• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SENAM TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI SAAT DISMENORE

PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata-1 (S1) untuk memenuhi

Persyaratan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Ica Solihatunisa

108104000042

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, 09 Desember 2012

Ica Solihatunisa, NIM : 108104000042

Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Saat Dismenore

Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

ix + 79halaman + 6 tabel + 8bagan + 10 lampiran

ABSTRAK

Dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami oleh wanita. Gejala yang biasa dialami saat dismenore seperti berkeringat, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Penanganan dismenore dapat dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pencegahan yang paling aman dan efektif yaitu dengan melakukan senam. Senam dapat menghasilkan hormone endorpin, yaitu hormon yang dapat memberikan rasa nyaman dan dapat mengurangi rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode quasi

eksperimental model non randomized pretest–postest control group design.

Penelitian dilakukan pada bulan Juli-September 2012 pada mahasiswi program studi ilmu keperawatan. Jumlah sampel keseluruhan pada penelitian ini adalah 46 responden terdiri dari 23 responden pada kelompok intervensi dan 23 responden pada kelompok kontrol dengan menggunakan metode purposive sampling.

Hasil analisis data bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon. Pada kelompok intervensi didapatkan nilai (Z= -4,090, p= 0,000 (p<0,05)) dan pada kelompok kontrol didapatkan nilai (Z= -1,697, p= 0,090 (p>0,05)). Hasil analisis mengenai perbedaan penurunan skala nyeri pada kedua kelompok dengan Uji

Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai rata-rata selisih penurunan skala nyeri

dismenore sebelum dan sesudah diberikan intervensi yaitu nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan ada perbedaan selisih rata-rata penurunan skala nyeri dismenore pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

Senam efektif untuk menurunkan intensitas nyeri saat dismenore. Maka disarankan bagi penderita dismenore untuk melakukan senam ini, agar skala nyeri saat dismenore dapat berkurang dan angka kejadian dismenore juga dapat menurun.

Kata kunci : Senam, Intensitas Nyeri, Dismenore.

(6)

ii

Thesis, 09 Desember 2012

Ica Solihatunisa, Nim: 108104000042

The Impact Of Exercise In Decreasing Of Dismenorrhea Pain Intensity

In Nursing Students at State Islamic University Syarif Hidayatullah

Jakarta.

ix + 79 pages + 6 tables + 8 drafts + 10 attachments

ABSTRACT

Dismenorrhea is gynecology problems that in many cases felt by women. The symptoms when dismenorrhea attack such as sweating, headache, tachycardia, queasy, vomiting, diarrhea and tremor. Dismenorrhea can be held by pharmacology or nonpharmacology. The most effective and safety to prevent dismenorrhea is by performing exercise. Exercise can producehormonesendorphins, the hormone thatcanprovide comfortand mayreduce pain. This research objection is to know the impact of exercise in decreasing of dismenorrhea pain intensity in nursing students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The research is a quantitative research by quasi eksperimental model non randomized pretest-postest control group design method. This research held in July to September 2012 to nursing students. The total sample of this research is 46 respondents that consist of 23 respondents in intervention group and 23 respondents in control group, by using purposive sampling.

The results of the bivariate data analysis using Wilcoxon test. In the intervention group the valueis (Z= -4,090, p= 0,000 (p<0,05) while in the control group, the value is (Z= -1,697, p= 0,090 (p>0,05). The results of the analysis of the differences in pain scale decreased in both groups with the Mann-Whitney test showed that before and after given the intervention is p= 0,000. It showed the difference of painful decreasing scale on intervention group and control group. It means that exercise is effective to decreasing the painful intencity when dismenorrhea attacked.

Exercise effective to reduce the intensity of pain during dysmenorrhea. It is recommended for patients with dysmenorrheal to do these exercises, that the scale of pain during dysmenorrheal can be reduced and the incidence of dysmenorrheal can also be decreased.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat yang tiada terkira kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul “pengaruh

senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi

program studi ilmu keperawatan universitas islam negeri syarif hidayatullah

Jakarta”. Sholawat serta salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW,

semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr (hc) M.K Tadjudin, dr. Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan yang telah membimbing dan memberikan motivasi.

3. Ns. Eni Nuraeni Agustini, S.Kep, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Ilmu

Keperawatan yang telah membimbing dan memberikan motivasi.

4. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi

(8)

memberikan bimbingan dan memberikan motivasi selama penyusunan skripsi

ini.

6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan

ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam

kehidupan penulis.

7. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan

8. Bapak dan Mama serta saudara-saudaraku tercinta, Aa Arif, Ari dan Lulu

terima kasih atas do’a dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

9. Rekan-rekan mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta terima kasih atas kerja sama serta sikap kooperatif

kalian semua.

10. Temanku Novi, Risma, I’ah, Julia, Chicha, Ditha, Ridwan, Eka, Zaldaqi,

Yeyen dan Rischa terimakasih atas suport, bantuaan tenaga dan pikiran

selama penelitian ini, dan teman-teman PSIK 2008 UIN Jakarta terimakasih

atas dukungan, kebersamaan, motivasi kepada penulis selama membuat

skripsi ini.

11.Keluarga besar “Griya Aini” (Amal, Kak Dwi, Kak Nina, Rina, Reva, Mbak

fat dan Mbak Leha) terima kasih atas sumbangan ide serta diskusinya.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini,

(9)

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses

penyusunan skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah. Semoga

skripsi ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Ciputat, Desember 2012

Penulis

(10)

iv

1.3Pertanyaan Penelitian... 8

1.4Tujuan Penelitian... 9

1.5Manfaat Penelitian... 9

1.6Ruang Lingkup Penelitian... 10

(11)

v

2.2.4 Derajat Nyeri Dismenore... 29

2.2.5 Etiologi dan Faktor Resiko... 31

2.2.6 Patofisiologi... 32

2.2.7 Tanda dan Gejala... 33

2.2.8 Penatalaksanaan... 34

2.3 Senam 2.3.1 Sejarah Senam... 35

2.3.2 Definisi Senam... 36

2.3.3 Macam-Macam Senam... 36

2.3.4 Manfaat Senam... 40

2.3.5 Lama Durasi dan Frekuensi Senam……… 41

2.4 Senam dan Dismenore... 42

2.5 Kerangka Teori... 45

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA 3.1 Kerangka Konseptual... 46

3.2 Hipotesis Penelitian... 46

3.3 Definisi Operasional... 47

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Desain Penelitian... 49

4.2Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi... 50

4.2.2 Sampel... 50

4.3 Tempat Penelitian... 52

4.4 Waktu penelitian... 52

4.5 Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian 4.5.1 Alat Pengumpul Data... 52

4.5.2 Prosedur intervensi... 53

4.6 Pengolahan Data... 56

(12)

vi

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Analisa Univariat……….. 62

5.2 Analisa Bivariat………. 65

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian Univariat

6.1.1 Karakteristik Responden……….. 67

6.2 Hasil Penelitian Bivariat

6.2.1 Pengaruh Senam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dismenore

Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan……… 68

6.2.2 Pengaruh Tehnik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu

Keperawatan……….. 71

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan……… 74

7.2 Saran………. 75

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gerakan senam Dismenore

Lampiran 2 Skala nyeri

Lampiran 3 Lembar data responden dan observasi

Lampiran 4 Lembar informed consent

Lampiran 5 Kuesioner penyaringan

Lampiran 6 Lembar permohonan menjadi responden

Lampiran 7 Lembar tujuan, manfaat dan prosedur penelitian

(14)

viii

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi... 13

Gambar 2.2 Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan endometrium 17 Gambar 2.3 Skala intensitas nyeri... 31

