• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPERIMENTASI STRATEGI INKUIRI TERBIMBING DAN KOOPERATIF TIPE STUDENT Eksperimentasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) terhadap Konsep Diri Siswa ditinjau dari Kreativitas Belajar Fi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSPERIMENTASI STRATEGI INKUIRI TERBIMBING DAN KOOPERATIF TIPE STUDENT Eksperimentasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) terhadap Konsep Diri Siswa ditinjau dari Kreativitas Belajar Fi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

i

EKSPERIMENTASI STRATEGI INKUIRI TERBIMBING DAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP KONSEP DIRI SISWA DITINJAU

DARI KREATIVITAS BELAJAR

PUBLIKASI ILMIAH

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program studi Magister Administrasi

Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

OLEH

SUNARJO Q100140027

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN SEKOLAH

PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

EKSPERIMENTASI STRATEGI INKUIRI TERBIMBING DAN

KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) TERHADAP KONSEP DIRI SISWA DITINJAU DARI

KREATIVITAS BELAJAR

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut. (1) Menguji perbedaan pengaruh penggunaan strategi pembelajaran inkuri terbimbing dan kooperatif tipe STAD terhadap konsep diri siswa. (2) Menguji perbedaan pengaruh kreativitas belajar fisika antara siswa yang kreativitas tinggi dengan kreativitas sedang dan kreativitas rendah terhadap konsep diri siswa. (3) Menguji interaksi antara penggunaan strategi pembelajaran dengan konsep diri siswa dalam kaitannya dengan kreativitas belajar fisika. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan penelitian menggunakan rancangan faktorial 2X3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIPA pada MAN 2 Sragen tahun pelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA1 jumlah 40 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIPA2 jumlah 40 siswa sebagai kelas kontrol diambil dengan cluster random sampling yang kemudian dilakukan uji keseimbangan rataan dengan uji t. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan ukuran sel tak sama dan uji lanjut metode sceffe yang sebelumnya dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Dari hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tidak sama pada taraf signifikansi

α

= 0,05 menunjukkan (1) Terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan strategi pembelajaran inkuri terbimbing dan kooperatif tipe STAD terhadap konsep diri siswa pada mata pelajaran fisika materi fluida statis (Fhit. = 13,340 > 3,96 = Ftabel). (2) Terdapat pengaruh yang signifnifikan antara kreativitas belajar fisika terhadap konsep diri siswa pada materi fluida statis (Fhit. = 73,069 > 3,11 = Ftabel). (3)Terdapat interaksi yang signifikan antara strategi pembelajaran, kretivitas belajar fisika terhadap konsep diri siswa ( Fhit. = 4,861 > 3,11 = Ftabel).

Kata kunci: inkuiri terbimbing, konsep diri, kooperatif STAD, kreativitas.

ABSTRACT

(6)

2

is not the same at significance level

α

= 0.05 indicates ( 1 ) There is a significant effect strategy guided inquiry and cooperative learning STAD type of self-concept of students in the subjects of physics static fluid material (Fhit. = 13,340 > 3,96 = Ftabel). ( 2 ) There is influence signifnifikan between the creativity of self-concept study physics student at the static fluid material (Fhit. = 73,069 > 3,11 = Ftabel). ( 3) There was a significant interaction between the learning strategy , learning creativity physics of the self-concept of the student ( Fhit. = 4,861 > 3,11 = Ftabel).

Keywords: guided inquiry, self-concept, STAD-cooperatif, creativity.

PENDAHULUAN

Kurikulum 2013 akhirnya resmi diterapkan meskipun belum dilakukan di semua sekolah. Salah satu alasan penyusunan kurikulum 2013 adalah memberi kesempatan kepada peserta didik belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Keberhasil pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

(7)

3

Proses pembelajaran fisika yang dilaksanakan di MAN 2 Sragen selama ini belum sepenuhnya menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pelajaran fisika sering ditakuti siswa karena dianggap sulit untuk dipahami dan dipelajari. Kesulitan ini timbul karena anggapan siswa bahwa pelajaran fisika itu menakutkan. Rasa takut ini menyebabkan siswa kurang kreatif dan rasa kepercayaan diri maupun konsep diri (s elf-concept) rendah.

