KELAS IV MIN PARUNG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
SITI NURJANAH NIM. 108018300020
JURUSAN KI-PGMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Department of Islamic Education, Teacher Education Program Faculty Tarbiyah Islamic Elementary School and Teaching Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta.
ii
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode turnamen belajar dan yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional, dan untuk mengetahui pengaruh metode turnamen belajar terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan Di MIN Parung pada kelas IV. Dengan teknik Cluster Random Sampling diperoleh dua kelas sebagai sampel. Kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode turnamen belajar dan kelas kontrol pembelajarannya menggunakan metode konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Posttest-Only Control Group Design. Instrumen penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika siswa, berbentuk tes uraian. Dari nilai tes hasil belajar matematika siswa diperoleh kedua kelas berdistribusi normal dan homogen. Kemudian dari perhitungan uji hipotesis dengan mengunakan uji-t, diperoleh nilai thitung > ttabel (3,70 > 1,68). Maka terima H1, rata-rata hasil belajar matematika
siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional. Dengan demikian metode turnamen belajar berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.
iii
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam
semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang teladan yang
baik dan pembimbing umat.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa kemampuan dan
pengetahuan penulis sangat terbatas, maka hanya bimbingan, pengarahan, dan
dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Rusydi Zakaria, M.Ed. M.Phil selaku Ketua Jurusan
Kependidikan Islam dan Bapak Fauzan, MA selaku ketua Prodi PGMI yang
telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan pengarahan dan
motivasi kepada penulis.
3. Ibu Dra. Afidah Mas’ud selaku pembimbing yang penuh kesabaran dan perhatian yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing
dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu Sururin, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas
bimbingan, motivasi dan nasehatnya.
5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Kependidikan Islam Prodi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah.
6. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis
dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.
7. Kepala sekolah MIN Parung Bapak H. Aad Adlani, S.Ag, M.Pd.i beserta guru
iv
penulis, dan dukungan baik dari segi moril maupun materil. Semoga suatu
saat nanti ananda bisa membalas semua kebaikan Abi dan Umi serta ananda
bisa menjadi kebanggan Abi dan Umi. Amin...
9. Kakaku tercinta M. Asep Saepudin dan Adikku tercinta Siti Latifah sa’diah dan Mustopa Abdul M yang telah memberikan supportnya untuk aku.
10.Terimakasih untuk tunanganku M. Firdaus Mustaqim, yang selalu
memberikan support, sebagai sumber inspirasi dan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
11.Semua teman-temanku PGMI angkatan 2008, Lusi, Rihlah, Nuy, Muth, Lista
yang selalu memberikan motivasi, dan tentunya PGMI KOBE VIA semoga
pertemanan dan persahabatan kita akan abadi selamanya.
12.Kakak kelas dan adik kelas PGMI yang telah memberikan doa dan membantu
mempermudah penulis dalam menyusun skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis sangan mengharapkan saran dan kritik yang dapat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi semua pihak yang
membacanya.
Jakarta, 05 September 2013
Penulis
v
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 7
C. Pembatasan Masalah 8
D.Perumusan Masalah 8
E. Tujuan Penelitian 8
F. Manfaat Penelitian 9
BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori 10
1. Hasil Belajar Matematika 10
a. Pembelajaran Matematika 10
b. Pengertian Belajar 14
c. Hasil Belajar Matematika 17
d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar 22
2. Strategi Pembelajaran Aktif 23
a. Pengertian Strategi Pembelajaran 23
b. Pengertian Pembelajaran Aktif 25
c. Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar 26
3. Pembelajaran Konvensional 28
B. Hasil Penelitian Yang Relevan 31
C. Kerangka Berfikir 31
vi
D. Teknik Pengumpulan Data 35
E. Instrumen Penelitian 36
F. Uji Coba Instrumen 38
a.Validitas 38
b. Realibilitas 40
c. Uji Tingkat Kesukaran 40
d. Uji Daya Pembeda 41
G. Teknik Analisis Data 42
a. Uji Prasyarat Analisis Data Kuantitatif 42
1. Uji Normalitas 42
2. Uji Homogenitas 43
3. Uji Hipotesis 44
4. Hipotesis Statistik 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data 46
1. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen 46 2. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Kontrol 48
B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis 52
1. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa 52
a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen 52
b. Uji Normalitas Kelas Kontrol 52
2. Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa 53
C. Pengujian Hipotesis Penelitian dan Pembahasan 53
1. Pengajuan Hipotesis Penelitian 53
2. Pembahasan Hasil Penelitian 54
3. Data Respon Siswa 58
vii
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN 64
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran konvensional dengan turnamen belajar 30
Tabel 3.1 Randomized Posttes-Only Control Group Design 35
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar 37
Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 2, 3, 5, 7, 8, 9 39
Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 4, 6, 10, 11, 12, 13 39
Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 1, 14, 15, 16 39
Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 17 40
Tabel 3.7 Klasifikasi Tingkat Kesukaran 41
Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda 42
Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen 46
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
Eksperimen 47
Tabel 4.3 Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol 49
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
Kontrol 49
Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol 51
Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas 52
Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas 53
Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t 54
