• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN KONSERVASI EKOSISTEM MANGROVE DI

DESA UJUNG ALANG KECAMATAN KAMPUNG LAUT

KABUPATEN CILACAP

RATINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Ratini

(4)

RINGKASAN

RATINI. Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan TATI BUDIARTI.

Kerusakan ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang disebabkan oleh berbagai aktivitas masyarakat di dalam maupun di sekitar Desa Ujung Alang. Aktivitas masyarakat yang menyebabkan gangguan dan kerusakan ekosistem mangrove antara lain penebangan pohon mangrove, konversi areal mangrove untuk peruntukan lain (tambak dan bangunan), serta pembuangan sampah dan limbah rumah tangga. Kerusakan ekosistem mangrove ini berimplikasi terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Ujung Alang. Kondisi ini memerlukan penanganan untuk memperbaiki ekosistem yang rusak dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi ekosistem mangrove, menganalisis pengaruh keberadaan ekosistem mangrove terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat, merumuskan strategi pengelolaan area konservasi ekosistem mangrove, dan menyusun zonasi ruang perencanaan konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari sampai bulan Maret 2015 di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui analisis vegetasi, pengukuran kondisi lingkungan fisik, kuesioner dan wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukkan ekosistem mangrove di Desa Desa Ujung Alang disusun oleh 16 jenis mangrove dengan tingkat pertumbuhan berada pada strata tumbuhan bawah, semai, pancang dan pohon. Jenis mangrove dengan INP tertinggi pada tiga tingkat pertumbuhan mangrove yaitu Acanthus ebracteatus (tumbuhan bawah), Aegiceras corniculatum dan Rhizophora mucronata (semai), Sonneratia alba (pancang), dan Sonneratia caseolaris dan

Avicennia alba (pohon). Ekosistem mangrove berpengaruh penting pada kehidupan sosial ekonomi Desa Ujung Alang terutama akan fungsinya sebagai tempat mencari nafkah. Faktor-faktor penyebab degradasi meliputi faktor ekonomi, pendidikan dan lemahnya pengawasan dari pihak yang berwenang. Strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT untuk mengendalikan degradasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang adalah dengan menjaga kelestarian mangrove dengan memanfaatkan status ekosistem mangrove sebagai pusat studi mangrove wilayah Segara Anakan yang didukung masyarakat sehingga berpotensi untuk dijadikan daerah ekowisata, meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan mangrove, dan pengawasan partisipatif masyarakat terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan dalam ekosistem mangrove. Penentuan zonasi ruang perencanaan konservasi mangrove dilakukan di tiap stasiun sampling penelitian.

(5)

SUMMARY

RATINI. Mangrove Ecosystem Conservation Plan In Ujung Alang Village Kampung Laut District Cilacap Regency. BAMBANG SULISTYANTARA and TATI BUDIARTI.

The damage of mangrove ecosystems in Ujung Alang village is caused by the various community activities in and around the village. Community activities that cause disruption and damage to mangrove ecosystems include mangrove deforestation, conversion of mangrove areas for other uses (ponds and buildings), as well as the disposal of garbage and household waste. This damage of mangrove ecosystem affects the social and economic condition of Ujung Alang Village. This condition requires treatment to repair damaged ecosystems and prevent further damage.

The purpose of this study was to identify the potential of mangrove ecosystem, analyse the influence of the existence of mangrove ecosystems against the socio-economic conditions of society, formulating management strategies of mangrove ecosystems, and develop zoning space conservation planning of mangrove ecosystem in Ujung Alang village, Kampung Laut District, Cilacap Regency. This research was conducted during February to March 2015 in Ujung Alang village, Kampung Laut District, Cilacap Regency. Field data collection is done through the analysis of the vegetation, the measurement of the physical environmental conditions, questionnaires and interviews.

Research results showed that mangrove ecosystem in the village of Ujung Alang composed by 16 species of mangrove with growth rates that are in the lower strata of plants, seedlings, saplings and trees. INP mangrove species with the highest at three levels, namely Acanthus ebracteatus mangrove growth (lower plants), Aegiceras corniculatum and Rhizophora mucronata (seedlings), Sonneratia alba (stake), and caseolaris Sonneratia and Avicennia alba (tree). Mangrove ecosystems have an important effect on the socio-economic life of the village of Ujung Alang will primarily function as a place to earn a living. The factors that cause degradation include economic factors, education and weak supervision of the authorities. The strategy generated from SWOT analysis to control the degradation of mangrove ecosystems in the village of Ujung Alang is to preserve the mangrove by utilizing the status of mangrove ecosystems as a study center of mangrove area Segara Chicks supported by the people that have potential for ecotourism, increasing community involvement in the management of mangrove, and community participatory monitoring of the various activities undertaken in the mangrove ecosystem. Determination of mangrove conservation planning space zoning is done at each sampling station research.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PERENCANAAN KONSERVASI EKOSISTEM MANGROVE DI

DESA UJUNG ALANG KECAMATAN KAMPUNG LAUT

KABUPATEN CILACAP

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap

Nama : Ratini NRP : P052130231

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua

Dr Ir Tati Budiarti, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis ini ialah konservasi ekosistem mangrove, dengan judul Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove Di Desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi pengetahuan dan saran dalam penulisan tesis ini. Terima kasih juga kepada DIKTI yang telah memberikan beasiswa BPPDN kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Adik, Kakak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan motivasinya. Selain itu ucapan terima kasih juga disampaikan untuk teman-teman PSL 2013 dan seluruh rekan-rekan yang telah memberi bantuan berupa saran dan pemikiran. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu di Laboratorium Ekologi Universitas Jenderal Soedirman dan Pemerintah Kabupaten Cilacap.

Semoga tesis ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Bogor, Mei 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

Kerangka Pemikiran 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

3 METODE PENELITIAN 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Alat dan Bahan 11

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Pengumpulan Data 13

Teknik Penentuan Responden 14

Analisis Data 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 19

Potensi Ekosistem Mangrove Desa Ujung Alang 25

Pengaruh Keberadaan Ekosistem Mangrove terhadap Kondisi Sosial

Ekonomi Masyarakat Desa Ujung Alang 37

Strategi Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove di Desa Ujung

Alang 41

Perencanaan Zonasi Ruang 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 56

DAFTAR PUSTAKA 57

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data 12

2 Matriks SWOT 18

3 Luas Kecamatan Kampung Laut berdasarkan desa 19

4 Jumlah Penduduk Kecamatan Kampung Laut 21

5 Presentase tingkat pendidikan Desa Ujung Alang 22 6 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan lapangan

usaha 22

7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan pekerjaan 22

8 Parameter Lingkungan Desa Ujung Alang 25

9 Koordinat Stasiun Sampling 26

10 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove 27

11 Keanekaragaman Fauna Ekosistem mangrove 36

12 Analisis Likert 39

13 Matriks Faktor Internal dan Eksternal 42

14 Matriks SWOT Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove 43

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 4 2 Peta Stasiun Sampling Di Kawasan Mangrove Desa Ujung Alang

(ArcGIS 9.3) 11

3 Model Transek dan Plot-plot Pengamatan Vegetasi Mangrove 14 4 Penentuan Posisi Pengukuran Lingkar Batang Tumbuhan Mangrove

