• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Risiko Produksi Buncis Perancis di Firma Raja Buncis Desa Tajur Halang Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Risiko Produksi Buncis Perancis di Firma Raja Buncis Desa Tajur Halang Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

DI FIRMA RAJA BUNCIS DESA TAJUR HALANG

KECAMATAN TAJUR HALANG KABUPATEN BOGOR

HENRY JONATHAN ADIPUTRA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi Buncis Perancis di Firma Raja Buncis Desa Tajur Halang Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

HENRY JONATHAN ADIPUTRA. Analisis Risiko Produksi Buncis Perancis di Firma Raja Buncis Desa Tajur Halang Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.

Buncis perancis merupakan komoditas sayuran yang dicari untuk memenuhi kontinuitas permintaan pasar dengan standar kualitas yang cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko, peluang risiko, dampak risiko serta alternatif strategi penanganan yang dapat dilakukan untuk menangani risiko produksi buncis perancis di Firma Raja Buncis. Hasil yang diperoleh dari identifikasi sumber-sumber risiko produksi budidaya buncis perancis antara lain sumber risiko hama, penyakit dan keterampilan tenaga kerja. Risiko penyakit menunjukkan peluang tertinggi sebesar 44,8% yang diolah dengan menggunakan metode nilai standar atau z-score. Dampak risiko terbesar juga disebabkan oleh risiko penyakit yaitu sebesar Rp. 5.283.132,388 yang diolah dengan menggunakan metodevalue at risk atau VaR. Semua sumber risiko perlu mendapat perhatian; perhatian paling besar diberikan kepada sumber risiko penyakit. Alternatif strategi penanganan yang dilakukan untuk sumber risiko hama dan keterampilan tenaga kerja adalah strategi penanganan preventif sedangkan sumber risiko penyakit adalah strategi penanganan mitigasi.

Kata kunci: bogor, buncis perancis, risiko produksi,value at risk,z-score

ABSTRACT

HENRY JONATHAN ADIPUTRA. Production Risk Analysis of French Bean at Raja Buncis Firm Tajur Halang District Bogor Regency. Supervised by AMZUL RIFIN.

French bean is a vegetable comodition that people seek to supply market demand with high quality standard. The objective of this research is to identify the risk sources, the risk probability, the risk impact and handling strategy alternative that can be done to handle the risk production of French bean cultivation in Raja Buncis Firm. Results of risk sources identification are the risk sources of pests, disease and labor skill. The risk source of disease showed the highest point of probability which is 44.8%, as of the use of the z-score method. The biggest risk impact also caused by disease which is Rp. 5.283.132,388, as of the use of value at risk method or VaR. Every risk sources needs attention; most attention are given to the risk source of pests. The alternative of handling strategy for the risk source of pests and labor skill is preventive handling strategy while for the risk source of disease mitigation handling strategy prefrerred.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DI FIRMA RAJA BUNCIS DESA TAJUR HALANG

KECAMATAN TAJUR HALANG KABUPATEN BOGOR

HENRY JONATHAN ADIPUTRA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

(8)
(9)

Desa Tajur Halang Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor Nama : Henry Jonathan Adiputra

NIM : H34104047

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah Analisis Risiko, dengan judul Analisis Risiko Produksi Buncis Perancis di Firma Raja Buncis Desa Tajur Halang Kecamatan Tajur Halang Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Amzul Rifin, SP, MA, Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Ibu Ir. Popong Nurhayati, MM selaku pembimbing, Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku penguji umum, Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku penguji akademik, Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku evaluator, serta Ibu Dra. Yusalina, M.Si selaku pembimbing akademik.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ekes, Bapak Iwan Popoh, Bapak Tony serta seluruh pekerja di Firma Raja Buncis yang telah membantu selama pengumpulan data serta memberikan ilmu dan pengetahuan mengenai buncis perancis.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Adiwinata T, Ibu Rita E, Kasamira F, serta keluarga yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Hamonangan Marbun, Ibu Ai Lilah Yunani, Dameria Novandina, Winda Pratiwi, Amelia Qodariyah, Zulfi, M. Noer Sugiono, Pradipta Dwiputra, Yudha Tri Rizkianto, Agam Firdauza, Anugrah Ramadhani K, Rivant Diliano, Oemar Naufal, Amanda M. Siregar, M. Januar Ilhamsyah, Ferry Purnama, Haldi Rusdino dan seluruh teman-teman dari Bogor Fixed Faction yang selama ini telah memberi dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tidak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mba Siti Nurhasanah, A.Md, Mba Maya Safitri, S.Kom, MM, Mba Rahmi Awaliah, A.Md, Mas Aji Samsudin, Mas Agus Rahmat serta seluruh staf kependidikan Alih Jenis Agribisnis yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Departemen Agribisnis.

(11)

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Pengukuran Risiko Produksi 7

Sumber Risiko 9

Peluang Risiko 10

Dampak Risiko 11

Pemetaan Risiko 11

Strategi Penanganan Risiko 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Kerangka Pemikiran Operasional 17

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data 19

Metode Analisis Data 20

Analisis Peluang Terjadinya Risiko 20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26

Sejarah dan Perkembangan Firma Raja Buncis 26

Wilayah Tanam Buncis Perancis Firma Raja Buncis 27

Keadaan Tanaman dan Produksi 27

Strukur Organisasi 28

Sumberdaya 28

Teknis dan Teknologi Produksi 29

Pemasaran Buncis Perancis 33

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BUNCIS PERANCIS 34

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko 34

Analisis Peluang Risiko Produksi 38

Analisis Dampak Risiko Produksi 39

Pemetaan Risiko Produksi 41

(12)

Simpulan 47

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

LAMPIRAN 51

(13)

1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan yang

dapat dimakan 2

2 Produksi buncis menurut wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat

tahun 2012 2

3 Produksi dan produktivitas buncis perancis pada perusahaan Firma Raja

Buncis untuk 5.000 m2 5

4 Kategori tingkat kemungkinan risiko 24

5 Perbandingan peluang risiko dari sumber risiko produksi 38 6 Perbandingan dampak dari sumber risiko produksi 41

7 Status risiko dari sumber risiko produksi 42

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik produktivitas buncis perancis pada Firma Raja Buncis 6

2 Rangkaian kejadian risiko dan ketidakpastian 14

3 Proses strategi pengelolaan risiko 16

4 Kerangka pemikiran operasional risiko produksi buncis perancis pada

Firma Raja Buncis 18

5 Matriks frekuensi dan signifikan 23

6 Strategi preventif 25

7 Strategi mitigasi 26

8 Struktur organisasi firma raja buncis 28

9 Proses aktivitas produksi buncis perancis 30

10 Ulat grayak 34

11 Ulat penggerek polong 35

12 Ulat jengkal 35

13 Antraknosa 36

14 Karat daun 36

15 Bercak daun 37

16 Hasil pemetaan sumber risiko produksi 43

17 Pemasangan plastik mulsa 60

18 Penyemprotan pestisida/pupuk cair 60

19 Pemberian pupuk padat 60

20 Proses melubangi plastik mulsa 60

21 Pupuk organik 60

22 Tunas tanaman buncis perancis 60

23 Areal perkebunan buncis perancis 61

24 Persiapan sortasi/grading 61

25 Penyakit Antraknosa 61

26 Tanaman buncis perancis siap panen 61

27 Buncis perancis yang telah dikemas oleh ICDF 61

(14)

1 Data produksi buncis perancis untuk 5.000 m2 52 2 Analisis peluang sumber risiko keterampilan pekerja 52

3 Analisis peluang sumber risiko hama 53

4 Analisis peluang sumber risiko penyakit 54

5 Analisis dampak sumber risiko keterampilan pekerja 54

6 Analisis dampak sumber risiko hama 55

7 Analisis dampak sumber risiko penyakit 55

8 Tabel Z (distribusi normal) 56

9 Kuisioner penelitian 57

(15)

