MOTIVASI DAN LEARNING CYCLE
DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama (MA) dalam Pengkajian Islam
Oleh :
MAHNAN MARBAWI NIM : 08.2.00.1.12.08.0053
Pembimbing : SUPARTO, M.Ed., Ph.D.
SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Abstrak
Mahnan Marbawi : Motivasi dan Learning Cycle Dalam Pembelajaran PAI. Motivasi dan Learning Cycle adalah model pendekatan pembelajaran yang memperhatikan dan mendorong motivasi belajar siswa serta diintegrasikan melalui pendekatan learning cycle. Motivasi yang dimaksud berupa perhatian terhadap motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi siswa. Guru mendorong motivasi belajar siswa tersebut –intriksik dan ekstrinsik, muncul dalam proses pembelajaran. Untuk memunculkan motivasi intrinsic siswa, guru harus melakukan pendekatan personal. Sementara untuk mendorong munculnya motivasi intrinsik siswa dalam belajar, guru menggunakan pendekatan learning cycle dalam pembelajaran.
Tesis ini akan membuktikan ketidaktepatan (menentang) teori STAD atau student teams
achievement division yang dikembangkan Robert Slavin. Model Pembelajaran STAD yang ditawarkan oleh Slavin, memiliki beberapa kelemahan diantaranya dari sisi monitoring pengerjaan tugas oleh siswa dalam kelompok yang cenderung dikerjakan hanya oleh siswa yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Sehingga motivasi mengerjakan tugas oleh siswa lain akan berkurang.
Tesis ini akan memperkuat teori motivasi Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick tentang motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Tesis ini juga akan mengintegrasikan teori motivasi dengan siklus belajar. Tesis ini menunjukkan bahwa : 1) penguatan terhadap faktor ekstrinsik melalui
learning cycle dan pendekatan personal yang akan memperbesar motivasi belajar siswa. 2)
Learning cycle lebih dekat pada faktor ekstrinsik yang memberikan pengaruh terhadap faktor intrinsik.
Sumber utama penulisan tesis ini adalah hasil field research tentang MLC di kelas yang dikolaborasikan dengan berbagai teori motivasi yang berkembang. Terutama teori motivasi Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick tentang motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Berbagai teori pembelajaran yang berbasis learning cycle juga menjadi perhatian tesis ini. Selain itu teori STAD Robert Slavin menjadi bagian yang diperdebatkan dengan teori Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick. Tesis ini juga mencoba melihat aplikasi sederhana dari teori Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick dengan melakukan field research.
iv Abstract
Mahnan Marbawi : Motivation and Learning Cycle in PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM subject matter (Islamic Education)
Motivation Learning Cycle is an approach of learning that attends and increases student learning motivation by means of integrating it through Learning Cycle Approach. The motivation here covers the attention to both intrinsic and extrinsic which affect the students. Teacher stimulates student motivation, both intrinsic and extrinsic to exist in learning process. To stimulate the intrinsic motivation, teacher should take a personal approach. While to stimulate the extrinsic motivation, teacher should take learning cycle approach in learning.
This thesis tries to find out the inaccuracy of the STAD theory (Student Teams Achievement Division) developed by Robert Slavin and refutes it. The model proposed by Slavin has some drawbacks. Among other weaknesses of this model are; the monitoring system by student in groups, the tendency of dominance of the fast learner that affect motivation of the other learners.
On the other hand, this thesis support the concepts of Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick on intrinsic and extrinsic motivation. This thesis will also integrate motivation theory and learning cycle. The thesis shows that; 1) strengthening extrinsic factor through learning cycle and personal approach will enhance students learning motivation. 2) learning cycle is closer to the extrinsic factor that affects intrinsic factor.
The main sources of this thesis are various on motivation, especially the one from Wayne & Ruth Deakin Crick on intrinsic and extrinsic motivation. Several learning theories that are based on the learning cycle also serve as sources for this thesis. In addition, the STAD theory of Robert Slavin will also be used as anti thesis to be confronted with the theory of Wayne Harlen and Ruth Deakin Crick.
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Surat Pernyataan ……….. i
Surat Persetujuan Pembimbing……….... ii
Surat Persetujuan Tim Penguji……… iii
Abstraks………. iv
Kata pengantar ………. vi
Daftar isi……… viii
Daftar gambar……… viii
Pedoman transliterasi……… x
Bab I : PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Permasalahan...………..… 13
C. Tujuan Penelitian ...……….. 14
D. Signifikansi dan Kegunaan Penelitian ... 15
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 15
F. Metodologi Penelitian ………..……… 22
G. Sistematika Penulisan …..……… 24
Bab II : MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN A. Definisi dan Bentuk Motivasi ……….………. 26
B. LC : Definisi dan Tahapan LC ………..………….…. 44
C. Motivasi dan Pembelajaran di Kelas ……… 59
Bab III : PENGAJARAN PAI DI SMP A. Pengajaran PAI selama ini....………….……….... 70
B. Ruang lingkup Pembelajaran PAI ……… 72
C. Karakteristik Pembelajaran PAI ...……….. 74
ix
D. Beberapa Metode Pembelajaran PAI ……… 80
E. Gap Analisys Pengajaran PAI ………..…… 93
Bab IV. PROSEDUR DAN LANGKAH PENERAPAN MOTIVASI DAN
LEARNING CYCLE DALAM PEMBELAJARAN
A. Model Pendekatan Motivasi dan Learning Cycle ……… 103
B. Prosedur dan Langkah Penerapan Motivasi dan Learning Cycle… 111
C. Penerapan Motivasi pada fase Engagment, Eksploration, Expand,
Elaboration, dan Evaluation ……….. 133
BAB V. PENERAPAN MOTIVASI DAN LEARNING CYCLE DALAM
PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Penerapan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Al-Qur’an …. 137
B. Penerapan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Aqidah-Akhlak 145
C. Penerapan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Fiqih ………. 147
D. Penerapan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Tarikh ……. 149
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mengajar adalah kata kunci yang mempengaruhi proses pendidikan.1
Mengajar berhubungan dengan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Dalam
melaksanakan proses pembelajaran, kegiatan tersebut bermuara pada : madzhab
behavioristik2 dan konstruktivis.3 Asri Budiningsih dalam bukunya mengatakan
bahwa kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi
perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas. Pendapatnya ini untuk
menjelaskan teori belajar konstruktivis.4 Teori belajar behavioristik menekankan
pada perilaku yang dapat diamati dan diukur. Teori koneksionisme merupakan
teori yang paling awal dari aliran behavioristik.5 Teori koneksionisme yang
dipelopori oleh Thorndike, memandang bahwa yang menjadi dasar terjadinya
1
Dede Rosyada, Paradigman Pendidikan Demokratis : Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004), 89.
2
Diperkenalkan oleh John B. Watson dan Adward L. Torndike di Amerika Serikat pada awal abad ke 20 : Anderson J.R 1994: 3. Menurut aliran Behavioristik, memandang manusia sebagai organisme yang pasif dan dipengaruhi oleh stimulus yang ada di lingkungannya. Aliran Behavioristik ini melahirkan teori Connectionism, Classical Conditioning, Contiguous Conditioning, serta Descriptive Behaviorisme atau yang lebih dikenal dengan nama Operant Conditioning. Muh. Hizbul Muflihin, “Aplikasi dan Implikasi Teori behaviorisme Dalam Pembelajaran: Analisis Strategi Inovasi Pembelajaran”, ( Khazanah Pendidikan : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol I, No. 1, Maret 2009), 123. Baca juga Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung-Alfabeta, 2008), 42. Baca juga Winfred F. Hill, Theories of Learning, Penerjemah M.Khozim, (Bandung: Nusa Media 2009), 168. Baca juga Toeti Soekamto dan Udin Saripudin Winataputra, Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Depdiknas, 1997), 13.
3
Pembelajaran secara konstruktivisme lahir dari pandangan mengenai cara manusia belajar. Teori konstruktivisme mengatakan bahwa murid membina makna mengenai dunia dengan mensintesis pengalaman baru terhadap apa yang mereka telah pahami sebelumnya. Melalui konstruktivisme, guru akan mengenal pasti tahap pengetahuan murid dan dapat merancang kaedah pengajarannya berdasarkan tahap/sifat ciri pengetahuan tersebut. Abdul Jalil Othman dan Bahtiar Omar, “Aplikasi Pembelajaran Secara Konstruktivisme Dalam Pengajaran Karangan Berpadu”, (Jurnal “Masalah Pendidikan”, Universitas Malaya, 2005), 1.
