• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUP Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia 0-15 Bulan di RSUP Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia

0-15 Bulan di RSUD Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun

2008-2012

Oleh :

MUHAMMAD NICO DARIYANTO

100100351

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

(2)

Judul : GAMBARAN HIRSCPRUNG DISEASE PADA ANAK USIA

0-15 BULAN DI RSUP Dr.PIRNGADI MEDAN PADA

TAHUN 2008-2012

Nama : Muhammad Nico Dariyanto

NIM : 100100351

Medan, Januari 2014 Dekan

Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD.KGEH NIP : 195402201980111001

Pembimbing

dr. Zairul Arifin,SpA, DAFK NIP : 194604061969021001

Penguji I

Prof.dr.SutomoKasiman,Sp.PD,Sp.JP(K) NIP : 130365293

Penguji II

(3)

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung (HD) merupakan gangguan yang dihasilkan karena

tidak adanya ganglion sel-sel di dinding usus sehingga menyebabkan obstruksi

fungsional dan dilatasi usus proksimal. Gambaran yang terlihat dalam penegakan

diagnosis sering kali disalah artikan sebagai gangguan biasa pada diri pasien

terlebih pada kasus HD sering di diagnosis pada anak yang belum bisa berbicara.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat frekuensi dari gambaran pasien

Hirscprung disease, berdasarkan usia, jenis kelamin,gambaran klinis,pemeriksaan

radiologi, dan komplikasi. penelitian deskriftif menggunakan desain penelitian

cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medik RSUP

dr.Pirngadi medan dengan menggunakan data rekam medik yaitu menggunakan

total sampling 40 orang.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa usia

penderita paling banyak adalah usia 0 hari-1 bulan 26 . laki-laki 24 orang.

Gambaran klinis adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang, Pemeriksaan

penunjang lebih sering digunakan barium enema didapatkan sebanyak 36 orang

dan 19 subjek tanpa komplikasi. penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan

referensi dalam penegakan kasus Hirschprung dalam praktek sehari-hari

Kata kunci : Hirschprung, usia dan jenis kelamin, Gambaran klinis,radiologi,

(4)

ABSTRACT

Hirschsprung disease ( HD ) is a disorder resulted by the absence of a ganglion cells in the intestinal wall,that cause an obstruction functional and dilatation of the intestines proximally. The description in enforcing of the diagnosis often define as a disorder of the normal patient especially often of a child who cant talk yet.

This research aims to tird the frequency of the description of Hirscprung disease, patients based on age, sex, clinical examination, radiology, and complications. Descriptive research uses cross sectional study design. The location of research at medical record section dr.Pirngadi hospitals Medan. by using total sampling medical record from 40 people.

based on the research obtained 0 day -1 month (26). Male of the 24 Clinical is distention abdomen 21 people supporting examination used barium enema 36 people and 19 subject without complications. This research may used as an additional reference in enforcement cases Hirschprung

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat serta karunia-Nya saya bisa menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah yang berjudul “Gambaran Pasien Hirschprung Disease Pada Anak Usia

0-15 Bulan di RSUP Dr.Pirngadi Medan Pada Tahun 2008-2012” dimana ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program studi Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada Orang tua saya H.Mariyanto,SE.MH dan HJ.Mastaniah,SH dan juga kedua adik saya Siti Oktivani Elvira, Siti Awwalu Rahmanisa yang selalu memberi motivasi dan semangat dalam menuntaskan karya ilmiah ini. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing saya dr.Zairul Arifin,Sp.A,DAFK yang telah menyisihkan waktunya dan membimbing dalam penelitian ini, serta ucapan terima kasih saya kepada Prof.dr.Sutomo Kasiman,Sp.PD,Sp.JP(K) dan dr.Oke Rina Ramayani,Sp.A selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan penelitian. Ucapan terimakasih saya kepada dr.Radita Nur Anggraeni Ginting selaku penasehat akademik saya. dan juga terima kasih kepada Bagian rekam medik RSUP Dr.Pirngadi Medan yang telah memberikan izin dalam pengambilan data yang saya butuhkan.

Tentunya masih ada kekurangan dalam penelitian yang saya lakukan ini, untuk itu sangat dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penelitian lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah saya dapat digunakan sebagai menambah informasi ataupun wawasan serta menjadi rujukan dalam penelitian selanjutnya

Medan, Desember 2013

Penulis

Muhammad Nico Dariyanto

(6)

DAFTAR ISI

2.8 Pemeriksaan Fisik………...

2.9. Diagnosa ...…….. …...………...…………...

2.10 Penatalaksanaan...

(7)

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………..

5.1. Hasil Penelitan………..

5.1.6. Tabel 5.4. Jumlah Frekuensi Pemeriksaan Radiologi...

5.1.7 Tabel 5.5. Jumlah Frekuensi Komplikasi...

5.2. Pembahasan...

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 2.1 Membedakan fitur Penyakit Hirschsprung Disease dan

konstipasi Fungsional... 12

Tabel 3.1 Definisi Operasional... 22

Tabel 5.1 Jumlah dan Frekuensi Umur... 25

Tabel 5.2

Jumlah dan Frekuensi Jenis Kelamin 26

Tabel 5.3 Jumlah dan Frekuensi Gambaran klinis... 26

Tabel 5.4

Tabel 5.5

Jumlah dan Frekuensi Pemeriksaan Radiologi... Jumlah dan Frekuensi Komplikasi...

27

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar. 2.1 Anatomi kolon... 5

Gambar 2.2 Histologi Kolon... 6

Gambar 2.3 Radiografi perut menunjukkan loop usus melebar ... 13

Gambar 2.4 (a)Barium kontras ganda antero posterior

enema...

(b) Reseksi spesimen seluruh

kolon...

14

14

Gambar 2.5 HD dengan segmen aganglionik dari bagian atas

rektum... 14

Gambar 2.6 Lubang anus... 17

Gambar 2.7 Menyayat mukosa sekitar 5 mm di atas garis dentate... 17

Gambar 2.8 Potong lapisan otot di atas kulit panggul... 17

Gambar 2.9 Memobilisasi sampai normoganglionic usus

tercapai... 17

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup (curriculum vitae)

Lampiran 2 Surat Ethical Clarence

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Selesai Penelitian

(11)

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung (HD) merupakan gangguan yang dihasilkan karena

tidak adanya ganglion sel-sel di dinding usus sehingga menyebabkan obstruksi

fungsional dan dilatasi usus proksimal. Gambaran yang terlihat dalam penegakan

diagnosis sering kali disalah artikan sebagai gangguan biasa pada diri pasien

terlebih pada kasus HD sering di diagnosis pada anak yang belum bisa berbicara.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat frekuensi dari gambaran pasien

Hirscprung disease, berdasarkan usia, jenis kelamin,gambaran klinis,pemeriksaan

radiologi, dan komplikasi. penelitian deskriftif menggunakan desain penelitian

cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medik RSUP

dr.Pirngadi medan dengan menggunakan data rekam medik yaitu menggunakan

total sampling 40 orang.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa usia

penderita paling banyak adalah usia 0 hari-1 bulan 26 . laki-laki 24 orang.