DAFTAR GRAFIK
Gambar 4.1 Kurva Ogive Kelas Eksperimen 47
Gambar 4.2 Grafik Histogram Dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas Eksperimen 48
viii
1. Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen 64
2. Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol 104
3. Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa 108
4. Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Tes Hasil Belajar 133
5. Lampiran 5 Instrumen Uji Coba Tes Hasil Belajar 134
6. Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar 137
7. Lampiran 7 Instrumen Tes Hasil Belajar 138
8. Lampiran 8 Uji Validitas & Uji Reliabilitas 141
9. Lampiran 9 Taraf Kesukaran Butir Soal 144
10. Lampiran 10 Uji Daya Pembeda 146
11. Lampiran 11 Daftar Hasil Belajar Matematika
Kelas Eksperimen dan Kontrol 148
12. Lampiran 12 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen 149
13. Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol 152
14. Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen 155
15. Lampiranss 15 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol 159
16. Lampiran 16 Perhitungan Uji Homogenitas 163
17. Lampiran 17 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik 164
18. Lampiran 18 Nilai Koefisien Korelasi “r”
Product Moment dari Pearson 166
19. Lampiran 19 Luas dibawah Kurva Normal 0 – Z 167
20. Lampiran 20 Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) 169
21. Lampiran 21 Nilai Kritis Distribusi F 170
22. Lampiran 22 Nilai Kritis Distribusi t 174
23. Lampiran 23 Daftar Nama Kelompok Turnamen Belajar 175
24. Lembar Wawancara Siswa 176
25. Foto Hasil Penelitian 177
[image:12.595.114.494.107.761.2]1
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua orang. Kegiatan pendidikan
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan tidak
dapat dipisahkan dari kehidupannya. Dengan pendidikan, kebutuhan manusia
tentang perubahan dan perkembangan dapat terpenuhi.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi individu yang mandiri dan prosesnya dapat dimulai
sedini mungkin. Penyelenggaraan pendidikan ke arah yang lebih maju dapat
menumbuh kembangkan potensi individu agar mampu memimpin kelangsungan
hidup dan kehidupan ini. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan mutu
pendidikan pada setiap jenjangnya. Keberhasilan dan peningkatan mutu
pendidikan menjadi tujuan dan cita-cita bersama agar dapat menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang diperoleh melalui sekolah
diharapkan mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Dalam proses pendidikan diperlukan proses belajar mengajar yang harus
saling mendukung antara guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar. Guru
sebagai pengajar harus memenuhi kewajibannya membimbing siswanya dalam
mengikuti pembelajaran di sekolah. Sedangkan siswa sebagai pelajar wajib
1
mengikuti pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang
baik antara guru, siswa dan komponen-komponen pendidikan sehingga tercipta
proses pendidikan yang berkualitas.
Pada dasarnya siswa memiliki hak dan kewajiban dalam memperoleh
pendidikan. Hak siswa yaitu memperoleh pendidikan yang layak dengan tidak
memandang status social dan kemasyarakatan. Sedangkan kewajiban siswa yaitu
menaati peraturan yang telah dibuat setelah mereka memasuki dunia pendidikan
sekolah. Diantara kewajiban-kewajiban siswa adalah mengikuti kurikulum
pendidikan. Dalam kurikulum tersebut terdapat pelajaran matematika yang wajib
diikuti oleh setiap siswa. Hal ini diperkuat oleh undang-undang Republik
Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa setiap
siswa yang berada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah wajib mengikuti
pelajaran matematika.
Matematika adalah bagian yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi, diperlukan oleh setiap orang untuk dijadikan sarana dalam berfikir,
karena matematika dapat memberi manfaat serta kemudahan dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya matematika digunakan untuk memecahkan persoalan yang
ada dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dari tahun ke tahun berkembang
semakin meningkat sesuai dengan tuntutan zaman. Tuntutan zaman mendorong
manusia untuk lebih kreatif dalam mengembangkan matematika sebagai ilmu
dasar.
Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja
dengan alat-alat.2 Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera
dan jiwanya. Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami
oleh anak sehingga konsep itu benar-benar tahan lama di dalam ingatan siswa.
Belajar matematika berarti mengalami. Merngalami berarti menghayati sesuatu
aktual penghayatan. Dengan menghayati berulang-ulang perbuatan maka belajar
matematika akan menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama
makin jelas dan generalisasi makin mudah disimpulkan.
22
Dengan demikian kegiatan pembelajaran matematika di sekolah harus dapat
melibatkan siswa seluruhnya. Diperlukan pembelajaran aktif dan metode
pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika sehingga siswa dapat
berbuat, mengalami, memahami dan menghayati pembelajaran matematika yang
diberikan sesuai dengan pengertian belajar matematika diatas. Karena
keberhasilan suatu pembelajaran dilihat dari keberhasilan siswa dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran yaitu dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi,
serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasan
materi, serta prestasi belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
pembelajaran siswa.
Pembelajaran matematika cenderung abstrak, karena matematika merupakan
ilmu dengan objek yang abstrak maka sulit untuk dipahami anak usia SD.
Menurut piaget anak usia SD masih berfikir pada tahap operasi konkrit, artinya
siswa SD belum berfikir formal, sebagaimana kita ketahui, matematika adalah
ilmu deduktif, formal, dan menggunakan bahasa symbol yang memiliki arti yang
padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia
SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa
memperhatikan tahap berfikir anak SD. Jika matematika ini dianggap sulit oleh
siswa SD karena pembelajarannya cenderung abstrak maka hal ini dapat
mempengaruhi minat belajar matematika siswa, Untuk membantu anak berpikir
abstrak, guru dalam proses pembelajaran matematika harus banyak memberikan
pengalaman-pengalaman belajar dengan menggunakan berbagai alat peraga atau
dengan pembelajaran aktif.
