• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Perjudian di Wilayah Kota Sibolga (Studi pada Polres Sibolga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Perjudian di Wilayah Kota Sibolga (Studi pada Polres Sibolga)"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200315

DANNY CHRISTOPHER SINAGA

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH KOTA SIBOLGA (Studi Pada Polres Sibolga)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM: 110200315

DANNY CHRISTOPHER SINAGA

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP. 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, S.H., M.H.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.

NIP. 196104081986011002 NIP.196005201998021001 Alwan, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.1 Alwan, S.H., M.Hum.** Danny Christopher Sinaga***

Perjudian merupakan masalah sosial yang buruk karena sejatinya perjudian itu adalah kejahatan sekaligus perbuatan yang melanggar norma agama, moral, maupun hukum dan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang dapat merugikan kepentingan umum. Perjudian di Indonesia seperti gelombang air, selalu pasang surut namun tetap berlangsung. Kepolisian sebagai salah satu aparat penegak hukum negara berperan sebagai garda terdepan dalam upaya penegakan hukum, telah melakukan berbagai upaya dalam memberantas praktik-praktik perjudian, namun praktik perjudian tak pernah benar-benar hilang dari tanah air. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hukum positif terhadap tindak pidana perjudian di Indonesia, bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga, dan bagaimana hambatan Kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga.

Metode dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis sosiologis. Penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan. Pendekatan penelitian yuridis sosiologis yaitu dengan meneliti bagaimana penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian di wilayah Kota Sibolga. Sumber data yaitu data primer, data sekunder, dan data tersier. Metode pengumpulan data primer melalui penelitian lapangan (field research) dan data sekunder melalui penelitian kepustakaan (library research).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kejahatan perjudian telah diatur dalam hukum positif Indonesia yang terdapat pada KUH Pidana, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Upaya Kepolisian dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana perjudian melalui upaya preemtif, upaya preventif, dan upaya represif. Adapun hambatan Kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga adalah hambatan internal pihak Polres Sibolga dan hambatan eksternal dari masyarakat.

Departemen Hukum Pidana

1

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya:

Nama : Danny Christopher Sinaga

NIM : 110200315

Judul : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH KOTA SIBOLGA (Studi pada Polres Sibolga)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.

Apabila ternyata saya terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Medan, Mei 2015

NIM. 110200315

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa dan anakNya Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang hidup yang telah mencurahkan berkat dan karuniaNya melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk melengkapi tugas-tugas dan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH KOTA SIBOLGA (Studi pada Polres Sibolga)”.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.F.M. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.H. selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan dan meluangkan waktunya untuk membimbing, memeriksa, dan memberi saran maupun petunjuk kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Bapak Alwan, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan dan meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi saran maupun petunjuk kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Ibu Joiverdia Arifiyanto, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis yang telah membimbing penulis selama mengikuti masa studi perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Bapak dan Ibu para Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama mengikuti masa studi perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(7)

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih dan hormat yang setingi-tingginya kepada:

1. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang saya sayangi, Bapak Darwin Sinaga, S.H. dan Mama Heppy br. Marpaung, S.H. yang telah memberikan segenap kasih sayang, doa, pengorbanan dan dukungan dalam segala hal kepada penulis selama ini.

2. Terkhusus kepada adik penulis yang saya sayangi, Selamat Salomo Valentino Sinaga yang telah memberikan dukungan, doa, dan menemani keseharian penulis selama ini.

3. Bapak AKBP. Didi Wahyudi, S.IK., M.M. selaku Kapolres Sibolga yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan riset penulisan skripsi pada Polres Sibolga.

4. Bapak AKP. Sutrisno, selaku Kasat Reskrim Polres Sibolga yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis melakukan riset.

5. Bapak Ipda Polisi. B.T. Sembiring, S.H. selaku Kaur Bin ops Sat Reskrim Polres Sibolga yang telah memberikan data wawancara kepada penulis selama penulis melakukan riset.

6. Bapak Brigadir Polisi. Chandra M.T. Hutagalung, S.H. selaku Penyidik Pembantu Unit Pidana Korupsi Sat Reskrim Polres Sibolga yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis melakukan riset.

(8)

8. Seluruh teman-teman stambuk 2011 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas dukungannya kepada penulis.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Demikianlah dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari terdapat kekurangan yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, kelalaian pengeditan, dan bahan-bahan literatur yang penulis dapatkan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam penyempurnaan penulisan karya berikutnya.

Medan, Mei 2015

NIM. 110200315

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. ii LEMBAR PERNYATAAN………. iii KATA PENGANTAR………...………... iv, v, vi, vii DAFTAR ISI………... viii, ix DAFTAR TABEL………...…….. x

BAB I PENDAHULUAN

A. ... La tar Belakang ... 1 B. ... Pe rumusan Masalah ... 6 C. ... Tu juan dan Manfaat Penulisan ... 7 D. ... Ke aslian Penulisan ... 8 E. ... Ti

njauan Kepustakaan

1. ... Pe ngertian Penegakan Hukum ... 8 2. ... Pe

ngertian Tindak Pidana dan Perjudian

a. ... Pe ngertian Tindak Pidana ... 9 b. ... Pe ngertian Perjudian ... 15 3. ... Pe

(10)

F.... M etode Penelitian ... 18 G. ... Si

stematika Penulisan ... 21

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA

A. ... U ndang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ... 23 B. ... U

ndang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian ... 40 C. ... Pe

raturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian ... 42 D. ... U

ndang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 45

BAB III KEBIJAKAN DAN PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIBOLGA

A. ... Ke jahatan Perjudian di Wilayah Hukum Polres Sibolga ... 48 B. ... U

paya Preemtif ... 64 C. ... U

paya Preventif ... 66 D. ... U

(11)

BAB IV HAMBATAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIBOLGA A. ... Ha mbatan Internal Pihak Polres Sibolga ... 73 B. ... Ha mbatan Eksternal dari Masyarakat... 75 C. ... Ka sus dan Analisis Kasus (Catatan Putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor 29/Pid.B/2015/PN.Sbg) ... 77

BAB V PENUTUP

A. ... Ke simpulan ... 87 B. ... Sa

ran ... 89

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Kejahatan Sat Reskrim Polres Sibolga Tahun 2013 ... 49

Tabel 2 Data Kejahatan Sat Reskrim Polres Sibolga Tahun 2014 ... 51

Tabel 3 Data Kejahatan Sat Reskrim Polres Sibolga (Januari-Maret)