Gambaran klinis adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang, Pemeriksaan

penunjang lebih sering digunakan barium enema didapatkan sebanyak 36 orang

dan 19 subjek tanpa komplikasi. penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan

referensi dalam penegakan kasus Hirschprung dalam praktek sehari-hari

Kata kunci : Hirschprung, usia dan jenis kelamin, Gambaran klinis,radiologi,

(12)

ABSTRACT

Hirschsprung disease ( HD ) is a disorder resulted by the absence of a ganglion cells in the intestinal wall,that cause an obstruction functional and dilatation of the intestines proximally. The description in enforcing of the diagnosis often define as a disorder of the normal patient especially often of a child who cant talk yet.

This research aims to tird the frequency of the description of Hirscprung disease, patients based on age, sex, clinical examination, radiology, and complications. Descriptive research uses cross sectional study design. The location of research at medical record section dr.Pirngadi hospitals Medan. by using total sampling medical record from 40 people.

based on the research obtained 0 day -1 month (26). Male of the 24 Clinical is distention abdomen 21 people supporting examination used barium enema 36 people and 19 subject without complications. This research may used as an additional reference in enforcement cases Hirschprung

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil survey penelitian (Yuncie,Mariska,2011) di RSUD Dr. Pirngadi Medan, dari

tahun 2007-2011 terdapat 102 bayi dengan kelainan kongenital. Dengan rincian

tiap tahun yaitu tahun 2007 sebanyak 30 bayi, tahun 2008 sebanyak 29 bayi, tahun

2009 sebanyak 15 bayi, tahun 2010 sebanyak 13 bayi, dan tahun 2011 sebanyak

15 bayi. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan oleh

kelainan kongenital yang cukup berat (SKDI,2007). Menurut Depkes RI, kelainan

kongenital adalah kelainan yang terlihat pada saat lahir, bukan akibat proses

persalinan. Sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan dan akan

menjadi 4-5% bila bayi terus diikuti sampai berumur 1 tahun. Kelainan kongenital

dapat disebabkan oleh kelainan gen tunggal, kelainan kromosom, multifaktorial,

lingkungan, dan kekurangan nutrisi pada masa kehamilan.

Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan atau

dapat pula beberapa kelainan kongenital yang terjadi secara bersamaan yang

disebut dengan kelainan kongenital multipel. Kematian bayi dalam bulan-bulan

pertama kehidupannya sering di akibatkan oleh kelainan kengenital yang cukup

berat. (Maryunani,A,2009)

Penyakit Hirschsprung atau Aganglionosis (HD) adalah penyakit pencernaan

bawaan dengan terganggunya motilitas usus dan ditandai dengan tidak adanya

badan sel saraf di bagian submukosa dinding usus (Gunnarsdottir, 2011). Keadaan

ini terjadi akibat tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada

pleksus Meinterikus dan Aurbach dari kolon distalis. Gangguan tersebut juga bisa

terjadi sepanjang pada bagian dari kolon namun biasanya hanya terbatas pada

(14)

sepanjang saluran pencernaan usus kecil dan besar, dan jika terjadi itu termasuk

suatu kondisi yang sangat fatal. (Sodikin,2011)

Gambaran yang terlihat dalam penegakan diagnosis sering kali disalah artikan

sebagai gangguan biasa pada diri pasien terlebih pada kasus HD sering

didiagnosis pada anak yang belum bisa berbicara dan dianggap hanya masuk

angin ataupun perut kembung biasa. Untuk itu karya ilmiah ini akan memaparkan

gambaran klinis pada pasien yang didiagnosis dengan Hirschprung Disease agar

lebih memperjelas lagi teori yang berkembang selama ini.

Pada survey awal yang dilakukan peneliti di RSUD Dr.Pirngadi Medan

mendapatkan 70 pasien yang didiagnosis HD. dengan rincian sebagai berikut:

pada tahun 2008 15 kasus, 2009 13 kasus, 2010 11 kasus, 2011 11 kasus dan 2012

20 kasus.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian adalah:

bagaimana gambaran Hirschprung Disease di RSUD Dr. Pirngadi Medan ?

I.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran dari pasien Hischprung Disease

pada anak

1.3.2 Tujuan khusus

o Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan

karakteristik umur

o Berdasarkan jenis kelamin

o Berdasarkan Gambaran klinis pasien

o Berdasarkan pemeriksaan penunjang yaitu: Pemeriksaan radiologis

(15)

I.4 Manfaat Penilitian

1.4.1. Peneliti

Diharapkan dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat lebih memahami dan

memiliki kemampuan dalam mendiagnosis kasus ini serta mengembangkan

kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian.

1.4.2. Rumah Sakit

Penelitian ini nantinya bisa digunakan sebagai informasi tambahan dalam

menegakan diagnosis Hirschprung disease khususnya pada tenaga medis di RSUD

Dr. Pirngadi Medan.

1.4.3. Masyarakat

Bagi masyarakat umum diharapkan bisa mengenali apa itu Hirschprung Disease

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah

Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung pada tahun 1886,

namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga

tahun 1938, Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa kelainan ini disebabkan

oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. Herald

Hirschsprung melaporkan secara jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada

saat itu diyakininya sebagai suatu megakolon kongenital. Dokter bedah asal

Swedia ini melaporkan kematian 2 orang pasiennya masing-masing usia 8 dan 11

bulan yang menderita konstipasi kronis, malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang

berkembang saat itu adalah diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai

penyebab kelainan ini, sehingga pengobatan diarahkan pada terapi obat obatan

dan simpatektomi. (Swenson,1990)

2.2 Anatomi

Kolon (usus besar) memiliki panjang 3-5 kaki sekum yang paling lebar

diameternya adalah 7,5-8.5 cm, bagian sigmoid paling sempit panjangnya hanya

2,5 cm. otot longitudinalis luar bekoluasen kedalam 3 tenia koli yang berbeda

yang dimulai pada apendiks dan berakhir pada rektum, haustra koli adalah

kantung keluar kolon asenden dan desenden letaknya

retroperoneal,transversal,sigmoid sekum letaknya intraperitoneal dan omentum

(17)

Sumber : http://medicastore.com/images/anatomi_usus_besar.jpg

Pasokan Arteri

Mesentrika inferior mendrainase kolon desenden,sigmoid,rectum memasuki limpa

yang lainnya mengikuti arteri. mesentrika superior bergabung dengan vena

splenika untuk membantu vena porta. (Schwartz, 2004)

Limfatik

Berasal dari dalam submukosa dan muskularis mukosa mengikuti dari pasokan

arteri. (Schwartz, 2004)

Persarafan

Pada dasarnya prinsip kerja dari persarafan simpatis dan parasimpatis adalah saraf

simpatis menghambat dan parasimpatis merangsang. Kolon tidak ikut berperan

dalam proses pencernaan makanan maupun absorpsi makanan. Bila isi usus halus

mencapai sekum maka semua zat makanan telah di absorpsi dan semua akan cair

dan selama perjalanan didalam kolon isinya menjadi makin padat karena terjadi

proses reabsorbsi. Proses ini akan berakhir ketika mencapai rektum dan akan

terbentuk peses. Peristaltik kolon membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai

flexura sigmoid. (Pearce,E.2008)

(18)

2.3 Histologi Kolon

Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian

distalnya (rectum). Vili usus tidak di jumpai pada bagian usus ini. Kelenjar usus

berukuran panjang dan di tandai dengan banyaknya sel goblet dan sel absorptive

dan sedikit sel enteroendokrin. Sel penyerapnya berbentuk silindris dengan

mikrovili pendek dan tak teratur. Usus besar disesuaikan dengan fungsi utamanya

yaitu sebagai absorpsi air, pembentukan masa tinja dan produksi mukus. Mukus

adalah jel berhidrasi tinggi yang tidak hanya melumasi permukaan usus, namun

juga menutupi bakteri dan zat renik lain. Absorpsi air berlangsung pasif dan

mengikuti transport aktif natrium yang keluar dari permukaan basal sel-sel epitel .

