• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar Sarjana Farmasi (S.Far)

OLEH :

ABDUL ARIEF AZTER NIM : 105102003313

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii

NAMA : ABDUL ARIEF AZTER

NIM : 105102003313

JUDUL : UJI EFEK EKSTRAK ETANOL HERBA TAPAK LIMAN (Elephantopus scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt.

NIP : 1956010619851010001 NIP : 130811664

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

iii

scaber L) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI KAFEINA

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh

ABDUL ARIEF AZTER NIM : 105102003313

Pembimbing

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt.

Pembimbing I Pembimbing II

Penguji

Nurmeilis, M.Si, Apt. Farida Sulistiawati, M.Si, Apt. Yardi, M.Si, Apt. Penguji I Penguji II Penguji III

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt.

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And.

(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN.

JAKARTA, SEPTEMBER 2009

(5)

i

Judul : Uji Efek Ekstrak Etanol Herba Tapak Liman (Elephantopus scaber L) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Kefeina

Herba tapak liman (Elephantopus scaber L) digunakan secara empiris

untuk menurunkan kadar asam urat darah. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa ekstrak etanol herba tapak liman (Elephantopus scaber L) yang diberikan pada tikus putih jantan yang telah diinduksi kafeina dengan dosis 27 mg/200 g BB tikus dapat menurunkan asam urat darah pada tikus. Pemberian ekstrak etanol

herba tapak liman (Elephantopus scaber L) diberikan dengan variasi

dosis yaitu dosis rendah = 175 mg/200 g BB tikus, dosis sedang = 350 mg/200 g BB tikus dan dosis tinggi = 700 mg/200 g BB tikus serta alopurinol 36 mg/200 g BB tikus sebagai kontrol positif. Hasil kadar asam urat darah setelah hari ke-15 menunjukkan bahwa dosis 350 mg/200 g BB tikus yang memberikan presentase penurunan asam urat darah terbesar yaitu 43 %. Hasil analisa statistik hari ke-15 dengan uji ANOVA satu arah dan BNT menunjukkan semua kelompok ekstrak uji

tidak ada perbedaan secara bermakna (p ≥ 0.05) dengan kelompok

normal.

Kata kunci : ekstrak etanol, tapak liman (Elephantopus scaber L),

(6)

ii

Title : The Effect Ethanol Extract of Tapak Liman Herb (Elephantopus scaber L) Test to Decrease Levels of Uric Acid Blood in White Male Rat Induced by Caffeine

Tapak liman herb (Elephantopus scaber L) is used empirically to reduce the blood uric acid levels. This research was conducted to prove that the

ethanol extract of tapak liman herb (Elephantopus scaber L) given to

white male rat that had been induced by caffeine 27 mg/200 g dose of BB rats could lower blood uric acid in rats. Provision of ethanol extract

of tapak liman herb (Elephantopus scaber L) were given with dose

variations, they were low dose = 175 mg/200 g of BB rats, moderate dose = 350 mg/200 g of BB rats and high dose = 700 mg/200 g of BB rats and allopurinol 36 mg/200 g BB of rat as a positive control. The

results of blood uric acid levels after the 15th day showed that the dose

of 350 mg/200 g of BB rats that give a percentage decrease in blood uric acid which was the largest 43%. The results of statistical analysis

of the 15th day with a one-way ANOVA test and the BNT showed all

the extracts tested had no significant differences (p ≥ 0.05) with the normal group that.

Keywords : ethanol extract, tapak liman herb (Elephantopus scaber L),

(7)

iii

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena dengan segala rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan

judul “Uji Efek Ekstrak Etanol Herba Tapak Liman (Elephantopus scaber L)

Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Kefeina”. Penyusunan skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan kali ini kami dengan segala

kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Kedua orang tua saya yaitu Bapak Asterman dan Ibu Zulhasnatety serta

adik-adik saya yaitu Nur’aini Suci Fauziah dan Ahmad Akbar Azter yang

selalu memberikan dorongan moril, materil dan spiritual hingga selesainya

skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. DR. (hc). dr. M. K. Tadjudin Sp.And. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. M. Yanis Musdja M.Sc, Apt. dan Bapak Drs. Ahmad Musir

M.Sc, Apt. yang memberikan mendampingi dan memberi dukungan

(8)

iv Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Para staf akademika dan karyawan Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Drs. Zamzami Kiram, M.M. yang telah membantu segala urusan

penulis berkaitan dengan masalah administrasi baik dari tingkat program

studi, fakultas maupun universitas.

8. Teman-teman program studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya angkatan 2005 yang memberikan dukungan, sehingga saya bisa

menyelesaikan skripsi saya ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir yang skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat

kekurangan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis. Untuk itu saran

dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan. Penulis berharap skripsi ini

dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga segala bantuan yang telah

diberikan kepada penulis akan mendapat balasan, rahmat dan ridho dari Allah

SWT, Amin.

Jakarta, September 2009

(9)

v

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Tapak Liman ... 5

2.1.1 Klasifikasi ... 5

2.1.2 Sinonim ... 5

2.1.3 Nama Daerah ... 5

2.1.4 Morfologi ... 6

2.1.5 Budidaya ... 6

2.1.6 Ekologi dan Penyebaran ... 6

2.1.7 Bagian Tanaman Yang Digunakan ... 7

2.1.8 Kandungan Kimia ... 7

2.1.9 Penggunaan ... 7

2.1.10 Keanekaragaman ... 7

2.1.11 Simplisia ... 7

2.2 Ekstrak, Simplisia dan Ekstraksi ... 9

2.2.1 Pengertian ... 9

2.2.2 Metode Ekstraksi ... 11

2.3 Asam Urat ... 13

2.3.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Urat ... 14

2.3.2 Metabolisme Asam Urat ... 15

2.3.3 Patologis Asam Urat ... 17

2.3.4 Obat Anti Hiperurisemia ... 19

2.4 Kafeina ... 22

2.5 Na-CMC ... 23

2.5.1 Sinonim ... 24

2.5.2 Berat Molekul ... 24

2.5.3 Pemerian ... 24

2.5.4 Kelarutan ... 24

(10)

vi

2.5.9 Konsentrasi ... 25

2.6 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Dalam Darah ... 25

2.6.1 Metode Enzimatik Spektofotometer UV-Vis ... 25

2.6.2 Tes Strip Asam Urat ... 26

2.7 Tinjauan Hewan Coba ... 26

BABIII KERANGKA KONSEP ... 28

BABIV METODOLOGI PENELITIAN ... 29

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 29

4.2 Hewan dan Bahan Uji ... 29

4.2.1 Hewan Uji ... 29

4.2.2 Bahan Uji ... 29

4.2.3 Bahan Kimia ... 30

4.3 Alat-Alat ... 30

4.4 Metode Penelitian ... 30

4.4.1 Pembuatan Simplisia ... 30

4.4.2 Ekstraksi ... 30

4.4.3 Uji Penapisan Fitokimia ... 31

4.4.4 Persiapan Hewan Uji ... 33

4.4.5 Rancangan Percobaan ... 33

4.4.6 Pembuatan Sediaan Uji dan Dosis ... 34

4.4.7 Penyiapan Larutan Uji ... 35

4.4.7 Percobaan ... 35

4.4.8 Cara Pengambilan Darah ... 36

4.4.9 Pengukuran Kadar Asam Urat Darah ... 36

4.4.10 Uji Statistik Terhadap Kadar Aasm Urat Darah ... 36

BABV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1 Hasil Penelitian... 37

5.1.1 Determinasi Tanaman ... 37

5.1.2 Ekstraksi ... 37

5.1.3 Penapisan Fitokimia ... 37

5.1.4 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat Darah... 38

5.1.5 Uji Statistik Kadar Asam Urat Darah... 39

5.2 Pembahasan ... 39

BABVI KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(11)

vii

Halaman Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji ... 34 Tabel 2. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia serbuk herba tapak liman ... 38 Tabel 3. Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat darah selama percobaan