Latar Belakang

Sayuran adalah salah satu produk hortikultura yang merupakan bahan makanan penting bagi tubuh. Komoditi ini merupakan jenis makanan penting bagi manusia untuk menjaga kesehatan. Sayuran hijau seperti daun selada, bayam, buncis, kangkung, daun singkong, daun pepaya, dan yang lainnya sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia sehingga banyak dicari. Dilihat dari tingkat konsumsi sayuran di Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya menjadikan kegiatan usaha budidaya sayuran di Indonesia sangat potensial untuk dilakukan. Tingkat konsumsi ini ditunjukkan oleh pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk sayuran yang meningkat. Peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2010 ke 2011 yaitu sebesar 34,58 persen, dimana pengeluaran untuk sayuran pada tahun 2010 adalah Rp 18.995,00 dan pada tahun 2011 adalah Rp 25.563,00 (BPS 2011b). Tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia ini masih dapat terus meningkat, dikarenakan standar konsumsi sayuran yang direkomendasikan Food and Agricultural Organization (FAO) adalah sebesar 73 kg/kapita/tahun dan standar kecukupan untuk sehat adalah 91,25 kg/kapita/tahun sementara tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia masih 40,6 kg/kapita/tahun (Prabowo H.E, 2010).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat mengetahui bahwa kegiatan budidaya sayuran sangat prospektif. Hal ini membuat para petani meningkatkan usaha budidaya sayuran. Peningkatan ini terlihat dari produksi sayuran pada tahun 2011 yang meningkat sebesar 3,99 persen dibandingkan tahun sebelumnya (Kementan, 2012). Produksi sayuran ini diharapkan terus meningkat agar kebutuhan sayuran dapat terus terpenuhi dan tidak terjadi kelangkaan yang dapat meningkatkan harga komoditi ini.

Peningkatan produksi suatu jenis sayuran selalu berkaitan dengan adanya peningkatan permintaan pasar terhadap jenis sayuran tersebut. Buncis merupakan salah satu jenis sayuran yang mengalami peningkatan produksi pada tahun 2009 hingga tahun 2012. Berdasarkan data per tahun produksi sayuran di Indonesia (BPS, 2013), produksi buncis dari tahun 2009 meningkat dan cenderung stabil hingga tahun 2012. Pada tahun 2009 Indonesia hanya memproduksi buncis sebanyak 290.993 ton, hingga pada tahun 2012 produksi tersebut meningkat menjadi 322.145 ton.

(16)

Tabel 1 Kandungan nilai gizi dan kalori kacang buncis per 100 g bahan yang dapat dimakan

No. Jenis zat gizi Jumlah kandungan gizi

1 Energi/kalori 35 kal

2 Protein 2,4 g

3 Lemak 0,2 g

4 Karbohidrat 7,7 g

5 Kalsium 6,5 g

6 Fosfor 4,4 g

7 Serat 1,2 g

8 Besi 1,1 g

9 Vitamin A 630,0 SI

10 Vitamin B1/Thiamine 0,08 mg 11 Vitamin B2/Riboflavin 0,1 mg 12 Vitamin B3/Niacin 0,7 mg

13 Vitamin C 19,0 mg

14 Air 89 g

Sumber : Litbang Deptan (2013)

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi buncis nasional dimana Kabupaten Bogor memberikan kontribusi yang cukup besar pada produksi buncis di Jawa Barat. Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (2013), daerah sentra buncis di Jawa Barat yaitu Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil buncis kelima terbesar di Jawa Barat setelah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Garut. Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan karakteristik dataran tinggi yang memiliki suhu rendah sehingga cocok bagi pertumbuhan buncis. Selain itu, letak geografis Kabupaten Bogor yang lebih dekat dan akses yang lebih mudah dengan Ibu Kota Jakarta memungkinkan para pelaku usaha buncis untuk memasok produknya ke wilayah tersebut dibandingkan wilayah lain di Jawa Barat yang memiliki jarak lebih jauh. Data produksi buncis untuk wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi buncis menurut wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat

tahun 2012

No. Kabupaten/Kota Produksi (Ton)

2008 2009 2010 2011 2012 1 Bogor 5.646 3.783 5.386 10.015 4.799 2 Sukabumi 5.462 4.683 6.984 7.614 12.254 3 Bandung 8.101 7.950 10.935 13.645 18.158 4 Garut 13.767 17.977 14.108 11.419 12.746 5 Cianjur 11.253 18.303 9.665 23.066 18.643 6 Ciamis 1.174 1.397 1.502 2.203 1.799 7 Subang 1.585 2.926 2.393 3.943 2.472

(17)

Berdasarkan kegunaannya, buncis terbagi menjadi 4 kelompok (Litbang Deptan, 2013), yaitu:

1. Buncis perancis: bagian yang dikonsumsi ialah polong berdaging yang berwarna hijau, kuning, atau ungu yang mengandung biji yang belum berkembang. Polong tidak mempunyai mempunyai urat samping atau lapisan lir-kertas.

2. Buncis filet haricot: polong mengandung urat samping (string), tetapi polong muda berdaging yang dikonsumsi.

3. Buncis haricot: biji segar adalah bagian yang dimakan, sedangkan polong mengandung urat samping dan serat umumnya tidak dikonsumsi.

4. Buncis bijian kering: biji kupasan kering adalah bagian yang dikonsumsi, sedangkan polong mempunyai urat samping, serat, lapisan lir kerts, dan tidak dimakan.

Buncis perancis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu varietas dari jenis buncis yang memiliki prospek yang baik dan perlu dikembangkan. Buncis perancis merupakan jenis sayuran buncis yang memiliki umur panen lebih muda dibandingkan dengan jenis buncis biasanya. Umur panen buncis perancis yang lebih muda yaitu 40-45 hari setelah tanam membuat buncis perancis banyak ditanam oleh petani, karena petani dapat memiliki perputaran modal yang lebih cepat dibandingkan dengan jenis tanaman yang lain. Buncis perancis atau yang juga sering disebut french bean merupakan sayuran jenis kacang-kacangan yang mengandung protein tinggi. Secara fisik bentuk buncis perancis berbeda dengan buncis lokal, dimana bentuk buncis prancis lebih bulat dan ukurannya lebih kecil, sedangkan buncis lokal lebih pipih dengan ukuran diameter yang lebih besar.

Tingkat produksi buncis diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan banyaknya permintaan ekspor buncis, terutama buncis perancis ke Negara lain seperti Singapura. Dalam satu hari permintaan terhadap buncis perancis di Singapura sedikitnya bisa mencapai lima ton. Selain Singapura, Negara-negara lain yang menjadi tujuan ekspor buncis olahan antara lain Hongkong, Malaysia, Inggris, Perancis dan Australia (Kementan, 2012).

Meski kebutuhan konsumen luar negeri terhadap buncis perancis sangat tinggi, namun permintaan buncis perancis di dalam negeri masih cukup rendah. Hal ini disebabkan karena buncis perancis belum banyak dikenal sebagai produk makanan yang bergizi di Indonesia, selain itu harga buncis perancis yang lebih mahal ketimbang buncis lokal juga menjadi salah satu penyebab utama mengapa buncis perancis lebih diminati konsumen luar negri dibandingkan konsumen dalam negri.

Karena harganya yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan buncis lokal, sehingga segmen pasar buncis perancis di dalam negri lebih banyak ditemui di pasar moderen dan pasar ekspor. Oleh karena itu buncis perancis yang diproduksi harus memiliki kualitas yang baik, mampu mencukupi kontinuitas permintaan serta mempunyai harga yang kompetitif.

(18)

Para petani Indonesia cenderung belum dapat berproduksi secara efisien, karena masih kurangnya kemampuan dalam hal manajerial budidaya petani. Selain itu kurangnya informasi akan teknologi baru dalam berproduksi serta risiko produksi yang berasal dari alam juga membuat kualitas dan kuantitas produksi buncis perancis menjadi tidak stabil. Kemudian juga umumnya petani Indonesia mengusahakan lahan yang belum terlalu besar sehingga pengelolaannya menjadi tidak efisien. Untuk ituInternational Cooperation and Development Fund(ICDF) banyak melakukan kerjasama dengan para petani khususnya di daerah Bogor.

International Cooperation and Development Fund merupakan sebuah lembaga kerjasama internasional antar Indonesia dan pemerintah Taiwan yang berkerjasama dengan para petani untuk mengembangkan beberapa komoditi sayuran agar dapat memasuki pasar modern dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. ICDF berlokasi di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga. Penawaran yang diberikan pihak ICDF bagi petani yang bekerjasama adalah penyediaan benih, jaminan harga yang stabil dan lebih tinggi dibandingkan dengan pasar tradisional, serta pelatihan teknis. Harga yang ditawarkan pihak ICDF kepada petani cukup tinggi, akan tetapi hal ini sebanding dengan seleksi yang sangat ketat yang ditetapkan pihak ICF kepada petani agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan.

