SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH/US
DOLLAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI
TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI
BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011 - 2013
OLEH
HARRY MAULANA PULUNGAN 080503261
PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta tahun 2011 – 2013. Metode analisis yang digunakan untuk meneliti pengaruh nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta tahun 2011 – 2013 adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan Metode Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis deskriptif dapat dilihat karakteristik responden dengan masing-masing variable yang diteliti. Sedangkan dari Analisis Kuantitatif dengan metode regresi linier berganda, hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari variable nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013, dengan persamaan regresi
Y = 2697,209 + 0,222 X1 – 118,073 X2 + e dan nilai Fhitung adalah 8,010 dan nilai koefesien determinasi sebesar 0,286 dimana kemampuan variable nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI adalah sebesar 28,6% sedangkan sisanya 71,4% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak di ikut sertakan dalam penelitian ini. berdasarkan Uji t, variable Nilai Tukar Rupiah merupakan variable yang paling dominan dalam mempengaruhi indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of Rupiah/ US Dollar and
the SBI interest rate of composite stock price index at the Jakarta stock exchange in
2011 – 2013. The method of analysis used to investigate the effect of the Rupiah/US
Dollar and the SBI interest rate of composite stock price index at the Jakarta Stock
Exchange in 2011 – 2013 is Descriptive Analysis and Quantitative Analysis with
Multiple Linear Regression Method.
The result showed that the descriptive analysis result can be seen the
characteristics of respondents with each of the variable studied. While the
Quantitative Analysis by multiple linear regression method, the results showed a
significant influence on the variables of the Rupiah/US Dollar and the SBI interest
rate of composite stock price index at the Jakarta Stock Exchange in 2011 – 2013,
with regression equation.
Y = 2697,209 + 0,222 X1 – 118,073 X2 + e and Fvalue is 8,010 and the value of
determination coefficient of 0,286 where the variables ability of the Rupiah/US
Dollar and the SBI interest rate was at 28,6% while the remaining 71,4% explained
by other factors not included in this study. In the t test, the variable the effect of
Rupiah/US Dollar was the most dominant variable in affecting stock price index at
the Jakarta Stock Exchange in 2011 – 2013.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya, serta memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan umat ke jalan yang
lurus. Skripsi ini diberi judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar
dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013”. Guna memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan pada program sarjana di Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini, baik dari segi isi maupun penyajian, hal ini disebabkan keterbatasan dan
kemampuan penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu diharapkan bagi penulis yang akan datang untuk dapat
mengembangkan lagi penelitian ini.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orngtua penulis Ir.Bangun
Pulungan dan Khairida Nasution, atas segala kasih saying, doa yamg tak pernah
putus, pengorbanan, dukungan, serta pengertian yang sangat besar. Terima kasih juga
penulis ucapkan untuk abang, kakak, adik-adik, dan sahabat-sahabat penulis, atas
segala pengertian, dukungan, dan hiburan selama ini kepada penulis.
Proses penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bimbingan, saran, serta
mudah-mudahan Allah SWT mencatat ini semua sebagai amalan yang terus mengalir
dan juga bagi dosen-dosen penulis yang lain.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materil, spiritual maupun
administrasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, terutama :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.EC.AC,AK selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Firman Syarif, MSi, AK, selaku Ketua Program Studi S1
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Mutia
Ismail, MM, AK, selaku Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, AK, selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan dorongan, masukan dan saran yang berguna dalam
penyempurnaan dalam skripsi ini.
4. Untuk yang paling istimewa, kedua Orang Tua tercinta. Abang, Kakak dan
Adik-adik yang baik serta yang selalu saling mendukung, Putra Adriananda
Pulungan, Mira Astriana Pulungan, Rizky Hermawan Pulungan, Amalina
Darayani Pulungan, serta seluruh keluarga besar.
Sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan, penulis menyadari bahwa
segala kerendahan hati, penulis menerima setiap saran dan kritik yang membangun
bagi kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukannya.