Hurlock (1986) dikutip oleh Yusuf (2008 : 7) menyatakan, self-concept dapat diartikan sebagai (a) persepsi, keyakinan, perasaan atau sikap seseorang tentang dirinya; (b) kualitas pensifatan individu tentang dirinya; dan (c) suatu sistem pemaknaan individu dan pandangan orang lain tentang dirinya. Self-concept ini memiliki tiga komponen, yaitu: (a) perceptual atau physical self-concept, citra seseorang tentang penampilan dirinya (kemenarikan tubuhnya), seperti kecantikan, keindahan atau kemolekan tubuhnya; (b) conceptual atau psychological self-concept, konsep seseorang tentang kemampuannya (kelemahan dirinya) dan masa depannya dan kualitas penyesuaian hidupnya: honesty, self-confidence, independence, dan courege; (c)attitudinal, yang menyangkut perasaan seseorang tentang dirinya sekarang dan masa depannya, sikapnya terhadap keberhargaan, kebanggaan dan keterhinaannya.

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa Konsep diri sangat besar pengaruhnya dalam keberhasilan kegiatan pembelajaran. Sebaliknya strategi pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan konsep diri siswa juga. Seseorang dengan konsep diri positif akan mempunyai kemampuan interpersonal dan intrapersonal yang baik pula, yang memungkinkan untuk melakukan evaluasi secara objektif terhadap dirinya sendiri.

(8)

4

Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Pembelajaran STAD yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 2008:143) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Selain dari faktor strategi pembelajaran dan konsep diri, kreativitas belajar juga menentukan hasil belajar. Kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya yang baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Mengingat pentingnya kreativitas belajar siswa, maka dalam kegiatan belajar mengajar lebih banyak melibatkan kreativitas belajar siswa. Sedangkan siswa itu sendiri hendaknya dapat memotivasi dirinya sendiri untuk ikut kreatif dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya kreativitas belajar sangat mendukung kegiatan proses pembelajaran sehingga konsep diri atau kepercayaan diri akan meningkat juga. Menyimak uraian beserta kasus tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian adalah 1) Terdapat pengaruh yang signifikan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan kooperatif tipe STAD terhadap konsep diri siswa. 2) Terdapat pengaruh yang signifikan kreativitas belajar fisika terhadap konsep diri siswa. 3) Terdapat interaksi yang signifikan antara strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan kooperatif tipe STAD dengan kreativitas belajar fisika terhadap konsep diri siswa.

(9)

5

METODE

Jenis Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIPA MAN 2 Sragen Kab.Sragen yang berlokasi di kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 yaitu bulan Agustus 2015 sampai April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA MAN 2 Sragen Kab.Sragen tahun pelajaran 2005/2016 yang terdiri dari 3 kelas yang berjumlah 120 siswa. Sampel dari penelitian ini akan diambil dua kelas dari tiga kelas yang diambil secara cluster random yang hasilnya kelas X MIPA1 yang berjumlah 40 siswa sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan strategi inkuiri terbimbing (IT) dan kelas X MIPA2 yang berjumlah 40 siswa sebagai kontrol dengan pembelajaran menggunakan strategi kooperatif tipe STAD. Untuk mengetahui bahwa tidak ada perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen maka diadakan uji keseimbangan dengan menggunakan uji t dari data nilai rata-rata ulangan harian tiga kompetensi inti semester satu tahun pelajaran 2015/2016.

(10)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembelajaran di kelas X MIPA1 sebagai Kelas Eksperimen dengan IT.

Deskripsi eksperimen proses pembelajaran menggunakan strategi inkuiri terbimbing diawali dengan apersepsi dan motivasi dengan memperlihatkan berbagai macam gambar atau peristiwa yang ada di sekitar siswa melalui power point. Kemudian guru membagi siswa menjadi 10 kelompok berdasarkan urutan tempat duduk. Setelah siswa berkumpul menurut kelompoknya masing-masing, lalu guru memperlihatkan alat dan bahan untuk praktek oleh siswa dengan memberi petunjuk pendahuluan kaitanya dengan materi fluida statis. Fase ini dinamakan fase persiapan kerja inkuiri terbimbing. Pada fase ini proses pembelajaran memerlukan waktu sekitar 20 menit sehingga tidak terlalu banyak waktu tersita.

