• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of prime commodities and participation level of farmers in agricultural development of Bulukumba Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of prime commodities and participation level of farmers in agricultural development of Bulukumba Regency"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN DAN TINGKAT

PARTISIPASI PETANI DALAM PEMBANGUNAN

PERTANIAN KABUPATEN BULUKUMBA

WIJHAH KHAERANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudu l Analisis Komoditas Unggulan dan Tingkat Partisipasi Petani dalam Pembangunan Pertanian Kabupaten Bulukumba adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Datar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

WIJHAH KHAERANI. Analisis Komoditas Unggulan dan Tingkat Partisipasi Petani dalam Pembangunan Pertanian Kabupaten Bulukumba. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan DJUARA P LUBIS.

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan merupakan sektor basis, baik di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Sebagai provinsi di kawasan timur Indonesia yang berperan sebagai salah satu lumbung pangan nasional maka pemerintah provinsi sejak tahun 1988 menerapkan konsep Pewilayahan Komoditi guna memanfaatkan sumber daya secara optimal sesuai karakteristik masing-masing wilayah. Kabupaten Bulukumba memiliki keragaman geografis yaitu dataran tinggi dan dataran rendah sebagai modal dasar dalam mengembangkan berbagai komoditas pertanian. Penentuan komoditas unggulan diperlukan agar pengembangannya lebih terarah dan fokus sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di tingkat lokal maupun daerah. Partisipasi petani sangat diharapkan dalam pengembangan komoditas unggulan karena petani sebagai pelaku utama yang menentukan besaran produksi hasil pertanian mereka. Sektor pertanian di masa datang akan semakin diarahkan ke agroindustri sebagai wujud integrasi dengan sektor industri. Penelitian ini secara umum ditujukan untuk menyusun strategi pengembangan sektor dan komoditas unggulan serta sektor turunannya. Secara khusus tujuan penelitian adalah (1) mengidentifikasi sub sektor pertanian unggulan Kabupaten Bulukumba pada lingkup Provinsi Sulawesi Selatan; (2) mengidentifikasi komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Bulukumba berdasarkan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan pendapat aparat pemerintah, serta (3) menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pengembangan komoditas.

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis sub sektor unggulan dan komoditas unggulan, Analytical Hierarchy Process (AHP) dan analisis tingkat partisipasi petani. Analisis sub sektor unggulan dan komoditas unggulan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) untuk menentukan keunggulan komparatif dan Differential Shift (DS) untuk menentukan keunggulan kompetitif. Analisis LQ menggunakan data tahun 2010 dan DS menggunakan data tahun 2006 dan 2010. AHP digunakan sebagai metode untuk mengidentifikasi kecenderungan pandangan aparat pemerintah dalam menentukan komoditas unggulan. Kriteria yang digunakan yaitu: (1) sumber daya alam, (2) preferensi petani, (3) kebijakan pemerintah, (4) kontribusi ekonomi, (5) kelembagaan dan (6) pasar. Analisis tingkat partisipasi petani menggunakan tabulasi silang guna melihat hubungan antar variabel meliputi kemauan, kemampuan dan kesempatan petani dalam berpartisipasi mengembangkan komoditas unggulan.

(5)

kompetitif di Kabupaten Bulukumba sebanyak 20 komoditas dari ketiga sub sektor unggulan dan terdapat pada setiap kecamatan. Komoditas hortikultura sebagai komoditas unggulan berdasarkan nilai tertinggi LQ dan DS yaitu pisang, mangga dan rambutan. Berdasarkan pandangan aparat pemerintah, komoditas tanaman pangan adalah komoditas unggulan Kabupaten Bulukumba yang didukung dari kriteria sumber daya alam dan kebijakan pemerintah. Tingkat partisipasi petani tertinggi adalah petani padi dengan kemauan dan kesempatan tinggi serta kemampuan sedang. Komoditi kacang tanah dan jagung memiliki potensi untuk dikembangkan dengan tingkat partisipasi sedang dengan memperluas bantuan sarana prasarana yang diperlukan petani guna mengurangi biaya produksi mereka.

Berdasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan bahwa (1) sub sektor unggulan Kabupaten Bulukumba yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan dan peternakan, (2) Komoditas unggulan di Kabupaten Bulukumba yaitu tanaman pangan (jagung dan kacang tanah) dan hortikultura (pisang, mangga dan rambutan) dan (3) partisipasi tertinggi dalam mengembangkan komoditas unggulan adalah petani padi karena didukung oleh kemauan tinggi, kemampuan dan kesempatan sedang serta (4) pengembangan sektor pertanian dan komoditas unggul serta sektor turunannya di Kabupaten Bulukumba diarahakan pada pengembangan komoditas jagung, kacang tanah, pisang, mangga dan rambutan. Strategi yang dapat diterapkan yaitu pemanfaatan sumber daya alam ditunjang dengan kebijakan pemerintah, penguatan kemitraan dan penerapan teknologi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penetapan komoditas unggulan dan pengembangannya berdasarkan pewilayahan komoditas dapat dijadikan sebagai acuan arah pembagunan pertanian di Kabupaten Bulukumba. Kebijakan pengembangan agroindustri berbasis komoditas unggulan dapat diarahkan ke agroindustri hortikultura karena didukung keunggulan komparatif dan kompetitif dari sisi produksi.

(6)

SUMMARY

WIJHAH KHAERANI. Analysis of Prime Commodities and Participation Level of Farmers in Agricultural Development of Bulukumba Regency. Under direction of ERNAN RUSTIADI and DJUARA P LUBIS.

Agriculture is an important sector in the economic system and also a basic sector mainly in South Sulawesi province and Bulukumba regency. As one of the provinces in the eastern Indonesia that acts as a national food barn, therefore since 1988, the provincial government had been implemented the commodity region concepts in order to optimaze the resources utilization based on the characteristics of each region. Bulukumba regency is one of the regions that possess not only various geographic area such as highlands and lowlands but also act as the basic capital in developing many kinds of agricultural commodities. Therefore, the determination of prime commodities was importantly needed in developing this region to be more targeted and more focused so that it would be increased the local communities and region incomes. Participation level of farmers was also extremely expected in developing our prime commodities because farmers become one of the main actors in determining the yield of agricultural production. In the future, agricultural sector will be redirected into agro-industrial sector as an integration form with industrial sector. This research was generally aimed to develop the strategies for developing the sector and prime commodities and also other derivative sectors whereas on the other hand. This research was also specifically aimed to (1) identify the prime agricultural subsectors of Bulukumba regency mainly in South Sulawesi province, (2) identify the prime commodities in Bulukumba regency based on the comparative and competitive advantage and opinion from government apparatus and (3) analyze the participation level of farmers in the development of prime commodities.

The analysis methods employed in this study were prime subsector and prime commodities analysis, analytical hierarchy process (AHP) and participation level of farmers analysis. Prime subsector and prime commodities analysis were conducted using location quotient (LQ) analysis that acts as a comparative advantage and differential shift (DS) that acts as a competitive advantage. In this research, LQ analysis was performed using the data in the year of 2010 while DS analysis was performed using the data in the year of 2006 and 2010. AHP is a method for decision-making in order to determine the prime commodities based on the view of official government. The AHP’s criteria used in this study are: (1) natural resources, (2) farmers' preferences, (3) public policy, (4) economic contribution, (5) institutional and (6) market. Participation level of farmer analysis was performed using cross-tabulation in order to observe the relationship between inter-variables such as willingness, ability and farmers’ opportunity in participating for the development of prime commodities.

(7)

agricultural commodities both in term of comparative and competitive advantage in Bulukumba regency were consist of 20 commodities from all three subsectors of eminent and always present in every district. The horticultural commodities which identified as prime commodities based on the highest value of LQ and DS were banana, mango and rambutan. Based on the view of government apparatus, food crops is the prime commodities in Bulukumba regency which had been supported by the natural resources criteria and government policy. The highest participation level of farmers came from rice farmers with high willingness, ability and moderate opportunity. Peanut and corn commodities were potential to be developed with moderate participation level by supplying the infrastructure in order to help the farmers to reduce their production costs.