Medan 01 April 2014 Yang Membuat Pernyataan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis ... 12
2.1.1 Pengertian Nilai Tukar ... 12
2.1.2 Penentuan Nilai Tukar ... 13
2.1.3 Sistem Kurs Mata Uang ... 14
2.1.4 Tingkat Suku Bunga ... 17
2.1.5 Sertifikat Bank Indonesia ... 21
2.1.6 Indeks Harga Saham ... 23
2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 26
2.3 Kerangka Konseptual ... 28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 33
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
3.3 Batasan Operasional ... 33
3.4 Variable penelitian dan Definisi Operasional Variable ... 34
3.4.1 Variable Penelitian ... 34
3.4.2 Definisi Operasional Variable ... 34
3.5 Populasi dan Sampel ... 35
3.8.3Pengujian Hipotesis ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 46
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 49
4.2.1 Nilai Tukar Rupiah/US Dollar ... 49
4.2.2 Tingkat Suku Bunga ... 51
4.2.3 Nilai IHSG ... 53
4.3 Uji Asumsi Klasik ... 55
4.3.1 Uji Normalitas ... 55
4.3.2 Uji Multikolinieritas ... 58
4.3.3 Uji Autokorelasi ... 59
4.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 60
4.5 Uji Hipotesis ... 64
4.5.1 Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 64
4.5.2 Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 66
4.6 Pengujian Koefesien Determinasi (R2) ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 69
5.2Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
DAFTAR TABEL
No.Tabel Judul Halaman
1.5 Perkembangan IHSG di BEI tahun 2002-2013 ... 4
1.6 Kurs tengah Rupiah terhadap US Dollar tahun 2002-2013 ... 6
1.7 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI tahun 2004-2013 ... 7
2.5 Perbedaan dan Persamaan dengan penelitian Terdahulu ... 28
4.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Pada BI tahun 2011-2013 ... 50
4.8 Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Pada BI tahun 2011-2013 ... 52
4.9 Perkembangan IHSG Pada BEI tahun 2011-2013 ... 54
4.10 Uji Komolgrov-Smirnov ... 58
4.11 Uji Multikolinieritas ... 59
4.12 Uji Autokorelasi ... 59
4.13 Uji Glejser ... 62
4.14 Variables Entred/Removes ... 62
4.15 Analisis Linier Berganda ... 63
4.16 Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 65
4.17 Hasil Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 67
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.6 Kerangka Konseptual ... 29
3.1 Statistik d Durbin – Watson ... 40
4.19 Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah ... 50
4.20 Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI ... 52
4.21 Grafik Perkembangan IHSG ... 54
4.22 Pengujian Normalitas Histogram ... 56
4.23 Pengujian Normalitas P-P Plot ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta tahun 2011 – 2013. Metode analisis yang digunakan untuk meneliti pengaruh nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta tahun 2011 – 2013 adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan Metode Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis deskriptif dapat dilihat karakteristik responden dengan masing-masing variable yang diteliti. Sedangkan dari Analisis Kuantitatif dengan metode regresi linier berganda, hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari variable nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013, dengan persamaan regresi
Y = 2697,209 + 0,222 X1 – 118,073 X2 + e dan nilai Fhitung adalah 8,010 dan nilai koefesien determinasi sebesar 0,286 dimana kemampuan variable nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku bunga SBI adalah sebesar 28,6% sedangkan sisanya 71,4% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak di ikut sertakan dalam penelitian ini. berdasarkan Uji t, variable Nilai Tukar Rupiah merupakan variable yang paling dominan dalam mempengaruhi indeks harga saham gabungan di bursa efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of Rupiah/ US Dollar and
the SBI interest rate of composite stock price index at the Jakarta stock exchange in
2011 – 2013. The method of analysis used to investigate the effect of the Rupiah/US
Dollar and the SBI interest rate of composite stock price index at the Jakarta Stock
Exchange in 2011 – 2013 is Descriptive Analysis and Quantitative Analysis with
Multiple Linear Regression Method.
The result showed that the descriptive analysis result can be seen the
characteristics of respondents with each of the variable studied. While the
Quantitative Analysis by multiple linear regression method, the results showed a
significant influence on the variables of the Rupiah/US Dollar and the SBI interest
rate of composite stock price index at the Jakarta Stock Exchange in 2011 – 2013,
with regression equation.
Y = 2697,209 + 0,222 X1 – 118,073 X2 + e and Fvalue is 8,010 and the value of
determination coefficient of 0,286 where the variables ability of the Rupiah/US
Dollar and the SBI interest rate was at 28,6% while the remaining 71,4% explained
by other factors not included in this study. In the t test, the variable the effect of
Rupiah/US Dollar was the most dominant variable in affecting stock price index at
the Jakarta Stock Exchange in 2011 – 2013.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997,
kinerja pasar modal mengalami penurunan tajam bahkan diantaranya mengalami
kerugian. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi
di pasar modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di
bursa. Selain itu krisis ekonomi juga menyebabkan variable – variable ekonomi ,
seperti Nilai Tukar, Tingkat Suku Bunga, Inflasi maupun pertumbuhan ekonomi
mengalami perubahan yang cukup tajam. Suku bunga meningkat sampai mencapai
angka 68,76% pertahun pada tahun 1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77%
pertahun (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 1998).
Di era globalisasi ini, hampir semua Negara menaruh perhatian besar terhadap
pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi
dan alat penggerak perekonomian di suatu Negara. Karena pasar modal merupakan
saran pembentukan modal akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menunjang
pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu, pasar modal juga merupakan
representasi untuk menilai kondisi perusahaan di suatu Negara, karena hampir semua
industri disuatu negara terwakili oleh pasar modal.
suku bunga di suatu Negara, tetapi karna tidak tersedianya alternative investasi yang
menguntungkan di Negara tersebut , atau pada saat yang sama, investasi portofolio di
bursa Negara lain menjanjikan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Keadaan ini terjadi
sebagai konsekuensi dari terbukanya pasar saham terhadap investor asing.
Untuk melihat perkembangan pasar modal Indonesia salah satu indikator yang
sering digunakan adalah indeks harga saham gabungan (IHSG), yang merupakan
salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan indikator –
indikator makro yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator pasar
modal juga fluktuatif.
Pasar modal yang ada di Indonesia juga merupakan pasar yang sedang
berkembang ( emerging market ) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang di mulai tahun
1998 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian nasional Indonesia. Ini di
tandai dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia dalam
bentuk penarikan dana besar-besaran ( rush ) oleh deposan untuk kemudian di simpan di luar negeri ( capital flight ). Tingkat suku bunga yang mencapai 70% dan depresiasi nilai tukar rupiah ( kurs ) terhadap Dollar AS sebesar 500% mengakibatkan
hampir semua kegiatan ekonomi terganggu. Dampak lain dari menurunnya
kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar modal. Harga-harga saham
menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi
Namun, bila melihat indikator beberapa tahun terakhir ini, gejala pemulihan
kepercayaan masyarakat mulai tampak. Pada Desember 2011, IHSG mencapai 3.821
dan sampai Desember 2013 telah mencapai 4.274. ini merupakan peningkatan yang
cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2008, 2009, 2010 baru mencapai
1.355, 2.534, dan 3.703. kemudian sepanjang periode bulan Januari – Maret 2014, PT
Bursa Efek Indonesia terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin
likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode diatas, bursa telah
menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan
dengan Indeks Harga Saham Gabungan yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada
tanggal 14 Maret 2014 di level 4.878.
