PENGARUH SENAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI SAAT DISMENORE
PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S1) untuk memenuhi
Persyaratan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Ica Solihatunisa
108104000042
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, 09 Desember 2012
Ica Solihatunisa, NIM : 108104000042
Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenore
Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
ix + 79halaman + 6 tabel + 8bagan + 10 lampiran
ABSTRAK
Dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami oleh wanita. Gejala yang biasa dialami saat dismenore seperti berkeringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Penanganan dismenore dapat dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pencegahan yang paling aman dan efektif yaitu dengan melakukan senam. Senam dapat menghasilkan hormone endorpin, yaitu hormon yang dapat memberikan rasa nyaman dan dapat mengurangi rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode quasi
eksperimental model non randomized pretest–postest control group design.
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-September 2012 pada mahasiswi program studi ilmu keperawatan. Jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini adalah 46 responden terdiri dari 23 responden pada kelompok intervensi dan 23 responden pada kelompok kontrol dengan menggunakan metode purposive sampling.
Hasil analisis data bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon. Pada kelompok intervensi didapatkan nilai (Z= -4,090, p= 0,000 (p<0,05)) dan pada kelompok kontrol didapatkan nilai (Z= -1,697, p= 0,090 (p>0,05)). Hasil analisis mengenai perbedaan penurunan skala nyeri pada kedua kelompok dengan Uji
Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai rata-rata selisih penurunan skala nyeri
dismenore sebelum dan sesudah diberikan intervensi yaitu nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan ada perbedaan selisih rata-rata penurunan skala nyeri dismenore pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Senam efektif untuk menurunkan intensitas nyeri saat dismenore. Maka disarankan bagi penderita dismenore untuk melakukan senam ini, agar skala nyeri saat dismenore dapat berkurang dan angka kejadian dismenore juga dapat menurun.
Kata kunci : Senam, Intensitas Nyeri, Dismenore.
ii
Thesis, 09 Desember 2012
Ica Solihatunisa, Nim: 108104000042
The Impact Of Exercise In Decreasing Of Dismenorrhea Pain Intensity
In Nursing Students at State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ix + 79 pages + 6 tables + 8 drafts + 10 attachments
ABSTRACT
Dismenorrhea is gynecology problems that in many cases felt by women. The symptoms when dismenorrhea attack such as sweating, headache, tachycardia, queasy, vomiting, diarrhea and tremor. Dismenorrhea can be held by pharmacology or nonpharmacology. The most effective and safety to prevent dismenorrhea is by performing exercise. Exercise can producehormonesendorphins, the hormone thatcanprovide comfortand mayreduce pain. This research objection is to know the impact of exercise in decreasing of dismenorrhea pain intensity in nursing students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
The research is a quantitative research by quasi eksperimental model non randomized pretest-postest control group design method. This research held in July to September 2012 to nursing students. The total sample of this research is 46 respondents that consist of 23 respondents in intervention group and 23 respondents in control group, by using purposive sampling.
The results of the bivariate data analysis using Wilcoxon test. In the intervention group the valueis (Z= -4,090, p= 0,000 (p<0,05) while in the control group, the value is (Z= -1,697, p= 0,090 (p>0,05). The results of the analysis of the differences in pain scale decreased in both groups with the Mann-Whitney test showed that before and after given the intervention is p= 0,000. It showed the difference of painful decreasing scale on intervention group and control group. It means that exercise is effective to decreasing the painful intencity when dismenorrhea attacked.
Exercise effective to reduce the intensity of pain during dysmenorrhea. It is recommended for patients with dysmenorrheal to do these exercises, that the scale of pain during dysmenorrheal can be reduced and the incidence of dysmenorrheal can also be decreased.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat yang tiada terkira kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul “pengaruh
senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi
program studi ilmu keperawatan universitas islam negeri syarif hidayatullah
Jakarta”. Sholawat serta salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW,
semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc) M.K Tadjudin, dr. Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
3. Ns. Eni Nuraeni Agustini, S.Kep, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
4. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi
memberikan bimbingan dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi
ini.
6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam
kehidupan penulis.
7. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan
8. Bapak dan Mama serta saudara-saudaraku tercinta, Aa Arif, Ari dan Lulu
terima kasih atas do’a dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.
9. Rekan-rekan mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terima kasih atas kerja sama serta sikap kooperatif
kalian semua.
10. Temanku Novi, Risma, I’ah, Julia, Chicha, Ditha, Ridwan, Eka, Zaldaqi,
Yeyen dan Rischa terimakasih atas suport, bantuaan tenaga dan pikiran
selama penelitian ini, dan teman-teman PSIK 2008 UIN Jakarta terimakasih
atas dukungan, kebersamaan, motivasi kepada penulis selama membuat
skripsi ini.
