• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cerai Gugat Terhadap Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/Pajs )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Cerai Gugat Terhadap Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/Pajs )"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ANITA ZHURIYAH AGUSTIN 1110044200025

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

i

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Anita Zhuriyah Agustin 1110044200025

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A 195003061976031001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

ii

dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga Islam.

Jakarta, 9 Mei 2014

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM. Muslimin. MA NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

1. Ketua Prodi : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

2. Sekretaris Prodi : Hj. Rosdiana, MA. (...) NIP: 19690610200312201

3. Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Ahmad Sutarmadi (...) NIP: 194008051962021001

(4)

iii

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 14 Maret 2014

(5)

iv

TERHADAP SUAMI PENGGUNA NARKOBA (Analisis Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/PAJS )”, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program

Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix + 67 halaman+halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini yang sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang melatar belakangi penelitian ini adalah alasan gugat cerai istri terhadap suami pengguna narkoba yang didalam Undang-Undang Perkawinan dan KHI tidak disebut secara

jelas kata “narkotika maupun prekursor narkotika”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang. Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara perceraian ketika alasan perceraian terutama terkait dengan narkoba tidak diatur dalam undang-undang maupun peraturan lainnya, maka hakim melandaskan putusan berdasarkan poin-poin lain yang berkaitan pada putusan tersebut.

Kata Kunci : Perceraian, Narkoba.

Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H, M.A

(6)

v

Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayat dan rahmat-Nya kepada seluruh hambanya.

Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku ketua Jurusan Prodi SAS

sekaligus Dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A selaku sekretaris jurusan SAS yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan,

karyawan.

4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Kedua orang tua Ayahanda tercinta Suwondo dan Ibunda tersayang

Siti Mu’minah, sujud abdiku kepada kalian atas doa, pengorbanan dan

memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “allahummagfirlii

waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Adikku

(7)

vi

Azhar, Dea, Syawal, Sasa, Dini, Dira, Salmi, Teh Ade, Wiwin, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk para senior Ka

Karim Munthe, Ka Zoeky Nasution, Ka Najwa, Ka Evi dan seluruh keluarga SAS Angkatan 2010 yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Keluarga besar Moot Court Community (MCC) yang telah berbagi ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan

sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun

sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini

selanjutnya.

Ciputat, 14 Maret 2014

(8)

vii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Batasan dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Review Studi Terdahulu... 10

E. Kerangka Teori... 11

F. Metode Penelitian... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II: PERCERAIAN A. Pengertian Perceraian... 16

B. Sebab-Sebab Perceraian ... 17

C. Jenis Perceraian ... 20

D. Akibat Perceraian ... 22

BAB III: NARKOBA DALAM HUKUM POSITIF DAN FIKIH A. Pengertian Narkoba ... 27

B. Jenis Narkoba ... 29

C. Faktor Pendorong ... 31

(9)

viii

C. Analisis Putusan ... 54

D. Analisis Penulis... 60

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 65

B. Saran... 66

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Bimbingan Skripsi... 71

2. Surat Wawancara ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan... 72

3. Tanda Penerimaan Surat Wawancara... 73

4. Salinan Putusan Nomor 0338/Pdt.G/2013/PAJS... 74

5. Surat Hasil Wawancara... 139

(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kata “nikah atau zawaj” berasal dari bahasa Arab dilihat dari etimologi

(bahasa) berarti “berkumpul & menindih”, atau dengan ungkapan lain bermakna “aqad & setubuh” dalam arti yang sebenarnya & hubungan badan dalam arti majazi

(metafora). Dengan demikian itu berdasarkan firman Allah:







Artinya:“Sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain”(Q.S An-Nisa:25)

Secara terminologi (istilah) “nikah atau zawaj” adalah:

1. Aqad yang mengandung kebolehan memperoleh kenikmatan biologis dari

seorang wanita dengan jalan ciuman, pelukan dan persetubuhan.

2. Aqad yang ditetapkan Allah bagi seorang lelaki atas diri seorang

perempuan atau sebaliknya untuk dapat menikmati secara biologis antara

keduanya.1

Perkawinan merupakan pertemuan dua hati yang saling melengkapi satu sama

lain dan dilandasi dengan rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (warahmah). Pada

dasarnya setiap calon pasangan suami isteri yang akan melangsungkan atau akan

membentuk suatu rumah tangga akan selalu bertujuan menciptakan keluarga yang

1

(11)

bahagia dan sejahtera serta kekal untuk selamanya, namun impian semua itu tak

selamanya indah.

Agar cita-cita dan tujuan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya,

maka suami isteri yang memegang peranan utama dalam mewujudkan keluarga yang

sakinah perlu meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang bagaimana

membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntunan agama dan ketentuan hidup

bermasyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ruum ayat 21:

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Q.S Ar-Rumm: 21)

Pernikahan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 bab I adalah

“Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.2

Untuk mengadakan ikatan suci dengan tujuan rumah tangga yang bahagia dan

kekal itu harus dipenuhi prinsip-prinsip tertentu yang dinamakan keluarga adalah

minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya

anak atau anak-anak dan seterusnya.

2

(12)

Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya

seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus

mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohir maupun yang

sifatnyabathiniyahdi dalam rumah tangga tersebut supaya terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Ketika akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya,

maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan hak

dan kewajiban sebagai suami isteri dalam keluarga. Jika suami istri sama-sama

menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah

ketentraman dan ketenangan hati, sehingga terwujudlah kebahagian hidup dalam

berumah tangga. Dalam Kompilasi Hukum Islam kewajiban suami isteri dijelaskan di

dalam pasal 77 dan pasal 78.3

Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk

membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah

menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga salah satu di

antara lembaga pendidikan informal, ibu-bapak yang dikenal mula pertama oleh

putra-putrinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat

menjadi dasar pertumbuhan pribadi/kepribadian sang putra-putri itu sendiri. 4

Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Saw:

3

Abdul Rahman Ghozali, fiqih munakahat,( Jakarta: Kencana, 2003), h.155,157.