Banyak teori dan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa pergerakan
indeks harga saham gabungan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti faktor yang
berasal dari luar negeri (external) dan faktor yang berasal dari dalam negeri (internal). Faktor dari luar negeri tersebut bisa datang dari indeks bursa asing Negara lain (Dow Jones, Hang Seng, Nikkei,dll), tren perubahan harga minyak dunia, tren
harga emas dunia, sentimen pasar luar negeri, dan lain sebagainya . Sedangkan faktor
yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari nilai tukar atau kurs disuatu Negara
terhadap Negara lain, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi yang terjadi di Negara tersebut,
kondisi sosial dan politik suatu Negara, jumlah uang beredar dan lain sebagainya.
Pada umumnya bursa efek suatu Negara memiliki pengaruh yang kuat terhadap
dalam satu kawasan juga dapat mempengaruhi karena letak geografisnya yang saling
berdekatan seperti, indeks STI di Singapore, Nikkei di jepang, Hang Seng di
hongkong, Kospi di korea selatan, KLSE di Malaysia, dan lain sebagainya,
Tabel 1.1
Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Periode Januari 2002 – Desember 2013
Tahun Indeks Harga Saham Gabungan
2002 424.94 2003 691.89 2004 1,000.23 2005 1,162.64 2006 1,805.52 2007 2,745.83 2008 1,355.41 2009 2,534.36 2010 2,756.00
2011 3,821.99 2012 4,316.69 2013 4,231.98 Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, beberapa tahun
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan mengalami
peningkatan pada tahun 2007, dan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2008 Indeks
Harga Saham Gabungan mengalami penurunan yang sangat drastis di tingkat
1,355.41 penurunan ini diakibatkan krisis keuangan global dan kasus gagal bayar
Mengalami kenaikan sampai tahun 2012 yang mencapai 4,316.69 dan pada akhirnya
di tahun 2013 Indeks Harga Saham gabungan kembali menurun di tingkat 4,231.98
pada tahun 2013 hanya sedikit penurunan tidak seperti pada tahun 2008 yang
mengalami penurunan sampai dengan 50%, penurunan di tahun 2013 diakibatkan
Serangan global ini lebih kepada perbaikan ekonomi AS, penutupan (shut down) Pemerintah AS,thefed. serta rencana tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat. Imbas dari "serangan" ekonomi global pun berdampak pada laju
nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada awal 2013, mata uang
Garuda ini mulai dibuka di level Rp9.600-an per USD dan kini tersungkur.
Tersungkur di level Rp.12.200 per USD. Tidak hanya Rupiah yang terus melemah,
pasar saham di Indonesia pun terguncang. Indeks Harga Saham Gabungan memasuki
masa suram, di bawah level 4.500 bahkan berkutat di level 4.100-4.200, pelemahan
ini memang tidak terlepas selain serangan ekonomi global, akan tetapi juga di dorong
Tabel 1.2
Kurs Tengah Rp Terhadap Dolar Amerika Periode Januari 2002 – Desember 2013
Tahun Kurs Tengah Rp Terhadap US$
2002 10,330
2003 8,465
2004 9,290
2005 9,830
2006 9,020
2007 9,419
2008 10,950
2009 9,400
2010 8,991
2011 9,068
2012 9,670
2013 12,189
Sumber : Bank Indonesia (www.bi.go.id)
Tabel 1.2 menunjukkan pada tahun 2002 nilai tukar rupiah melemah
terhadap US Dollar, namun pada tahun 2003 nilai tukar Rupiah mulai menguat dan
stabil sampai dengan tahun 2007 , pada tahun 2008 rupiah kembali melemah menjadi
10,950 , sejalan dengan melemahnya kurs rupiah kinerja pasar modal pun mulai
Indonesia menurun sampai dengan 50% menjadi 1,355.41 dibandingkan dengan
akhir tahun sebelumnya .
Tabel 1.3
Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Periode Januari 2004 – desember 2013
Tahun Tingkat Suku Bunga SBI (%)
2004 7,43
2005 12,75
2006 9,75
2007 8,00
2008 10,83
2009 7,28
2010 6,31
2011 5,03
2012 4,80
2013 7,21
Sumber : Bank Indonesia (www.bi.go.id)
Semankin rendah Tingkat Suku Bunga SBI sampai batas tertentu maka orang
akan cenderung mencari alternative investasi lain yang dianggap menguntungkan,
salah satunya beralih ke investasi saham , sehingga semankin rendah tingkat suku
bunga SBI , maka Indeks Harga Saham Gabungan akan semankin meningkat .
IHSG merupakan cerminan kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan
menunjukkan pasar modal sedang Bearish. Untuk itu, seorang investor harus memahami pola perilaku harga saham dipasar modal. Dalam penelitiannya Lee
(1992) telah ditemukan bahwa perubahan tingkat bunga (interest rate) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Sementara itu artikel yang
ditulis oleh Moradoglu (2000), dikemukakan bahwa penelitian tentang perilaku harga
saham telah banyak dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan variable
makroekonomi, diantaranya Chen (1986), Geske and Roll (1983), dan Farma (1981).