Walaupun ICDF telah melakukan penyediaan benih serta pelatihan untuk para petani, namun pada kondisi lapangan petani tetap menemui banyak kendala dalam melakukan usaha tani buncis perancis. Kendala-kendala tersebut dapat menjadi risiko yang mempengaruhi standar kualitas hasil panen yang ditetapkan oleh ICDF. Untuk itu diperlukan analisis sumber-sumber risiko untuk setiap kendala yang dihadapi petani agar yang hasil panen didapatkan oleh petani tidak banyak terbuang karena tidak mampu memenuhi standar kualitas dari ICDF.

Perumusan Masalah

Firma Raja Buncis merupakan perusahaan yang bekerjasama ICDF. Firma Raja Buncis adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam budidaya buncis perancis di Kabupaten Bogor. Bentuk kerjasama antara Firma Raja Buncis dengan ICDF adalah berupa kemitraan, dimana ICDF berperan sebagai penyedia bibit serta memberikan keterjaminan harga yang stabil dan lebih tinggi dari pada pasar tradisional serta pelatihan yang diberikan oleh pihak ICDF kepada petani. Harga buncis yang diterima petani pada pasar tradisional adalah Rp 5.000/kg sedangkan yang diterima petani dari ICDF adalah Rp 12.000/kg karena kualitas yang dihasilkan baik dan dipasarkan di pasar modern.

(19)

karena itu risiko produksi perlu diperhitungkan karena pada umumnya risiko akan berdampak pada kerugian yang akan ditangung oleh pemilik usaha.

Pada bulan Januari 2012 sampai dengan Juni 2014, usaha budidaya buncis perancis ini mengalami sepuluh kali siklus produksi dan hasil produksi tersebut menghasilkan produktivitas yang bervariasi setiap siklusnya yang dapat dilihat seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi dan produktivitas buncis perancis pada perusahaan Firma Raja Buncis untuk 5.000 m2 1 Jan-Mar 2012 0,5 1,279 2,4 5,12 9,6 2 Apr-Jun 2012 0.5 2,109 2,4 8,44 9,6 3 Jul-Sept 2012 0,5 1,913 2,4 7,66 9,6 4 Okt-Des 2012 0,5 1,284 2,4 5,14 9,6 5 Jan-Mar 2013 0,5 1,522 2,4 6,08 9,6 6 Apr-Jun 2013 0,5 1,874 2,4 7,50 9,6 7 Jul-Sept 2013 0,5 1,908 2,4 7,64 9,6 8 Okt-Des 2013 0,5 1,564 2,4 6,26 9,6 9 Jan-Mar 2014 0,5 1,986 2,4 7,94 9,6 10 Apr-Jun 2014 0,5 2,012 2,4 8,04 9,6

Sumber: Firma Raja Buncis (2014)

Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa hasil yang diperoleh setiap produksi dengan jumlah produksi yang sama, menghasilkan tingkat keberhasilan yang berfluktuasi dari siklus yang ditanam oleh Firma Raja Buncis. Fluktuasi hasil produksi buncis perancis yang diperoleh juga tidak sesuai dengan standar keberhasilan yang diinginkan oleh Firma Raja Buncis. Berdasarkan produktivitas aktual yang terjadi di perusahaan, didapat hasil yang lebih rendah dibandingkan produktivitas optimal. Selain itu produktivitas yang dihasilkan pada awal tahun 2012 belum dapat mencapai produktivitas yang ditargetkan bahkan mencapai produktivitas terendah sebesar 5,12 ton/ha. Produktivitas terendah terjadi pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dan Oktober sampai Desember 2012, dimana pada waktu tersebut terjadi cuaca ekstrim dengan curah hujan yang tinggi di kebun Firma Raja Buncis yang kemungkinan menyebabkan produktivitas buncis perancis menjadi turun secara signifikan. Tingkat produktivitas tertinggi baru bisa dihasilkan pada pertengahan bulan April sampai dengan Juni 2012 sebesar 8,44ton/ha.

(20)

Keterangan : Panen Aktual Panen Standar

Gambar 1 Grafik produktivitas buncis perancis pada Firma Raja Buncis Pada Gambar 1 ditunjukkan produktivitas buncis perancis dari bulan januari tahun 2012 sampai dengan Juni 2014. Produktivitas buncis perancis di Firma Raja Buncis ini kemudian dibedakan antara produktivitas standar dan produktivitas aktual untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi pasokan buncis perancis di pasaran.

Fluktuasi produksi buncis perancis tersebut dapat disebabkan oleh sumber-sumber risiko yang terdapat di Firma Raja Buncis sehingga hasil panen yang tidak sesuai dengan kualitas yang diminta. Fluktuasi kualitas hasil panen yang tidak stabil pada perusahaan Firma Raja Buncis sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, teknologi, dan alam sehingga sumber-sumber risiko tersebut sangat berhubungan dengan jenis risiko pada kegiatan produksi.

Dengan adanya risiko produksi yang dihadapi dalam melakukan budidaya buncis perancis, sangat mempengaruhi pemenuhan permintaan buncis perancis oleh ICDF. Untuk itu pengelolaan risiko yang tepat sangat dibutuhkan untuk memimalkan risiko yang dihadapi perusahaan. Untuk itu dibutuhkan penilaian yang tepat untuk membantu perusahaan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk pengelolaan risko produksi agar dapat mencegah kerugian yang semakin besar. Strategi penanganan yang tepat perlu dilakukan untuk menghadapi risiko produksi yang terjadi di perusahaan Firma Raja Buncis karena buncis perancis merupakan sayuan yang bersifat perishable serta rentan terhadap hama dan penyakit apabila tidak ditangani secara tepat. Ketika masalah tersebut ditanggulangi secara tepat, maka akan membuat jumlah produksi buncis perancis di perusahaan semakin meningkat, sehingga dapat memenuhi permintaan buncis perancis oleh ICDF.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Apa saja yang menjadi sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan budidaya buncis perancis pada perusahaan Firma Raja Buncis?

2. Berapa besar peluang dan dampak dari sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan budidaya buncis perancis pada perusahaan Firma Raja Buncis?

(21)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dilihat dari latar belakang maupun perumusan masalah mengenai saluran tataniaga di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi buncis perancis yang dilakukan oleh perusahaan Firma Raja Buncis.

2. Menganalisis besar peluang dan dampak risiko produksi yang terjadi pada kegiatan budidaya buncis perancis yang dilakukan oleh perusahaan Firma Raja Buncis.

3. Menganalisis alternatif strategi penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi buncis perancis yang dilakukan oleh perusahaan Firma Raja Buncis.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan penulis diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis, sehingga perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, sehingga penelitian selanjutnya dapat menganalisis lebih baik lagi khususnya penulisan ilmiah tentang risiko produksi buncis perancis.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Firma Raja Buncis, yang bergerak dalam bidang pertanian buncis perancis. Ruang lingkup kajian masalah yang diteliti adalah analisis sumber-sumber risiko yang mempengaruhi produksi buncis perancis. Komoditi buncis perancis yang diteliti adalah buncis perancis yang dihasilkan setelah tiga bulan dipanen. Data yang digunakan adalah data produksi perusahaan dari Januari 2012 sampai dengan Juni 2014.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran Risiko Produksi

(22)

Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode analisis seperti standard deviation, coefficient variation, VaR (value at risk) dan analisis metode nilai standar (z-score). Pada penelitian Setyarini (2011), Sembiring (2010) dan Situmeang (2011) menggunakan alat analisis standard deviation, dan coefficient variation dalam penelitiannya. Sedangkan pada penelitian Ramadhan (2013), Perengkuan (2011), dan Indah (2013) menggunakan metode nilai standar (z-score) dan VaR (value at risk).