4
Asri Budianingsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta 2004), 58.
5
2
belajar adalah adanya asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression)
dengan dorongan yang muncul untuk bertindak (impuls to action).6 Ini artinya
belajar akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap
masalah yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk
dapat memilih respon yang tepat dari berbagai respon yang mungkin bisa
dilakukan. Thorndike sebagaimana dikutip oleh John A. Nevin, mengembangkan
teori tiga macam hukum belajar, yaitu :
“1) The Law of Readiness (hukum kesiapan belajar), yaitu jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. 2) The Law of Exercise (hukum latihan), yaitu semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. dan 3) The Law of Effect (hukum pengaruh) adalah hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah bila akibatnya tidak memuaskan”.7
Kemudian Ivan Pavlov seperti dikutip Theresia Kristanti mengembangkan
teori belajar classical conditioning. Ivan Pavlov mengembangkan pembiasaan
(conditioning) melalui Stimulus (S) dan Respon (R) yang menekankan pada
analisis prilaku yang objektif. Pavlov melakukan percobaan pada seekor anjing.
Dalam eksperimennya ia menunjukkan makanan kepada anjing yang kemudian
memakan makanan itu. Setiap kali ditunjukkan makanan, anjing itu mengeluarkan
air liur. Tampak bahwa makanan yang di sini disebut unconditional stimulus
(UCS) menyebabkan respons (R), keluarnya air liur.8
Sejalan dengan Pavlov dan Thorndike, Jhon B. Watson mendukung teori
behavioristik. Menurut Watson pembelajaran yang terjadi bersandar pada dua
6
Muh. Hizbul Muflihin, “Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran : Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran”, (Khazanah Pendidikan : Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol I, No. 1, Maret 2009), 123.
7
John A Nevin, “Analyzing Thorndike’s Low Of Effect: The Question of Stimulus-Respons Bonds”, (Journal of The Experimental Analysis Of Behavior, University of New Hampshire, Number 3, November, 1999), 447-450,. Baca juga Muh Hizbul Muflihin, “Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran : Analisis Strategis Inovasi Pembelajaran”, (Khazanah Pendidikan : Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol I, No. 1, Maret 2009),124.
8
Theresia Kristianty, “Pandangan-pandangan Teoritis Kaum Behaviorisme tentang Pemerolehan Bahasa Pertama”, (Jurnal Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni 2006). Baca juga
3
prinsip, frekuensi dan resensi . Frekuensi menyatakan semakin sering kita
melakukan respon terhadap suatu stimulus, semakin cenderung respon tersebut
menjadi stimulus lagi. Maksudnya adalah respon siswa terhadap suatu stimulus,
respon tersebut akan menjadi stimulus baru dan akan menimbulkan respon baru.
Contoh mengerjakan tugas adalah respon siswa atas tugas dari guru sebagai
stimulus, pekerjaan mengerjakan tugas menjadi stimulus bagi siswa untuk
memperoleh reward yang menjadi sebuah respon dari guru atas stimulus
mengerjakan tugas dari siswa. Resensi menyatakan bahwa semakin baru respon
yang diberikan terhadap stimulus, semakin cendrung kita melakukannya lagi.
Artinya stimulus dan respon (S-R) tersebut dapat diamati. Sebagai contoh,
seorang anak akan mendapatkan reward bila mengerjakan tugas, maka dia akan
rajin mengerjakan tugas. Sebaliknya jika seorang anak akan mendapatkan
hukuman karena tidak mengerjakan tugas, maka dia akan berusaha mengerjakan
tugas agar tidak mendapat hukuman. Reward (hadiah) dan punishment (hukuman)
dilakukan secara periodik adalah resensi yang mempengaruhi perilaku anak.9
Sayangnya kaum behavioristik tidak menjelaskan secara detil respon
tersebut berbanding lurus dengan stimulus yang diberikan dan apakah respon
tersebut sangat dipengaruhi oleh informasi awal yang dimiliki oleh siswa
(pengalaman), sosial dan lingkungan siswa serta faktor lain yang mempengaruhi
psikologis siswa. Seperti iklim kelas, motivasi belajar, materi, cara guru mengajar
dan lain sebagainya. Kaum behavioristik memang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon
yang diberikan kepada siswa. Dengan demikian proses belajar menurut
behaviorisme lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan
otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu dalam diri siswa yang
belajar.10
9
Winfred F. Hill Theories of Learning , penerjemah, M. Khozim, 49
10
4
Sementara menurut pandangan konstruktivisme, keberhasilan belajar
tergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar. Siswa harus
menemukan sendiri dan mengkonstruksi informasi yang dia butuhkan. Tokoh dari
aliran ini antara lain adalah Pieget.11
Menurut Pieget sebagaimana dikutip Syaiful Sagala, proses belajar anak
terjadi dalam dua tahap : assimilation dan accommodation. Assimilasi adalah
proses menyesuaikan dan mencocokan informasi baru dengan apa yang telah
diketahui sebelumnya. Akomodasi adalah menyusun dan membangun kembali
atau mengubah informasi awal sehingga ada penyesuaian dan pembaruan
informasi atau pengetahuan.12 Teori kontruktivisme ini kemudian berkembang
dan melahirkan teori-teori belajar. Diantaranya teori belajar learning cycle.13
Pada awal-awalnya teori behavioristik mendominasi warna kurikulum di
Indonesia. Ini terlihat dari dominasi capaian nilai akhir yang menjadi perhatian.
Proses pembelajaran tidak menjadi fokus utama tetapi bagaimana siswa bisa
menjawab soal dan mendapat nilai tinggi menjadi tujuan utama atau goal
orientation. Hal semacam ini bisa dilihat dari warna kurikulum 1974, kurikulum
1984 yang menekankan kepada hasil (output oriented).
Perkembangan kurikulum pendidikan Indonesia akhirnya menemukan
bentuk yang dianggap ideal dengan keluarnya Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi 14 dan Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar
11
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2003), 24
12
Sardiman A.M. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), l37
13
Dalam perkembangannya Learning cycle memiliki lima fase : engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation, lihat Kusdian Kurniahadi, Penelitian, : “Pengaruh Metode Perubahan Konseptual (Conceptual Change Methodes) dalam Setting Model 5 E Terhadap Pemahaman Konsep Siswa SMA Lan Undhiksha Singaraja,” (Fak.Pendidikan MIPA Univ. Udayana, 2006), 12. Permendiknas No. 41 tahun 2007 pada bab III bagian B yang menjelaskan kegiatan pembelajaran memasukan unsur learning cycle yaitu eksplorasi, elobarasi dan konfirmasi.
14
5
Proses. Dimana dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 ini peran pemerintah
hanya menjadi penyedia Standar Nasional saja sementara pelaksanaan kurikulum
semua menjadi kewenangan di satuan pendidikan (sekolah). Permendiknas No. 22
tahun 2006 tentang Standar Isi yang terdiri atas Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar (SK/KD) sebagai besaran pengembangan kurikulum yang akan
dilakukan oleh satuan pendidikan (sekolah).15 Permendiknas No. 41 tahun 2007
hanya mengatur proses pembelajaran yang mengatur bagaimana kegiatan
pembelajaran mulai awal hingga akhir (termasuk evaluasi) dilakukan.