4

(13)

Artinya: “Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir di atas fitrah maka

ayah dan ibundanya yang menjadikan ia yahudi, nasrani atau majusi”

(H.R. Bukhari dari Abu Hurairah)

Sebagai pemimpin keluarga, seorang suami atau ayah mempunyai tugas dan

kewajiban yang tidak ringan yaitu memimpin keluarganya. Allah menuntut kendali

keluarga ditangan lelaki karena kekuatan dan kegigihan yang dikaruniakan Allah

kepadanya, serta kemampuan mencari rezeki di muka bumi. Hal ini berarti

mengharuskan lelaki bekerja keras, mendorongnya untuk berbuat, berjuang dan

merupakan beban serta tanggung jawab, ia sejalan dan selaras dengan fitrahnya.6

Allah berfirman: karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”(Q.S Annisa: 34)

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang

terdapat didalam masyarakat roda kehidupan berjalan dengan dinamis, tidak lepas

dari perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dan istri.

5

M. Nashiruddin Al- Albani,Ringkasan Terjemah Shahih Bukhari, Penerjemah As’ad Yasin,

Elly Latifa (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 437

6

(14)

Kenyataan hidup seperti itu menimbulkan bahwa memelihara kelestarian

kesinambungan hidup bersama suami isteri itu bukanlah hal yang mudah.

Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami,

baik dalam kehidupan rumah tangga, maupun dalam pergaulan masyarakat. Dengan

demikian, segala sesuatu dalam rumah tangga (keluarga) dapat dirundingkan dan

diputuskan bersama oleh suami dan istri. Adakalanya suatu halangan yang sangat

besar sudah sangat sulit dicarikan jalan keluarnya, sehingga perceraian sebagai jalan

akhir yang ditempuh untuk menghindari perselisihan di antara keduanya.

Salah satu munculnya permasalahan ketika suami sebagai seorang kepala

keluarga yang mempunyai tanggungjawab yang besar akan tetapi berperilaku buruk

seperti menggunakan obat-obatan terlarang atau narkoba. Para ulama telah sepakat

bahwa menyalahgunakan narkoba itu haram, karena dapat merusak jasmani dan

rohani umat manusia melebihi khamar.

Secara terminologi dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkoba atau

narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,

menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang. Orang yang mengkonsumsi narkoba

akan mengalami gangguan mental dan perilaku, sebagai akibat dari

ketergantungannya sistem neurotransmier tersebut mengakibatkan terganggunya

fungsi kognitif, afektif, dan psikomotorik.7

7

(15)

Pada awalnya, narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia,

khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, peruntukan narkotika mengalami

perluasan hingga kepada hal-hal yang negatif. Oleh karena itu, agar penggunaan

narkotika dapat memberikan manfaat bagi umat manusia, peredarannya harus diawasi

secara ketat. Sebagaimana dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, yang menyebutkan Pengaturan Narkotika bertujuan untuk:

a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunaan Narkotika.

c. Memberantas peredaran gelap Narotika dan Prekursor Narkotika.

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah

guna dan pecandu Narkotika.8

Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat karena saat ini

pemanfaatannya banyak untuk hal-hal yang negatif. Harus diakui bahwa masalah

penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu persoalan yang tidak mudah untuk

ditemukan solusinya. Penggunaan narkotika sangat beragam dan menjangkau semua

lapisan masyarakat. Efek negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkotika

secara berlebihan dalam jangka waktu lama serta tidak diawasi oleh ahlinya, dapat

8

(16)

menimbulkan berbagai dampak negatif pada penggunanya, baik secara fisik maupun

psikis.9

Ketika seorang suami menggunakan narkoba maka akan hilang rasa

tanggungjawab terhadap keluarganya, maka akan berakibat hancurnya kehidupan

rumah tangga. Selain itu akan berdampak pada timbulnya pengaruh negatif pada diri

anak. Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa permasalahan yang akan diteliti

layak untuk dilakukan dan penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut

kedalam sebuah skripsi yang berjudul Cerai Gugat Terhadap Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan nomor: 0338/Pdt.G/2013/PAJS). Pada awalnya penulis menggunakan putusan nomor 1998/Pdt.G/2010/PAJS dengan subtansi yang sama

mengenai narkoba namun dikarenakan Majelis Hakim yang memutuskan perkara

tersebut telah dimutasi di luar Pulau Jawa sehingga penulis tidak dapat

mewawancarai hakim tersebut.

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Masalah apa sajakah yang terkait dalam perceraian, berikut di bawah ini

uraiannya:

1) Bagaimanakah tata cara perceraian?

2) Faktor apa saja yang menyebabkan perceraian?

3) Bagaimanakah cerai gugat karena narkoba?

9

(17)

4) Bagaimanakah pelaksanaan cerai gugat dan cerai talak?

5) Bagaimanakah cerai gugat menurut hukum positif?

6) Apa landasan hukum yang digunakan dalam cerai gugat?

2. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini tidak meluas dan tidak terarah

pembahasannya, maka penulis membatasi lingkup penelitian yang berkenaan

dengan perceraian yang disebabkan narkoba, dan putusan perkara nomor

0338/Pdt.G/2013/PAJS.

3. Rumusan Masalah

Dalam Undang-Undang Perkawinan, Peraturan Pemerintah dan KHI,

tidak ditemukan secara jelas kata narkoba sebagai alasan perceraian. Namun

terdapat kata “pemadat” akan tetapi faktanya di dalam putusan ini hakim tidak menafsirkan kata “pemadat” sebagai narkoba. Adapun perumusan masalah diatas maka penulis merincikan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1) Apakah suami pengguna narkoba dapat diajukan perceraian?

2) Apa dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan

perkara No.0338/Pdt.G/2013/PAJS?

3) Apakah putusan No.0338/Pdt.G/2013/PAJS sudah sesuai dengan KHI dan

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian pasti mempunyai tujuan dan kegunaannya yang bermanfaat

(18)

1. Untuk mengetahui duduk perkara perceraian akibat suami pengguna

narkoba.