Pada saat ini, masih ada guru yang memberikan konsep-konsep matematika
sesuai dengan jalan pikirannya sendiri, tanpa memperhatikan bahwa jalan pikiran
siswa berbeda dengan jalan fikiran orang dewasa dalam memahami
konsep-konsep matematika yang abstrak. Sesuatu yang dianggap mudah menurut logika
orang dewasa dapat dianggap sulit untuk dimengerti oleh seorang anak, maka
dalam pembelajaran matematika di SD konsep-konsep matematika yang abstrak
Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat penting dalam setiap penyelenggaraan dan jenjang pendidikan.3 Ini berarti
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses
belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu pemahaman yang benar mengenai arti
belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh
para pendidik khususnya para guru.
Guru sebagai pengelola proses belajar dan salah satu sumber belajar
memang memberi pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Sehingga
guru harus menciptakan suasana belajar baru dalam proses pembelajaran dengan
berbagai cara agar siswa antusias dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran.
Misalnya, dengan memperkenalkan kepada anak berbagai macam kegiatan belajar
seperti bermain sambil belajar, menggunakan berbagai metode pembelajaran pada
saat mengajar matematika, mengaitkan kembali matematika dengan dunia anak.
Pemerintah telah melakukan pembaharuan dan usaha untuk melakukan
perbaikan pada sistem pendidikan, seperti penyempurnaan kurikulum, dengan
meningkatkan kemampuan guru melalui penataran. Meskipun pemerintah sudah
melakukan pembaharuan dalam penyempurnaan kurikulum dengan meningkatkan
kemampuan guru melalui penataran, namun pada faktanya, mutu pendidikan di
Indonesia masih jauh dari sempurna. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia
dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran tertentu
khususnya matematika.
Berdasarkan data dari PISA (Programme for International Student
Assessment) tahun 2009, menyebutkan bahwa peringkat matematika Indonesia
menduduki urutan ke 61 dari 65 negara. 4 Pada PISA 2012, Indonesia kembali lagi
pada peringkat bawah, seperti yang diberitakan oleh BBC “At the lowest end are
mexico, brazil and Indonesia”.5
Dengan predikat ini bisa mencerminkan
bagaimana sistem pendidikan Indonesia yang sedang berjalan saat ini.
3
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: Rosdakarya, 2010) cet 15 h. 87
4
http://www.oecd.org/pisa/46643496.pdf, diakses tanggal 1 September 2013
5
Keadaan seperti itu tidak jauh berbeda dengan realita yang ada pada tingkat
MI/SD khususnya. Berdasarkan hasil observasi di sekolah, data hasil belajar
matematika MIN Parung kelas IV, pada materi bilangan bulat ternyata hanya 41%
siswa yang nilai matematikanya mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang ditetapkan oleh sekolah tersebut dan selebihnya 59% siswa kelas IV belum
memenuhi KKM yang ditentukan. Ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang
diperoleh siswa tergolong masih rendah.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab semua itu, salah satu faktornya
yaitu dari faktor guru. Masalah yang terjadi dilapangan adalah tidak sedikit guru
dalam proses pembelajaran hanya melakukan komunikasi satu arah dimana guru
masih menggunakan metode konvensional (ceramah) dalam pembelajaran
matematika, guru menjelaskan materi pelajaran dengan ceramah, memberikan
contoh, dan latihan soal yang dikerjakan oleh siswa. Berbagai macam materi
pelajaran matematika diberikan dan cenderung hanya memberikan rumus jalan
pintas agar siswa kelihatan menguasai matematika. Akan tetapi, sebenarnya siswa
tidak mengerti apa yang sedang mereka kerjakan karena siswa dapat
menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa
rumus itu digunakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas IV MIN
parung, dalam proses pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah
dan latihan LKS dan belum pernah menerapkan strategi pembelajaran aktif.
Hal tersebut dapat berdampak pada hasil belajar siswa karena keberhasilan
suatu pembelajaran dilihat dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran yaitu dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, serta
prestasi belajar siswa. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasan materi,
serta prestasi belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
pembelajaran siswa namun sebaliknya jika semakin rendah tingkat pemahaman,
penguasan materi, serta prestasi belajar siswa maka semakin rendah pula tingkat
keberhasilan pembelajaran siswa.
Maka dapat disimpulkan rendahnya hasil belajar matematika dapat
disebabkan karena peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator tidak berusaha
mentransfer pengetahuan yang dimiliki tanpa melibatkan aktifitas siswa dalam
proses pembelajaran dan pemilihan metode pembelajaran yang tidak tepat menjadi
penghalang kelancaran proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan
waktu yang terbuang sia-sia.
Untuk dapat meningkatkan prestasi anak dalam pembelajaran matematika,
salah satu faktor penunjang adalah adanya proses belajar yang efektif.
Kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu
berubah dan perubahan itu merupkan hasil belajar. Perubhan yang dialami
seseorang karena hasil belajar dalam matematika menunjukan pada suatu proses
kedewasaan yang dialami anak tersebut. Belajar matematika adalah proses yang
aktif,6 semakin bertambah aktif anak dalam belajar matematika semakin ingat
anak akan pelajaran matematika itu.
Peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator, harus berusaha menciptakan
kondisi pembelajaran yang efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan
situasi dalam proses pembelajaran menentukan berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut peranan guru sebagai salah satu
komponen pembelajaran memegang peranan sangat penting dalam menentukan
keberhasilan pembelajaran, untuk itu guru harus menentukan bentuk kegiatan
pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran yang
akan diajarkan melibatkan keahlian siswa.
Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa aktifitas siswa sangat diperlukan
dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dituntut aktif dalam membuat
suatu perencanaan pembelajaran dan melaksanakannya. Kondisi tersebut
menunjukkan perlu adanya perubahan dan perbaikan dalam usaha meningkatkan
hasil belajar siswa yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa tersebut maka diperlukan pembelajaran aktif.