Setinggi Dada (dbh) 14

5 Peta Topografi Ujung Desa Ujung Alang 20

6 Peta Sungai Desa Ujung Alang 20

7 Peta Jaringan Trayek Angkutan Perairan di Kabupaten Cilacap 23

8 Kondisi Jalan Desa Ujung Alang 24

9 Minawisata Mangrove Dusun Lempong Pucung, Desa Ujung Alang 24

10 Diagram INP Mangrove Stasiun I 28

11 Diagram INP Mangrove Stasiun II 29

12 Diagram INP Mangrove Stasiun III 30

13 Kondisi Ekosistem Mangrove Stasiun III 30

14 Diagram INP Mangrove Stasiun IV 31

15 Diagram INP Mangrove Stasiun V 32

16 Nipah Dan Anyaman Daun Nipah 34

17 Ikan Glodok (Periophthalmus sp.) 35

18 Kepiting intertidal (Uca sp.) 35

19 Pemahaman Masyarakat Terhadap Ekosistem Mangrove 37 20 Persepsi Masyarakat Mengenai Kondisi Ekosistem Mangrove 38 21 Analisis Persepsi Masyarakat Desa Ujung Alang 39

22 Pendapatan Masyarakat Desa Ujung Alang 40

23 Pengaruh Keadaan Hutan Mangrove Terhadap Hasil Perikanan (Penangkapan

Dan Budidaya) 41

(14)

25 Lokasi Sampling Penelitian di Kawasan Mangrove Desa Ujung Alang 52

26 Perencanaan Penanaman Mangrove Stasiun 1 52

27 Perencanaan Penanaman Mangrove Stasiun 2 53

28 Perencanaan Penanaman Mangrove Stasiun 3 54

29 Perencanaan Penanaman Mangrove Stasiun 4 54

30 Perencanaan Penanaman Mangrove Stasiun 5 55

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi Penelitian 62

2 Identifikasi Mangrove 64

3 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove Stasiun I 66 4 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove Stasiun II 67 5 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove Stasiun III 68 6 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove Stasiun IV 69 7 Indeks Nilai Penting (INP) Mangrove Stasiun V 70

8 Rekapitulasi Data Stasiun 1 71

9 Rekapitulasi Data Stasiun 2 73

10 Rekapitulasi Data Stasiun 3 77

11 Rekapitulasi Data Stasiun 4 81

12 Rekapitulasi Data Stasiun 5 84

13 Izin Penelitian 86

14 Izin Penelitian 87

(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang berada pada daerah pasang surut (terutama di pantai, laguna, dan muara sungai terlindung) yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut, dimana komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam (kondisi salin). Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan antar organisme di dalam suatu habitat mangrove (Kusmana et al. 2008). Mangrove terdiri dari tanaman mangrove sejati dan tanaman asosiasi mangrove, dengan jumlah jenis yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya (Tomlison 1986 & van Steenis,1958 dalam Kusmana et al. 2008).

Manfaat hutan mangrove sebagai sumberdaya pembangunan, baik sebagai sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya ekologi telah lama dirasakan oleh bangsa Indonesia, terlebih bagi masyarakat yang hidup di wilayah pesisir. Sumberdaya mangrove disamping menyediakan berbagai jenis produk hutan, juga berperan sebagai habitat bagi beberapa jenis fauna, baik fauna terestrial maupun akuatik. Hutan mangrove juga diyakini peranannya sebagai pengendali kualitas lingkungan antara daratan dan lautan (wilayah pesisir). Ekosistem mangrove juga memiliki fungsi sebagai penahan abrasi, hempasan angin, badai, tsunami, penyerap limbah dan pencegah intrusi air laut, serta sebagai tempat rekreasi (Dahuri et al. 2004).

Keberadaan ekosistem mangrove tersebar di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya adalah di Segara Anakan. Ekosistem mangrove tersebut merupakan suatu ekosistem rawa bakau dengan laguna yang unik dan langka di pantai selatan Pulau Jawa. Laguna ini berada diantara pantai selatan Jawa dan Pulau Nusa Kambangan, yang dihubungkan dengan Samudera Hindia oleh dua selat (alur Barat dan alur Timur) dan merupakan tempat bermuaranya sungai besar dan kecil. Ardli & Wolff (2009) menyatakan bahwa Segara Anakan merupakan kawasan mangrove yang terluas di pesisir selatan yaitu 34.018 ha.

(16)

Salah satu desa yang berada di Segara Anakan adalah Desa Ujung Alang di Kecamatan Kampung Laut dengan luas wilayah 5036 ha. Ekosistem mangrove di desa ini tepatnya di Dusun Lempong Pucung, Kecamatan Kampung Laut merupakan area konservasi yang diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup pada tanggal 15 September 2014. Konservasi ekosistem mangrove ini dilakukan atas inisiasi kelompok tani Patra Krida Wana Lestari dibawah binaan CSR Pertamina dan DKP2SKSA (Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan). Penanaman kembali mangrove pada daerah yang rusak dirintis sejak tahun 1999 oleh Wahyono, Ketua Kelompok Patra Krida Wana Lestari karena keprihatinan akibat kerusakan mangrove yang menyebabkan area ini terganggu kelestariannya.

Kerusakan ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang disebabkan oleh berbagai aktivitas masyarakat di dalam maupun di sekitar Desa Ujung Alang. Aktivitas masyarakat yang menyebabkan gangguan dan kerusakan ekosistem mangrove antara lain penebangan pohon mangrove, konversi areal mangrove untuk peruntukan lain (tambak dan bangunan), serta pembuangan sampah dan limbah rumah tangga. Kerusakan ekosistem mangrove ini berimplikasi terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Desa Ujung Alang. Kondisi ini memerlukan penanganan untuk memperbaiki ekosistem yang rusak dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Djohan (2007) menjelaskan penebangan liar yang dilakukan di hutan mangrove ini menyebabkan adanya gap kanopi. Bengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan di atas dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Agar pusat konservasi mangrove Segara Anakan ini tetap terjaga dan lestari maka diperlukan strategi pengelolaan konservasi ekosistem mangrove untuk mendapatkan manfaat maksimum dari kegiatan konservasi yang dilakukan berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.

Perumusan Masalah

Ekosistem mangrove bagi masyarakat Desa Ujung Alang yang termasuk masyarakat pesisir merupakan salah satu tempat penting untuk mencari nafkah. Masyarakat mencari kepiting, kerang, dan ikan yang terdapat di dalam ekosistem mangrove. Jumlah tangkapan masyarakat paling banyak didapat ketika ekosistem mangrove dalam kondisi baik. Jumlah kebutuhan yang semakin bertambah membuat masyarakat memilih mengusahakan tambak dan melakukan penebangan mangrove besar-besaran awal tahun 2000. Pengusahaan tambak ini membuat kondisi ekosistem mangrove rusak dan tambak yang gagal panen dibiarkan terbengkalai.

(17)

3 1. Apa saja potensi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan

Kampung Laut, Kabupaten Cilacap?

2. Bagaimana pengaruh keberadaan ekosistem mangrove terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap?

3. Bagaimana rumusan strategi pengelolaan area konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap?

4. Bagaimana zonasi ruang perencanaan konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi potensi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap.

2. Menganalisis pengaruh keberadaan ekosistem mangrove terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap.

3. Merumuskan strategi pengelolaan area konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap.

4. Menyusun zonasi ruang perencanaan konservasi ekosistem mangrove di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi pengelolaan potensi daerah bagi berbagai pihak dan mitra (stakeholders) yaitu:

1. Memberikan masukan bagi pihak terkait, mengenai kegiatan perencanaan konservasi mangrove di Desa Ujung Alang.

2. Sebagai sarana edukasi dan penelitian yang memberikan manfaat bagi konservasi flora dan fauna hutan mangrove.

3. Memperkaya diversitas mangrove di area konservasi ekosistem mangrove Desa Ujung Alang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dan batasan pada penelitian ini meliputi:

1. Mengevaluasi potensi Segara Anakan dan Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.

2. Menganalisis persepsi masyarakat bila Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah dikembangkan menjadi tempat konservasi mangrove.