(mg/dl) ... 39 Tabel 4. Hasil persentase penurunan kadar asam urat darah rata-rata

[image:11.595.115.504.263.603.2]

kelompok ekstrak uji dan kontrol pembanding ... 42 Tabel 5. Hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan uji selengkapnya

(12)

viii

Halaman

Gambar 1. Struktur asam urat ... 13

Gambar 2. Metabolisme purin menjadi asam urat ... 15

Gambar 3. Struktur alopurinol ... 21

Gambar 4. Struktur kafeina ... 22

Gambar 5. Struktur Na-CMC ... 23

Gambar 6. Kurva kadar asam urat rata-rata hewan uji selama percobaan ... 38

Gambar 7. Tanaman tapak liman (Elephantopus scaber L)... 51

Gambar 8. Tikus putih jantan galur Sprague-Dawley ... 51

Gambar 9. Pemberian sediaan secara oral ... 51

Gambar 10. Vacuum Rotary Evaporator ... 52

Gambar 11. Timbangan analitik ... 52

Gambar 12. Timbangan tikus ... 52

Gambar 13. Timbangan ... 52

(13)

ix

Halaman

Lampiran 1. Hasil determinasi tanaman tapak liman (Elephantopus

scaber L) ... 48

Lampiran 2. Surat keterangan galur hewan uji ... 49

Lampiran 3. Bahan dan hewan uji ... 50

Lampiran 4. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ... 51

Lampiran 5. Skema proses ekstraksi ... 52

Lampiran 6. Skema uji efek penurunan kadar asam urat darah ... 53

Lampiran 7. Perhitungan rendemen dan dosis ekstrak kental herba tapak liman (Elephantopus scaber L) ... 54

Lampiran 8. Pembuatan sediaan uji ... 55

Lampiran 9. Hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan uji selama percobaan ... 56

Lampiran 10. Uji normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan uji ... 57

Lampiran 11. Uji homogenitas (Lavene) terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan uji ... 58

(14)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme perusakan senyawa purin,

suatu nukleotida yang mempunyai banyak peran dalam berlangsungnya fungsi sel.

Pada manusia, asam urat dieksresikan didalam urin, tetapi dalam mamalia lain,

asam urat dioksidasi lebih lanjut menjadi alantoin dikatalisasi oleh enzim urikase

(Murray et al, 2003).

Kadar asam urat normal pada manusia sekitar 4 mg/dl. Kadar asam urat dalam

darah dapat meningkat melebihi kadar normal (hiperurisemia), karena adanya

peningkatan produksi asam urat atau penurunan eksresinya. Peningkatan kadar

asam urat darah dapat menyebabkan penumpukan kristal asam urat yang terbentuk

seperti jarum terutama di persendian. Akibatnya akan menimbulkan rasa sakit

pada persendian tersebut. Keadaan ini dikenal sebagai penyakit gout atau artritis

pirai(Kasper et al, 2004).

Prevalensi penyakit gout di Indonesia sebesar 1,7 % untuk daerah pedesaan

dan 4,8 % untuk daerah perkotaan. Pada tahun 1999, menurut penelitian,

prevalensi gout dan hiperurisemia di USA adalah 41 per 1000, dan di UK

prevalensi gout adalah 14 per 1000 (Bandolier team, 2005).

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Nasional Cipto

(15)

meningkat dan ada kecenderungan diderita pada usia semakin muda, yaitu

kelompok usia produktif (30 sampai 50 tahun). Oleh karena itu, jika penyakit ini

tidak ditangani secara tidak tepat, maka gangguan yang ditimbulkan dapat

menurunkan produktivitas kerja (Krisnatuti et al, 1997).

Diperkirakan bahwa gangguan asam urat terjadi pada 840 dari setiap 100.000

orang, dan mewakili sekitar 5 % dari total penyakit radang sendi. Penyakit ini

dapat dikelompokkan menjadi bentuk gout primer yang umum terjadi (90 %

kasus). Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tapi diperkirakan akibat

kelainan proses metabolisme dalam tubuh. Umumnya dialami oleh laki-laki

berusia lebih dari 30 tahun. Sedangkan gout sekunder (10 % kasus) dialami oleh

umumnya wanita setelah menopause. Penyebabnya karena gangguan hormon

(Redaksi VitaHealth, 2008).

Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan dari bahan alam yang lebih murah

dan memiliki potensi yang lebih baik yang berasal dari bahan alam yaitu obat

tradisional mengingat sumber daya alam Indonesia yang beragam akan tanaman

obat. Selain itu obat-obat yang berasal dari bahan alam terbukti secara empiris

lebih akan digunakan dalam penggunaan jangka panjang dibanding dengan

obat-obat sintesis.

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar

di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati melalui

penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan dalam

tanaman obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia (Herlina, 2005).

Hal ini disebabkan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia untuk mengobati suatu

(16)

turun temurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi persyaratan. Salah

satu tanaman obat yang secara tradisional digunakan untuk mengobati asam urat

adalah tapak liman (Elephantopus scaber L) suku Asteraceae. Diduga tumbuhan

ini berasal dari Amerika di daerah tropik. Tumbuhan ini telah lama dimasukkan ke

pulau Jawa dan sekarang meluas di daerah rendah sampai ketinggian tempat

kurang dari 1.200 m di atas permukaan laut. Tumbuhan merupakan gulma, pada

tempat-tempat tertentu sering ditemukan dalam jumlah banyak terutama di

lapangan rumput (Depkes RI, 1996; Depkes RI, 1989; Yuniarti, 2008).

Secara umum menurut beberapa pustaka, dari hasil penelitian tapak liman

mempunyai efek farnakologik untuk mengobati disentri, obat demam, malaria,

kurang darah, batuk, sariawan, influenza, peradangan amandel, radang tenggorok,

radang mata, diare, gigitan ular, Epidemic encephalitis B, sakit kuning,

memperbaiki fungsi hati, busung air (ascites), radang ginjal yang akut dan kronik,

bisul, eksema, radang rahim, keputihan, mempermudah kehamilan, pengobatan

sesudah bersalin, pelembut kaki, peluruh dahak, peluruh haid, pembersih dahak,

pengelat dan juga sebagai astringent, laktagoga. Serta memiliki kandungan kimia

antara lain Flavonoid luteolin-7 glukosida, epipriedelinol, lupeol, stigmaserin,

triacontan-1-ol, dotria-contan-1-ol, lupeol acetat, deoxyelephantopin,

isodeoxyelephantopin (Depkes RI, 1996; Depkes RI, 1989; Yuniarti, 2008).

Penelitian farmakologis dengan tahap pengujian secara sistematik,

menggunakan metode uji asam urat yang tepat harus digunakan agar hasilnya

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bermanfaat bagi masyarakat dan

dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Hal tersebut melatarbelakangi

(17)

(Elephantopus scaber L) untuk menurunkan kadar asam urat darah hewan coba. Dalam hal ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia yang diinduksi oleh kafeina sebagai

metode uji asam urat praklinis yang mendekati keadaan penderita asam urat yang

sebenarnya dan pemeriksaan kadar asam urat darahnya menggunakan metode tes

strip asam urat.

1.2Perumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol herba tapak liman (Elephantopus scaber L) memiliki

kemampuan menurunkan kadar asam urat darah.

1.3Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan khasiat ekstrak etanol herba tapak liman (Elephantopus

scaber L) dalam menurunkan kadar asam urat darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang dibuat hiperurisemia dengan pemberian kafeina.