Metode nilai standar (z-score) digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerugian atau risiko akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar. Metode ini dapat digunakan apabila terdapat data historis dan data dalam bentuk kontinus (decimal). Sedangkan VaR (value at risk) digunakan untuk menganalisis dampak dari terjadinya risiko pada usaha yang sedang diteliti. VaR adalah kerugian terbesar dalam rentang waktu atau periode yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas observasi statistik atas risiko pada kegiatan produksi dan permintaan. Penggunaan alat analisis ini tentunya bertujuan memperkaya kajian dari penelitian yang dilakukan, sehingga nantinya hasil dari penelitian yang dilakukan tidak hanya sekedar menghitung besar peluang terjadinya risiko pada suatu usaha, tetapi juga mengukur dampak yang ditimbulkan risiko dari perusahaan.

Berdasarkan referensi penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan alat analisis nilai z-score dan VaR. Pada penelitian ini metode nilai standar (z-score) digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerugian atau risiko akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar pada usaha budidaya buncis perancis. Sedangkan VaR pada penelitian ini digunakan untuk mengukur besarnya dampak dari risiko pada kegiatan budidaya buncis perancis di Firma Raja Buncis. VaR adalah kerugian terbesar dalam rentang waktu atau periode yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan tertentu. Setelah nilai z-score, dan VaR diperoleh, maka selanjutnya akan dilakukan pemetaan sumber-sumber risiko pada peta risiko dan dilanjutkan dengan perumusan alternatif strategi untuk menangani risiko. Penggunaan alat analisis ini tentunya bertujuan untuk memperkaya kajian dari penelitian yang dilakukan, sehingga nantinya hasil dari penelitian yang dilakukan tidak hanya sekedar menghitung besarnya peluang risiko yang terjadi pada usaha budidaya buncis perancis, tetapi juga mengukur dampak yang dapat ditimbulkan oleh risiko yang dapat terjadi pada usaha ini.

Pemetaan risiko adalah proses yang harus dilakukan sebelum dapat menangani risiko, sehingga menjadi bagian yang penting dalam penelitian mengenai risiko. Peta risiko menggambarkan tentang kemungkinan terjadinya dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu risiko. Berdasarkan hasil pemetaan risiko tersebut, maka selanjutnya perusahaan menetapkan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi penanganan risiko secara garis besar terbagi atas dua, yaitu penghindaran risiko dan mitigasi risiko. Ramadhan (2013), Perengkuan (2011), dan Indah (2013) menggunakan metode tersebut untuk menciptakan strategi yang tepat untuk menangani risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang menjadi objek penelitian.

(23)

muncul dari aspek produksi ditangani sedemikian rupa sesuai dengan status risikonya, sehingga risiko yang muncul dapat ditangani dengan tepat dalam usaha meminimalkan risiko.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, persamaan yang paling terlihat adalah persamaan pada analisis risiko produksi. Selain itu terdapat juga persamaan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui tingkat risiko produksi dari usaha yang dijalankan, yaitu metode nilai standar (z-score) dan Value at Risk (VaR). Faktor yang membedakan pada penelitian ini terletak pada skala usaha yang dimiliki, komoditas yang diteliti dan perbedaan tempat pelaksanaan penelitian.

Sumber Risiko

Sumber atau penyebab risiko sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui sumber risiko, akan lebih mudah untuk melakukan pencegahan atau penanganan. Menurut Kountur (2006), risiko dapat disebabkan oleh faktor-faktor operasional atau faktor keuangan. Risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor operasional dapat berupa manusia, alam, teknologi, maupun aturan. Sedangkan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan dapat berupa harga, nilai tukar mata uang, maupun tingkat bunga. Pada penelitian Ramadhan (2013) di Kelompok Tani Dewa Family, terdapat tiga jenis sumber risiko utama usaha budidaya cabai paprika. Diantaranya sumber risiko yang berasal dari hama, sumber risiko yang berasal dari penyakit dan sumber risiko yang berasal dari perubahan suhu. Ketiga sumber risiko tersebut mampu memberikan dampak yang cukup besar terhadap usaha budidaya cabai paprika di Kelompok Tani Dewa Family.

Sumber risiko lain yang lebih variatif terdapat pada jenis usaha budidaya sayuran. Menurut Situmeang (2011) dan Sitorus (2011) usaha budidaya sayuran tidak hanya memiliki sumber risiko yang berasal dari hama, penyakit dan cuaca saja, tapi juga terdapat sumber risiko lain yang dapat memberikan dampak cukup besar pada usaha budidaya sayuran. Pada penelitiannya di kelompok tani Pondok Menteng, Situmeang (2011) menemukan bahwa usaha budidaya cabai merah keriting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor hama, dan penyakit, namun sumber risiko lain seperti keterampilan pekerja serta kondisi tanah, juga amat mempengaruhi produksi sekaligus menjadi sumber risiko dalam perusahaan tersebut. Sedangkan pada Sitorus (2011), sumber risiko yang terdapat pada Parung Farm menunjukkan bahwa selain diakibat oleh hama dan penyakit, sumber risiko pada usaha bayam dan kangkung hidroponik juga dipengaruhi oleh keterampilan tenaga kerja, cuaca, dan input yang digunakan.

(24)

Peluang Risiko

Berdasarkan sumber-sumber risiko yang telah teridentifikasi, maka dapat diidentifikasi peluang dari masing-masing sumber risiko yang terdapat pada suatu usaha. Peluang risiko dapat dihitung dengan menggunakan metode nilai standar atau biasa disebut dengan z-score dan ditampilkan dengan dengan menggunakan nilai persentase disertai penetapan batas normal kegagalan yang diperbolehkan oleh perusahaan.

Pada penelitian Ramadhan (2013) mengenai usaha budidaya cabai paprika di Kelompok Tani Dewa Family, terdapat tiga sumber risiko dengan peluang gagal produksi yang cukup besar, yaitu hama, penyakit dan perubahan suhu. Hama merupakan sumber risiko yang mempunyai tingkat peluang paling besar diantara sumber risiko yang lain, yaitu sebesar 44 persen. Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko akibat hama, dengan menggunakan nilai standar adalah sebesar 0,15. Bila nilai tersebut dipetakan pada tabel Z (distribusi normal), maka akan menunjukkan nilai 0,440 yang artinya kemungkinan peluang gagal produksi cabai paprika akibat faktor kesalahan penanganan saat proses produksi yaitu sebesar 44 persen dengan batas normalkerusakan produksicabai paprikaakibat serangan hama yangditentukan oleh Kelompok Tani Dewa Family adalah sebesar20 persen.

Parengkuan (2011) menemukan bahwa pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas terdapat empat sumber risiko dengan peluang gagal produksi yang cukup besar, yaitu kesalahan penanganan, Perubahan suhu udara, hama dan penyakit. Namun risiko akibat kesalahan penanganan saat proses produksi memiliki tingkat peluang risiko terbesar padausaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas. Nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko akibat kesalahan penanganan saat proses produksi dengan menggunakan nilai standar adalah sebesar 0,12. Bila nilai tersebut dipetakan pada tabel Z, maka akan menunjukkan nilai 0,452 yang artinya kemungkinan peluang gagal produksi jamur tiram putih akibat faktor kesalahan penanganan saat proses produksi yaitu sebesar 45,2 persen, dimana nilai tersebut melebihi batas normal kerusakan log yang ditentukan, yaitu sebanyak 4000 log per bulannya.

Penelitian yang dilakukan pada usaha budidaya jamur tiram putih di CV. Wahyu Makmur Sejahtera oleh Indah (2013) menemukan bahwa terdapat tiga sumber risiko dengan peluang gagal produksi yang cukup besar, yaitu keterampilan tenaga kerja, hama dan penyakit, serta komposisi dan kualitas bahan baku. Namun peluang terbesar urutan pertama terdapat sumber risiko tenaga kerja dimana nilai Z yang diperoleh untuk sumber risiko keterampilan tenaga kerja dengan menggunakan nilai standar adalah sebesar 0,19. Apabila nilai tersebut dipetakan pada tabel Z, maka akan menunjukkan nilai 0,425 yang artinya kemungkinan peluang gagal produksi jamur tiram putih akibat faktor keterampilan tenaga kerja melebihi batas yang ditentukan adalah 42,5 persen. Batas normal kegagalan produksi jamur tiram putih di CV. Wahyu Makmur Sejahtera adalah sebanyak 6000 kg.