Tahun 2015 ... 54

Tabel 4 Usia Pelaku Perjudian yang Ditangani Polres Sibolga (Januari Tahun 2013-Maret Tahun 2015) ... 58 Tabel 5 Jenis Kelamin Pelaku Perjudian yang Ditangani Polres Sibolga

(Januari Tahun 2013-Maret Tahun 2015) ... 59 Tabel 6 Pekerjaan Pelaku Perjudian yang Ditangani Polres Sibolga

(Januari Tahun 2013-Maret Tahun 2015) ... 60 Tabel 7 Pendidikan Pelaku Perjudian yang Ditangani Polres Sibolga

(Januari Tahun 2013-Maret Tahun 2015) ... 61 Tabel 8 Pasal yang Didakwakan terhadap Pelaku Perjudian yang

Ditangani Polres Sibolga (Januari Tahun 2013-Maret Tahun 2015)

(13)

ABSTRAK

Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.1 Alwan, S.H., M.Hum.** Danny Christopher Sinaga***

Perjudian merupakan masalah sosial yang buruk karena sejatinya perjudian itu adalah kejahatan sekaligus perbuatan yang melanggar norma agama, moral, maupun hukum dan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang dapat merugikan kepentingan umum. Perjudian di Indonesia seperti gelombang air, selalu pasang surut namun tetap berlangsung. Kepolisian sebagai salah satu aparat penegak hukum negara berperan sebagai garda terdepan dalam upaya penegakan hukum, telah melakukan berbagai upaya dalam memberantas praktik-praktik perjudian, namun praktik perjudian tak pernah benar-benar hilang dari tanah air. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hukum positif terhadap tindak pidana perjudian di Indonesia, bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga, dan bagaimana hambatan Kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga.

Metode dalam penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis sosiologis. Penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan. Pendekatan penelitian yuridis sosiologis yaitu dengan meneliti bagaimana penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian di wilayah Kota Sibolga. Sumber data yaitu data primer, data sekunder, dan data tersier. Metode pengumpulan data primer melalui penelitian lapangan (field research) dan data sekunder melalui penelitian kepustakaan (library research).

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kejahatan perjudian telah diatur dalam hukum positif Indonesia yang terdapat pada KUH Pidana, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Upaya Kepolisian dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana perjudian melalui upaya preemtif, upaya preventif, dan upaya represif. Adapun hambatan Kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga adalah hambatan internal pihak Polres Sibolga dan hambatan eksternal dari masyarakat.

Departemen Hukum Pidana

1

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perjudian sama halnya dengan patologi sosial lainnya seperti pelacuran yang telah ada dan muncul berabad-abad yang lalu, sejalan dengan sejarah perkembangan manusia itu sendiri. Perjudian di Indonesia punya latar belakang sejarah panjang, setidak-tidaknya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya, dulu perjudian selalu terkait dengan dunia malam dan hiburan. Di bawah kekuasaan Belanda di Indonesia, judi berlangsung di tingkat karesidenen (setara kabupaten)dengan sebuah ordonansi yang dikeluarkan residen setempat.

(15)

diantaranya dengan memfungsikan instrumen hukum pidana secara efektif dan tepat melalui penegakan hukum (law enforcement).2

2

(16)

Pada dasarnya perjudian itu adalah suatu bentuk permainan dengan menggunakan taruhan yang bersifat untung-untungan, untuk mendapatkan kemenangan diperlukan pula keahlian bermain. Pemain yang kala memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai.

Hakekatnya perjudian merupakan masalah sosial yang buruk. Kemenangan yang dihasilkan dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada rusaknya karakter individu pelaku perjudian sekaligus dapat berdampak pada kehidupan sosial ekonominya. Ekses lebih lanjut antara lain sebagai berikut3

a. Mendorong orang untuk melakukan penggelapan uang kantor/dinas dan melakukan tindak pidana korupsi;

:

b. Energi dan pikiran jadi berkurang, karena sehari-harinya didera oleh nafsu judi dan kerakusan ingin menang dalam waktu pendek;

c. Badan menjadi lesu dan sakit-sakitan, karena kurang tidur, serta selalu dalam keadaan tegang, tidak imbang;

d. Pikiran menjadi kacau, sebab selalu digoda oleh harapan-harapan menentu;

e. Pekerjaan jadi terlantar, karena segenap minatnya tercurah pada keasyikan berjudi;

f. Anak, isteri dan rumah tangga tidak lagi diperhatikan;

g. Hatinya jadi sangat rapuh, mudah tersinggung dan cepat marah, bahkan sering eksplosif meledak-ledak secara membabi buta;

h. Mentalnya terganggu dan menjadi sakit, sedang kepribadiannya menjadi sangat labil;

i. Orang lalu terdorong melakukan perbuatan kriminal, guna mencari modal untuk pemuas nafsu judinya yang tidak terkendalikan. Orang mulai berani mencuri, berbohong, menipu, mencopet, menjambret, menodong, merampok, menggelapkan, memperkosa, dan membunuh untuk mendapatkan tambahan modal untuk berjudi. Akibatnya, angka kriminalitas naik dengan drastiss dan keamanan Kota serta daerah-daerah pinggiran jadi sangat rawan dan tidak aman;

3

(17)

j. Ekonomi rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan, karena orang bersikap spekulatif dan untung-untungan, serta kurang serius dalam usaha kerjanya;

k. Diseret oleh nafsu judi yang berlarut, kuranglah iman kepada Tuhan, sehingga mudah tergoda tindak asusila;

Kegiatan perjudian di Kota Sibolga masih tampak dibeberapa warung dimana pemilik warung menyediakan lapak permainan judi seperti permainan kartu (domino atau leng) dan dam batu yang dilakukan agar warung tersebut ramai pengunjung dan tentunya dagangan para pemilik warung menjadi laku. Keberadaan bandar dan agen-agen toto gelap (togel)/KIM yang pada praktiknya masih berkeliaran menjalankan aktivitasnya juga menambah permasalahan perjudian di Kota Sibolga tersebut.

Bentuk lain perjudian di Kota Sibolga sekarang telah berkedok permainan ketangkasan pada pusat perbelanjaan atau plaza yang menyediakan mesin-mesin permainan jackpot dengan pengawasan tersendiri dari pihak pengusaha, dimana pengunjung yang datang bermain menukarkan uang dengan koin yang sudah disediakan di lokasi permainan. Kemenangan yang bila didapat akan ditukarkan dengan bayaran uang diluar lokasi ketangkasan agar tidak mencurigakan. Seharusnya masyarakat malu dengan penyakit sosial yang penyebabnya sangat kompleks dan bersifat multidimensional ini, apalagi bila harus menelaah akibatnya yang demikian destruktif dan merusak.