Fase berikutnya yaitu kerja inkuiri terbimbing. Pada lima menit pertama proses pembelajaran masih kurang sesuai dengan sintak tetapi selanjutnya proses pembelajaran dapat bejalan dengan baik dari merumuskan masalah sampai mengambil kesimpulan. Dalam fase ini kegiatan guru hanya membimbing saja sedangkan proses pembelajaran didominasi oleh aktivitas siswa dengan dipandu oleh LKS dan bahan ajar dengan memanfaatkan alat dan bahan yang disediakan siswa. Di akhir pembelajaran guru memberi tugas pada kelompok untuk mempersiapkan presentasi hasil dipertemuan berikutnya dan membuat rangkuman melalui pertanyaan yang ada di tugas tersebut.

Secara singkat sintaks (fase-fase) dalam pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing yang dilaksanakan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Fase I : persiapan kerja inkuiri terbimbing (anggota kelompok acak).

Fase II : kerja inkuiri terbimbing meliputi eksplorasi dan transformasi melalui identifikasi , merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data melalui merancng dan melakukan eksperimen, menganalisis data, dan menarik kesimpulan (dipandu dengan LKS).

Fase III : pemberian tugas (membuat rangkuman materi melalui daftar pertanyaan /tugas terstruktur) .

Fase IV : presentasi kelas dan refleksi (guru meluruskan konsep bila terjadi miskonsepsi) Fase V : tes Individu dilaksanakan di akhir pembelajaran. Pada periode pertama inkuiri

(11)

7

dihasilkan rata-rata nilai sebesar 85,08 dengan simpangan baku 6,20. Setiap periode menunjukan peningkatan rerata, keberhasilan proses pembelajaran.

Proses Pembelajaran di kelas X MIPA 2 sebagai Kelas Kontrol dengan STAD.

Deskripsi data hasil eksperimen menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD diawali dengan apersepsi dan motivasi dengan memperlihatkan berbagai macam gambar atau peristiwa yang ada di sekitar siswa melalui power point dan memberikan informasi terkait materi fluida statis. Kemudian guru membagi siswa menjadi 10 kelompok berdasarkan nilai ulangan harian materi sebelumnya sebagai nilai awal (setiap kelompok heterogen). Setelah siswa berkumpul menurut kelompoknya masing-masing, lalu guru memberikan LKS dan bahan ajar untuk bahan diskusi dalam kelompok tersebut. Siswa dalam satu kelompok memberikan kesempatan kepada siswa yang lain untuk saling menjelaskan jawaban mereka.

Guru meminta setiap perwakilan kelompok mempresentasikan jawaban kelompok. Selanjunya Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan materi yang belum dipahami. Di akhir pembelajaran guru memberi kuis individu yang hasilnya digunakan untuk membuat skor individu dan kelompok, selanjutnya memberikan sebutan 3 kelompok terbaik ( kelompok baik, hebat dan super) berdasarkan skor kemajuan.

Secara singkat sintaks (fase-fase) dalam pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing yang dilaksanakan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Fase I : persiapan (penyajian materi)

Fase II :kerja kelompok, diskusi (anggota kelompok berdasarkan prestasi yang heterogen) Fase II : presentasi kelas dan refleksi

Fase IV : rekognisi (penguatan)

Fase V : Tes Individu (dilakukan di akhir pembelajaran dan digunakan untuk menentukan skor kemajuan dan nilai individu)

Fase VI : Penghargaan kelompok (kelompok baik, hebat dan super)

Tabel 1. Perhitungan Skor Kemajuan Individu

Skor kuis Poin kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 10 – 1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30

Kertas jawaban sempurna 30

(12)

8

adalah kelompok D dengan skor tim 90, kelompok sangat baik kelompak E dengan skor tim 80 dan kelompok baik kelompok C dengan skor 75.

Deskripsi Data Kreativitas Belajar.

Data penelitian mengenai kreativitas belajar siswa diperoleh dari angket kreativitas belajar yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Deskripsi data tentang kreativitas belajar untuk kelompok eksperimen adalah jumlah responden (N) = 40 siswa dengan skor tertinggi = 103, skor terendah = 58, mean (x) = 81,80, median (Me) = 82,90, modus = 85,02, standar deviasi = 10,86. Mean lebih rendah daripada median dan modus sehingga dapat digambarkan grafik condong ke kiri menunjukkan mayoritas data mendekati modus. Berikut disajikan tabel distribusi frekuensi kreativitas belajar kelas eksperimen.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kreativitas Belajar IT (Inkuiri Terbimbing) Kategori Interval Frekuensi Prosentase Sangat baik 94 –105 5 12,50 %