Based on the results analysis, we can conclude that (1) prime subsectors in Bulukumba regency were food crops subsector, plantation subsector and livestock subsector, (2) Prime commodities in Bulukumba are food crops (corn and peanuts) and horticulture (bananas, mango and rambutan) and (3) the highest participation level in developing our commodity are rice farmers because they have high willingness and opportunity and modertae ability and (4) development of agriculture sector and prime commodities and derivatives sector’s in Bulukumba be driven by the development commodities like corn, peanuts, bananas, mango and rambutan. Strategies that can be applied to the use of natural resources supported by goverment policy, strenghthening partnerships and application of technology.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN DAN TINGKAT

PARTISIPASI PETANI DALAM PEMBANGUNAN

PERTANIAN KABUPATEN BULUKUMBA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Judul Tesis : Analisis Komoditas Unggulan dan Tingkat Partisipasi Petani dalam Pengembangan Pertanian Kabupaten Bulukumba

Nama : Wijhah Khaerani NIM : A156110334

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ketua

Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr

Anggota

Dr Ir Djuara P. Lubis, MS

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R. P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala Karunia-NYA sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Oktober 2012, dengan judul Analisis Komoditas Unggulan dan Tingkat Partisipasi Petani dalam Pembangunan Pertanian Kabupaten Bulukumba.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr.Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr.Ir.Djuara P. Lubis, MS selaku dosen pembimbing.

2. Dr.Ir.Setia Hadi, MS selaku dosen penguji luar komisi.

3. Prof.Dr.Ir.Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

4. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda, Sekretariat DPRD se-Kabupaten Bulukumba, bapak/ibu penyuluh pertanian kecamatan, bapak/ibu petani atas bantuan dalam penyelesaian data dan fasilitas lainnya.

5. Pihak Pusbindiklatren Bappenas sebagai pemberi beasiswa.

6. Ibunda (Yustikawati Ahmad), kakak-kakakku dan adik-adikku serta seluruh keluarga besar atas doa dan dukungannya.

7. Teman-teman PWL, baik kelas khusus maupun reguler angkatan 2011 atas dukungan dan kerjasamanya.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tesis ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Tujuan, Manfaat dan Ruang Lingkup Penelitian 5

1.4 Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 Pengembangan Wilayah 8

2.2 Pembangunan Pertanian 9

2.3 Sektor dan Komoditas Unggulan 9

2.4 Agribisnis dalam Pembangunan Pertanian 11

2.5 Partisipasi Petani 11

3 METODE 13

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 13

3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13

3.3 Teknik Analisis Data 14

3.3.1 Analisis Location Quotient 14

3.3.2 Analisis Differential Shift dalam Shift Share Analysis 14

3.3.3 Analytical Hierarchy Process 16

3.3.4 Analisis Tabulasi Silang 19

4 GAMBARAN UMUM LOKASI 21

4.1 Keadaan Geografis 21

4.2 Penduduk 24

4.3 Tenaga Kerja dan Perindustrian 24

4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian 26 4.5 Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bulukumba 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30

5.1 Analisis Sub Sektor Pertanian Unggulan 30 5.2 Identifikasi Komoditas Unggulan Pertanian di Kabupaten

Bulukumba 33

5.2.1 Analisis Keunggulan Komparatif 33 5.2.2 Analisis Keunggulan Kompetitif 38 5.2.3 Keragaan Komoditas Unggulan di Kabupaten Bulukumba 40 5.3 Pandangan Aparat Pemerintah dalam Penentuan Komoditas

Unggulan 43

5.4 Partisipasi Petani 46

5.4.1 Tingkat Partisipasi Petani Padi 47 5.4.2 Tingkat Partisipasi Petani Jagung 48 5.4.3 Tingkat Partisipasi Petani Ubi Kayu 49 5.4.4 Tingkat Partisipasi Petani Ubi Jalar 50 5.4.5 Tingkat Partisipasi Petani Kacang Tanah 51 5.4.6 Tingkat Partisipasi Petani Tanaman Pangan 53 5.5 Arahan dan Strategi Umum Pengembangan Sektor Pertanian

(14)

5.5.1 Arahan Pengembangan Sektor Pertanian dan Komoditas

Unggulan serta Sektor Turunannya 55

5.5.2 Strategi Pengembangan Sektor Pertanian dan Komoditas

Unggulan serta Sektor Turunannya 59

6 SIMPULAN DAN SARAN 61

6.1 Simpulan 61

6.2 Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 65

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten

Bulukumba Tahun 2010 3

Tabel 2 Matriks Hubungan Tujuan, Metode, Data yang Digunakan,

Sumber Data dan Keluaran 13

Tabel 3 Skala Perbandingan Berpasangan 18

Tabel 4 Variabel dan Indikator dalam Analisis Tingkat Partisipasi Petani 19 Tabel 5 Luas Wilayah Kabupaten Bulukumba Dirinci menurut

Kecamatan Tahun 2010 22

Tabel 6 Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bulukumba Tahun

2010 (km2) 23

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Angkatan Kerja di Kabupaten Bulukumba

Tahun 2008 dan 2010 25

Tabel 8 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2009 dan 2010 25 Tabel 9 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian

Kabupaten Bulukumba Tahun 2006 sampai 2010 (juta rupiah) 26 Tabel 10 Produksi/populasi Komoditas pada Sektor Pertanian di

Kabupaten Bulukumba pada Tahun 2006 dan 2010 27 Tabel 11 Analisis DS pada Komoditas Tanaman Bahan Makanan (DS +)

di Kabupaten Bulukumba Tahun 2006 sampai 2010 38 Tabel 12 Analisis DS pada Komoditas Perkebunan (DS +) di Kabupaten

Bulukumba Tahun 2006 sampai 2010 39

Tabel 13 Analisis DS pada Komoditas Peternakan (DS +) di Kabupaten

Bulukumba Tahun 2006 sampai 2010 40

Tabel 14 Keragaan Komoditas Unggulan pada Masing-masing Kecamatan

di Kabupaten Bulukumba 41

Tabel 15 Analisis Tingkat Partisipasi Petani Tanaman Pangan 53

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 7

Gambar 2 Diagram Alur Penelitian 14

(15)

Gambar 4 Peta Administrasi Kabupaten Bulukumba 21 Gambar 5 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bulukumba per

Kecamatan pada Tahun 2010 24

Gambar 6 Tipologi Penentuan Sub Sektor Pertanian Unggulan di

Kabupaten Bulukumba 30

Gambar 7 Perkembangan LQ Sektor Pertanian Kabupaten Bulukumba

Tahun 2006 sampai 2010 32

Gambar 8 Pewilayahan Komoditas Tanaman Pangan Berdasarkan

Nilai LQ 34

Gambar 9 Pewilayahan Komoditas Hortikultura Berdasarkan Nilai LQ 35 Gambar 10 Pewilayahan Komoditas Perkebunan Berdasarkan Nilai LQ 36 Gambar 11 Pewilayahan Komoditas Perternakan Berdasarkan Nilai LQ 37 Gambar 12 Penentuan Komoditas Unggulan Tertinggi 42 Gambar 13 Hirarki Penetapan Prioritas Komoditas Pertanian Unggulan

di Kabupaten Bulukumba 43

Gambar 14 Persentase Tingkat Partisipasi Petani Padi pada Masing-masing

Kategori 47

Gambar 15 Persentase Tingkat Partisipasi Petani Jagung pada Masing-

masing Kategori 49

Gambar 16 Persentase Tingkat Partisipasi Petani Ubi Kayu pada Masing-

masing Kategori 50

Gambar 17 Persentase Tingkat Partisipasi Petani Ubi Jalar pada Masing-

masing Kategori 51

Gambar 18 Persentase Tingkat Partisipasi Petani Kacang Tanah pada

Masing-masing Kategori 52

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Nilai LQ dan DS Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bulukumba 65 Lampiran 2 Nilai LQ Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan 65 Lampiran 3 Nilai DS Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan 66 Lampiran 4 Nilai LQ dan DS Sub Sektor Perkebunan 66

Lampiran 5 Nilai LQ Sub Sektor Peternakan 67

Lampiran 6 Nilai DS Sub Sektor Peternakan 67

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor pertanian pada PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) provinsi mencapai 26.97 persen dan penyerapan tenaga kerja sebesar 48.05 persen (BPS Prov. Sul-Sel 2011). Sektor pertanian Kabupaten Bulukumba menyumbang sebesar 45.29 persen terhadap total PDRB kabupaten dan menyerap tenaga kerja sebesar 64.13 persen (BPS Kab. Bulukumba 2011). Data tersebut memberikan gambaran pentingnya pembangunan pertanian sebagai penggerak perekonomian daerah.