“Sibolga-andalas Kepolisian Resort (Polres) Sibolga diminta agar segera menangkap pengusaha, yang menyediakan permainan judi ketangkasan berupa mesin jackpot di lantai III Aido Mini Plaza di Jalan Diponegoro Kecamatan Sibolga Sambas.

(18)

bentuk aksi perjudian yang terjadi di daerah. Sama seperti judi togel, judi ketangkasan itu sesuai hukum tidak diperbolehkan.”4

Gubernur DKI Jakarta era ‘70-an Ali Sadikin yang pada masa itu membangun Ibukota Negara dengan uang hasil legalisasi judi dan prostitusi. Akan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian tidak ada dijelaskan secara rinci defenisi dari perjudian, hanya menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Namun dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan Pasal 303 ayat (3) KUHP, yang dimaksud dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Permainan judi sebelum adanya larangan yaitu sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, faktor ijin menentukan permainan judi itu sebagai suatu kejahatan atau tidak. Apabila perjudian itu dilakukan dengan memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang maka permainan judi itu tidak dikatakan sebagai kejahatan tetapi apabila perjudian itu dilakukan tanpa ijin maka dianggap sebagai kejahatan dan merupakan pelanggaran hukum.

4

(19)

tetapi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 segala perjudian tidak diperbolehkan lagi atau dihapus dan apabila ada perjudian dianggap illegal.

Melihat beratnya ancaman hukuman yang tertuang dalam Peraturan perundang-undangan ternyata belum mampu memberantas praktik peruntungan nasib ini. Seiring dengan peradaban manusia perjudian tetap berkembang dan saat ini dapat digolongkan sebagai kejahatan terorganisasi dan sangat sulit untuk diberantas. Masyarakat modern banyak yang menganggap perjudian sebagai suatu rekreasi yang netral dan tidak mengandung unsur dosa, semakin mengembangkan macam-macam permainan yang disertai perjudian, dan menjadikan permainan tadi menjadikan aktivitas khusus yang bisa memberikan kegairahan, kesenangan dan harapan untuk menang.

(20)

Fenomena perjudian yang terjadi di wilayah Kota Sibolga menjadi perhatian serius pihak Kepolisian Resor Sibolga. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan agar perjudian tidak meresahkan masyarakat. Dalam penanganan masalah perjudian tersebut tentunya ada kebijakan dan peran yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Sibolga serta tidak terlepas dengan hambatan yang ditemui Kepolisian dalam penegakan hukum tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis dan menyusun penelitian skripsi yang berjudul: “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perjudian Di Wilayah Kota Sibolga (Studi Pada Polres Sibolga).”

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun permasalahan yang dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan hukum positif terhadap tindak pidana perjudian di Indonesia?

2. Bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga?

(21)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penelitian dan pembahasan terhadap suatu permasalahan sudah selayaknya memiliki tujuan dan manfaat sesuai dengan masalah yang dibahas. Maka yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum positif di Indonesia terhadap tindak pidana perjudian.

2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga. 3. Untuk mengetahui bagaimana hambatan Kepolisian dalam upaya

penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga.

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini sebagai bahan kajian maupun masukan lebih lanjut terhadap pemahaman mengenai tindak pidana perjudian yang diharapkan menambah dan melengkapi pembendaharaan koleksi karya ilmiah serta membahas penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian.

2. Secara Praktis

(22)

maupun aparat penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana perjudian yang terjadi di masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan skripsi ini adalah benar merupakan hasil karya dari pemikiran penulis sendiri. Setelah penulis melakukan browsing serta melalui tahap pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 25 Februari 2015 tidak ditemukan adanya judul skripsi yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Jika di kemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul permasalahan, maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik secara moral maupun ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preemtif, preventif maupun represif.

(23)

lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum mencakup proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri, upaya hukum, eksekusi, sedang penuntutan mencakup pra-penuntutan dan penuntutan sendiri.5

2. Pengertian Tindak Pidana dan Perjudian a. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian Pidana dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah straf, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan hukuman. Pidana lebih tepat diterjemahkan dengan istilah hukuman, bukan hukum karena hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah recht. Pidana dapat juga diartikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) atas perbuatannya yang telah melanggar hukum pidana.6

5

Soejono, Kejahatan & Penegakan Hukum di Indonesia, PTRineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 3.

6

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 24.

(24)

Seperti kita ketahui bahwa undang-undang hukum pidana Indonesia dalam KUHP terbentuk sebagai warisan dari pemerintahan kolonial Belanda. dalam bahasa Belanda tindak pidana disebut dengan istilah straafbaarfeit, tetapi pembentukan undang-undang tidak memberi pengertian rinci mengenai straafbaarfeit tersebut. Ada dua unsur pembentuk kata straafbaarfeit, yaitu

straafbaar dan feit. Kata straafbaar diartikan sebagai “dapat dihukum” sedangkan

feit berarti “sebagian dari kenyataan” sehingga secara harafiah straafbaarfeit

sebagai sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Jika hal tersebut kita gunakan sebagai pengertian dari tindak pidana menurut bahasa Indonesia, sudah pasti tidak tepat karena yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi bukan kenyataan.

Utrecht menerjemahkan istilah straafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang sering juga disebut delik, yaitu suatu perstiwa hukum (rechtfeit) yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Peristiwa dimaksud berasal dari perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum dan membawa akibat yang diatur oleh hukum dan oleh karenanya dapat dijatuhi hukuman.

Simons merumuskan straafbaarfeit adalah7

Pompe mengemukakan bahwa straafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai

:

“Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.”

8

7

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 5.

8

Ibid, hal. 6.

(25)

“Pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.”

Mr. Moeljatno memberikan pengertian straafbaarfeit sebagai9

Unsur-unsur perbuatan pidana yaitu

:

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana, asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedang ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan.”

10

9

Adami Chazawi, Op.cit, hal. 71.

10

Evi Hartanti, Op.cit, hal. 7.

: 1) Perbuatan manusia;

2) Memenuhi rumusan-rumusan dalam undang-undang (syarat formil); 3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil)

(26)

Unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur obyektif adalah semua unsur yang berasal dari luar keadaan batin manusia atau si pembuat, yakni semua unsur mengenai perbuatannya, akibat perbuatan, dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana.

a. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur subyektif adalah: 1. Kesengajaan (dolus)

Sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia perbuat atau dilakukan. KUHP tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang kesengajaan atau dolus intent opzet. Tetapi M.v.T (Memorie van Toelichting) mengartikan kesengajaan sebagai menghendaki dan mengetahui.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1809 (Crimineel Wetboek) dijelaskan pengertian kesengajaan11

11

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 13.