Baik 82 – 93 17 42,50 % Sedang 70 – 81 12 30,00 % Kurang 58 – 69 6 15,00 %

Jumlah 40 100

Dalam penerapan IT kreativitas belajar siswa pada ketegori sangat baik sebanyak 5 siswa dengan prosentase12,5%, kategori baik sebanyak 17 siswa dengan prosentase 42,5%, sedang sebanyak 12 siswa prosentase 30% dan kurang sebanyak 6 siswa prosentase 15%. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kreativitas belajar kelas IT tergolong baik.

Deskripsi data tentang kreativitas belajar untuk kelas kontrol adalah jumlah responden (N) = 40 siswa dengan skor tertinggi = 98, skor terendah = 60, mean (x) = 79,40, median (Me) = 78,67, modus = 77,10 standar deviasi = 10,65. Mean lebih tinggi daripada median dan modus sehingga dapat digambarkan grafik condong ke kanan menunjukkan mayoritas data mendekati mean. Berikut disajikan tabel distribusi frekuensi konsep diri kelas kontrol.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kreativitas belajar kelas kontrol STAD

Kategori Interval Frekuensi Prosentase

Sangat baik 94 –105 4 10,00 % Baik 82 – 93 12 30,00 % Sedang 70 – 81 17 42,50 % Kurang 58 – 69 7 17,50 %

Jumlah 40 100

(13)

9

30,00%, sedang sebanyak 17 siswa prosentase 42,50% dan kurang sebanyak 7 siswa prosentase 17,50%. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa kreativitas belajar kelas kontrol tergolong sedang.

Selanjutnya untuk kepentingan uji hipotesis dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan tersebut berdasarkan kriteria kelompok tinggi dengan skor lebih dari rata-rata ditambah setengah kali simpangan baku, kelompok sedang dengan skor dari rata-rata dikurangi setengah kali simpangan baku sampai dengan rata-rata ditambah setengah kali simpangan baku, kelompok rendah dengan skor kurang dari rata-rata dikurangi setengah kali simpangan baku yang diukur dari penyajian data tunggal.

Tabel 4. Hasil Pengelompokan Data kreativitas Belajar

Kreativitas

belajar Eksperimen IT Kontrol STAD Jumlah

Tinggi 13 13 26 diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Deskripsi data tentang konsep diri untuk kelompok eksperimen adalah jumlah responden (N) = 40 siswa dengan skor tertinggi = 98, skor terendah = 60, mean (x) = 74,15, median (Me) = 75,36, modus = 77,00, standar deviasi = 9,29. Mean lebih rendah daripada median dan modus sehingga dapat digambarkan grafik condong ke kiri menunjukkan mayoritas data mendekati modus.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Konsep Diri kelas IT (Inkuiri Terbimbing)

(14)

10

Deskripsi data tentang konsep diri untuk kelas kontrol adalah jumlah responden (N) = 40 siswa dengan skor tertinggi = 81, skor terendah = 48, mean (x) = 69,28, median (Me) = 70,03, modus = 74,26 standar deviasi = 10,15. Mean lebih rendah daripada median dan modus sehingga dapat digambarkan grafik condong ke kiri menunjukkan mayoritas data mendekati modus.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Konsep diri kelas STAD

Kategori Interval Frekuensi Prosentase

Dalam kelas STAD konsep diri siswa pada ketegori sangat baik sebanyak 0 siswa, kategori baik sebanyak 16 siswa dengan prosentase 40,00%, sedang sebanyak 15 siswa prosentase 37,50% dan kurang sebanyak 9 siswa prosentase 22,50%. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa konsep diri kelas kontrol tergolong tinggi.

Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan ukuran sel tak sama, untuk sumber variasi strategi pembelajaran pada taraf signifikansi

α

= 0,05

menunjukkan diperoleh nilai F obs = 13,340 > 3,96 = F0,05;1;74, sehingga Fobs ∈ DK. Oleh karena itu H0A ditolak, ini berarti terdapat perbedaan rerata yang signifikan dari faktor strategi pembelajaran terhadap konsep diri siswa pada materi fluida statis. Selanjutnya dengan melihat rataan marginal masing-masing kelompok, rataan marginal yang diperoleh siswa-siswa yang diberi pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing sebesar 73,634 sedang rataan marginal yang diperoleh siswa-siswa yang diberi pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar 69,454. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk hipotesis pertama bahwa strategi pembelajaran inkuiri terbimbing menghasilkan konsep diri lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran fisika pada materi fluida statis.