Gambar 2.4 Skala intensitas nyeri... 31

Gambar 2.5 Kerangka teori... 44

Gambar 3.1 Kerangka konsep... 45

Gambar 4.1 Desain penelitian... 49

(15)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi operasional... 46

Tabel 5.1 Demografi data responden……….. 63

Tabel 5.2 Distribusi skala nyeri dismenor……… 63

Tabel 5.3 Klasifikasi skala nyeri dismenore……… 64

Tabel 5.4 Analisa skala nyeri dismenore……….. 66

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wanita yang normal secara periodik, akan mengalami peristiwa

reproduksi, yaitu menstruasi. Menstruasi merupakan suatu keadaan

meluruhnya jaringan endometrium karena tidak adanya telur matang yang

dibuahi oleh sperma, peristiwa itu begitu wajar dan alami, sehingga dapat

dipastikan bahwa semua wanita normal pasti akan mengalami proses itu

(Wiknjosastro, 2005). Normalnya lama menstruasi berkisar antara 3-5 hari,

ada yang 1-2 hari diikuti darah yang sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang

sampai 7-8 hari (Wiknjosastro, 2005). Pada kenyataannya banyak wanita

yang mengalami masalah menstruasi, di antaranya adalah nyeri saat

menstruasi yang dikenal dengan dismenore.

Rasa nyeri dismenore merupakan keluhan ginekologi yang paling

umum dan banyak dialami oleh wanita. Bobak (2004) mengungkapkan

dismenore bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala yang timbul akibat

adanya kelainan dalam rongga panggul dan sangat mengganggu aktivitas

wanita. Dismenore seringkali mengharuskan penderita beristirahat dan

meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam akibat dismenore.

Dismenore tidak diketahui secara pasti kaitannya dengan

penyebabnya, namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi yaitu

(17)

2

dapat merupakan gangguan primer atau merupakan gangguan sekunder

dari berbagai jenis penyakit (Widjajanto, 2005 ).

Dismenore yang disebabkan gangguan primer cukup sering terjadi,

biasanya timbul setelah dimulainya menstruasi pertama dan sering kali

hilang setelah hamil atau dengan meningkatnya umur wanita.

Kemungkinan penyebabnya merupakan hasil dari peningkatan sekresi

hormon prostaglandin yang menyebabkan peningkatan kontraksi uterus.

Jenis sakit menstruasi ini banyak menyerang remaja dan berlangsung

sampai dewasa (Smeltzer 2002).

Dismenore sekunder adalah nyeri saat menstruasi yang disertai

kelainan anatomis genitalis (Manuaba, 2001). Dismenore sekunder

berhubungan dengan kelainan yang jelas, kelainan anatomis ini

kemungkinan menstruasi yang disertai infeksi, endometriosis, mioma

uteri, polip endometrial, stenosis serviks, IUD juga dapat merupakan

penyebab dismenore ini (Bobak, 2004).

Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata-rata lebih

dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di Amerika

angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di

Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang

tersiksa oleh dismenore (Kesrepro, 2007). Walaupun pada umumnya rasa

nyeri ini tidak berbahaya, namun seringkali dirasa mengganggu bagi

perempuan yang mengalaminya. Derajat nyeri dan kadar gangguan tentu

(18)

Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang

terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder

(Infosehat, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada

mahasisiwi ilmu keperawatan UIN pada Desember 2011 dari 10

mahasiswi yang dijadikan responden didapatkan hasil bahwa 60% dari 10

mahasiswi tersebut mengalami dismenore. Derajat dismenoreyang mereka

rasakan diantaranya 50% mengalami dismenore sedang dan 50% lainnya

mengalami dismenore berat. Intensitas yang mereka rasakanpun berbeda,

sekitar 70% dari mereka mengalami dismenore tidak rutin saat mereka

menstruasi dan 30% dari mereka selalu mengalami dismenore saat mereka

menstruasi. Penanganan yang mereka lakukan juga berbeda, sebanyak

40% dari mereka melakukan istirahat, kompres air hangat (20%),

ditekan-tekan (20%) dan minum obat paracetamol (20%).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Anggreani (2008) di SMP

Negeri 1 Ambarawa. Dari hasil studi pendahuluannya juga menunjukkan

data bahwa didapatkan 38 orang (76%) mengalami dismenore dan

sementara itu yang tidak mengalami nyeri dismenore saat menstruasi

sebanyak 12 orang (24%).

Tanda dan gejala dismenore sangat bervariasi. Tanda dan gejala

dismenore meliputi kram atau nyeri, mual, muntah, kehilangan nafsu

makan, sakit kepala, sakit punggung, nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit

tidur, pusing, gelisah, dan depresi (Harel, 2002 dalam Agustina dkk,

2010). Pinkerton (2010) dalam Agustina dkk, (2010) menambahkan tanda

(19)

4

sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit atau diare, sakit punggung

bawah, dan kadang terjadi muntah.

Berdasarkan dari pengalaman beberapa remaja yang mengalami

dismenore primer gejala lain yang dialami remaja selain nyeri yang

dirasakan antara lain mual, muntah, berguling-guling, bahkan pingsan.

Ketidaknyamanan tersebut akan mempengaruhi aktivitas remaja. Di

sekolah, konsentrasi belajar remaja menjadi menurun, bahkan tidak sedikit

yang absen atau tidak masuk sekolah karena dismenore yang dialami

(Agustina dkk, 2010).

Menurut penelitian Harel (2002) dalam Agustina dkk (2010),

14-52% remaja USA tidak datang sekolah karena mengalami dismenore,

sedangkan pada remaja usia 11-12 tahun di Australia 53% dilaporkan

mengalami keterbatasan aktivitas sosial, olahraga dan aktivitas sekolah.

Studi di Kuala Lumpur yang dilakukan oleh Wong (2010) dalam Agustina

dkk (2010) juga menyebutkan bahwa 74,5% remajanya mengalami

dismenore, 51,7% diantaranya terganggu konsentrasinya di sekolah,

50,2% terbatasi aktivitas sosialnya, 21,5% tidak hadir ke sekolah, dan 12%

menunjukkan performa yang tidak masimal di sekolah.

Berdasarkan berbagai dampak yang ditimbulkan akibat dismenore

tersebut perlu penanganan yang tepat dan aman. Penanganannya dapat

dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologis

dengan menggunakan obat golongan Nonsteroid anti-inflammatory agents

(NSAIDs) diantaranya ada Ibuprofen, Naproxen, Diclofenac,

(20)

menyebabkan ketergantungan dan memiliki kontraindikasi seperti

Hipersensitivitas, ulkus peptik (tukak lambung), perdarahan atau perforasi

gastrointestinal dan insufisiensi ginjal. Secara nonfarmakologis dapat

dilakukan dengan relaksasi, hipnoterapi, kompres air hangat, senam atau

olahraga teratur dan distraksi dengan cara mengalihkan perhatian melalui

kegitan seperti membaca, menonton televisi dan mendengarkan

musik/radio (Arifin, 2008 ).