Hasil penelitian mereka mengatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh fluktuasi
makroekonomi. Beberapa variable makroekonomi yang digunakan antara lain :
tingkat inflasi, nilai tukar, indeks produksi industri, dan harga minyak.
Ajayi dan Mougoue (1996) juga menggunakan variable makroekonomi nilai
tukar dan harga saham. Mereka meneliti hubungan dinamis antara harga saham dan
nilai tukar pada “Delapan Besar” pasar saham, yaitu : Kanada, Perancis, Jerman,
Italia, Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika serikat dengan menggunakan bevariate error correction model. Hasil penelitian mereka menunjukkan hubungan yang
signifikan antara nilai tukar dan harga saham (pasar modal dan pasar uang). Hasil ini
kemudian didukung juga oleh sudjono (2002) serta sitinjak dan kurniasari (2003)
bahwa nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG.
Selanjutnya Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan
menggunakan data periode 1993 – 1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
kausalitas antara tingkat suku bunga, nilai tukar, dan harga saham. Hasil ini bertolak
dan tingkat suku bunga indonesia SBI berpengaruh terhadap IHSG. Namun saadah
dan Panjaitan (2006) kembali menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dinamis yang
signifikan antara harga saham dan nilai tukar.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dimana masih menunjukkan hasil yang
kontradiktif, maka peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai variable
makroekonomi apakah yang sebenarnya berpengaruh terhadap IHSG dari perusahaan
listing di Bursa Efek Indonesia. Oleh karna itu, dalam skripsi peneliti mengambil
judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga
SBI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 –
2013”.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini mencakup bidang ilmu pengetahuan ekonomi akuntansi,
khususnya yang membahas tentang pasar modal yang didalamnya mencakup variable
makroekonomi yang terdiri dari nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga SBI, serta
IHSG. Dimana dalam penelitian ini, nilai tukar Rupiah/US Dollar dan tingkat suku
bunga SBI sebagai variable independen dan IHSG sebagai variable dependen.
Peneliti menggunakan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, dengan alasan
bahwa selama ini US Dollar merupakan mata uang Internasional (paling stabil) di
dunia. Selain itu, US Dollar merupakan mata uang Internasional yang terkuat,
sehingga banyak Negara ataupun perusahaan yang melakukan transaksi dengan
Variable independen kedua adalah SBI. SBI merupakan salah satu variable
makroekonomi yang keberadaannya berpotensi mempengaruhi kegiatan perdagangan
di lantai bursa yang tercermin dari besaran IHSG. IHSG sendiri merupakan salah satu
indikator pasar modal yang sering kali dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap kegiatan di bursa efek.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penelitian yang penulis ambil
adalah apakah Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh
terhadap Indeks Harga Saham Gabungan baik secara simultan maupun secara parsial
di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2011 – 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti membuat penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Nilai
Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan baik secara simultan maupun secara parsial di Bursa Efek Jakarta
pada tahun 2011 – 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama
investor sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan
1. Bagi Investor dan Emiten
Bagi investor dan emiten yang tercatat di BEI, hasil dari penelitian ini dapat
membantu mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah
menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan kurs rupiah
terhadap Dollar AS dan tingkat suku bunga SBI. Karena kesalahan dalam
menentukan dan menerapkan strategi perdagangan dipasar modal, akan berakibat
buruk bagi perusahaan atau investor sehingga dapat mengalami kerugian apabila kurs
Rupiah/US Dollar dan suku bunga SBI memang benar-benar berpengaruh terhadap
IHSG.
2. Bagi Pemerintah
Dengan diketahuinya dampak dari kurs Rupiah/US Dollar dan tingkat Suku
Bunga SBI terhadap IHSG, maka pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan
yang berkenaan dengan kurs Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI
sehingga pengaruh yang telah atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani
dengan sebaik-baiknya.
3. Bagi Peneliti dan Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka cakrawala baru. Bahwa
faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham,
jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja. Bagi peneliti selanjutnya,
lagi dengan mengambil faktor-faktor ekonomi yang lain, selain kurs rupiah dan suku
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Pengertian Nilai Tukar
Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency.
Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata
uang lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara
lain ditentukan sebagaimana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran
mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika
demand akan rupiah lebih banyak dari pada Supply maka kurs rupiah ini akan
terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi atau depresiasi akan terjadi apabila
Negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001).
Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar adalah harga rupiah
terhadap mata uang Negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu
mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang Negara lain. Misalnya nilai
tukar rupiah terhadap US Dollar, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain
sebagainya.
Nilai tukar inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas
dipasar saham maupun pasar uang karena investor cendrung akan berhati-hati untuk
US Dollar memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak
dan Kurniasari, 2003).
Nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) dikemukakan oleh Abimanyu
adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena
nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh
sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut.
Pengertian lain dari nilai tukar ditulis oleh Olivier Blanchard dalam bukunya
”Macroeconomics” adalah ”nominal exchange rate as the price of the domestic currency in term of foreign currency”, Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani (1996:724) memberikan defenisi mengenai nilai tukar adalah ”an exchange rate is
defined as the amount of one currency that can be exchanged per unit of another currency, or the price of one currency interms of another currency”.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah
sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu
unit mata uang negara lain.