11.Keluarga besar “Griya Aini” (Amal, Kak Dwi, Kak Nina, Rina, Reva, Mbak
fat dan Mbak Leha) terima kasih atas sumbangan ide serta diskusinya.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini,
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses
penyusunan skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah. Semoga
skripsi ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Ciputat, Desember 2012
Penulis
iv
1.3Pertanyaan Penelitian... 8
1.4Tujuan Penelitian... 9
1.5Manfaat Penelitian... 9
1.6Ruang Lingkup Penelitian... 10
v
2.2.4 Derajat Nyeri Dismenore... 29
2.2.5 Etiologi dan Faktor Resiko... 31
2.2.6 Patofisiologi... 32
2.2.7 Tanda dan Gejala... 33
2.2.8 Penatalaksanaan... 34
2.3 Senam 2.3.1 Sejarah Senam... 35
2.3.2 Definisi Senam... 36
2.3.3 Macam-Macam Senam... 36
2.3.4 Manfaat Senam... 40
2.3.5 Lama Durasi dan Frekuensi Senam……… 41
2.4 Senam dan Dismenore... 42
2.5 Kerangka Teori... 45
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA 3.1 Kerangka Konseptual... 46
3.2 Hipotesis Penelitian... 46
3.3 Definisi Operasional... 47
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Desain Penelitian... 49
4.2Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi... 50
4.2.2 Sampel... 50
4.3 Tempat Penelitian... 52
4.4 Waktu penelitian... 52
4.5 Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 4.5.1 Alat Pengumpul Data... 52
4.5.2 Prosedur intervensi... 53
4.6 Pengolahan Data... 56
vi
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisa Univariat……….. 62
5.2 Analisa Bivariat………. 65
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Hasil Penelitian Univariat
6.1.1 Karakteristik Responden……….. 67
6.2 Hasil Penelitian Bivariat
6.2.1 Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dismenore
Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan……… 68
6.2.2 Pengaruh Tehnik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan……….. 71
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan……… 74
7.2 Saran………. 75
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gerakan senam Dismenore
Lampiran 2 Skala nyeri
Lampiran 3 Lembar data responden dan observasi
Lampiran 4 Lembar informed consent
Lampiran 5 Kuesioner penyaringan
Lampiran 6 Lembar permohonan menjadi responden
Lampiran 7 Lembar tujuan, manfaat dan prosedur penelitian
viii
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi... 13
Gambar 2.2 Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan endometrium 17 Gambar 2.3 Skala intensitas nyeri... 31
Gambar 2.4 Skala intensitas nyeri... 31
Gambar 2.5 Kerangka teori... 44
Gambar 3.1 Kerangka konsep... 45
Gambar 4.1 Desain penelitian... 49
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi operasional... 46
Tabel 5.1 Demografi data responden……….. 63
Tabel 5.2 Distribusi skala nyeri dismenor……… 63
Tabel 5.3 Klasifikasi skala nyeri dismenore……… 64
Tabel 5.4 Analisa skala nyeri dismenore……….. 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Wanita yang normal secara periodik, akan mengalami peristiwa
reproduksi, yaitu menstruasi. Menstruasi merupakan suatu keadaan
meluruhnya jaringan endometrium karena tidak adanya telur matang yang
dibuahi oleh sperma, peristiwa itu begitu wajar dan alami, sehingga dapat
dipastikan bahwa semua wanita normal pasti akan mengalami proses itu
(Wiknjosastro, 2005). Normalnya lama menstruasi berkisar antara 3-5 hari,
ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang
sampai 7-8 hari (Wiknjosastro, 2005). Pada kenyataannya banyak wanita
yang mengalami masalah menstruasi, di antaranya adalah nyeri saat
menstruasi yang dikenal dengan dismenore.
Rasa nyeri dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling
umum dan banyak dialami oleh wanita. Bobak (2004) mengungkapkan
dismenore bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala yang timbul akibat
adanya kelainan dalam rongga panggul dan sangat mengganggu aktivitas
wanita. Dismenore seringkali mengharuskan penderita beristirahat dan
meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam akibat dismenore.
Dismenore tidak diketahui secara pasti kaitannya dengan
penyebabnya, namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu
2
dapat merupakan gangguan primer atau merupakan gangguan sekunder
dari berbagai jenis penyakit (Widjajanto, 2005 ).
Dismenore yang disebabkan gangguan primer cukup sering terjadi,
biasanya timbul setelah dimulainya menstruasi pertama dan sering kali
hilang setelah hamil atau dengan meningkatnya umur wanita.
Kemungkinan penyebabnya merupakan hasil dari peningkatan sekresi
hormon prostaglandin yang menyebabkan peningkatan kontraksi uterus.
Jenis sakit menstruasi ini banyak menyerang remaja dan berlangsung
sampai dewasa (Smeltzer 2002).
Dismenore sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disertai
kelainan anatomis genitalis (Manuaba, 2001). Dismenore sekunder
berhubungan dengan kelainan yang jelas, kelainan anatomis ini
kemungkinan menstruasi yang disertai infeksi, endometriosis, mioma
uteri, polip endometrial, stenosis serviks, IUD juga dapat merupakan
penyebab dismenore ini (Bobak, 2004).
Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih
dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di Amerika
angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di
Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang
tersiksa oleh dismenore (Kesrepro, 2007). Walaupun pada umumnya rasa
nyeri ini tidak berbahaya, namun seringkali dirasa mengganggu bagi
perempuan yang mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar gangguan tentu
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang
terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder
(Infosehat, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada
mahasisiwi ilmu keperawatan UIN pada Desember 2011 dari 10
mahasiswi yang dijadikan responden didapatkan hasil bahwa 60% dari 10
mahasiswi tersebut mengalami dismenore. Derajat dismenoreyang mereka
rasakan diantaranya 50% mengalami dismenore sedang dan 50% lainnya
mengalami dismenore berat. Intensitas yang mereka rasakanpun berbeda,
sekitar 70% dari mereka mengalami dismenore tidak rutin saat mereka
menstruasi dan 30% dari mereka selalu mengalami dismenore saat mereka
menstruasi. Penanganan yang mereka lakukan juga berbeda, sebanyak
40% dari mereka melakukan istirahat, kompres air hangat (20%),
ditekan-tekan (20%) dan minum obat paracetamol (20%).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Anggreani (2008) di SMP
Negeri 1 Ambarawa. Dari hasil studi pendahuluannya juga menunjukkan
data bahwa didapatkan 38 orang (76%) mengalami dismenore dan
sementara itu yang tidak mengalami nyeri dismenore saat menstruasi
sebanyak 12 orang (24%).
Tanda dan gejala dismenore sangat bervariasi. Tanda dan gejala
dismenore meliputi kram atau nyeri, mual, muntah, kehilangan nafsu
makan, sakit kepala, sakit punggung, nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit
tidur, pusing, gelisah, dan depresi (Harel, 2002 dalam Agustina dkk,
2010). Pinkerton (2010) dalam Agustina dkk, (2010) menambahkan tanda
4
sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit atau diare, sakit punggung
bawah, dan kadang terjadi muntah.
Berdasarkan dari pengalaman beberapa remaja yang mengalami
dismenore primer gejala lain yang dialami remaja selain nyeri yang
dirasakan antara lain mual, muntah, berguling-guling, bahkan pingsan.
Ketidaknyamanan tersebut akan mempengaruhi aktivitas remaja. Di
sekolah, konsentrasi belajar remaja menjadi menurun, bahkan tidak sedikit
yang absen atau tidak masuk sekolah karena dismenore yang dialami
(Agustina dkk, 2010).
Menurut penelitian Harel (2002) dalam Agustina dkk (2010),
14-52% remaja USA tidak datang sekolah karena mengalami dismenore,
sedangkan pada remaja usia 11-12 tahun di Australia 53% dilaporkan
mengalami keterbatasan aktivitas sosial, olahraga dan aktivitas sekolah.
Studi di Kuala Lumpur yang dilakukan oleh Wong (2010) dalam Agustina
dkk (2010) juga menyebutkan bahwa 74,5% remajanya mengalami
dismenore, 51,7% diantaranya terganggu konsentrasinya di sekolah,
50,2% terbatasi aktivitas sosialnya, 21,5% tidak hadir ke sekolah, dan 12%
menunjukkan performa yang tidak masimal di sekolah.