Di dalam lamina propia banyak dijumpai sel limfoid dan nodul yang sering kali

menyebar sampai kedalam submukosa. Banyaknya jaringan limfoid ini berkaitan

dengan banyaknya bakteri didalam usus besar. (Junquera,L.C.2007)

Sumber : Junquera,Luis carlos, 2007

(19)

2.4 Definisi

Penyakit Hirschsprung (HD) adalah gangguan yang kompleks yang dihasilkan

karena tidak adanya ganglion sel-sel di dinding usus yang menyebabkan obstruksi

fungsional dan dilatasi usus proksimal sehingga dapat mempengaruhi segmen.

(Monajemzadeh,M.2011). HD disebabkan oleh abnormalnya persarafan usus,

dimulai dari sfingter anal internal dan memperluas ke proksimal sehingga dapat

melibatkan seluruh usus. ( Kliegman,R.1999)

Konstipasi merupakan masalah umum di antara anak dan hanya sebagian kecil

diketahui dari pasien penyebab organik untuk kasus konstipasi, bahkan konstipasi

dianggap sebagai suatu masalah proses perkembangan pencernaan ataupun

masalah dalam proses menyusui. Konstipasi pada HD didefinisikan pada neonatus

sebagai kegagalan keluarnya mekonium dalam 48 jam pertama kehidupan dan

anak-anak yang lebih tua mengalami konstipasi dengan gejala konsistensi tinja

yang menurun. Persentase anak dengan konstipasi yang disertai HD hanya sedikit

ditemukan pada anak usia 12 bulan keatas. Penyakit Hirschsprung adalah

kelainan anomali yang jarang ditemukan dan serta kelainan kongenital dari sistem

saraf enterik (ENS) yang terjadi dengan rata-rata kejadian

1/5000 kelahiran hidup. Hal ini ditandai oleh tidak adanya ganglia enterik

sepanjang saluran usus bagian distal, yang di akibatkan oleh kegagalan migrasi

neural vagal sel di dalam usus. Hirschprung memiliki kompleks masalah utama

pada genetik keluarga, yang ditandai dengan insidensi dominan pada laki-laki.

(Rusmini,M,.2013)

2.5 Etiologi

Sistem saraf enterik (ENS) terdiri dari neuron dan sel glial dalam dinding saluran

pencernaan. Hal ini bertanggung jawab untuk mengatur pergerakan usus, fungsi

kekebalan tubuh, sekresi luminal, dan aliran darah selama pengembangan.

(Wallace S,A.2011). Pembentukan ENS yang fungsional membutuhkan

koordinasi dari banyak proses, termasuk, migrasi, proliferasi, dan diferensiasi sel

(20)

sepanjang saluran pencernaan di daerah kolon menyebabkan bagian tertentu tidak

memiliki neuron enterik karena neuron enterik sangat penting untuk pergerakan

usus. Selain peran gen amat penting dalam proses pembentukan sel saraf

penelitian (Wallace S,A.2011 ) tentang Genetic interactions and modifier genes in

Hirschsprung's disease menjelaskan ada beberapa gen yang berperan dalam

terjadinya HD ini antara lain :

GDNF/RET-GFRα1

GDNF adalah protein yang disekresikan dari superfamili TGF-β s . GDNF akan berikatan dengan reseptor glycosylphosphatidylinsoitol-linked. Kompleks dari

GDNF-GFRα1 kemudian mengikat dan mengaktifkan reseptor transmembran

tirosin kinase. Terjadinya mutasi pada pengkodean jalur GDNF/RET-GFRα1 ini terjadi sekitar 50% dari keluarga yang pernah terdiagnosis HD. (Wallace

S,A.2011 )

SOX10

SRY (Sex determining region Y) 10 (SOX10) merupakan mobilitas faktor dari

transkripsi kelompok tinggi penentu jenis kelamin dalam keluarga. Mutasi di

SOX10 dapat menyebabkan sekitar 5% kasus HD dan di ikuti oleh sindrom

(Waardenburg-Shah tipe 4 (WS4)). Beberapa pasien sindrom WS4 dengan mutasi

SOX10 juga menderita dysmyelination dari sistem saraf pusat dan perifer. SOX10

dinyatakan dengan migrasi sel pial neural enterik. (Wallace S,A.2011 )

PHOX2B

PHOX2B juga merupakan faktor transkripsi oleh sel neural enterik. Penelitian

telah mengaitkan mutasi di PHOX2B dengan HD dan di ikuti oleh sindrom

kongenital hipoventilasi pusat (CCHS). Penyebab utama mutasi adalah seringnya

(21)

ZFHX1B

ZFHX1B adalah faktor homeodomain dari transkripsi zinc, sehingga jika terjadi

mutasi di ZFHX1B dan juga berhubungan dengan sindrom Mowat-Wilson telah

terbukti menghasilkan HD dengan beragamnya tingkatan lokasi terjadinya

dibagian usus besar. (Wallace S,A.2011 )

ENDOTHELIN SIGNALLING PATHWAY

Endotelin 3 (ET-3) adalah peptida yang disekresikan oleh mesenkim usus. (ET-3)

mendapat sinyal melalui reseptor endotelin reseptor B (EDNRB), yang dihasilkan

pada migrasi sel neural enterik. Jika terjadi mutasi di ET3 dan Endotelin reseptor

B menyebabkan sekitar 5% terjadinya kasus HD. Mutasi pada ET3-dan EDNRB

terkait HD juga muncul pada sindrom sindrom Wardenburg-Shah. (Wallace

S,A.2011)

2.6 Patofisiologi

Hirschsprung dapat terjadi dibagian kolon asending ataupun sigmoid.

Tidak adanya ganglion penting seperti myenteric (Auerbach) dan pleksus

submukosa (Meissner) sehingga mengurangi peristaltik usus dan fungsinya.