1.4Hipotesis

Ekstrak etanol herba tapak liman (Elephantopus scaber L) dapat menurunkan

kadar asam urat darah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diinduksi

dengan kafeina.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam

meningkatkan upaya kesehatan dengan mengembangkan obat tradisonal sehingga

(18)

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Tapak Liman (Elephantopus scaber L)

2.1.1 Klasifikasi

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman tapak liman adalah

sebagai berikut (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonale

Subkelas : Asteridae

Bangsa : Asterales

Familia : Asteraceae

Genus : Elephantopus

Jenis : Elephantopus scaber L

2.1.2 Sinonim

Asterocephalus chochinchinensis, Spreng. Scabiosa cochinchinensis, Lour

(Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.1.3 Nama Daerah

Di Indonesia dikenal dengan berbagai nama lokal, Sumatera: Tutup bumi

(19)

tapak liman, tapak tangan (Jawa), talpaktana (Madura). Indonesia: tapak liman

(Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.1.4 Morfologi

Terna, tegak dengan rimpang yang menjalar, tinggi 10 cm sampai 80 cm,

batang kaku, berbulu panjang dan rapat, bercabang. Daun berkumpul dibawah,

membentuk roset, bentuk daun jorong, bundar telur sungsang, panjang 3 cm

sampai 38 cm, lebar 1 cm sampai 6 cm, permukaan daun agak berbulu.

Perbungaan berupa bonggol, banyak, bentuk bulat telur dan sangat tajam, daun

pelindung kaku, daun pembalut dari tiap bunga kepala berbentuk jorong, lanset,

sangat tajam dan berselaput, 4 daun pembalut dibagian luar panjang 5 mm, tidak

berbulu, 4 daun pembalut dibagian dalam panjang 10 mm, berbulu rapat; panjang

mahkota bunga 7 mm sampai 9 mm, berbentuk tabung, berwarna putih, ungu

kemerahan, ungu pucat. Buah merupakan buah longkah, panjang 4 mm, berbulu;

papus berbulu kasar 5, kadang-kadang melebar pada bagian pangkalnya, kaku

berbulu, panjang 5 mm sampai 6 mm (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990;

Yuniarti, 2008).

2.1.5 Budidaya

Di Indonesia tumbuhan ini belum dibudidayakan. Tumbuhan dapat

diperbanyak dengan biji atau dari sobekan tanaman yang tumbuh dari akar

(Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.1.6 Ekologi dan Penyebaran

Diduga tumbuhan ini berasal dari Amerika di daerah tropis. Tumbuhan ini

(20)

sampai ketinggian tempat kurang dari 1.200 m di atas permukaan laut. Tumbuhan

merupakan gulma, pada tempat-tempat tertentu sering ditemukan dalam jumlah

banyak terutama di lapangan rumput (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990;

Yuniarti, 2008).

2.1.7 Bagian Tanaman Yang Digunakan

Daun dan akar (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.1.8 Kandungan Kimia

Flavonoid luteolin-7 glukosida, epipriedelinol, lupeol, stigmaserin,

triacontan-1-ol, dotria-contan-1-ol, lupeol acetat, deoxyelephantopin,

isodeoxyelephantopin (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.1.9 Penggunaan

Daun: Astringen, disentri, laktagoga, obat demam, malaria, batuk,

sariawan mulut. Akar: Obat malaria, kurang darah, batuk, mencret, sariawan

mulut (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.1.10 Keanekaragaman

Keanekaragaman kecil (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti,

2008).

2.1.11 Simplisia

A. Pemerian : Tidak berbau; rasa, mula-mula tidak berasa, lama-lama

agak pahit (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

B. Makroskopik : Daun tunggal, warna hijau tua sampai hijau kelabu, rapuh,

(21)

mengecil, panjang daun 5 cm sampai 25 cm, umumnya 20 cm, lebar 2 cm

sampai 7 cm, umumnya 5 cm. Tepi daun tidak berlekuk atau berlekuk

tidak beraturan, bergerigi tidak rata, permukaan daun berambut. Pada

permukaan bawah, tulang daun lebih menonjol dari pada permukaan atas.

Tangkai daun, panjang kurang lebih 2 cm, berbentuk seperti pelepah,

bagian pangkal membungkus batang (Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990;

Yuniarti, 2008).

C. Mikroskopik : Epidermis atas, jernih, pada penampang tangensial

berbentuk persegi panjang sampai poligonal dengan dinding samping lurus

atau tegak bergelombang. Sel epidermis bawah lebih kecil dari sel

epidermis atas. Stomata tipe anomositik (Ranunculaceae) terdapat lebih

banyak epidermis bawah dari pada di epidermis atas. Rambut penutup

terdiri dari rambut penutup berdinding tebal dan rambut berdinding tipis;

rambut penutup berdinding tebal mempunyai sel pangkal lebar dan 1 sel

ujung yang panjang, bentuk kerucut ramping dengan ujung sel tebal,

runcing, rongga sel kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan; rambut

penutup berdinding tipis terdiri dari 2 sel dengan pangkal lebih dari kecil

dan lebih pendek dari sel ujung. Rambut penutup berdinding tebal pada

epidermis atas umumnya lebih panjang dari pada yang terdapat pada

epidermis bawah. Panjang rambut penutup 270 μm sampai 1.650 μm,

umumnya 400 μm sampai 550 μm. Rambut kelenjar tipe Asteraceae

(Compositae), terdapat pada epidermis atas dan bawah. Jaringan polisade

terdiri dari 1 sampai 2 lapis sel silindrik. Jaringan bunga karang terdiri dari

(22)

mesofil dan di dalam jaringan parenkim dari tulang daun terdapat hablur

kalium oksalat berbentuk roset dan prisma. Berkas pembuluh tipe kolateral

(Depkes RI, 1989; Depkes RI, 1990; Yuniarti, 2008).

2.2Ekstrak, Simplisia dan Ekstraksi 2.2.1 Pengertian

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai (Depkes RI, 2000). Simplisia adalah bahan yang digunakan untuk

obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain

umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (Gunawan, 2004).

Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu

simplisia nabati, hewani, dan pelikan / mineral (Gunawan, 2004).

A. Simplisia nabati : simplisia yang dapat berupa tanaman utuh

bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.

B. Simplisia hewani : simpisia berupa hewan utuh atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.

C. Simplisia pelikan (mineral) : simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa bahan kimia murni

Ekstrak dikelompokkan atas dasar sifatnya, yaitu (Voight, 2005) :

A. Ekstrak encer : sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan

(23)

B. Ekstrak kental : sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat

dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30 %. Tingginya kandungan

air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri.

C. Ekstrak kering : sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah

dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

D. Ekstrak cair : ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian

simplisia sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan

kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang

diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah

terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis (Harbone, 1996). Ekstraksi merupakan

kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Karena

didalam simplisia mengandung senyawa aktif yang berbeda-beda dan mempunyai

struktur kimia yang berbeda-beda, sehingga metode didalam penarikan senyawa

aktif didalam simplisia harus memperhatikan faktor seperti : udara, suhu, cahaya,

logam berat. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi : Pembuatan serbuk,

(24)

2.2.2 Metode Ekstraksi

Macam-macam metode penyarian dalam ekstraksi yang dapat dilakukan

diantaranya (Depkes RI, 2000) :

A. Ekstraksi dengan menggunakan penyari

1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar) secara teknologi termasuk ekstraksi dengan

metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik

berarti dilakukan pengadukan yang kontinu, sedangkan remaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama dan seterusnya.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk

simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat

berpori. Cairan penyari akan menarik zat aktif dalam sel-sel yang terdapat

dalam simplisia.

2. Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut sampai pada temperatur titik

(25)

konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Sokhletasi

Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan penyari yang berbeda. Umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut sampai

jumlah penyari relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan, secara umum

dilakukan pada temperature 40o C-50o C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

mendidih, temperatur terukur 96oC - 98oC selama waktu tertentu (15-20

menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi

zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstrak

ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh

kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak

boleh disimpan lebih dari 24 jam.

e. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan

(26)

f. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi kandungan senyawa mudah menguap

(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisisa) dengan uap air. Cara ini

didasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan

fase uap air dari ketel secara berlanjut sampai sempurna dan diakhiri

dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama

senyawa kandungan yang memisah sempurna sebagian.

3. Cara ekstraksi lainnya

a. Ekstraksi ultrasonik

Ekstraksi dengan menggunakan gelombang ultrasonik (lebih dari

20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstraksi dengan prinsip

meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelombang

spontan serta menimbulkan fraksi interfase.

b. Ekstraksi energi lisrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet

serta elektrik discharges yang dapat mempercepat proses ekstraksi dan

meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelombang spontan

dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.

[image:26.595.118.514.241.721.2]

2.3Asam Urat

(27)

2.3.1 Sifat Fisika dan Kimia Asam Urat

Asam urat dikenal dengan nama kimia sebagai 2,6,8-trioksipurin

merupakan asam lemah organik dengan berat molekul 169. Asam urat merupakan

senyawa yang termasuk dalam golongan senyawa purin yang paling mudah

dioksidasi. Oksidasi asam urat dalam bentuk larutan netral dan alkalis

menghasilkan karbondioksida serta terbentuknya alantoin dan produksi degredasi

lainnya pada suasana asam, asam urat teroksidasi menjadi aloksan (Kasper et al,

2004).

Asam urat yang bersifat asam lemah disebabkan dari mudah terionisasinya

atom hidrogen pada posisi 9 (pK1 = 5,71) dan posisi 3 (pK2 = 10) dari molekul

tersebut. Hanya disosiasi proton pertama yang perlu dipertimbangkan, karena pK2

yang bernilai 10,3 berada diatas nilai pada cairan fisiologik yang memilki pH 14.

Jadi hanya asam urat dan garam natrium urat yang terdapat dalam cairan tubuh.

Garam natrium urat jauh lebih larut dalam air bila dibandingkan dengan asam

urat. Namun kelarutan garam tersebut memiliki batas tertentu pada cairan plasma.

Serum darah akan jenuh dengan garam natrium urat pada konsentrasi 6,4 mg/100

ml. Pada konsentrasi tersebut, larutan akan menjadi tidak stabil dan garam natrium

urat akan mengendap dengan cepat membentuk kristal natrium urat yang

(28)
[image:28.595.115.510.122.726.2]

2.3.2 Metabolisme Asam Urat

(29)

Manusia mengubah nukleosida purin yang utama, adenosin dan guanosin

menjadi asam urat yang dieksresikan keluar setelah mengalami beberapa kali

reaksi. Adenosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi ionosin oleh enzim

adenosin deaminase. Fosforisasi ikatan N-glikosidat, akan melepas senyawa

ribosa-1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanosin selanjutnya membentuk

xantin dalam reaksi yang dikatalisasi masing-masing oleh enzim xantin oksidase

dan guanase. Kemudian xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua

yang dikatalisasi oleh enzim xantin oksidase. Dengan demikian, xantin oksidase

merupakan lokasi yang esensial untuk intervensi farmakologis pada penderita

hiperurisemia dan penyakit gout (Rodwell et al, 1998).

Eksresi keseluruhan asam urat pada manusia yang normal berkisar

rata-rata 400-600 mg/24 jam. Duapertiga asam urat yang terbentuk dieliminasi melalui

ginjal, sedangkan sepertiganya melalui saluran pencernaan.

Banyak senyawa yang terdapat secara alami dan digunakan dalam

farmakologi mempengaruhi absorpsi dan sekresi natrium urat pada ginjal. Sebagai

contoh, pemberian aspirin dengan dosis tinggi secara kompetitif akan

menghambat reabsorpsi asam urat sehingga berdampak pada peningkatan eksresi

zat tersebut (Rodwell et al, 1998; Weatheral DJ et al, 1987).

Pada mamalia yang tingkatannya lebih rendah, enzim urikase akan

memecah asam urat dengan membentuk produk akhir alantoin yang bersifat

sangat larut air. Namun demikan, karena manusia tidak mengandung enzim

urikase, maka produk katabolisme senyawa purin pada manusia adalah asam urat.

amfibi, burung, dan reptil juga tidak memiliki enzim urikase dan mengeksresikan

(30)

2.3.3 Patologis Asam Urat

Pada manusia, asam urat merupakan produk buangan akhir dari degradasi

senyawa purin. Zat tersebut tidak memiliki kegunaan fisiologis sehingga dapat

dianggap bahan buangan. Karena ketidakberadaan enzim urikase pada manusia,

maka terdapat kemungkinan adanya timbunan asam urat yang apabila melewati

batas tertentu akan menimbulkan gangguan patologis.

Pada kondisi normal kadar asam urat pada laki-laki 3,4-7,0 mg/dl

sedangkan pada perempuan antara 2,4-5,7 mg/dl. Jika kelebihan produksi ataupun

penurunan eksresi asam urat dalam tubuh akan meningkat yang disebut

hiperurisemia. Keadaan hiperurisemia tersebut dapat menimbulkan penyakit gout

sebagai akibat adanya penimbunan kristal natrium urat pada persendian yang

disertai rasa nyeri (Howkin et al, 1997).

A. Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah suatu keadaan dimana kadar asam urat dalam darah

meningkat dan mengalami kejenuhan. Berdasarkan definisi tersebut

konsentrasi asam urat yang melebihi dari 7,0 mg/dl sudah dianggap

hiperurisemia dan beresiko terkena gout (Howkin et al, 1997).

Hiperurisemia juga dapat dibedakan berdasarkan kenyataan apakah pasien

mengeksresikan asam urat dengan jumlah total atau berlebihan (lebih dari

600 mg/24 jam). Hiperurisemia dapat disebabkan oleh adanya kelainan

ginjal yang menyebabkan kenaikan asam urat serum. Selain itu

peningkatan produksi asam urat akibat suatu penyakit seperti kanker dan

(31)

Beberapa sistem enzim berperan dalam pengaturan metabolisme senyawa

purin. Ketidaknormalan pada sistem tersebut dapat meningkatkan

kenaikan produksi asam urat. Terdapat dua enzim yang berperan dalam

pengaturan metabolisme asam urat yang berhubungan dengan

hiperurisemia. Yang pertama yaitu peningkatan aktifitas enzim fosforibosil

pirofosfat (PRPP). Fosforibosil pirofosfat (PRPP) adalah salah satu zat

kunci dalam pembentukan nukleotida purin dan juga pembentukan asam

urat. Semakin tingginya konsentrasi fosforibosil pirofosfat (PRPP) yang

terbentuk maka asam urat yang diproduksi semakin meningkat. Yang

kedua yaitu defisiensi dari hipoxantin guanin fosforibosi transferasi

(HGRPT). Hipoxantin guanin fosforibosi transferasi (HGRPT)

bertanggung jawab dalam pengubahan guanin menjadi guanosin

monofosfat (GMP) dan hipoxantin menjadi inosin monofosfat (IMP).

Pengubahan tersebut memerlukan PRPP sebagai kosubstrat. Defisiensi

enzim HGRPT dapat meningkatkan metabolisme guanin dan hipoxantin

menjadi asam urat dan juga lebih banyak PRPP yang berinteraksi dengan

glutamin pada langkah pertama metabolisme senyawa purin (Howkin et al.

1997).