:

”Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang”

(27)

a. Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk) Dalam arti ini akibat delik adalah motif utama untuk suatu perbuatan, yang seandainya tujuan itu tidak ada maka perbuatan tidak akan dilakukan. b. Kesengajaan sebagai keinsafan pasti (opzet bij zekerheidbewustzijn)

Dalam hal ini ada kesadaran bahwa dengan melakukan perbuatan itu pasti akan terjadi akibat tertentu dari perbuatan itu.

c. Kesengajaan sebagai keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis. Dalam

hal ini dengan melakukan perbuatan itu telah diinsyafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu.

2. Kelalaian (culpa)

Dalam M.v.T (Memorie van Toelichting), yang memandang culpa semata-mata sebagai pengecualian dolus sebagai tindakan yang lebih umum, mengajukan argumen untuk menerima unsur kesalahan sebagai bagian dari rumusan delik dengan alasan tanpa adanya kesengajaan, kepentingan menjamin keamanan orang maupun barang dapat terancam oleh ketidakhati-hatian orang lain.

Dalam disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan.

Pasal 359 KUHP12

12

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1986, hal. 248.

:

(28)

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia memberikan penjelasan mengenai kealpaan bahwa arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.13

Sedangkan Simons mengatakan bahwa umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu perbuatan, disamping dapat menduga akibat perbuatan itu. Namun meskipun suatu perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin juga terjadi sebuah kealpaan jika yang bebuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-undang.14

b. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur obyektif dalam tindak pidana adalah:

Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap melakukan perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat diduganya akibat itu lebih dahulu oleh sipelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih dahulu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan.

1. Perbuatan yang melanggar hukum, yaitu terdiri dari perbuatan aktif atau

13

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama,

Bandung, 2003, hal. 72.

14

(29)

perbuatan positif (act) dan perbuatan pasif atau perbuatan negatif, seperti mendiamkan atau membiarkan (omission);

2. Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dapat membahayakan kepentingan orang lain (result);

3. keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana.

b. Pengertian Perjudian

Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang/barang berharga sebagai taruhan”.15 Berjudi ialah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari pada jumlah uang atau harta semula”.16 Dalam bahasa Inggris judi ataupun perjudian dalam arti sempit artinya gambling yang artinya “Betting; wagering. Result in either a gain or total loss of wager, the money or asset put up. Neither risk-taking nor investing, nor like insurance.”

Tetapi tidak termasuk dikatakan perjudian seperti investasi dan asuransi.17

Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi (hazardspel) sebagai18

“Tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja dan juga kalau

:

15

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal. 419.

16 Ibid.

17

http://thelawdictionary.org/gambling/, diakses 7 April 2015 Pukul 19.00 WIB.

18

(30)

pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemainan. Termasuk juga main judi adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala permainan lain-lainnya.”

Perjudian menurut Kartini Kartono adalah “Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya”.19

3. Pengertian Kepolisian

Sejarah keberadaan Kepolisian ditengah-tengah masyarakat Indonesia dahulu telah ada sejak zaman kerajaan Singosari dan Majapahit pada abad ke-13, dimana pasukan penegakan hukumnya disebut kesatuan Bhayangkara yang dipimpin oleh patih Gajah Mada yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dua hari kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) dan di tanggal 21 Agustus 1945 Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia.

Pengertian Polisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah20

a. Badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum dan sebagainya);

:

19

Kartini Kartono, Op.cit, hal. 58.

20

(31)

b. Anggota Badan Pemerintah (Pegawai Negara) yang bertugas menjaga keamanan.

Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara

ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum. Undang tersebut kemudian disempurnakan dengan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara yang rumusan ketentuan didalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, dimana Kepolisian ini tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sehingga watak militernya terasa sangat dominan yang pada gilirannya berpengaruh kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya dilapangan.

(32)

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Polisi adalah alat negara yang berdasarkan Undang-Undang dan memiliki wewenang umum Kepolisian. Juga disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

F. Metode Penelitian

(33)

1. Spesifikasi Penelitian

Pendekatan penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal.21

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan. Pendekatan penelitian yuridis sosiologis juga digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu dengan meneliti bagaimana penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian di wilayah Kota Sibolga.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan narasumber Polres Sibolga. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Data tersier diperoleh melalui kamus untuk mendukung data primer dan data sekunder.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui:

Merupakan suatu teknik mengidentifikasi isi dengan metode studi kepustakaan, metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data

21

(34)

sekunder, yaitu mengumpulkan data berupa buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, peraturan perundang-undangan yang sesuai, data yang diperoleh dari riset di Polres Sibolga, dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkaji bahan tersebut.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Terhadap data lapangan (primer) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan di lapangan. Penulis melakukan wawancara secara bebas namun berpedoman terhadap daftar pertanyaan yang telah disiapkan penulis sebelumnya, dan tanpa menutup adanya variasi yang disesuaikan dengan situasi informan pihak Kepolisian Resor Sibolga yaitu Ipda Polisi B.T. Sembiring, S.H. selaku Kaur Bin ops Sat Reskrim Polres Sibolga dan Briptu Polisi Dedy Frengky Purba, S.H. selaku Penyidik Pembantu Unit Pidana Umum Sat Reskrim Polres Sibolga.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan penulis untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif. Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.22

22

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 107.

(35)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan membantu para pembaca yang ingin memahami skripsi ini, maka akan diuraikan secara singkat sistematika penulisan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Secara sistematis skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan tiap bab dibagi atas beberapa sub bab yang dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diatur mengenai pendahuluan sebagai uraian awal yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA

Pada bab ini akan diuraikan bagaimana pengaturan tindak pidana perjudian dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan ini terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB III KEBIJAKAN DAN PERAN KEPOLISIAN DALAM

(36)

Pada bab ini akan diuraikan bagaimana kejahatan perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga dalam jangka waktu 3 tahun terakhir, serta upaya penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian baik melalui upaya preemtif, upaya preventif, upaya represif.

BAB IV HAMBATAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIBOLGA

Pada bagian ini akan dibahas dalam melakukan pemberantasan perjudian banyak hambatan-hambatan yang di temui oleh Kepolisian di lapangan, hambatan-hambatan tersebut dapat berasal dari internal Polisi dan eksternal yaitu masyarakat.

BAB V PENUTUP

(37)

PERJUDIAN DI INDONESIA

A.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan pada Pasal 303 dan Pasal 303 bis menetapkan perjudian sebagai kejahatan yang harus diberantas praktiknya di masyarakat karena merupakan penyakit sosial yang buruk dan banyak menimbulkan ekses-ekses negatif.