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam

memutuskan perkara No.0338/Pdt.G/2013/PAJS.

3. Untuk mengetahui putusan No.0338/Pdt.G/2013/PAJS sudah sesuai

dengan KHI dan Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang keperdataan islam

2. Segi Praktis

Memberikan penjelasan kepada masyarakat pada umumnya tentang

ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengatur tentang gugat

cerai istri kepada suami sebagai pengguna narkoba.

3. Segi Ilmu Pengetahuan

Untuk memberikan kajian dalam memperkaya literatur serta penelitian

secara mendalam lebih lanjut dan sebagai kontribusi pemikiran terhadap

kajian hukum keluaga Islam serta dijadikan bahan rujukan pada

(19)

D. Riview Studi Terdahulu

Dalam karya ilmiah ini, penulis menemukan data yang berhubungan dengan

bahasan mekanisme cerai gugat terhadap suami pecandu narkoba:

No Identitas Terdahulu Substansi Perbedaan

gugat cerai yang terkait

dengan unsur narkoba

dari tahun 2005-2008.

2. Menjelaskan

jenis-jenis perceraian

1. Menjelaskan perkara

gugat cerai karena suami

(20)

Hukum, 2012 Undang-undang Narkotika

terbaru dan efek negative

yang ditimbulkan.

E. Kerangka Teori

Bila istri melihat sesuatu pada diri suaminya sesuatu yang tidak diridhai oleh

Allah SWT untuk melanjutkan perkawinan, seperti halnya istri mengetahui bahwa

suaminya menggunakan narkoba dan suami tidak bisa lagi diingatkan dengan usaha

yang telah dilakukan istri kepada suaminya untuk berhenti menggunakan narkoba,

maka istri bisa mengajukan gugatan cerai kepada suami. Karena efek yang

ditimbulkan akibat penggunaan narkotika dapat menimbulkan berbagai dampak

negatif pada penggunanya.

Islam memberikan jalan keluar ketika suami istri yang tidak dapat lagi

meneruskan perkawinan, dalam artian ketidak cocokan pandangan hidup dan

perselisihan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka diberikan jalan

keluar yang dalam istilah fiqih disebut dengan thalaq (Perceraian). Agama islam membolehkan suami istri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, walaupun

perceraian itu sangat dibenci oleh Allah SWT.10

10

(21)

Mengenai Putusnya perkawinan, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 BAB VIII

pasal 38 dikenal adanya tiga macam cara putusnya perkawinan, yaitu: kematian,

perceraian dan keputusan pengadilan. Pasal 39 UU No. 1 tahun 1974 menegaskan

bahwa perceraian hanya dapat dilakukan dengan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan antara

kedua belah pihak, dan untuk melakukan perceraian harus ada alasan yang cukup

sehingga dapat dijadikan landasan yang wajar bahwa suami dan istri tidak ada

harapan lagi untuk hidup bersama sebagai suami istri.11

Alasan dimaksud dalam Pasal 39 UU No.1 tahun 1974 ini diperinci lebih

lanjut dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, yaitu ada enam alasan

untuk perceraian, sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain

sebagainya yang sukar disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahu berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

11

(22)

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.12

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu menggunakan

metode-metode pada umumnya berlaku pada penelitian, yaitu:

1) Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif.

Jenis penelitian ini menekankan pada kualitas dengan pemahaman

deskriptif. Selain itu penelitian ini berupa analisis putusan Nomor

0338/Pdt.G/2013/PAJS di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2) Kriteria dan Sumber Data

Berdasarkan jenis dan bentuknya, data yang diperlukan dalam penelitian

ini adalah:

a. Data primer: Wawancara mendalam dengan hakim yang memutus

perkara ini.

b. Data skunder: Untuk melengkapi atau mendukung analisis, tetap

diperlukan analisis data sekunder yaitu dengan penelitian

kepustakaan (Library Search) dengan cara mengkaji buku-buku,

12

(23)

literatur-literatur, maupun artikel-artikel yang berkaitan baik dari

surat kabar, jurnal yang masih berhubungan dengan judul penelitian.

3) Pendekatan

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah

pendekatanYuridis-normatif. Pendekatan yuridis penting digunakan dalam melihat objek

hukum berkaitan dengan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA dan

UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan

sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa

sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai

berikut

BAB PERTAMA Tentang Pendahuluan, memuat: Latar Belakang

Masalah, Identifikasi Batasan dan Rumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi

Terdahulu, Kerangka Teori, Metode Penelitian,

Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA Tentang Gambaran Umum Perceraian pada bab ini

(24)

Penyebab Perceraian, Jenis Perceraian, Akibat

Perceraian

BAB KETIGA Tentang Narkoba Dalam Pandangan Hukum Positif

dan Fikih. Pada bab ini penulis membahas tentang:

pengertian narkoba, jenis narkoba dan dampak

negatif narkoba

BAB KEEMPAT Analisis Putusan Perkara: Profil Pengadilan, analisis

duduknya perkara, analisis putusan, analisis penulis.

BAB KELIMA Penutup, bab ini merupakan bab terakhir dari

penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik

beberapa kesimpulan dari hasil penelitian,

disamping itu pula penulis memberikan saran dan

kritik yang dianggap perlu pada permasalahan yang

(25)

16

A. Pengertian Perceraian

Akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata,

melainkan ikatan suci (misaqan galiza) yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah. Namun sering kali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas di

perjalanan yang mengakibatkan putusnya perkawinan baik karena sebab kematian,

perceraian ataupun karena putusnya pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah

ditetapkan oleh undang-undang.1

Perceraian didefinisikan sebagai melepas tali perkawinan dengan kata talak

atau kata yang sepadan artinya dengan talak. Talak adalah menghilangkan ikatan

perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu isteri tidak lagi halal

bagi suaminya, dan ini terjadi dalam hal talak ba’in, sedangkan arti mengurangi

pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang

mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi

dua, dan dua menjadi satu, dan satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi dalam

talak raj’i.2

1

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, hukum perdata islam di indonesia (studi kritis perkembangan hukum islam dari fikih UU No 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-3, h. 206, 216.