Permendiknas No. 22 tahun 2006 sendiri sebenarnya mengadopsi konsep
madzhab behavioristik, sementara Permendiknas No. 41 tahun 2007 mengadopsi
kontruktivisme. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yaitu
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK/KD). SK dan KD ini merupakan
kompetensi yang harus dikuasai atau dicapai oleh siswa dalam proses
pembelajaran. Bentuk SK dan KD sebenarnya adalah pengajaran terprogram
untuk mencapai kompetensi yang diinginkan seperti pada madzhab
behavioristik.16 Permendiknas No. 41 tahun 2007 menjelaskan proses
pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru dan siswa. Dimana
15
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ini dikembangkan oleh satuan pendidikan (sekolah) yang lebih dikenal dengan KTSP, kurikulum tingkat satuan pendidikan. KTSP ini terbagi menjadi dua bagian Dokumen I yang memuat penyusunan visi, misi, tujuan sekolah/madrasah, struktur dan muatan kurikulum (mata pelajaran, mulok, pengembangan diri, ketuntasan belajar, kenaikan/kelulusan serta kalender pendidikan) yang sesuai dengan karakteristik masing-masing satuan pendidikan. Dokumen II yang berisi panduan teknis menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang baik sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas yang dimulai dari pemetaan kompetensi dasar dan penjabarannya menjadi komponen silabus dan RPP. Kebijakan Pemerintah untuk menyusun kurikulum di tingkat satuan pendidikan merupakan perwujudan dari reformasi di bidang pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ini merupakan upaya untuk mewujudkan setidak-tidaknya tiga strategi dari tiga belas strategi pembaharuan yang diamanatkan, yaitu: (a) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, (b) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; dan (c) pemberdayaan peran serta masyarakat
16
6
proses pembelajaran tersebut berpusat kepada siswa. Proses pembelajaran ini
dilakukan dengan mengedepankan aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa
untuk mencapai kompetensi. Dan hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme yang
juga mengedepankan kegiatan pembelajaran dari segi prosesnya.17
Namun demikian, dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi menekankan bahwa penyampaian SK dan KD yang merupakan pengajaran
terprogram dengan proses pembelajaran, didasarkan pada potensi, perkembangan
dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang
bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas, dinamis dan menyenangkan. 18
Masih dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tersebut dijelaskan
kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan
lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan,
dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas, dan jenis serta jenjang
pendidikan.
Sementara dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 dijelaskan bahwa
dalam pelaksanaan pembelajaran yang mengandung tiga tahap kegiatan :
pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Dalam kegiatan inti harus mencakup tiga
aspek : eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Kedua Permendiknas tersebut banyak membicarakan bagaimana proses
pembelajaran dilaksanakan serta kompetensi yang harus dicapai setelah proses
17
Dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 dijelaskan bagaimana proses belajar siswa dikelas dilakukan. Permendiknas No. 41 menjelaskan tahapan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru dan siswa. Ada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutupan serta evaluasi. Dalam kegiatan pendahuluan seorang guru harus mempersiapkan peserta didik (siswa) baik secara psikis atau materi dengan berbagai macam cara seperti pemberian motivasi, apersepsi dan sebagainya. Dalam kegiatan inti seorang guru harus mempersiapkan peserta didik untuk melakukan berbagai macam aktivitas pembelajaran yang terangkum dalam tiga fase : eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Dan dalam kegiatan penutup, guru memberikan penugasan dan evaluasi terhadap proses pembelajaran. Kegiatan inti yang terdiri atas tiga fase ini sebenarnya mengadopsi konsep konstruktivis melalui Learning Cycle yang memiliki lima fase : engagement, exploration, explanation, elaboration, dan evaluation..
18
7
pembelajaran. Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang berisi Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar (SK/KD) sebenarnya menjadi goal orientation dari proses
pembelajaran di kelas. Sementara Permendiknas No. 41 tahun 2007 menjadi
guidance bagaimana goal orientation yang di tetapkan dalam Permendiknas No.
22 tahun 2006 tersebut dicapai. Permendiknas No. 41 tahun 2007 memang
mengarahkan pembelajaran yang berorientasi kepada student center dalam
prosesnya.
Istikah SK dan KD menurut pendapat penulis sendiri sebenarnya
merupakan penyempurnaan dari istilah Tujuan Instruksional Umum (TIU) untuk
SK dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk KD yang digunakan dalam
kurikulum 1994. Dalam kurikulum 1994 program pengajaran seluruh mata
pelajaran harus mengacu kepada GBPP atau Garis Besar Program Pengajaran.
Sementara saat ini program pengajaran di dasarkan atas Permendiknas No. 22
tahun 2006 tentang Standar Isi yang berisi SK dan KD dan Permendiknas No. 41
tahun 2007 tentang Standar Proses.
Baik dalam GBPP atau pun Permendiknas No. 22 tahun 2006 dan
Permendiknas No. 41 tahun 2007 tersebut faktor motivasi yang berpengaruh
dalam proses pembelajaran belum mendapat perhatian. Motivasi hanya
disinggung sedikit dalam kegiatan awal sebagai apersepsi. Pencapaian
kompetensi masih menjadi isu utama dalam proses kegiatan belajar mengajar di
kelas.
Pencapaian kompetensi sebagai hasil dari proses belajar tersebut banyak
dilakukan ketika proses pembelajaran berlangsung. Proses pencapaian kompetensi
lebih banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses pembelajaran dilakukan oleh
guru. Apakah ketika proses pembelajaran dilakukan guru menggunakan metode,
model, strategi dan media pembelajaran yang menyebabkan siswa bisa memahami
8
metode, model, strategi dan media pembelajaran menyebabkan siswa kurang
mampu menguasai kompetensi yang telah ditentukan dalam satu mata pelajaran.19
Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik yang berasal dari diri siswa (faktor internal20) maupun dari luar siswa
(faktor eksternal).21 Faktor internal diantaranya adalah minat, bakat, motivasi,
tingkat intelegensi. Sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah faktor metode
pembelajaran dan lingkungan.
Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak
di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar. Motivasi mempunyai peranan penting dalam
proses belajar mengajar baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui
motivasi belajar dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan
semangat belajar siswa. Bagi siswa motivasi belajar diperlukan untuk
menumbuhkan semangat belajar sehingga siswa terdorong untuk melakukan
perbuatan belajar. Siswa melakukan aktivitas belajar dengan senang karena
didorong adanya motivasi belajar.
19
Semakin guru menguasai metode, model, strategi dan media pembelajaran maka semakin mudah siswa mencapai kompetensi yang diajarkan. Semakin rendah kemampuan guru menguasai metode, model, strategi dan media pembelajaran semakin sulit siswa mencapai kompetensi. Penggunaan metode pembelajaran, model pembelajaran, strategi pembelajaran dan media pembelajaran bisa sangat variatif. Seorang guru ketika melaksanakan satu kegiatan pembelajaran harus menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didasarkan atas Silabus. rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran, materi pokok/pembelajaran indikator pencapaian kompetensi, penilaian, sumber, dan alokasi waktu belajar. Di Indonesia, silabus merupakan pengaturan dan penjabaran seluruh kompetensi dasar suatu mata pelajaran dalam Standar Isi Dari Silabus ini dijabarkan kedalam RPP. Dalam RPP seorang guru harus menggambarkan metode, model, setrategi dan media pembelajaran.
20
M.Sobri Sutikno: ”Peran Guru dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa”,
makalah seminar pendidikan, diakses dari
http://smkn2.padangpanjang.org/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=41
pada tanggal 17 Maret 2010.
21
Sobri menyebut motivasi ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar. M. Sobri Sutikno: ”Peran Guru dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa”, makalah seminar pendidikan. Diakses dari
http://smkn2.padangpanjang.org/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=41
9
Sebagai ranah internal, motivasi termasuk bagian dari psikologi. Ada
banyak faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar,
sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Selama ini pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dinilai masih
konvensional. Kompetensi Pendidikan Agama Islam yang harus dikuasi oleh
siswa sebagaimana diamanatkan oleh Perendiknas No 22 tahun 2006 diuraikan
dalam bahan ajar, dan materi pelajaran. Dalam penyampaiannya kompetensi
tersebut, para guru PAI kebanyakan menggunakan metode ceramah. Padahal ada
banyak aspek (kognitif, afektif dan psikomotor) yang tidak hanya bisa
diselesaikan –disampaikan dengan metode ceramah. Penyampaian kompetensi
tersebut berhubungan dengan model taksonomi22 Bloom. Kenneth D. Moore
merumuskan beberapa indikator menyangkut tiga taksonomi Bloom: afektif,
kognitif dan psikomotor.23
Proses pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM) PAI relatif
belum menemukan bentuk yang ideal. Hal ini menyangkut penanaman nilai
kepada siswa sebagai bagian integral dari PAI.24 Guru PAI belum memberikan
perhatian yang fokus terhadap siswa sebagai individu.25 Dimana siswa ketika
mengikuti proses KBM memiliki atensi yang fluktuatif. Atensi tersebut bisa naik
dan bisa turun dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Seperti motivasi belajar,
media pembelajaran, metode pembelajaran, dan lain sebagainya.