Berdasarkan berbagai dampak yang ditimbulkan akibat dismenore
tersebut perlu penanganan yang tepat dan aman. Penanganannya dapat
dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis
dengan menggunakan obat golongan Nonsteroid anti-inflammatory agents
(NSAIDs) diantaranya ada Ibuprofen, Naproxen, Diclofenac,
menyebabkan ketergantungan dan memiliki kontraindikasi seperti
Hipersensitivitas, ulkus peptik (tukak lambung), perdarahan atau perforasi
gastrointestinal dan insufisiensi ginjal. Secara nonfarmakologis dapat
dilakukan dengan relaksasi, hipnoterapi, kompres air hangat, senam atau
olahraga teratur dan distraksi dengan cara mengalihkan perhatian melalui
kegitan seperti membaca, menonton televisi dan mendengarkan
musik/radio (Arifin, 2008 ).
Beberapa penderita dismenore, untuk mengurangi rasa nyerinya
tersebutcenderung menggunakan obat sendiri, tanpa konsultasi ataupun
resep dari dokter. Adapun persentase dari minum obat sebanyak 32,5%,
melakukan kompres dengan air panas 34% dan yang paling sering dengan
beristirahat sekitar 92% (Infosehat, 2008). Akan tetapi terapi farmakologi
harus diminimalkan penggunaannya. Karena seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, bahwa obat-obatan tersebut dapat menyebabkan
ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi (Arifin, 2008 ).Oleh
sebab itu perlu adanya alternatif untuk mencegah atau mungkin bisa
mengurangi angka kejadian dismenore. Senam merupakan salah satu
alternatif yang bisa digunakan untuk mencegah atau mengurangi rasa nyeri
tersebut.
Senam merupakan salah satu tehnik relaksasi yang dapat
digunakan untuk mengurangi nyeri, karena saat melakukan
olahraga/senam otak dan susunan syaraf tulang belakang akan
menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi sebagai obat penenang
6
menyebutkan bahwa, salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah
nyeri menstruasi ini adalah olahraga, salah satu jenis olahraga yang bisa
dilakukan yaitu senam.
Beberapa gerakan senam dapat meningkatkan pasokan darah ke
organ reproduksi sehingga dapat memperlancar peredaran darah. Senam
ini setidaknya dilakukan dua hingga empat kali seminggu, khususnya
selama paruh kedua siklus menstruasi. Riset menunjukkan bahwa
perempuan yang berolahraga teratur dapat meningkatkan sekresi hormon
dan pemanfaatannya (Ramaiah, 2006).
Menurut Abbaspour (2005) dalam Dyana (2009), wanita yang
teratur berolahraga didapatkan penurunan insidensi dismenore. Hal ini
mungkin disebabkan efek hormonal yang berhubungan dengan olahraga
pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersikulasi.
Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik yang bekerja
jangka pendek dalam mengurangi nyeri.
Dismenore primer merupakan jenis yang tepat untuk dilakukan
senam. Jenis dismenore ini tidak terdapat masalah ginekologi yang
menyebabkan nyeri. Nyeri tersebut terjadi sebagai hasil kontraksi uterus
yang berkepanjangan dan kurangnya aliran darah ke miometrium yang
kemudian mengakibatkan iskemi. Sehingga dengan dilakukannya senam,
aliran darah yang kurang ke miometrium dapat terpenuhi (Ramiah, 2006).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dyana (2009)
mengenai hubungan dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18
bahwa kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga. Didapatkan
angka kejadian dismenore pada remaja yaitu 76 orang remaja (84%) dari
90 remaja yang dijadikan sampel. Sekitar 66% penderitanya yaitu remaja
yang tidak melakukan olahraga, dan 34% remaja yang melakukan
olahraga.
Penelitian ini juga didasari oleh peneltian yang dilakukan
Istiqomah 2009 pada remaja putri di SMU N 5 Semarang. Penelitiannya
terkait efektifitas dari senam dismenore dalam mengurangi nyeri
dismenore. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senam dismenore ini
efektif untuk menurunkan dismenore. Responden yang digunakan
sebanyak 15 remaja yang melakukan senam selama 3 hari sebelum
menstruasi, tingkatan nyeri sebelum mereka melakukan senam yaitu:
dismenore ringan sebanyak 7%, dismenore sedang 53%, dan dismenore
hebat 40%. Tingkatan nyeri yang dirasakan responden setelah senam
dismneore mengalami penurunan, dengan prosentase dismenore ringan
sebanyak 73,33%, dismenore sedang 26,67% dan tidak ada responden
yang mengalami dismenore hebat.
Penelitian yang dilakukan oleh Anggreani (2008) mengenai
Perbedaan tingkat dismenore pada remaja putri antara yang rutin
melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA
Negeri 1 Ambarawa tahun 2008. Hasil penelitiannya di SMA Negeri 1
Ambarawa pada 178 responden adalah diambil kesimpulan bahwa ada
8
melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA
Negeri 1 Ambarawa.
1.2Perumusan Masalah
Dismenore atau nyeri saat menstruasi terjadi karena adanya
kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin, sehingga
menyebabkan vasopasme dari arteriol uterin yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan
merangsang rasa nyeri di saat menstruasi (Robert dan David,
2004). Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan
dengan menstruasi juga disebut dismenore (Kesrepro, 2007).Wanita
pernah mengalami dismenore sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya
mengganggu 50% wanita masa produktif dan 60-85% pada usia remaja,
yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah
(Annathayakheisha, 2009).
Senam adalah salah satu alternatif yang dapat mencegah ataupun
mengurangi skala nyeri saat dismenore. Senam merupakan salah satu
tekhnik relaksasi yang dapat menghasilkan hormon endorphin.Endorphin
adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasisiwi ilmu
keperawatan UIN pada Desember 2011 dari 10 mahasiswi yang dijadikan
responden didapatkan hasil bahwa 60% dari 10 mahasiswi tersebut
diantaranya 50% mengalami dismenore sedang dan 50% lainnya
mengalami dismenore berat. Berdasarkan uraian masalah tersebut
peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh senam terhadap
penurunan intensitas nyeri pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.3Pertanyaan Penelitian
“Adakah pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat
dismenore?”