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi di Kawasan Timur Indonesia yang berperan sebagai salah satu lumbung pangan nasional. Guna pencapaian pembangunan pertanian, Provinsi Sulawesi Selatan sejak awal Pelita V menerapkan konsep Pewilayahan Komoditi sebagai salah satu kebijaksanaan dalam strategi dasar pengembangan wilayah daerah guna tercapainya struktur ekonomi yang berimbang antara sektor pertanian dengan sektor lainnya. Pewilayahan komoditas pertanian merupakan suatu bentuk usaha dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal sesuai dengan karakteristik di masing-masing wilayah sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian. Dalam pelaksanaannya, dilakukan pengembangan jenis-jenis komoditas utama pada suatu wilayah tertentu sebagai daerah sentra pengembangan produksi. Dengan peningkatan hasil pertanian, secara langsung dapat meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat secara luas. Menurut Rustiadi et al. (2011) pewilayahan komoditas adalah contoh penetapan wilayah perencanaan/pengelolaan berbasis pada unit-unit wilayah homogen. Sistem pewilayahan komoditas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem produksi dan distribusi komoditas karena pewilayahan komoditas pada dasarnya adalah suatu upaya memaksimalkan “comparative advantage” setiap wilayah.

Pewilayahan komoditas dalam perkembangannya mengarah pada pengembangan komoditas unggulan yang dapat diterapkan untuk wilayah berdasarkan potensi yang dimilikinya. Undang-undang No.32 Tahun 2004 pasal 14 ayat 2, menegaskan bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah kabupaten/kota guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. UU ini dapat memacu kabupaten untuk mengembangkan setiap wilayahnya sehingga dapat mendorong keseimbangan pembangunan antar wilayah dimana tidak hanya kota kabupaten yang mendapat perhatian penuh dari pemerintah dan pembangunan terkonsentrasi di kota tersebut akan tetapi kecamatan-kecamatan lainnya sebagai penyuplai sumber daya dapat berkembang dengan potensi yang dimiliki. Terbentuknya daerah-daerah pengembangan yang baru sebagai sentra pengembangan komoditi dapat mengurangi disparitas antara kota dan desa.

(18)

keunggulan komparatif dan kompetitif (Hendayana 2003). Komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian dalam Baehaqi 2010).

Kondisi geografis Kabupaten Bulukumba yakni memiliki wilayah pantai dan pegunungan sehingga keragaman wilayah ini merupakan modal dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan komoditas unggulan. Pengembangan komoditas di sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah dan menjadikan wilayah tersebut sebagai daerah penyangga pangan di tingkat propinsi.

Kabupaten Bulukumba berdasarkan Peta Pewilayahan Komoditas yang dilaksanakan Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 1988 (Bappeda Prov. Sul-Sel 1988) termasuk sentra pengembangan tanaman pangan (padi dan palawija), sentra pengembangan hortikultura (jeruk, mangga dan durian), sentra pengembangan perkebunan (kelapa, kapas, kapok, kopi, kakao, cengkeh, pala, lada, vanili, karet), sentra pengembangan peternakan (ayam ras) dan sentra pengembangan perikanan (budidaya tambak dan kolam). Penentuan pewilayahan dapat dijabarkan ke kecamatan-kecamatan yang ada di Bulukumba untuk pengembangan komoditas dimana dalam pewilayahan kecamatan juga didasarkan pada karakteristik dan potensi lahan yang tersedia. Kecamatan-kecamatan ini nantinya akan dijadikan sebagai sentra pengembangan komoditi sehingga dari komoditi-komoditi tersebut berpotensi menjadi unggulan.

Salah satu pendekatan wilayah basis pengembangan di kabupaten adalah dalam satuan wilayah kecamatan. Satu kecamatan dipandang sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan yang memiliki keunggulan kompetitif untuk menghasilkan satu atau beberapa komoditas. Konsentrasi wilayah pengembangan komoditas utama di beberapa kecamatan sentra (basis) dengan kondisi agroekologi yang sesuai akan mempermudah pengembangan komoditas tersebut (Pranoto 2008).

Program pemerintah dalam pengembangan sentra produksi pertanian menuju pengembangan komoditi unggulan menuntut adanya keterlibatan masyarakat yang dapat diartikan sebagai keterlibatan dalam memanfaatkan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Petani sebagai pelaku utama dalam pengelolaan lahan pertaniannya secara utuh dilibatkan dalam proses program pembangunan pertanian sehinggga merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap program pemerintah. Dengan demikian petani memanfaatkan hasil dari program pembangunan tersebut.

Berhasil tidaknya pelaksanaan suatu program sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam semua aktivitas program tersebut karena tanpa adanya partisipasi maka program yang sudah dirancang tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan (Mulyasari 2009). Tingkat partisipasi petani akan muncul dan terwujud secara nyata apabila di dukung adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berperan dan terlibat dalam pelaksanaan pembangunan pertanian karena sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama bagi kesejahteraan hidup masyarakat (Rayyudin dan Toha 2009).

(19)

Bulukumba yang sejahtera dan mandiri melalui pengembangan agroindustri”. Agroindustri merupakan sub sistem agribisnis yang berperan dalam pembangunan sektor pertanian dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal sehingga kemajuan dan keberlanjutan agroindustri sangat tergantung dengan ketersediaan hasil pertanian sebagai bahan bakunya. Dengan adanya pengembangan komoditi unggulan diharapkan ketersediaan bahan baku untuk agroindustri dapat tercapai dan berkelanjutan serta agroindustri memberikan jaminan kepada petani akan tersedianya pasar untuk hasil-hasil pertanian mereka.

Pengembangan agroindustri diharapkan mampu menunjang pengembangan komoditas sektor pertanian sehingga pembangunan pertanian ke depannya tidak hanya berfokus pada peningkatan produksi hasil pertanian (on-farm) akan tetapi diarahkan menjadi bahan baku setengah jadi maupun barang jadi (off-farm) yang siap dikonsumsi dan dipasarkan ke konsumen. Peranan agroindustri akan memberikan nilai tambah pada produk pertanian baik dari segi kuantitas, kualitas maupun harga serta membuka lapangan kerja sehingga pekerjaan di masyarakat tidak berpusat di sektor pertanian saja tetapi di sektor industri dapat meningkat. Data pada Tabel 1 menunjukkan penduduk yang bekerja pada sektor industri pengolahan paling rendah jumlahnya dibandingkan jenis lapangan pekerjaan lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa industri pengolahan di Kabupaten Bulukumba jumlahnya relatif kecil dan umumnya didominasi oleh industri kecil yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah sedikit.

Industri berbasis pertanian sangat berperan menggerakkan ekonomi rakyat yang mayoritas penduduknya bekerja di bidang pertanian. Kegiatan agroindustri tidak hanya menghasilkan barang jadi tetapi juga dapat berfungsi sebagai pemasok bahan baku (input) bagi perusahaan menengah dan besar. Artinya, gerakan roda ekonomi agroindustri dengan skala usaha mikro dan kecil dapat mendorong berkembangnya usaha besar yang diharapkan dapat membuka peluang kesempatan kerja baru (Pasaribu 2011).

Mengembangkan daerah melalui pemanfaatan potensi dan sumber daya yang ada di Kabupaten Bulukumba diharapkan memberikan kontribusi langsung Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang

Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2010

No Lapangan Pekerjaan Laki-laki (jiwa) 3 Perdagangan, Rumah dan

Hotel

7 663 14 808 22 471 13.21

4 Jasa Kemasyarakatan 7 242 5 484 12 726 7.48

5 Lainnya 12 201 1 402 13 603 8

Bulukumba 103 653 66 416 170 069 100

(20)

terhadap pencapaian sasaran pembangunan Propinsi Sulawesi Selatan dan berdampak positif terhadap pengembangan Kabupaten Bulukumba sekitarnya.

1.2 Perumusan Masalah

Sektor basis merupakan sektor penggerak perekonomian di suatu wilayah. Pertanian di samping memberikan kontribusi terbesar terhadap total PDRB juga sebagai sektor basis baik di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan maupun Bulukumba. Kabupaten Bulukumba dengan sektor pertanian diharapkan mampu berperan serta terhadap pembangunan perekonomian provinsi terutama dari sektor pertanian. Tingginya peranan sektor ini ditopang oleh sub-sub sektor di dalamnya yaitu tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Dengan menitikberatkan pembangunan pertanian pada sub-sub sektor pertanian unggulan di Kabupaten Bulukumba diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan pertanian di tingkat provinsi.

Kabupaten Bulukumba, berdasarkan geografisnya mempunyai potensi pengembangan komoditas pertanian secara luas, baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan maupun perikanan. Hal ini tentunya menjadi keuntungan dan juga menjadi tantangan kabupaten dalam membangun pertanian di wilayahnya. Untuk itu, diperlukan suatu penetapan komoditas unggulan melalui identifikasi berbagai komoditas yang dibudidayakan.