(15)

11

peningkatan keterlibatan siswa dan kepentingan dengan pembelajaran inkuiri terbimbing. Siswa mampu memahami beberapa konsep abstrak lebih cepat dan mempertahankan konsep yang lebih lama. Sen (2015) menjelaskan POGIL (process oriented guided inquiry learning) meningkatkan pendekatan penguasaan siswa, nilai tugas, kontrol keyakinan belajar, kemampuan diri untuk belajar dan kinerja, berpikir kritis, membantu mencari rekan belajar, waktu / manajemen lingkungan belajar. Dengan demikian, POGIL sangat membantu untuk pengembangan diri siswa ditinjau dengan keterampilan belajar.

Sanjaya (2013) menjelaskan strategi pembelajaran inkuiri menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. siswa belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. Ciri utama strategi pembelajaran inkuiri terbimbing diantaranya menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Dalam proses pempbelajaran siswa tidak hanya sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self-belief). Dengan demikian inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.

Penerapan strategi inkuiri terbimbing mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran saja, akan tetapi bagaimana siswa dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia dapat menguasai materi pelajaran. Mereka yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal.

Jadi tujuan utama pembelajaran inkuiri ini menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan ketrampilan berfikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu siswa. Siswa merumuskan dan menemukan jawaban atas permasalahan sendiri didalam kelompok sehingga menjadi lebih bermagna dan dapat menambah percaya diri ataupun konsep dirinya.

(16)

12

orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya

Hal ini dapat dilihat pada fase proses pembelajaran inkuiri terbimbing pada penelitian ini fase 1 kerja kelompok atau diskusi dan fase 2 meliputi kegiatan eksplorasi dan transformasi melalui identifikasi , merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data melalui merancang dan melakukan eksperimen, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Lembar kerja siswa (LKS) sangat diperlukan untuk membantu penguasaan materi. Fase 4 mempresentasikan hasil dari kerja inkuiri juga sangat membantu siswa untuk menumbuhkan sikap percaya diri dan konsep dirinya.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat pada fase 1 dari fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pelajaran. Perbedaannya dengan konvensional terletak pada fase 3 yaitu prentasi dan fase 6 adanya pemberian penghargaan pada kelompok.

Pada Strategi kooperatif tipe STAD walaupun ada fase 3 presentasi yang dapat meningkatkan konsep diri siswa, tetapi pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD lebih menekankan pada kerja kelompok dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai materi pelajaran tersebut dan penghargaan kelompok melalui kuis. Aktivitas yang dilakukan siswa tidak untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan hanya mengingat atau menerapkan konsep yang sudah diinformasikan oleh guru, sehingga kurang dapat menumbuhkan sikap percaya diri atau konsep diri.

(17)

13

yang diperoleh siswa-siswa yang mempunyai kreativitas tinggi sebesar 78,769 kreativitas sedang sebesar 73,643 dan kreativitas rendah sebesar 64,82.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk hipotesis kedua bahwa pada pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing maupun dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD, mereka yang mempunyai kreativitas kategori tinggi menghasilkan konsep diri lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kreativitas kategori sedang, dan mereka yang mempunyai kreativitas kategori sedang menghasilkan konsep diri lebih baik dibandingkan dengan mereka yang mempunyai kreativitas kategori rendah.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian Blomfield (2010) yang menunjukan bahawa remaja yang sosial ekonominya rendah yang berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah memiliki kepercayaan diri dan konsep diri lebih positif dari pada remaja yang tidak berpartisipasi dalam kegitan ekstrakurikuler. Davies (2013) menunjukkan bahwa keuntungan dalam keyakinan guru dan kemampuan mengidentifikasi potensi kreatif peserta didik selain pergeseran nilai yang berdampak langsung pada konsep diri mereka juga menjadi guru yang efektif mempromosikan pembelajaran yang efektif.