1.4Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri
saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi skala nyeri saat dismenore yang dialami oleh
mahasiswi ilmu keperawatan sebelum dilakukan senam
b. Mengidentifikasi skala nyeri saat dismenore pada yang dialami oleh
mahasiswi ilmu keperawatan setelah dilakukan senam
c. Menganalisa pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat
dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan sebelum dan setelah
10
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi peneliti
a. Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh saat kuliah
b. Mengembangkan minat untuk menganalisa hubungan rasa nyeri dengan
faktor penyebab
c. Menamabah pengetahuan serta pengalaman yang lebih banyak
mengenai informasi terjadinya dismenore dan hubungannya dengan senam
1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam pencegahan nyeri
saat dismenore
b. Dapat dijadikan alternatif baru dalam mencegah nyeri saat dismenore.
1.5.3 Bagi masyarakat
Dapat dijadikan informasi mengenai cara pencegahan rasa nyeri saat
dismenore, sehingga dapat menurunkan angka kejadian nyeri saat
dismenore dan tidak menggangu aktivitas disekolah maupun pekerjaan.
1.6Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini untuk melihat variabel senam terhadap variabel
penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi imu
keperawatan. Alat ukur untuk mengidentifikasi intensitas nyeri saat
dismenore ini menggunakan skala penilaian nyeri. Disini peneliti
mengukur skala nyeri mahasiswi yang mengalami dismenore pada bulan
melakukan senam selama 2-3 kali dalam seminggu sebelum siklus
menstruasi bulan berikutnya.
Penelitian ini telah dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan non random
control group pretest-posttest. Data yang digunakan adalah data primer
dengan melakukan intervensi senam terhadap mahasiswi ilmu
keperawatan. Alat evaluasi pada penurunan intensitas nyeri saat dismenore
11
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1Menstruasi
2.1.1. Definisi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari
uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wikjosastro,
2005).Menstruasi merupakan suatu kejadian alamiah yang terjadi pada
wanita normal.Hal ini terjadi karena terlepasnya lapisan endometrium
uterus.Siklus menstruasi setiap bulannya berbeda pada setiap wanita.
Selama menstruasi darah dan lapisan yang terbentuk pada dinding uterus
mengalir keluar lewat vagina, termasuk juga sel telur yang mati karena
tidak dibuahi oleh sperma, akan tetapi sebanyak apapun darah yang keluar
saat menstruasi tidak akan menyebabkan anemia (Andira, 2010).
Proses menstruasi biasanya terjadi rata-rata pada setiap wanita
sekitar 2 sampai 8 hari. Darah yang keluar rata-rata sebanyak antara
kisaran 10 ml hingga 80 ml/hari. Adapun siklus menstruasi yang normal
adalah rata-rata selama 21-35 hari (Andriyani, 2011).
2.1.2. Fisiologis Siklus Menstrusasi
Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan
seorang wanita, yang dimulai dari (menarke) mulainya menstruasi sampai
terjadinya (menapouse) berhentinya menstruasi. Menstruasi terjadi pada
satu pertanda bahwa seorang wanita sudah memasuki masa suburnya.
Karena secara fisiologis, menstruasi menandakan telah terbuangnya sel
telur yang sudah matang (Andriyani, 2011).
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait
pada jaringan sasaran pada saluran reproduksin normal, ovarium
memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya
bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun
lama siklus menstruasi (Bobak, 2004)
Panjang siklus menstruasi ialah jarak tanggal mulainya menstruasi
yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hormon yang berperan
pada suatu siklus menstruasi adalah FSH, GnRH, dan faktor penghambat
prolaktin (prolactin inhibiting factor, PIF). Hormon ini memicu
pengeluaran FSH, LH, dan PRL dari hipofisis anterior. Prolaktin dan LH
memicu sintesis dan pengeluaran hormon di ovarium, yaitu antara 21-35
hari (Wikjosastro, 2005).
Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan
progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel
ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh
sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh
adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan
pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual
sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan
13
siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur
perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron
merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium
yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi
ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron
berperan penting terhadap plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan
yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi
hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan
dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001 dalam
Prima 2010)
Selama satu siklus menstruasi, pada ovarium, uterus, dan serviks
1.6.1 Bagian-bagian Siklus Menstruasi
Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus
menstruasi, yaitu:
2.1.3.1 Siklus Endometrium
Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,
yaitu:
a. Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan
disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale.
Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada
awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing
Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar
FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase proliferasi (fase folikuler)
Selama fase proliferasi, stroma dan kelenjar di endometrium
mengalami regenerasi pada satu proses yaitu penebalan dari lapisan basal
yang masih ada setelah menstruasi yang terakhir (ketebalannya lebih dari
0,5 mm). Biasanya berlangsung 10-14 hari, lama proliferasi bervariasi
jika siklus menstruasi tidak teratur (Andrews, 2009 dalam Prima, 2010).
c. Fase sekresi (fase luteal)
Fase sekretorik dan ovulasi ini terjadi berbarengan dengan periode
korpus luteum aktif secara fungsional dan menyekresikan progesteron dan
estrogen, dan beranglsung selama sekitar 14 hari. Di bawah pengaruh
15
stroma endometrium menjadi edema, kelenjar-kelenjar berdilatasi dan
menyekresi lendir encer kaya glikogen dan arteri-arteri spiral ini
mengalami dilatasi dan kontraksi ritmik yang berada di bawah kendali
hormon-hormon ovarium. Tebal endometrium sekitar 5 mm pada tahap
ini (Everett, 2007 dalam Prima 2010).
d. Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang diuahi terjadi sekitar 7 sampai 10
hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,
korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut.
Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri
spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional
terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan
basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
2.1.3.2 Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (luitenizing
hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder
dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel
primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam
ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum
terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang
terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai
berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak
estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus
luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan
fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.
2.1.3.3 Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen
dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah
dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi
gonadotropin releasing hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH
menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH
menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus
memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).
LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari sikus 28 hari.
Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus
luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron
17
Gambar 2.2. Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan
endometrium
2.1.4 Faktor-faktor yang berperan dalam siklus menstruasi
Menurut Wikjosastro (2005), ada beberapa faktor yang memegang
peranan dalam siklus menstruasi antara lain:
2.1.4.1 Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya
enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang
pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang
terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan endometrium, khususnya
luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi
permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak
permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat
makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk
implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi,
maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik
dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium
yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
2.1.4.2 Faktor vaskular
Pada saat mulai fase proliferasi terjadi pula pembnetukan sistem
vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan
endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi
endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang
menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan
perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari
vena.
2.1.4.3 Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2
dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan
menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk
19
2.1.5. Gangguan Menstruasi
Proses alamiah menstruasi terjadi pada setiap wanita yang beranjak
dewasa. Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada
saat menstruasi khususnya pada masa remaja. Gangguan dapat
menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada penderita maupun
keluarganya.Faktor fisik dan psikologis berperan pada gangguan saat
menstruasi.