Penetapan komoditas unggulan sebagai bentuk kebijakan pemerintah cenderung bersifat “top-down”. Keinginan masyarakat lokal umumnya petani sering kurang dipertimbangkan sehingga dalam pengembangan komoditas menjadi terhambat karena masyarakat merasa tidak menjadi bagian dalam pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian dapat berhasil apabila adanya partisipasi petani dalam setiap kegiatan pertanian guna meningkatkan produksi pertanian mereka. Wujud partisipasi petani dapat dilihat dari pengelolaan usaha tani mereka secara aktif sehingga memberikan hasil atau pendapatan bagi mereka.

Pembangunan pertanian tidak berhenti sampai pada penentuan komoditas unggulan dan pengembangannya tetapi harus dirumuskan dalam program pemerintah dengan menentukan strategi pembangunan pertanian ke depan. Menitikberatkan pada pembangunan pertanian di Kabupaten Bulukumba, strategi yang dikembangkan tidak hanya dengan melihat sisi supply berupa upaya peningkatan produksi pertanian semata. Pembangunan pertanian ke depan diharapkan mempertimbangkan sisi demand guna mendorong tumbuhnya permintaan akan hasil produk pertanian. Strategi yang dapat dikembangkan yaitu pengembangan agroindustri dimana hasil-hasil pertanian sebagai bahan mentah melalui proses pengolahan menjadi bahan jadi sehingga memiliki daya saing yang tinggi dengan wilayah lain untuk komoditi yang sama. Dengan terintegrasinya komoditas unggulan dan agroindustri diharapkan Kabupaten Bulukumba mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan pertanian di tingkat Provinsi Sulawesi Selatan.

Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, dalam menyusun strategi pengembangan sektor dan komoditas unggulan serta sektor turunannya disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Sub sektor pertanian mana saja yang menjadi unggulan dari Kabupaten Bulukumba pada lingkup Provinsi Sulawesi Selatan ?

(21)

3. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Bulukumba ?

4. Bagaimana arahan dan strategi pengembangan sektor pertanian dan komoditas unggul serta sektor turunannya ?

1.3 Tujuan, Manfaat dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian secara umum ditujukan untuk menyusun arahan dan strategi pengembangan sektor dan komoditas unggul serta sektor turunannya dan secara khusus tujuan penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi sub sektor pertanian unggulan Kabupaten Bulukumba pada lingkup Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Mengidentifikasi komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Bulukumba berdasarkan keunggulan komparatif, kompetitif dan pandangan aparat pemerintah.

3. Menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Bulukumba.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian yakni sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Bulukumba tentang gambaran komoditas unggulan beserta sentra pengembangannya dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam mengembangkan agroindustri berbasis komoditas unggulan.

Penelitian dibatasi pada penggunaan data PDRB Kabupaten Bulukumba sebagai unit wilayah dan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wilayah agregat dalam menentukan sub sektor unggulan pada sektor pertanian. Dalam penentuan komoditas unggulan di Kabupaten Bulukumba, komoditas yang diidentifikasi merupakan komoditas yang dominan dibudidayakan untuk masing-masing sub sektor pertanian dan terdata pada instansi tertentu serta melalui pendekatan aspek ekonomi dan aspek sosial.

1.4 Kerangka Pemikiran

Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi di Kawasan Timur di Indonesia berperan penting dalam perekonomian nasional utamanya sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor basis di Sulawesi Selatan begitupun halnya dengan kabupaten atau kota yang ada dalam wilayahnya sehingga majunya pembangunan pertanian di kotamadya atau kabupaten akan memberikan dampak positif terhadap pertanian di tingkat provinsi.

(22)

Kebijaksanaan pewilayahan komoditi yang dikembangkan di Sulawesi Selatan merupakan upaya untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dalam rangka mengacu pertumbuhan ekonomi dimana sektor pertanian sebagai kekuatan pokok. Pewilayahan komoditi dengan pendekatan wilayah menetapkan Kabupaten Bulukumba sebagai sentra pengembangan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan untuk beberapa komoditi. Pewilayahan ini menggambarkan Kabupaten Bulukumba dipandang sebagai kabupaten yang memiliki potensi besar dalam membudidayakan berbagai komoditi pertanian secara luas.

Pewilayahan komoditi yang diterapkan Provinsi Sulawesi Selatan didukung dengan adanya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah yang mengisyaratkan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya masing-masing menurut potensi wilayahnya dimana setiap daerah memiliki potensi yang dapat dijadikan sumber pendapatan daerah. Untuk itu, pemerintah daerah harus jeli dalam mengelola potensi yang dimiliki.

Dasar pemikiran dalam penentuan komoditas unggulan adalah beragamnya jenis komoditi yang dikembangkan di Kabupaten Bulukumba dan setiap wilayah umumnya memiliki kekhasan tersendiri dalam menghasilkan komoditas baik secara geografis, ekonomi maupun sosial. Sifat kekhasan inilah dengan komoditas di wilayah tersebut berpotensi untuk dikembangkan guna kesejahteraan masyarakat. Penentuan komoditas unggulan baik dari segi komparatif maupun kompetitif dimaksudkan agar komoditas tersebut dalam pengembangannya lebih terfokus dan terarah sehingga pihak pemerintah maupun pihak lain yang berkepentingan dapat memprioritaskan kebijakan ekonomi melalui pengembangan komoditi unggulan tersebut sebagai bentuk upaya peningkatan pendapatan masyarakat, kesejahteraan meningkat dan tingkat kemiskinan berkurang. Hal ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik di Kabupaten Bulukumba maupun tingkat provinsi.

Penentuan komoditas unggulan Kabupaten Bulukumba, tidak hanya didukung oleh kondisi geografi semata, tetapi perlunya sinkronisasi antara pandangan aparat pemerintah dengan keinginan petani. Aparat pemerintah dalam hal ini pemangku kebijakan diharapkan bertindak sebagai fasilitator dan regulator dalam pengembangan komoditas unggulan ke depannya dan petani diharapkan mampu berpartisipasi dalam pengembangan komoditas tersebut.

(23)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Pembangunan Kabupaten Bulukumba

Sektor pertanian

Sektor basis : - PDRB

- Penyerapan tenaga kerja

Penentuan komoditas unggulan

Dasar Pelaksanaan : - Kondisi geografis - Pewilayahan

komoditi

Pengembangan agribisnis berbasis komoditas

unggulan

Misi pembangunan daerah Kab. Bulukumba Aspek sosial dan

ekonomi :

(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan potensi guna menambah kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya (Mulyanto 2008).

Pengembangan wilayah harus didasarkan pada potensi sumber daya yang ada pada daerah tersebut untuk pertumbuhan wilayahnya. Menurut Rustiadi et al.

(2011), terdapat dua strategi pengembangan wilayah. Pertama, strategi Demand Side, yaitu strategi pengembangan wilayah yang dupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa dari masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal dengan tujuan meningkatkan taraf hidup penduduk. Kedua, strategi Supply Side,

yaitu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang berorientasi keluar dengan tujuan untuk meningkatkan pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumber daya alam lokal.

Konsep pengembangan wilayah didasarkan pada prinsip: (1) berbasis sektor unggulan, (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah, (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu, (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan belakang dan (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi (Setiawan 2010).

Menurut Riyadi (2000), terdapat tiga indikator keberhasilan pengembangan wilayah sebagai bentuk kesuksesan pembangunan daerah. Indikator pertama adalah produktivitas, yang dapat diukur dari perkembangan kinerja suatu institusi beserta aparatnya. Indikator kedua adalah efisiensi, yang terkait dengan meningkatnya kemampuan teknologi/sistem dan kualitas sumber daya manusia dalam pelaksanaan pembangunan. Ketiga adalah partisipasi masyarakat, yang dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan suatu program di suatu wilayah. Ketiga indikator tersebut terkait erat dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi politik dan sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat dan masyarakat dan tingkat kemampuan/pendidikan aparat dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan berkoordinasi, mengakomodasi dan memfasilitasi semua kepentingan serta kreativitas yang inonatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.

(25)

ekonomi suatu wilayah, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya (Bappeda Prov.Sul-Sel 1988).

2.2 Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk mengembangkan kapasitas masyarakat pertanian, khususnya memberdayakan petani, peternak dan nelayan agar mampu melaksanakan kegiatan ekonomi produktif secara mandiri dan selanjutnya mampu memperbaiki kehidupannya sendiri (Solahuddin 2009).