22
Taksonomi adalah alat yang mengklasifikasikan dan menunjukkan hubungan di antara berbagai hal. Richard I Arends, Learning to Teach, penerjemah, Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 116.
23
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta : Remaja Rosda Karya,2004), 140. Baca juga Richard Kindsvatter, William Wilen & Margareth Ishler, Dynamics of Effective Teaching, (USA : Longman Publisher, 1996), 161-163. Baca juga Muhammad Abduh Ahmad, Mustofa Abdullah Ibrahim, Tadrīs al Tarbiyat al-dīnīyatal-islāmīyat bi al-ta’līm al’ām wa al-azharī falsafatut ijrāātut, (Kairo: Al-Azhar, 2000), 49.
24
Zakiah Daradjat Dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam,(Jakarta :Bumi Aksara, 2008), 68-72
25
10
Selain itu proses pembelajaran di kelas yang melibatkan guru dan siswa
banyak mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran. Menurut Richard I
Arends, kelas merupakan sebuah komunitas belajar yang memiliki fitur-fitur
sosial. Kelas adalah lingkup sosial tempat berinteraksinya siswa yang bercirikan
persahabatan dan konflik.26
Memahami problem yang melingkupi proses pembelajaran dari sisi iklim
kelas, materi pembelajaran, metode pembelajaran dan faktor motivasi belajar
siswa merupakan bagian dari tugas guru. Seseorang siswa dalam melakukan
aktivitas belajar selalu didasari oleh dorongan yang terjadi di kelasnya.27
Pemahaman terhadap kondisi kelas oleh seorang guru bisa menghantar kepada
tercapainya tujuan pembelajaran yaitu penguasaan kompetensi.
Kompetensi atau kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa yang
diamanatkan oleh Permendiknas No. 22 tahun 2006 menjadi pegangan guru dalam
melaksanakan proses belajar di kelas. Selama ini guru menggunakan berbagai
macam strategi, metode pembelajaran untuk membantu siswa mencapai
kompetensi yang diajarkan. Kompetensi tersebut diuraikan menjadi bahan ajar,
materi ajar, dan disampaikan dengan berbagai macam strategi pembelajaran dan
metode pembelajaran sesuai konteks kompetensi dan kondisi pendukung lainnya.
Seperti sarana prasarana, media pembelajaran, kemampuan siswa, kemampuan
guru sendiri dan lain sebagainya.28
Untuk mencapai kompetensi tersebut guru menyiapkan dokumen berupa
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan) sebelum kegiatan belajar
mengajar di mulai. RPP ini digunakan sebagai pegangan atau guidance dalam
proses KBM untuk satu atau dua kali pertemuan. Tergantung keluasan dan
kedalaman materi yang dijabarkan dari SK dan KD. Dalam RPP dituliskan
kegiatan pendahuluan yang meliputi apersepsi dan pemberian motivasi. Dan
26
Richard I Arends, Learning to Teach, 148.
27
Denis Coon, Introduction to Psychology : Exploration and Application, (St Paul, 1983), 40.
28
11
selama itu pula pada prakteknya banyak guru mengabaikan – atau belum banyak
memperhatikan- bagaimana membangun motivasi belajar siswa pada kegiatan
pendahuluan dan pada kegiatan inti.
Model pembelajaran Learning Cycle pertamakali diperkenalkan oleh
Robert Karplus. Karplus sebagaimana dikutip oleh John Settlage Sherry A
Shotherland menjelaskan konsep learning cycle terdiri atas tiga fase, yaitu
exploration, concept introduction, and concept application.29 Namun menurut
John Settlage Sherry A Southerland, konsep learning cycle dengan model 5 E
dikembangkan oleh Rodge Bybee :
“when you hear or read about the five “E” models you should give appropriate acknowledgment to Bybee’s promotion of this varety of the learning cycle. However, this shouldn’t lead any one to believe that all learning cycle have five phase”.30
Model Learning Cycle yang popular dengan sebut 5 E, engagement,
exploration, explanation, elaboration and evaluation.31 Engagment32 adalah
bagaimana guru merangsang keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan
pembelajaran. Exploration adalah bagaimana siswa mengembangkan dan
menemukan sendiri pengetahuan awal mereka dengan berbagai aktivitas
pembelajaran seperti membaca, mendengarkan, menirukan, berdiskusi dan
lainnya. Explanation adalah bagaimana siswa menyampaikan pemahaman mereka
terhadap hasil explorasi mereka dalam satu materi. Evaluation adalah memberikan
kesempatan kepada guru untuk memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa
29
John Settlage Sherry A Shotherland, teaching Science to every Child : Using Culture as a starting Point, (Wasingthin, D.C. : The National Academios Press, 2007), 129.
30
John Settlage Sherry A Shotherland,Teaching Science to every Child : Using Culture as a starting Point, 129.
31
Rodger W. Bybee, Joseph A. Taylor et all, The BSCS 5E Instructional Model: Origins, Effectiveness, and Applications, (Colorado :Springs, BSCS, 2006), 2.
32
12
atau memberikan kesempatan guru untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
kompetensi yang telah dicapai oleh siswa.33
Menurut penulis, model Learning Cycle (LC) 5 E ini kemudian diadopsi
oleh Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Isi. Permendiknas No. 41
tahun 2007 ini menurut penulis mengadopsi model LC 5 E. Dimana dalam
Permendiknas No. 41 ini LC hanya terdapat 3 E : eksplorasi, elaborasi dan
evaluasi.34 Bagi penulis sendiri, model LC yang ada dalam Permendiknas No. 41
tahun 2007 tersebut mereduksi dari LC model 5E. Sebab ada beberapa bagian dari
LC 5 E yang tidak bisa diwakili dalam aktivitasnya seperti engagment dan
explanation. Sementara evaluation dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007
tersebut masih diakomodir dalam kegiatan penutup.
Faktor motivasi yang mendasari siswa untuk belajar dan faktor proses
pembelajaran yang berbasis pada Permendiknas No. 41 tahun 2007 inilah yang
akan menjadi penelitian dari tesis ini. Model Learning Cycle yang akan digunakan
adalah model Learning Cycle yang ada dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007
yaitu eksplorasi, elobarosi dan konfirmasi.
Integrasi faktor motivasi dan LC ini akan coba diterapkan dalam mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Diharapkan integrasi tersebut akan
menjadi model pendekatan pembelajaran PAI.35 Hipotesa36 yang dibangun
33
Baca juga Titik Harsiati, makalah “Learning Cycle” dalam workshop AIBEP (Australia Indonesia Basic Education Programs), 2007. Baca juga Rodge W Bybee, et all, The BSCS 5E Instructional Model : Origins, Effectiveness, and Application, 3.
34
Lihat, Permendiknas No. 41 tahun 2007, bagian III B: Pelaksanaan Pembelajaran.
35
Dalam Permendiknas No. 22 dijelaskan Pendidikan Agama Islam termasuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dikelompokkan ke dalam kelompok mata pelajaran : Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian seperti PKn, Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi seperti IPA, IPS, Matematik, TIK, Kelompok mata pelajaran estetika seperti Seni Budaya, Keterampilan, Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan seperti Penjasorkes.
36
13
adalah semakin besar keterlibatan proses belajar siswa yang dipadukan dengan
menggunakan model Motivasi dan Learning Cycle ,37 maka semakin besar
keberhasilan kompetensi yang akan dicapai. Semakin guru memahami bagaimana
menumbuhkan motivasi belajar dan menguasai pembelajaran LC, semakin besar
motivasi belajar siswa. Semakin besar motivasi belajar siswa,maka semakin besar
peluang siswa mencapai kompetensi.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari paparan di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai
berikut :
1. Apa saja stimulus dan respon yang harus diperhatikan guru untuk membangun
motivasi belajar siswa?
2. Bagaimana guru menerapkan proses pembelajaran berbasis learning cycle
(LC) yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?