Beberapa penderita dismenore, untuk mengurangi rasa nyerinya

tersebutcenderung menggunakan obat sendiri, tanpa konsultasi ataupun

resep dari dokter. Adapun persentase dari minum obat sebanyak 32,5%,

melakukan kompres dengan air panas 34% dan yang paling sering dengan

beristirahat sekitar 92% (Infosehat, 2008). Akan tetapi terapi farmakologi

harus diminimalkan penggunaannya. Karena seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya, bahwa obat-obatan tersebut dapat menyebabkan

ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi (Arifin, 2008 ).Oleh

sebab itu perlu adanya alternatif untuk mencegah atau mungkin bisa

mengurangi angka kejadian dismenore. Senam merupakan salah satu

alternatif yang bisa digunakan untuk mencegah atau mengurangi rasa nyeri

tersebut.

Senam merupakan salah satu tehnik relaksasi yang dapat

digunakan untuk mengurangi nyeri, karena saat melakukan

olahraga/senam otak dan susunan syaraf tulang belakang akan

menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi sebagai obat penenang

(21)

6

menyebutkan bahwa, salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah

nyeri menstruasi ini adalah olahraga, salah satu jenis olahraga yang bisa

dilakukan yaitu senam.

Beberapa gerakan senam dapat meningkatkan pasokan darah ke

organ reproduksi sehingga dapat memperlancar peredaran darah. Senam

ini setidaknya dilakukan dua hingga empat kali seminggu, khususnya

selama paruh kedua siklus menstruasi. Riset menunjukkan bahwa

perempuan yang berolahraga teratur dapat meningkatkan sekresi hormon

dan pemanfaatannya (Ramaiah, 2006).

Menurut Abbaspour (2005) dalam Dyana (2009), wanita yang

teratur berolahraga didapatkan penurunan insidensi dismenore. Hal ini

mungkin disebabkan efek hormonal yang berhubungan dengan olahraga

pada permukaan uterus, atau peningkatan kadar endorfin yang bersikulasi.

Diduga olahraga bekerja sebagai analgesik nonspesifik yang bekerja

jangka pendek dalam mengurangi nyeri.

Dismenore primer merupakan jenis yang tepat untuk dilakukan

senam. Jenis dismenore ini tidak terdapat masalah ginekologi yang

menyebabkan nyeri. Nyeri tersebut terjadi sebagai hasil kontraksi uterus

yang berkepanjangan dan kurangnya aliran darah ke miometrium yang

kemudian mengakibatkan iskemi. Sehingga dengan dilakukannya senam,

aliran darah yang kurang ke miometrium dapat terpenuhi (Ramiah, 2006).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dyana (2009)

mengenai hubungan dismenore dengan olahraga pada remaja usia 16-18

(22)

bahwa kejadian dismenore menurun dengan adanya olahraga. Didapatkan

angka kejadian dismenore pada remaja yaitu 76 orang remaja (84%) dari

90 remaja yang dijadikan sampel. Sekitar 66% penderitanya yaitu remaja

yang tidak melakukan olahraga, dan 34% remaja yang melakukan

olahraga.

Penelitian ini juga didasari oleh peneltian yang dilakukan

Istiqomah 2009 pada remaja putri di SMU N 5 Semarang. Penelitiannya

terkait efektifitas dari senam dismenore dalam mengurangi nyeri

dismenore. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa senam dismenore ini

efektif untuk menurunkan dismenore. Responden yang digunakan

sebanyak 15 remaja yang melakukan senam selama 3 hari sebelum

menstruasi, tingkatan nyeri sebelum mereka melakukan senam yaitu:

dismenore ringan sebanyak 7%, dismenore sedang 53%, dan dismenore

hebat 40%. Tingkatan nyeri yang dirasakan responden setelah senam

dismneore mengalami penurunan, dengan prosentase dismenore ringan

sebanyak 73,33%, dismenore sedang 26,67% dan tidak ada responden

yang mengalami dismenore hebat.

Penelitian yang dilakukan oleh Anggreani (2008) mengenai

Perbedaan tingkat dismenore pada remaja putri antara yang rutin

melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA

Negeri 1 Ambarawa tahun 2008. Hasil penelitiannya di SMA Negeri 1

Ambarawa pada 178 responden adalah diambil kesimpulan bahwa ada

(23)

8

melakukan olahraga dengan yang jarang melakukan olahraga di SMA

Negeri 1 Ambarawa.

1.2Perumusan Masalah

Dismenore atau nyeri saat menstruasi terjadi karena adanya

kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin, sehingga

menyebabkan vasopasme dari arteriol uterin yang menyebabkan

terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan

merangsang rasa nyeri di saat menstruasi (Robert dan David,

2004). Kram, nyeri dan ketidaknyamanan lainnya yang dihubungkan

dengan menstruasi juga disebut dismenore (Kesrepro, 2007).Wanita

pernah mengalami dismenore sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya

mengganggu 50% wanita masa produktif dan 60-85% pada usia remaja,

yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah

(Annathayakheisha, 2009).

Senam adalah salah satu alternatif yang dapat mencegah ataupun

mengurangi skala nyeri saat dismenore. Senam merupakan salah satu

tekhnik relaksasi yang dapat menghasilkan hormon endorphin.Endorphin

adalah neuropeptide yang dihasilkan tubuh pada saat relaks/tenang.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada mahasisiwi ilmu

keperawatan UIN pada Desember 2011 dari 10 mahasiswi yang dijadikan

responden didapatkan hasil bahwa 60% dari 10 mahasiswi tersebut

(24)

diantaranya 50% mengalami dismenore sedang dan 50% lainnya

mengalami dismenore berat. Berdasarkan uraian masalah tersebut

peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh senam terhadap

penurunan intensitas nyeri pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.3Pertanyaan Penelitian

Adakah pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat

dismenore?”

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri

saat dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi skala nyeri saat dismenore yang dialami oleh

mahasiswi ilmu keperawatan sebelum dilakukan senam

b. Mengidentifikasi skala nyeri saat dismenore pada yang dialami oleh

mahasiswi ilmu keperawatan setelah dilakukan senam

c. Menganalisa pengaruh senam terhadap penurunan intensitas nyeri saat

dismenore pada mahasiswi ilmu keperawatan sebelum dan setelah

(25)

10

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi peneliti

a. Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh saat kuliah

b. Mengembangkan minat untuk menganalisa hubungan rasa nyeri dengan

faktor penyebab

c. Menamabah pengetahuan serta pengalaman yang lebih banyak

mengenai informasi terjadinya dismenore dan hubungannya dengan senam

1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam pencegahan nyeri

saat dismenore

b. Dapat dijadikan alternatif baru dalam mencegah nyeri saat dismenore.

1.5.3 Bagi masyarakat

Dapat dijadikan informasi mengenai cara pencegahan rasa nyeri saat

dismenore, sehingga dapat menurunkan angka kejadian nyeri saat

dismenore dan tidak menggangu aktivitas disekolah maupun pekerjaan.

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini untuk melihat variabel senam terhadap variabel

penurunan intensitas nyeri saat dismenore pada mahasiswi imu

keperawatan. Alat ukur untuk mengidentifikasi intensitas nyeri saat

dismenore ini menggunakan skala penilaian nyeri. Disini peneliti

mengukur skala nyeri mahasiswi yang mengalami dismenore pada bulan

(26)

melakukan senam selama 2-3 kali dalam seminggu sebelum siklus

menstruasi bulan berikutnya.