2

(26)

Perceraian dalam hukum positif ialah suatu keadaan di mana antara seorang

suami dan seorang isteri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada

putusnya suatu perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil

didamaikan. Sebagaimana dikatakan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974

tentang Perkawinan pasal 38 dikatakan bahwa perkawinan dapat putus karena:

a. Kematian

b. Perceraian

c. Keputusan Pengadilan.3

KHI Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991 juga memuat masalah

Putusnya Perkawinan pada Bab XVI pasal 113 dinyatakan Perkawinan dapat putus

karena:

a. Kematian

b. Perceraian, dan

c. Atas putusan Pengadilan.4

B. Sebab-Sebab Perceraian

Pembagian peran secara kaku tanpa disadari atau tidak, selain dinilai

diskriminatif, dalam banyak kasus sering kali menyebabkan kekerasan terhadap

perempuan. Otoritas suami sebagai pemimpin seringkali mengantar mereka kepada

tindakan sewenang-wenang. Kemudian, keikut sertaan istri mencari nafkah baik

3

Yayan Sopyan, Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan islam dalam hukum nasional), (Ciputat: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) cet. Ke-1, h. 174

4

(27)

secara terpaksa maupun karena motivasi yang lain, pada umumnya melahirkan peran

ganda bagi istri. Dalam bahasa Wahbah Zuhaili selain mengais rejeki dengan tangan

kanannya, ia juga harus mengguncang ayunan dengan tangan kirinya. Rumah tangga

yang semestinya dibangun laksana surga bagi semua penghuninya justru terwujud

bagai neraka bagi seorang istri.5

Untuk melakukan perceraian harus memiliki cukup alasan yang kuat dan

dibenarkan oleh Undang-Undang, sebagaimana termuat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 9 tahun 1975 dalam pasal 19 menyebutkan alasan bagi suami istri untuk

bercerai ialah perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berrturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar

kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.

5

(28)

f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.6

Karena masalah perceraian akan merugikan semua pihak, baik suami, isteri,

anak-anak, maupun kehidupan masyarakat. Salah satu aturan yang mengatur

dipersulitnya perceraian adalah termuat dalam pasal 39 Undang-Undang Perkawinan,

bahwa:

1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah

pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak.

2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami

isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan tersendiri.7

Berkenaan dengan sebab-sebab terjadinya perceraian KHI Instruksi Presiden

Nomor 1 tahun 1991 juga mengatur pada pasal 116 yang berbunyi:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin peihak lain di luar kemampuannya.

6

Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974,pasal 19

7

(29)

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak

dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

f. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan

tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak,

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak

rukunan dalam rumah tangga.8

Dari pasal 116 KHI Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991 ini ada

tambahan dua sebab terjadinya perceraian dibanding dengan pasal 19 Peraturan

Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yaitu suami melanggar taklik talak dan murtad,

tambahan ini relatif penting karena sebelumnya tidak ada yang mengatur tentang hal

tersebut.9

C. Jenis Perceraian

Sejalan dengan prinsip atau asas undang-undang perkawinan untuk

mempersulit terjadinya perceraian, maka perceraian hanya dapat dilakukan di depan

8

Ibid, h. 73

9

(30)

sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian di pengadilan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Cerai Talak (Permohonan)

Talak terambil dari kata “ithlaq” menurut bahasa artinya “melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara’ “melepaskan tali

perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”. Jadi talak itu adalah

menghilangkan tali perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan

perkawinan itu istri tidak halal lagi bagi suaminya.10

Sebagaimana dalam Hadits Ibnu Umar menyatakan, Rasulullah

Saw, bersabda:

Artinya: “Talak merupakan perbuatan halal yang sangat dibenci Allah

Swt”.(HR Abu Daud dan Hakim)

Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut

agama islam, yang akan menceraikan istrinya mengajukan surat ke

pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia

bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta

meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.12

10

Abdul Rahman Ghozali,fiqih munakahat,h.155,157

11

Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum, Penerjemah Mu’al Hamidy,

dkk, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2001), Cet. Ke-3, h. 2311

12

(31)

Menurut Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989

tentang Peradilan Agama menyatakan “Seorang suami yang beragama

Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada

pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak”.13

b. Cerai Gugat

Perceraian yang terjadi atas permintaan istri dengan memberikan

tebusan atau iwad kepada dan atas persetujuan suaminya.14Hal ini

dijelaskan di dalam Al-Qur’ansurat al-Baqarah ayat 229:

ð

Artinya:“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya

tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”

(Q.S. Al-Baqarah: 229 )

Gugatan perceraian yang diajukan oleh isteri atau kuasanya kepada

pengadilan harus menyangkut alasan-alasan dan dukungan alat bukti yang

berdasar pada pasal 74, 75 dan 76 UU Nomor 7 tahun 1989 dan pasal 133,

134 dan 135 KHI.15

D. Akibat Perceraian

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai dan perceraian yang

diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu. Dalam

13

Dedi Supriyadi, mustofa, Perbandingan hukum perkawinan di dunia islam (Bandung: pustaka al-fikriis, 2009) Cet. Ke-1, h. 193

14

Hasanudin AF,Perkawinan dalam perspektif Al-Qur’an (nikah, talak, cerai, ruju’), h. 75

15

(32)

hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau

Kompilasi Hukum Islam (KHI) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 mengatur hal

tersebut pada pasal-pasal berikut ini, yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

Pasal 41: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak,

bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,

Pengadilan memberi keputusan.

b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam

kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan

dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.

c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu

kewajiban bagi bekas istri.16

b. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991

Pasal 149: Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami

wajib:

16

(33)

a) Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa

uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dukhul.

b) Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama

dalam iddah, kecuali bekas istri telah di jatuhi talak ba’in atau

nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

c) Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh

apabila qobla al dukhul.

d) Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 tahun.