2.1.2. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu faktor
fundamental, faktor teknis dan sentiment pasar (Madura, 1993).
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan
intervensi bank sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada
saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap,
maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara
tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka
nilai tukar kembali normal.
2.1.3. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku diperekonomian internasional, yaitu sistem kurs mengambang, sistem kurs
tertambat, sistem kurs tertambat merangkak, sistem sekeranjang mata uang dan
sistem kurs tetap.
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh
mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter.
a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah.
Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, didalam sistem ini
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya
untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan
karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk
mempengaruhi pergerakan kurs. Namun, otoritas moneter secara kontinyu
melaksanakan intervensi berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya
cadangan devisa yang menipis. Untuk mendorong ekspor, otoritas
moneter akan melakukan intervensi agar nilai mata uang menguat.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang Negara lain atau
sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang Negara partner
dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi
sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya
berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu Negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan
tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu.
Keuntungan utama sistem ini adalah suatu Negara dapat mengatur penyesuaian
kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh
karna itu, sistem ini dapat menhindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian
akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. Sistem ini di pakai di
Indonesia pada periode 1988 – 1995.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket ofcurrencies). Banyak Negara terutama Negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas
mata uang suatu Negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang
mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang” umumnya
ditentukan oleh peranannya dalam membiyai perdagangan Negara tertentu. Mata
uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya
terhadap Negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu Negara dapat
terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas
mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing
tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar.
Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit
neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.
2.1.4. Tingkat Suku Bunga
Menurut Wardane (2003) dalam Prawoto dan Avonti (2004), suku bunga adalah
pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah
bunga yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus
membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus
(1995:197) dalam Wardane, suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur
dalam Dolar per tahun untuk setiap dolar yang dipinjam.
Menurut Keynes, dalam Prawoto dan Avonti (2004), tingkat bunga ditentukan
oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan
tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan
investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun
tergantungan pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga akan
menderita capital loss atau gain.
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga
tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh
dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga
merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus
dibayarkan kepada kreditur.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga
yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat dibedakan
menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku bunga
nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan jumlah
uang yang dipinjam, sedangkan suku bunga riil lebih menekankan pada rasio daya
beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam. Suku
bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi. Menurut
Samuelson dan Nordhaus (1995) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas
penggunaan sejumlah uang.
Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah jika suku bunga
tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia dapat
mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini, permintaan
masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena mereka sibuk
mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito dan tabungan).
Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja pun menurun.
dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah, masyarakat cenderung tidak
tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.
Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di
Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang
berfungsi sebagai lembaga intermediasi (perantara), kebiasaan masyarakat untuk
bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relatif masih belum cukup
tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selalu
tinggi ( Prasetiantono, 2000 : 99-101)
Suku bunga itu sendiri ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu : penawaran
tabungan dan permintaan investasi modal (terutama dari sektor bisnis). Tabungan
adalah selisih antara pendapatan dan konsumsi. Bunga pada dasarnya berperan
sebagai pendorong utama agar masyarakat bersedia menabung. Jumlah tabungan akan
ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Semakin tinggi suku bunga, akan
semakin tinggi pula minat masyarakat untuk menabung,dan sebaliknya.Tinggi
rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga
tabungan masyarakat.
Dalam kasus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa interest (bunga,
kepentingan, hak) merupakan : [1] beban atas penggunaan uang dalam satu periode,
dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha
1. Syarat Jatuh Tempo
Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah
pinjaman satu malam. Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai
periode sampai dengan satu tahun. Surat-surat berharga jangka panjang umumnya
memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan jangka pendek.
2. Risiko
Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki risiko, sementara lainnya sangat
bersifat spekulatif. Obligasi-obligasi dan tagihan-tagihan pemerintah didukung
dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah.
Unsur-unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar-benar
dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit-kredit perusahaan yang
kondisinya baik, sedangkan investasi yang berisiko mempunyai peluang gagal atau
tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir
bangkrut.
3. Likuiditas
Aktiva akan disebut “likuid” apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan
hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga,
termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas
secara cepat mendekati nilai sekarang. Aktiva tidak likuid termasuk aktiva-aktiva
4. Administrasi
Biaya-biaya administrasi, waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi
berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang
tinggi akan mempunyai bunga 5% sampai 10 % per tahun lebih besar dari tingkat
bunga lainnya.
2.1.5. Sertifikat Bank Indonesia
Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral,
salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu
pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam
melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari
Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral,dan Operasi PasarTerbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat
berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah.
Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (Uang Kartal + Uang Giral di BI)
yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual
oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia
Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank
Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 juli
1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi
Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari
2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System. 4. Karakteristik Sertifikat Bank Indonesia.
a. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya
diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan.
b. Denominasi : dari yang terendah Rp.50 juta sampai dengan tertinggi
Rp.100 miliar.
c. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp.100 juta dan selebihnya
dengan kelipatan Rp.50 juta.
d. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni
Nilai Nominal x 36
36 Tingkat Diskonto x Jangka Waktu
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar dimuka.
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar
15%.
7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8. SBI dapat diperdagangkan dipasar sekunder.
2.1.6. Indeks Harga Saham
Saat ini di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat 7 (tujuh) jenis indeks.
1. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk
masing-masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya.
2. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JCI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan
saham preferen yang tercatat di BEI.