(25)

Dampak Risiko

Dampak merupakan akibat yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko memiliki nilai yang berbeda-beda. Pada penelitian Ramadhan (2013) di Kelompok Tani Dewa Family, sumber utama risiko yang berasal dari alam pada usaha budidaya cabai paprika adalah serangan hama. Akibat yang ditimbulkan oleh sumber risiko serangan hama tersebut mampu memberikan dampak kerugian yang paling besar pada usaha budidaya cabai paprika, yaitu Rp. 6.876.142. Sedangkan akibat yang ditimbulkan oleh sumber risiko penyakit menempati dampak terbesar kedua pada usaha budidaya cabai paprika yaitu sebesar Rp. 5.188.450. Berdasarkan kedua angka tersebut sumber risiko akibat serangan hama dan penyakit merupakan sumber risiko yang memberikan dampak paling besar terhadap usaha budidaya cabai paprika.

Akibat yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko pada penelitian Parengkuan (2011) di Yayasan Paguyuban Ikhlas, menemukan bahwa sumber risiko iklim dan cuaca mampu memberikan dampak kerugian dengan nilai terbesar hingga Rp. 17.053.516 pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Iklhas. Sedangkan dampak risiko hama menempati urutan dampak kedua terbesar pada usaha budidaya jamur tiram putih yaitu sebesar Rp. 10.492.030.

Namun Indah (2013) menemukan dampak akibat yang ditimbulkan oleh sumber risiko komposisi dan kualitas bahan baku di CV. Wahyu Makmur Sejahtera memiliki nilai dampak yang tertinggi, yaitu sebesar Rp. 13.251.714. Sedangkan dampak akibat keterampilan tenaga kerja menempati urutan kedua yaitu sebesar Rp. 10.914.644 disusul dengandampak risiko akibat hama dan penyakit dengan dampak pada perusahaan sebesar Rp. 10.069.894.

Dampak risiko pada penelitian ini diperoleh dengan menghitung value at risk pada sumber risiko yang didapatkan. Sumber-sumber risiko pada usaha budidaya buncis perancis yang diperoleh dapat dilihat besaran dampaknya dalam rupiah terhadap perusahaan Firma Raja Buncis yang sedang diteliti.

Pemetaan Risiko

Hasil perhitungan peluang dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi yang telah dihitung dan dianalisis nilai-nilainya dapat dilakukan pemetaan risiko. Pemetaan risiko dilakukan dengan maksud untuk mengukur risiko dan menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko dari beberapa sumber risiko produksi yang telah teridentifikasi sebelumnya.

(26)

sumber risiko yang disebabkan serangan hama dan penyakit. Kuadran satu yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan peluang besar tetapi dampak kecil tidak terisi begitupun dengan kuardan empat dengan peluang kecil dan dampak besar tidak terisi oleh sumber risiko produksi.

Pada penelitian tentang jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas, Parengkuan (2011) menemukan bahwa kesalahan pada saat proses sterilisasi log, hama, dan penyakit masuk dalam kuadran satu yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan peluang besar, namun memiliki dampak yang kecil. Kuadran dua yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan peluang dan dampak besar tidak terisi oleh sumber risiko produksi, begitu juga dengan kuadran tiga yang merupakan tempat bagi sumber risiko produksi dengan peluang dan dampak kecil tidak terisi oleh sumber risiko produksi apapun. Sementara itu perubahan suhu ruangan kumbung masuk pada kuadran empat yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi yang memiliki peluang kecil, tetapi memiliki dampak yang besar.

Sedangkan pada penelitian Indah (2013) tentang jamur tiram putih di CV. Wahyu Makmur Sejahtera, keterampilan tenaga kerja dan hama dan penyakit masuk ke dalam kuadran dua. Sedangkan komposisi dan kualitas bahan baku masuk ke dalam kuadran tiga. Kuadran satu yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan peluang besar tetapi dampak kecil tidak terisi begitupun dengan kuardan empat dengan peluang kecil dan dampak besar tidak terisi oleh sumber risiko produksi.

Pada penelitian ini, pemetaan akan dilakukan dengan menggunakan bentuk kuadran yang sama seperti yang terdapat pada teori Kountur (2006). Kuadran tersebut akan mengarahkan sumber-sumber risiko yang terdapat pada usaha budidaya buncis perancis kepada prioritas strategi penanganan risiko untuk memimalkan terjadinya risiko pada perusahaan Firma Raja Buncis.

Strategi Penanganan Risiko

Strategi penanganan sumber-sumber risiko produksi dapat dilihat dari hasil pemetaan risiko, acuan dari membuat strategi risiko adalah dengan melihat status risiko dan menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko hingga yang paling tidak berisiko mulai dari yang paling besar hingga paling kecil. Strategi penanganan yang dilakukan adalah dengan mencegah timbulnya risiko produksi (preventif), serta dapat mengurangi kerugian akibat risiko (mitigasi).

Ramadhan (2013) menemukan bahwa gangguan karena serangan hama dan penyakit pada usaha budidaya cabai paprika di Kelompok Tani Dewa Family merupakan sumber risiko produksi dengan status risiko terbesar, sehingga kedua sumber risiko tersebut termasuk ke dalam kuadran dua. Strategi yang dilakukan Ramadhan (2013) terhadap serangan hama dan penyakit, ditangani dengan menggunakan strategi preventif. Sedangkan gangguan karena perubahan suhu yang masuk ke dalam kuadran tiga ditangani dengan menggunakan strategi mitigasi.

(27)

menggunakan strategi preventif. Sementara itu perubahan suhu ruangan kumbung yang masuk pada kuadran empat ditangani dengan menggunakan strategi mitigasi. Sedangkan pada penelitian Indah (2013) tentang jamur tiram putih di CV. Wahyu Makmur Sejahtera, keterampilan tenaga kerja dan hama dan penyakit yang masuk ke dalam kuadran dua ditangani dengan menggunakan strategi preventif. Sedangkan komposisi dan kualitas bahan baku yang masuk ke dalam kuadran tiga ditangani dengan menggunakan strategi mitigasi.

Pada penelitian tentang buncis perancis di Firma Raja Buncis, pencegahan terhadap sumber risiko terbesar juga dilakukan dengan menggunakan strategi preventif dan mitigasi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terdiri dari beberapa teori-teori yang relevan dengan penelitian. Teori-teori-teori ini diperoleh dari ilmu-ilmu yang dipelajari sebelumnya yang berasal dari teks, jurnal, skripsi dan logika peneliti yang dibangun berdasarkan pengalaman penelitian sebelumnya. Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam menjawab tujuan penelitian. Adapun kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep, sumber-sumber, manajemen, identifikasi, pengukuran, penanganan dan evaluasi risiko. Konsep Risiko

(28)

Risiko tidak cukup dihindari, tapi harus dihadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Rangkaian kejadian risiko dan ketidakpastian, disajikan dalam Gambar 2.

Probabilitydan hasil Probabilitydan hasil

dapat diketahui tidak dapat diketahui

Risiko Ketidakpastian

(Risk Events) (Uncertain Events)

Sumber: Debertin (2012)

Debertin (2012) menyebutkan perbedaan konsep antara risiko dan ketidakpastian. Ketidakpastian lingkungan, kemungkinan hasil dan kemungkinan kejadian tersebut tidak dapat diketahui. Gambar 1 menjelaskan bahwa peristiwa dunia dapat digolongkan menjadi dua situasi yang ekstrim, yaitu kejadian yang mengandung risiko dan kejadian yang tidak pasti atau uncertainty risk. Robison dan Barry (1987) menyebutkan bahwa ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan. Peluang yang secara kuantitatif tidak dapat diketahui karena tidak ada data pendukung atau informasi untuk menghitung peluang. Selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur maka kejadian tersebut termasuk kedalam kategori ketidakpastian.

Sumber-sumber Risiko

Menurut Harwood et al (1999), beberapa sumber risiko yang dihadapi oleh petani diantaranya adalah risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial. Sumber-sumber risiko tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Risiko Produksi

Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, kesalahan sumberdaya manusia, maupun teknologi. 2. Risiko Pasar atau Harga

Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual. Disebabkan oleh perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk substitusi. 3. Risiko Kelembagaan

Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan terjadi karena perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah, baik dari segi penggunaan pestisida dan obat-obatan, pajak, kredit.

4. Risiko Kebijakan

Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Kebijakan dalam artian tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.

(29)

5. Risiko Finansial

Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah.