6
“Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswanya untuk belajar aktif”.7 Strategi pembelajaran aktif ini merupakan strategi
pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses
pembelajaran. Ada berbagai macam teknik dalam pembelajaran aktif diantaranya
adalah metode turnamen belajar. Turnamen Belajar merupakan salah satu strategi
pembelajaran aktif yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar
matematika siswa dalam proses belajar, “metode turnamen belajar ini
menggabungkan kelompok belajar dan kompetisi tim untuk meningkatkan
pembelajaran beragam fakta, konsep dan keterampilan.”8
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka peneliti
bermaksud mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD/MI”
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi
masalah penelitian antara lain:
1. Metode pembelajaran yang diterapkan masih terpusat pada guru
2. Kurangnya minat siswa
3. Pembelajaran matematika sulit untuk dipahami
4. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran
5. Metode pembelajaran konvensional tidak efektif untuk pembelajaran
matematika
7
Hisyam Zaini Dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, (Jakarta: Pustaka Insani Madani, 2008). h. XIV
8
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, dalam penelitian ini perlu
adanya pembatasan masalah yang akan dianalisa dan diteliti. Oleh karena itu
masalah yang akan dianalisa dan diteliti pada penelitian ini dibatasi pada pengaruh
hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan metode turnamen
belajar dengan hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran konvensional. Hasil belajar pada penelitian ini diambil dari hasil tes
yang dibuat oleh peneliti setelah memberikan materi pada pelajaran matematika
dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar. Hasil
belajar yang dimaksud adalah hasil dari aspek kognitif.
D.
Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar
dan yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil belajar
matematika siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran aktif
metode turnamen belajar dengan hasil belajar matematika siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional?
E.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah dengan strategi pembelajaran aktif metode
turnamen belajar dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas IV.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh hasil belajar matematika
siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran aktif metode
turnamen belajar dengan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: Dengan
penggunaan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar, diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa, keberanian dan konsentrasi siswa
10
A.
Kajian Teori
1.
Hasil Belajar Matematika
a.
Pembelajaran Matematika
“Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju pada apa yang harus dilakukan oleh siswa,
mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pemberi pelajaran”.1 Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu
menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa,
serta antara siswa dengan siswa disaat pembelajaran berlangsung. Dengan
kata lain, pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara
peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka
perubahan sikap.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pembelajaran,
diantaranya adalah faktor guru, faktor siswa, alat dan media yang tersedia,
serta faktor lingkungan.
1. Faktor Guru
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting,
apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar. Sebab, siswa adalah
organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan
bantuan orang dewasa. Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai
pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas
pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.
1
2. Faktor Siswa
Sikap dan keterampilan siswa merupakan aspek yang dapat mempengaruhi
proses pembelajaran. Didalam kelas terkadang ada siswa yang aktif dan
pendiam, dan tidak sedikit siswa yang ada dalam kelas dapat termotivasi
untuk mengikuti proses pembelajaran. Sikap dan keterampilan siswa akan
mempengaruhi proses pembelajaran didalam kelas.
3. Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap
kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, dengan
adanya media pembelajaran siswa akan termotivasi untuk mengikuti proses
pembelajaran yang ada didalam kelas. Sedangkan prasarana adalah segala
sesuatu yang tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses
pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, apabila jalan untuk menuju ke
sekolah rusak maka akan menghambat siswa untuk menuntut ilmu.
Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam
penyelenggaraan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana
merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran.
4. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim
social-psikologis.
5. Faktor Organisasi
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu
kelas merupakan aspek penting yang mempengaruhi proses pembelajaran.
Organisasi kelas yang besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan
6. Faktor Iklim Sosial-Psikologis
Maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam
proses pembelajaran misalnya murid yang tidak menyukai cara mengajar
gurunya akan mempunyai dampak terhadap keberhasilan belajar siswa
tersebut.2
Sifat-sifat proses belajar matematika adalah:
a) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan
lingkungan. Dari lingkungannya si anak dapat memilih apa yang ia
butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
b) Belajar berarti berbuat. Belajar matematika adalah suatu kegiatan,
dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat. Dengan berbuat
anak merasakan sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya.
Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh
anak sehingga konsep itu benar-benar masuk ke dalam ingatan
siswa.
c) Belajar matematika berarti mengalami. Merngalami berarti
menghayati sesuatu perbuatan yang anak lakukan. Dengan
menghayati berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan
menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama
makin jelas dan generalisasi makin mudah disimpulkan.
d) Belajar matematika memerlukan motivasi. Dalam proses
pembelajaran Anak didik adalah manusia yang membutuhkan
bantuan dari guru sehingga anak bisa berkembang secara harmonis. 3
“Russefendi (1988: 23), berpendapat bahwa matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma,
dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku
2
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendididkan, (Jakarta: Kencana, 2011). cet. 8 h. 52
3
secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif”.4
Dalam dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika untuk
satuan SD dan MI pada kurikulum 2004 disebutkan “Matematika merupakan
suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui melalui
proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai
akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep
dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas”.
“Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat
pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai
alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, dan diagram dalam
menjelaskan gagasan”.5 Adapun tujuan pembelajaran matematika adalah
“melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri
sesuai dalam menyelesaikan masalah”.6 Dalam adanya tujuan pembelajaran
matematika ini diharapkan siswa dapat memahami konsep matematika, dapat
menjelaskan keterkaitan antar konsep serta mengaplikasikan konsep secara
akurat dalam memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, dengan pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian dalam mempelajari matematika serta percaya diri dalam
memecahkan suatu masalah.