B. Gout

Kata gout berasal dari bahasa latin “Gutta” yang berarti “tetes”. Kata

tersebut mulai digunakan sekitar tahun 1270 dan dipercaya bahwa gout

disebabkan oleh tetesan cairan yang beracun “noxa” pada persendian

(Weatheral DJ et al, 1987, Garreth et al, 1995). Penyakit gout merupakan

(32)

pada sekitar jaringan sendi akibat kadar asam urat serum yang melebihi

kelarutannya. Kristalisasi natrium urat dalam jaringan lunak dan

persendian akan membentuk endapan yang dinamakan tofus. Proses ini

menyebabkan suatu reaksi inflamasi akut, yaitu artritis akut gout, yang

dapat berlanjut menjadi artritis kronis gout. Pemeriksaan dengan

mikroskop cahaya terpolarisasi memperlihatkan kristal natrium urat yang

terbentuk jarum dan bersifat berefringen negatif (tampak berwarna kuning

jika sumbu memanjangnya sejajar dengan bidang cahaya terpolarisasi)

dalam cairan sendi merupakan tanda diagnostik penyakit gout.

Keadaan klinis yang khas dengan artritis gout adalah serangan yang

mendadak dari sendi, terutama pada sendi metatarsophalangeal jari

pertama (ibu jari). Serangan pertama kali sangat sakit dan sering dimulai

pada tengah malam. Sendi tersebut cepat membengkak, panas, pembesaran

vena-vena superfisial. Meskipun serangan pertama terjadi pada

metatarsophalangeal ibu jari, tetapi sendi-sendi perifer yang besar seperti

lutut, tumit, pergelangan kaki dan tangan, sering juga terkena.

2.3.4 Obat-Obat Anti Hiperurisemia (Ganiswarna, 1995; Tjay et al, 2002)

A. Obat urikosurik

Obat-obat urikosurik meningkatkan klirens ginjal dari asam urat dengan

menghambat reabsorpsi tubular asam urat, memperbesar eksresi dan

mengurangi konsentrasi asam urat di serum. Terapi dengan obat-obat

urikosurik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari efek

urikosuria dan terbentuknya endapan asam urat. Aliran urin yang teratur

(33)

hari pertama terapi dengan obat urikosurik dapat menghilangkan

kemungkinan adanya kristalisasi asam urat. Efek samping yang sering

terjadi pada pengobatan dengan terapi urikosurik adalah iritasi saluran

pencernaan, ruam kulit, hipersensitivitas, dan kristalisasi asam urat di urin.

Obat-obat urikosurik memiliki kontraindikasi terhadap pasien yang alergi

pada masing-masing obat dan pada penderita yang mengalami

ketidaknormalan fungsi ginjal. Obat-obat urikosurik diantaranya adalah

1. Probenesid

Obat ini biasanya diberikan pada dosis 250 mg dua kali sehari selama 1-2

minggu kemudian dilanjutkan 500 mg selama 2 minggu. Setelah itu dosis

dilanjutkan 500 mg setiap 1-2 minggu hingga keadaan menjadi normal

atau sampai dosis maksimum 3 g.

2. Sufinpirazon

Suatu urikosurik yang poten yang memiliki efek paradoksal antara eksresi

asam urat untuk menurunkan asam urat dalam plasma dengan hemodilusi.

Diberikan dengan dosis mulai dari 50 mg dua kali sehari dan meningkat

secara bertahap setiap 10 hari sekali hingga mencapai dosis pemeliharaan

sebesar 100 mg 3-4 kali sehari.

3. Salisilat

Obat ini memiliki efek paradoksikal dari dosis tinggi dan dosis rendah.

Dosis kecil ( 1 g atau 2 g sehari) meghambat eksresi asam urat, sehingga

kadar asam urat dalam darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya

tidak mengubah eksresi asam urat. Tetapi pada dosis lebih dari 5 g perhari

(34)

urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah

salisilat menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat

juga menghambat reabsorpsinya dengan hasil akhir peningkatan eksresi

asam urat. Efek urikosurik ini bertambah bila urin bersifat basa. Dengan

alkalinasi urin, kelarutan asam urat dalam urin meningkat sehingga tidak

terbentuk kristal asam urat dalam tubuli ginjal.

[image:34.595.119.510.216.582.2]

B. Penghambatan sintesis asam urat (Alopurinol)

Gambar 3. Struktur alopurinol

Alopurinol adalah obat yang diakui poten sebagai penghambat sintesis

asam urat. Baik alopurinol maupun metabolit terbesarnya yaitu

oksipurinol, keduanya bekerja sebagai penghambat enzim xantin oksidase.

Xantin oksidase merupakan enzim yang berperan dalam pengubahan

hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Alopurinol juga

menurunkan konsentrasi intraseluler dari PRPP. Alopurinol mengalami

biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang masa

paruhnya lebih panjang daripada alopurinol. Karena itu alopurinol cukup

diberikan satu kali sehari. Untuk mencegah timbulnya gout akut,

alopurinol dianjurkan diberikan tiap hari sekali sebesar 100 mg peroral.

Dosis untuk penyakit gout ringan 200-400 mg sehari, 400-600 mg sehari

(35)

dosis cukup 200 mg sehari. Dosis untuk hiperurisemia sekunder

100-200 mg sehari. Efek samping yang sering terjadi adalah reaksi kulit. Bila

timbul kemerahan kulit, obat harus dihentikan karena gangguan mungkin

menjadi lebih berat. Reaksi alergi berupa demam, menggigil, dan pruritas

juga pernah dilaporkan. Gangguan saluran cerna juga kadang-kadang

terjadi.

[image:35.595.114.504.216.583.2]

2.4Kafeina (Wade A, 1982; Ganiswarna, 1995)

Gambar 4. Struktur kafeina

Kafeina adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus

metil yang akan di oksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga

dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Maka, dalam penelitian ini

digunakan sebagai penginduksi asam urat yang poten yang dapat menyebabkan

hewan coba menjadi hiperurisemia. (Azizahwati et al, 2005)

Kafeina ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxantine

bersama-sama senyawa teofilin dan teobromin. Pada keadaan asal, kafeina ialah serbuk

putih yang pahit. Rumus kimianya ialah C6H10N4O2 dan nama sistematik kafeina

ialah 1,3,7-trimetilxantine.

Metilxantin cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, parenteral, atau rektal.

(36)

lengkap. Kadar puncak plasma dapat dihasilkan dalam waktu 1 jam, sedangkan

eleminasi metilxantin terutama melalui metabolisme hati sebagian besar

dieksresikan bersama urin dalam bentuk asam urat. Kurang dari 15 % kafeinaa

akan ditemukan di urin dalam bentuk utuh, waktu paruh plasma kafeina antara 3-7

jam.

Dosis letal pada orang dewasa 5-10 g. Terlalu banyak kafeina dapat

menyebabkan intoksikasi kafeina (yaitu mabuk akibat kafeina). Antara gejala

penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan, muka merah, kerap

kencing (diuresis), dan masalah gastrointestinal. Gejala-gejala ini bisa terjadi

walaupun hanya 250 mg kafeina yang diambil. Jika lebih 1 g (15 mg/kg BB) yang

menyebabkan kadar plasma diatas 30 µg/ml. gejala seperti kejangan otot (muscle

twitching), kekusutan pikiran dan perkataan, aritmia kardium (gangguan pada

denyutan jantung) dan bergejolaknya psikomotor (psychomotor agitation) bisa

terjadi. Intoksikasi kafeina juga bisa mengakibatkan kepanikan dan penyakit

kerisauan.

[image:36.595.111.507.386.714.2]

2.5Na-CMC (Wade A et al, 1994)

(37)

2.5.1 Sinonim

Carboxymethylcellulosum natricum, carboxymethyl sodium, cellulose

gum USP XXII mendeskripsikan CMC Na sebagai garam natrum sodium dari

policarboxy methyl ether dari selulosa.