Mekanisme yang tepat yang mendasari perkembangan penyakit Hirschsprung

sampai saat ini masih belum diketahui (idiopatik) meskipun ada keterlibatan gen

dalam hal terjadinya Hirschprung disease. (Lee,S. 2012)

Sel ganglion enterik berasal dari puncak saraf. Selama perkembangan normal,

neuroblasts ditemukan di usus kecil pada minggu ke-7 kehamilan dan akan

mencapai usus besar pada minggu ke-12 kehamilan. Salah satu kemungkinan

etiologi penyakit Hirschsprung adalah kecacatan dalam migrasi neuroblas

sehingga menyebabkan kegagalan turunnya neuroblast untuk berada di lokasinya

yaitu di usus besar. Selain itu, terjadi kegagalan neuroblas untuk bertahan hidup,

berkembang biak juga dapat menyebabkan gagalnya neuroblast turun kearah usus

(22)

Tiga saraf pleksus usus seperti pada bagian submukosa (yaitu, Meissner) pleksus

intermuskuler (Auerbach) pleksus mukosa pleksus kecil. Semua pleksus ini

terintegrasi dan halus terlibat dalam semua aspek fungsi usus, termasuk absorbsi,

sekresi, motilitas, dan aliran darah. Motilitas yang normal terutama di bawah

kendali neuron intrinsik. meskipun kehilangan persarafan ekstrinsik. Ganglia ini

mengontrol kontraksi dan relaksasi otot polos, dengan relaksasi yang

mendominasi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak

hadir, yang mengarah ke peningkatan dalam usus yaitu persarafan ekstrinsik.

Persarafan dari kedua sistem kolinergik dan sistem adrenergik adalah 2-3 kali dari

persarafan normal. Adrenergik (rangsang) sistem diperkirakan mendominasi atas

kolinergik (penghambatan) sistem, yang menyebabkan peningkatan tonus otot

polos. Dengan hilangnya saraf intrinsik enterik penghambatan, nada peningkatan

yang terlindung dan menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos,

peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan obstruksi fungsional. (Lee,S. 2012)

2.7 Manifestasi Klinis

Karakteristik gejala yang terlihat pada pasien HD adalah kesulitan dalam proses

pengeluaran feses yang berlangsung beberapa hari pertama kehidupan karena

terjadinya obstruksi usus besar. HD mungkin terjadi di dalam periode neonatal

dan sangat berbahaya. bahaya yang mungkin adalah kematian dari perforasi

sekum atau usus besar serta terjadinya malnutrisi akibat obstruksi usus

(Ziai,M,1983)

Penyakit Hirschsprung pada pasien yang lebih tua harus dibedakan dari penyebab

lain dari distensi perut dan sembelit kronis. Sejarah sering mengungkapkan

meningkatnya kesulitan pada buang air besar yang dimulai pada 1 minggu

pertama kehidupan itulah salah satu kunci untuk mendiagnosis HD. Keadaan masa

tinja besar juga dapat diraba di bagian kiri bawah perut, tetapi pada pemeriksaan

(23)

hirschsprung harus dibedakan dari sindrom mekonium stekeker,ileus

obstruktif,dan atresia usus. (Kliegman,R 1999 )

Pemeriksaan rektal menunjukkan keadaan normal namun biasanya diikuti dengan

keluarnya kotoran peses berbau busuk dan juga bercampur gas. Serangan

intermiten obstruksi usus juga berhubungan dengan nyeri dan demam.

2.8 Pemeriksaan Fisik

Bayi yang baru lahir jarang dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap seperti

inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi sehingga pemeriksaan fisik pada kasus

HD sering dilakukan setelah beberapa jam kemudian, pada penilaian inspeksi

(melihat) sering terlihat perut buncit yang membesar tanpa diketahui sebelumnya.

Pemeriksaan perkusi dan auskultasi pada pasien HD sering di dengar suara berisi

suatu masa ataupun kontraksi usus yang meningkat namun pada anak-anak, perut

buncit dan di tambah tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama) dapat

dipertimbangkan bahwa penyebabnya adalah Hirschprung disease. (Lee,S. 2012)

2.9 Diagnosa

Kegagalan keluarnya tinja menyebabkan dilatasi dari usus proksimal dan

ditambah dengan terjadinya distensi abdomen. Sebagian usus melebar sehingga

meningkatkan tekanan intraluminal.Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran

(24)

Tabel 2.1: Membedakan fitur Penyakit Hirschsprung Disease dan konstipasi

Fungsional (Kliegman,R 1999 )

VARIABEL FUNGSIONAL HIRSCPRUNG DISEASE

SEJARAH

Relaksasi sfingter internal

normal

tidak ada zona transisi

relaksasi spinkter atau peningkatan tekanan

(25)

2.9.2 Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi akan terlihat bangunan haustrae sepanjang kolon.

mulai dari distal kolon desenden sampai sigmoid,. Dalam keadaan normal

garis-garis haustrae dapat terlihat dan di ikuti dengan jelas dan serta saling

berkesinambungan. Lebar kolon berubah secara perlahan mulai dari sekum (±8,5

cm) sampai sigmoid (± 2,5 cm) dan panjang kolon bervariasi setiap individu,

berkisar antara 91-125 cm bahkan lebih. (Rasad,S 2007 )

Diagnosis radiografi penyakit Hirschsprung didasarkan pada adanya bagian

transisi antara usus bagian proksimal yang melebar dan kolon bagian distal yang

mengeecil karena disebabkan oleh nonrelaxation dari usus aganglionik. bagian

transisi ini biasanya tidak terjadi pada 1-2 minggu kelahiran. Evaluasi radiologis

harus dilakukan dengan persiapan untuk mencegah dilatasi bagian aganglionik

(Kliegman,R 1999)

Gambar 2.3. : Radiografi perut menunjukkan loop melebar usus. Kontras enema menunjukkan

karakteristik "zona transisi" Penyakit Hirschsprung, yaitu transisi antara recto menyempit. sumber

(26)

Sumber : Kim, H.J.2008

Gambar 2.4 : (a) barium kontras ganda anteroposterior enema radiografi menunjukkan rektum agak menyempit dan persimpanganrectosigmoid (panah) dengan kolon sigmoid membesar (SC). (b) reseksi spesimen seluruh kolon menunjukkan dilatasi

kolon sigmoid dan kolon ascending nondilated,

melintang usus ,dan kolon desendens.

(27)

2.9.3 Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin,tes ini untuk memastikan bahwa berapa kadar

hematokrit untuk sebelum dilakukannya operasi dan jumlah trombositnya. Syarat

dilakukannya operasi nilai-nilai darah rutin tersebut harus berada dalam rentang

referensi normal.sedangkan, untuk pemeriksaan koagulasi diperoleh untuk

memastikan bahwa apakah ada gangguan pembekuan yang terjadi dan itu

dilakukan sebelum operasi. (Lee,S.2012)

2.10 Penatalaksanaan

2.10.1 Farmakologi

Tujuan umum perawatan medis antara lain :

1. Untuk mengobati komplikasi dari penyakit Hirschsprung disease

2. Memonitor tindakan sementara sampai bedah rekonstruksi terjadi

3. Memonitor fungsi usus setelah operasi rekonstruksi agar berjalan dengan

baik

Manajemen komplikasi HD diarahlan kepada pemantauan kembali cairan normal

dan keseimbangan elektrolit, mencegah distensi usus yang berlebih, dan

mengelola komplikasi seperti sepsis,dekompresi nasogastrik, pemberian antibiotik

intravena termasuk tatalaksana awal pada kasus ini. (Lee,S 2012)

9.10.2 Bedah

Transabdominal operation

Manajemen bedah untuk HD bertujuan memotong sebagian usus aganglionik dan

merekonstruksi kembali ke usus yang normal, dengan cara membawa usus turun

ke anus sambil menjaga sfingter yang normal,hal ini dilakukan pertama kali oleh

Swenson dan Bill yang menggambarkan operasi untuk HD dengan menghapus

aganglionik usus dengan menarik keluar usus ke anus pada tahun 1948.