Menurut Kountur (2006), risiko operasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah yang disebabkan faktor internal seperti manusia, teknologi, aturan, serta disebabkan pula oleh faktor eksternal seperti perubahan iklim, suhu, cuaca, hama dan penyakit.

1. Manusia

Terdapat tiga kelompok besar yang menjadi penyebab-penyebab kejadian yang merugikan dari faktor manusia, yaitu: (a) kompetensi pekerja dalam menjalankan tugasnya, misalnya pekerja yang kurang memiliki tanggung jawab dalam bekerja, lalai dalam melaksanakan tugas, memiliki sakit (fisik ataupun mental) maupun disebabkan lemahnya kontrol manajemen yang dilakukan pada masa poduksi; (b) moral pekerja yang rendah dapat merugikan perusahaan, misalnya pekerja yang buruk suka mencuri, merusak dengan sengaja, merasa tidak puas kemudian mogok kerja, menjadi provokator atau membawa pengaruh buruk kepada pekerja-pekerja lainnya dan lain-lain; (c) selera konsumen juga termasuk ke dalam faktor manusia, karena berubahnya selera konsumen dapat menjadi risiko bagi perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen.

2. Aturan

Aturan maupun kebijakan yang dikeluarkan perusahaan tidak selalu menjadi hal yang positif dan bisa diterima semua pihak. Terkadang terdapat pro dan kontra atas aturan maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Hal tersebut dapat menjadi sumber timbulnya risiko atau suatu kejadian yang merugikan. Misalnya seperti aturan upah yang dapat dianggap tidak adil bagi sebagian pekerja sehingga dapat menimbulkan gejolak yang akhirnya mendorong pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang telah diberikan.

3. Teknologi

Dalam kegiatan ini, teknologi lebih dikategorikan kepada alat-alat pertanian, perangkat keras, mesin, sistem hingga prosedur bercocok tanam. Faktor-faktor teknologi yang dapat menyebabkan terjadinya suatu risiko adalah teknologi yang tidak sesuai, sudah usang, tidak berfungsi sebagaimana mestinya, teknologi yang tidak berkualitas maupun teknologi yang tepat namun salah dalam penggunaan.

4. Alam

Kejadian merugikan yang disebabkan oleh faktor alam dikelompokkan ke dalam tiga faktor, yaitu: (a) bencana alam, seperti banjir, gempa bumi, kebakaran, angin topan, ataupun tsunami; (b) kondisi alam, seperti kelembapan yang disebabkan oleh basah atau kering; (c) hama-penyakit, seperti kuman, virus dan penyakit, binatang dan tumbuhan pengganggu.

Risiko tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diminimalkan sekecil mungkin, biasanya dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, usaha penanganan secara intensif, serta pengadaan input yang berkualitas seperti SDM, benih dan obat-obatan.

Manajemen Risiko

(30)

Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba.

Manajemen risiko dapat dilakukan dengan adanya kesadaran mengenai risiko yakni dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko yang ada, mengukur risiko, memikirkan mengenai konsekuensi risiko-risiko yang ada, dan mengomunikasikan ke seluruh bagian berbagi risiko yang ada sehingga dapat dicari penanganannya. Manajemen risiko dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala. Manajemen risiko bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).

Harwood et al (1999) mengatakan bahwa manajemen risiko dapat memaksimalkan pendapatan petani dalam hal ini melakukan pemahaman risiko yang mencakup akan adanya kesadaran tentang risiko, melakukan pengukuran risiko dan dapat mengendalikannya. Manajemen risiko meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta koordinasi dalam pengelolaan setiap risiko yang ada. Sistematika pengelolaan risiko menurut Kountur (2006) dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber: Kountur (2006)

Gambar 3 Proses strategi pengelolaan risiko

1. Identifikasi Risiko

Proses manajemen atau pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber-sumber risiko apa saja yang dihadapi perusahaan, kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengukuran risiko.

2. Pengukuran Risiko

Risiko-risiko yang telah diidentifikasi, diukur untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa besar konsekuensi dari risiko tersebut. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, maka semakin tinggi pula risikonya. Menurut Kountur (2006), sangat penting untuk mengetahui berapa besar kemungkinan dari suatu kejadian dan berapa besar akibat kerugian yang dapat ditimbulkan dari kejadian tersebut. Dengan mengetahui besarnya kemungkinan, manajemen dapat diketahui risiko mana yang lebih berisiko dan tidak terlalu berisiko, serta untuk memperoleh informasi yang akan menolong

(31)

untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Hal ini bertujuan menghasilkan apa yang disebut status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui risiko mana yang lebih krusial dari risiko lainnya. Menurut Kountur (2006), dengan menggabungkan kemungkinan dan akibat, maka status risiko dapat diketahui. Status risiko yang besar menunjukkan risiko yang besar dan sebaliknya status risiko yang kecil menunjukkan risiko yang lebih kecil pula. Perhatian akan diberikan pada kejadian-kejadian yang berstatus risiko besar, untuk itu status risiko harus diketahui posisinya dalam peta risiko. Peta risiko adalah sebaran risiko dalam suatu grafik yang menggambarkan kedudukan risiko diantara dua sumbu dimana sumbu vertikal dari grafik menggambarkan kemungkinan dan sumbu horizontal menggambarkan akibat, dengan membagi grafik ke dalam empat kuadran (Kountur, 2006).

Dengan menggunakan peta risiko, penanganan risiko dapat dilakukan sesuai dengan posisi risiko yang telah dipetakan dalam peta risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan status risikonya. 3. Penanganan Risiko

Penanganan risiko dilakukan setelah didapat hasil dari peta risiko dan status risiko. Penanganan risiko dilakukan untuk memberikan usulan apa yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko tersebut sehingga segala kemungkinan kerugian dapat diminimalkan. Strategi dalam menangani risiko terbagi ke dalam dua, yaitu strategi pencegahan risiko (preventif) dan strategi pengurangan kerugian (mitigasi). Strategi preventif adalah strategi untuk membuat kemungkinan terjadinya risiko sekecil-kecilnya (Kountur, 2006). Strategi preventif dimaksudkan untuk melakukan sesuatu sebelum terjadi suatu kejadian kemungkinan terjadinya dibuat sekecil-kecilnya. Sedangkan menurut Kountur (2006) strategi yang dilakukan untuk mengurangi akibat dari risiko disebut strategi mitigasi. Strategi mitigasi dilakukan dengan maksud untuk mengurangi kerugian setelah kejadian.

Setiap perusahaan yang mampu mengelola risiko yang dihadapinya dengan baik akan mendapatkan beberapa manfaat seperti dapat meningkatkan laba perusahaan, memungkinkan terhindar dari kebangkrutan akibat peristiwa besar, serta memperlancar pencapaian tujuan.

Kerangka Pemikiran Operasional

(32)

Untuk mengetahui tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaan, maka dilakukan proses identifikasi faktor penyebab atau sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaan tersebut. Untuk meminimalkan risiko produksi yang ada, maka dilakukan analisis risiko produksi dengan menggunakan metode analisis kualitatif yaitu berupa observasi, wawancara dan diskusi dengan pemilik serta pekerja di perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis kauntitatif melalui perhitungan analisis peluang dan dampak risiko produksi buncis perancis akibat adanya sumber-sumber risiko. Pengukuran peluang atau kemungkinan terjadinya kerugian dilakukan dengan mengobservasi kejadian yang sudah terjadi dengan menggunakan metode z-score. Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis value at risk (VaR). Analisis dilakukan diolah dengan menggunakan data produksi Firma Raja Buncis dari bulan Januari 2012 sampai dengan Juni 2014. Hasil analisis ini akan menunjukkan status risiko, sehingga dapat diketahui risiko produksi mana yang lebih krusial dibandingkan dengan risiko-risiko produksi lainnya yang ada di perusahaan. Selanjutnya dilakukan pemetaan risiko setelah diketahui posisi risiko maka dapat dibuat alternatif strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber-sumber risiko tersebut seperti yang terdapat pada diagram alir kerangka pemikiran operasional yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional risiko produksi buncis perancis pada Firma Raja Buncis

Pemetaan Risiko Produksi Buncis Perancis Di Firma Raja Buncis

Strategi Penanganan Risiko Produksi Buncis Perancis Di Firma Raja Buncis

Identifikasi Status Risiko Produksi Buncis Perancis Di Firma Raja Buncis Analisis Peluang Sumber Risiko