(18)

Kerangka Pemikiran

Keberadaan mangrove di Desa Ujung Alang terutama di Dusun Lempong Pucung memiliki peranan bagi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pengembangan area konservasi ekosistem mangrove bertujuan agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan masyarakat dapat meningkat tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan kelangsungan dan kepentingan generasi yang akan datang. Ekosistem mangrove Desa Ujung Alang terutama di Dusun Lempong Pucung memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk kegiatan ekowisata. Kerangka pemikiran ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

- Kelompok Tani Patra

Ekosistem Mangrove Masyarakat Stakeholders

Identifikasi:

Strategi Perencanaan Konservasi Ekosistem Mangrove

(19)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob (Snedaker, 1978 dalam Kusmana et al. 2008). Santoso (2006), mengemukakan bahwa ruang lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri atas : (1) satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di daerah mangrove (exclusive mangrove), (2) spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove), (3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-kali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove, (4) proses-proses yang dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di daerah vegetasi maupun diluarnya, dan (5) daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut, serta (6) masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada mangrove.

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan berlumpur (Bengen 2001). Menurut Dahuri dan Arumsyah (1994), ekosistem hutan mangrove adalah suatu ekosistem khas didaerah pesisir yang merupakan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara komponen abiotik seperti senyawa anorganik, organik, dan iklim (pasang surut, salinitas, pasokan nutrien dan stabilitas substrat) dengan biotik seperti produsen (vegetasi dan plankton) dan konsumen makro (serangga, ikan, burung, buaya dan lain-lain).

Bengen (2001) menyatakan bahwa flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap gradasi lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Zonasi mangrove Indonesia dari laut ke darat pada umumnya yaitu

1. Daerah paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi Avicennia sp. biasanya berasosiasi dengan Sonneratia yang bisa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

2. Lebih ke arah darat, umumnya didominasi Rhizophora, selain itu juga dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus spp.

3. Zona berikutnya didominasi Bruguiera spp.

(20)

Mangrove mempunyai banyak fungsi yang beragam. Sama dengan tipe lahan basah yang lain (de la Cruz 1976 dalam Kusmana et al. 2008), fungsi-fungsi mangrove bisa dikategorikan menjadi dua tingkatan:

1. Tingkatan ekosistem yaitu penggunaan mangrove secara keseluruhan, termasuk zona pasang surut, lahan kering yang bersebelahan langsung dengan mangrove, dan wilayah pesisir lainnya untuk berbagai fungsi. 2. Tingkatan komponen yaitu penggunaan komponen biotik, terutama

produk-produk yang berkaitan dengan tumbuhan untuk berbagai keperluan.

Mangrove di Indonesia tidak hanya menghasilkan produk fisik, tapi juga menyediakan hal yang lebih penting yaitu fungsi ekologis, yang manfaatnya sangat luas terhadap lingkungan dan manusia, yakni:

1. Sebagai tempat pembiakan, bertelur, pembesaran, mencari makan, dan tempat tinggal bagi beberapa ikan jenis komersil, kerang-kerangan, udang-udangan, moluska (hewan lunak), dan satwa liar lainnya, misalnya burung. 2. Sebagai penyangga terhadap ombak dan badai yang kuat.

3. Sebagai pelindung garis pantai, dan pantai berpasir serta mencegah intrusi air laut.

4. Sebagai tempat perlindungan satwa liar dan sebagai tempat rekreasi. Menurut Kusmana (1993), beberapa potensi ekosistem mangrove yang merupakan modal penting bagi tujuan rekreasi adalah:

a) Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove, seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutut (Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp. dan Avicennia spp. ), akar papan (Heiritiera spp.), dan lain-lain.

b) Buahnya yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon) yang diperlihatkan oleh beberapa jenis vegetasi mangrove, seperti jenis- jenis yang tergolong pada suku Rhizophoraceae. c) Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai

pedalaman (transisi dengan hutan rawa).

d) Berbagai jenis fauna dan flora yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, dimana jenis fauna dan flora tersebut kadang-kadang jenis endemik bagi daerah yang bersangkutan.

e) Atraksi adat-istiadat tradisional penduduk setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove.

f) Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan/tambak tumpang-sari, penebangan, pembuatan garam, dan lain lain bisa menarik para wisatawan.

(21)

7 mangrove yang sebenarnya dan terkadang hanya terdapat pada vegetasi terrestrial (Tomlinson 1986).

Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove

Keberadaan hutan mangrove yang terletak antara daratan dan lautan menunjukkan adanya banyak kepentingan diantaranya kehutanan, perikanan dan pertanian yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas mangrove. Jenis kegiatan yang menimbulkan penurunan luas hutan mangrove antara lain

1. Konversi hutan mangrove menjadi lahan pertanian/perikanan

Dampak langsung kegiatan konversi hutan mangrove menjadi lahan pertanian/perikanan yaitu hilangnya biomassa hutan mangrove dan habitat organisme yang menggantungkan sebagian atau seluruh hidupnya pada ekosistem mangrove. Pendangkalan perairan pantai oleh sedimen yang seharusnya diendapkan hutan mangrove, intrusi garam, erosi garis pantai dan seterusnya merupakan dampak lanjutan dari konversi hutan mangrove.

2. Pembuangan sampah padat

Dampak dari kegiatan ini adalah kemungkinan terlapisnya pneumatofora (akar nafas/lentisel) yang mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove, penurunan kualitas substrat (tempat tumbuh) tumbuhan mangrove, terganggunya proses regenerasi alami serta pertumbuhan vegetasi mangrove, dan pada akhirnya akan mendorong terjadinya kematian tumbuhan mangrove.

3. Pencemaran tumpahan minyak

Kematian tumbuhan mangrove terjadi akibat terlapisinya pneumatofora oleh lapisan minyak. Kondisi ini sulit diatasi dalam waktu singkat baik dengan regenerasi alami maupun penanaman kembali. Dampak lain dari pencemaran minyak adalah menurunnya kualitas habitat organisme (biota perairan, satwa liar). 4. Penambangan dan ekstraksi mineral

Penambangan pasir di laut yang tidak mengindahkan aturan dan kondisi ekosistem mangrove mengakibatkan terjadinya abrasi pantai atau pemunduran garis pantai. Demikian pula penambangan timah yang membuang limbahnya (sedimen/lumpur) ke pantai, dapat menyebabkan kematian pohon-pohon mangrove akibat tertutupinya akar nafas (pneumatofora).

5. Pengendapan sedimen yang tinggi

Pendangkalan di kawasan ekosistem hutan mangrove Segara Anakan terjadi karena laju pengendapan yang tinggi akibat aktivitas budidaya pertanian di daerah hulu DAS Citanduy dan DAS Cimeneng.

6.Penebangan hutan

Dampak yang ditimbulkan dari penebangan hutan mangrove yaitu penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove. Penebangan liar hutan mangrove dilakukan oleh masyarakat untuk keperluan kayu bakar, bahan baku arang dan bahan tiang pancang.

(22)

dengan mengembalikan dan menata kembali yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu kegiatan konservasi dan restorasi hutan mangrove tidak hanya sekedar untuk melindungi dan melestarikan spesies serta menyediakan obyek wisata (ekoturism), tetapi harus pula berfungsi untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya dalam konteks pembangunan berwawasan lingkungan. Membangun hutan mangrove adalah membangun suatu inti bagi tercapainya pembangunan berwawasan lingkungan yang tujuan pokoknya adalah meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dan melakukan penanaman kembali hutan mangrove yang telah rusak. Berarti hutan mangrove merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari seluruh sistem pembangunan daerah (Alikodra 1999).