2.5.2 Berat Molekul

90.0 – 700.000.

2.5.3 Pemerian

Warna putih, tidak berbau, serbuk bergranul.

2.5.4 Kelarutan

Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter dan toluen, mudah terdispersi

dalam air pada seluruh temperatur membentuk larutan koloid yang bening.

2.5.5 Stabilitas

CMC Na stabil, materi higroskopik, pada kondisi lembab CMC Na dapat

menyerap air dalam kuantitas yang besar (>50%) pada tablet hal ini diasosiasikan

dengan penurunan kekerasan tablet dan meningkatkan waktu desintegran.

2.5.6 OTT

Larutan asam, garam besi terlarut, beberapa logam alumunium, merkuri,

(38)

2.5.7 Fungsi

[image:38.595.113.504.306.566.2]

Agen penyalut, desintegran (penghancur) tablet dan kapsul, pengikat

tablet, stabilizing agent, suspending agent, agen pengikat viskositas.

2.5.8 Aplikasi

CMC Na biasa digunakan pada formula oral dan topikal, CMC Na

digunakan sebagai pengikat tablet dan desintegran, konsentrasi yang lebih tinggi

biasanya 4 – 6%, nilai viskositas medium digunakan untuk menghasilkan gel yang

dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pasta.

2.5.9 Konsentrasi

Sebagai suspending agent 0.25 %-1.0%, agen pembetuk gel 4.0%-6.0%,

Pengikat tablet 1.0%-6.0%, dan untuk larutan oral 0.1%-10%.

2.6Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah

2.6.1 Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis

Metode ini menggunakan enzim-enzim yang bekerja secara spesifik pada

asam urat, sehingga memberikan hasil yang relatif lebih tepat dibandingkan

metode lainnya. Prinsip reaksinya adalah mengoksidasi asam urat menjadi

alantoin, hidrogen peroksida dan karbon dioksida yang dikatalisis oleh enzim

urikase. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan 3,5 dikloro

2-hidroksibenzen sulfonat (DCHBS) dan 4 aminophenazon (PAP) membentuk zat

(39)

yang diukur pada panjang gelombang 520 nm dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. (Yuno, 2003)

2.6.2 Tes Strip Asam Urat

Pengukuran kadar asam urat darah tikus putih dilakukan dengan alat tes

strip asam urat. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat

asam urat di dalam darah. Tes ini merupakan spesifik untuk asam urat. Tes

tersebut menggunakan oksidasi asam urat dan berdasarkan pada kemajuan

teknologi biologi sensor

2.7Tinjauan Hewan Coba

Klasifikasi hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Sharp et

al, 1998):

Regnum : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Bangsa : Rodentia

Keluarga : Muridae

Anak keluarga : Murinae

Marga : Rattus

Jenis : Rattus norvegicus L

(40)

dipelihara dalam populasi yang besar, dapat berkembang biak dengan pesat, dan

memiliki ukuran yang lebih besar dari mencit sehingga untuk beberapa percobaan

tikus lebih menguntungkan. Tikus juga memperlihatkan masa hamil yang singkat

(21-23 hari), jumlah anak yang cukup banyak (6-12 ekor), dan dapat hidup sampai

4 tahun (Malole, Pramono. 1989).

Seekor tikus dewasa membutuhkan 15 g makanan dan 20-45 ml air per 100 g

berat badan per hari. Suhu kandang yang dibutuhkan tikus 18-27 °C dan

kelembaban relatif 40-70 % (Malole, Pramono. 1989).

Terdapat berbagai galur tikus putih antara lain : Long-Evans,

Sprague-Dawley, dan Wistar. Tikus putih (Rattus novergicus L) galur Wistar mempunyai

ciri-ciri : warna tubuh putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan

ekor lebih pendek dari badannya; galur Sprague-Dawley mempunyai ciri-ciri :

warna tubuh putih, mata berwarna merah (albino), ukuran kepala yang kecil, dan

ekor lebih panjang dari badannya; sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan

(41)

28

KERANGKA KONSEP

Dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi herba

tapak liman (Elephantopus scaber L) sebagai obat

penurun asam urat darah

Simplisia herba tapak liman (Elephantopus

scaber L)

Ekstraksi

Ekstrak kental herba tapak liman (Elephantopus scaber L)

Uji efek penurunan kadar asam urat darah

Analisa data (ANOVA satu arah)

Pemakaian empiris herba tapak liman (Elephantopus

(42)

29

METODOLOGI PENELITIAN

4.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan berlangsung

dari bulan April 2009 sampai dengan Juni 2009.

4.2 Hewan dan Bahan Uji 4.2.1 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji yang digunakan

dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley berumur 3-4

bulan dengan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran

Hewan IPB.

Pakan berupa butiran (pellet) diberikan sebanyak ± 10 g/ekor/hari dan

diberikan minum secukupnya.

4.2.2 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 % herba tapak liman

(Elephantopus scaber L) dan alopurinol sebagai obat pembanding.

4.2.3 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%,

(43)

kloroform (Merck), HCl (Merck), pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer,

n-Butanol (Merck), H2SO4 (Merck), FeCl3, NaOH (Merck), aquades, tes strip asam

urat (Easy Touch)

4.3 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat makanan dan minum,

sonde oral, jarum suntik, hotplate (Wiggen Hauser), blender, magnetic stirrer,

destiller, oven, timbangan analitik (Wiggen Hauser), holder, vacuum rotary evaporator (Memmert Eyele), kertas saring, kapas, kamera, alat tes strip asam urat (EasyTouch), timbangan hewan (Mettler Toledo), timbangan analitik (Mettler

Toledo), dan alat-alat gelas (Iwaki pyrex).

4.4Metode Penelitian 4.4.1 Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi syarat terdiri dari

tahap-tahap sebagai berikut : sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi

kering, penggilingan dan pengayakan.

4.4.2 Ekstraksi

Simplisia serbuk herba tapak liman (Elephantopus scaber L) diekstraksi

dengan metode maserasi secara berulang-ulang dengan menggunakan pelarut

etanol 70 % dan dilakukan pengocokan sesekali. Proses tersebut dilakukan selama

2-3 minggu dimana sekali dalam dua hari pelarut diganti dan disaring sehingga

(44)

evaporator sehingga didapat ekstrak kental kemudian ekstrak tersebut diuji aktivitas penurunan kadar asam urat darahnya (Lampiran 6).

4.4.3 Uji Penapisan Fitokimia (Farnsworth, 1969)

A. Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak + 5 g serbuk dilembabkan dengan 5 ml ammoniak 25 % digerus

dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus

kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring,

filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagai larutan

A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan

dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A

diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi

dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada

kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi

dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendroff

dan pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi

Dragendroff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan

adanya senyawa alkaloid.

B. Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak + 10 g serbuk ditambah 100 ml air panas, didihkan selama 5

menit, saring. Ambil 5 ml filtratnya (dalam tabung reaksi), ditambahkan

serbuk Mg secukupnya dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil

alkohol, kocok kuat dan biarkan memisah. Terbentuknya warna merah,

kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya

(45)

C. Identifikasi golongan saponin

Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 10 ml air panas.

Setelah dingin kocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya

busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes

HCl 1% busa tetap stabil.

D. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid

Sebanyak + 5 g serbuk dimaserasi dalam 20 ml eter selama 2 jam

kemudian disaring. Diuapkan dalam cawan penguap sampai kering.

Ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat ke

dalam residu. Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya

steroid/triterpenoid.

E. Identifikasi golongan tanin

Sebanyak + 10 g serbuk ditambah 10 ml air, didihkan selama 15 menit,

setelah dingin kemudian di saring dengan kertas saring. Filtrat ditambah

1-2 tetes FeCl3 1 %, terbentuknya warna biru, hijau atau hitam menunjukkan

adanya seyawa golongan tanin.