Pada hakikatnya belajar matematika adalah berfikir dan berbuat atau
mengerjakan matematika.7 Hudoyo menyatakan seseorang dikatakan belajar
matematika apabila pada diri seorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang
dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan
matematika.
4
Ibid, h. 4.
5
Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD dan MI. (Jakarta: DEPDIKNAS. 2003), h. 5
6
Ibid, h. 6 7
b.
Pengertian Belajar
“Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini
berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada
keberhasilan proses belajar siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya”.8
“Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh Witting yaitu: a) tahap
acquisition, yaitu tahap perolehan informasi, b) tahap storage, yaitu tahapan
penyimpanan informas,i c) tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan
kembali informasi”.9
Selanjutnya ada, yang mendefinisikan: “belajar adalah berubah”.10 Dalam
hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi
belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan,
tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku
pribadi seseorang.
Ernes ER. Hilgard, mendefinisikan sebagai berikut: leraning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures (wether in the laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. Artinya, (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan bisa berubah).11
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perbuatan belajar
terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan
menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya
8
Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008). Cet 1 h. 1
9
Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008. Cet 1 h. 1
10
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta : Rajawali Press : 2011). Cet 19 h. 21
11
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan-perubahan yang terjadi
disadari oleh individu yang belajar, berkesinambungan dan akan berdampak
pada fungsi kehidupan lainnya. Selain itu perubahan bersifat positif, terjadi
karena peran aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara, bertujuan dan
perubahan yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap,
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Sejalan dengan perubahan paradigma dalam belajar, belajar tidak efektif
jika anak duduk dengan manis dikelas sementara guru menjejali anak dengan
berbagai hal, namun belajar saat ini memiliki kecenderungan dengan istilah
belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem
pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang
mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar
aktif. Untuk mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang
sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa. Belajar bermakna terjadi apabila
siswa berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu
merumuskan apa yang akan dipelajarinya.
Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri,
seperti fisik yang sehat, memiliki motivasi atau minat yang kuat untuk
belajar, kesehatan fisik dan motivasi dalam mengikuti proses pembelajaran
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, karena keadaan fisik yang
kurang sehat akan mengganggu konsentrasi siswa dalam mengikuti pelajaran
dan motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran berkurang.12 Faktor eksternal
adalah lingkungan keluarga yang harmonis, perhatian orang tua, fasilitas
belajar yang memadai, apabila keadaan keluarga yang harmonis dan adanya
perhatian orang tua akan sangat mempengaruhi psikologis anak yang positif
begitu juga dengan adanya fasilitas belajar yang memadai akan membantu
kegiatan belajar siswa.13
12
Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Kizi Brothers, 2008). Cet 1 h. 91 13
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan (kondisi) belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan
mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Mengenai tujuan
belajar itu sebenarnya banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang
eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim
dinamakan dengan instructional effect, yang biasa berbentuk pengetahuan dan
keterampilan. Sedangkan tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil
sampingan yaitu: tercapai karena siswa “menghidupi (to live in) suatu sistem
lingkungan belajar tertentu seperti contohnya, kemampuan berfikir kritis dan
kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain. Semua
itu lazim diberi istilah nurturant effect. Jadi guru dalam mengajar, harus
sudah memiliki rencana dan menetapkan strategi belajar-mengajar untuk
mencapai instructional effect, maupun kedua-duanya.
Dari uraian diatas, kalau dirangkum dan ditinjau secara umum, maka
tujuan belajar itu ada tiga jenis yaitu: untuk mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep dan keterampilan, pembentukan sikap.
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan
pengetahuan dan sebaliknya kemampuan berfiki seseorang dapat
memperkaya pengetahuan.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep memerlukan keterampilan. Keterampilan dibagi
menjadi dua macam yaitu: keterampilan jasmaniah dan rohani. Keterampilan
jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat dan diamati,
seperti penampilan anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan
keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan
masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat, karena bersifat lebih
abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan
berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah
3. Pembentukan sikap
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas
dari soal penanaman nilai-nilai. Guru sebagai pendidik tidak hanya mengajar,
namun harus mampu menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anak
didiknya.14
Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai.
Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar.
Prinsip belajar menurut Slameto, berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar: 1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional, 2) Belajar harus dapat menimbulkan
“reinforcement” dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional, 3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif, 4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.15
c.
Hasil Belajar Matematika
Suatu proses belajar akan menghasilkan hasil belajar, terlihat dari apa
yang dilakukan oleh siswa yang sebelumnya tidak dapat dibuktikan dengan
perbuatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Sudjana yang menyatakan:
“suatu perbuatan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga pengetahuan untuk membentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap dan cita-cita.”
“Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup
14
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press : 2011). Cet 19 h. 26-29
15
bidang kognitif, afektif dan psikomotorik”.16 Hasil belajar adalah tingkah laku
yang dimiliki individu sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuh.
“Hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi
dasar”.17 Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang
merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa.
Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan
ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian
penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari disekolah,
baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Menilai berhasil tidaknya siswa dalam pembelajaran diukur melalui tes
hasil belajar. Hasil belajar adalah tingkah laku yang diukur dengan tes
mengenai bidang studi yang dipelajari, berupa pengetahuan dan keterampilan
dari program belajar, pengetahuan ditunjukan oleh informasi yang tersimpan
dalam pikiran, sedangkan keterampilan ditunjukan dengan aksi atau reaksi
yang ditunjukan seseorang dalam mencapai tujuan.