3. Bagaimana penerapan model Motivasi dan Learning Cycle sebagai
pendekatan pembelajaran PAI?
2. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam tesis ini, dibatasi pada beberapa hal,
sebagai berikut :
a. Stimulus dan respon yang dibangun guru yang mendorong motivasi belajar
siswa.
b. Model pembelajaran atau learning cycle yang mendorong motivasi belajar
siswa.
c. Model penerapan Motivasi dan Learning Cycle sebagai model pendekatan
pembelajaran PAI.
37
14
3. Perumusan Masalah
Merujuk kepada identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka
rumusan masalah yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana”intervensi” motivasi yang diberikan oleh seorang guru pada
setiap fase learning cycle ?
2. Bagaimana memberikan motivasi pada siswa ketika menerapkan learning
cycle pada pelajaran PAI?
C. Tujuan Penelitian
Berdasar pada identifikasi dan perumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan :
1. Mengetahui proses persiapan KBM PAI yang mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa.
2. Mengetahui bentuk-bentuk ”intervensi” motivasi yang bisa diberikan pada
setiap fase pembelajaran oleh guru PAI
D. Siginifikansi dan Kegunaan Penelitian
1. Signifikansi
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini secara
akademis penting dilakukan untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Problematika sikap (stimulus atau respon) guru yang mendorong motivasi
belajar siswa
b. Model learning cycle yang diterapkan oleh guru dan mampu mendorong
motivasi belajar siswa.
2. Kegunaan.
15
a. Pengembangan model-model pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
memperhatikan faktor motivasi dan proses pembelajaran (LC).
b. Sebagai upaya untuk memperkaya khazanah pengembangan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Diharapkan hal ini bisa menjadi sumbangan bagi
dunia akademik khususnya jurusan Tarbiyah.
c. Model pendekatan Motivasi dan Learning Cycle ini diharapkan berguna bagi
guru PAI dalam menjalankan proses pembelajaran yang memperhatikan
berbagai stimulus dan respon yang terjadi, dan mendorong munculnya motivasi
belajar siswa
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Diakui sudah banyak penelitian menyangkut motivasi dalam
pembelajaran. Baik di dalam dan apalagi di luar negeri. Tokoh-tokoh seperti
Richard M. Ryan, Edward L. Deci, Mc Donald, Dweck, dan masih banyak tokoh
lainnya adalah peneliti tentang motivasi dari berbagai bidang. Sementara di
Indonesia sendiri cukup banyak tesis atau disertasi serta skripsi yang menyangkut
tentang motivasi belajar.
Arko Pujadi dalam penelitiannya : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Belajar Mahasiswa : Studi Kasus pada Fakultas Ekonomi Universitas
Bunda Mulia, melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui karakteristik
motivasi belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia. Dalam,
penelitiannya Arko Pujadi meneliti perbedaan motivasi belajar diantara
mahasiswa didasarkan atas gender, jurusan dan tahun angkatan. Arko juga
meneliti hubungan antara motivasi belajar mahasiswa dengan faktor intrinsik
dalam dirinya dan faktor-faktor ekstrinsik (lingkungan belajarnya), seperti gender,
kualitas dosen, materi kuliah, metode perkuliahan, kondisi dan suasana ruang
kuliah, dan fasilitas perpustakaan.38
38
16
Dalam penelitiannya Arko Pujadi menemukan empat kesimpulan
berkaitan dengan motivasi belajar mahasiswa. Diantaranya motivasi belajar
mahasiswa tinggi dilihat dari keseriusannya mengikuti perkuliahan dosen,
kepemilikan buku wajib kuliah, keseriusan mengerjakan tugas dari dosen,
jarangnya mahasiswa bolos kuliah. Arko Pujadi juga menemukan adanya
signifikansi motivasi belajar mahasiswa dengan motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik seperti kualitas dosen, ruang kuliah, materi kuliah dan metode
perkuliahan.39
Michael Budiman dan Daniel Albert Y. A. dalam artikelnya Student
E-Learning Intrinsic Motivation menyebutkan konsep tentang “motivasi hakiki”
(Intrinsic Motivation Literature). Konsep mengenai motivasi hakiki pada awalnya
berasal dari William James. Ia menggunakan istilah minat (interest) dan naluri
untuk membangun (instinct of constructiveness) untuk menjelaskan tipe-tipe
perilaku manusia. Minat dan naluri untuk membangun tersebut menggambarkan
konsep self-determination (kemampuan individu untuk memutuskan sesuatu tanpa
pengaruh dari luar) dan competence (kemampuan individu untuk melakukan
sesuatu dengan baik), dan pada akhirnya kedua hal inilah yang pada awalnya
mendefinisikan motivasi hakiki.40
Goerge Boeree menjelaskan dalam tulisannya tentang Abraham Maslow
berkaitan dengan kebutuhan manusia yang menggerakkan motivasi. Menurut
Maslow, manusia memiliki banyak kebutuhan.41 Maslow42 mengemukakan
hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas: (a) kebutuhan dasar,
September 2007), 10.
39
Arko Pujadi: “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Mahasiswa: Studi Kasus Pada Fakultas Ekonomi, di Business & Management”, 11.
40
Michael Budiman dan Daniel Albert Y. A., “Student E-Learning Intrinsic Motivation”, (Jurnal CAIS 2007, volume 19).
41
George Boeree, Abraham Maslow (1908-1970), Personality Theories, (Shippenburg University,2006), 2.
42
17
kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan akan keindahan; (c)
kebutuhan aktualisasi diri.
Jika Maslow mendasarkan teori motivasinya pada teori kebutuhan, Victor
Vroom menekankan pada aspek harapan atau expectacy teori. Vroom
mendasarkan teorinya pada tiga aspek : 1) Valance atau value yang
disederhanakan menjadi nilai dari tujuan. 2) Expectancy atau harapan: orang yang
berbeda memiliki harapan dan tingkat kepercayaan tentang apa yang mereka
mampu lakukan. 3) Alat yang dimaksud adalah apakah mereka (karyawan) akan
benar-benar akan mendapatkan apa yang mereka inginkan (gaji) bahkan jika ia
telah dijanjikan pengelola (management).43
Teori tersebut dirumuskan dalam fungsi matematis Motivasi = expectancy
(perasaan berpeluang sukses) x instrumentality (hubungan antara sukses dan
reward) x value (nilai dari tujuan). Karena rumus ini menggunakan perkalian tiga
variabel, jika salah satu variabel rendah, maka motivasi juga akan rendah.
Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick dalam Artikelnya Testing and
Motivation for Learning, Graduate School of Education mengemukakan kerangka
teori hubungan motivasi belajar.44 Menurut Wayne dan Ruth Motivasi belajar
siswa dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, seperti yang dijelaskan
pada latar belakang masalah.
Richard I Arends dalam bukunya Learning to Teach juga membahas
tentang motivasi belajar siswa. Dalam bukunya Richard menjelaskan bagaimana
strategi untuk memotivasi siswa dan membangun komunitas belajar yang
produktif.45
43
Victor Vroom, “Motivation and Management, Expectancy Theory’s Vroom”, diakses dari www.valuebasedmanagement.compada tanggal 12 Desember 2008.
44
Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick, “Testing and Motivation for Learning, Graduate School of Education, Assessment in Education”, (Journal Assassment in Education Vol.10, No.2 July 2003), 183.
45
18
Paul R. Pintrich dan Dale H. Schunk dalam buku mereka Motivation in
Education, Theory, Research, and Applications . Paul dan Dale menjelaskan
adanya korelasi signifikan dan positif antara nilai intrinsik – Paul dan Dale
menggunakan istilah intrinsic value, dengan self efficacy, penggunaan strategi dan
self regulation.46
Penulis sendiri akan menggunakan model yang dikembangkan Wayne dan
Ruth sebagai model dalam penelitian motivasi belajar. Model pengembangan
motivasi belajar Wayne dan Ruth ini dijadikan alat untuk melakukan intervensi
kepada proses pembelajaran yang berbasis learning cycle dalam Permendiknas
No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
Faktor-faktor yang termasuk dalam motivasi intrinsik yang dikembangkan
Wayne dan Ruth menurut penulis berada pada proses pembelajaran. Artinya
faktor-faktor intrinsik seperti self efficacy, self esteem, sense of self as learner dan
lain sebagainya sangat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas.