Kusmana et al. (2003) menambahkan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu pencemaran, konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan penebangan yang berlebihan. Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat. Konversi lahan untuk budidaya perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan), jalan raya, industri, produksi garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian pasir. Bengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan di atas dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal itu dikarenakan karena pada dasarnya hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Akan tetapi, dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Oleh karena itu, Bengen (2001) menyarankan agar isu sosial ekonomi mencakup aspek kebiasaan manusia (terutama masyarakat sekitar hutan mangrove) dalam memanfaatkan sumberdaya mangrove. Begitu pula kegiatan industri, tambak, perikanan tangkap, pembuangan limbah, dan sebagainya di sekitar hutan mangrove harus diidentifikasi dengan baik. Selain oleh faktor-faktor fisik lingkungan, kerusakan hutan mangrove juga bisa disebabkan faktor sosial ekonomi masyarakat setempat.

(23)

9 Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.

Pencemaran Ekosistem Mangrove

Pencemaran lingkungan menurut Undang-undang No.32 tahun 2009 adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Peristiwa pencemaran lingkungan disebut polusi. Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Dalam Undang-undang ini ditegaskan kembali bahwa ada standar baku mutu lingkungan hidup yang tidak boleh dilampaui.

Perairan di Segara Anakan merupakan perairan yang dinamis, karena terjadi percampuran antara air tawar dan laut. Laguna Segara Anakan ini mempunyai fungsi yang sangat penting yakni sebagai muara dari Sungai Citanduy, Sungai Cibeureum, Sungai Palindukan, Sungai Cikonde, dan sungai-sungai lainnya. Sungai-sungai ini berpengaruh besar terhadap kelancaran fungsi sistem drainase daerah irigasi Sidareja-Cihaur, Lakbok Selatan, Lakbok Utara, dan sistem pengendalian banjir wilayah Sungai Citanduy (Yulianti & Putu 2012).

Aktivitas industri Cilacap dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya, termasuk mangrove Segara Anakan yang juga memiliki berbagai biota. Industri kilang minyak, pabrik semen, aktivitas pertanian (pupuk pestisida), aktivitas penduduk (sampah yang mengandung logam berat), dan dari alam sendiri merupakan sumber dari logam Cd. Sumber pencemar di Laguna Segara Anakan antara lain bersumber dari industri, pertanian, dan domestik. Limbah industri ini bersumber dari pabrik pertamina dan pabrik semen yang terdapat di sekitar Segara Anakan. Limbah pertanian berasal dari pestisida yang bersifat tidak dapat didegradasi walaupun masih dalam kadar rendah. Pencemaran sampah domestik diperkirakan berasal dari sekitar 90% dari 3 juta penduduk yang tinggal di sekitar laguna dan DAS yang bermuara ke laguna, secara langsung maupun tidak langsung (Saputra, 2003).

(24)

kerang, maka akan menimbulkan gangguan pada faktor-faktor genetik, pola pemijahan, tingkah laku, kemampuan untuk berorientasi, menghindar dari musuh, migrasi dan persaingan menurun (Prasetya et al. 2006).

Konsep Perencanaan Pengembangan Area Konservasi Mangrove Desa Ujung Alang

Desa Ujung Alang terletak di Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Desa Ujung Alang berada tepat di tengah-tengah Laguna Segara Anakan Cilacap sebelah Utara Pulau Nusakambangan. Desa Ujung Alang dapat ditempuh melalui perjalanan laut yang ditempuh menggunakan Compreng atau Jukung. Compreng merupakan kapal trayek yang bisa memuat lebih dari 20 penumpang dengan waktu perjalanan 1,5 sampai 2 jam dari Pelabuhan Seleko Cilacap. Dari Pelabuhan Seleko menuju Desa Ujung Alang akan melintas di sepanjang kaki bukit Pulau Nusakambangan serta perairan Laguna Segara Anakan dan hutan mangrove yang tumbuh di kawasan Segara Anakan. Desa Ujung Alang merupakan desa yang terbesar dari empat desa yang ada di Kampung Laut. Jumlah penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah 5.185 jiwa yang tersebar di empat dusun yaitu Dusun Lempong Pucung, Dusun Motean, Dusun Paninten dan Dusun Bondan. Mata pencaharian masyarakat Ujung Alang dan Kampung Laut pada umumnya adalah nelayan dan sebagian lagi bertani.

Perencanaan pengelolaan ekosistem hutan mangrove harus memperhatikan berbagai macam aspek mengingat hutan mangrove yang berada di antara daratan dan lautan. Aspek-aspek tersebut antara lain bioekologi, sosial ekonomi, dan lingkungan/fisik. Aspek bioekologi dalam pengelolaan hutan mangrove diperlukan karena sumber daya alam hayati yang dapat diperbarui dan mempunyai ciri khas yang unik. Aspek sosial ekonomi juga perlu diperhatikan karena pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak dapat dilepaskan dari keberadaan hutan. Aspek lingkungan/fisik yang menjamin keberlangsungan kehidupan di daratan.

(25)

11

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Daerah penelitian (Gambar 2) dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ujung Alang merupakan salah satu daerah yang telah merintis konservasi mangrove di Kabupaten Cilacap. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari- Maret 2015.

Gambar 2 Peta Stasiun Sampling Di Kawasan Mangrove Desa Ujung Alang (ArcGIS 9.3)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis, label, thermohygrometer, refraktometer, pengukur pH/millivoltmeter, data sheet,

(26)

kuesioner, panduan wawancara, literature, dan buku pedoman lapangan yaitu Handbook of Mangrove in Indonesia (Kitamura et al. 1997) dan Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia Wetlands International Indonesia Programme (Noor et al. 1999). Data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini dirangkum dalam tabel 1.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode survei lapangan. Matriks hubungan antara tujuan penelitian, data, jenis data, metode pengumpulan data, dan analisis data disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data

No Tujuan

(27)

13

Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan empat metode yaitu observasi lapang, studi pustaka, wawancara, dan penyebaran kuesioner.

1. Observasi Lapang

a. Pengambilan Data Lapangan untuk Analisis Vegetasi Mangrove

Pengambilan data lapangan dilakukan dengan dengan kombinasi antara cara jalur dengan cara garis berpetak (Gambar 3). Penempatan garis contoh (jalur) dilakukan dengan desain systematic sampling with random start (Kusmana 1997). Petak contoh untuk pohon berukuran 10 m x 10 m, petak contoh untuk pancang

Sekunder Studi pustaka a. Alat tulis b.Komputer/

(28)

Gambar 3 Model transek dan plot-plot pengamatan vegetasi mangrove Pohon didefinisikan sebagai individu yang mempunyai diameter 10 cm atau lebih, sedangkan pancang didefinisikan sebagai individu berukuran tinggi minimal 1,5 m dan diameter maksimal 10 cm. Semai merupakan anakan pohon dan tumbuhan bawah (ground cover) adalah tumbuhan berupa herba, palma, dan paku-pakuan. Untuk mengukur diameter digunakan pita ukur, data lapangan yang dicatat adalah panjang keliling lingkaran (dalam cm). Pengukuran dilakukan pada ketinggian setinggi dada, di atas banir atau akar tunjang, di bawah cabang atau pada ketinggian 30 – 40 cm dari permukaan tanah pada individu-individu berukuran kecil (2- 4 cm diameter). Khusus tumbuhan semai tidak dilakukan pengukuran diameter, hanya dihitung jumlah individunya. Model pengukuran dbh disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Penentuan posisi pengukuran lingkar batang tumbuhan mangrove setinggi dada (dbh) : a. Tumbuhan tanpa percabangan dan tanpa akar tunjang atau banir b. Tumbuhan dengan berbagai variasi percabangan dan akar tunjang atau banir.