Adapun gangguan menstruasi dan siklusnya dalam masa
reproduksi dapat digolongkan dalam:
1. Amenore
2. Oligomenorea
3. Polimenorea
4. Menoragia atau Hiperenorea
5. Hipomenorea
6. Metroragia
7. Dismenore
2.1.5.1Amenore
Amenore adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang
wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum puberitas,
kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Amenore sendiri
terbagi dua, yaitu:
Amenore primer, yaitu keadaan terjadinya menstruasi pada wanita
yang telah mencapai usia 14 tahun, pertumbuhan seksual sekunder
16 tahun, namun menstruasi belum juga muncul. Pada jenis
amenore ini disebabkan karena kelainan hormonal (sangat jarang).
Perlu dilakukan analisa hormonal FSH, LH E2 dan Prolaktin.
Amenore sekunder, yaitu tidak terjadinya menstruasi selama 3
siklus (pada kasus oligomenorea/jumlah darah menstruasi sedikit),
atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi
biasa.
Penyebab tersering dari amenorea primer adalah puberitas
terlambat, kegagalan dari fungsi indung telur, agenesis uterovaginla (tidak
tumbuhnya organ rahim dan vagina), gangguan pada susunan saraf pusat
dan himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah
haid. Sedangkan penyebab terbanyak dari amenore sekunder adalah
kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode
kontrasepsi.
2.1.5.2Oligomenorea
Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus haid
memanjang lebih dari 53 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama.
Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami menstruasi yang
lebih jarang dari pada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus
menstruasi berlangsung lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal
sebagai amenore sekunder.
Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan
keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
21
normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi jarang terjadi.
Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah menstruasi
pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause.
Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal
yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus,
hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan
menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan
keseimbangan hormon dalam tubuh.
2.1.5.3Polimenorea
Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih
sering (siklus menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal
dengan polimenorea. Wanita dengan polimenorea akan mengalami
menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan pola yang
teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari
biasanya.
Timbulnya menstruasi yang lebih sering ini tentunya akan
menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya.
Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidak seimbangan sistem
hormonal pada aksis hipotalamus-hippofisis-ovarium. Ketidak
seimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses
ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan
untuk berlangsungnya suatu siklus menstruasi normal sehingga
Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh
dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter
jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang
berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik
tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu,
polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan
kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan
gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan
ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.
2.1.5.4 Menoragia atau Hiperenorea
Menoragia atau Hiperenorea adalah perdarahan menstruasi yang
lebih banyak dari normal (lebih dari 80 ml/hari) atau lebih lama dari
normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu
menstruasi. Siklus menstruasi yang normal berlangsung antara 21-35 hari,
selama 2-8 hari dengan darah menstruasi sekitar 25-80 ml/hari.
Timbulnya perdarahan yang berlebihan saat terjadinya menstruasi
(menoragia) dapat terjadi akibat beberapa hal, diantaranya:
1. Adanya kelainan organik, seperti:
Infeksi saluran reproduksi
Kelainan koagulasi (pembekuan darah), misal: kekurangan
protombin, idiopatik trombositopenia purpura (ITP).
Disfungsi organ yang menyebabkan terjadinya menoragia seperti
23
gangguan dalam menghasilkan faktor pembekuan darah dan
menurunkan hormon estrogen.
2. Kelainan hormon endokrin misal akibat kelainan kelenjar tiroid dan
kelenjar adrenal, tumor pituitari, siklus anovulasi dan kegemukan.
3. Kelainan anatomi rahim seperti adanya mioma uteri, polip
endometrium, hiperplasia endometrium, kanker dinding rahim dan
lain sebagainya.
4. Latrogenik: misal akibat pemakaian IUD, hormon steroid, obat-obatan
kemoterapi, obat-obatan anti-inflamasi dan obat-obatan antikoagulan.
2.1.5.5Hipomenorea
Hipomenorea adalah pendarahan dengan jumlah darah sedikit,
melakukan pergantian pembalut sebanyak 1-2 kali per hari, dan
berlangsung selama 1-2 hari saja. Penyebab kelainan ini adalah
kekurangan hormon estrogen atau progesteron.
2.1.5.6Metroragia
Metroragia adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada
hubungannya dengan menstruasi dan sering ditemukan pada usia
menopause. Metroragia merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi
di antara dua waktu menstruasi. Pada metroragia, menstruasi terjadi
dalam waktu yang lebih sedikit. Metroragia tidak ada ada hubungannya
dengan menstruasi, namun keadaanya ini sering dianggap oleh wanita
sebagai menstruasi walaupun hanya berupa bercak.
Penyebab dari metroragia paling sering adalah kelianan organik
karsinoma serviks. Adapun pengobatan yang dilakukan pada metroragia
jenis ini ialah dengan operatif. Dan penyebab endokrinologik sangat
jarang terjadi pada kasus metroragia ini.
2.1.5.7Dismenore
Dismenore adalah nyeri saat menstruasi yang timbul menjelang
atau selama menstruasi. Dikatakan dismenore bila nyeri yang timbul
tersebut sampai membuat wanita tersebut tidak dapat bekerja ataupun
absen dari sekolah. Nyeri yang terjadi sering bersamaan dengan rasa
mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah. Nyeri tersebut
dirasakan di perut sangat sakit (kolik).
Dismenore dibagi dalam dua bentuk, yaitu:
- Dismenore primer
- Dismenore sekunder
Dismenore primer muncul segera setelah menarke, sedangkan
dismenore sekunder sebelumnya tidak merasa nyeri, tetapi selang
beberapa bulan atau bahkan tahun rasa nyeri tersebut baru timbul.
Penyebab pasti dari dismenore primer belum diketahui. Diduga faktor
psikis sangat berperan terhadap timbulnya nyeri. Dismenore primer
umumnya dijumpai pada wanita dengan siklus menstruasi berovulasi.
Pada fase sekresi dijumpai dalam endometrium kadar prostaglandin yang
tinggi.
Penyebab tersering dari dismenore sekunder adalah endometriosis
25
mengeluh nyeri senggama, nyeri buang air besar, dan sulit mendapatkan
anak (infertil).
2.1.6. Dasar Hukum Menstruasi Menurut Islam
Untuk dapat menetapkan dasar hukum menstruasi, perlu diketahui
terlebih dahulu macam-macam darah yang keluar dari rahim
wanita.Barulah dapat ditentukan mana darah menstruasi dan mana yang
bukan darah menstruasi.