Pendekatan bedah berubah secara bertahap dari tahap tarik-melalui tanpa

(28)

karena lebih sedikit waktu yang dibutuhkan untuk rawat inap. Telah ada

pengembangan yang signifikan untuk teknik operasi dan diagnostik alat yang

digunakan pada tatalaksana kasus HD, dulu tindakan istilah operasi minimal

digunakan untuk setiap prosedur untuk pasien dengan operasi terbuka tradisional.

Namun pada saat ini tindakan operatif bisa saja melibatkan laparoskopi,

endoskopi atau pembedahan dengan bantuan komputer dan biasanya dapat

mengurangi trauma bedah untuk pasien, selain itu keuntungan yang didapat

pemulihan lebih cepat dan waktu rawat inap di rumah sakit menjadi minimal.

(Gunnarsdottir,2011)

Total Transanal Endorectal Pull-Through (TERPT)

Tindakan ini dilakukan dengan memberi sayatan melingkar di mukosa rektum

sekitar 5 mm di atas garis dentate, untuk membuat permukaan datar di

submukosa, kemudian lakukan pemotongan dibagian permukaan submukosa

diatas garis dentate sepanjang usus yang akan keluar, selain itu perhatikan resiko

terjadinya cedera pada struktur panggul., laporan kegiatan TERPT menggunakan

potongan otot pendek tanpa myectomy telah terbukti menguntungkan. Setelah

panjang pemotongan tercapai, dinding otot dubur dibagi menjadi beberapa bagian

dengan cara rektum dimobilisasi keluar melalui anus, selanjutnya adalah cara

membagi bagian vaskular kecil sepanjang rektum dan usus besar . biopsi diambil

dari makroskopik usus ganglionik yang normal hal ini bertujuan untuk

menentukan tingkat reseksi usus besar sebelum penjahitan penyambungan akhir..

prosedur TERPT juga dapat mengurangi risiko merusak struktur panggul serta

lebih murah dan waktu pemulihan lebih cepat setelah operasi.(Gunnarsdottir,

(29)

Gambar. 2.6 a. lubang anus.

Gambar. 2.7.b. Menyayat mukosa sekitar 5 mm di atas garis dentate. belah antara submucosa dan melingkar dengan lapisan otot.

Gambar. 2.8.c. Potong lapisan otot di atas kulit panggul. Dan siap dilakukan pembedahan serta mobilisasi rektum dan sigmoid

usus.

(30)

Laparoscopic assisted Pull-Through

Laporan untuk tindakan endorectal laparoscopic assisted pull-through untuk HD pertama kali diterbitkan oleh Georgeson et al pada tahun 1995. Prosedur ini

dilakukan dengan memasukkan jarum 4-5 mm sekita 30 ° di bagian kanan atas

tepat di bawah pinggir hati untuk mendapatkan pneumoperitoneum kemudian

memasukan jarum varess di umbilikus. memasukan 2 mm trocars 4-5 satu di

nagian kanan bawah dan satu di sebelah kiri di bagian atas perut. terkadang

tambahan trocar diperlukan pada supra pubik untuk traksi usus yang lebih baik

selama pembedahan laparoskopi dari rektum. kemudian dilakukan mobilisasi

penuh pada usus yang aganglionik dan kemudian lakukan diseksi pada rektum

dari mukosa dubur dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas. Keuntungan

utama dari pendekatan laparoskopi adalah untuk mudahnya pengambilan biopsi

seromuscular untuk identifikasi awal kolon normal ganglionik. (Gunnarsdottir,

2011)

Botolinium Injection

Gejala obstruktif ringan dapat dikelola oleh langkah-langkah yang mudah seperti

diet, mengkonsumsi obat pencahar. namun gejala yang lebih parah dengan

serangan berulang dapat menyebabkan enterokolitis berulang. Beberapa anak

butuh stimulasi dubur atau irigasi untuk proses awal buang air besar. Namun jika

tidak diketahui apa penyebab dari obstruktif , gejala dapat disebabkan ada

masalah pada sfingter internal, yang bisa menjadi indikasi untuk injeksi intra

sphincterik toksin botulinum. Metode ini pertama kali dijelaskan oleh Langer pada

tahun 1997 botulinum sebuah toksin yang disuntikkan ke dalam sfingter internal

dalam keadan anastesi umum. Dosis yang diberikan sangat bervariasi, sekita

15-120 unit biasanya setelah 3-4 bulan. Pasien yang di suntik menunjukkan hasil

yang sangat baik. penelitian melaporkan bahwa 80% dari pasien menanggapi

injeksi pertama, tetapi 69% diperlukan suntikan kedua. Jumlah penerimaan ke

rumah sakit untuk obstruktif gejala menurun secara signifikan (Gunnarsdottir,

(31)

Myectomy

Pada pasien yang respon pada pemberian toksin botulinum, tetapi tidak ingin

melanjutkan dengan suntikan toksin botolinum yang berulang, myectomy

adalah pilihan. (Wildhaber dkk) melaporkan hasil setelah myectomy posterior

atau myotomy di 32 pasien dengan gejala obstruktif setelah TERPT. Operasi itu

dilakukan dalam kurun waktu 3 tahun dan membutuhkan waktu sekitar 8,6 tahun

untuk menindaklanjuti hasil operasi. Tingkat respon tergantung pada indikasi

untuk melakukan myectomy tersebut. 75% pasien dengan enterokolitis berulang

tidak mengalami gejala lagi dan sekitar 60% dari pasien dengan sembelit kronis

melakukan myectomy. Di sisi lain, hanya 17% pasien dengan sisa aganglionosis

dan sembelit yang membaik (Gunnarsdottir,2011)

Redo Pull-Through

Pasien dengan gejala obstruktif persisten dan enterokolitis jarang untuk kembali

dilakukannya redo pull-through. Karena tindakan tersebut atas indikasi terjadinya

aganglionosis kembali, terjadi striktur parah, dan melebarnya usus, Tindakan

pencegahan seharusnya dilakukan sebelum mempertimbangkan redo

pull-through. Teknik yang berbeda telah diusulkan untuk prosedur redo

tergantung pada operasi pasien sebelumnya dan juga keputusan yang diambil oleh

ahli bedah. (Gunnarsdottir, 2011)

Management of Total Colonic Aganglionosis

Total colonic Aganglionosis (TCA) terjadi pada 2-15% pasien dengan

aganglionosis. Umumnya seluruh usus besar mengalami aganglionik dan sebagian

dari usus kecil juga dapat terlibat. TCA telah digambarkan berbeda klinis,

radiologis, dan histologis dari rectosigmoid. TCA telah dikaitkan dengan angka

kematian yang tinggi dan morbiditas dari penyakit segmen pendek. Beberapa

metode bedah telah diusulkan untuk TCA, seperti prosedur Martin-Duhamel,

(32)

2.11. Komplikasi

Komplikasi potensial untuk operasi kompleks terkait dengan penyakit

Hirschsprung mencakup seluruh spektrum komplikasi dari tindakan bedah

gastrointestinal. Komplikasi termasuk peningkatan insiden enterokolitis pasca

operasi dengan prosedur Swenson, sembelit setelah perbaikan Duhamel, dan diare

dan inkontinensia dengan prosedeur Soave. (Lee,S 2012)

Secara umum, komplikasi kebocoran anastomosis dan pembentukan striktur

(5-15%), obstruksi usus (5%), abses pelvis (5%), infeksi luka (10%), dan

membutuhkan re-operasi kembali (5%). seperti prolaps atau striktur.