Pasal 150: Bekas suami berhak melakukan ruju’ kepada bekas istrinya

yang masih dalam iddah.

Pasal 151: Bekas istri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya, tidak

menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.

Pasal 152: Bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas

suaminya kecuali ia nusyuz.

Pasal 156: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a) Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan

ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka

kedudukannya digantikan oleh:

1) wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu.

2) ayah.

(34)

4) saudara perempuan dari anak yang bersangkutan

5) wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah

b) Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadhanah dari ayah atau ibunya

c) Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin

keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah telah

dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan

pengadilan agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada

kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula

d) Semua biaya hadhanah dan nafkah menjadi tanggung jawab ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut

dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)

e) Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,

penngadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf

(a),(b), dan (d)

f) Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan

anak-anak yang tidak turut padanya.17

Bila hubungan perkawinan putus, maka mempunyai akibat hukum sebagai

berikut:

17

(35)

a. Hubungan antara keduanya adalah asing dalam arti harus berpisah dan

tidak boleh saling memandang, apalagi bergaul sebagai suami istri,

sebagaimana yang berlaku antara dua orang yang saling asing.

b. Keharusan memberi mut’ah, yaitu pemberian suami kepada istri yang

diceraikannya sebagai suatu kompensasi. (Jumhur berpendapat bahwa

mut’ah itu hanya untuk perceraian yang inisiatifnya berasal dari suami, seperti thalaq, kecuali bila jumlah mahar telah ditentukan dan bercerai

sebelum bergaul).

c. Melunasi hutang yang wajib dibayarnya dan belum dibayarnya selama

masa perkawinan, baik dalam bentuk mahar maupun nafaqah.

d. Berlaku atas istri yang dicerai ketentuan iddah.

e. Pemeliharaan terhadap anak atau hadhanah.18

18

(36)

27

A. Pengertian Narkoba

a. Menurut Hukum Pidana Islam

Istilah narkoba dalam konteks hukum Islam tidak disebutkan secara

langsung dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah. Dalam Al-Qur’an hanya

menyebutkan istilah khamar. Secara etimologis, narkotika diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan kata ت ا ر ّﺪ ﺨ ﻤ ﻟ ا (al-mukhhaddirat) yang berasal dari kata ﺧ (khaddara yukhaddiru takhdir) yang berarti hilang rasa, bingung, membius, tidak sadar, menutup, gelap dan mabuk.1

Melihat dari pengaruh yang ditimbulkan maka narkoba dapat

disejajarkan hukumannya dengan khamar bahkan lebih berat lagi tingkat

keharamannya. Islam telah menjelaskan walaupun khamar memiliki manfaat

terhadap kita namun bahayanya juga sangat besar terhadap kita.2Maka dari

itu Al-Quran mengharamkan khamar tersebut sebagaimana Allah berfirman:

Mardani, penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum pidana nasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 76

2

(37)

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

(Q.S Al-Baqarah: 219)

Para ulama sepakat bahwa para konsumen khamar ditetapkan sanksi

hukum had, yaitu hukum dera sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Terhadap pelaku pidana yang mengonsumsi

minuman memabukkan dan/atau obat-obatan yang berbahaya menurut

pendapat Hanafi dan Malik akan dijatuhkan hukuman cambuk sebanyak 80

kali, sedangkan menurut Syafi’I hukumannya hanya 40 kali.3

b. Menurut Hukum Pidana Nasional

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris

narcose atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia narkoba atau narkotika

adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,

menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.4

Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang dapat

menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal

atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek

3

Zainuddin Ali,Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet.Ke-1, h. 101

4

(38)

stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan.5

Yang dimaksud narkotika menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika ”Narkotika adalah zat atau obat yang berasal

dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan

ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana

terlampir dalam Undang-Undang ini.6

B. Jenis Narkoba

Secara umum narkoba dapat dibedakan dalam beberapa jenis:

a. Alami adalah jenis obat atau zat yang diambil langsung dari alam, tanpa

adanya proses fermentasi atau produksi, misalnya: ganja, opium, kokain,

kafein, dan lain-lain.

b. Semisintesis adalah jenis obat atau zat yang diproses sedemikian rupa

melalui proses fermentasi seperti: morfin, kodein, heroin, dan lain-lain.

c. Sintesis adalah jenis obat atau zat yang mulai dikembangkan untuk

keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit (analgesik)

dan penekan batuk (antitusif) seperti: amfetamin, deksamfetamin, petidin,

5

Ibid, h. 79

6

(39)

meperidin, metadon, dipipanon, dekstropropokasifein, dan LSD. Zat-zat

sintesis juga dipakai oleh dokter untuk terapi penyembuhan kepada para

pecandu.7

Zat atau obat yang dikategorikan sebagai narkotika dalam UU Nomor

35 Tahun 2009 tentang NARKOTIKA digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu

sebagai berikut:

a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan.8

Selain golongan narkotika diatas menurut UU Nomor 35 Tahun 2009

ditambahkan istilah prekursor narkotika yang mana menurut penjelasan umum di

7

Eny Kusmiran, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), h. 63

8

(40)

dalam undang-undang tersebut adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang

dapat digunakan dalam pembuatan narkotika yang mana prekursor narkotika ini

hanya diperuntukkan bagi industri farmasi.9

C. Faktor Pendorong

Penyalahgunaan narkoba juga disebabkan oleh adanya faktor pendorong yang

dimana dalam hal ini dibedakan menjadi beberapa faktor:

a. Faktor individu

Penyalahgunaan obat dipengeruhi oleh keadaan mental, kondisi

fisik, dan psikologis seseorang. Eksplorasi seksual bisa mendorong

penyalahgunaan zat baik untuk mengurangi hambatan psikologis,

meningkatkan fantasi, sensasi, dan mengatasi rasa bersalah. Nurco

mengemukakan enam faktor yang dapat berdiri sendiri atau bergabung

satu sama lain untuk menjelaskan mengapa seseorang bisa menjadi

penyalahgunaan obat terlarang sedangkan orang lain tidak, yaitu:

a) Kebutuhan untuk menekan frustasi dan dorongan agresif.

b) Ketidak mampuan menunda kepuasan.

c) Tidak ada indentifikasi seksual yang jelas.

d) Kurang kesadaran dan upaya untuk mencapai tujuan-tujuan yang

bisa diterima secara sosial.