Penelitian ini telah dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen dengan non random

control group pretest-posttest. Data yang digunakan adalah data primer

dengan melakukan intervensi senam terhadap mahasiswi ilmu

keperawatan. Alat evaluasi pada penurunan intensitas nyeri saat dismenore

(27)

11

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1Menstruasi

2.1.1. Definisi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari

uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wikjosastro,

2005).Menstruasi merupakan suatu kejadian alamiah yang terjadi pada

wanita normal.Hal ini terjadi karena terlepasnya lapisan endometrium

uterus.Siklus menstruasi setiap bulannya berbeda pada setiap wanita.

Selama menstruasi darah dan lapisan yang terbentuk pada dinding uterus

mengalir keluar lewat vagina, termasuk juga sel telur yang mati karena

tidak dibuahi oleh sperma, akan tetapi sebanyak apapun darah yang keluar

saat menstruasi tidak akan menyebabkan anemia (Andira, 2010).

Proses menstruasi biasanya terjadi rata-rata pada setiap wanita

sekitar 2 sampai 8 hari. Darah yang keluar rata-rata sebanyak antara

kisaran 10 ml hingga 80 ml/hari. Adapun siklus menstruasi yang normal

adalah rata-rata selama 21-35 hari (Andriyani, 2011).

2.1.2. Fisiologis Siklus Menstrusasi

Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan

seorang wanita, yang dimulai dari (menarke) mulainya menstruasi sampai

terjadinya (menapouse) berhentinya menstruasi. Menstruasi terjadi pada

(28)

satu pertanda bahwa seorang wanita sudah memasuki masa suburnya.

Karena secara fisiologis, menstruasi menandakan telah terbuangnya sel

telur yang sudah matang (Andriyani, 2011).

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara

hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait

pada jaringan sasaran pada saluran reproduksin normal, ovarium

memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya

bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun

lama siklus menstruasi (Bobak, 2004)

Panjang siklus menstruasi ialah jarak tanggal mulainya menstruasi

yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hormon yang berperan

pada suatu siklus menstruasi adalah FSH, GnRH, dan faktor penghambat

prolaktin (prolactin inhibiting factor, PIF). Hormon ini memicu

pengeluaran FSH, LH, dan PRL dari hipofisis anterior. Prolaktin dan LH

memicu sintesis dan pengeluaran hormon di ovarium, yaitu antara 21-35

hari (Wikjosastro, 2005).

Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan

progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel

ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh

sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh

adalah estradiol. Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan

pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual

sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan

(29)

13

siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur

perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron

merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium

yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi

ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron

berperan penting terhadap plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan

yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi

hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan

dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001 dalam

Prima 2010)

Selama satu siklus menstruasi, pada ovarium, uterus, dan serviks

(30)

1.6.1 Bagian-bagian Siklus Menstruasi

Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus

menstruasi, yaitu:

2.1.3.1 Siklus Endometrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,

yaitu:

a. Fase menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan

disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale.

Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada

awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing

Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar

FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

b. Fase proliferasi (fase folikuler)

Selama fase proliferasi, stroma dan kelenjar di endometrium

mengalami regenerasi pada satu proses yaitu penebalan dari lapisan basal

yang masih ada setelah menstruasi yang terakhir (ketebalannya lebih dari

0,5 mm). Biasanya berlangsung 10-14 hari, lama proliferasi bervariasi

jika siklus menstruasi tidak teratur (Andrews, 2009 dalam Prima, 2010).

c. Fase sekresi (fase luteal)

Fase sekretorik dan ovulasi ini terjadi berbarengan dengan periode

korpus luteum aktif secara fungsional dan menyekresikan progesteron dan

estrogen, dan beranglsung selama sekitar 14 hari. Di bawah pengaruh

(31)

15

stroma endometrium menjadi edema, kelenjar-kelenjar berdilatasi dan

menyekresi lendir encer kaya glikogen dan arteri-arteri spiral ini

mengalami dilatasi dan kontraksi ritmik yang berada di bawah kendali

hormon-hormon ovarium. Tebal endometrium sekitar 5 mm pada tahap

ini (Everett, 2007 dalam Prima 2010).

d. Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang diuahi terjadi sekitar 7 sampai 10

hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,

korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut.

Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri

spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional

terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan

basal dan perdarahan menstruasi dimulai.

2.1.3.2 Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat

pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (luitenizing

hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder

dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel

primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam

ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum

terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang

terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai

berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak

(32)

estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus

luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan

fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.

2.1.3.3 Siklus Hipofisis-hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen

dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah

dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi

gonadotropin releasing hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH

menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH

menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi

estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus

memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).

LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari sikus 28 hari.

Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus

luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron

(33)

17

Gambar 2.2. Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan

endometrium

2.1.4 Faktor-faktor yang berperan dalam siklus menstruasi

Menurut Wikjosastro (2005), ada beberapa faktor yang memegang

peranan dalam siklus menstruasi antara lain:

2.1.4.1 Faktor enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya

enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang

pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang

terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan endometrium, khususnya

(34)

luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi

permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak

permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat

makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk

implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi,

maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik

dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium

yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.

2.1.4.2 Faktor vaskular

Pada saat mulai fase proliferasi terjadi pula pembnetukan sistem

vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan

endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi

endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang

menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan

perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari

vena.

2.1.4.3 Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2

dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan

menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk

(35)

19

2.1.5. Gangguan Menstruasi

Proses alamiah menstruasi terjadi pada setiap wanita yang beranjak

dewasa. Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum terjadi pada

saat menstruasi khususnya pada masa remaja. Gangguan dapat

menyebabkan rasa cemas yang signifikan pada penderita maupun

keluarganya.Faktor fisik dan psikologis berperan pada gangguan saat

menstruasi.

Adapun gangguan menstruasi dan siklusnya dalam masa

reproduksi dapat digolongkan dalam:

1. Amenore

2. Oligomenorea

3. Polimenorea

4. Menoragia atau Hiperenorea

5. Hipomenorea

6. Metroragia

7. Dismenore

2.1.5.1Amenore

Amenore adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang

wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum puberitas,

kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Amenore sendiri

terbagi dua, yaitu:

 Amenore primer, yaitu keadaan terjadinya menstruasi pada wanita

yang telah mencapai usia 14 tahun, pertumbuhan seksual sekunder

(36)

16 tahun, namun menstruasi belum juga muncul. Pada jenis

amenore ini disebabkan karena kelainan hormonal (sangat jarang).

Perlu dilakukan analisa hormonal FSH, LH E2 dan Prolaktin.

 Amenore sekunder, yaitu tidak terjadinya menstruasi selama 3

siklus (pada kasus oligomenorea/jumlah darah menstruasi sedikit),

atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi

biasa.

Penyebab tersering dari amenorea primer adalah puberitas

terlambat, kegagalan dari fungsi indung telur, agenesis uterovaginla (tidak

tumbuhnya organ rahim dan vagina), gangguan pada susunan saraf pusat

dan himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah

haid. Sedangkan penyebab terbanyak dari amenore sekunder adalah

kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode

kontrasepsi.

2.1.5.2Oligomenorea

Oligomenorea merupakan suatu keadaan dimana siklus haid

memanjang lebih dari 53 hari, sedangkan jumlah perdarahan tetap sama.

Wanita yang mengalami oligomenorea akan mengalami menstruasi yang

lebih jarang dari pada biasanya. Namun, jika berhentinya siklus

menstruasi berlangsung lebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal

sebagai amenore sekunder.

Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanya gangguan

keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.

(37)

21

normal menjadi memanjang, sehingga menstruasi menjadi jarang terjadi.

Oligomenorea sering terjadi pada 3-5 tahun pertama setelah menstruasi

pertama ataupun beberapa tahun menjelang terjadinya menopause.

Oligomenorea yang terjadi pada masa-masa itu merupakan variasi normal

yang terjadi karena kurang baiknya koordinasi antara hipotalamus,

hipofisis dan ovarium pada awal terjadinya menstruasi pertama dan

menjelang terjadinya menopause, sehingga timbul gangguan

keseimbangan hormon dalam tubuh.

2.1.5.3Polimenorea

Ketika seorang wanita mengalami siklus menstruasi yang lebih

sering (siklus menstruasi yang lebih singkat dari 21 hari), hal ini dikenal

dengan polimenorea. Wanita dengan polimenorea akan mengalami

menstruasi hingga dua kali atau lebih dalam sebulan, dengan pola yang

teratur dan jumlah perdarahan yang relatif sama atau lebih banyak dari

biasanya.

Timbulnya menstruasi yang lebih sering ini tentunya akan

menimbulkan kekhawatiran pada wanita yang mengalaminya.

Polimenorea dapat terjadi akibat adanya ketidak seimbangan sistem

hormonal pada aksis hipotalamus-hippofisis-ovarium. Ketidak

seimbangan hormon tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada proses

ovulasi (pelepasan sel telur) atau memendeknya waktu yang dibutuhkan

untuk berlangsungnya suatu siklus menstruasi normal sehingga

(38)

Pada umumnya, polimenorea bersifat sementara dan dapat sembuh

dengan sendirinya. Penderita polimenorea harus segera dibawa ke dokter

jika polimenorea berlangsung terus menerus. Polimenorea yang

berlangsung terus menerus dapat menimbulkan gangguan hemodinamik

tubuh akibat darah yang keluar terus menerus. Disamping itu,

polimenorea dapat juga akan menimbulkan keluhan berupa gangguan

kesuburan karena gangguan hormonal pada polimenorea mengakibatkan

gangguan ovulasi (proses pelepasan sel telur). Wanita dengan gangguan

ovulasi seringkali mengalami kesulitan mendapatkan keturunan.

2.1.5.4 Menoragia atau Hiperenorea

Menoragia atau Hiperenorea adalah perdarahan menstruasi yang

lebih banyak dari normal (lebih dari 80 ml/hari) atau lebih lama dari

normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu

menstruasi. Siklus menstruasi yang normal berlangsung antara 21-35 hari,

selama 2-8 hari dengan darah menstruasi sekitar 25-80 ml/hari.

Timbulnya perdarahan yang berlebihan saat terjadinya menstruasi

(menoragia) dapat terjadi akibat beberapa hal, diantaranya:

1. Adanya kelainan organik, seperti:

 Infeksi saluran reproduksi

 Kelainan koagulasi (pembekuan darah), misal: kekurangan

protombin, idiopatik trombositopenia purpura (ITP).

 Disfungsi organ yang menyebabkan terjadinya menoragia seperti

(39)

23

gangguan dalam menghasilkan faktor pembekuan darah dan

menurunkan hormon estrogen.

2. Kelainan hormon endokrin misal akibat kelainan kelenjar tiroid dan

kelenjar adrenal, tumor pituitari, siklus anovulasi dan kegemukan.

3. Kelainan anatomi rahim seperti adanya mioma uteri, polip

endometrium, hiperplasia endometrium, kanker dinding rahim dan

lain sebagainya.

4. Latrogenik: misal akibat pemakaian IUD, hormon steroid, obat-obatan

kemoterapi, obat-obatan anti-inflamasi dan obat-obatan antikoagulan.

2.1.5.5Hipomenorea

Hipomenorea adalah pendarahan dengan jumlah darah sedikit,

melakukan pergantian pembalut sebanyak 1-2 kali per hari, dan

berlangsung selama 1-2 hari saja. Penyebab kelainan ini adalah

kekurangan hormon estrogen atau progesteron.

2.1.5.6Metroragia

Metroragia adalah perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada

hubungannya dengan menstruasi dan sering ditemukan pada usia

menopause. Metroragia merupakan suatu perdarahan iregular yang terjadi

di antara dua waktu menstruasi. Pada metroragia, menstruasi terjadi

dalam waktu yang lebih sedikit. Metroragia tidak ada ada hubungannya

dengan menstruasi, namun keadaanya ini sering dianggap oleh wanita

sebagai menstruasi walaupun hanya berupa bercak.

Penyebab dari metroragia paling sering adalah kelianan organik

(40)

karsinoma serviks. Adapun pengobatan yang dilakukan pada metroragia

jenis ini ialah dengan operatif. Dan penyebab endokrinologik sangat

jarang terjadi pada kasus metroragia ini.

2.1.5.7Dismenore

Dismenore adalah nyeri saat menstruasi yang timbul menjelang

atau selama menstruasi. Dikatakan dismenore bila nyeri yang timbul

tersebut sampai membuat wanita tersebut tidak dapat bekerja ataupun

absen dari sekolah. Nyeri yang terjadi sering bersamaan dengan rasa

mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah. Nyeri tersebut

dirasakan di perut sangat sakit (kolik).

Dismenore dibagi dalam dua bentuk, yaitu:

- Dismenore primer

- Dismenore sekunder

Dismenore primer muncul segera setelah menarke, sedangkan

dismenore sekunder sebelumnya tidak merasa nyeri, tetapi selang

beberapa bulan atau bahkan tahun rasa nyeri tersebut baru timbul.

Penyebab pasti dari dismenore primer belum diketahui. Diduga faktor

psikis sangat berperan terhadap timbulnya nyeri. Dismenore primer

umumnya dijumpai pada wanita dengan siklus menstruasi berovulasi.

Pada fase sekresi dijumpai dalam endometrium kadar prostaglandin yang

tinggi.

Penyebab tersering dari dismenore sekunder adalah endometriosis

(41)

25

mengeluh nyeri senggama, nyeri buang air besar, dan sulit mendapatkan

anak (infertil).

2.1.6. Dasar Hukum Menstruasi Menurut Islam

Untuk dapat menetapkan dasar hukum menstruasi, perlu diketahui

terlebih dahulu macam-macam darah yang keluar dari rahim

wanita.Barulah dapat ditentukan mana darah menstruasi dan mana yang

bukan darah menstruasi.

Darah yang keluar dari rahim seorang wanita, dapat dibagi menjadi

dua macam yaitu:

1. Darah menstruasi

Seperti yang telah diterangkan bahwa menstruasi adalah darah kotor yang

keluar dari rahim seorang wanita yang dalam keadaan sehat, dengan tidak

ada sebab.

2. Darah istihadah

Darah istihadah adalah yang keluar dari rahim seorang wanita karena

penyakit, bukan pula darah menstruasi. Wanita yang sedang berdarah

penyakit, wajib mengerjakan semua ibadah sebagai mana ketetapan

hukum wajib atas orang berpenyakit yang lain.

Firman Allah di mana disebutkan dasar hukum dari menstruasi:

Al-baqarah: 222, yang mana artinya sebagai berikut:

Mereka bertanya kepadamu tentang haid (menstruasi), katakanlah: hadi

itu adalah suatu kotoran. Oleh karena itu hedaklah kamu menjauhi diri

(42)

sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah

mereka itu di tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.