Kejahatan mengenai perjudian yang pertama dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP yang rumusannya yaitu:

1. Pasal 303 KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:

(38)

2e. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara;

3e. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.

(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.

(3) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Rumusan kejahatan dalam Pasal 303 KUHP tersebut diatas, ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian (hazardspel), dimuat dalam ayat (1)23

1. butir 1 ada dua macam kejahatan;

:

2. butir 2 ada dua macam kejahatan;

23

(39)

3. butir 3 ada satu macam kejahatan.

Pasal 303 ayat (2) KUHP memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan Pasal 303 ayat (3) KUHP menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh ayat (1). Namun, KUHP tidak memuat tentang bentuk-bentuk permainan judi tersebut secara rinci.

Menurut R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal memberikan komentar terhadap Pasal ini mengenai yang biasa disebut sebagai hazardspel ialah seperti permainan dadu, selikuran, jemeh, roulette, bakarat, kemping keles, keplek, tombola. Juga termasuk totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepakbola dan sebagainya. Namun tidak termasuk hazardspel seperti domino, bridge, ceki, yang biasa digunakan untuk hiburan.

Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut diatas dalam Pasal 303 KUHP mengandung unsur tanpa izin. Pada unsur tanpa izin inilah melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima macam kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tidak adanya unsur tanpa izin, atau jika telah ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberikan izin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut hapus sifat melawan hukumnya, sehingga tidak dipidana. Untuk itu dimaksudkan agar pemerintah atau pejabat pemerintah tetap melakukan pengawasan dan pengaturan tentang perjudian.24

1. Kejahatan Pertama

24

(40)

Kejahatan bentuk pertama dalam Pasal 303 KUHP dimuat dalam ayat (1) butir 1e yaitu: Kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif: a. Perbuatannya:

1. Menawarkan kesempatan; 2. Memberikan kesempatan;

b. Objek: untuk bermain judi tanpa izin; c. Dijadikan sebagai mata pencaharian. Unsur Subyektif:

d. Dengan sengaja.

Kejahatan bentuk pertama ini, perbuatan yang dilarang adalah (a) menawarkan kesempatan bermain judi dan (b) memberikan kesempatan bermain judi. Larangan ini ditujukan kepada para bandar judi, sedangkan bagi orang yang bermain judi dapat dipidana berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada Pasal 303 bis KUHP.

(41)

permainan permulaan pelaksanaan dari perbuatan memberikan kesempatan untuk bermain judi.25

Kejahatan bentuk pertama ini terdapat unsur kesengajaan. Artinya si pelaku memang menghendaki untuk melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi, dan disadarinya bahwa yang ditawarkan atau yang diberi kesempatan itu adalah orang-orang yang akan bermain judi serta disadarinya bahwa dari perbuatannya tersebut dijadikan sebagai pencaharian, artinya ia sadar bahwa dari perbuatannya itu mendapatkan uang untuk biaya hidupnya.

Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi, ialah si pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi, dimana dimaksud disini telah ada orang yang bermain judi. Misalnya menyediakan tempat atau ruangan untuk orang-orang yang bermain judi.

Perbuatan kesempatan bermain judi dan atau memberi kesempatan bermain judi haruslah dijadikan sebagai pencaharian. Artinya, perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan telah berlangsung lama dan si pelaku mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupan sehari-harinya. Perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila tidak mendapatkan izin terlebih dahulu dari Instansi atau Pejabat Pemerintah yang berwenang.

25

(42)

Unsur kesengajaan si pelaku tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin, karena unsur tanpa izin dalam rumusan letaknya sebelum unsur kesengajaan. Maksudnya si pelaku tidak perlu menyadari bahwa di dalam melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan itu tidak mendapatkan izin dari Instansi atau Pejabat Pemerintah yang berwenang.26

a. Perbuatannya: turut serta; 2. Kejahatan Kedua

Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam dalam ayat (1) butir 1e yaitu: Kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha permainan judi. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif:

b. Objek: dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; Unsur Subyektif:

c. Dengan sengaja.

Kejahatan jenis kedua ini, perbuatannya adalah turut serta (deelnemen). Maksudnya si pelaku ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan judi seperti dalam kejahatan bentuk pertama. Apabila dihubungkan dengan bentuk-bentuk penyertaan yang ditentukan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP, pengerian dari perbuatan turut serta atau menyertai (deelnemen) di sini adalah orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh orang yang turut serta (medepleger) menurut Pasal 55 KUHP, juga termasuk orang yang membantu

26

(43)

melakukan (medeplichtig) dalam Pasal 56 KUHP, dan tidak sebagai pembuat penyuruh melakukan (doen pleger) atau pembuat penganjur (uilokker), karena kedua bentuk yang disebutkan terakhir ini tidak terlibat secara fisik dalam orang lain melakukan perbuatan yang terlarang itu.27

27

Ibid, hal. 162.

Keterlibatan secara fisik orang yang turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin, yang dimaksudkan pada bentuk pertama, terdiri dari perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan pada orang untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan uang atau penghasilan. Jadi yang dimaksud dengan kegiatan usaha permainan judi adalah setiap kegiatan yang menyediakan waktu dan tempat pada orang-orang untuk bermain judi, yang dari kegiatan itu dia medapatkan uang atau penghasilan.

Seperti juga pada bentuk pertama, pada kejahatan jenis kedua ini terdapat unsur kesengajaan. Kesengajaan di sini harus ditujukan pada unsur perbuatan turut serta dalam kegiatan usaha permainan judi. Artinya si pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan turut serta dan disadarinya bahwa keturutsertaannya itu adalah dalam kegiatan permainan judi.

3. Kejahatan Ketiga

Kejahatan ketiga yang dimuat dalam ayat (1) butir 2e yaitu: Kejahatan yang melarang orang yang tanpa izin dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

(44)

a. Perbuatannya:

1. Menawarkan kesempatan; 2. Memberikan kesempatan; b. Objek: kepada khalayak umum; c. Untuk bermain judi tanpa izin. Unsur Subyektif:

d. Dengan sengaja.

Kejahatan perjudian yang ketiga ini, hampir sama dengan kejahatan perjudian bentuk pertama. Persamaannya terdapat pada unsur tingkah laku, yakni pada perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan. Sedangkan perbedaannya, ialah sebagai berikut28

1. Pada bentuk pertama, perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan tidak disebutkan kepada siapa, oleh karena itu bisa termasuk seseorang atau beberapa orang tertentu. Tetapi pada bentuk ketiga, disebutkan ditujukan kepada khalayak umum. Oleh karena itu bentuk ketiga ini tidak berlaku, jika kedua perbuatan itu hanya ditujukan pada satu orang tertentu.