Sayangnya Wayne dan Ruth tidak menyertakan iklim kelas yang juga
menjadi faktor ekstrinsik dan mempengaruhi pembelajaran atau motivasi belajar
siswa. Untuk itu penulis akan mengadopsi manajemen kelas yang dikembangkan
oleh Richard I Arends dan model pengembangan classroom influences Paul R.
Pintrich dan Dale H. Schunk.
Dari model pengembangan motivasi belajar Wayne & Ruth serta Richard I
Arends ditambah model classroom influence Paul dan Dale inilah yang menjadi
pijakan penulis untuk mengembangkan model pembelajaran PAI yang
memperhatikan motivasi belajar dalam setiap proses KBM.
Menurut penulis, untuk mencapai keberhasilan belajar siswa, teori Wayne
Harlen dan Ruth Deakin Creak tersebut perlu digabungkan dengan learning cycle
46
19
(LC). Siklus belajar atau learning cycle (LC) terdiri dari lima fase (5E) dan
ditambah satu fase Elaborasi yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu:47
1) Engage (Menarik Perhatian-Mengikat)
Fase engage merupakan fase awal. Pada fase ini guru menciptakan situasi
teka-teki yang sesuai dengan topik yang akan dipelajari siswa. Guru dapat
mengajukan pertanyaan (misalnya: mengapa hal ini terjadi? Bagaimana cara
mengetahuinya? dll) dan jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa
saja yang telah diketahui oleh mereka. Fase ini dapat pula digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi siswa.
2) Exploration (Eksplorasi)
Selama fase eksplorasi, siswa harus diberi kesempatan untuk bekerja sama
dengan teman-temannya tanpa arahan langsung dari guru. Fase ini menurut teori
Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana siswa harus dibuat bingung.
Fase ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menguji hipotesis atau prediksi
mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompoknya dan menetapkan
keputusan.
3) Explanation (Menjelaskan)
Pada fase ini guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan
kalimat mereka sendiri.
4) Expand (Perpanjangan)
Pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep dan kecakapan yang telah
mereka miliki terhadap situasi lain.
5) Elaboration (Elaborasi)48:
47
Titik Harsiati, makalah : “Learning Cycle” dalam workshop AIBEP (Australia Indonesia Basic Education Programs, Pemerintah Australia memberikan bantuan pendidikan kepada pemerintah Indoensia melalui program AIBEP), 2007. Baca juga Rodge W Bybe, et all, The BSCS 5E Instructional Model : Origins, Effectiveness, and Application, 3.
48
20
Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna; memfasilitasi peserta didik melalui
pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik
secara lisan maupun tertulis;
6) Evaluation (Evaluasi)
Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dilangsungkan. Guru
bertugas untuk mengobservasi pengetahuan dan kecakapan siswa dalam
mengaplikasikan konsep dan perubahan berfikir siswa.Learning cycle lebih dekat
kepada faktor ekstrinsik yang memungkinkan pengaruhnya terhadap faktor
intrinsik dan motivasi belajar siswa. Gabungan antara fungsi motivasi belajar
siswa dengan LC akan menghasilkan prestasi belajar yang menggembirakan.
Model LC yang memperhatikan motivasi yang dibangun oleh guru dalam
proses pembelajaran ini akan menjadi bagian untuk memperkaya dan menjadi
salah satu alternatif dalam pendekatan pembelajaran. Seperti dijelaskan oleh
Abuddin Nata terdapat beberapa pendekatan dalam pembelajaran. Seperti
pendekatan individualis, pendekatan kelompok, pendekatan campuran, dan
pendekatan edukatif.49
Sementara dari sisi metode pembelajaran terdapat beberapa strategi
pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi;
(5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9)
simposium, dan sebagainya.50 Melvin L. Siberman dalam bukunya Active
Learning: 101 Strategia to Teach Any Subject, menjelaskan bagaimana
seharusnya proses pembelajaran dilakukan. Dalam bukunya Mel Siberman
49
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009), 147-161.
50
21
menjelaskan bagaimana membuat peserta didik aktif sejak dini, dan bagaimana
membantu peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap aktif.51
Pendekatan pembelajaran tersebut termasuk pendekatan lainnya seperti
Cooperatif Learning, 52 adalah bagian dari pembelajaran aktif. Posisi model
Motivasi dan Learning Cycle yang akan dikembangkan penulis adalah untuk
memperkaya khazanah pendekatan pembelajaran, khususnya dalam Pendidikan
Agama Islam, yang lebih memperhatikan aspek motivasi. Aspek motivasi yang
dimaksud penulis tersebut bisa muncul dari stimulus dan respon yang diberikan
oleh guru dalam proses pembelajaran. Berbagai model dan pendekatan
pembelajaran yang telah dijelaskan memberikan kontribusi terhadap munculnya
motivasi belajar siswa.
Posisi tesis ini untuk memperkuat teorinya Wayne Harlen & Ruth Deakin
Crick sekaligus menggabungkannya dengan teori Learning Cycle dalam
pembelajaran. Aspek motivasi yang menjadi perhatian Wayne and Ruth dalam
proses pembelajaran yang berpusat kepada siswa seperti model Learning Cycle,
ini akan dilihat dalam proses pembelajaran. Tesis ini juga memberikan catatan
penting terhadap model pembelajaran STAD (student Teams Achievement
Divisions) yang dikembangkan oleh Robert Slavin.
Robert Slavin mengenalkan pendekatan pembelajaran tipe STAD untuk
membantu guru dalam mengelola pembelajaran. Tipe pembelajaran STAD
menitikberatkan pada pembelajaran kelompok. Dalam prakteknya, tipe STAD
digunakan setelah guru memberikan ceramah dan kemudian siswa membentuk
kelompok untuk membahas apa yang sudah disampaikan oleh guru.
Menurut penulis, pembelajaran tipe STAD yang berbasis kepada kerja
kelompok dengan tingkat heterogenitas yang tinggi (tingkat kemampuan, jenis
kelamin, etnis, dsb) jika tidak diberikan panduan pengerjaan tugas yang kuat akan
51
Melvin L. Siberman, Active Learning: 101 Strategia to Teach Any Subject, penerjemah Sarjuli dkk., (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani-Yappendis, 2002), 33-39.
52
22
menyulitkan dalam pelaksanaannya. Kesulitan itu timbul diakibatkan karena
sulitnya mengontrol kerja kelompok yang dimungkinkan mengandalkan siswa
yang memiliki kemampuan lebih saja untuk mengerjakan tugas kelompok.
F. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini secara umum dilakukan dengan metode kualitatif
akademik.53 Yaitu suatu metode yang mencoba menemukan pokok permasalahan
dan penjabaran yang didasarkan pada rujukan dari pendapat para ahli motivasi
dan pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan keahliannya. Pengumpulan
data sendiri dilakukan melalui library research. Library research dilakukan
dengan menelaah buku-buku yang berkaitan dengan persoalan motivasi belajar
siswa, model-model pembelajaran, termasuk buku-buku yang membahas tentang
learning cycle.
Teori Wayne Harlen & Ruth Daekin Crick dan teori learning cycle ini
kemudian dikomparasikan. Mengutip pendapatnya Sabrina O. Sihombing, ada
empat alasan pentingnya memperbandingkan kedua teori tersebut yang dijadikan
dasar penelitian ini.54 Pertama, setiap teori adalah bermanfaat dalam memberikan
pemahaman akan fenomena, akan tetapi, masing-masing teori hanya mampu
menjelaskan sebagian fenomena saja. Alasan kedua, tiap teori menggunakan
variabel-variabel tertentu untuk menjelaskan fenomena. Lebih lanjut, pengujian
teori terbaik adalah jika dilakukan komparasi antara dua atau lebih teori karena
akan dihasilkan teori mana yang lebih baik untuk memahami suatu fenomena.
Alasan ketiga menurut Sabrina adalah teori-teori eksis saat ini tidaklah
tetap sepanjang waktu. Akan tetapi, teori-teori tersebut akan semakin berkembang
misalnya melalui modifikasi atau perbaikan-perbaikan dalam teori tersebut jika
53
Abuddin Nata, Prespektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, 11.