Produksi Menggunakan Metode

z-score

Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi Menggunakan

Metodevalue at risk

Fluktuasi Produksi Buncis Perancis di Firma Raja Buncis

(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang dipilih adalah di Firma Raja Buncis dengan pertimbangan bahwa Firma Raja Buncis terletak di salah satu sentral produksi buncis yaitu di Kabupaten Bogor. Firma Raja Buncis mempunyai lokasi di Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Hal lain yang menjadi pertimbangan pemilihan Firma Raja Buncis adalah ketidakstabilan hasil panen yang diperoleh Firma Raja Buncis serta ketersediaan data dan kesedian pihak dari pemilik Firma Raja Buncis.Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data di lapangan dimulai pada bulan April 2014 sampai dengan Juli 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dengan didukung beberapa data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui pengamatan, pencatatan dan wawancara langsung secara mendalam dengan pemilik Firma Raja Buncis. Untuk melakukan pendalaman lebih jauh dengan pihak yang berkepentingan di perusahaan, dilakukan wawancara kepada petani, maupun karyawan Firma Raja Buncis untuk mengetahui proses produksi, penyebab risiko yang terjadi pada budidaya buncis perancis, dan mengetahui bagaimana proses penanganan risiko yang selama ini telah dilakukan oleh Firma Raja Buncis. Data primer yang diperoleh dari penelitian ini berupa pendapatan yang diperoleh perusahaan, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, sumber-sumber risiko yang sering terjadi pada budidaya buncis perancis, jadwal pekerja, serta sistem tanam yang dilakukan oleh Firma Raja Buncis.

Data penunjang lainnya atau data sekunder meliputi luas lahan, keadaan geografis lahan, input yang digunakan selama proses produksi berlangsung, jumlah produksi yang diperoleh, sumber risiko yang terjadi pada proses produksi buncis perancis dan data-data lainnya yang mendukung untuk mengetahui risiko yang terjadi pada saat budidaya buncis perancis. Data diperoleh dari literatur yang terkait seperti penelitian terdahulu, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, berbagai situs internet, artikel majalah, surat kabar, dan bahan pustaka lain yang relevan. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini berupa data pencatatan hasil panen buncis perancis dari bulan Januari 2012 hingga Juli 2014 di Firma Raja Buncis sebanyak 10 siklus produksi, dimana setiap siklus produksi dilakukan selama 3 bulan.

Metode Pengumpulan Data

(34)

lahan seluas 5000 m2.Data yang digunakan adalah data dari sepuluh siklus produksi. Fluktuasi produktivitasnya di lihat dari setiap satu siklus. Perhitungan menggunakan data siklus produksi karena ingin diketahui risiko produksi secara keseluruhan proses budidaya buncis perancis, dari mulai penanaman benih sampai panen terakhir.

Wawancara dilakukan dengan pemilik dan pekerja untuk mengetahui jumlah input yang digunakan, jumlah hasil panen, jumlah penjualan, harga buncis perancis per kg dan perkembangan usaha. Wawancara dilakukan dengan menggunakan beberapa pertanyaan untuk mengetahui kondisi dan situasi di lapangan dengan pihak perusahaan. Observasi dilakukan langsung oleh peneliti dengan cara melakukan pencatatan secara langsung di lokasi penelitian tentang aktivitas produksi dan risiko yang dihadapi dalam produksi buncis perancis. Pencatatan secara langsung dimaksudkan agar di dapat data perbandingan antara hasil standar yang seharusnya diperoleh perusahaan dengan hasil aktual yang sedang dialami oleh perusahaan. Perbandingan pencatatan itu kemudian akan dilihat kemungkinan penyebab sumber risikonya dengan cara menghubungkan data yang diperoleh dari sumber-sumber lain seperti faktor curah hujan maupun perubahan suhu dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), faktor hama dan keadaan pekerja berdasarkan data pencatatan dari hasil observasi.

Metode Analisis Data Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi serta alternatif manajemen perusahaan untuk meminimalkan risiko pada usaha budidaya buncis perancis di Firma Raja Buncis.

Analisis Peluang Terjadinya Risiko

Risiko dapat diukur jika diketahui peluang terjadinya risiko (probability) dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya peluang terjadinya yang mengacu pada beberapa besar peluang risiko akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui peluang terjadinya risiko adalah dengan menggunakan metode nilai standar (z-score). Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan data berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini, yang akan dihitung adalah peluang terjadinya risiko pada kegiatan produksi buncis perancis. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko adalah :

1. Menghitung rata-rata

(35)

=

Dimana:

= Nilai rata-rata dari kejadian berisiko Xi = Nilai per periode dari kejadian berisiko n = Jumlah siklus keseluruhan (10)

Nilai rata-rata yang dimaksud pada rumus ini adalah jumlah kejadian risiko yang dianggap merugikan perusahaan. Data ini diperoleh dari penentuan yang dilakukan oleh pihak expert atau pihak perusahaan untuk memberikan data produksi dari sepuluh siklus masa tanam.

2. Menghitung nilai standar deviasi

Rumus yang digunakan untuk menghitung standar deviasi adalah :

= ( )

1

Dimana:

S = Standar deviasi risiko produksi buncis perancis Xi = Nilai per periode dari kejadian berisiko

= Nilai rata-rata dari kejadian berisiko = Jumlah siklus keseluruhan (10)

3. Menghitung nilai standar (z-score) risiko

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai standar adalah :

=

Dimana:

Z = Peluang risiko produksi buncis perancis

X = Batas kegagalan produksi yang dianggap masih menguntungkan dan ditentukan oleh pemilik perusahaan

= Nilai rata-rata dari kejadian berisiko

S = Standar deviasi dari risiko produksi buncis perancis

Jika hasilz-scoreyang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z-scorepossitif, maka nilai tersebut akan berada di sebelah kanan kurva distribusi Z (normal).

4. Nilai peluang (probability) terjadinya risiko produksi

Setelah nilai z-score didapat dari produksi buncis perancis, selanjutnya dapat dicari peluang terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel Z (distribusi normal) sehingga diketahui persen peluang terjadinya keadaan dimana produksi buncis perancis yang mendatangkan kerugian.

Analisis Dampak Risiko

(36)

paling efektif untuk mengukur dampak risiko. VaR merupakan representatif kerugian terbesar yang mungkin terjadi rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Tahapan penghitungan VaR antara lain:

1. Menentukan kejadian yang akan diamati

2. Pengumpulan data historis tentang besarnya kerugian yang dialami dalam bentuk rupiah selama jangka waktu tertentu dari kejadian tersebut

3. Menghitung rata-rata kerugian dan standar deviasi kerugian dari rangkaian kejadian tersebut

4. Menentukan tingkat keyakinan yang diinginkan

5. Mencari nilai Z sesuai dengan tingkat keyakinan yang telah ditetapkan dan kemudian menghitung VaR

Pada penelitian ini, VaR digunakan untuk mengukur dampak serta besarnya kerugian yang ditimbulkan apabila risiko terjadi pada kegiatan produksi budidaya buncis perancis di Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten Bogor selama tahun 2012-2013. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2006), VaR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

= +

Dimana:

Var = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko

= Nilai rata-rata kerugian dari tiap sumber risiko produksi buncis perancis Z = Nilai Z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen S = Standar deviasi kerugian risiko produksi buncis perancis

= Jumlah siklus keseluruhan (10)

Nilai Z pada metode VaR digunakan tingkat toleransi sebesar 5 persen yang berasal dari tabel distribusi normal dimana pada tingkat toleransi 5 persen atau 0,05 diperoleh nilai Z = 1,645 karena pada tabel tidak ditemukan nilai yang sama persis dengan 0,05 maka diambil nilai yang berada diantara 0,049 dan 0,051. Pemetaan Risiko

Ada beberapa strategi penanganan risiko, namun sebelum strategi penanganan digunakan, pelu dibuat terlebih dahulu status dan peta risikonya. Dalam menangani risiko, ada perbedaan penanganan antara kejadian-kejadian yang sangat berisiko dengan kejadian-kejadian yang kurang berisiko, sehingga perlu diketahui mana kejadian yang sangat berisiko dan kejadian yang tidak terlalu berisiko.