Untuk mencapai tujuan hasil belajar yang bermutu yang mendatangkan
kepuasan bagi siswa, maka haruslah suasana belajar yang stabil, bekerja keras
untuk mempelajari setiap kajian materi yang sedang dipelajari.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. “Soedijarto menyatakan bahwa
hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam
mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang
ditetapkan”.18 Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,
16
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rodakarya, 2001). Cet 7 h. 3
17
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 5 h. 27
18
baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.19
Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan
merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenalnya
secara lebih terinci. Pengenalan terhadap ranah-ranah tujuan pendidikan akan
sangat membantu pada saat memilih atau menyusun instrument evaluasi hasil
belajar. Penjelasan dari setiap ranah tujuan pendidikan, dapat diuraikan
sebagai berikut:
Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan
terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan
intelektual (Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Taksonomi atau penggolongan
tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 kelas/tingkat
yakni:
1. Pengetahuan, tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan
kembali, dalam hal ini siswa diminta untuk mengingat satu atau lebih
fakta-fakta yang sederhana.
2. Pemahaman, tujuan ranah kognitif berupa kemampuan
memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang telah dipelajari. Dalam
pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami
hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.
3. Penggunaan/penerapan, Untuk penggunaan/penerapan, siswa di tuntut
memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih
generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, dalil, aturan, gagasan, cara).
4. Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke
bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Untuk analisis, siswa diminta untuk
menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep
dasar.
19
5. Sintesis, dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi.
6. Evaluasi, dalam evaluasi siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan
dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus.
Tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap,
penghargaan, nilai, perasaan dan emosi (Davies, 1986 : 97; Jarolimek dan
Foster, 1981 : 148). Kratwohl, Bloom, Masia mengemukakan taksonomi
tujuan ranah afektif sebagai berikut:
1. Menerima, tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulasi
secara pasif yang meningkat secara lebih aktif. Dalam menerima, siswa
diminta untuk menunjukan kesadaran, kesediaan untuk menerima, dan
perhatian terkontrol/terpilih.
2. Merespons, untuk merespons, siswa diminta untuk menunjukan
persetujuan kesediaan, dan kepuasan dalam merespon.
3. Menilai, dalam menilai siswa dituntut untuk menunjukan penerimaan
terhadap nilai.
4. Mengorganisasi, untuk menunjukan kemampuan mengorganisasikan ini,
siswa diminta untuk mengorganisasikan nilai-nilai ke suatu organisasi
yang lebih besar.
5. Karakteristik, dalam karakteristik ini, siswa diminta untuk menunjukan
kemampuannya dalam menjelaskan, memberikan batasan, atau
mempertimbangan nilai-nilai yang direspons.
Tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik,
manipulasi benda tau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf dan
skoordinasi badan (Davies, 1986 : 97). Kibler, Barket dan miles (1970)
mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut:
1. Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh
yang menekankan kepada kekuatan, kecepatan, ketepan tubuh yang
mencolok, siswa harus mampu menunjukan gerakan yang menggunakan
kekuatan tubuh, gerakan yang memerlukan kecepatan tubuh, gerakan
2. Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, dalam gerakan yang
dikoordinasikan siswa harus mampu menunjukan gerakan-gerakan
berdasarkan gerakan yang dicontohkan atau gerakan yang diperintahkan
secara lisan.
3. Perangkat komunikasi nonverbal, dalam perangkat komunikasi
nonverbal ini, siswa diminta untuk menunjukan kemampuan
berkomunikasi menggunakan bantuan gerakan tubuh dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu.
4. Kemampuan berbicara, untuk kemampuan berbicara , siswa harus
mampu menunjukan kemahirannya memilih dan menggunkan kata atau
kalimat sehingga informasi, ide, atau yang dikomunaksikannya dapat
diterima secara mudah oleh pendengarnya.20
Penilaian kemajuan belajar siswa dalam pembelajaran matematika dapat
dilakukan melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hal tersebut
dimaksudkan agar dalam menilai kemajuan belajar siswa dapat lebih
komprehensif, berkesinambungan, dan menyentuh aspek-aspek yang telah
ditentukan dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari segi proses,
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau
setidak-tidaknya sebagaian besar (60%) peserta didik terlibat secara aktif,
baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping
menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar,
dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses
pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang
positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar
(60%).
Berdasarkan beberapa pendapat dan pemikiran para ahli yang telah
dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar
matematika adalah penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika,
20
sebelumnya memperoleh pengalaman belajar yang diperlihatkan siswa
melalui nilai tes yang diberikan guru.
d.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat
kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:
1.
Faktor Internal Siswa
a) Aspek FisiologisKondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai dengan sakit
kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga
materi yang dipelajari pun kurang atau tidak berbekas.
b) Aspek Psikologis
Inteligensi Siswa
Semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin
besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya semakin rendah inteligensi
seorang siswa maka semakin kecil pula peluangnya memperoleh sukses.
Sikap Siswa
Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang
guru berikan merupakan bertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa
tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru atau kepada mata
pelajaran guru tersebut dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.
Bakat Siswa
Apabila siswa memilih keahlian tertentu yang sebenarnya bukan
bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau prestasi
belajarnya.
Minat Siswa
Minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selamaini dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswadalam bidang-bidang
Motivasi Siswa
Motivasi akan berpengaruh terhadap kegiatan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran.21
2.
Faktor Eksternal Siswa
a) Lingkungan SosialLingkungan sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan ( kepsek
dan wakil-wakilnya), dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar seorang siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak
mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
b) Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah
dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini di
pandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.22
2.
Strategi Pembelajaran Aktif
a.
Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi berasal dari bahasa yunani yaitu strategos yang artinya suatu
usaha untuk mencapai kemenangan dalam suatu peperangan awalnya
digunakan dalam lingkungan militer namun istilah strategi digunakan dalam
berbagai bidang yang memilki esensi yang relativ sama termasuk diadopsi
dalam konteks pembelajaran yang dikenal dengan istilah strategi
pembelajaran. Banyak konsep strategi yang dikemukakan oleh beberapa ahli
khususnya berkenaan dengan strategi pembelajaran.
“Menurut J.R David strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
21
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010). Cet. 15 h 129-136
22
tertentu”.23“Dick and Carey berpendapat bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan bersama-sama
untuk menimbulkan hasil belajar siswa atau peserta latih”.24 Pengertian dari
kegiatan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak
semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan
dan semua keadaan. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai
berikut:
1. Berorientasi pada tujuan
Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya
keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan
siswa mencapai tujuan pembelajaran.
2. Aktivitas
Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan
kompetensi yang dicapai. Oleh karena itu strategi pembelajaran harus dapat
mendorong aktivitas belajar siswa.
3. Individualitas
Pembelajaran adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa.
Walaupun kita mengajar pada sekolompok siswa, namun pada hakikatnya
yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku pada setiap siswa.
4. Integritas
Proses pembelajaran harus dipandang sebagai usaha yang
mengembangkan seluruh potensi yang dikembangkan siswa.25
23
Masito & Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI, 2009). cet 1 h 37
24
Ibid, h. 37
25
b.
Pengertian Pembelajaran Aktif
Active Learning adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik
untuk belajar secara aktif.26 Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti
mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara
aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi
pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru
mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
Dengan belajar aktif ini peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua
proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik.
Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana yang lebih
menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
UC Davis TAC Handbook dalam Cepi Triatna menjelaskan bahwa
“pembelajaran aktif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk menjadi guru bagi mereka sendiri”.27 Unsur umum yang
terkait dalam pembelajaran aktif ini adalah “bahwa guru dipindahkan
perannya dari yang paling berperan depan suatu kelas dan mempresentasikan
materia pelajaran menjadi fasilitator dan para siswa berada pada posisi
pengajaran diri mereka sendiri”.28 Dengan demikian guru diubah menjadi
seorang pelatih dan penolong di dalam proses itu. Tidak hanya satu cara yang
dapat dipergunakan untuk belajar sesuatu dan berbagai tugas serta
pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan individu.
Peserta didik memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang beragam
dalam mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri
dalam arti tidak semata-mata “disuapi” oleh guru. Kegiatan proses
pembelajaran yang membutuhkan peserta didik untuk aktif akan
26
Hisyam Zaini Dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, (Jakarta: Pustaka Insani Madani, 2008). h. XIV
27
Djoko H.N, “Studi Tentang Implementasi Metode Pembelajaran aktif Berbasiskan Konstruktivisme”, Makalah ini disampaikan pada seminar nasional pendidikan, Fak. Saintek UIN, 18 November 2010, h. 115
28
meningkatkan potensi peserta didik untuk mengingat kembali materi
pembelajaran sebanyak sepuluh kali lipat, selain itu peserta didik lebih
menikmati proses pembelajaran dan membuat pembelajaran lebih mendalam.
Perlu dipertimbangkan juga bahwa proses pembelajaran peserta didik dapat
ditingkatkan oleh tantangan, tetapi lemah oleh ancaman.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menerapkan pembelajran aktif, yaitu:29 1) Penumbuhan motivasi, baik motivasi instrinsik maupun ekstrinsik 2) Pemantapan latar dari materi yang akan dipelajari, khususnya pemberian apersepsi 3) Mengupayakan keterarahan kepada suatu fokus, seperti suatu konsep inti ataupun permasalahan sehingga siswa dapat memusatka perhatian serta mengaitkan keseluruha bahan yang sedang dipelajari 4) Belajar sambil bekerja, bermain, ataupun kegiatan lainnya 6) Penyesuaian dengan perbedaan individual 7) Peluang untuk bekerjasama dengan berbagai pola interaksi 8) Peluang untuk menemukan sendiri informasi 9) Penumbuhan kepekaan mencari masalah dan memecahkannya 10) Mengupayakan keterpaduan, baik asimilasi maupun akomodasi kognitif.
Peran aktif siswa dalam pembelajaran sangatlah penting. Karena pada
hakikatnya, pembelajaran memang merupakan suatu proses aktif dari
pebelajar dalam membangun pemikiran dan pengetahuannya. Peranan aktif
siswa dalam pembelajaran akan menjadi dasar dari pembentukan generasi
kreatif, yang berkemempuan untuk menghasilkan sesuatu yang tak hanya
bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga orang lain.
c.
Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar
Metode pembelajaran turnamen belajar merupakan bagian dari strategi
pembelajaran active learning. “Active Learning adalah suatu pembelajaran
yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif”.30 Ketika peserta
didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas
pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk
menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau
29
Masitoh Dkk, Strategi Pembelajaran, (Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan islam Depag RI, 2009), Cet 1. h. 260
30
mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam satu persoalan yang
ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini peserta didik diajak
untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan
tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan
merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat
dimaksimalkan.
Metode turnamen belajar adalah salah satu cara terbaik untuk
mengembangkan memberikan tugas belajar yang diberikan secara
berkelompok kecil peserta didik. Dukungan sejawat, keragaman pandangan,
pengetahuan dan keahlian, membantu mewujudkan belajar dengan cara
bekerjasama satu bagian yang berharga untuk iklim belajar dikelas.31
Keunggulan lain adalah mengoptimalkan partisipasi siswa. Metode ini
memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukan
partisipasi mereka pada orang lain. Membantu siswa mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif.