Dalam proses pembelajaran diperlukan kreativitas agar siswa lebih dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru, serta dapat berpartisipasi aktif dalam proses dalam proses pembelajaran. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, apabila pada diri siswa terdapat kreativitas yang menyebabkan mereka berbuat sesuatu. Menurut Asrori (2008) ciri kreativitas diantaranya adalah memiliki inisiatif, cenderung kritis terhadap orang lain, berani menyatakan pendapat dan keyakinannya, percaya diri sendiri. Kreativitas merupakan kemampuan menginterprestasi pengalaman dan memecahkan masalah dengan cara baru dan asli dengan berpikir yang divergen, berpikir yang produktif dan berdaya cipta karena adanya kecenderungan dalam diri seseorang untuk mengaktualisasi diri, mewujudkan potensi dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuannya.

(18)

14

Yusuf (2008), menurut Maslow seseorang akan memiliki kepribadian yang sehat apabila dia telah mampu untuk mengaktualisasi dirinya secara penuh (self-actualizing person) yaitu mempunyai ciri-ciri diantaranya sikap percaya diri, bijak dan baik, energik dan optimis, berani dan bertanggung jawab. Sikap seseorang mengenai dirinya merupakan konsep diri, bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial tempat individu itu hidup. Lingkungan keluarga dan sekolah berperan besar dalam pembentukan konsep diri. Proses pembelajaran terjadi interaksi antar siswa dan dengan guru, siswa akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan kreatifitas belajar sangat mendukung terbentuknya kepribadian yang sehat dan konsep diri yang tinggi. Semakin tinggi kreativitas belajar siswa akan menghasilkan konsep diri maupun kepercayaan diri yang tinggi pula yang akhirnya mendapatkan prestasinya optimal.

Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan ukuran sel tak sama untuk sumber variasi interaksi antara model pembelajaran dengan kreativitas pada taraf signifikansi

α

= 0,05 menunjukkan diperoleh nilai F obs = 4,861 > 3,11 = F0,05; 2; 74,

(19)

15

Dari hasil uji komparasi rataan antar sel pada strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode Scheffe diperoleh kesimpulan bahwa mereka yang mempunyai kreativitas sedang menghasilkan konsep diri yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang mempunyai kreativitas rendah. Sedangkan mereka yang mempunyai kreativitas tinggi walaupun rataan lebih baik dibandingkan kreativitas sedang, tidak menghasilkan konsep diri yang lebih baik.

Hal ini menunjukkan bahwa disamping kreativitas belajar dan strategi pembelajaran masih ada faktor lain yang mempengaruhi konsep diri. Menurut Puspasari

(2007) proses pengenalan diri sendiri banyak terpengaruh oleh faktor eksternal yang mengikuti perkembangan seorang anak diantaranya, pengaruh keterbatasan ekonomi, isolasi lingkungan ataupun pengaruh dari usia memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap proses pengenalan diri. Yusuf (2008) perkembangan self-concept dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah, harapan orang tua, kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa, tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga dan hubungan dalam keluarga.

Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh (2014), ada hubungan yang signifikan antara efek gabungan dari konsep diri dan kebiasaan belajar terhadap prestasi akademis dalam matematika. Ugur (2015) menyimpulkan bahwa persepsi diri siswa berubah ketika siswa belajar dan meningkatkan kesadaran mereka tentang bagaimana anggapan teman-temannya mengenai karakteristik tertentu. Riyadi (2015) yang menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri dapat digunakan sebagai pembentuk konsep diri yang positif dan hasil belajar di sekolah. Nurhidayati (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengaruh metode pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.

(20)

16

Pada dasarnya pemilihan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan yang akan dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik serta situasi tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Strategi pembelajaran hendaknya dilandasi prinsip efisiensi dan efektivitas dalam mencapai pencapaian tujuan dan tingkat keterlibatan peserta didik agar peserta didik dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran secara optimal. Asumsi tentang siswa sebagai subyek pembelajaran yaitu siswa adalah manusia dalam tahap perkembangan, memiliki kemampuan yang berbeda, merupakan insan yang aktif, kreatif, dinamis dalam menghadapi lingkungan dan memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya serta pengakuan akan keberadaanya.