9

(41)

e) Menggunakan perilaku yang menyerempet bahaya untuk

menunjukkan kemampuan diri.

f) Menekan rasa bosan.

b. Faktor Zat

Di samping pengaruh dari pengalaman, harapan pemakai, serta

dosis yang digunakan, hanya zat yang mempunyai khasiat tertentu dapat

menyebabkan gangguan penyalahgunaan obat terlarang. Hal ini

menunjukkan bahwa suatu prasyarat keadaan psikopatologi tidak selalu

harus ada, baik pada pemakai pertama atau lanjutan.

c. Faktor Lingkungan

Faktor sosiologis yang dianggapa dapat menyebabkan

penyalahgunaan zat antara lain sebagai berikut:

a) Hubungan dalam keluarga, kualitas hubungan anggota keluarga

yang tidak harmonis dapat menyebabkan penyalahgunaan obat/zat

terlarang dan meningkatkan prevalensi depresi serta aktivitas

seksual.

b) Pengaruh teman, bagi terjadinya penyalahgunaa zat/obat terlarang

sangat penting. Hukuman oleh kelompok teman bagi mereka yang

mencoba menghentikan pemakaian zat/obat terlarang tentu

dirasakan lebih berat dari bahaya penyalahgunaan zat itu sendiri.

c) Pengaruh lingkungan, penyalahgunaan zat/obat terlarang sejak lama

(42)

seseorang di lingkungan tertentu, dan selanjutnya akan diperkuat

oleh budaya penggunaan yang ada dilingkungan tersebut.10

D. Dampak Negatif Narkoba

Obat-obatan untuk tujuan medis secara ilegal diresepkan oleh dokter atau

apoteker terdidik, guna mencegah dan mengobati penyakit. Namun, pemakaian obat

tanpa petunjuk medis merupakan penyalahgunaan. Seorang yang sudah

ketergantungan atau kecanduan berarti tidak dapat hidup tanpa obat karena ia tidak

dapat hidup secara normal. Orang tersebut akan bertingkah laku aneh dan

menciptakan ketergantungan fisik dan psikologis pada tingkat yang berbeda-beda.11

Hal ini dikarenakan ketergantungan fisik menyebabkan timbulnya rasa sakit

bila ada usaha untuk mengurangi pemakaiannya bila pemakaiannya dihentikan.

Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang kompulsif untuk

memperoleh obat-obatan tersebut. Keadaan ini semakin memburuk jika tubuh sang

pemakai menjadi kebal akan narkoba, sehingga kebutuhan tubuh akan narkoba

menjadi meningkat untuk dapat sampai pada efek yang sama tingginya. Dosis yang

tinggi dan pemakaian yang sering, diperlukan untuk menenangkan keinginan yang

besar. Dan hal ini dapat menyebabkan kematian.12

10

Eny Kusmiran,Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, h. 75

11

Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA),Pengawasan serta peran aktif orang tua dan aparat dalam penanggulangan dan penyalahgunaan narkoba, (Jakarta: Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama (BERSAMA), 2005), h. 5

12

(43)

Narkoba yang disalahgunakan dapat membawa efek-efek terhadap tubuh si

pemakai yang dapat diklasifikasikan tahapannya sebagai berikut:

a. Euphoria

Suatu perasaan yang riang gembira yang dapat ditimbulkan oleh narkoba

yang abnormal dan tidak sepadan dan sesuai terhadap tubuh si pemakai

yang sebenarnya. Efek ini ditimbulkan oleh dosis yang tidak begitu tinggi.

b. Delirium

Menurunnya kesadaran mental si pemakai disertai kegelisahan yang agak

hebat yang terjadi secara mendadak, yang dapat menyebabkan gangguan

koordinasi otot-otot gerak motorik. Efek delirium ini ditimbulkan oleh

pemakai dosis yang lebih tinggi di banding dosis pada euphoria.

c. Halusinasi

Suatu kesalahan persepsi panca indera, sehingga apa yang dilihat, apa

yang didengar tidak seperti kenyataan sesungguhnya.

d. Weakness

Suatu kelemahan jasmani atau rohani atau keduanya yang terjadi akibat

ketergantungan dan kecanduan narkoba.

e. Drowsiness

Kesadaran yang menurun, atau keadaan antara sadar dan tidak sadar,

seperti keadaan setengah tidur disertai fikiran yang sangat kacau dan

(44)

f. Collapse

Keadaan pingsan dan jika si pemakai over dosis, dapat mengakibatkan

kematian.13

Tanpa bahan narkotik, hidup terasa gelap, tidak lengkap, serasa dunia mau

tenggelam. Baru apabila orang tersebut mendapatkan supply bahan narkotika lagi, dia

merasa “hidup kembali”, dan merasa jadi makhluk yang paling bahagia serta paling

tinggi derajatnya. Gejala umum secara psikologis yang terjadi pada peristiwa

kecanduan yaitu: menjadi pembohong, pemalas, daya tangkap otak makin melemah,

fungsi inteleknya semakin rusak, tidak bisa berinteraksi dengan cepat, semua tugas

dan pekerjaan disia-siakan, mudah tersinggung, mudah marah, semua tingkah

lakunya hampir tidak terkendali oleh kesadarannya.14

Bagi orang yang sudah mengkonsumsi narkoba secara berlebihan akan

beresiko sebagai berikut:

a. Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat-zat yang terkandung

dalamnya mengganggu sistem kekebalan tubuh sehingga dalam waktu

yang relatif singkat bisa merenggut jiwa si pemakai.

b. Pengguna narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai

cenderung memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia

13

Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam hukum pidana untuk mahasiswa dan prkatisi serta penyuluh masalah narkoba, (Bandung: Mandar Maju, 2003), h. 24