(29)

15 mangrove, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra.

b. Fauna

Pengambilan data fauna diperoleh dengan metode Transect Walk (jelajah), yaitu dengan mencatat jenis fauna yang dijumpai di lokasi penelitian dan melalui wawancara langsung dengan masyarakat. Selain jenis burung, juga dilakukan pencatatan terhadap jenis fauna lain yang dijumpai di sepanjang transek pengamatan. Untuk melengkapi informasi, dikumpulkan juga data sekunder hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya.

c. Fisik

Data fisik berupa suhu, kelembaban, salinitas, tanah dan lamanya air pasang dilakukan dengan observasi secara langsung di lapangan dan dianalisis secara deskriptif.

2. Studi Pustaka

Metode studi pustaka bertujuan untuk memperoleh data sekunder yang dapat digunakan dalam melengkapi data penelitian. Studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber yaitu Bappeda, DKP2SKSA, Kantor Kecamatan, KKP, BPLHD, Kantor Kepala Desa Ujung Alang, jurnal, skripsi, tesis, disertasi dan hasil penelitian lainnya. Data dari pustaka yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kondisi kawasan Segara Anakan dan Desa Ujung Alang, kondisi sosial ekonomi masyarakat, pengelolaan area konservasi, peta area konservasi, potensi flora dan fauna, sejarah mengenai area konservasi, dan lokasi objek dan fenomena alam.

3. Wawancara

Metode wawancara dilakukan untuk memperoleh data lebih lanjut yang dapat menunjang data penelitan. Kegiatan wawancara dilakukan secara terpadu kepada narasumber yang telah ditentukan yaitu Kepala Bappeda Kabupaten Cilacap, Kepala DKP2SKSA, Kabid Konservasi dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, Ketua Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari, Camat Kampung Laut, Dosen dan Kepala Desa Ujung Alang.

4. Penyebaran Kuesioner

Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan area konservasi ekosistem mangrove.

Teknik Penentuan Responden

Penelitian ini terdiri dari dua kelompok responden yaitu responden masyarakat dan responden pakar. Penentuan responden ini dilakukan dengan dua cara yaitu

1. Responden masyarakat yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan ekosistem mangrove. Jumlah responden ditentukan sebanyak 35 responden dengan menggunakan metode simple random sampling. Alasan mengapa diambil 35 responden adalah jumlah tersebut sudah mampu mempresentasikan data yang diambil dalam penelitian ini.

(30)

dikaji. Pertimbangan dalam menentukan pakar yang dijadikan responden didasarkan pada kriteria sebagai berikut:

a. Mempunyai pengalaman dan kompetensi sesuai bidang yang dikaji. b. Mempunyai komitmen terhadap permasalahan yang dikaji.

c. Memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang yang dikaji dan telah menunjukkan kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti.

d. Bersifat netral dan bersedia menerima pendapat responden lain. e. Bersedia dimintai pendapat dan berada pada lokasi penelitian.

Analisis Data 1. Analisis Vegetasi Mangrove.

Identifikasi jenis mangrove yang didapat dalam penelitian ini terlampir pada Lampiran 2. Analisis vegetasi hutan mangrove berasal dari data jenis, jumlah individu suatu jenis pohon dan diameter pohon yang ada, diolah lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis, frekuensi jenis, dan dominansi jenis. Menurut Bengen (2001) dengan rumus sebagai berikut

 Kerapatan (K)

 Dominansi Relatif (DR) 100%

jenis

Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti. Skala itu sendiri adalah ukuran-ukuran berjenjang penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai sesuatu yang pilihannya berjenjang, misalnya 0, 1, 2, 3, 4,dst. Skala Likert juga merupakan alat untuk mengukur (mengumpulkan data dengan cara

(31)

17 mengukur-menimbang) yang butir-butir pertanyaannya berisikan pilihan yang berjenjang (Budiaji 2013). Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan kuesioner.

3. Analisis SWOT

Perencanaan konservasi mangrove sesuai dengan potensi dan permasalahan hasil kajian, dianalisis dengan SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal

Opportunities dan Threats. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal dan internal (Rangkuti 2014).

Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan matriks SWOT adalah mengetahui faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS) (Rangkuti 2014). Penentuan berbagai faktor, bobot setiap faktor dan tingkat kepentingan setiap faktor didapatkan dari hasil wawancara dengan orang-orang yang berkompeten dibidangnya dan disesuaikan dengan kondisi di lapang. Hal ini dilakukan agar sifat obyektif dari analisis ini dapat diminimalkan.

a. Cara penentuan faktor strategi internal:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan dari kegiatan pengelolaan.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.

3. Menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem mangrove (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = cukup penting, 1 = kurang penting).

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasil dari perkalian ini akan berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor.

b. Cara penentuan faktor strategi eksternal:

1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi peluang serta ancaman dari kegiatan pengelolaan.

2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.

3. Menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem mangrove (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 = cukup penting, 1 = kurang penting).

4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor.

c. Pembuatan Matriks SWOT

(32)

menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pemberian bobot yang berkisar antara 0,0-1,0 dimana 0,0 berarti tidak penting dan nilai 1,0 berarti sangat penting. Disamping itu diperhitungkan rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala 4 hingga 1, yaitu dari sangat baik sampai kurang baik. Selanjutnya antara bobot dan rating dikalikan untuk menghasilkan skor (Rangkuti 2014). Setelah masing-masing SWOT diperhitungkan skornya, selanjutnya unsur-unsur tersebut keterkaitan dalam bentuk matriks untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Adapun matriks SWOT disajikan pada tabel 2 dibawah ini: Tabel 2 Matriks SWOT 1) Strategi kekuatan – Peluang

Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2) Strategi Kekuatan-Ancaman

Strategi ini didasarkan pada pengumuman seluruh kekuatan untuk mengatasi ancaman

3) Strategi Kelemahan-Peluang

Strategi ini diterapkan berdarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

4) Strategi Kelemahan-Ancaman

(33)

19

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Ujung Alang

1. Luasan

Luas daratan Desa Ujung Alang adalah 50,36 km2 atau 5036 ha (Tabel 3). Desa Ujung Alang terletak pada koordinat 7°35’- 7°50’ LS dan 108°45’-109°3’ BT. Sedangkan secara administrasi desa ini termasuk kedalam wilayah Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Kecamatan inimerupakan kecamatan termuda di Cilacap karena baru dibentuk pada tahun 2002. Batas wilayah Desa Ujung Alang sebelah utara berbatsan dengan Desa Pojok Tiga, sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Nusakambangan, sebelah barat berbatasan dengan Kampung Masigitsela dan Desa Pojok Tiga, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Bondan Kalinano. Desa Ujung Alang terbagi kedalam empat dusun yaitu Dusun Motean, Paninten, Lempong Pucung dan Bondan.

Tabel 3 Luas Kecamatan Kampung Laut berdasarkan desa

No. Desa/Kelurahan Luas(Km2) Banyaknya Dusun

1 Ujung Gagak 26,15 6

2 Ujung Alang 50,36 4

3 Klaces 28,86 2

4 Panikel 36,85 5

Jumlah / Total 142,22 17

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2015

2. Topografi dan Kelerengan

(34)

Gambar 5 Peta Topografi Ujung Desa Ujung Alang 3. Hidrologi/ Pola Aliran Sungai

Sumber air di Desa Ujung Alang di Dusun Lempong Pucung diperoleh dari mata air yang berada di Pulau Nusakambangan yang merupakan daerah pegunungan gamping. Air tawar dari pegunungan gamping berasal dari retakan-retakan (diaklas) yang dapat meresapkan air hujan ke dalam batuan dan kemudian mengumpul ke gua-gua menjadi sungai di bawah tanah dan disalurkan dengan pipa ke kolam penampungan yang tersebar di setiap RT. Sungai-sungai di Desa Ujung Alang (Gambar 6) juga merupakan sumber air tawar. Sementara untuk ketiga dusun lainnya mengandalkan sumur dan juga membeli air dari Dusun Lempong Pucung yang diangkut menggunakan perahu.