Menurut Dillon (2004), sektor pertanian mempunyai 4 fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan suatu bangsa, yaitu: (1) mencukupi pangan dalam negeri, (2) penyediaan lapangan kerja dan berusaha, (3) penyediaan bahan baku untuk industri dan (4) sebagai penghasil devisa negara.

Pembangunan pertanian di Kabupaten Bulukumba menurut Patedduri (2004) harus mencakup empat hal penting sebagai grand strategy, yaitu:

1. Pembangunan pertanian harus menjadi inti pembangunan Kabupaten Bulukumba, dengan kata lain program pembangunan harus menjadi skala prioritas dari keseluruhan rencana pembangunan di Kabupaten Bulukumba. 2. Pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem agribisnis. Dalam kurun

waktu lama, petani telah memperlihatkan keterampilan yang memadai pada komoditi tertentu namun untuk mencapai kesejahteraan perlu dibangun suatu interaksi terkait antara petani sebagai produsen hasil pertanian, pengusaha pengolah komoditas pertanian, pihak-pihak yang memasarkan produk-produk hasil olahan dan para pengusaha yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan, pengkreditan dan lain-lain.

3. Keberpihakan pemerintah daerah pada pembangunan sektor pertanian yang ditandai dengan membangun sistem koordinasi yang akurat untuk semua sektor pendukung lainnya.

4. Pengembangan agribisnis harus dalam upaya meningkatkan daya saing, membangun ekonomi kerakyatan dan berkelanjutan. Peran pemerintah daerah sangat penting untuk mencari pelaku pasar dan pelaku agribisnis lainnya.

2.3 Sektor dan Komoditas Unggulan

Pengembangan sektor memiliki relevansi yang kuat dengan pengembangan wilayah. Wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor unggulan pada wilayah tersebut mendorong pengembangan sektor lainnya yang terkait sehingga membentuk suatu sistem keterkaitan antar sektor. Pengembangan.sektor inilah yang menjadi salah satu pendekatan yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan wilayah (Djakapermana 2010).

(26)

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan baik pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat), untuk dikembangkan di suatu wilayah (Yulianti 2011). Kriteria komoditi unggul menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) yang disesuaikan dengan analisis dalam penelitian ini yaitu:

1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan konstribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.

2. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lainnya (competitiveness) di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan.

3. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas intensif dan lain-lain.

Keunggulan komparatif (comparative advantage) merupakan keunggulan suatu sektor/komoditi dalam suatu wilayah relatif terhadap sektor/komoditi pada wilayah lainnya dalam suatu wilayah lebih luas. Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan keunggulan suatu sektor/komoditi relatif terhadap sektor/komoditi lainnya dalam suatu wilayah (Djakapermana 2010).

Metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA) merupakan dua metode yang mengindikasikan sektor/komoditi basis yang selanjutnya digunakan sebagai indikasi sektor/komoditi unggulan. LQ menggambarkan keunggulan komparatif dan SSA menggambarkan keunggulan kompetitif (Rustiadi et al. 2011). LQ adalah rasio dari peranan sektor lokal tertentu terhadap sektor yang sama di tingkat ekonomi acuan yang lebih luas. Jika nilai LQ untuk suatu sektor di perekonomian lokal lebih besar dari satu maka dianggap produksi lokal pada sektor yang bersangkutan relatif lebih tinggi daripada produksi rata-rata wilayah acuan. Oleh sebab itu, wilayah lokal memiliki potensi untuk mengekspor produk sektor bersangkutan (Setiono 2011). Differential shift (DS) merupakan komponen dari SSA yang menunjukkan daya saing yang dimiliki suatu sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan sektor yang sama pada wilayah acuan (Daryanto dan Hafizrianda 2010).

Kelemahan metode LQ mengasumsikan homogenitas suatu kegiatan dalam suatu perhitungannya sangat kuat. Perhitungannya didasarkan pada pola kegiatan basis ekonomi yang pada kenyataannya kegiatan ekonomi sering juga dipengaruhi oleh mekanisme perdagangan/pemasaran, aspek politik dan keamanan (Djakapermana 2010).

(27)

differential shift digunakan untuk melengkapi analisis LQ dalam melihat keunggulan suatu sub sektor atau komoditi.

2.4 Agribisnis dalam Pembangunan Pertanian

Agribisnis adalah bisnis yang berbasis pertanian yang dilaksanakan secara terpadu mulai dari hulu sampai ke hilir sesuai dengan sistem-sistem input produksi dan keluaran. Lingkup kegiatan usaha agribisnis mulai dari sub sistem input, sub sistem produksi, sub sistem agroindustri dan sub sistem pemasaran (Pasaribu 2012).

Potensi komoditi pertanian di Indonesia cukup besar dan beberapa jenis komoditi sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri sehingga peranannya dalam ekonomi nasional dapat ditingkatkan. Upaya pengolahan komoditi pertanian menjadi beberapa produk sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai tambah daya guna dari komoditi tersebut serta meningkatkan taraf hidup petani secara tidak langsung (Tambunan et al. 1993).

Berkembangnya sektor pertanian yang kuat akan memberikan landasan bagi pengembangan industri berdaya saing tinggi dengan dukungan sumber daya yang memadai. Industri yang tumbuh pesat akan mampu menyerap dukungan sektor pertanian sekaligus meningkatkan nilai tambahnya (Sastrosoenarto 2006).

Agroindustri berbasis sumber daya lokal pada era globalisasi akan berprospek cerah sehingga dimungkinkan akan menjadi leading sector. Pembangunan pertanian ke depan, strategi pembangunan agroindustri harus menjadi pilihan utama karena merupakan upaya peningkatan kesempatan kerja, peningkatan ekspor, pertumbuhan, pemerataan, pengentasan kemiskinan dan ketahanan nasional dapat terjamin sehingga agroindustri dapat dipandang sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Antuli 2007).

2.5 Partisipasi Petani

Proses pembangunan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat dimulai dari aktivitas pemilihan komoditi dan jasa beserta keahlian dan cara-cara produksi yang dimiliki masyarakat setempat sebagai potensi untuk dikembangkan dan menjadi prime mover dari kegiatan masyarakat tersebut. Karena itu, diharapkan dapat terciptanya nilai tambah mulai dari sisi bahan baku hingga sisi produknya. Dengan tujuan akhir bahwa penciptaan nilai tambah tersebut mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat (Fitria 2004).

Kaitannya dengan pembangunan, menurut Slamet (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yaitu:

1. Kemauan berpartisipasi

(28)

mempengaruhi segi emosi dan perasaan itu adalah obyek pembangunan, pemrakarsa pembangunan, penggerak pembangunan serta kondisi-kondisi lingkungan tempat proses pembangunan itu berlangsung.

2. Kemampuan berpartisipasi

Tingkat kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan tergantung banyak faktor yang saling berinteraksi, utamanya faktor pendidikan, keterampilan, pengalaman dan ketersediaan modal.

3. Kesempatan berpartisipasi

Tingkat kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan tergantung banyak faktor yang saling berinteraksi, utamanya faktor ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembangunan, kelembagaan yang mengatur interaksi antar warga masyarakat dalam proses pembangunan. Birokrasi yang mengatur rambu-rambu serta menyediakan kemudahan-kemudahan dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan serta faktor sosial budaya masyarakat akan sangat menentukan corak perilaku masyarakat dalam proses pembangunan. Faktor-faktor lainnya adalah kesesuaiannya dengan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat, ketersediaannya pada saat dibutuhkan.

Menurut Sahidu (1998), partisipasi masyarakat dalam pembangunan hanya dapat ditingkatkan melalui peningkatan kemauan, kemampuan dan kesempatan karena sesungguhnya perilaku partisipasi merupakan hasil interaksi faktor-faktor kemauan, kemampuan dan kesempatan. Ketiga faktor tersebut bagi masyarakat dapat ditingkatkan melalui peningkatan penyediaan dan pelayanan sarana dan prasarana pertanian, peningkatan “demokrasi pertanian” (pendekatan pembangunan yang lebih berorientasi pada semakin berperannya petani dalam mengambil keputusan usaha taninya) serta peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya lokal (tokoh masyarakat dan kelembagaan petani yang tumbuh dan berkembang di kalangan warga masyarakat setempat).

(29)

3 METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten Bulukumba yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober 2012.