Kemudian, komplikasi yang terkait dengan manajemen bedah penyakit

Hirschsprung termasuk enterocolitis, gejala obstruktif, inkontinensia, sembelit

kronis (6-10%), dan perforasi. (Lee,S 2012)

Enterokolitis

Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien

dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada

mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus

menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk

perforasi. Proses ini dapat terjadi di kedua bagian aganglionik dan ganglionik

usus. transisi. Pasien mungkin hadir pasca operasi dengan distensi perut, muntah,

sembelit atau indikasi obstruksi yang sedang berlangsung.Obstruksi mekanik

dapat dengan mudah didiagnosis dengan rektal digital dan barium enema. (Lee,S

2012)

Aganglionosis Persistent

Jarang terjadi dan mungkin karena kesalahan patologis, reseksi tidak memadai,

atau hilangnya sel ganglion setelah di tarik keluar. (Lee,S 2012)

(33)

Dapat mengakibatkan obstruksi persisten. Hal ini dapat diobati dengan

sfingterotomi internal intrasphincteric toksin botulinum, atau nitrogliserin pasta.

Sebagian besar kasus akan menyelesaikan pada usia 5 tahun. (Lee,S 2012)

Inkontinensia

Hal ini mungkin hasil dari fungsi sfingter normal, ataupun kesalahan dalam

tindakan operasi sehingga penurunan sensasi, atau inkontinensia sekunder. Secara

umum manometri anorectal dan USG harus membantu dalam membedakan antara

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambaran Hirschprung Disease pada pasien anak di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.Pirngadi Medan

GAMBARAN PASIEN HIRSCHPRUNG DISEASE PADA ANAK

BERDASARKAN :

USIA

GAMBARAN KLINIS JENIS KELAMIN

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

(35)

3.2 Definisi Operasional

No Variable Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur

1 Usia Usia adalah masa hidup

Merupakan suatu tanda

atau gejala yang tercatat

radiologi adalah suatu

pemeriksaan yang

5 Komplikasi Merupakan akibat dari

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

dengan desain penelitian cross sectional study

4.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan dalam rentang waktu pada bulan Juli 2013 - Desember 2013

dan tempat penelitian di RSUD Dr.Pirngadi Medan

4.3 Populasi dan sampel

Populasi adalah pasien Hirschprung disease yang berobat di Rumah sakit

Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2008-2012 . Sampel adalah pasien yang berobat di

rumah sakit Dr.Pirngadi Medan dalam kurun waktu 2008-2012. Sampel penelitian

ini menggunakan total sampling dimana semua populasi digunakan sebagai

sampel yaitu berjumlah 40 orang.

4.4 Tehknik pengumpulan data

Data dikumpul dengan menggunakan data sekunder yaitu rekam medis yang

diambil dari sub bagian rekam medik periode 2008-2012 di RSUD Dr.Pirngadi

Medan.

4.5 Pengolahan data dan analisa data

(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang penyimpanan rekam medis di RSU Dr.Pirngadi

yang berlokasi JL.Prof. H.M. Yamin,SH No. 47, Medan Provinsi Sumatera Utara

Indonesia.

5.1.2. Karakteristik Individu

Data yang diperoleh berdasarkan rekam medis penderita Hirschprung disease pada

tahun 2008-2012 berjumlah 40 subjek. Jumlah dan persentase penderita

Hirschprung meliputi usia, jenis kelamin, gambaran klinis, pemeriksaan radiologi,

dan komplikasi

Berikut ini diuraikan karakteristik individu penderita Hirschprung disease

berdasarkan usia pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Jumlah dan Persentase Umur

Variabel Frekuensi

Usia 0 hari- 1 Bulan 26 /40

1 Bulan – 15 Bulan 8 / 40

Lebih dari 15 Bulan 6 / 40

Jumlah 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui bahwa dari 40 penderita Hirschprung

(38)

Bulan, dan jumlah penderita Hirsprung pada usia Lebih dari 15 Bulan. Untuk

mengetahui frekuensi jenis kelamin penderita Hirschprung dapat dilihat pada tabel

5.2. di bawah ini.

Tabel 5.2. Jumlah dan Persentase Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi

Jenis Kelamin

Laki-laki 24 / 40

Perempuan 16 / 40

Jumlah 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 40 orang penderita

Hirschprung terdiri atas 24 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Selain jenis

kelamin, dapat dilihat juga jumlah dan persentase berdasarkan gambaran klinis

pasien Hirschprung pada tabel 5.3. di bawah ini.

Tabel 5.3. Jumlah dan Persentase Gambaran klinis

Variabel Frekuensi

Riwayat Konstipasi 9 / 40

Mekonium > 48 jam 9 / 40

Mual dan Muntah 1 / 40

Distensi Abdomen 21 / 40

Jumlah 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahwa jumlah dan persentase

(39)

abdomen sebanyak 21 orang, riwayat konstipasi 9 orang, mekonium yang keluar

diatas 48 jm 9 orang, dan mual dan munth 1 orang. Kemudian pemeriksaan

radiologi menjadi variabel penelitian. Untuk jumlah dan pemeriksaan radiologi

dapat dilihat pada tabel 5.4. di bawah ini.

Tabel 5.4. Jumlah dan Persentase Pemeriksaan Radiologi

Variabel Frekuensi

Barium Enema 36 / 40

kolon in loop 4 / 40

Total 40 Subjek

Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat dari 40 penderita jumlah dan

persentase Hirschprung adalah penggunaan Barium enema 36 orang. sedangkan

sebanyak 4 pasien menggunakan kolon in loop. Ditemukn gambaran adanya

penyempitan pada daerah rektosigmoid dan proksimal dari daerah tersebut

diameter kolon juga tampak melebar. Selain itu, komplikasi penderita Hirscprung

(40)

Tabel 5.5. Jumlah dan Persentase Komplikasi

Berdasarkan tabel 5.5. dapat dilihat jumlah dan persentase komplikasi Hirscprung

yaitu tanpa komplikasi 19 subjek, dehidrasi 1 subjek, distres pernafasan sebanyak

3 subjek, gangguan nutrisi sebanyak 3 subjek, ikterus sebanyak 1 subjek,

malrotasi usus sebanyak 1 subjek, gangguan paska operasi sebanyak 7 subjek,

kembali Hirscprung sebanyak 2 subjek, sepsis sebanyak 1 subjek dan yang

meninggal dunia sebanyak 2 subjek

5.2. Pembahasan

Jumlah penderita Hirschprung disease di RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun

2008-2012 adalah 40 orang. Kelainan genetik ini jarang ditemukan dimasyarakat

namun sangat beresiko jika tidak didiagnosa dengan cepat. Sebagian besar

penderita Hirschprung di RSUD dr.Pirngadi medan berada pada rentang usia 0

Variabel Frekuensi

Tanpa Komplikasi 19 /40

(41)

sebanyak 8 orang, dan paling sedikit pada usia diatas dari 15 bulan sebanyak 6

orang. Angka tersebut menunjukkan bahwa usia 0 hari-1 bulan lebih banyak

menderita Hirschprung dibandingkan usia diatas 15 bulan. Karena kemungkinan

pada masa awal kelahiran biasanya bayi masih di rawat dan di observasi oleh

tenaga medis sehingga penegakan diagnosa terjadi lebih awal. pada penelitian

(Monajemzadeh,M,dkk.2011) membagi kasus menjadi 4 kelompok sesuai dengan

usia mereka : a) periode neonatal 4 minggu pertama dari hidup, b) antara 5 hingga

12 minggu, c) 13 minggu sampai 1 berumur setahun, dan d) di atas 1 tahun juga

mendapatkan insiden tertinggi pada usia periode neonatal yaitu 51 kasus, serta

pada usia 5-12 minggu yaitu berjumlah 26 kasus dari 127 kasus yang diteliti.

Persentase jenis kelamin pada penderita Hirschprung adalah laki-laki

sebanyak 24 orang, sedangkan perempuan sebanyak 16 orang. Hal ini

menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita Hirshprung dari pada

perempuan. Pada penelitian (Monajemzadeh,M,dkk.2011) didapatkan laki-laki

lebih berpengaruh dari perempuan untuk terjadinya HD dengan perbandingan

rasio 4:1. Hal serupa juga didapatkan pada penelitian (Pini Prato,Alessio.2013)

dimana perbandingan laki-laki lebih mencolok dibandingkan dengan perempuan

yaitu 3,4:1. Sesuai pada penelitian (Rusmini,M,.2013) Hirschprung memiliki

kompleks masalah utama pada genetik keluarga, yang ditandai dengan insidensi

dominan pada laki. Penyebab insidensi Hirschprung lebih banyak pada

laki-laki tidak diketahui secara pasti.

Gambaran klinis yang ditemukan pada penderita Hirschprung yang paling

banyak adalah distensi abdomen sebanyak 21 orang,riwayat konstipasi 9 orang,

mekonium yang keluar diatas 48 jam 9 orang, dan mual dan muntah 1 orang.

Angka tersebut menunjukkan bahwa keluhan utama yang paling banyak

ditemukan pada kasus Hirscprung adalah distensi abdomen dimana pada inspeksi

terlihat ketegangan otot perut dan juga terasa tegang (keras) pada palpasi.

Gambaran klinis terbanyak kedua adalah adanya riwayat konstipasi dan

mekonium yang terlambat keluar diatas dari 48 jam. Hal ini juga didapatkan dari

(42)

tertinggi dari gambaran klinis pada pasien HD adalah distensi abdomen 64.8%

juga gejala mekonium yang terlambat keluar 64.8% dan riwayat konstipasi

54.7%. Hal ini senada pada buku Nelson Textbook of pediatric 18th edition

(Kliegman,R 1999) yaitu Kegagalan keluarnya tinja menyebabkan dilatasi dari

usus proksimal dan ditambah dengan terjadinya distensi abdomen. Sebagian usus

melebar sehingga meningkatkan tekanan intraluminal.

Pemeriksaan penunjang pada Hirschprung adalah pemeriksaan radiologi

dimana pada prinsipnya untuk mengetahui apakah ada sumbatan dari kolon yang

dianggap hirschprung. pada 40 subjek penderita Hirschprung didapatkan sebanyak

36 orang menggunakan Barium enema. Sedangkan sebanyak 4 pasien

menggunakan kolon in loop. Pemilihan barium enema dipertegas Pada penelitian

(Monajemzadeh,M,dkk.2011), dimana Barium enema dilakukan pada 103

anak-anak dan didapatkan hasil baik yang baik, sensitivitas diagnostik dengan

menggunakan barium enema yaitu 91,3%. Barium enema adalah pemeriksaan

penunjang dalam menegakkan diagnosa dari Hirschprung dimana didapatkan

gambaran rektum yang menyempit yang terlihat dari warna kontras (putih) yang

digunakan dalam mendiagnosa juga terlihat daerah transisi berupa kolon

proksimal yang melebar dan kolon distal yang sempit. Pada penelitian

(Amiel,J.2013) menjelaskan bahwa pemeriksaan barium enema akan terlihat

adanya bagian yang berkontraksi namun tidak terkordinasi. Zona transisi

mewakili tempat dimana teriadi di bagian yang terkena kelainan.

Persentasi pada komplikasi didapatkan pada 40 subjek yaitu tanpa

komplikasi 19 subjek, dehidrasi 1 subjek, distres pernafasan sebanyak 3 subjek,

gangguan nutrisi sebanyak 2 subjek, ikterus sebanyak 2 subjek, malrotasi usus 1

subjek, gangguan paska operasi sebanyak 1 subjek, kembali mendapatkan

Hirscprung sebanyak 7 subjek, menderita sepsis sebanyak 2 subjek dan yang

meninggal dunia sebanyak 2 subjek. Dari angka tersebut diartikan bahwa

komplikasi bisa dihindari dari ketepatan dan diagnosa dini dari hirschpung

sehingga tindakan preventif bisa dilakukan selain itu dibutuhkan peran segera dari

(43)

seperti gangguan nutrisi bahkan meninggal dunia. tindakan dan observasi setelah

operasi dapat dipikirkan kembali mengingat kembalinya Hirschprung dan efek

negatif dari paska operasi bisa saja terjadi. Hal berbeda dari temuan hasil Pada

penelitian(Bandré,E,dkk.2010), dimana penilaian hasil selama 3,5 tahun memberi

hasil yang sangat baik. Komplikasi pasca-operasi terutama enterocolitis pada

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat diambil

kesimpulan mengenai Gambaran pasien Hirschprung disease di RSUD dr.Pirngadi

medan tahun 2008-2012 bahwa

1. Proporsi usia penderita paling banyak adalah usia 0 hari-1 bulan

sebanyak 26 orang.

2. Jenis Kelamin paling banyak yang terkena Hirscprung adalah laki-laki

sebanyak 24 orang.

3. Gambaran klinis paling sering ditemukan adalah distensi abdomen

sebanyak 21 orang, riwayat konstipasi dan mekonium yang keluar diatas

48 jam sebanyak 9 orang. Ketiga gambaran klinis tersebut yang sering

ditemukan pada penderita Hirschprung disease.

4. Pemeriksaan penunjang lebih sering digunakan adalah barium enema

didapatkan sebanyak 36 orang

5. Diagnosa dengan tepat dan cepat serta penatalaksanaan yang sesuai

menunjukan hasil signifikan dalam mengatasi Hirschprung disease dimana

pada subjek didapatkan 19 subjek tanpa komplikasi.