3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor.
sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEI
yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). 4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa
kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai
likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari
saham-saham tersebut.
5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah
islam. Dewan pengawas syariah PT. DIM (Danareksa Investment
Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk
dalam JII.
6. Indeks Papan Utama (Main Board Indeks/MBX), diperuntukkan bagi
perusahaan dengan track record yang baik.
7. Indeks Papan Pengembangan (Development Board Index/DBX), untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi
persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek.
Disamping itu Papan Pengembangan diperuntukkan bagi perusahaan yang
mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa. Dari berbagai jenis indeks harga
saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan Indeks Harga Saham
Gabungan sebagai objek penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari
pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks
sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia baik saham biasa maupun saham preferen.
Anoraga dan Piji (2001 : 100-104) mengatakan, secara sederhana yang disebut
dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan
suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham,
indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu.
Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan
dengan suatu waktu tertentu.
Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham
kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku.
Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berlaku
merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar.
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi.
Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan
indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya
menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks
harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga
saham yang mengalami penurunan.
Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus
∑
∑
Dimana :
∑ : Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑ : Total harga semua saham pada waktu dasar
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian
ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir
sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat
banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai refrensi untuk saling
melengkapi.
1) Ana Oktaviana (2007)
Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar
Rupiah/Us Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003 – 2005. Hal ini
ditunjukkan dari besarnya nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel (50,286 >
3,285) dan signifikansi sebesar 0,0000.
2) Moh Mansur (2009)
Tingkat Suku Bunga SBI dalam periode tahun 2000 sampai 2002 ternyata
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham
kurs Dollar AS dan besarnya pengaruh kurs Dollar AS terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta sebesar 51,55% dengan arah
pengaruh negatif.
3) Mudji Utami (2003)
Dalam penelitian mudji utami variable independennya adalah profitabilitas
perusahaan, suku bunga, laju inflasi, dan nilai tukar mata uang, sedangkan
variable depedennya adalah Indeks Harga Saham Gabungan. Penelitian
tersebut menggunakan alat analisis regresi, hasil penelitian ini menyebutkan
kan bahwa secara empiris terbukti bahwa Profitabilitas, Tingkat Suku Bunga,
Inflasi, dan Nilai Tukar secara bersama-sama mempengaruhi harga saham
secara signifikan selama krisis ekonomi dan secara empiris terbukti bahwa
secara parsial Tingkat Suku Bunga berpengaruh signifikan negatif dan Nilai
Tukar Rupiah terhadap Dollar amerika berpengaruh signifikan positif
terhadap harga saham selama krisis ekonomi.
4) Mohammad agung (2007)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil analisis deskriptif dapat
dilihat karakteristik responden dengan masing-masing variable yang diteliti.
Sedangkan dari analisis kuantitatif dengan metode regresi linear berganda,
hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari variable
Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks
Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah :
Tabel 2.1
Persamaan dan perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu
Persamaan Perbedaan
• Variable yang digunakan
berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya yaitu antara
variable-variable makroekonomi (Nilai
Tukar Rupiah/US Dollar dan
Tingkat Suku Bunga SBI) dengan
Indeks Harga Saham Gabungan
IHSG).
• Jangka waktu penelitian 3 tahun
dari tahun 2011 – 2013.
• Teknik analisis yang digunakan
adalah analisis regresi linear
berganda (multiple regression
analysis model) dengan
persamaan kuadrat terkecil
(Ordinary Least Square).
2.3. Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 2 (dua) variable makroekonomi yang
diduga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek
Indeks Harga Saham Gabungan adalah Nilai Tukar Rupiah/US Dollar dan Tingkat
Suku Bunga SBI.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Nilai Tukar Rupiah/US
Dollar
IHSG
Tingkat Suku Bunga SBI
Model pada Gambar 2.1. diatas menunjukkan bahwa variable independen terdiri
dari Nilai Tukar Rupiah/US Dollar (X1) dan Tingkat Suku Bunga SBI (X2) dan
variable dependennya IHSG (Y).
Berdasarkan uraian diatas, hubungan dari masing-masing variable independen
(variable makroekonomi) terhadap IHSG dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Hubungan Nilai Tukar Rupiah/US Dollar terhadap IHSG
Menurut Sri Adiningsih (1998: 160-161) bahwa, menurunnya kurs Rupiah
terhadap mata uang asing khususnya Dollar US memiliki pengaruh negatif
tingkat bunga akan mengurangi pemodal untuk melakukan investasi di pasar
modal.
Dengan demikian, maka melemahnya nilai tukar rupiah secara signifikan
akan dapat mempengaruhi tingkat pengembalian investasi suatu perusahaan
khususnya perusahaan yang hanya mengandalkan bahan baku dari luar negeri,
dan hal tersebut juga akan dapat menimpa perusahaan yang hanya
mengandalkan pinjaman dari luar negeri dalam bentuk Dollar US untuk
membiayai operasi perusahaan.
Jadi dengan terdepresiasinya kurs rupiah akan mengakibatkan biaya yang
akan ditanggung perusahaan akan semakin besar sehingga akan menekan
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, dan hal tersebut akan dapat
menurunkan harga saham perusahaan yang diperjual belikan dipasar modal.
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal.
Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan
dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri,
terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak
langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena
menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan
berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya
perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif
terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak
pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti
ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan.
Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan turun drastis.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ana
Octaviana telah membuktikan bahwa nilai tukar berpengaruh signifikan
terhadap harga saham .
2. Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan
(emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini
juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang
atau tabungan maupun deposito sehingga investasi dilantai bursa turun dan
selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh
Lee (1992) maupun Sitinjak dan Kurniasari (2003) bahwa tingkat bunga
berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham.
2.4. Hipotesis
Istilah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hupo dan thesis. Hupo
pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Jadi, hipotesis dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang
sifatnya masih sementara (Hasan, 2003 : 140).
Hipotesis yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Nilai Tukar
Rupiah dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan baik
secara simultan maupun secara parsial di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2011 – 2013.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan uji hipotesis. Studi deskriptif dilakukan
untuk menjelaskan karakteristik variable yang diteliti dalam suatu situasi. Pengujian
hipotesis menjelaskan sifat hubungan tertentu, atau menentukan perbedaan antar
kelompok atau kebebasan (independensi) dua atau lebih faktor dalam suatu situasi.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah website www.bi.go.id dan www.idx.co.id.
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Januari 2013 hingga Maret 2013.
3.3 Batasan Operasional
Peneliti ingin menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis
permasalahan, maka penelitian ini dibatasi hanya pada faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga terhadap indeks harga
saham gabungan. Variable yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
X1 : Nilai Tukar Rupiah/US Dollar
X2 : Nilai Suku Bunga SBI
Y : IHSG
3.4 Variable Penelitian dan Defenisi Operasional Variable
3.4.1 Variable Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) variable yang terdiri dari 1 (satu)
penelitian ini yaitu IHSG (Y), sedangkan variable independen terdiri atas Nilai Tukar
Rupiah/US Dollar (X1) dan Tingkat Suku Bunga SBI (X2). Hubungan antara kedua
variable tersebut adalah naik turunnya variable dependen yang dipengaruhi oleh
perilaku variable independen yang artinya apabila salah satu variable independen
berubah maka akan mengakibatkan variable dependen juga berubah.
3.4.2 Definisi Operasional Variable
Defenisi operasional dari masing-masing variable dalam penelitian ini .
1. Nilai Tukar Rupiah/US Dollar
Nilai Tukar Rupiah/US Dollar menunjukkan nilai dari mata uang US
Dollar yang di translasikan dengan mata uang Rupiah. Sebagai contoh, US
Dollar 1 = Rp. 10.000,- artinya apabila 1 US Dollar dihitung dengan
menggunakan rupiah maka nilainya adalah sebesar Rp. 10.000,-. Data yang
diambil adalah Nilai Tukar Rupiah/US Dollar disetiap akhir bulan, mulai
bulan Januari 2011 – Desember 2013.
2. Tingkat Suku Bunga SBI
Tingkat Suku Bunga SBI adalah ukuran keuntungan invetasi berupa
sertifikat Bank Indonesia yang dapat diperoleh pemodal dan juga biaya modal
yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal.
adalah tingkat suku bunga SBI disetiap akhir bulan, mulai bulan januari 2011
– Desember 2013.
3. Indeks Harga Saham Gabungan
IHSG adalah indeks yang diperoleh dari seluruh saham yang tercatat di
BEI dalam satu waktu tertentu. Pengukuran yang digunakan adalah dalam
satu satuan poin, dan data yang diperoleh merupakan data IHSG closing price
di setiap akhir bulan, di mulai sejak bulan Januari 2011 – Desember 2013.
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:55).
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti apakah kurs Rupiah/US Dollar dan
tingkat suku bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Karena yang menjadi obyek penelitian adalah
IHSG, maka yang menjadi populasi dalam penelitian adalah indeks harga seluruh
saham yang ada di BEI yang terdaftar dari 1 Januari 2011 sampai 31 desember 2013.
3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2009:55). Sementara penentuan sampel dalam penelitian
sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Berdasarkan
kriteria tersebut didapatlah jumlah sampel (n) yang diperoleh dari closing price IHSG disetiap akhir bulan selama periode bulan Januari 2011 – Desember 2013 sebanyak
36 sampel.
3.6 Jenis Data
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui laporan
yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia dan Bank Indonesia.
Menurut Kuncoro (2003:127), Data sekunder adalah data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat
pengguna data. Ada beberapa data yang digunakan dalam penelitian ini .
a. Data Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Data ini diperoleh
melalui situs www.bi.go.id.
b. Data IHSG dan Nilai Tukar Rupiah/US Dollar melalui situs www.idx.com
3.7 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara
dokumentasi, yaitu pengumpulan data-data tertulis yang berhubungan dengan
masalah penelitian baik dari sumber internet atau buku-buku, majalah, dan lain-lain.
3.8 Metode Analisis Data
3.8.1 Model dan Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis tentang kekuatan variable independen (Nilai Tukar
menggunakan teknik analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis model) dengan persamaan kuadrat terkecil (ordinary least square) dengan model dasar sebagai berikut :
Y = α + 1X1 + 2X2 + Dimana :
Y = IHSG
α = Konstanta
X1 = Nilai Tukar Rupiah/US Dollar
X2 = Tingkat Suku Bunga SBI
1 2 = Koefisien Regresi Parsial untuk X1,X2
= disturbance error (faktor pengganggu/residual) 3.8.2 Pengujian Asumsi Klasik
Untuk menentukan ketepatan model regresi perlu dilakukan pengujian atas
beberapa asumsi klasik yang mendasari model regresi sebagai berikut :
3.8.2.1 Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variable, pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali
(2008:110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi
normalitas :
a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
3.8.2.2 Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2008:91), uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atas variable bebas
(Independen). Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas
atau tidak terjadi korelasi diantara variable independen. Uji multikolinearitas
dapat dilihat dari :
a. Nilai tolerance dan lawannya
b. (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1 atau nilai VIF lebih kecil dari 10, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas pada data yang akan
diolah.