3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari dinas-dinas terkait di sektor pertanian dan BPS sedangkan data primer melalui wawancara dan kuesioner pada pengambil kebijakan di instansi lingkup pertanian Kabupaten Bulukumba dan petani. Matriks tujuan, metode, data yang digunakan, sumber data dan output yang diharapkan tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Matriks Hubungan Tujuan, Metode, Data yang Digunakan, Sumber Data dan Keluaran

No Tujuan Metode Analisis Data yang

digunakan

Sumber Data Keluaran

1 Mengidentifikasi sub sektor pertanian

3 Menganalisis tingkat partisipasi petani dalam pengembangan komoditas unggulan

Tabulasi silang Tingkat partisipasi 4 Menyusun arahan dan

(30)

Gambar 2 sebagai diagram alir menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan secara bertahap. Diagram ini digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dari penelitian.

Gambar 2 Diagram Alur Penelitian

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan secara ringkas sebagai berikut:

3.4.1 Analisis Location Quotient

Analisis lokasi yang digunakan yaitu Location Quotient (LQ). Teknik analisis LQ merupakan cara permulaan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor tertentu. Pada dasarnya, teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Berdasarkan pemahaman terhadap teori ekonomi basis, teknik LQ dapat digunakan menentukan sektor unggulan dengan data PDRB per sektor sedangkan untuk komoditas unggulan wilayah berupa data produksi (Rustiadi et al. 2011). Teknik LQ dapat juga digunakan untuk memetakan komoditas unggulan wilayah, data

Unggulan Analisis LQ dan DS

(31)

yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan yaitu data produksi, sehingga dapat diasumsikan teknik LQ menunjukkan keunggulan komparatif dari suatu komoditi berdasarkan produksinya. Untuk komoditas unggulan menggunakan data produksi untuk komoditas berbasis lahan dan data populasi ternak untuk komoditas peternakan pada setiap kecamatan di tahun 2010. Rumus LQ adalah sebagai berikut:

LQ=pi/pt Pi/Pt dimana:

Sub Sektor Unggulan:

pi = PDRB sub sektor i di Kabupaten Bulukumba (rupiah)

pt = total PDRB sektor pertanian di Kabupaten Bulukumba (rupiah) Pi = PDRB sub sektor i di Provinsi Sulawesi Selatan (rupiah)

Pt = total PDRB sektor petanian di Provinsi Sulawsi Selatan (rupiah) Komoditi Unggu lan:

pi = produksi/populasi komoditas i di suatu kecamatan (ton atau ekor)

pt = total produksi/populasi seluruh komoditas di suatu kecamatan (ton atau ekor)

Pi = total produksi/populasi komoditas i di kabupaten (ton atau ekor)

Pt = total produksi/populasi seluruh komoditas di kabupaten (ton atau ekor) Nilai LQ yang diperoleh kemudian diinterpretasikan untuk menentukan komoditas unggulan secara komparatif. Interpretasi nilai LQ didasarkan pada kriteria sebagai berikut:

LQ > 1: sub sektor/komoditi i di suatu wilayah memiliki keunggu lan komparatif LQ = 1: sub sektor/komoditi i disuatu wilayah tidak memiliki keunggu lan,

produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayah

LQ < 1: sub sektor/komoditi i di suatu wilayah tidak memiliki keunggulan komparatif.

3.4.2 Komponen Differrential Shift dalam Shift Share Analysis

Differential Shift merupakan salah satu komponen dari Shift-Share Analysis

yang digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif suatu wilayah agregat yang lebih luas berdasarkan kinerja sektoral (local sector) di wilayah tersebut (Rustiadi et al. 2011). Komponen pergeseran diferensial (komponen

Differential Shift) menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi suatu komoditas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sub sektor atau komoditas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan atau ketakunggulan) suatu sub sektor atau komoditas tertentu di sub wilayah terhadap sub wilayah lain. Data yang digunakan untuk sub sektor adalah PDRB provinsi dan kabupaten sedangkan untuk komoditas unggulan yaitu produksi atau populasi komoditas se-Kabupaten Bulukumba pada tahun 2006 dan 2010.

(32)

DSij=Xij(t1) Xij(t0)-

Xi(t1) Xi(t0) dimana:

Sub Sektor Unggulan

Xij = PDRB sub sektor i di Kabupaten Bulukumba Xi = PDRB sub sektor i di Provinsi Sulawsi Selatan t1 = titik tahun akhir

t0 = titik tahun awal Komoditi Unggu lan

Xij = produksi komoditas i di suatu kecamatan (ton atau ekor) Xi = produksi komoditas i di Kabupaten Bulukumba (ton atau ekor)

Nilai Differential Shift diinterpretasikan dengan kriteria sebagai berikut: DS bernilai positif berarti sub sektor/komoditi tersebut memiliki keunggulan secara kompetitif. DS bernilai negatif berarti sub sektor/komoditi tersebut tidak memiliki keunggulan secara kompetitif.

Penentuan komoditas unggulan dilakukan berdasarkan gabungan nilai LQ dan DS, mencakup 4 kuadran dengan mengacu pada Tipologi Klassen, yaitu:

Kuadran II

Komoditi unggu l secara kompetitif

Kuadran I

Komoditi unggul secara komparatif dan kompetitif

Kuadran IV

Komoditi tidak unggul baik secara komparatif maupun kompetitif

Kuadran III

Komoditi unggul secara komparatif

3.4.3 Analytical Hierarcy Process (AHP)

Menentukan komoditas unggulan pertanian dapat dilakukan dengan menggunakan analisis AHP yang dikembangkan oleh Thomas K.Saaty. AHP ini diimplementasikan dengan berdasarkan kepada sejumlah kriteria. Penerapan prosedur AHP telah dilakukan pula oleh Bank Indonesia dalam menyusun komoditas/jenis usaha/produk unggulan di Kalimantan Selatan (Ikhsan 2011).

AHP dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks dan tidak berstruktur serta bersifat strategik dan dinamis melalui upaya penataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki (Eriyatno dan Sofyar 2007).

(33)

1. Identifikasi sistem

Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari beberapa referensi guna memperluas pengetahuan sehingga dapat diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan.

2. Penyusunan Hirarki

Penyususnan hirarki atau struktur keputusan dilakukan dengan menggambarkan elemen sistem atau alternatif keputusan ke dalam suatu abstraksi hierarki keputusan. Hirarki AHP dapat dilihat pada Gambar 3.

Kriteria yang digunakan untuk komoditas unggulan yakni:

a. Sumber daya alam (SDA) sebagai faktor yang menentukan produksi komoditas baik dilihat dari kualitas lahan (kesesuaian lahan) maupun kuantitas lahan (ketersediaan lahan).

b. Preferensi petani (PP) sebagai indikator petani menerima komoditas tersebut untuk diusahakan.

c. Kebijakan Pemerintah (KP) sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam pengembangan komoditas unggulan baik dalam bentuk anggaran maupun regulasi..

d. Kontribusi Ekonomi (KE), memberikan gambaran komoditas yang dikembangkan memberikan nilai tambah bagi petani dan daerah. e. Kelembagaan (Klmb), memberikan gambaran adanya kemitraan

antara lembaga pemerintah, swasta maupun petani dari segi penyediaan modal, sarana produksi dan pemasaran.

f. Pasar (Psr), dilihat dari sisi permintaan yang dicirikan oleh besarnya permintaan di pasar lokal, pasar domestik maupun pasar internasional.

Gambar 3 Struktur AHP untuk Penentuan Komoditas Unggulan 3. Komparasi/perbandingan berpasangan

Matriks komparasi berpasangan ini dapat menggambarkan konstribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria/kepentingan yang setingkat di atasnya. Penentuan tingkat kepentingan pada setiap tingkat hirarki atau pendapat dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari pengambil keputusan atau para pakar serta orang yang terlibat atau memahami

Penentuan komoditas unggulan

SDA PP KP KE Klmb Pasar

(34)

permasalahan. Mereka dipilih sebagai responden, lalu diwawancaarai secara langsung untuk menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Penelitian dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing komponen dengan perbandingan berpasangan yang dimulai dari level tertinggi sampai terendah. Pembobotan dilakukan berdasarkan pendapat para pengambil keputusan/para pakar berdasarkan nilai skala komparasi 1–9. Skala perbandingan berpasangan tertera pada Tabel 3.

Penentuan alternatif komoditas unggulan merupakan komoditas hasil dari penentuan analisis dengan menggunakan perhitungan LQ dan DS. Pemilihan narasumber dilakukan secara purposive sampling yang didasarkan pada keahlian dan keterkaitan narasumber terhadap topik yang akan di analisis. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan contoh berdasarkan pertimbangan seseorang atau peneliti. Narasumber dalam AHP berasal dari instansi Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Bappeda dan Anggota DPRD Kabupaten Bulukumba.