PENUTUP

Berdasarkan landasan teori dan didukung hasil analisis variansi dua jalan dan hasil uji lanjut pada taraf signifikansi

α

= 0,05 menunjukkan, terdapat pengaruh yang signifikan

penggunaan strategi pembelajaran inkuri terbimbing dan kooperatif tipe STAD terhadap konsep diri siswa pada mata pelajaran fisika materi fluida statis kelas X semester genap tahun pelajaran 2015/2016 (Fhitung = 13,340 > 3,96 = Ftabel). Pada siswa-siswa yang diberi pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing menghasilkan konsep diri yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa yang diberi pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD, (rata-rata marginal Inkuiri XA1.= 73,63 > 69,45 =XA2. rata-rata marginal STAD ).

Pada taraf signifikansi

α

= 0,05 menunjukkan, terdapat pengaruh yang signifnifikan

antara kreativitas belajar fisika terhadap konsep diri siswa pada materi fluida statis (Fhitung = 73,069 > 3,11 = Ftabel). Pada siswa-siswa yang mempunyai kreativitas belajar tinggi menghasilkan konsep diri yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa yang mempunyai kreativitas belajar sedang (F1-2 = 12,94 > 6,22 = Ftabel dan XB1.= 78,769 >

(21)

17

11,650 = Ftabel, F12-13 = 17,887 > 11,650 = Ftabel dan X11.= 82,615 > 73,286 =X12, X12.=

73,286 > 65,000 =X13).

DAFTAR PUSTAKA

Asrori, M. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.

Blomfield, C. J. & Barber, B.L. 2010. “Developmental Experiences During Extracurricular Activities And Australian Adolescents’ Self-Concept: Particularly Important For Youth From Disadvantaged Schools”. Empirical Research J Youth Adolescence. 40 (10): 582-594.

Davies, T.2013. “Incorporating Creativity into Teachers Practice and Self-Concept of

Professional Identity”.Journal of Educational Change. 14 (1) : 51-71.

Hurlock, E.B. 1986. Personality Development. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company.

Jin, G & Bierma,T.J. 2011. “Guided-Inquiry Learning in Environmental Health”. Journal of Environmental Health. 73 ( 6) : 80-85.

Nurhidayati, S. et.al. 2015. “Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Biologi Siswa”. Jurnal Kependidikan. 14(3) : 285-294.

Puspasari, A. 2007. Mengukur Konsep Diri anak. Jakarta: Gramedia

Riyadi, W. 2015. “Hubungan Konsep Diri dan Hasil Belajar Fisika melalui pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas XI SMK Purnama 2 Gombong Tahun pelajaran 2014/2015". Jurnal Radiasi. 6 (1) : 38-41.

Singh, P. 2014. Interaction Effect of Self-Concept and Study Habits on Academic Achievement in Mathematics. International Journal of Science and Research (IJSR). 4 (11) : 482-485.

Slavin, R. E. 2008. Cooperative Learning : Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media.

Soltis, R. et.al. 2015. “Process-oriented guided inquiry Learning strategy enhances students’ higher level thinking skills in a pharmaceutical sciences course”. American Journal of Pharmaceutical Education. 79 (1) : 1-7.

Sanjaya, W. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sutama, et. al. 2013. Pembelajaran Matematika Konstektual. Sukoharjo : Kafilah Publising.

(22)

18

Gambar

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kreativitas Belajar IT (Inkuiri Terbimbing)
Tabel 4. Hasil Pengelompokan Data kreativitas Belajar
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Konsep diri  kelas STAD

Referensi

Dokumen terkait

Yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menerima segala sanksi hukum terhadap diri pribadi maupun terhadap perusahaannya, jika keterangan-keterangan di atas ternyata tidak

Laporan Praktik Kerja Lapangan yang berjudul “Optimalisasi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perdesaan Dan Perkotaan Di Dinas Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah Kota

[r]

minuman tradisional yang bisa mengajak masyarakat untuk kembali mengkonsumsi. minuman tradisional sehingga minuman tradisional kembali populer saat

Keahlian  Merupakan kristalisasi dari kompetensi keahlian yang harus dikuasai oleh peserta didik untuk dapat bekerja sesuai dengan standart kompetensi kerja nasional

Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai pengembangan digital library yang ditujukan untuk perpustakaan Smk Yasmida Ambarawa .Teknologi dan komunikasi tak

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi dokumen penawaran paket pekerjaan Peningkatan Jalan Dengan Konstruksi HRS-Base dalam kawasan Perumahan RSS Oesapa dan

 Proses production (produksi) multimedia diilustrasikan secara sekuensial dan benar mulai content creation sampai dengan build beta version..  Proses produksi