Penerapan metode turnamen belajar dengan langkah-langkah atau
prosedur yang dilakukan, sebagai berikut:
a. Langkah pertama, guru membagi siswa kedalam kelompok yang
beranggotakan 2-8 orang. Setiap kelompok berjumlah sama.
b. Langkah kedua, guru memberikan materi untuk dipelajari bersama
c. Langkah ketiga, siswa diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
materi yang akan dipelajari sebagai babak pertama dari turnamen belajar.
Tiap siswa menjawab pertanyaan secara individu.
d. Langkah keempat, guru memberikan jawaban dari pertanyaan yang sudah
diajukan kemudian tiap siswa menghitung skor jawaban benar,
selanjutnya setiap siswa menyatukan skor mereka untuk mendapatkan
skor tim.
31
e. Langkah kelima, siswa diminta untuk belajar lagi untuk babak kedua,
kemudian guru mengajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari babak
kedua, siswa diminta untuk menjumlahkan skor mereka untuk
mendapatkan skor tim dst.
Dalam turnamen belajar guru dapat melakukan turnamen dengan
berbagai ronde sesuai dengan keinginannya. Jika dalam turnamen belajar
siswa menjawab pertanyaan salah maka skor mereka akan dikurangi 2 atau 3.
Sedangkan bagi siswa yang tidak menjawab sama sekali dianggap 0.
3.
Pembelajaran Konvensional
Metode ceramah merupakan suatu metode penyampaian informasi, dimana
guru berbicara memberi materi ajar secara aktif dan peserta didik mendengarkan
atau menerimanya. “Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tradisional
atau disebut juga dengan metode ceramah”,32 karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pembimbing belajar dengan
pembelajar dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah
metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan,
serta pembagian tugas dan latihan. “Hudoyo menyatakan bahwa ciri metode
ceramah adalah guru berbicara terus-menerus didepan kelas, sedang para siswa
sebagai pendengar”.33
Pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan
tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan
kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan
pengajaran berpusat pada guru. Metode ceramah memberikan siswa konsep yang
telah disiapkan dengan rapi, matematis, lengkap sehingga anak didik tinggal
menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur.
32
Rahayu Noveandini, Pemanfaatan Media Pembelajaran Secara Online (e-learning) bagi Wanita Karir dalam Upaya Meningkatkan Efektivitas dan Fleksibilitas Pemantauan Kegiatan Belajar Siswa/i SD Jur, STMIK Jakarta, 19 Juni 2010 h. A-73
33
Dalam sistem ini guru telah menyajikan dalam bentuk yang telah disiapkan
secara rapi, sistematis, dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan
mencernanya saja secara teratur.
Secara garis besar prosedur itu adalah:34 Preparasi, guru mempersiapkan bahan perlengkapan secara sistematis dan rapi. 2) Apersepsi, guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan. 3) Presentasi, guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyusruh siswa membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri. 4) Resitasi, guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok masalah. Yang telah dipelajari, baik yang dipelajari secara lisan maupun tulisan.
Ceramah sebagai metode pengajaran mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
1. Hemat dalam penggunaan waktu dan alat,
2. Mampu membangkitkan minat dan antusias siswa,
3. Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengarnya,
4. Merangsang kemampuan siswa untuk mencari informasi dari berbagai
sumber,
5. Mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui siswa
Disamping beberapa kelebihan ceramah juga memiliki kelemahan
diantaranya:
a) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan
terbatas pada apa yang dikuasai guru.
b) Ceramah yang tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme.
c) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah
sering dianggap metode yang membosankan.
Melalui ceramah sangat sulit mengetahui apakah siswa sudah mengerti apa
yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberikan kesempatan untuk
bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya salah paham. Untuk
meningkatkan kefektifan metode ceramah, maka disamping memanfaatkan
34
keunggulannya, juga diupayakan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Strategi
demikian disebut ceramah bervariasi atau konvensional.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional
[image:42.595.132.489.254.574.2]dengan pembelajaran yang menggunakan teknik turnamen belajar, diantaranya:
Tabel 2.1
Perbedaan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran menggunakan teknik turnamen belajar
Pembelajaran Konvensional Pembelajaran dengan teknik Turnamen Belajar
Siswa duduk, catat, dengar dan
hafal
Siswa dilibatkan secara aktif
Sumber informasi hanya guru Sumber informasi selain guru
terdapat dilingkungan, media,
teman dsb.
Siswa tidak dituntut untuk
menentukan konsep
Siswa dituntut untuk menentukan
konsep
Suasana kelas membosankan Suasana kelas menjadi lebih
hidup
Materi pembelajaran banyak dan
berat
Materi pembelajaran
disederhanakan
Banyak waktu yang terbuang Memanfaatkan waktu seefektif
mungkin
Dari perbedaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan
keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas dan dalam proses
pembelajaran siswa pasif dan lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada
mencari dan menemukan pengetahuan serta keterampilan yang mereka butuhkan.
Siswa hanya dijadikan obyek didik dan proses pembelajarannya pundengar, catat,
B.
Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang menerapkan strategi aktif learning Herlina pada
tahun 2009. Dengan skripsi berjudul: “pengaruh pembelajaran aktif dengan
metode learning tournament terhadap hasil matematika siswa”. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Tarbiyah Pendidikam Matematika.35
Menunjukan bahwa hasil belajar matematika yang diajarkan dengan metode
turnemen belajar lebih tinggi, dan berpengaruh positif terhadap h