Tabel 3 Skala Perbandingan Berpasangan Tingkat

kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen yang lain

5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibandingkan elemen yang lain

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya

Satu elemen dengan kuat di dukung dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih

penting dari elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai

pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

(35)

Penggabungan pendapat responden menggunakan rata-rata geometrik dengan rumus sebagai berikut (Marimin 2008):

• G=�• n

xi n

dimana:

XG = rata-rata geometrik N = jumlah responden

Xi = penilaian oleh responden ke-i 3.4.4 Analisis Tabulasi Silang

Penyebaran kuesioner ke petani dimaksudkan untuk mengetahui tingkat partisipasi petani dalam membudidayakan komoditas pertanian berdasarkan variabel kemauan, kemampuan dan kesempatan. Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang mengusahakan komoditi berupa padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Pemilihan lokasi sampel berdasarkan kecamatan yang dijadikan sentra produksi komoditi tertentu (purposive sampling) dengan jumlah sampel tiap komoditi sebanyak 20 petani. Pemilihan pada kecamatan sentra produksi diasumsikan mampu mewakili kondisi pengembangan komoditi baik dari skala usaha tani yang dominan di kecamatan tersebut dan keterlibatan pemerintah dalam pengembangan komoditi. Dengan demikian jumlah sampel petani yang merupakan sumber informasi untuk mengukur tingkat partisipasi sebanyak 100 petani. Variabel kemauan, kemampuan dan kesempatan merupakan prasyarat partispasi dan ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Variabel dan Indikator dalam Analisis Tingkat Partisipasi Petani

No Variabel Indikator

1 Kemauan Harapan

Imbalan Motivasi

Penguasaan informasi 2 Kemampuan Keterampilan

Pengalaman usaha tani Permodalan usaha tani

3 Kesempatan Ketersediaan sarana prasarana Kelembagaan pertanian Kebijakan pemerintah Sumber: Slamet (2003)

Definisi operasional dalam variabel diatas yaitu:

a. Kemauan. Dorongan yang timbul dalam diri masyarakat tani untuk berperan serta dalam proses kegiatan pengembangan komoditas unggulan.

(36)

c. Kesempatan. Peluang petani untuk berperanserta dalam mengembangkan komoditas unggulan.

Skoring dilakukan untuk setiap pertanyaan kuesioner yang diajukan kepada responden (petani). Penjumlahan skor dihitung menurut variabel sehingga diperoleh total skor dari masing-masing responden. Dengan menggunakan skor maksimum dan skor minimum, penentuan interval kelas dapat dilakukan dengan menggunakan tiga kategori tingkat partisipasi yaitu tinggi, sedang dan rendah. Rumus Interval Kelas (IK) berdasarkan Slamet yang diacu oleh Herdiana (2009):

IK= Smak-Smin n dimana:

Smak = Skor maksimum Smin = Skor minimum n = Banyaknya kategori

Dalam pengkategorian tingkat partisipasi menggunakan batas kelas sebagai berikut:

Tinggi: X > Smin + (2IK)

Sedang :Smin + IK < X • Smin + (2IK) Rendah: Smin • X • Smin + IK

(37)

4 GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Bulukumba merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terletak terletak di bagian selatan dengan jarak kurang lebih 153 kilometer dari ibukota Propinsi Sulawesi Selatan (Makassar). Secara geografis, Kabupaten Bulukumba terletak antara 5o20” sampai 5o40” lintang selatan dan 119o58” sampai 120o28” bujur timur. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, sebelah timur dengan Teluk Bone, sebelah selatan dengan Laut Flores dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng (Gambar 4).

Gambar 4 Peta Administrasi Kabupaten Bulukumba

Kabupaten Bulukumba secara administratif terbagi menjadi 10 kecamatan meliputi 27 kelurahan dan 99 desa dengan luasan sekitar 1 154.7 km2 atau sekitar 2.5 persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan. Kecamatan Gantarang dan Bulukumpa merupakan dua wilayah kecamatan terluas masing-masing 173.5 km2 dan 171.3 km2 (sekitar 30 persen dari luas kabupaten), sedangkan Kecamatan Ujung Bulu yang merupakan pusat kota kabupaten memiliki luas wilayah terkecil yaitu 14.4 km2 atau hanya sekitar 1 persen (Tabel 5).

(38)

1000 m. Sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 0 sampai 500 m dpl, dimana terdapat 7 kecamatan yang merupakan daerah pesisir yaitu Gantarang, Ujung Bulu, Ujung Loe, Bonto Tiro, Bonto Bahari, Kajang dan Herlang. Kecamatan Ujung Bulu 100 persen wilayahnya berada pada ketinggian 0 sampai 25 m dpl dan hanya Kecamatan Kindang yang memiliki ketinggian di atas 1000 m dpl dengan luasan sekitar 34 persen dari luas kecamatan tersebut.

Tabel 5 Luas Wilayah Kabupaten Bulukumba Dirinci menurut Kecamatan Tahun 2010

No Kecamatan Ibukota

kecamatan Luas (km

Sumber: BPS Kab. Bulukumba (2011)

Jenis utama tanah yang ada di Kabupaten Bulukumba (Bappeda 2011b) yaitu:

1. Latosol seluas 55 600 ha (48.15 persen) tersebar pada Kecamatan Bonto Bahari, Bonto Tiro, Bulukumpa, Gangking, Herlang, Kajang dan Ujung Bulu serta sebagian pada masing-masing Kecamatan Rilau Ale, Kindang dan Ujung Loe.

2. Mediteran seluas 18 277 ha (15.79 persen) tersebar di Kecamatan Gantarang dan Ujung Bulu.

3. Laterik seluas 14 206 ha (15.79 persen) tersebar di Kecamatan Ujung Bulu. 4. Regosol seluas 13 495 ha (11.69 persen) tersebar di Kecamatan Bonto Tiro,

Gantarang, Herlang, Kajang, Ujung Bulu, Kindang dan Ujung Loe.

5. Andosol seluas 7 452 ha (6.43 persen) tersebar di Kecamatan Bulukumpa dan Gantarang.

6. Aluvial seluas 5 320 (4.60 persen) tersebar di Kecamatan Bonto Bahari. Gantarang, Kajang, Ujung Bulu, Kindang dan Ujung Loe.

(39)

1. Curah hujan antara 800-1000 mm/tahun meliputi Kecamatan Ujung Bulu, sebagian Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bonto Bahari.

2. Curah hujan antara 1000-1500 mm/tahun meliputi sebagian Kecamatan Gantarang, sebagian Ujung Loe dan sebagian Bonto Tiro.

3. Curah hujan antara 1500-2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Gantarang, sebagian Rilau Ale, sebagian Ujung Loe, sebagian Kindang, sebagian Bulukumpa, sebagian Bonto Tiro, sebagian Herlang dan Kajang.

4. Curah hujan di atas 2000 mm/tahun meliputi Kecamatan Kindang, Rilau Ale, Bulukumpa dan Herlang.

Sungai di Kabupaten Bulukumba sebanyak 32 aliran sungai yang terdiri dari sungai besar dan kecil. Jumlah panjang sungai seluruhnya mencapai 603.50 km. Sungai-sungai tersebut sebagian besar dimanfaatkan untuk sumber air bersih dan pengairan sawah dengan luas wilayah yang dilayani 23 365 ha. Debit air dari 32 sungai tersebut terbesar yaitu Sungai Bialo 14.2 m3/detik, Sungai Balantieng 13.3 m3/detik, Sungai Bijawang 7.5 m3/detik dan Sungai Sangkala 5 m3/detik dan selebihnya memiiki debit di bawah 3 m3/detik. Hulu dari Sungai Bialo dan Bijawang adalah Gunung Lompobattang sedangkan hulu Sungai Balantieng berasal dari Gunung Bawakaraeng. Ketiga sungai tersebut yang memiliki debit air terbesar semuanya bermuara di Laut Flores (BPS Kab. Bulukumba 2011).

Kabupaten Bulukumba memiliki keistimewaan dari kondisi wilayah yang bervariasi. Karakteristik yang dimiliki baik dari segi topografi, kemiringan lahan, dan iklim merupakan peluang yang berpotensi untuk mengembangkan berbagai komoditi pertanian yang dapat dilihat dari luasan penggunaan lahan (Tabel 6). Penggunaan lahan merupakan penggolongan dalam memanfaatkan lahan secara umum.