Demikian juga sabda Rasulallah saw:

Artinya sebagai berikut:

Sesungguhnya Fatimah binti Abi Hubaisy telah berdarah penyakit, kata

Rasulallah kepadanya: sesungguhnya darah haid itu hitam warnanya

dikenal oleh kaum wanita, maka apabila darah semacam itu ada,

hendaklah engkau tinggakan, apabila keadaan darah tidak seperti itu

hendaklah engkau berwudhu dan sembahyang”.

2.2. Dismenore

2.2.1. Definisi

Dismenore berasal dari bahsa Yunani yaitu Dys bearti sulit atau

menyakitkan atau tidak normal. Meno bearti bulan dan rrhea yang berarti

aliran. Sehingga dismenore didefinisikan sebagai aliran menstruasi yang

sulit atau nyeri (Karim, 2009 dalam Dyah 2010). Dismenore atau nyeri

saat menstruasi merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan

para remaja pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan. Karena

gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya sukar

dinilai.Walaupun frekuensi dismenorea cukup tinggi dan penyakit ini

sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat

(43)

27

Dismenore didefinisikan oleh Stenchever (2002) dalam Chudnoff

(2005) sebagai sensasi nyeri yang seperti kram pada abdomen bawah

sering bersamaan dengan gejala lain seperti keringat, takikardia, sakit

kepala, mual, muntah, diare dan tremor. Oleh karena hampir semua wanita

mengalami rasa tidak enak di perut bawah dan gejala-gejala yang

menyertainya sebelum dan selama haid maka istilah dismenorea hanya

dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita

untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari,

untuk beberapa jam atau beberapa hari.

2.2.2 Epidemiologi

Prevalensi dismenore paling tinggi terdapat pada remaja wanita,

dengan perkiraan antara 20-90%, tergantung pada metode pengukuran

yang digunakan.Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar.Rata-rata

lebih dari 50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore.Di

Amerika angka prosentasenya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%.

Sementara di Indonesia angkanya diperkirakan 55% perempuan usia

produktif yang tersiksa oleh dismenore (Infosehat, 2007).

Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25% yang

terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder

(infosehat, 2009). Wanita pernah mengalami dismenore sebanyak 90%.

Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa produktif dan

60-85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada

(44)

Hasil suatu penelitian ditemukan bahwa 51% wanita tidak hadir di

sekolah ataupun pekerjaan paling tidak sekali dan 8% wanita tidak hadir di

sekolah atau kerja setiap kali mengalami menstruasi. Wanita dengan

dismenore juga mendapatkan nilai lebih rendah di sekolah dan lebih susah

beradaptasi dengan lingkungan sekolah daripada wanita tanpa dismenore

(Abbaspour, 2005 dalam Dyana 2009 ).

2.2.3. Klasifikasi

Jacoeb dkk dalam kelompok studi endokrinologi reproduksi

Indonesia (1995), menyebutkan bahwa dismenore ada dua jenis

berdasarkan etiologinya yaitu primer dan sekunder.

1). Dismenore primer

Dismenore primer merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai.

Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

alat-alat genital yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu

setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai

dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau

bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa hari. Sifat

rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut

bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan

dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare,

iritabilitas, dan sebagainya (Wikjosastro, 2005).

Bobak (2004) mengungkapkan bahwa dismneore primer terjadi,

jika tidak ada penyakit organik, biasanya dari bulan keenam sampai tahun

(45)

29

hilang pada usia 25 tahun atau setelah wanita hamil dan melahirkan

pervaginan.

2). Dismenore sekunder

Dismenore sekunder didefinisikan sebagai nyeri menstruasi yang

dikaitkan dengan penyakit pelvis organik, seperti endometriosis, penyakit

radang panggul pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau uterus,

dan polip uterus. IUD juga dapat merupakan penyebab dismenore

sekunder (Bobak, 2004).

Dismenore sekunder terjadi karena adanya kelainan pada organ

genitalia dalam rongga pelvis. Penderita dismenore sekunder sering

mengalami nyeri yang terjadi beberapa hari sebelum menstruasi disertai

ovulasi dan kadangkala saat melakukan hubungan seksual (Smetzer,

2002).

2.2.4. Derajat Nyeri Dismenore

Riyanto (2002) menyebutkan bahwa derajat dismenore ada empat

yaitu derajat 0-3:

1) Derajat 0

Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tak terpengaruhi

2) Derajat 1

Nyeri ringan dan memerlukan otot rasa nyeri, namun aktivitas

(46)

3) Derajat 2

Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang nyeri namun

aktifitas sehari-hari terganggu.

4) Derajat 3

Nyeri sangat hebat dan tidak berkurang walaupun telah

menggunakan obat dan tidak dapat bekerja, kasus ini segera

ditangani dokter.

Perry dan Potter (2005), mengkarakteristikkan nyeri yang paling

subyektif adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien

sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan,

sedang atau parah. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal

Deskriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari 3-5 kata.

Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang

tidak terkontrol”. Alat VDS ini memungkinkan klien untuk

mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical Ratting Scale,

NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal

ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

(47)

31

(Gambar 2.4) skala intensitas nyeri menurut Wong (2001)

2.2.5. Etiologi dan Faktor Resiko

Banyak teori dikemukan untuk menerangkan penyebab dismneore

primer, tetapi tetap belum jelas penyebabnya hingga saai ini. Dahulu

disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat mempengaruhi

penyebab hal itu, namun penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini

menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang disebut

prostaglandin (Widjajanto, 2005 ).

Diantara sekian banyak hormon yang beredar dalam darah, terdapat

senyawa kimia yang disebut prostaglandin. Telah dibuktikan,

prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh,

termasuk aktivitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan

kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu, dimana

kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus (rahim) akan

bertambah. Hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang hebat yang disebut

dismenore (Vira, 2008).

Beredarnya prostaglandin yang berlebihan ke seluruh tubuh juga

mengakibatkan peningkatan aktivitas usus besar. Jadi prostaglandin inilah

(48)

pada muka, diare serta mual yang mengiringi nyeri pada waktu menstruasi

(Widjajanto, 2005 ).

Faktor resiko yang mempengaruhi dismenore diantaranya usia

antara 15-30 tahun dan sering terjadipada usia 15–25 tahun yang kemudian

hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an. Kejadian dismenore primer

sangat dipengaruhi oleh usia wanita. Rasa sakit yang dirasakan beberapa

hari sebelum menstruasi dan saat menstruasi biasanya karena

meningkatnya sekresi hormon prostaglandin (Junizar, 2004).

Aktivitas juga merupakan faktor resiko yang dapat mempengaruhi

dismenore. Seseorang yang kurang beraktivitas akan menyebabkan

sirkulasi darah dan oksigen menurun, akibatnya aliran darah dan oksigen

menuju uterus menjadi tidak lancar dan menyebabkan sakit dan produksi

endorphin otak akan menurun yang mana akan dapat meningkatkan stres

sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan dismenore primer

(Novia dan Puspitasari, 2006)

2.2.6. Patofisiologi

Prostaglandin dikeluarkan selama fase luteal dan menstruasi,

karena luruhnya dinding endometrium beserta isinya (Bobak, 2004).