Darah yang keluar dari rahim seorang wanita, dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu:
1. Darah menstruasi
Seperti yang telah diterangkan bahwa menstruasi adalah darah kotor yang
keluar dari rahim seorang wanita yang dalam keadaan sehat, dengan tidak
ada sebab.
2. Darah istihadah
Darah istihadah adalah yang keluar dari rahim seorang wanita karena
penyakit, bukan pula darah menstruasi. Wanita yang sedang berdarah
penyakit, wajib mengerjakan semua ibadah sebagai mana ketetapan
hukum wajib atas orang berpenyakit yang lain.
Firman Allah di mana disebutkan dasar hukum dari menstruasi:
Al-baqarah: 222, yang mana artinya sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid (menstruasi), katakanlah: hadi
itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu hedaklah kamu menjauhi diri
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
Demikian juga sabda Rasulallah saw:
Artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit, kata
Rasulallah kepadanya: sesungguhnya darah haid itu hitam warnanya
dikenal oleh kaum wanita, maka apabila darah semacam itu ada,
hendaklah engkau tinggakan, apabila keadaan darah tidak seperti itu
hendaklah engkau berwudhu dan sembahyang”.
2.2. Dismenore
2.2.1. Definisi
Dismenore berasal dari bahsa Yunani yaitu Dys bearti sulit atau
menyakitkan atau tidak normal. Meno bearti bulan dan rrhea yang berarti
aliran. Sehingga dismenore didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang
sulit atau nyeri (Karim, 2009 dalam Dyah 2010). Dismenore atau nyeri
saat menstruasi merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan
para remaja pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Karena
gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar
dinilai.Walaupun frekuensi dismenorea cukup tinggi dan penyakit ini
sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat
27
Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff
(2005) sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah
sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit
kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Oleh karena hampir semua wanita
mengalami rasa tidak enak di perut bawah dan gejala-gejala yang
menyertainya sebelum dan selama haid maka istilah dismenorea hanya
dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita
untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari,
untuk beberapa jam atau beberapa hari.
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita,
dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran
yang digunakan.Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar.Rata-rata
lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore.Di
Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%.
Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia
produktif yang tersiksa oleh dismenore (Infosehat, 2007).
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang
terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder
(infosehat, 2009). Wanita pernah mengalami dismenore sebanyak 90%.
Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa produktif dan
60-85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada
Hasil suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di
sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di
sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Wanita dengan
dismenore juga mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah
beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore
(Abbaspour, 2005 dalam Dyana 2009 ).
2.2.3. Klasifikasi
Jacoeb dkk dalam kelompok studi endokrinologi reproduksi
Indonesia (1995), menyebutkan bahwa dismenore ada dua jenis
berdasarkan etiologinya yaitu primer dan sekunder.
1). Dismenore primer
Dismenore primer merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai.
Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada
alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu
setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai
dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau
bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa hari. Sifat
rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut
bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan
dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,
iritabilitas, dan sebagainya (Wikjosastro, 2005).
Bobak (2004) mengungkapkan bahwa dismneore primer terjadi,
jika tidak ada penyakit organik, biasanya dari bulan keenam sampai tahun
29
hilang pada usia 25 tahun atau setelah wanita hamil dan melahirkan
pervaginan.
2). Dismenore sekunder
Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang
dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti endometriosis, penyakit
radang panggul pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus,
dan polip uterus. IUD juga dapat merupakan penyebab dismenore
sekunder (Bobak, 2004).
Dismenore sekunder terjadi karena adanya kelainan pada organ
genitalia dalam rongga pelvis. Penderita dismenore sekunder sering
mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari sebelum menstruasi disertai
ovulasi dan kadangkala saat melakukan hubungan seksual (Smetzer,
2002).
2.2.4. Derajat Nyeri Dismenore
Riyanto (2002) menyebutkan bahwa derajat dismenore ada empat
yaitu derajat 0-3:
1) Derajat 0
Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tak terpengaruhi
2) Derajat 1
Nyeri ringan dan memerlukan otot rasa nyeri, namun aktivitas
3) Derajat 2
Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang nyeri namun
aktifitas sehari-hari terganggu.
4) Derajat 3
Nyeri sangat hebat dan tidak berkurang walaupun telah
menggunakan obat dan tidak dapat bekerja, kasus ini segera
ditangani dokter.
Perry dan Potter (2005), mengkarakteristikkan nyeri yang paling
subyektif adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien
sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan,
sedang atau parah. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Deskriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata.
Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang
tidak terkontrol”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk
mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical Ratting Scale,
NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal
ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
31
(Gambar 2.4) skala intensitas nyeri menurut Wong (2001)
2.2.5. Etiologi dan Faktor Resiko
Banyak teori dikemukan untuk menerangkan penyebab dismneore
primer, tetapi tetap belum jelas penyebabnya hingga saai ini. Dahulu
disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat mempengaruhi
penyebab hal itu, namun penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini
menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang disebut
prostaglandin (Widjajanto, 2005 ).
Diantara sekian banyak hormon yang beredar dalam darah, terdapat
senyawa kimia yang disebut prostaglandin. Telah dibuktikan,
prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh,
termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan
kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana
kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus (rahim) akan
bertambah. Hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang hebat yang disebut
dismenore (Vira, 2008).
Beredarnya prostaglandin yang berlebihan ke seluruh tubuh juga
mengakibatkan peningkatan aktivitas usus besar. Jadi prostaglandin inilah
pada muka, diare serta mual yang mengiringi nyeri pada waktu menstruasi
(Widjajanto, 2005 ).
Faktor resiko yang mempengaruhi dismenore diantaranya usia
antara 15-30 tahun dan sering terjadipada usia 15–25 tahun yang kemudian
hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an. Kejadian dismenore primer
sangat dipengaruhi oleh usia wanita. Rasa sakit yang dirasakan beberapa
hari sebelum menstruasi dan saat menstruasi biasanya karena
meningkatnya sekresi hormon prostaglandin (Junizar, 2004).
Aktivitas juga merupakan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
dismenore. Seseorang yang kurang beraktivitas akan menyebabkan
sirkulasi darah dan oksigen menurun, akibatnya aliran darah dan oksigen
menuju uterus menjadi tidak lancar dan menyebabkan sakit dan produksi
endorphin otak akan menurun yang mana akan dapat meningkatkan stres
sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan dismenore primer
(Novia dan Puspitasari, 2006)
2.2.6. Patofisiologi
Prostaglandin dikeluarkan selama fase luteal dan menstruasi,
karena luruhnya dinding endometrium beserta isinya (Bobak, 2004).
Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran
prostaglandin di cairan menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus
dan nyeri. Pelepasan prostaglandin yang berlebihan meningkatkan
amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme
33
bawah yang bersifat siklik. Respon sistemik terhadap prostaglandin
meliputi nyeri pinggang, kelemahan, pengeluaran keringat, gejala saluran
cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare) dan gejala sistem syaraf pusat
meliputi: pusing, nyeri kepala dan konsentrasi buruk (Bobak, 2004).
Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus
dan menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi.
Adanya peningkatan kadar vasopressin juga telah dilaporkan terjadi pada
wanita dengan dismenore primer (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006).
2.2.7. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dismenore sangat bervariasi. Tanda dan gejala
dismenore yang paling umum dirasakan oleh sebagian wanita adalah nyeri
seperti kram di bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke punggung
dan kaki (Ramainah, 2006). Tanda dan gejala dismenore lainnya meliputi
mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit punggung,
nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit tidur, pusing, gelisah, dan depresi
(Harel, 2002 dalam Agustina dkk, 2010). Pinkerton (2010) dalam Agustina
dkk, (2010) menambahkan tanda dan gejala dismenore adalah nyeri tajam,
berdenyut, dapat menyebar sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit
atau diare, sakit punggung bawah, dan kadang terjadi muntah.
Pengalaman beberapa remaja yang mengalami dismenore primer,
gejala lain yang mereka alami selain nyeri ialah mual, muntah,
berguling-guling, bahkan pingsan. Ketidaknyamanan tersebut akan mempengaruhi
bahkan tidak sedikit yang absen atau tidak masuk sekolah karena
dismenore yang dialami.
2.2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan masalah dismenore meliputi penatalaksanaan
farmakologi dan non farmakologi untuk mengurangi nyeri. Jika penyebab
dismenore ditemukan, pengobatan difokuskan pada menghilangkan
penyebab. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan pembedahan untuk
menghilangkan atau mengurangi penyebab nyeri (ACOG, 2006).
Penatalaksanaan farmakologi yaitu obat seperti OAINS (obat anti
inflamasi non steroid) menghambat pembentukan prostaglandin. Hal ini
mengurangi rasa kram. Obat ini juga mencegah gejala seperti mual dan
diare. OAINS bekerja maksimal jika diberikan pada permulaan timbulnya
gejala dan biasanya dikonsumsi hanya 1 atau 2 hari. Menurut Hart dan
Norman (2000), pengobatan jangka panjang dengan progesteron juga
mengurangi nyeri menstruasi. Dengan kontrasepsi oral dimana kontrasepsi
oral dosis rendah terbukti efektif mengurangi dismenore pada remaja
wanita pada studi terhadap 76 pasien (Zoler, 2004). Hormon-hormon pada
kontrasepsi membantu mengontrol pertumbuhan dinding uterus sehingga
prostaglandin sedikit dibentuk.
Penatalaksanaan dismenore secara non farmakologi meliputi terapi
nutrisi dengan merubah pola makan atau diet dapat membantu mengurangi
atau mengobati nyeri menstruasi seperti peningkatan masukan makanan
seperti serat, kalsium, makanan dari bahan kedelai, buah-buahan dan
35
kompres hangat, mandi air hangat, yoga, distraksi, massase, tidur/istirahat
dan olahraga atau senam. Olahraga atau senam ini dilakukan setiap pagi
dan atau sore hari. Baik dilakukan 3-5 kali seminggu selama 30 menit
(Martchelina, 2011).
Adapun cara non-farmakologi dapat dilakukan dengan kompres
hangat, makan makanan yang disukai, senam, vitamin, konsumsi obat
herbal, olahraga, akupuntur, yoga dan transcitaneous electrical nerve
stimulation (TENS). Adapun cara lain yang sering digunakan ialah dengan
aromaterapi seperti menggunakan minyak angin dan minyak esensial
(Agustnia dkk, 2010 ).
2.3Senam
2.3.1. Sejarah Senam
Senam pertama kali diperkenalkan pada zaman Yunani
kuno.Senam berasal dari bahasa Gymnastics, Gymnas bearti telanjang,
sebab pada waktu itu orang-orang berlatih tanpa memakai
pakaian.Sedangkan Gymnasium adalah suatu tempat yang dipergunakan
untuk mengadakan latihan senam.Pada zaman itu Gymnastik dilakukan
dalam rangka upacara-upacara kepercayaan yaitu guna menyembah dewa
Zeus (Adithya, 2009).
Senam mulai dikenaldi Indonesia pada tahun 1912, ketika senam
pertama kali masuk ke Indonesia pada zaman penjajahan
pendidikan jasmani. Meskipun belum diketahui secara pasti kapan
dimulainya senam, namun unsur-unsur senam dalam bentuk akrobatik,
latihan pemanasan, dan penyembuhan sudah ada sejak zaman kuno (2000
tahun S.M) seperti yang tersurat dalam lukisan, tulisan dan peninggalan
sejarah lainnya yang ditemukan di Cina, India, Mesir, dan Yunani
(Marwoto, 2008).
2.3.2. Definisi Senam
Marwoto (2008) mendefinisikan senam sebagai latihan tubuh yang
dipilih dan diciptakan dengan berencana. Disusun secara sistematis dengan
tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis.
Ciri-ciri kaidah senam yaitu:
a. Gerakan-gerakannya selalu dibuat atau diciptakan dengan
sengaja.
b. Gerakan-gerakannya berguna untuk mencapai tujuan tertentu
c. Gerakan harus selalu tersusun dan sistematis.
2.3.3. Macam-macam senam
Senam sudah berkembang pesat sampai saat ini, sehingga banyak
bermunculan bentuk dan macamnya yang menyulitkan untuk
mengelompokannya karena satu sama lain ada persamaan dan
perbedaannya. (Suharjana, 2008). Pengelompokan senam menurut F.I.G
(Federation Internationale de Gymnastique) senam dibagi menjadi enam
37
Senam Artistik (Artistc Gymnastics)
Senam artistik adalah gerakan yang cepat dan eksplosif, pada
umumnya menonjolkan kelentukan dan keseimbangan, dan
dilakukan dengan gerakan yang agak lambat, dilaksanakan secara
terkontrol yang mampu memberikan pengaruh mengejutkan dan
mengundang rasa keindahan.