Tabel 6 Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bulukumba Tahun 2010 (km2)

No Kecamatan

(40)

4.2 Penduduk

Penduduk Kabupaten Bulukumba tahun 2010 berjumlah 394 746 jiwa yang tersebar di 10 (sepuluh) kecamatan. Dari sepuluh kecamatan, Kecamatan Gantarang yang mempunyai jumlah penduduk terbesar yaitu 70 301 jiwa. disusul Kecamatan Bulukumpa sebanyak 50 835 jiwa. Hal ini disebabkan karena kedua kecamatan tersebut memiliki luas wilayah terbesar di Kabupaten Bulukumba. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat pada Kecamatan Bonto Tiro dan Bonto Bahari dengan jumlah penduduk sebanyak 22 808 jiwa dan 23 976 jiwa.

Kepadatan penduduk Kabupaten Bulukumba pada tahun 2010 mencapai 342.32 orang per km2. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Ujung Bulu yaitu 3 332.83 orang per km2. Hal ini terjadi karena kecamatan tersebut merupakan ibukota Kabupaten Bulukumba dan aktivitas yang tinggi dengan jumlah penduduk relatif besar dan luas wilayah terkecil. Untuk tingkat kepadatan penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Kindang yaitu 200.42 orang per km2. Berdasarkan kondisi geografis, umumnya Kecamatan Kindang merupakan wilayah perbukitan dan memiliki hutan lindung terluas di Kabupaten Bulukumba sehingga kondisi tersebut menyebabkan kurangnya penduduk yang bermukim di kecamatan tersebut. Kepadatan penduduk berdasarkan data Bappeda (2011b) dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5 Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bulukumba per Kecamatan pada Tahun 2010

4.3 Tenaga Kerja dan Perindustrian

Penduduk usia kerja (PUK) merupakan penduduk yang berumur 15 (lima belas) tahun ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Mereka yang termasuk dalam angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau melakukan kegiatan lain. Penduduk usia kerja di Kabupaten Bulukumba pada tahun 2010 berjumlah

410.11 200.42

321.7

296.71

364.79

350.75

291.14

220.77 273.94

3.332.83

Gantarang Kindang Rilau Ale Bulukumpa

Kajang Herlang Bonto Tiro Bonto Bahari

(41)

276 540 jiwa yang terdiri dari 126 438 laki-laki dan 150 102 perempuan. Penduduk usia kerja yang masuk angkatan kerja berjumlah 183 755 jiwa atau 66.45 persen dari seluruh penduduk usia kerja.

Penduduk Kabupaten Bulukumba dengan status mencari pekerjaan (Apply Job) tercatat 13 686 jiwa dari seluruh angkatan kerja. Dari angka tersebut tercatat tingkat pengangguran terbuka (rasio antara pencari kerja dan jumlah angkatan kerja) di Kabupaten Bulukumba pada tahun 2010 sebesar 7.45 persen yang menunjukkan adanya peningkatan sekitar 1.74 persen dari 5.71 persen tahun 2009 (Tabel 7).

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Angkatan Kerja di Kabupaten Bulukumba Tahun 2009 dan 2010

No Angkatan kerja 2009

(Jiwa) %

2010

(Jiwa) % A Status sedang bekerja 184.544 94.29 170.069 92.55

1 Bekerja 184.544 94.29 170.069 92.55

B Status mencari pekerjaan 11.178 5.71 13.686 7.45

1 Pernah bekerja 2.529 1.29 3.084 1.68

2 Tidak pernah bekerja 8.649 4.42 10.602 5.77

Bulukumba 195.722 100 183.755 100

Sumber: BPS Kab.Bulukumba (2011)

Penduduk angkatan kerja yang bekerja di lapangan usaha pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak baik pada tahun 2009 maupun 2010. Akan tetapi, pada tahun 2010 jumlah pekerja mengalami penurunan sebesar 10.58 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sama halnya dengan lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel yang mengalami penurunan jumlah pekerja sebanyak 25 978 orang pada tahun 2009 menjadi 22 471 orang. Hanya lapangan usaha industri pengolahan yang mengalami peningkatan sebesar 32.67 persen. (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat Kabupaten Bulukumba untuk berusaha di bidang pertanian menurun.

Tabel 8 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2009 dan Tahun 2010

No Lapangan usaha Tahun 2009

(orang)

Tahun 2010 (orang)

1 Pertanian 121 971 109 070

2 Industri pengolahan 9 195 12 199

3 Perdagangan. rumah makan dan hotel 25 978 22 471

4 Jasa kemasyarakatan 13 251 12 726

5 Lainnya 14 149 13 603

Bulukumba 184 544 170 069

(42)

4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian

PDRB sektor pertanian Kabupaten Bulukumba memiliki kontribusi terbesar dari total PDRB Kabupaten Bulukumba. Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sub sektor tanaman bahan makanan yang terdiri dari tanaman pangan dan hortikultura memiliki nilai PDRB tertinggi dibandingkan dengan keempat sub sektor lainnya selama 5 tahun berturut-turut (Tabel 9). Berdasarkan nilai PDRB tahun 2006, sub sektor tanaman bahan makanan menyumbang > 50 persen dari PDRB sektor pertanian dan begitupun pada tahun 2010 sebesar 54,12 persen. Hal ini menunjukkan besarnya peran sektor pertanian khususnya sub sektor tanaman bahan makanan dalam memicu perekonomian di Kabupaten Bulukumba.

Tabel 9 PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Bulukumba pada Tahun 2006 sampai 2010 (juta rupiah)

Sub Sektor Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Tabama 597 506.83 595 634.62 721 648.81 793 660.28 922 354.02 Perkebunan 304 518.16 351 964.80 36 833.51 422 566.70 404 643.68 Peternakan 41 126.00 47 498.78 59.531.40 73 195.85 95 950.63 Kehutanan 2 857.16 3 509.15 3 813.59 4 357.27 6 290.31 Perikanan 155 778.91 175 367.32 211 031.37 229 313.04 274 98.71

Total 1 101 787.06 1 173 974.67 1 382 858.68 1 523 093.14 1 704 137.35

Sumber: BPS Kab.Bulukumba (2011)

PDRB merupakan total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah dalam periode satu tahun (Rustiadi et al. 2011). PDRB tersusun dari nilai-nilai produksi pada masing-masing komoditi dalam suatu sub sistem dimana nilai produksi merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi dan harga pada setiap komoditi (Wulandari 2010). Produksi sub sektor tanaman bahan makanan umumnya mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke 2010 kecuali komoditas ubi kayu, ubi jalar dan nenas (Tabel 10). Ubi kayu mengalami penurunan pada Kecamatan Ujung Loe, Herlang, Bulukumpa dan Rilau Ale sedangkan ubi jalar pada Kecamatan Gantarang, Bonto Bahari, Bonto Tiro, Herlang dan Rilau Ale. Komoditi nenas mengalami penurunan produksi di Kecamatan Kajang, Bulukumpa, Rilau Ale dan Kindang.

Komoditas perkebunan yang dominan di Kabupaten Bulukumba yang diidentifikasi dalam penelitian adalah kelapa, kopi, kakao, cengkeh dan lada. Komoditas yang mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke 2010 adalah cengkeh, kakao dan lada sedangkan kelapa dan kopi mengalami penurunan. Produksi tertinggi pada tahun 2010 untuk komoditi kelapa di Kecamatan Kajang, lada di Kecamatan Rilau Ale sedangkan kopi, cengkeh dan kakao di Kecamatan Kindang.

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2  Matriks Hubungan Tujuan, Metode, Data yang Digunakan, Sumber Data
Gambar 2  Diagram Alur Penelitian
Tabel 3  Skala Perbandingan Berpasangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bahasa Indonesia reduplikasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (1) Reduplikasi tidak mengubah golongan kata bentuk dasar yang diulang (2) Bentuk dasar kata ulang

Perbedaan lain yang cukup mendasar pada struktur semantik verba keadaary proses, dan tindakan adalah peran argumen 1 yang hadir pada struktur sintaksisnya. Pada

Volume 6, Nomor 1, Januari 2020 || SELING: Jurnal Program Studi PGRA | 53 Abstrak: Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk menguji pengaruh permainan sunda manda

Takvo kretanje T dt/pod u isparivaču je indikator kako spremnik potrošne tople vode ne predaje dovoljno toplinske energije toplinskom mediju kako bi sustav

“Rancang Bangun Sistem Informasi Pengendalian Dokumen Dan AMI (Audit Mutu Internal) Pada BPM Kampus MDP.” Pembahasan pada penelitian ini yaitu kampus MDP memiliki

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengetahuan pengemudi terhadap persyaratan kendaraan angkutan bahan bakar minyak

Listwise deletion based on all variables in

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemamfaatan Internet sebagai Media Belajar dan