Menurut French (2005), dismenore diduga akibat pengeluaran

prostaglandin di cairan menstruasi, yang mengakibatkan kontraksi uterus

dan nyeri. Pelepasan prostaglandin yang berlebihan meningkatkan

amplitudo dan frekuensi kontraksi uterus dan menyebabkan vasospasme

(49)

33

bawah yang bersifat siklik. Respon sistemik terhadap prostaglandin

meliputi nyeri pinggang, kelemahan, pengeluaran keringat, gejala saluran

cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare) dan gejala sistem syaraf pusat

meliputi: pusing, nyeri kepala dan konsentrasi buruk (Bobak, 2004).

Vasopressin juga berperan pada peningkatan kontraktilitas uterus

dan menyebabkan nyeri iskemik sebagai akibat dari vasokonstriksi.

Adanya peningkatan kadar vasopressin juga telah dilaporkan terjadi pada

wanita dengan dismenore primer (Chandran, 2008 dan Edmundson, 2006).

2.2.7. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dismenore sangat bervariasi. Tanda dan gejala

dismenore yang paling umum dirasakan oleh sebagian wanita adalah nyeri

seperti kram di bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke punggung

dan kaki (Ramainah, 2006). Tanda dan gejala dismenore lainnya meliputi

mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sakit kepala, sakit punggung,

nyeri kaki, kelemahan, diare, sulit tidur, pusing, gelisah, dan depresi

(Harel, 2002 dalam Agustina dkk, 2010). Pinkerton (2010) dalam Agustina

dkk, (2010) menambahkan tanda dan gejala dismenore adalah nyeri tajam,

berdenyut, dapat menyebar sampai ke kaki, sakit kepala, mual, sembelit

atau diare, sakit punggung bawah, dan kadang terjadi muntah.

Pengalaman beberapa remaja yang mengalami dismenore primer,

gejala lain yang mereka alami selain nyeri ialah mual, muntah,

berguling-guling, bahkan pingsan. Ketidaknyamanan tersebut akan mempengaruhi

(50)

bahkan tidak sedikit yang absen atau tidak masuk sekolah karena

dismenore yang dialami.

2.2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan masalah dismenore meliputi penatalaksanaan

farmakologi dan non farmakologi untuk mengurangi nyeri. Jika penyebab

dismenore ditemukan, pengobatan difokuskan pada menghilangkan

penyebab. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan pembedahan untuk

menghilangkan atau mengurangi penyebab nyeri (ACOG, 2006).

Penatalaksanaan farmakologi yaitu obat seperti OAINS (obat anti

inflamasi non steroid) menghambat pembentukan prostaglandin. Hal ini

mengurangi rasa kram. Obat ini juga mencegah gejala seperti mual dan

diare. OAINS bekerja maksimal jika diberikan pada permulaan timbulnya

gejala dan biasanya dikonsumsi hanya 1 atau 2 hari. Menurut Hart dan

Norman (2000), pengobatan jangka panjang dengan progesteron juga

mengurangi nyeri menstruasi. Dengan kontrasepsi oral dimana kontrasepsi

oral dosis rendah terbukti efektif mengurangi dismenore pada remaja

wanita pada studi terhadap 76 pasien (Zoler, 2004). Hormon-hormon pada

kontrasepsi membantu mengontrol pertumbuhan dinding uterus sehingga

prostaglandin sedikit dibentuk.

Penatalaksanaan dismenore secara non farmakologi meliputi terapi

nutrisi dengan merubah pola makan atau diet dapat membantu mengurangi

atau mengobati nyeri menstruasi seperti peningkatan masukan makanan

seperti serat, kalsium, makanan dari bahan kedelai, buah-buahan dan

(51)

35

kompres hangat, mandi air hangat, yoga, distraksi, massase, tidur/istirahat

dan olahraga atau senam. Olahraga atau senam ini dilakukan setiap pagi

dan atau sore hari. Baik dilakukan 3-5 kali seminggu selama 30 menit

(Martchelina, 2011).

Adapun cara non-farmakologi dapat dilakukan dengan kompres

hangat, makan makanan yang disukai, senam, vitamin, konsumsi obat

herbal, olahraga, akupuntur, yoga dan transcitaneous electrical nerve

stimulation (TENS). Adapun cara lain yang sering digunakan ialah dengan

aromaterapi seperti menggunakan minyak angin dan minyak esensial

(Agustnia dkk, 2010 ).

2.3Senam

2.3.1. Sejarah Senam

Senam pertama kali diperkenalkan pada zaman Yunani

kuno.Senam berasal dari bahasa Gymnastics, Gymnas bearti telanjang,

sebab pada waktu itu orang-orang berlatih tanpa memakai

pakaian.Sedangkan Gymnasium adalah suatu tempat yang dipergunakan

untuk mengadakan latihan senam.Pada zaman itu Gymnastik dilakukan

dalam rangka upacara-upacara kepercayaan yaitu guna menyembah dewa

Zeus (Adithya, 2009).

Senam mulai dikenaldi Indonesia pada tahun 1912, ketika senam

pertama kali masuk ke Indonesia pada zaman penjajahan

(52)

pendidikan jasmani. Meskipun belum diketahui secara pasti kapan

dimulainya senam, namun unsur-unsur senam dalam bentuk akrobatik,

latihan pemanasan, dan penyembuhan sudah ada sejak zaman kuno (2000

tahun S.M) seperti yang tersurat dalam lukisan, tulisan dan peninggalan

sejarah lainnya yang ditemukan di Cina, India, Mesir, dan Yunani

(Marwoto, 2008).

2.3.2. Definisi Senam

Marwoto (2008) mendefinisikan senam sebagai latihan tubuh yang

dipilih dan diciptakan dengan berencana. Disusun secara sistematis dengan

tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis.

Ciri-ciri kaidah senam yaitu:

a. Gerakan-gerakannya selalu dibuat atau diciptakan dengan

sengaja.

b. Gerakan-gerakannya berguna untuk mencapai tujuan tertentu

c. Gerakan harus selalu tersusun dan sistematis.

2.3.3. Macam-macam senam

Senam sudah berkembang pesat sampai saat ini, sehingga banyak

bermunculan bentuk dan macamnya yang menyulitkan untuk

mengelompokannya karena satu sama lain ada persamaan dan

perbedaannya. (Suharjana, 2008). Pengelompokan senam menurut F.I.G

(Federation Internationale de Gymnastique) senam dibagi menjadi enam

(53)

37

 Senam Artistik (Artistc Gymnastics)

Senam artistik adalah gerakan yang cepat dan eksplosif, pada

umumnya menonjolkan kelentukan dan keseimbangan, dan

dilakukan dengan gerakan yang agak lambat, dilaksanakan secara

terkontrol yang mampu memberikan pengaruh mengejutkan dan

mengundang rasa keindahan.

 Senam ritmik sportif (Sportif Rhytmic Gymnastics)

Senam yang komposisi geraknya diantarkan oleh tuntutan irama

musik,yang menghasilkan gerak-gerak tubuh dan alat yang indah.

 Senam Akrobatik (Acrobatic Gymnastics)

Senam yang mengandalkan kelentukan dan keseimbangan dengan

gerakan yang cepat dan ekslposif, sehingga latihannya banyak

mengandung salto dan putaran, sementara pesenannya harus

mendarat di tempat-tempat yang sulit.

 Senam Aerobik Sport (Sport Aerobics)

Senam yang menggabungkan dari suatu gerakan tari, kekuatan,

kelentukan dan keseimbangan sehingga biasanya jenis senam ini

yang biasa diadakan perlombaan.