Senam ritmik sportif (Sportif Rhytmic Gymnastics)
Senam yang komposisi geraknya diantarkan oleh tuntutan irama
musik,yang menghasilkan gerak-gerak tubuh dan alat yang indah.
Senam Akrobatik (Acrobatic Gymnastics)
Senam yang mengandalkan kelentukan dan keseimbangan dengan
gerakan yang cepat dan ekslposif, sehingga latihannya banyak
mengandung salto dan putaran, sementara pesenannya harus
mendarat di tempat-tempat yang sulit.
Senam Aerobik Sport (Sport Aerobics)
Senam yang menggabungkan dari suatu gerakan tari, kekuatan,
kelentukan dan keseimbangan sehingga biasanya jenis senam ini
yang biasa diadakan perlombaan.
Senam Trampolin
Senam trampolin merupakan pengembangan bentuk-bentuk latihan
pada alat trampolin (alat pantul), yang pada mulanya merupakan
alat bantu untuk mempelajari gerakan-gerakan tumbling untuk
Senam umum
Senam umum adalah segala jenis senam selain kelima jenis senam
yang disebutkan FGI. Senam umum ini dapat dibedakan dengan
senam lainnya karena mempunyai ciri lima M, yaitu: Mudah,
Murah, Meriah, Massal, dan Manfaat.
Senam yang dilakukan untuk mengurangi nyeri dismenore ini
termasuk kedalam senam umum yang mana gerakannya sesuai dengan ciri
dari senam umum dan juga ciri umum olahraga kesehatanyang dijelaskan
oleh Giriwijoyo(1995:5) dalam Sumaryanti 2006 sebagai berikut:
1. Massal: senam ini dapat diikuti sejumlah besar orang secara
serentak
2. Mudah: gerakan senam mudah diikuti dan dapat dilakukan
dengan baik oleh peserta senam.
3. Murah: tidak memerlukan peralatan maupun ruangan khusus
untuk pelaksanaannya.
4. Meriah: membangkitkan suasana santai dan gembira, bebas
stress dan memungkinkan silaturahmi yang lebih baik
5. Manfaat dan aman: manfaatnya dapat dirasakan baik lahir
maupun batin serta kecil kemungkinan terjadinya cedera.
Istiqomah (2009) menurutnya latihan senam untuk
mengurangi nyeri dismenore ini tidak terlepas dari sistematika
39
1. Gerakan pemanasan
Senam ini dimulai dengan menarik nafas dalam melalui hidung,
sampai perut menggelembung dan tangan kiri terangkat. Tahan
sampai beberapa detik dan hembuskan nafas lewat mulut kemudian
kedua tangan diletakan di pinggang, tunduk dan tegakkan kepala,
patahkan leher ke kiri-ke kanan dan tengokkan kepala ke kiri dan ke
kanan lalu putar bahu bersamaan keduanya dalam hitungan 2x8
hitungan.
2. Gerakan inti
Setelah gerakan pemanasan masuk kedalam gerakan inti yaitu
berdiri dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki
direnggangkan kira-kira 30-35 cm lalu bungkukkan di pinggang dan
berputar ke arah kiri, mencoba menjamah kaki kiri dengan tangan
kanan tanpa membengkokkan lutut.Kemudian lakukan hal yang sama
dengan tangan kiri menjamah kaki kanan.Masing-masingposisi
dilakukan sebanyak empat kali.
Setelah itu gerakan selanjutnya yaitu berdirilah dengan tangan di
samping dan kaki sejajar lalu luruskan tangan dan angkat sampai
melewati kepala. Pada waktu yang sama sepakkan kaki kirimu dengan
kuat ke belakang.Lakukan bergantian dengan kaki kanan. Setiap kaki
melakukan sebanyak empat kali.
3. Gerakan pendinginan
Gerakan terakhir yang dilakukan yaitu gerakan pendinginan.
dengan kuat tahan dan lepaskan.Lalu luruskan kaki tahan beberapa
detik dan lepaskan kemudian kontraksikan seluruh otot tubuh sambil
bernafas pelan dan teraatur lalu relaks.
2.3.4. Manfaat
Sebagian besar gejala-gejala medis yang diakibatkan kurangnya
kegiatan merupakan hal yang menakutkan. Harus disadari bahwa apabila
tubuh tidak pernah/sedikit dipakai, maka kerja paru menjadi tidak efisien,
jantung melemah, kelenturan pembuluh-pembuluh darah berkurang,
ketegangan otot-otot menghilang dan seluruh tubuh menjadi lemah.
Latihan senam merupakan salah satu jenis latihan olahraga yang dapat
mencapai kesegaran jasmani dengan kebutuhan tiap individu.
Menurut Marwoto (2008) orang yang melakukan senam secara
teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik (good physical
fitness). Usur-unsurnya terdiri dari:
1. Kekuatan otot
2. Kelentukan persendian
3. Kelincahan gerak
4. Keluwesan
5. Cardio vasculair fitness
6. Neuro musculair fitness
Apabila orang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan
meningkat jumlah atau volume darah. Dan 20% darah terdapat di otak,
maka akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk norepinefrin yang
41
1. Rasa gembira
2. Rasa sakit hilang
3. Adiksi (kecanduan gerak)
4. Menghilangkan depresi
2.3.5. Lama Durasi Dan Frekuensi Senam
Lama latihan berbanding terbalik dengan itensitas latihan.
Intensitas latihan yang berat memerlukan waktu yang lebih pendek
dibandingkan dengan intensitas latihan yang ringan. Semakin berat latihan
maka semakin singkat waktu latihan, semakin ringan intensitas latihan
maka semakin lama waktu latihan. Suatu latihan akan bermanfaat dengan
baik bila dilakukan dengan tempo yang tepat. Latihan dengan tempo yang
terlampau atau terlalu pendek akan memberikan hasil yang kurang efektif.
(Sumaryanti, 2006)
Frekuensi latihan adalah berapa kali latihan intensif yang dilakukan
oleh seseorang. Latihan dapat dikatakan intensif apabila memenuhi dua
kaidah di atas yaitu memenuhi takaran intensitas dan tempo latihan yang
baik. Frekuensi latihan untuk senam disarankan 2–4 kali dalam satu
minggu. Hal ini dianggap cukup. Apabila frekuensi latihan kurang dari 2
kali maka tidak memenuhi takaran latihan, sedangkan apabila lebih dari 4
kali maka dikhawatirkan tubuh tidak cukup beristirahat dan melakukan
adaptasi kembali ke keadaannormal sehingga dapat menimbulkan sakit /