(35)

21 4. Iklim

Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Cilacap pada tahun 2014, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli (507.0 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (290 mm). Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Maret sebanyak 27 hari, sedangkan jumlah hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan September sebanyak 11 hari hujan. Suhu maksimum tertinggi tercatat 35,2°C terjadi pada bulan Maret, sedangkan suhu maksimum terendah 29.8° C terjadi pada bulan Agustus.

5. Jenis Lahan dan kepemilikan.

Jenis lahan yang terdapat di Desa Ujung Alang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu lahan timbul, lahan mangrove dan lahan pertanian. Pertama, lahan timbul yaitu lahan yang terjadi akibat sedimentasi dan jenis lahan ini banyak dimanfaatkan untuk pemukiman. Kedua, lahan mangrove yaitu lahan yang ditumbuhi pohon mangrove dan terletak disepanjang sempadan pesisir yang dimanfaatkan sebagai tambak, sumber benih ikan,udang dan kepiting mangrove. Ketiga, lahan pertanian yaitu lahan yang digunakan masyarakat untuk menanam komoditi pertanian seperti padi, palawija dan pohon buah-buahan, jenis lahan ini banyak terdapat di Dusun Lempong Pucung dan Pulau Nusakambangan.

Ketiga jenis lahan tersebut berada di bawah pemerintah daerah kabupaten Cilacap sehingga status kepemilikannya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Berdasarkan hasil wawancara, status kepemilikan lahan saat ini masih menjadi milik pemerintah daerah dan belum memiliki sertifikat kepemilikan yang jelas. Masyarakat yang ingin mendirikan tempat tinggal maupun melakukan kegiatan pertanian mengurus izin terlebih dahulu ke desa dan kecamatan kemudian diberi SPPT (Surat Pajak Penggunaan Tanah).

6. Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Ujung Alang a. Kependudukan

1) Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Ujung Alang tersebar di empat dusun, yaitu Motean, Paninten, Lempong Pucung dan Bondan. Keempat dusun tersebut dipisahkan oleh perairan laguna dimana Dusun Motean dan Paninten berada pada satu grumbul

(daratan), Dusun Lempong Pucung berada di Pulau Nusakambangan dan Dusun Bondan (dusun bentukan baru) yang berhimpitan dengan kawasan Perum Perhutani. Penduduk tersebut terbagi ke dalam 39 unit Rukun Tetangga (RT) dan 12 unit Rukun Warga (RW). Tabel jumlah penduduk ditunjukkan dalam Tabel 4. Tabel 4 Jumlah Penduduk Kecamatan Kampung Laut

(36)

2) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Ujung Alang umumnya cukup rendah, dimana sebagian besar adalah tidak/belum tamat SD dan tamat SD (Tabel 5). Selain itu masih terdapat 116 jiwa yang masih buta huruf.

Tabel 5 Presentase tingkat pendidikan Desa Ujung Alang

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Tidak Sekolah 399

2. Tidak Tamat SD 384

3. SD 2.292

4. SLTP 736

5. SLTA 112

6. S1 12

Jumlah keseluruhan 3.935 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2014

b. Perekonomian

Kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan perekonomian bersumber dari pertanian, perkebunan dan nelayan (Tabel 6 dan 7). Hasil komoditas pertanian dan perkebunan Desa Ujung Alang berupa padi, kayu sengon, dan jagung.

Tabel 6 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan Lapangan Usaha

No. Lapangan usaha Jumlah (Orang)

1. Pertanian dan perikanan 708

2. Pertambangan 1

3. Industri 55

4. Perdagangan 149

5. Transportasi dan komunikasi 12

6. Jasa-jasa 46

7. Lainnya 116

Jumlah Keseluruhan 1.087

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap 2014

Tabel 7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Ujung Alang berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumlah (Orang)

1. Buruh Tani 321

2. Nelayan 630

3. Buruh Industri 55

4. Buruh bangunan 6

5. PNS 13

6. Pensiunan 2

Jumlah Keseluruhan 1.027

(37)

23

7. Aksesibilitas

a. Transportasi Laut

Perjalanan menuju Desa Ujung Alang dapat dilakukan dengan menggunakan Kapal Compreng. Transportasi laut ini berangkat dari Pelabuhan Seleko Cilacap dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Jadwal keberangkatannya setiap hari pukul 08.00 dan 14.00 WIB dari Pelabuhan Seleko menuju Dermaga Dusun Motehan Desa Ujung Alang serta pukul 08.00 dan 11.00 WIB arah sebaliknya dengan tarif sebesar Rp 9.000 sekali jalan. Penyeberangan dapat juga dilakukan dengan kapal nelayan yang disewa, dengan waktu tempuh yang relatif lebih singkat yaitu 1 jam. Tarif sewa kapal tergantung kesepakatan dengan pemilik kapal, untuk perjalanan selama seharian penuh pulang pergi dipatok dengan tarif Rp 150.000 - 250.000 dan untuk perjalanan selama setengah hari dipatok dengan tarif Rp 100.000,-. Peta trayek ditunjukkan dalam Gambar 7 dibawah ini.

Sumber : UPT Pelabuhan Kabupaten Cilacap (2005)

Gambar 7 Peta Jaringan Trayek Angkutan Perairan di Kabupaten Cilacap

b. Transportasi Darat

(38)

Gambar 8 Kondisi Jalan Desa Ujung Alang 8. Sebagai Destinasi Wisata

Keindahan alam Desa Ujung Alang, Segara Anakan dan Pulau Nusakambangan menarik minat para wisatawan domestik dan mancanegara untuk berkunjung. Kegiatan wisata yang dilakukan antara lain wisata pantai (Pantai Pasir Putih, Pantai Permisan, Gua Ratu), wisata pemancingan, wisata Kampung Laut, dan Wisata bahari petualangan hutan mangrove di Desa Ujung Alang. Wisata bahari petualangan hutan mangrove ini berada di minawisata mangrove yang dilengkapi dengan tracking mangrove dan gardu pandang untuk pengamatan burung. Minawisata mangrove ditunjukkan dalam Gambar 9.

Gambar 9 Minawisata Mangrove Dusun Lempong Pucung, Desa Ujung Alang 9. Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari

Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari merupakan kelompok tani yang terdapat di Desa Ujung Alang yang didirikan oleh Wahyono pada tahun 2004. Kelompok tani ini melakukan penghijauan dengan menanam kembali di lahan yang mangrovenya telah gundul. Awalnya kelompok ini beranggotakan tujuh orang yang merupakan kerabat, namun kesadaran masyarakat akan mangrove membuat kelompok tani ini makin banyak anggotanya. Kegiatan kelompok tani ini diapresiasi oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap dan PT Pertamina unit Pengolahan IV di Cilacap. PT Pertamina memberikan pendampingan budidaya kepiting, mulai dari basket (rumah kepiting dari plastik tebal) sampai benih kepiting. Pada tahun 2014, area mangrove Dusun Lempong Pucung ditetapkan sebagai pusat studi mangrove Segara Anakan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan mendapatkan 300.000 sumbangan bibit mangrove dari Pertamina.

