Salam Tlogo Tuntang dan kendala yang dihadapi

(7) Setelah kalian memahami struktur teks prosedur kompleks, sekarang coba perhatikan ciri-ciri kebahasaan yang digunakan pada teks “Apa yang Harus Anda Lakukan Jika Terkena

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang perjudul Peran Lembaga Agama dan Perubahan Nilai Religiusitas

Kedua, Dampak yang disebabkan oleh dualisme perbedaan pe nentuan awal bulan syawal 1427 H di organisasi ke aga maan NU berbeda-beda dan diklasifikasikan se bagai berikut: (1)