Untuk membedakan tingkat risiko antara suatu kejadian dengan kejadian lainnya dapat dilihat pada dua hal, yaitu:

1. Kemungkinan 2. Akibat/dampak

(37)

berisiko. Status yang besar menunjukkan risiko yang besar dan sebaliknya status yang kecil menunjukkan risiko yang kecil.

Status Risiko = Peluang Dampak

Satuan yang digunakan untuk kemungkinan adalah persentase, sedangkan satuan untuk dampak umumnya digunakan dalam rupiah. Namun nilai pada status risiko tidak memiliki satuan. Angka yang dihasilkan dari hasil risiko hanya menunjukkan urutan risiko saja, dimana semakin besar nilai status risikonya, semakin besar semakin berisiko kejadian tersebut.

Perhatian akan diberikan pada kejadian-kejadian yang berstatus risiko besar, karena penanganan atas risiko-risiko tersebut harus segera dilakukan. Informasi penanganan risiko, tidak dapat dilihat berdasarkan status risiko. Untuk itu kejadian-kejadian yang merugikan/risiko yang telah teridentifikasi statusnya, perlu diketahui pula posisinya menggunakan peta risiko, sehingga pemahaman akan risiko menjadi lebih baik.

Menurut Kountur (2006) peta risiko adalah suatu grafik yang menggambarkan kedudukan risiko diantara dua sumbu yaitu vertikal yang menggambarkan kemungkinan dan sumbu horizontal yang menggambarkan akibat. Grafik ini dapat dibagi ke dalam empat kuadran seperti dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Kountur (2006)

Peluang yang merupakan dimensi yang pertama menyatakan tingkat kemungkinan suatu risiko terjadi. Semakin tinggi kemungkinan terjadinya risiko terjadi, maka semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya semakin rendah kemungkinan terjadi, maka semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk memberi perhatian kepada risiko yang bersangkutan. Umumnya peluang dibagi ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Dimensi kedua berupa dampak, yaitu tingkat kewaspadaan atau biaya yang terjadi kalau risiko yang bersangkutan benar-benar menjadi kenyataan. Semakin tinggi dampak risiko, semakin perlu mendapat perhatian khusus. Sebaliknya,

Sedang Rendah

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Tinggi Kuadran I

Kuadran III Kuadran IV

Dampak (Rp) Peluang (%)

Sangat Tinggi

Kuadran II

(38)

semakin rendah dampak yang terjadi dari suatu risiko, maka semakin rendah pula kepentingan manajemen untuk mengalokasikan sumber daya untuk menangani risiko yang bersangkutan. Pada umunya, dimensi dampak dibagi dalam tiga tingkat yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Pada peta risiko, kuadran III menunjukkan daerah risiko yang memiliki kemungkinan relatif kecil dan akibat yang juga dianggap kecil. Sedangkan pada kuadran II menunjukkan daerah risiko dengan akibat yang kecil namun memiliki kemungkinan risiko yang besar. Pada kuadran I menunjukkan daerah risiko yang memiliki kemungkinan dan akibat yang besar. Sedangkan pada kuadran IV menunjukkan daerah risiko yang memiliki kemungkinan yang kecil namun memiliki akibat risiko yang besar.

Batas antara peluang atau kemungkinan besar dan kecilnya terjadinya risiko umumnya ditentukan oleh manajemen. Menurut C. L. Marshall (2001) dalam Kountur (2006), kategori kemungkinan suatu risiko dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kategori tingkat kemungkinan risiko

Tingkat kemungkinan Kemungkinan terjadi kurang dari 2%

Rendah 2-5%

Sedang 2-5%

Tinggi 10-20%

Sangat tinggi Lebih dari 20%

Sumber: Kountur (2006)

Untuk batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil ditentukan berdasarkan data peluang serta dampak yang diperoleh pada usaha budidaya buncis perancis di Firma Raja Buncis. Risiko-risiko yang peluang terjadinya di atas ambang batas yang ditentukan dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan yang dibawah ambang batas yang ditentukan dianggap sebagai kemungkinan kecil. Demikian halnya dengan batas dampak besar dan dampak kecil suatu risiko yang juga ditentukan berdasarkan data dampak yang diperoleh. Strategi Penanganan Risiko

Penanganan risiko dilakukan karena karena adanya dampak yang akan terjadi pada aktivitas petani. Proses ini disebut juga dengan manajemen risiko yang berupa strategi perusahaan dalam pengambilan kebijakan usaha. Berdasarkan peta risiko dapat diketahui strategi penanganan risiko yang paling tepat untuk dilaksanakan. Menurut Kountur (2006) ada dua strategi penanganan risiko, yaitu :

1. Strategi pencegahan timbulnya risiko (preventif)

(39)

Untuk situasi dimana menghindar sulit dilakukan, terdapat beberapa strategi yang dilakukan yaitu:

a) Menghindari risiko

b) Mencegah timbulnya risiko untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya c) Mengurangi kerugian akibat risiko untuk meminimalkan akibat yang lebih

besar yang dapat terjadi

d) Mengalihkan risiko ke pihak lain e) Mendanai risiko sekiranya terjadi

Untuk mencegah timbulnya risiko serta kemungkinan terjadinya dapat diperkecil, dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :

a) Memperbaiki sistem dan prosedur (sistem pengeluaran uang, sistem penerimaan barang)

b) Memperbaiki fasilitas (memasangkansmoke detector) c) Memperbaiki sumber daya manusia (pelatihan, magang)

d) Membuat aturan dan kebijakan (kebijakan insentif, kebijakan promosi) Menurut Kountur (2006), strategi preventif dilakukan apabila kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang merugikan besar atau sangat besar. Risiko-risiko ini berada pada kuadran I dan II sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber: Kountur (2006)

Gambar 6 Strategi preventif

Penanganan risiko dengan strategi ini bertujuan untuk mengurangi peluang sehingga akan membuat risiko-risiko yang berada pada kuadran I bergeser ke kuadran IV, dan risiko-risiko yang berada pada kuadran II bergeser ke kuadran III. 2. Strategi pengurangan kerugian akibat risiko (mitigasi)

Kountur (2006) menyebutkan bahwa mitigasi merupakan strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk mengurangi kerugian akibat risiko. Strategi mitigasi ini dikenal dengan strategi pengurangan kerugian.

Apabila suatu kejadian yang merugikan telah terjadi, diusahakan sedemikian rupa agar kerugian yang diderita akibat kejadian tersebut sekecil-kecilnya. Strategi mitigasi dimaksudkan untuk melakukan sesuatu agar sebelum terjadi suatu kejadian, kemungkinan terjadinya dibuat sekecil-kecilnya. Strategi pengurangan dimaksudkan untuk mengurangi kerugian setelah kejadian.

Gambar

Grafik produktivitas buncis perancis pada Firma Raja Buncis
Tabel 2 Produksi buncis menurut wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat
Tabel 3 Produksi dan produktivitas buncis perancis pada perusahaan Firma Raja2
Gambar 1 Grafik produktivitas buncis perancis pada Firma Raja Buncis
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam metode perpetual persediaan, setiap mutasi persediaan dicatat dalam kartu persediaan (Mulyadi, 2001:556). Sistem Perpetual adalah suatu sistem akuntansi untuk persediaan

nyata secara statistik dengan metode KCKT, ragam yang didapatkan juga tidak berbeda nyata dengan ragam dari metode KCKT kecuali untuk ragam pengukuran kadar vitamin B 6 pada

Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah,

Pengujian kandungan logam berat rumput laut Eucheuma cottonii yang berasal dari Perairan Serang Banten dilakukan pada bahan baku (bubur rumput laut) dan produk akhir (shampo

Sementara itu, rasio likuiditas, rasio aktivits, dan rasio leverage secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap financial distress financial distress pada

China tidak sepakat dengan gagasan regionalisme itu dan berpendapat bahwa lebih baik APT yang dijadikan sebagai fokus institusi regional Asia Timur sebab APT, yang hanya

Penelitian ini menemukan bahwa konsep cyber notary yang telah diakomodir sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 15 ayat 3 UU 2/2014 adalah kewenangan dalam mencetak

Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah menganalisis pengetahuan dalam pelayanan (gap 1) yaitu kesenjangan antara persepsi kepala Puskesmas terhadap