14

(45)

menganggap dirinya tidak berguna bagi lingkungannya ini yang

memacunya untuk bertindak nekat.

c. Setelah mengkonsumsi narkoba, si pemakai dapat hilang kontrol karena

zat-zat yang terkandung didalamnya langsung menyerang syaraf otak yang

cenderung menjadikan orang tidak sadar dan hilang kontrol.

d. Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam

narkotika mengandung zat yang mempunyai efek samping yang

menimbulkan penyakit baru.15

Bila seorang anggota keluarga terkena narkoba, berbagai masalah akan

muncul dalam keluarga. Seperti gangguan keharmonisan rumah tangga, masalah

ekonomi karena untuk berobat dalam jangka waktu lama, selain itu sering hilangnya

uang yang dicuri untuk membeli narkoba, munculnya kekerasan dalam rumah

tangga.16

Di samping itu pemakaian narkoba juga berpengaruh pula bagi masyarakat

luas. Akibat-akibat adanya pemakaian narkoba antara lain:

a. Meningkatnya kriminalitas atau gangguan kamtibmas.

b. Menyebabkan timbulnya kekerasan baik terhadap perorangan atau antar

kelompok.

15

Vinieska Rahayu, Penyalahgunaan Narkoba Oleh Anak (Kajian Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.18/Pid.Anak/2010/PN.JKT.Sel), h. 48

16

(46)

c. Timbulnya usaha-usaha yang bersifat ilegal dalam masyarakat, misalnya

pasar gelap narkotika dan sebagainya.

d. Banyaknya kecelakaan lalu lintas

e. Menyebarkan penyakit tertentu lewat jarum suntik yang dipakai pecandu.

Misalnya hepatitis B, hepatitis C dan HIV/AIDS.17

Penyalahgunaan narkotika di Tanah Air ini sangat memprihatinkan sehingga

menimbulkan dampak negatif baik perseorangan maupun negara. BNN menyebutkan

bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2005-2010) jumlah kasus tindak pidana

narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dengan kenaikan rata-rata 26% setiap

kasusnya.18

Selain itu menurut catatan BNN sekitar 70% dari jumlah tersebut adalah

pengguna dari golongan pekerja, 22% kelompok pelajar atau mahasiswa, 8%

pengangguran. Bila kerusakan tatanan kehidupan ini meluas ke seluruh pelosok

negeri, pembangunan akan terhambat, kemiskinan meluas, kekacauan merata, dan

kejahatan muncul dimana-mana.19

.

17

Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam hukum pidana untuk mahasiswa dan prkatisi serta penyuluh masalah narkoba, h. 24

18

www.jurnas.com/news/44066 diakses pada 16 Januari 2014

19

(47)

38 A. Profil Pengadilan

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama JAKSEL

Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang

melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai

berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

6. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

9. Peraturan/Instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI

10. Instruksi Dirjen Bimas Islam/Bimbingan Islam

11. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 69 Tahun 1963 tentang

(48)

12. Peraturan-Peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kerja dan

Wewenang Pengadilan Agama.1

2. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat

keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 tahun 1963. Pada

mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga

kantor yang dinamakan Kantor Cabang, yaitu:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk

Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk Wilayah Hukum

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua

Pengadilan Agama di Provinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang

berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah Tinggi Cabang Bandung. Dalam

perkembangan selanjutnya istilah Mahkamah Tinggi menjadi Pengadilan

Tinggi Agama (PTA). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik

Indonesia Nomor 61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta

dipindah di Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30

Oktober 1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di

1

(49)

wilayah DKI Jakarta adalah menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi

Agama Jakarta.

PA. Jakarta Selatan Berkantor di Gedung Sendiri

Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan menempati

gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada areal tanah PGAN

Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat pengadilan Agama Jakarta

Selatan dipimpin oleh Bapak H. Alim BA diangkat pula Hakim-Hakim

honorer untuk menangani perkara-perkara yang masuk.

Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa kepemimpinan Drs. H.

Djabir Mansur, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke Jl.

Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan

menempati gedung baru. Di gedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat

untuk sebuah Kantor Pemerintah setingkat Walikota, karena gedungnya

berada di tengah-tengah penduduk dan jalan masuk kelas jalan III C. Namun

sudah lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang,

pembenahan-pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Drs. H.

Jayusman, S.H., begitu pula pembenahan-pembenahan pada masa

kepemimpinan Bapak Drs. H. Ahmad Kamil, S.H., pada masa ini pula

(50)

pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak Drs.

Rif’at Yusuf.

Pada masa perkembangan selanjutnya tahun 2000 ketika

kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. Zainuddin Fajari, S.H.,

pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik

diadakan sistem komputerisasi dengan komputer online dan ini tetrus dibenahi

sampai sekarang oleh Ketua Pengadilan Agama Drs. H. Syed Usman, S.H.,

yang tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari

keadilan dan menciptakan peradilan yang mandiri dan berwibawa.

Perkembangan selabjutnya tahun 2007- 2008 ketika kepemimpinan

dijabat oleh Bapak Drs. H. A. Choiri, S.H., M.H. pembenahan-pembenaan

semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online

komputer, pada periode ini juga Pengadilan Agama Jakarta Selatan berhasil

pengadaan Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan

gedung baru seluas ± 6000 m2 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan,

Jakarta Selatan.

Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru yang sesuai

dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap,

tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu

Pengadilan Agama Jakarta Selatan diketahui oleh Bapak Drs. H. Pahlawan

Harahap S.H., M.A. Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru

(51)

gedung-gedung baru lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah

Agung RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus

dimulainya aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu Ketua

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Ahsin A. Hamid, S.H.

sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif tersebut di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam segala hal,

baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam hal

peningkatan T.I ( Teknologi Informasi).

3. Visi dan Misi

Visi : Mewujudkan badan peradilan yang agung

Misi : Peningkatan Pelayanan Penerimaan Perkara

1) Membuka akses publik seluas-luasnya sesuai dengan ketentuan

KMA. 144 Tahun 2008.