 Senam Trampolin

Senam trampolin merupakan pengembangan bentuk-bentuk latihan

pada alat trampolin (alat pantul), yang pada mulanya merupakan

alat bantu untuk mempelajari gerakan-gerakan tumbling untuk

(54)

 Senam umum

Senam umum adalah segala jenis senam selain kelima jenis senam

yang disebutkan FGI. Senam umum ini dapat dibedakan dengan

senam lainnya karena mempunyai ciri lima M, yaitu: Mudah,

Murah, Meriah, Massal, dan Manfaat.

Senam yang dilakukan untuk mengurangi nyeri dismenore ini

termasuk kedalam senam umum yang mana gerakannya sesuai dengan ciri

dari senam umum dan juga ciri umum olahraga kesehatanyang dijelaskan

oleh Giriwijoyo(1995:5) dalam Sumaryanti 2006 sebagai berikut:

1. Massal: senam ini dapat diikuti sejumlah besar orang secara

serentak

2. Mudah: gerakan senam mudah diikuti dan dapat dilakukan

dengan baik oleh peserta senam.

3. Murah: tidak memerlukan peralatan maupun ruangan khusus

untuk pelaksanaannya.

4. Meriah: membangkitkan suasana santai dan gembira, bebas

stress dan memungkinkan silaturahmi yang lebih baik

5. Manfaat dan aman: manfaatnya dapat dirasakan baik lahir

maupun batin serta kecil kemungkinan terjadinya cedera.

Istiqomah (2009) menurutnya latihan senam untuk

mengurangi nyeri dismenore ini tidak terlepas dari sistematika

(55)

39

1. Gerakan pemanasan

Senam ini dimulai dengan menarik nafas dalam melalui hidung,

sampai perut menggelembung dan tangan kiri terangkat. Tahan

sampai beberapa detik dan hembuskan nafas lewat mulut kemudian

kedua tangan diletakan di pinggang, tunduk dan tegakkan kepala,

patahkan leher ke kiri-ke kanan dan tengokkan kepala ke kiri dan ke

kanan lalu putar bahu bersamaan keduanya dalam hitungan 2x8

hitungan.

2. Gerakan inti

Setelah gerakan pemanasan masuk kedalam gerakan inti yaitu

berdiri dengan tangan direntangkan ke samping dan kaki

direnggangkan kira-kira 30-35 cm lalu bungkukkan di pinggang dan

berputar ke arah kiri, mencoba menjamah kaki kiri dengan tangan

kanan tanpa membengkokkan lutut.Kemudian lakukan hal yang sama

dengan tangan kiri menjamah kaki kanan.Masing-masingposisi

dilakukan sebanyak empat kali.

Setelah itu gerakan selanjutnya yaitu berdirilah dengan tangan di

samping dan kaki sejajar lalu luruskan tangan dan angkat sampai

melewati kepala. Pada waktu yang sama sepakkan kaki kirimu dengan

kuat ke belakang.Lakukan bergantian dengan kaki kanan. Setiap kaki

melakukan sebanyak empat kali.

3. Gerakan pendinginan

Gerakan terakhir yang dilakukan yaitu gerakan pendinginan.

(56)

dengan kuat tahan dan lepaskan.Lalu luruskan kaki tahan beberapa

detik dan lepaskan kemudian kontraksikan seluruh otot tubuh sambil

bernafas pelan dan teraatur lalu relaks.

2.3.4. Manfaat

Sebagian besar gejala-gejala medis yang diakibatkan kurangnya

kegiatan merupakan hal yang menakutkan. Harus disadari bahwa apabila

tubuh tidak pernah/sedikit dipakai, maka kerja paru menjadi tidak efisien,

jantung melemah, kelenturan pembuluh-pembuluh darah berkurang,

ketegangan otot-otot menghilang dan seluruh tubuh menjadi lemah.

Latihan senam merupakan salah satu jenis latihan olahraga yang dapat

mencapai kesegaran jasmani dengan kebutuhan tiap individu.

Menurut Marwoto (2008) orang yang melakukan senam secara

teratur akan mendapatkan kesegaran jasmani yang baik (good physical

fitness). Usur-unsurnya terdiri dari:

1. Kekuatan otot

2. Kelentukan persendian

3. Kelincahan gerak

4. Keluwesan

5. Cardio vasculair fitness

6. Neuro musculair fitness

Apabila orang melakukan senam, peredaran darah akan lancar dan

meningkat jumlah atau volume darah. Dan 20% darah terdapat di otak,

maka akan terjadi proses endorfin hingga terbentuk norepinefrin yang

(57)

41

1. Rasa gembira

2. Rasa sakit hilang

3. Adiksi (kecanduan gerak)

4. Menghilangkan depresi

2.3.5. Lama Durasi Dan Frekuensi Senam

Lama latihan berbanding terbalik dengan itensitas latihan.

Intensitas latihan yang berat memerlukan waktu yang lebih pendek

dibandingkan dengan intensitas latihan yang ringan. Semakin berat latihan

maka semakin singkat waktu latihan, semakin ringan intensitas latihan

maka semakin lama waktu latihan. Suatu latihan akan bermanfaat dengan

baik bila dilakukan dengan tempo yang tepat. Latihan dengan tempo yang

terlampau atau terlalu pendek akan memberikan hasil yang kurang efektif.

(Sumaryanti, 2006)

Frekuensi latihan adalah berapa kali latihan intensif yang dilakukan

oleh seseorang. Latihan dapat dikatakan intensif apabila memenuhi dua

kaidah di atas yaitu memenuhi takaran intensitas dan tempo latihan yang

baik. Frekuensi latihan untuk senam disarankan 2–4 kali dalam satu

minggu. Hal ini dianggap cukup. Apabila frekuensi latihan kurang dari 2

kali maka tidak memenuhi takaran latihan, sedangkan apabila lebih dari 4

kali maka dikhawatirkan tubuh tidak cukup beristirahat dan melakukan

adaptasi kembali ke keadaannormal sehingga dapat menimbulkan sakit /

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi..................................................................
Tabel 3.1 Definisi operasional......................................................................
Gambar 2.2. Hubungan antara hipotalamus,hipofisis, ovarium dan
Gambar 2.5 Kerangka teori dikutip dari Bobak (2004), Tjokronegoro (2004),
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Prefix {in-} has the meaning to indicate negation from noun. b) Suffix {-er} has the meaning to indicate noun category of verb. d) Suffix {-ness} has the meaning to

coping behavior to analyze Frank William Abagnale as the major character. in coping his problems in Catch Me If

(1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan minat belajar IPA materi Struktur Bumi dan Matahari pada siswa kelas V SD Negeri Pesayangan 01 antara pembelajaran

Didalam penulisan laporan akhir ini, penulis ingin mengetahui bagaimana perencanaan yang baik dalam merencanakan desain geometrik dan tebal perkerasan pada Jalan Lingkar Luar

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol buah mengkudu dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli memperlihatkan bahwa

  Mengembangkan  Peta  Jalan  Sistem  Keuangan   Inklusif  untuk  Percepatan  Pembangunan  dan   Penanggulangan  Kemiskinan... Peraturan  Presiden

Pada bentang portal momen dengan 2.5H  L  20 m, dimana elemen horizontalnya semakin dominan untuk memikul beban gravitasi, maka sistem PMRBK yang ditinjau dapat menunjukkan

Bagaimana tinjauan maslahah pada pelaksanaan mediasi terhadap perkara perceraian di Pengadilan Agama Semarang.