:

2. Pada bentuk pertama secara tegas disebutkan bahwa kedua perbuatan itu dijadikan sebagai mata pencaharian. Sedangkan pada bentuk ketiga, tidak disebutkan unsur dijadikan sebagai mata pencaharian.

28

(45)

Khalayak umum artinya kepada siapapun, tidak ditujukan pada orang- perorangan atau orang tertentu. Siapa pun juga dapat menggunakan kesempatan untuk bermain judi.

Unsur kesengajaan pada kejahatan bentuk ketiga ini harus ditujukan pada: (a) melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan member kesempatan; (b) khalayak umum, dan (c) bermain judi. Maksudnya si pelaku menghendaki untuk mewujudkan kedua perbuatan itu, dan sadar bahwa perbuatan dilakukan di depan khalayak umum adalah untuk bermain judi. Akan tetapi unsur kesengajaan ini tidak perlu ditujukan pada unsur tanpa izin.29

a. Perbuatannya: turut serta; 4. Kejahatan Keempat

Kejahatan keempat yang juga dimuat dalam ayat (1) butir 2e yaitu: Larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa izin. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif:

b. Objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; Unsur Subyektif:

c. Dengan sengaja.

Kejahatan bentuk keempat ini hampir sama dengan kejahatan bentuk kedua. Perbedaannya hanyalah pada bentuk kedua, perbuatan turut sertanya itu ada kegiatan usaha perjudian yang dijadikannya sebagai mata pencaharian, sehingga kesengajaannya juga ditujukan pada mata pencaharian itu. Namun, pada

29

(46)

bentuk keempat ini, perbuatan turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian. Demikian juga kesengajaan pelaku dalam melakukan turut sertanya ditujukan pada kegiatan usaha bukan sebagai mata pencaharian seperti melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberikan kesempatan bermain judi kepada khalayak umum.30

a. Perbuatannya: turut serta; 5. Kejahatan Kelima

Kejahatan kelima yang dimuat dalam ayat (1) butir 3e yaitu: Melarang orang yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa izin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian. Unsur-unsur kejahatan ini adalah sebagai berikut:

Unsur-unsur obyektif:

b. Objek: dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa izin; c. Sebagai mata pencaharian.

Kejahatan bentuk kelima ini, pengertian turut serta (deelnemen) si pelaku hanya ikut terlibat dalam permainan judi bersama orang lain yang bermain, dan bukan ikut terlibat bersama pembuat yang melakukan kegiatan usaha perjudian yang orang ini tidak ikut bermain judi. Menjalankan usaha adalah berupa perbuatan menawarkan dan memberikan kesempatan bermain judi.

Pelaku dalam bermain judi tanpa izin haruslah dijadikan sebagai mata pencaharian, yang artinya dari bermain judi tersebut ia mendapatkan penghasilan

30

(47)

untuk keperluan hidupnya. Maka ia tidak dipidana apabila bermain judi dilakukan hanya sebagai hiburan belaka.31

Dari rumusan tersebut, terdapat dua pengertian perjudian, yakni

Pasal 303 ayat (2) KUHP memuat tentang dasar pemberatan pidana, yang ditujukan pada setiap orang yang melakukan lima macam kejahatan dalam ayat (1) mengenai perjudian tersebut dalam menjalankan pencahariannya. Pada ayat (2) ini dikatakan diancam pidana pencabutan hak untuk melakukan pencariannya itu. Misalnya pengusaha kafe, yang menyediakan meja khusus dan alat bermain judi bagi orang-orang yang hendak berjudi, maka hakim dapat mencabut hak pengusaha kafe tersebut dalam menjalankan usaha kafenya.

Pada Pasal 303 ayat (3) KUHP menerangkan tentang pengertian perjudian yang dimaksudkan oleh ayat (1). Arti perjudian, yakni: tiap tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir.

32

1. Suatu permainan yang kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan atau nasib belaka. Pada macam perjudian ini, menang atau kalah dalam arti mendapat untung atau rugi hanyalah bergantung pada keberuntungan saja, atau secara kebetulan saja. Misalnya dalam permainan judi dengan menggunakan alat dadu.

:

2. Permainan yang kemungkinan mendapat untung atau kemenangan sedikit atau banyak bergantung pada kemahiran atau keterlatihan si pemain.

31

Ibid, hal. 166.

(48)

Misalnya permainan melempar bola, permainan dengan memanah, bermain bridge, atau domino.

Dua pengertian perjudian di atas, diperluas juga pada dua macam pertaruhan yaitu33

1. Segala bentuk pertaruhan tentang keputusan perlombaan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain. Misalnya dua orang bertaruh tentang suatu pertandingan sepak bola antara dua kesebelasan, dimana yang satu bertaruh dengan menebak satu kesebelasan sebagai pemenangnya dan yang satu pada kesebelasan lainnya.

:

2. Segala bentuk pertaruhan lainnya yang tidak ditentukan. Dengan kalimat yang tidak menentukan bentuk pertaruhan secara limitatif, maka segala bentuk pertaruhan dengan cara bagaimana pun dan dalam segala hal mana pun adalah termasuk perjudian. Seperti beberapa permainan kuis untuk mendapatkan hadiah yang ditayangkan pada televisi termasuk juga pengertian perjudian menurut Pasal ini. Tetapi permainan kuis itu tidak termasuk permainan judi yang dilarang, apabila terlebih dahulu telah mendapatkan izin dari Instansi atau Pejabat yang berwenang.

2. Pasal 303 bis KUHP

Semula rumusan kejahatan Pasal 303 bis KUHP berupa pelanggaran dan dirumuskan dalam Pasal 542 KUHP tentang judi di jalanan umum. Namun melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penetiban Perjudian

33

(49)

diubah menjadi kejahatan dan diletakkan pada Pasal 303 bis KUHP. Dengan adanya perubahan tersebut, ancaman pidana yang semula yang berupa kurungan maksimum satu bulan atau denda maksimum Rp. 4.500,00 dinaikkan menjadi pidana penjara maksimum empat tahun atau denda maksimum Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Kejahatan mengenai perjudian yang kedua dirumuskan dalam Pasal 303 bis KUHP yang rumusannya yaitu:

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

1. barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303;

2. barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.

2. Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.

(50)

1. Kejahatan Pertama

Kejahatan pertama yang dimuat dalam Pasal 303 bis ayat (1) butir 1 KUHP, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatannya: bermain judi;

b. Dengan menggunakan kesempatan yang diadakan dengan melanggar Pasal 303 KUHP.