F. Identifikasi golongan kuinon

Sebanyak + 1 g serbuk dipanaskan dalam air selama 5 menit, disaring.

Sebanyak 5 ml filtrat ditambah 5 ml NaOH 1 N, terbentuk warna merah

menunjukkan adanya kuinon.

G. Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak + 2 g serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20

ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada mulut tabung dipasang

(46)

disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pada cawan

penguap, selanjutnya residu dilarutkan dengan pelarut etanol 95 %

sebanyak 5 ml lalu saring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan

dengan cawan penguap, residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya

senyawa golongan minyak atsiri.

4.4.4 Persiapan Hewan Uji

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley, berumur 3-4 bulan dengan berat badan 180-250 g diaklimatisasi selama

dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses

adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.

4.4.5 Rancangan Percobaan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur

Sprague-Dawley berumur 3-4 bulan dengan berat badan 150-250 gram diaklimatisasi

selama dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama

proses adaptasi dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat

badan. Hewan uji dipilih sebanyak 24 ekor tikus putih jantan secara acak untuk

dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 4 ekor (Tabel 1).

Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan rumus Federer :

(n-1) (t-1) ≥15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan n menunjukkan jumlah

(47)
[image:47.595.109.517.109.629.2]

Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji

Kelompok Jumlah Tikus

Perlakuan

I 4 Kontrol normal, diberi air larutan Na-CMC 0,5 %

II 4 Kontrol perlakukan, diberi kafeina 27 mg/200 g BB

dalam larutan Na-CMC 0,5 %

III 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan alopurinol 36 mg/200 g BB dalam larutan Na-CMC 0,5 % (Pembanding)

IV 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan bahan uji dosis rendah

V 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan bahan uji dosis sedang

VI 4 Diberi kafeina 27 mg/200 g BB dalam larutan

Na-CMC 0,5 % dan bahan uji dosis tinggi

Berarti dengan jumlah kelompok percobaan sebanyak 6 kelompok maka

tikus yang terdapat pada tiap kelompok yaitu > 4, sedangkan pada penelitian kali

ini saya menggunakan tikus pada tiap kelompok yaitu 4 tikus, berikut

perhitungannya : (n-1).(t-1) = (6-1).(4-1) = 15, jadi hasil ini sudah dapat diterima,

karena berdasarkan rumus Federer jumlah yang dihasilkan > 15.

4.4.6 Pembuatan Sediaan Uji dan Dosis.

A. Dosis ekstrak kental herba tapak liman

Dosis Rendah = 175 mg/200 g BB

Dosis Sedang = 350 mg/200 g BB

Dosis Tinggi = 700 mg/200 g BB

(Lampiran 8)

Volume larutan ektsrak uji yang diberikan kepada setiap kelompok uji

(48)

B. Dosis alopurinol sebagai kontrol pembanding

Dosis alopurinol yang digunakan adalah 200 mg/hari untuk manusia.

Faktor konversi dari manusia ke tikus adalah 0,018 (Paget & Barnes,

1964) dan faktor farmakokinetika yang digunakan adalah 10 (Mandel et

al,1979). Dosis untuk tikus = 200 mg x 0,018 x 10 = 36 mg/200 g BB.

C. Dosis Kafeina

Dosis Kafeina yang digunakan adalah 150 mg/hari untuk manusia. Faktor

konversi dari manusia ke tikus adalah 0,018 (Paget & Barnes, 1964) dan

faktor farmakokinetika yang digunakan adalah 10 (Mandel et al,1979).

Dosis untuk tikus = 150 mg x 0,018 x 10 = 27 mg/200 g BB.

4.4.7 Penyiapan larutan uji

A. Pembuatan sediaan ekstrak kental herba tapak liman (Lampiran 9).

B. Pembuatan suspensi alopurinol (Lampiran 9).

C. Pembuatan suspensi kafeina (Lampiran 9).

4.4.8 Percobaan

Pada uji ini dilakukan upaya peningkatan kadar asam urat darah dengan

menginduksi tikus dengan kafeina 27 mg/200 g BB. Setelah penginduksian

tersebut, kadar asam urat darah tikus dikontrol dan diukur pada hari ke-6 untuk

meyakinkan bahwa kafeina dengan dosis tersebut menyebabkan hiperurisemia.

Pada hari ke-7 dilakukan pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya

masing-masing setiap hari dan kafeina tetap diberikan juga pada semua kelompok

kecuali kelompok normal. Pengukuran kadar asam urat darah selanjutnya pada

(49)

4.4.9 Cara Pengambilan Darah

Darah diambil melalui ekor dengan metode memotong ekor dengan

gunting. Darah yang keluar pada ekor tikus yang telah digunting diteteskan pada

tes strip asam urat dan menunggu selama dua puluh detik maka kadar asam urat

darah telah terukur. Untuk menghentikan darah ekor tikus yang telah digunting

diberi alkohol 70 % dan sedikit ditekan.

4.4.10 Pengukuran Kadar Asam Urat Darah

Pengukuran kadar asam urat dalam darah dilakukan dengan menggunakan

alat tes strip asam urat.

4.4.11 Uji Statistik Terhadap Kadar Asam Urat Darah

Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Dimana

kadar asam urat darah awal untuk kelompok uji diuji homogenitasnya (Levene)

dan uji kenormalannya (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test). Bila kedua uji

ini dipenuhi maka selanjutnya dilakukan uji ANOVA satu arah untuk melihat ada

atau tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dan bila terdapat

perbedaan bermakna, maka untuk mengetahui perbedaan antar kelompok

perlakuan dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD. Tetapi

bila ada salah satu atau kedua uji tersebut tidak dipenuhi maka analisis dilakukan

(50)

37

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil Penelitian

5.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian

Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman

ini adalah jenis tanaman tapak liman (Elephantopus scaber L) suku Asteraceae

(Lampiran 1).

5.2.1 Ekstraksi

Ditimbang 500 g serbuk herba tapak liman (Elephantopus scaber L)

dimaserasi dengan etanol 70%, kemudian dikentalkan dengan vacuum rotary

evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental 92,6 g dan rendemen yang didapat 18.52 % (Lampiran 8).

5.3.1 Penapisan Fitokimia

Berdasarkan hasil pemeriksaan penapisan fitokimia herba tapak liman

(51)

Tabel 2. Hasil pemeriksaan penapisan fitokimia serbuk herba tapak liman

Golongan senyawa Hasil penapisan

a. Alkaloid

b. Flavonoid

c. Saponin

d. Steroid/triterpenoid

e. Tannin

f. Kuinon

g. Minyak Atsiri

h. Kumarin

- + + + + - + -

Keterangan : (+) Memberikan reaksi positif, (-) Memberikan reaksi negatif

5.4.1 Hasil pengukuran kadar asam urat darah

Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat darah hewan uji selama

percobaan (Gambar 6 dan Tabel 3) dan untuk data hasil pengukuran kadar asam

[image:51.595.112.511.313.683.2]

urat darah hewan uji selengkapnya selama percobaan (Tabel 5).