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan antara lain :

1. Untuk peneliti selanjutnya agar lebih memperhatikan faktor-faktor lain

yang dapat menjadi faktor terjadinya Hirshprung sehingga hasil penelitian

(45)

2. Kepada pembaca semoga lebih dapat mengenali serta memahami tentang

Hirschprung disease. untuk mencegah komplikasi yang berat seperti

meninggal dunia.

3. Kepada tenaga medis tentunya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

tambahan referensi dalam penegakan kasus Hirschprung dalam praktek

sehari-har

4. Perlu rekam medik yang lebih baik dengan data yang lebih lengkap agar

didapatkan jumlah subjek penelitian yang lebih banyak dengan informasi

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Amiel, J.,Et all.2013. Hirschsprung disease, associated syndromes and genetics:

a review. jmg.bmj.com on April 11, 2013

Bandré,E. Kaboré,R. A. F. Ouedraogo, I. Soré, O, Tapsoba,T. Bambara, C.

Wandaogo, A. September-December 2010. Hirschsprung’s disease: Management

problem in a developing country. African Journal of Paediatric Surgery.vol.7

Departement radiology VCU.2004. Gambar.1 usus hirchprung disease.

http://hlk.nielsvos.com/images/anatomie/colon-1.jpg.

2013.

Depkes. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Dalam karya tulis

Yuncie,Mariska Stella, Sarumpaet, Muda Sori,Jemadi. Karakteristik Ibu yang

melahirkan bayi dengan kelainan Kongenital di RSUD DR.pirngadi medan tahun

2007-2011.

Eisenberg,R L,2003.Gastro intestinal radiology hal 752.Penerbit Lipincott wiliam

& Wilkins

Fonkalsrud.Z,Swhartz SI, Ellis H,.Hirschsprung’s disease.Maingot’s Abdominal Operation. 10

th

ed. New York: Prentice-Hall intl.inc.1997.p.2097-105.

Gambar Kolon.http://medicastore.com/images/anatomi_usus_besar.jpg. accessed

(20 mei 2013)

Gunnarsdóttir,A ,T. Wester.2011. Modern treatment of hirschprung’s disease, Scandinavian Journal of Surgery 100: 243–249, 2011.

Junquera,LC, Carneriro. Histologi dasar teks dan atlas edisi 10, Hal 305. Penerbit

(47)

Kim, H.J,et all..2008. Hirschsprung Disease and Hypoganglionosis in Adults:

Radiologic Findings and Differentiation.Volume 247: Number 2 May 2008

Kliegman,R M,Behrman,R, Stanton,B.F. Nelson Textbook of pediatric 18th

edition. hal 329. Penerbit Saunders An imprint Elsevier. 2007

Lee,S,2012. Hirschprung disease.

http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview. Hal 1-4.

Maryunani,A.Nurhayati.2009. Asuhan kegawatdaruratan dan penyulit pada

neonates.hal 145.penerbit CV.Trans info media.2009

Merenstein,K,david W, 1996 Rosenberg.Handbook of pediatrics. hal 579. EGC

kedokteran

Monajemzadeh,M, Kalantari, M, Yaghmai, B, Shekarchi1,R, Mahjoub,F, and Mehdizadeh, M . 2001. Hirschsprung's Disease: a Clinical and Pathologic Study

in Iranian Constipated Children, Sep 2011; Vol 21 (No 3), Pp: 362-366.

Ndibazza, J., et all. 2011. A Description of Congenital Anomalies Among Infants in

Entebbe, Uganda. Birth Defects Research (Part A): Clinical and Molecular

Teratology 91:857_861 (2011).

Pearce,E.C. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis, hal: 198 . PT Gramedia

Pustaka Utama Jakarta, 2008 .

Pini Prato, Alessio.et All. 2013. A prospective observational study of associated

anomalies in Hirschsprung’s disease .Orphanet Journal of Rare Diseases 2013.

Rasad,S.2007.Radiologi Diagnostik. hal 250.Balai penerbit FK UI.

Rusmini,M. et all. 2013. Induction of RET Dependent and Independent Pro-

Inflammatory Programs in Human Peripheral Blood Mononuclear Cells from

Hirschsprung Patients, Volume 8 March 2013.

Shires,Schwartz, Spencer.1995. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah, hal

(48)

Sodikin.2011.Asuhan keperawatan anak gangguan gastrointestinal dan

hepatobilier .Hal 202.

Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger

JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. 5th ed. Connecticut:Appleton & Lange; 1990. p.555-77.

Wallace,A.S, Anderson,R.B.2011.Genetic interactions and modifier genes in

Hirschsprung's disease. Volume 17 December 7, 2011

(49)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Muhammad Nico Dariyanto

Tempat, Tanggal lahir : Tembilahan, 15 April 1992

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Email : mnicodariyanto@ymail.com

Riwayat Pendidikan

 2010-Sekarang : Universitas Sumatera Utara Pendidikan Dokter (S1)

 2007 – 2010 : SMA Negeri 1 Tembilahan Kota

 2004 - 2007 : MTSN 094 Tembilahan Kota

 1998 - 2004 : SD Negeri 008 Tembilahan Kota

Riwayat Organisasi

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)

Gambar

Gambar. 2.1 Anatomi kolon
Gambar 2.2  Histologi Kolon
Tabel  2.1: Membedakan fitur Penyakit Hirschsprung Disease dan konstipasi
Gambar 2.3. : Radiografi perut menunjukkan loop melebar usus. Kontras enema menunjukkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa gejala klinis yang sering dialami penderita endometriosis adalah nyeri pada saat menstruasi, yaitu sebanyak 17 orang (58.6%), dan gejala

Dari Tabel 2 diperoleh gambaran laring yang paling banyak dijumpai adalah keganasan yaitu sebanyak 21 penderita (19,6%) diikuti oleh parese/paralisa pita suara sebanyak 18

Keseluruhan hasil pemeriksaan CT Scan kepala berjumlah 189 orang penderita nyeri kepala dan lebih banyak menunjukkan gambaran normal (76,19%) dibandingkan gambaran abnormal

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan, gejala klinis yang paling banyak ditemui adalah demam, Pemeriksaan laboratorium hematologi pada pasien demam tifoid di RSUP

Berdasarkan ada atau tidaknya penyakit penyerta, pemeriksaan eritrosit urin menunjukkan hasil hematuria paling banyak dialami oleh pasien dengan penyakit penyerta

Berdasar kan gambaran klinis, batuk merupakan gejala klinis paling banyak ditemukan yaitu 94.4% diikuti napas cuping hidung 93,1%, dan ronki 92,4%, kemudian demam dengan

Dari Tabel 2 diperoleh gambaran laring yang paling banyak dijumpai adalah keganasan yaitu sebanyak 21 penderita (19,6%) diikuti oleh parese/paralisa pita suara sebanyak 18

Berdasarkan ada atau tidaknya penyakit penyerta, pemeriksaan eritrosit urin menunjukkan hasil hematuria paling banyak dialami oleh pasien dengan penyakit penyerta