Diantara lima bentuk kejahatan mengenai perjudian dalam Pasal 303 ayat (1), ada dua bentuk kejahatan yang perbuatan materilnya berupa menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan, yakni:

1. Perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan untuk bermain judi sebagai mata pencaharian.

2. Perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi.

Dengan telah dilakukannya dua kejahatan diatas, terbukalah kesempatan untuk bermain judi untuk siapa saja. Oleh sebab itu, barang siapa yang menggunakan kesempatan itu untuk bermain judi, dia telah melakukan kejahatan Pasal 303 bis KUHP yang pertama ini. Kejahatan Pasal 303 bis KUHP tidak berdiri sendiri, melainkan bergantung pada terwujudnya kejahatan Pasal 303 KUHP. Tanpa terjadinya kejahatan Pasal 303 KUHP, kejahatan Pasal 303 bis KUHP tidak mungkin terjadi.

(51)

satu orang, karena perbuatan bermain judi tidak mungkin terwujud tanpa hadirnya minimal dua orang. Kejahatan ini termasuk penyertaan mutlak. Penyertaan mutlak adalah suatu tindak pidana yang karena sifatnya untuk terjadi mutlak diperlukan dua orang. Dalam kejahatan permainan judi ini, kedua-duanya dipertanggungjawabkan dan dapat dipidana.

2. Kejahatan Kedua

Kejahatan kedua yang dimuat dalam Pasal 303 bis ayat (1) butir 2 KUHP, terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Perbuatannya: ikut serta bermain judi; b. Tempatnya:

1. di jalan umum;

2. di pinggir jalan umum;

3. di tempat yang dapat dikunjungi umum.

c. Perjudian itu tanpa izin dari penguasa yang berwenang.

(52)

yang dapat dikunjungi umum, yang telah memenuhi semua unsur tindak pidana maka dapatlah disebut dua orang itu sama yakni turut serta bermain judi.

Turut serta yang dimaksud Pasal 303 bis KUHP tidak sama pengertiannya dengan orang yang turut serta (medepleger) menurut Pasal 55 ayat (1) butir 1 KUHP dalam pengertian luas, melainkan turut serta dalam arti sempit. Menurut Pasal 55 ayat (1) butir 1 KUHP terdapat pembuat peserta (medepleger) dan pembuat pelaksana (pleger), sedangkan menurut Pasal 303 bis KUHP ini, ukurannya ialah tanpa adanya dua orang yang perbuatannya memenuhi semua rumusan tindak pidana itu tidaklah mungkin tindak pidana itu terwujud secara sempurna atau dengan kata lain kedua orang itu kualitasnya sama sebagai turut serta bermain judi.34

Dalam kejahatan pertama tidak disebutkan adanya unsur tanpa mendapatkan izin, karena menurut Pasal 303 KUHP perbuatan menawarkan kesempatan atau memberikan kesempatan bermain judi itu sendiri memang harus tanpa izin, sudah tentu orang yang menggunakan kesempatan yang diadakan menurut Pasal 303 KUHP, juga dengan sendirinya sudah tanpa izin. Lain halnya dengan kejahatan kedua menurut Pasal 303 bis KUHP ini, harus disebutkan tanpa Pengertian di pinggir jalan umum adalah di tepi jalan, misalnya di trotoar atau beberapa meter dari jalan. Di tempat lain yang dapat dikunjungi oleh umum, misalnya di lapangan bola, atau di warung dan lain sebagainya. Dapat dikunjungi umum, artinya untuk sampai dan datang ke suatu tempat permainan judi dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa ada kesukaran atau hambatan.

34

(53)

izin, walaupun rumusannya dengan kalimat yang lain yakni kecuali ada izin. Sebab jika tidak ditambahkan unsur demikian, setiap bentuk pemainan judi maka dijatuhi pidana, dan ini tidak sesuai dengan konsep perjudian menurut KUHP, karena permainan judi hanya menjadi larangan apabila tanpa izin.

Pasal 303 ayat (2) bis KUHP adalah mengenai residive perjudian, maka setiap orang yang menjadi residivis tindak pidana perjudian dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.

Pemberian izin oleh Pemerintah di masa lalu inilah yang membuat praktik perjudian itu semakin lama semakin berkembang dan sulit untuk dikordinir, sehingga membuat keresahan dan ketidaktertiban di masyarakat selain daripada ekses-ekses negatif lainnya. Konsep mengenai perjudian menurut KUHP aslinya adalah konsep orang Belanda yang berbeda dengan konsep mengenai perjudian menurut nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang kuat dipengaruhi oleh norma-norma agama dan norma lain yang hidup menurut masyarakat Indonesia. Setelah Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, sesuai dengan asas hukum Lex posteriori derogat lex priori yang berarti Undang-Undang atau peraturan yang baru

(54)

B. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang kedua dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian. Undang-undang ini menyatakan semua tindak pidana perjudian adalah sebagai kejahatan. Pemerintah mengeluarkan undang-undang ini dimaksudkan menggunakan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menertibkan perjudian, hingga akhirnya menuju kepenghapusan perjudian sama sekali dari seluruh wilayah Indonesia.

Dalam KUHP tidak ada menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud sebagai kejahatan, tetapi dimuat dalam Buku II KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 KUHP. Semua jenis kejahatan diatur dalam Buku II KUHP. Namun demikian, masih ada jenis kejahatan yang diatur di luar KUHP, dikenal dengan tindak pidana khusus misalnya tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, tindak pidana ekonomi.

Bonger menayatakan bahwa kejahatan adalah merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions) mengenai kejahatan.35

35

(55)

Dengan undang-undang ini diatur beberapa perubahan beberapa Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian yaitu36

a. Semua tindak pidana perjudian dianggap sebagai kejahatan. :

Dengan ketentuan ini, maka Pasal 542 KUHP tentang tindak pidana pelanggaran perjudian yang diatur dalam Buku III tentang Pelanggaran dimasukkan dalam Buku II tentang Kejahatan dan ditempatkan dalam Buku II setelah Pasal 303 KUHP dengan sebutan Pasal 303 bis KUHP.

b. Memperberat ancaman pidana bagi pelaku bandar perjudian dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP dari pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp. 90.000,- menjadi pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp. 25.000.000,-. Di samping pidana dipertinggi jumlahnya (2 tahun 8 bulan menjadi 10 tahun dan Rp. 90.000,- menjadi Rp. 25.000.000,-) sanksi pidana juga diubah dari bersifat alternatif (penjara atau denda) menjadi bersifat kumulatif (penjara dan denda).

c. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) tentang perjudian dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 1 bulan atau denda maksimal Rp. 4.500,- menjadi pidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 10.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (1) KUHP.

d. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (2) KUHP tentang residive perjudian dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp. 7.500,- menjadi pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda

36

(56)

maksimal Rp. 15.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi Pasal 303 bis ayat (2) KUHP.