54
23
banyak penelitian empiris yang mendukungnya. Terakhir, berpikir komparasi
adalah merupakan suatu pemikiran ilmiah.
Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) intervensi atau respon
baik yang berasal dari guru atau siswa yang bisa menunjukkan adanya penguatan
terhadap motivasi belajar siswa, 2) model pembelajaran (LC) yang mempengaruhi
motivasi belajar siswa.
2. Pendekatan dan analisa data
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi dan eksplanasi.55
Eksplanasi yaitu mengkaji hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau
lebih sebagai penjelasan (eksplanasi) dari teori. Dan penelitian eksplorasi
(menjelajah) berkaitan dengan upaya untuk menentukan apakah suatu fenomena
ada atau tidak. Penelitian pertama bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
stimulus atau respon-respon yang diberikan baik oleh guru atau siswa yang
menunjukkan adanya motivasi belajar. Tujuan penelitian kedua untuk mengetahui
bahwa motivasi belajar itu dipengaruhi oleh stimulus dan atau respon yang
diberikan oleh guru atau siswa serta proses pembelajaran.
G. Sistematika Penulisan.
Bab pertama, Pendahuluan; bab ini meliputi latar belakang dilaksanakannya penelitian ini, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah
yang akan diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan
pustaka berkaitan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan, dan
dilengkapi dengan sistematika penulisan hasil penelitian. Bab ini sangat penting
dikemukakan karena menggambarkan mengapa penelitian ini dianggap perlu
untuk dilaksanakan.
Bab kedua, Motivasi dalam Pembelajaran; bab ini akan menjelaskan tentang definisi dan bentuk-bentuk motivasi yang bisa diberikan kepada siswa
55
Achmad Djunaedi, Pengantar : “Apakah Penelitian Itu?”, makalah mata kuliah Pengantar Metodologi Penelitian Pascasarjana hal 6-7, tanpa nama universitas.
http://mpkd.ugm.ac.id/weblama/homepageadj/support/materi/metlit-i/a01-metlit-pengantar.pdf
24
untuk mendorong motivasi belajar siswa. Bab ini juga menjelaskan latar belakang
tentang learning cycle dan pentahapannya dip roses pembelajaran di kelas.
Sebagai penutup bab dua ini akan dijelaskan bagaimana guru bisa memberikan
motivasi belajar anak ketika mereka berada di kelas. Pada bab ini juga dijelaskan
tentang bagaimana kerangka teori Motivasi dan Learning Cycle dibangun dari
teori motivasi Wayne Harlen & Ruth Deakin Crick, serta teori learning cycle.
Dalam bab ini juga dijelaskan tentang teori learning cooperative Robert Slavin
yang akan menjadi bagian dari dasar munculnya teori Motivasi dan Learning
Cycle .
Bab ketiga, menjelaskan tentang pengajaran dan pembelajaran PAI di
SMP. Bab ini merupakan landasan teori bagi bab-bab berikutnya, yang diawali
dengan pembicaraan masalah pengajaran Pendidikan Agama Islam selama ini :
membahas pengajaran Pendidikan Agama Islam selama ini, ruang lingkup,
karakteristik dan model pembelajaran PAI.
Bab keempat, Penerapan Model Motivasi dan Learning Cycle dalam
Pembelajaran; Bab ini menjelaskan bagaimana prosedur dan langkap pendekatan Motivasi dan Learning Cycle dilakukan dalam pembelajaran PAI, bagaimana
penerapan Motivasi dan Learning Cycle dalam setiap fase pembelajaran yang
diamanatkan dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 dan bagaimana guru
membangun motivasi intrinsik dan ekstrinsik siswa. Pengembangan Motivasi
dalam fase engagement, eksploration, expand, elaboration, explanation dan
evaluation.
Bab kelima, Penerapan Model Pendekatan Motivasi dan Learning Cycle
dalam pembelajaran PAI; Pengembangan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Al-Quran, pengembangan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Aqidah dan Akhlak, pengembangan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek
Fiqih , Pengembangan Motivasi dan Learning Cycle pada aspek Tarikh
Bab keenam, Penutup; Bab ini merupakan simpulan dari penelitian yang
26
Bab II
MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN
Pandangan tentang kajian motivasi akan selalu berhubungan dan tidak
pernah lepas dengan persoalan psikologi. Konsep yang paling menonjol tentang
akar pengertian motivasi tidak lepas dari dua kata, kemauan (volition/will) dan insting (instincts).1 Antara volition dan will memiliki perbedaan pengertian. Dalam Bahasa Indonesia, keduanya diartikan sama, kemauan. Will merefleksikan hasrat (desire), kebutuhan (want) atau maksud/tujuan (purpose).2 Sementara
volition menunjukkan bagaimana aktivitas dalam menggunakan will, “volition
was the act of using the will.3
Di bawah ini akan dijelaskan tentang hubungan motivasi dengan
pembelajaran di kelas. Hal ini berkaitan dengan bagaimana usaha seorang guru
membangun motivasi belajar siswanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Edward L.
Deci yang mengatakan “..apa yang harus guru katakan kepada siswanya yang
memiliki motivasi rendah agar mereka sukses….?”.4 Akan dibahas juga
bagaimana learning cycle diaplikasikan dalam proses pembelajaran serta bagaimana teori Motivation dan Learning Cycle dibangun.
A. Definis dan Bentuk Motivasi Belajar
- Definisi motivasi
Rendahnya motivasi siswa dalam belajar kerap dituding sebagai biang
keladi dari kegagalan atau rendahnya kompetensi yang dicapai oleh siswa. Hal ini
juga berimbas kepada guru yang mengajar mata pelajaran. Guru disalahkan karena
tidak bisa mengantarkan siswa kepada kompetensi minimal yang telah
1
Paul R. Pintrich, and Dale H.Schunk, Motivation in Education, Theory, Research, and
Application, (New Jersey, Prentice-Hall,1996), 27.
2
John M. Echols dan Hasan Shadily, Inggris – Indonesia, Jhon Ecol, Bagian desire, want dan purpose.
3
Paul R. Pintrich, and Dale H.Schunk, Motivation in Education, Theory, Research, and
Application, 27.
4
27
ditetapkan5. Kegiatan di ruang-ruang kelas sendiri adalah suatu sistem sosial yang
dipengaruhi oleh ukuran kelas, konteks sosial kelas teknologi pengajaran yang
dipakai, struktur komunikasi, dan suasana sosial. Ada banyak penelitian yang
telah dilakukan para pakat tentang motivasi belajar siswa. Di bawah ini akan
dipaparkan berbagai hasil penelitian tentang motivasi. Seperti yang yang
dijelaskan Csikszentmihalyi & Larson. Menurut mereka, salah satu kegagalan
yang paling berulang di pendidikan adalah murid jarang mengatakan bahwa
mereka menemukan pembelajaran yang memberikan penghargaan.6 Dan hal ini
berhubungan dengan motivasi belajar siswa (motivation for learning).
Menurut Romiszowski, seperti dikutip Zaenal Abidin bahwa kinerja atau
performance yang rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal dari
dalam dan luar mahasiswa. Faktor luar misalnya fasilitas belajar, cara mengajar
dosen, sistem pemberian umpan balik dan sebagainya. Faktor dalam mahasiswa
mencakup kecerdasan strategi belajar, motivasi dan sebagainya.7
Istilah motivasi bisa di dapat dari bahasa latin movere yang berarti "menggerakkan". WS. Winkel berpendapat bahwa motivasi adalah penggerak
yang telah menjadi aktif. Sedangkan Donald menjelaskan bahwa motivasi adalah
suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai oleh
dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan. W. Podkowiki
menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan
(persistence) pada tingkah laku tersebut.
Pada prakteknya kata motivasi dan niat hampir sama dengan motivasi,
sama-sama dapat dipakai dengan arti yang sama, yaitu bisa kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dorongan (drive) atau kekuatan (strength).
5
Permindaknas No 20 tahun 2007 tentang Standar Isi
6http://education.calumet.purdue.edu/vockell/EdPsyBook/Edpsy5/Edpsy5_intrinsic.
htm diakses tanggal 9-12-09
7
Walaupun dalam bahasa Inggris intention diartikan niat dan motivation dengan motivasi namun dalam berbagai penelitianpun kata motivasi yang digunakan8.
Dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki peran yang penting dalam
keberhasilan seorang siswa.9 Hal ini berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
mengorganisasi potensi yang ada dalam dirinya dengan kondisi eksternal yang
dihadapinya ketika di kelas atau di luar kelas. Guru diharapkan mampu
mengarahkan potensi-potensi internal siswa menjadi sebuah daya bagi siswa.
Sehingga menimbulkan motivasi kuat bagi siswa dengan membuat setting
eksternal yang menunjang munculnya atau tumbuhnya motivasi internal. Setting
eksternal dimaksud adalah segala upaya yang dilakukan guru baik dari sisi proses
pembelajaran, media, bahan, wacana yang disiapkan guna menarik minat dan
potensi siswa untuk belajar.
Barelson dan Steiner menjelaskan motivasi sebagai suatu keadaan dalam
diri seseorang (innerstate) yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan. Sementara
menurut Luthans “motivation is a process that start with a pshycological
[image:34.595.118.564.498.584.2]deficiency or need a drive that is aimed at a goal or incentive”.10
Gambar 1 : Terjadinya motivasi menurut Barelson dan Stainer :
Ke ing ina n Ke te g a ng a n
Ke p ua sa n Pe rila ku
Ke b utuha n
28
8
Diakses dari
http://blogsahlan.blogspot.com/2009/11/teori-motivasi-al-raja-dan-khauf-rasa.html diakses tanggal 19 Desember 2009
9
Arko Pujadi : “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Mahasiswa”, (Jurnal
Bussines & Management Bunda Mulia,Volume 3, No 2, September 2007)
10
29
Sumber : Arko Pujadi : “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Mahasiswa”, (Jurnal Bussines & Management Bunda Mulia,Volume 3, No 2, September 2007)
Dalam pandangan Barelson, motivasi timbul dari rangkaian reaksi yang
didasari atas kebutuhan. Adanya kebutuhan ini menimbulkan keinginan untuk
dipenuhi. Dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut, pelaku akan mengalami
berbagai macam proses sebagai bentuk usaha untuk mencapai kebutuhan atau
keinginan tersebut. Dalam proses atau usaha yang dilakukan tersebut, pelaku akan
mengalami ketegangan akibat tekanan-tekanan yang terjadi selama proses
pemenuhan kebutuhan tersebut. Sebagai contoh, ketika seseorang berusaha keras
untuk memenuhi kebutuhan hidup, kadang dia akan berhadapan dengan berbagai
macam konflik dimana dia bekerja yang menimbulkan ketegangan11.
Penyelesaian dalam menghilangkan ketegangan tersebut akan
menimbulkan perilaku tertentu. Atau perilaku tertentu tersebut muncul sebagai
bagian dari respon terhadap ketegangan yang mengakibatkan kepuasaan setelah
tercapainya kebutuhan. Perilaku yang timbul didasari oleh bentuk respon dari
pelaku terhadap cara pemenuhan kebutuhan.
Akibat dari adanya ketegangan tersebut, maka proses pencapaian
kebutuhan tersebut menimbulkan model perilaku. Perilaku inilah yang dijadikan
dasar untuk mencapai keinginan atau kebutuhan. Sebagai contoh ketika
seseorang terpuruk dalam satu masalah, kemampuan untuk menentukan sikap dan
langkah (dalam prosesnya menegangkan syaraf otak belakang)12 yang tepat akan
melahirkan perilaku optimis dan kerjakeras untuk menyelesaikan masalah.13
11
Bandingkan dengan teori motivasi Clyton Alderfer, Teori ERG, 1) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;2) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan 3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
12
Lihat dalam Al-Quran surat Ar-Ra’du : 11 “Allah tidak akan merubah nasib seseorang
kecuali dia sendiri bersaha merubahnya”. Kemampuan menetukan langkah dan sikap adalah sebuah upaya untuk merubah dan menentukan nasib. Dan hal ini berkaitan dengan motivasi intrinsic, dan self efficacy.
13
30
Maslow yang dikutip Zaenal Abidin lebih menyukai konsep motivasi
belajar untuk memenuhi kebutuhan. Karena manusia memiliki banyak kebutuhan,
pada waktu tertentu kebutuhan manakah yang mereka coba untuk dipenuhi.
Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua
bagian utama yaitu: (1) kebutuhan dasar, berada pada hierarki paling bawah,
berturut-turut terdiri dari (a) kebutuhan fisiologis; (b) kebutuhan akan rasa aman;
(c) kebutuhan untuk dicintai; (d) kebutuhan untuk dihargai ; dan (2) kebutuhan
tumbuh, yang berada di atas kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah terdiri
dari: (a) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan keindahan;
(c) kebutuhan aktualisasi diri. Menurut Maslow, semakin orang dapat memenuhi
kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami dunia di sekeliling mereka,
motivasi belajar mereka dapat menjadi semakin besar dan kuat.14
Adapun ungkapan motivasi terendah meningkat pada tingkatan yang tinggi
oleh Abraham Maslow di antaranya, motivasi yang berakar pada kebutuhan untuk
mewujudkan diri, ingin mengembangkan diri sesuai dengan bakat, hal-hal yang
berhubungan dengan penambahan ilmu pengetahuan, status sosial dan perbuatan
pribadi.
Pembicaraan tentang motivasi ini menjadi menarik melihat berbagai
penelitian terdahulu tentang motivasi. Sebagai contoh dalam studi yang dilakukan
Fyans dan Maerh diantara tiga faktor yaitu latar belakang keluarga,
kondisi/konteks sekolah dan motivasi, faktor yang terakhir merupakan prediktor
yang paling baik untuk prestasi belajar. Walberg, menyimpulkan bahwa motivasi
mempunyai kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap prestasi belajar. Studi
yang dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa kontribusi motivasi sebesar 36
persen sedangkan Mc. Clelland, menunjukkan bahwa motivasi berprestasi
(achievement motivation) mempunyai kontribusi 65 persen terhadap prestasi
belajar.15
14
Zaenal Abidin, “Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan ARCS”, (Jurnal Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, , Vol .XVIII), 40-54.
15
31
David McClelland dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation
Theory atau teori motivasi prestasi yang dikutip Robbins, mengemukakan bahwa
individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan
dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan
situasi serta peluang yang tersedia. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
yaitu kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi.
Dari paparan di atas di dapat kesimpulan bahwa motivasi sangat
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor baik eksternal maupun internal. Faktor
eksternal membutuhkan penguatan dari luar yang memungkinkan adanya
intervensi. Sementara faktor internal menjadikan kebutuhan atau kepuasaan
sebagai dasar kemunculannya.
Sejak awal para ahli psikologi yang mendalami teori motivasi mencoba
untuk menjelaskan motivasi di beberapa bidang kajian yang berbeda dan di
beberapa jenis perilaku. White mendiskusikan motivasi mastery (mastery or
effectance motivation) sebagai kemampuan, dan mengusulkan sinonim dari
kapabilitas (kemampuan), kapasitas, efisiensi, kecakapan, dan keterampilan.
White berargumentasi bahwa seseorang mempunyai sesuatu hal yang tidak bisa
dipisahkan, yakni merasa dirinya mampu dan sekaligus saling berhubungan
secara efektif dengan lingkungan atau dipengaruhi oleh lingkungan. Tujuan dari
motivasi mastery adalah sejauh mana seseorang mempunyai keyakinan atas
kapasitas yang dimilikinya (efficacy) atau dapat menguasai diri dengan baik
(personal mastery), dan ini merupakan suatu kebutuhan yang hadir sejak awal.16
Sementara Wiliam James menggunakan istilah motivasi hakiki untuk
menjelaskan minat (interest) dan naluri untuk membangun (instinct of
constructiveness) untuk menjelaskan tipe-tipe perilaku manusia. Minat dan naluri
untuk membangun tersebut menggambarkan konsep self-determination (kemampuan individu untuk memutuskan sesuatu tanpa pengaruh dari luar) dan
16
32
competence (kemampuan individu untuk melakukan sesuatu dengan baik), d