(39)

25 Potensi Ekositem Mangrove Desa Ujung Alang

Ekosistem mangrove yang tersebar hampir menyeluruh di keempat dusun di Desa Ujung Alang memiliki banyak potensi diantaranya mangrove, fauna dan keindahan alamnya. Selain potensi alamnya, kawasan perairan seperti ini juga dipengaruhi oleh kondisi fisik. Kondisi fisik Desa Ujung Alang diamati dan diukur selama observasi di lapangan disajikan dalam tabel 8 berikut ini

Tabel 8 Parameter Lingkungan Desa Ujung Alang

No. Parameter Lingkungan Terendah Tertinggi

1. Suhu udara 28°C 34°C berdasarkan klasifikasi iklim Smidt Ferguson termasuk tipe iklim A yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai September dan musim hujan terjadi pada bulan November- April. Tipe pasang surut di desa ini yaitu semi diurnal dimana terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari dengan fluktuasi pasang surut berkisar 0,2 sampai 1,6 meter. Arus pasang surut ini dipengaruhi oleh Samudera Hindia, Sungai Citanduy, Sungai Ujung Alang, Sungai Lempong pucung dan Sungai Kembang Kuning.

Salinitas adalah jumlah padatan garam yang terlarut dalam air. Perubahan salinitas dipengaruhi oleh pergerakan air laut dan tawar. Salinitas di perairan ini berdasarkan hasil penelitian Tjahjo & Riswanto (2013) berkisar antara 0,2-12,4 ‰ dengan rata-rata 2,3 ‰ (tahun 2010), dan 0,5-25,1 ‰ dengan rata-rata 8,1 ‰ (tahun 2011); serta kecerahan berkisar antara 25-140 cm dengan rata-rata 59,8 cm (tahun 2010), 20-120 cm dengan rata-rata 64,3 cm (tahun 2011). Salinitas di Desa

Ujung Alang berkisar antara 4‰ sampai 7 ‰. Hal ini diakibatkan oleh pertemuan arus air laut dan air tawar yang menyebabkan salinitas air rendah, dan hampir tawar jika musim hujan.

Analisis vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan metode transek di 5 titik stasiun sampling dengan masing-masing 3 kali pengulangan tiap stasiun. Lokasi stasiun sampling diambil secara purposive sampling yaitu mangrove yang rusak, mangrove dekat pemukiman, mangrove yang ditanam, mangrove yang tumbuh secara alami dan mangrove yang tumbuh di lahan bekas tambak. Penemuan di lapangan bahwa penebangan mangrove sejati menyuburkan mangrove ikutan jenis Derris dan Acanthus. Secara ekologi mangrove, dominasi mangrove ikutan bisa dikatakan sebagai indikator kerusakan mangrove (Ardli et al., 2011) dan tutupan mangrove ikutan ini memiliki nilai vegetasi yang tinggi dan dikategorikan sebagai kelas mangrove rapat (Hadiwijaya et al. 2013).

(40)

Tabel 9 Koordinat Stasiun Sampling

Keanekaragaman Mangrove

Ekosistem mangrove Desa Ujung Alang dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran air tawar dari beberapa sungai yang sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Vegetasi mangrove di kawasan sekitar laguna Segara Anakan merupakan suatu vegetasi yang unik. Hal ini dikarenakan jenis-jenis mangrove dengan rentang toleransi salinitas yang besar seperti Sonneratia caseolaris atau jenis yang menyukai salinitas rendah seperti Acanthus ilicifolius dan Aegiceras corniculatum lebih mendominasi. Jenis Acanthus sp hampir menutup seluruh permukaan mulai dari pulau-pulau tanah timbul sampai ke timur hingga sebelah timur Dusun Motean. Jenis Aegiceras sp banyak tumbuh di sepanjang sungai terutama mulai sebelah timur Dusun Motean (Sutaryo et al. 2013).

Zonasi di hutan mangrove terbentuk sebagai tanggapan terhadap perubahan lamanya waktu penggenangan air laut, salinitas tanah, intensitas sinar matahari, aliran pasang-surut dan aliran air tawar dari sungai. Setiap faktor ini berubah sepanjang transek mulai dari tepi laut sampai kedalaman hutan. Keadaan ini juga berbeda dari satu tempat ke tempat lain dalam satu sistem muara sungai. Setiap zona diidentifikasi berdasarkan individu atau kelompok jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan dan dinamai sesuai dengan jenis tumbuhan yang dominan atau sangat melimpah. Tidak semua jenis tumbuhan mangrove terdapat di setiap tipe komunitas dan kemelimpahan jenis pada setiap komunitas berbeda- beda tergantung faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya (Susilowati 1999). Nipah di Desa Ujung Alang tumbuh di tepi pantai dan tidak sesuai dengan pola zonasi hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djohan (2012) yang menyatakan bahwa kawasan mangrove Segara Anakan tidak memiliki pola zonasi.

Pada mangrove di Desa Ujung Alang ditemukan 10 spesies vegetasi utama yaitu Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Nypa fruticans,Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Sonneratia caseolaris. Vegetasi pendukung (minor) ditemukan 5 spesies yaitu Acanthus ebracteatus, Acanthus ilicifolius, Acrostichum aureum, Acrostichum speciosum dan Aegiceras

Stasiun Sampling Titik koordinat

(41)

27

corniculatum. Sementara Vegetasi asosiasi ditemukan 1 spesies yaitu Derris trifoliata.

Tabel 10 Hasil Analisis Vegetasi Mangrove Strata Sonneratia caseolaris 33,33 33,33 42,56 109,22 IV Sonneratia caseolaris 100 100 100 300 V Avicennia alba 100 100 100 300

(42)

101,85%. Analisis vegetasi mangrove pada tingkat semai menunjukkan didominasi oleh Aegiceras corniculatum dan Rhizophora mucronata dengan INP masing-masing 200%. Hasil analisis vegetasi mangrove pada tingkat pancang menunjukkan didominasi oleh jenis Sonneratia alba dengan INP 60,55%. Analisis vegetasi mangrove pada tingkat pohon menunjukkan didominasi oleh jenis

Sonneratia caseolaris dan Avicennia alba dengan INP masing-masing 300%. Hasil analisis vegetasi di tiap stasiun dijelaskan lebih lanjut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10,11, 12, 14 dan 15. Dalam analisis vegetasi dihitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, dominansi relatif dan Indeks nilai penting. Indeks nilai penting (INP) diperlukan untuk menentukan spesies yang mendominasi dalam suatu stasiun penelitian.

Gambar 10 Diagram INP Mangrove Stasiun I

Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun I di area yang mangrovenya rusak dengan parameter kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan indeks nilai penting (INP) disajikan pada Lampiran 2. Melalui Gambar 10 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah, jenis Acanthus ebracteatus memiliki indeks nilai penting (INP) yang paling tinggi yaitu 101,85% dibandingkan dengan jenis

Derris trifoliata 98,15%. Acanthus ebracteatus merupakan herba yang tumbuh rendah dan kuat, bergerombol dan terangkai di permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 2 m. Acanthus ebracteatus memiliki kemampuan untuk menyebar secara vegetatif dan terdapat akar udara tumbuh di permukaan bawah batang horizontal. Bunga mengalami penyerbukan dibantu oleh burung dan serangga (Noor et al. 1999). Hal tersebut menyebabkan tingkat produktivitas yang relatif cepat dibanding vegetasi lainnya. Oleh karena itu, apabila suatu daerah didominasi oleh spesies ini maka spesies semak atau anakan mangrove sejati akan sulit berkompetisi karena reproduksi Acanthus yang cepat (Ardli et al. 2011).