Maksud tersebut perlu mengklasifikasikan segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya, adalah karena ancaman hukuman yang ada berlaku dalam KUHP ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan di masyarakat dan tidak membuat pelakunya jera.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang ketiga dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian. Peraturan pemerintah ini di maksudkan untuk membatasi perjudian sampai lingkungan sekecil-kecilnya untuk akhirnya menuju ke penghapusan sama sekali bentuk dan jenis perjudian di seluruh wilayah Indonesia.

(57)

tidak ada lagi perjudian yang diizinkan baik Pemerintah Pusat maupun Pemrintah Daerah.

Ditinjau dari kepentingan Nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda. Meskipun dari hasil izin penyelenggaraan perjudian yang diperoleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, dapat digunakan untuk usaha-usaha pembangunan, namun akibat-akibat negatifnya pada dewasa ini lebih besar dari pada kemanfaatan yang diperoleh. Dalam Pasal 1 ayat (2) diatur izin penyelenggaraan perjudian yang sudah diberikan sebelumnya, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi terhitung 3 (tiga) hari sejak Peraturan Pemerintah tersebut diundangkan yaitu tepatnya pada tanggal 31 Maret 1981.

Pasal 2 menyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3040), dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku lagi semua peraturan perundang-undangan tentang Perjudian yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Bentuk dan jenis perjudian yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini, meliputi:

A. Perjudian di Kasino, antara lain terdiri dari: 1. Roulette;

2. Blackjack;

3. Baccarat;

4. Creps;

(58)

6. Tombola;

7. Super Ping-pong; 8. Lotto Fair;

9. Satan;

10. Paykyu;

11. Slot machine (Jackpot); 12. Ji Si Kie;

13. Big Six Wheel; 14. Chuc a Luck;

15. Lempar paser/bulu ayam pada sasaran atau papan yang berputar (Paseran); 16. Pachinko;

17. Poker;

18. Twenty One;

19. Hwa-Hwe;

20. Kiu-kiu.

B. Perjudian di tempat-tempat keramaian, antara lain terdiri dari perjudian dengan:

1. Lempar paser atau bulu ayam pada papan atau sasaran yang tidak bergerak; 2. Lempar Gelang;

3. Lempar Uang (Koin); 4. Kim;

5. Pancingan;

6. Menembak sasaran yang tidak berputar; 7. Lempar bola;

8. Adu ayam; 9. Adu sapi; 10. Adu kerbau;

11. Adu domba/kambing; 12. Pacu kuda;

13. Karapan sapi; 14. Pacu anjing; 15. Hailai;

16. Mayong/Macak; 17. Erek-erek.

C. Perjudian yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain, antara lain perjudian yang dikaitkan dengan kebiasaan:

(59)

4. Pacu kuda; 5. Karapan sapi;

6. Adu domba/kambing.

Dalam Penjelasan diatas, dikatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian penjelasan Pasal 1 ayat (1) huruf c di atas, apabila kebiasaan yang bersangkutan berkaitan dengan upacara keagamaan, dan sepanjang hal itu tidak merupakan perjudian.

Ketentuan Pasal ini mencakup pula bentuk dan jenis perjudian yang mungkin akan timbul di masa yang akan datang sepanjang termasuk kategori perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

D. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang keempat dalam hukum positif di Indonesia ada diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perkembangan dunia teknologi informasi dengan adanya internet menimbulkan banyak bentuk kejahatan baru yang merubah kejahatan konvensional menjadi lebih modern, termasuk dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling).

(60)

mengungkap kejahatan, penerapan aturan lama tidak sesuai lagi dari segi unsur-unsurnya, pembuktian alat bukti yang sah secara hukum dan lain sebagainya, sehingga Pemerintah menganggap perlu melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dapat diterapkan pada kejahatan yang terjadi di dunia maya.

Praktik perjudian internet di dunia maya (cyber crime) terdapat perbedaan mendasar selain daripada kegiatan perjudian yang konvensional yang diatur dalam KUHP adalah jenis barang buktinya. Apabila ditelaah, maka Situs/Website penyelenggara perjudian melalui internet, Surel/E-mail serta pesan singkat/Short Messages Service peserta judinya merupakan bagian dari informasi elektronik

yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah secara hukum, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan mengenai alat bukti dan pembuktian sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Adapun isi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur larangan perjudian terdapat dalam Bab VII tentang perbuatan yang dilarang pada Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut37

Ketentuan hukum dalam pasal diatas mengandung unsur-unsur subyektif dan unsur obyektif. Sengaja dan tanpa hak merupakan unsur subyektif yang

:

“(2) Setiap Orang

Gambar

Tabel 1 DATA KEJAHATAN SAT RESKRIM POLRES SIBOLGA TAHUN 2013
Tabel 4 USIA PELAKU PERJUDIAN YANG DITANGANI POLRES SIBOLGA
Tabel 5
Tabel 6
+2

Referensi

Dokumen terkait

konsultan yang melayani pembangunan perumahan dan permukiman. Khusus untuk fasilitasi pada masyarakat kurang mampu dan penanggulangan.. bencana dapat diselenggarakan dengan

Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali, Kota Surakarta termasuk ke dalam Kawasan Andalan Subosuka-Wonosraten dan diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN)..

Pelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah. Masalah utamanya yaitu seperti apakah media pembelelajaran yang inovatif pada pelajaran PKn

Dalam pembelajaran, kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal siswa saat akan mengikuti pembelajaran dapat memberikan informasi

Konsep pendidikan Islam yang ada dalam kitab Bayan karya Syaikh Ahmad Rifai mencakup tujuan pendidikan Islam, hukum pendidikan Islam, rukun pendidikan Islam, syarat

penelitkin ini tidak a h clapat diselesakm sebjgaimana yang diharapkan dan m o g a kerjasama yang baik ini akan lebih baik lagi di masa yang rrken datgng.. HETODE

Pada kegiatan inti pengajar mengorientasikan siswa ke dalam masalah, yaitu dengan memberikan teks bacaan mengenai soal-soal bersangkutan dengan longsor. Dari teks bacaan

lompat ( jump shoot ) adalah suatu teknik dasar menembak yang sering digunakan oleh setiap pemain untuk meraih poin dalam setiap