2) Meningkatan sistem pelayanan yang cepat dan berkualitas melalui

peningkatan website dan SIADPA.

3) Mewujudkan putusan/penetapan yang memenuhi rasa keadilan,

kepastian hukum dan dapat dilaksanakan (Eksekutabel).

4) Menyiapkan informasi tentang prosedur berpekara, biaya perkara

(52)

5) Meningkatkan pelaksanaan pengawasan terhadap kinerja dan

perilaku aparat Pengadilan Agama Jakarta Selatan.2

4. Tugas Pokok dan Fungsi

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan

salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan

Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu badan

peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan

keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang

yang beragama Islam.

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan Pengadilan

Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang

beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Di samping tugas

pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama Jakarta Selatan mempunyai

fungsi, antara lain sebagai berikut:

2

(53)

1) Fungsi mengadili (Judicial Power), yakni menerima, memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi

kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal

49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006)

2) Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan

petunjuk kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah

jajarannya, baik menyangkut teknik yudisisal, administrasi

peradilan, maupun pembangunan (vide: Pasal 53 ayat (3)

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 jo. KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

3) Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas

pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris,

Panitera Pengganti, dan Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah

jajarannya agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan

sewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3

Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan administrasi umum

kesekretariatan serta pembangunan (vide: KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006).

4) Fungsi Nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat

tentang hukum islam kepada instansi pemerintah di daerah

hukumnya, apabila diminta (vide: Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang

(54)

5) Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi

peradilan (teknis dan persidangan), dan administrasi umum

(kepegawaian, keuangan dan umum/perlengkapan) (vide: KMA

Nomor KMA/080/VIII/2006).

6) Fungsi lainnya: Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas

hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG,

MUI, Ormas Islam dan lain-lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang

Nomor 3 tahun 2006). Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan

riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang

seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi

informasi peradilan sepanjang diatur dalam keputusan Ketua

Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang

Keterbukaan informasi di Pengadilan.3

5. Wilayah Yuridiksi

No. Kecamatan Kelurahan

1. Kebayoran Lama

a. Kebayoran Lama

Utara

d.

Cipulir

b.

Kebayoran Lama

Selatan

e.

Grogol Selatan

3

(55)

c. Pondok Pinang

c. Jati Padang g. Pejaten Barat

d. Ragunan

4. Jagakarsa

a. Ciganjur d. Lenteng Agung

b. Srengseng Sawah e. Tanjung Barat

c. Jagakarsa f. Cimpedak

5. Mampang Prapatan

a. Mampang Prapatan d. Pela Mampang

(56)

c. Tegal Parang

6.

Pancoran

a. Pancoran d. Duren Tiga

b. Kalibata e. Pengadegan

c. Rawajati f. Cikoko

7. Kebayoran Baru

a. Gandaria Utara f. Rawa Barat

b. Cipete Utara g. Gunung

c. Pulo h. Selong

d. Petogogan i. Senayan

e. Kramat Pela j. Melawai

8. Tebet

a. Menteng Dalam e. Bukit Duri

b. Tebet Barat f. Manggarai

c. Tebet Timur g. Manggarai Selatan

d. Kebon Baru

9. Setiabudi

a. Setiabudi e. Karet Kuningan

b. Guntur f. Kuningan Timur

c. Karet g. Menteng Atas

d. Karet Semanggi h. Pasar Manggis

(57)

b. Cipete Selatan e. Pondok Labu

c. Cilandak Barat

(58)
(59)

B. Analisis Duduknya Perkara

Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal 27 Januari

2013 telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor:

0338/Pdt.G/2013/PAJS. Mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah melakukan perkawinan di

Kantor Urusan Agama Kecamatan Padang Utara, Padang, Sumatera Barat

pada tanggal 11 Maret 2005, dengan kutipan Akta Nikah Nomor

98/12/III/2005;

2. Bahwa, antara Penggugat dan Tergugat telah memiliki tiga anak sah

perempuan yang ketiganya lahir pada tanggal 11 Januari 2011 (kembar

tiga);

3. Bahwa, sebelum perkawinan tersebut, Tergugat telah memiliki anak

laki-laki dari perkawinan Tergugat terdahulu sebelum menikah dengan

Penggugat yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1988, dan hingga saat ini

tinggal bersama Penggugat dan Tergugat;

4. Bahwa pada saat gugatan ini dibuat, Penggugat telah melaporkan Tergugat

pada pihak kepolisisan resort Jakarta Selatan di unit PPA, tepatnya pada

tanggal 7 Januari 2013 dengan laporan nomor LP/49/K/I/2013/Resto

Jaksel atas kekerasan yang dilakukan Tergugat pada Penggugat. Dan hal

ini menjadi salah satu penyebab dibuat dan diajukannya gugatan ini. Dan

dengan sangat terpaksa, untuk menyelamatkan dan mengamankan diri,

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adanya evaluasi dan analisis kebijakan strategi pemasaran yang telah dijalankan oleh pihak agroindustri tentunya akan mampu mempengaruhi peningkatan volume penjualan kerupuk

Pada Sipavar proses yang terjadi dari mulai memasukkan pilihan atau menjawab pertanyaan dari sistem pakar sampai mendapatkan rekomendasi varietas padi yang dibutuhkan

Fenomena ini didukung oleh hasil pra-survei kepada 30 jumlah responden pelanggan Telkom speedy yang berada di daerah kota ambon. Dari jumlah responden 30 orang konsumen

Berdasarkan uraian di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan bentuk pemakaian kata sapaan berdasarkan keturunan matrilinial

Renstra Cipta Karya Provinsi juga terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. (RPJMD) Provinsi serta dokumen RPIJM bidang Cipta karya

Pengaruh komite audit, kepemilikan institusional, dewan komisaris, ukuran perusahaan Size, leverage DER dan profitabilitas ROA terhadap tindakan penghindaran pajak tax avoidance

Dari semua kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai, peneliti hanya mengkajiKD 3.12 menelaah struktur dan kebahasaan teks ulasan (film,