(43)

29

Gambar 11 Diagram INP Mangrove Stasiun II

Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun II pada mangrove yang dekat pemukiman dengan parameter kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), Dominansi Relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) disajikan pada Lampiran 3. Melalui Gambar 11 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Achantus ebracteatus yang memiliki indeks nilai penting (INP) 93,5%. Pada strata pertumbuhan semai didominasi oleh jenis Aegiceras corniculatum

dengan nilai INP 200%. Pada strata pertumbuhan Pancang, jenis Aegiceras corniculatum lebih mendominasi daripada jenis lainnya dengan nilai INP tertinggi yaitu 18,64%. Sedangkan untuk strata Pohon, jenis Sonneratia alba dengan INP 116,01% mendominasi dibandingkan jenis lainnya.

93,5

200

18,64

116,01

28,72

6,13

109,22

64,79

12,42

74,76

13 6,13

12,42

6,13

0 50 100 150 200 250

Tumbuhan bawah Semai Pancang Pohon

INP

(%

)

Strata Pertumbuhan

Acanthus ebracteatus Bruguiera gymnorrhiza Acanthus ilicifolius Derris trifoliata

Aegiceras corniculatum Nypa fruticans

Avicennia alba Sonneratia alba

(44)

Gambar 12 Diagram INP Mangrove Stasiun III

Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun III pada mangrove yang ditanam dengan parameter kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), Dominansi Relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) disajikan pada Lampiran 4 . Melalui Gambar 12 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Acanthus ebracteatus yang memiliki indeks nilai penting (INP) 93,5%. Pada strata semai didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata

dengan INP 116,67%. Pada strata pertumbuhan Pancang, jenis Sonneratia alba

lebih mendominasi daripada jenis lainnya dengan nilai INP tertinggi yaitu 60,55%. Kondisi ekosistem mangrove ditunjukkan oleh Gambar 13.

Gambar 13 Kondisi Ekosistem Mangrove Stasiun III (kiri) dan Stasiun IV (kanan) 46,39

116,67

42,22

78,77 83,33

60,55 58,43

18,33

16,41

33,9 12,78

32,22

0 20 40 60 80 100 120 140

Tumbuhan bawah Semai Pancang

IN

P

(

%

)

Strata Pertumbuhan

Acanthus ebracteatus Nypa fruticans Acrostichum aureum Rhizophora apiculata Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora mucronata Bruguiera sexangula Rhizophora stylosa

(45)

31

Gambar 14 Diagram INP Mangrove Stasiun IV

Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun IV pada mangrove yang tumbuh secara alami dan kondisi bagus dengan parameter kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), Dominansi Relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) disajikan pada Lampiran 5 . Melalui Gambar 14 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Acanthus ebracteatus yang memiliki indeks nilai penting (INP) 101%. Ditempat kedua terdapat Nypa fruticans dengan INP 74,17%. Di lapangan ditemukan banyak buah Nipah yang terdampar dan bertunas. Benih tanaman Nipah merupakan benih Cryptovivipari dimana benih yang telah berkecambah diliputi oleh selaput buah (kulit buah) sebelum dilepaskan atau ditinggalkan dari pohon induknya (Kustanti 2011). Nipah di Desa Ujung Alang tumbuh di tepi pantai dan tidak sesuai dengan pola zonasi hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djohan (2012) yang menyatakan bahwa kawasan mangrove Segara Anakan tidak memiliki pola zonasi.

Pada strata semai didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata dengan INP 200%. Pada strata pertumbuhan pancang, jenis Aegiceras corniculatum lebih mendominasi daripada jenis lainnya dengan nilai INP tertinggi yaitu 120%. Sedangkan pada strata pertumbuhan pohon, Sonneratia caseolaris menjadi jenis yang mendominasi dengan INP 300%. Buah S.caseolaris yang dalam bahasa lokal disebut bogem ini dapat diekstrak untuk menghasilkan pektin yang dimanfaatkan pada industri pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer (Susmalinda 2013). Sifat buah tidak beracun dan langsung dapat dimakan (Santoso et al. 2005). Buah tanaman ini rasanya asam dan umumnya dijadikan manisan oleh masyarakat sekitar.

Acanthus ebracteatus Nypa fruticans

Acanthus ilicifolius Rhizophora mucronata Aegiceras corniculatum Sonneratia alba

(46)

Gambar 15 Diagram INP Mangrove Stasiun V

Hasil analisis vegetasi mangrove di stasiun V pada mangrove yang tumbuh di bekas tambak dengan parameter kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), Dominansi Relatif (DR) dan indeks nilai penting (INP) disajikan pada Lampiran 6. Melalui Gambar 15 ditunjukkan bahwa pada strata tumbuhan bawah didominasi oleh jenis Acrostichum speciosum yang memiliki indeks nilai penting (INP) 62,96%. Sedangkan pada strata pertumbuhan pohon, Avicennia alba menjadi jenis yang mendominasi dibanding Nypa fruticans dengan INP 300%. A.alba tersebar di sebagian besar pantai di Indonesia dan termasuk jenis pionir (pada zonasi terdepan), cepat dan mudah tumbuh, serta permudaan alaminya sangat cepat, bahkan diperkirakan tanaman berumur 2 tahun telah mulai menghasilkan buah. Habitat tanaman ini yaitu pada dibagian yang lebih asin disepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut dan disepanjang garis pantai (Noor et al.

1999).

Ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman jenis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tipe hutan lainnya. Hal ini dikarenakan kondisi hutan mangrove yang secara berkala digenangi oleh air laut sehingga mempunyai salinitas yang tinggi dan berpengaruh terhadap keberadaan jenis-jenis tumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat tumbuh pada hutan mangrove adalah jenis-jenis halofit, yaitu jenis tegakan yang mampu bertahan pada tanah yang mengandung garam dan genangan air laut (Nurlailita 2015). Dari 35 jenis mangrove yang berada di kawasan Segara Anakan, ditemukan 16 jenis mangrove di Desa Ujung Alang sehingga perlu menambahkan jenis-jenis mangrove yang ada untuk perencanaan konservasi.

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2 Peta Stasiun Sampling Di Kawasan Mangrove Desa Ujung Alang
Tabel 1  Jenis dan Sumber Data
Gambar 3 Model transek dan  plot-plot  pengamatan vegetasi mangrove
+7

Referensi

Dokumen terkait

Objektif umum kajian ini adalah untuk mengenal pasti hubungan antara peruntukan masa, jenis dan cara pengelolaan guru terhadap kerja rumah bagi mata pelajaran Bahasa Cina dengan

Dari mana anda mendapatkan informasi mengenai tentang adanya Program KPS di tempat anda.. Apakah ada diadakan sosialisasi mengenai Kartu Perlindungan Sosial (KPS) oleh aparat

Aturan yang berupa larangan dan sanksi yang diberlakukan dalam Hukum Adat Sasi di Desa Ohoider Tawun sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat desa tersebut

Understand specific details and information in simple longer texts on a range of familiar topics. Guess the meaning of unfamiliar words in a variety of text types on

Salah satu syarat dalam menggunakan Anova adalah data menenuhi asumsi homogenitas. Berdasarkan hasil uji homogenitas dengan uji Levene diketahui nilai p = 0,410

Ruang lingkup kegiatan Perlombaan Karya Inobel bagi Guru SD Tingkat Nasional Tahun 2018 berisi tentang pengalaman pembelajaran terbaik yang merupakan hasil inovasi

Hasil uji diatas menunjukkan nilai T hitung pada variabel total pembiayaan sebesar 3,548> 1,661 (T tabel)dengan nilai signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05.

Hasil dari analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi pati jagung dan konsentrasi karaginan yang berbeda pada edible film memberikan pengaruh