3.8.2.3 Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2008:95-96). Untuk
menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini digunakan statistic d
dari Durbin-Watson (DW Test) dimana angka-angka yang diperlukan dalam
metode tersebut adalah dL (angka yang diperoleh dari table DW batas bawah),
nilainya mendekati 2 maka tidak terjadi autokolerasi, sebaliknya jika
mendekati 0 atau 4 terjadi autokorelasi (+/-). Statistik d Durbin-Watson dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1.
Statistik d Durbin – Watson
Ho ditolak Daerah Ho diterima Daerah Ho ditolak Bukti autokorelasi keragu- tidak ada keragu- Bukti
Positif raguan autokorelasi raguan autokorelasi
Negatif
O dL du 2 4-du 4-d 4
3.8.2.4 Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
Ghozali (2008:105).
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,
maka disebut homoskedastitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Cara
yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam
penelitian ini, dengan melihat grafik Plot antara nilai prediksi variable terikat
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya yaitu SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan cara melihat ada tidaknya
adalah yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y
sesungguhnya) yang telah di-studentized.
Dasar analisis yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas
adalah sebagai berikut :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasi telah terjadi heterokedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.8.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dimuka dengan menggunakan alat bantu Statistics Package for social science 17.0 (SPSS 17.0). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kurs Rupiah/US DOLLAR dan tingkat suku bunga SBI terhadap IHSG
di BEI periode tahun 2011 – 2013. Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah :
a) Pengujian Hipotesis 1 dengan uji F, digunakan untuk mengetahui apakah
variable-variable independen Nilai Tukar Rupiah/US DOLLAR (X1) dan
Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara bersama-sama mempunyai pengaruh
signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 – 2013.
mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Indonesia
tahun 2011 – 2013.
c) Pengujian Hipotesis 3 dengan uji t, digunakan untuk mengetahui apakah
variable independen Tingkat Suku Bunga SBI (X2) secara parsial mempunyai
pengaruh signifikan terhadap IHSG (Y) di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 –
2013.
3.8.3.1 Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh dari seluruh variable
independen secara bersama-sama terhadap variable dependen. Langkah-langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut :
a) Menentukan Hipotesis
H0;µ = 0 : Nilai Tukar Rupiah/US DOLLAR dan Tingkat Suku Bunga SBI
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di BEI H1;µ ≠ 0 : Nilai Tukar Rupiah/US DOLLAR dan Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
b) Menentukan tingkat signifikansi (α) yang digunakan, α = 5% c) Membuat keputusan
Jika F hitung < F table, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika signifikansi F > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika signifikansi F < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
3.8.3.2 Uji t
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari tiap-tiap variable
independen (Nilai Tukar Rupiah/US DOLLAR dan Tingkat Suku Bunga SBI)
terhadap IHSG di BEI untuk periode tahun 2011 – 2013. Langkah-langkah yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Menentukan hipotesis
H0; µ = 0 : Nilai Tukar Rupiah/US DOLLAR tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap IHSG perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI H2; µ
≠ 0 : Nilai Tukar Rupiah/US DOLLAR berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI H0; µ = 0 :
Tingkat Suku Bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI H3; µ ≠ 0 : Tingkat Suku Bunga SBI berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di BEI.
b) Menentukan tingkat signifikansi (α) yang digunakan, α = 5% c) Membuat Keputusan
Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak.
Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.
Jika dignifikansi t > 0,05, maka Ho ditolak dan H2,3 diterima.
d) Membuat kesimpulan.
3.8.3.3 Koefisien Determinasi (R2)
1. Penentuan Koefesien Determinasi (R2)
Algifari (2000:45-48) menyatakan bahwa koefisien determinasi adalah salah
satu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan
pengaruh antara dua variable. Nilai koefisien determinasi menunjukkan presentase
variasi nilai variable dependen yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang
dihasilkan. Misalnya, nilai-nilai (sering juga menggunakan symbol R2) pada suatu
persamaan regresi yang menunjukkan hubungan pengaruh variable Y (variable
dependen dan variable X (variable independen) dari hasil perhitungan tertentu adalah
0,85. Artinya adalah variasi nilai Y yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi
yang diperoleh adalah 85% sisanya yaitu 15% variasi variable Y dipengaruhi oleh
variable lain yang berada diluar persamaan (model).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Adjusted R2 untuk mengukur
besarnya konstribusi variable X terhadap variasi (naik turunnya) variable Y.
Pemilihan Adjusted R2 tersebut karena adanya kelemahan mendasar pada penggunaan koefisien determinasi (R2). Kelemahannya adalah bias terhadap jumlah
variable independen yang dimasukkan dalam model. Setiap tambahan satu variable
independen maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variable tersebut
peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila jumlah variable independen ditambahkan dalam model (Ghozali, 2008:45).
2. Koefesien Korelasi Parsial (r2)
Dalam uji regresi linear berganda dapat dianalisis besarnya koefisien korelasi
parsial (r2). Koefisien korelasi parsial (r2) digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara tiap variable independen (X) terhadap variable dependen (Y) secara