Gambar 6. Kurva kadar asam urat darah rata-rata hewan uji

(52)
[image:52.595.109.515.144.344.2]

Tabel 3. Hasil pengukuran rata-rata kadar asam urat darah hewan uji selama percobaan (mg/dl) Waktu (Hari) Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Pembanding Ekstrak Dosis Rendah Ekstrak Dosis Sedang Ekstrak Dosis Tinggi

0 1.65 1.48 1.30 1.60 1.25 1.53

6 1.50 2.90 2.78 2.80 3.00 2.80

9 1.43 3.33 2.45 2.48 2.33 2.58

12 1.50 3.55 1.78 2.30 2.23 1.95

15 1.43 3.85 1.15 1.75 1.70 1.65

5.5.1 Uji statistik kadar asam urat darah

Kadar asam urat darah sebelum dan sesudah percobaan seluruh kelompok

hewan uji dilakukan uji normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test) dan

uji homogenitas (Levene) menunjukkan kadar asam urat darah sebelum dan

sesudah percobaan terdistribusi normal (p ≥ 0.05) dan pada uji homogenitas

menunjukkan bervariasi homogen (p ≥ 0.05) sehingga dapat dilanjutkan dengan

uji ANOVA satu arah (Lampiran 11 dan 12). Pada Uji ANOVA satu arah bila (p ≤

0.05) maka harus dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan metode LSD

(Lampiran 13).

5.2Pembahasan

Dalam penelitian ini menggunakan ekstrak herba tapak liman (Elephantopus

scaber L) dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% yang kemudian dilakukan penapisan fitokimia dan diuji efek penurunan asam uratnya, apakah

berpengaruh terhadap penurunan kadar asam urat darah tikus yang diinduksi

(53)

Penelitian ini menggunakan tikus sebagai hewan uji karena mudah didapat,

murah dan telah ada penelitian sebelumnya yang berhasil. Tikus putih jantan pada

usia 3-4 bulan adalah tkus dewasa muda yang mempunyai keadaan fisiologik yang

optimum. Sebelum digunakan, tikus diaklimatisasi selama 2 minggu, agar dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannnya selama penelitian berlangsung.

Tikus yang dipilih untuk penelitian adalah tikus putih jantan bergalur

Sprague-Dawley yang sehat dengan ciri-ciri adalah bulu bersih, mata merah jernih bersinar,

tingkah laku normal dan berat badan bertambah setelah diaklimatisasi menjadi

180-250 g. Selama pemeliharaan semua tikus ditimbang, diberi makan dan minum

dengan takaran yang sama untuk setiap ekor.

Sebelum diberi perlakuan, tikus dilakukan pengukuran kadar asam urat darah

awal. Penelitian ini menggunakan metode induksi kafeina yang merupakan uji

praklinik yang lebih mendekati keadaan penderita asam urat yang sebenarnya.

Pada metode ini, kafeina yang merupakan golongan xantin akan dimetabolisme

oleh enzim xantin oksidase menjadi asam urat sehingga asam urat pada hewan uji

meningkat kadarnya. Ekstrak kental herba tapak liman (Elephantopus scaber L)

diuji kemampuannya untuk menghambat pembentukan enzim xantin oksidase dari

hewan uji tersebut.

Pada penelitian ini digunakan 3 kelompok kontrol yaitu kontrol normal,

kontrol negatif dan kontrol pembanding. Kelompok kontrol normal diperlukan

untuk mengetahui kadar normal asam urat darah selama percobaan. Kontrol

negatif yang diinduksi dengan kafeina diperlukan untuk mengetahui peningkatan

kadar asam urat darah dari keadaan normal selama percobaan. Sedangkan kontrol

(54)

pengaruh obat penurun kadar asam urat darah oral yang telah terbukti khasiatnya

untuk menurunkan kadar asam urat darah.

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa ekstrak herba tapak

liman dengan dosis 175 mg/200 g BB, 350 mg/200 g BB, dan 750 mg/200 g BB.

Dosis ini setara dengan 0.5; 1; dan 2 kali dosis manusia dan telah dikonversikan

ke dosis tikus. Sedangkan dosis kontrol pembanding yang digunakan adalah 36

mg/200 g BB. Dosis ini didapatkan berdasarkan dosis efektif oral pada manusia

yang dikonversikan ke dosis tikus. Pemberian bahan uji dilakukan satu kali sehari

peroral dengan menggunakan sonde lambung.

Pada hari pertama percobaan, sebelum diinduksi dengan kafeina, kadar asam

urat darah tikus seluruh kelompok menunjukkan hasil yang normal. Kemudian

hewan uji yang telah diinduksi kafeina diperiksa kadar asam urat darahnya pada

hari ke-6 untuk mengetahui kadar hiperurisemia awal. Pada hari ke-7 dilakukan

pemberian perlakuan berdasarkan kelompoknya masing-masing setiap hari dan

kefeina tetap diberikan juga pada semua kelompok kecuali kelompok normal.

Pengukuran kadar asam urat darah selanjutnya pada hari ke-9, ke-12 dan ke-15.

Hasil presentase penurunan asam urat pada hari ke-15 hewan uji yang

diberikan sediaan uji ekstrak kental herba tapak liman adalah dosis rendah 175

mg/ 200 g BB sebesar 37.5 %; 350 mg/ 200 g BB sebesar 43 %; 750 mg/ 200 g

(55)
[image:55.595.146.477.124.270.2]

Tabel 4. Hasil persentase penurunan kadar asam urat darah rata-rata

kelompok ekstrak uji, dan kontrol pembanding

Kelompok Perlakuan % Penurunan

9 hari* 12 hari* 15 hari*

Kontrol Pembanding 11.87% 35.97% 58.63%

Ekstrak Dosis Rendah 11.43% 17.86% 37.50%

Ekstrak Dosis Sedang 22.33% 25.67% 43%

Ekstrak Dosis Tinggi 7.86% 30.36% 41% Keterangan :

* Hari setelah perlakuan

Berdasarkan pada uji normalitas (One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test)

menunjukkan kadar asam urat darah sebelum dan sesudah percobaan terdistribusi

normal (p≥0,05) dan pada uji homogenitas (Levene) menunjukkan bervariasi homogen (p≥0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA. Pada Uji

ANOVA satu arah bila (p≤0,05) maka harus dilakukan uji Beda Nyata Terkecil

(BNT) dengan metode LSD (Lampiran 11 dan 12).

Uji ANOVA satu arah dan BNT pada hari ke-6 terhadap kadar asam urat

darah seluruh kelompok hewan uji ekstrak, kontrol negatif dan kontrol

pembanding menunjukkan berbeda secara bermakna (p ≤ 0.05) dengan kelompok

kontrol normal karena seluruh kelompok hewan uji ekstrak, kontrol negatif dan

kontrol pembanding telah mengalami hiperurisemia. Uji ANOVA satu arah dan

BNT pada hari ke-9 terhadap kadar asam urat darah seluruh kelompok hewan uji

ekstrak, kontrol negatif dan kontrol pembanding menunjukkan masih berbeda

secara bermakna (p ≤ 0.05) dengan kelompok kontrol normal. Uji ANOVA satu

arah dan BNT pada hari ke-12 terhadap kadar asam urat darah kelompok hewan

uji ekstrak dosis tinggi, dan kontrol pembanding menunjukkan tidak berbeda

(56)<

Gambar

Tabel 5. Hasil pengukuran kadar asam urat darah hewan uji selengkapnya
Gambar 1. Struktur asam urat
Gambar 2. Metabolisme purin menjadi asam urat
Gambar 3. Struktur alopurinol
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ) atau disebut juga dengan kliring elektronik adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan bilyet

[r]

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka dibutuhkan analisis

Pada pasien stroke hemiparese kiri juga demikian, terdapat perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot sebelum dan sesudah diberikan latihan gerak (rata-rata kenaikan nilai

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian medan makna ini adalah menggunakan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan atau

perusahaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa para pemegang saham pada perusahaan go public di Indonesia cenderung menginginkan direktur utama untuk melakukan

Aktivitas penggunaan media sosial dilihat dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk mengunggah konten promosi pada media sosial, seberapa lama

→ Memasang program untuk menangkap informasi paket data di jaringan unyuk mengetahui isi data. → Kebocoran pada frekuensi radio → Terrestrial microwave interception →