• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern di Indonesia"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN

DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA

OLEH WIDI HARTATI

H14102040

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

WIDI HARTATI. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional Ke Modern di Indonesia (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan serta kontribusinya terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki subsektor yang juga berperan penting dalam perekonomian nasional yaitu perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi terhadap PDB yang lebih besar dibandingkan dengan subsektor hotel dan restoran. Perdagangan juga berperan penting sebagai penghubung antara sektor produksi dan konsumsi. Bila dikaitkan dengan konsumsi masyarakat, maka subsektor yang lebih berperan adalah perdagangan eceran karena berhubungan langsung atau melayani langsung kebutuhan konsumen akhir. Transaksi dalam perdagangan eceran umumnya membutuhkan sarana berupa pasar. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini, pasar dalam arti fisik telah banyak mengalami perubahan sehingga saat ini dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar tradisional dan modern.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern di Indonesia dengan indikator jumlah pasar dan omzet penjualan serta (2) mengkaji kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam perdagangan eceran tradisional dan modern di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa jumlah pasar tradisional dan modern tahun 1995, 2000 dan 2005 serta data omzet penjualan tahun 1999-2003 yang diperoleh dari instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statisitik, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB serta beberapa literatur lain yang relevan dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

(3)

modern daripada di pasar tradisional. Perkembangan jumlah pasar modern di Indonesia didorong oleh adanya faktor internal berupa keunggulan pasar modern serta faktor eksternal berupa kondisi demografis Indonesia.

Persaingan bisnis ritel yang semakin ketat antara pasar tradisional dengan pasar modern, mendorong pemerintah untuk menyiasati keadaan ini dengan mengeluarkan beberapa peraturan seperti Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.145/MPP/Kep/5/97 dan Menteri Dalam Negeri No. 57 tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, Surat Keputusan (SK) Menperindag No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan serta SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Bila dihubungkan dengan penelitian ini, maka peraturan-peraturan tersebut cukup efektif dalam mengurangi pertumbuhan jumlah pasar modern pada kurun waktu 2000 dan 2005, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah pasar tradisional karena masih adanya beberapa kendala seperti batasan mengenai perdagangan eceran dan grosir belum jelas serta kendala dari pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan pengkajian lebih lanjut mengenai pasar baik tradisional maupun modern. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pasar modern cukup pesat dibandingkan dengan pasar tradisional, maka program pemerintah berupa kemitraan antara pengusaha di pasar modern dan tradisional harus direalisasikan agar pengusaha di pasar tradisional tetap bertahan. Salah satu bentuk kemitraan yang dapat dijalankan oleh pengusaha di pasar tradisional adalah dengan mulai berperan sebagai supplier ataupun wholeseller. Selain itu program kerjasama dengan pihak swasta juga harus ditingkatkan untuk memperbaiki kondisi fisik pasar tradisional.

(4)

PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN

DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA

Oleh WIDI HARTATI

H14102040

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Widi Hartati

Nomor Registrasi Pokok : H14102040 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Widi Hartati lahir pada tanggal 12 Januari 1984 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Elies. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah taman kanak-kanak pada TK Tahta Syajar pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SDN Keranji III dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Tridaya Sakti dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tambun dan lulus pada tahun 2002.

(8)

^tÜçt |Ç| ~â ÑxÜáxÅut{~tÇ

âÇàâ~ ÉÜtÇz@ÉÜtÇz àxÜv|Çàt

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT dengan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional Ke Modern di Indonesia”. Sarana perdagangan eceran berupa pasar baik pasar tradisional maupun modern dipilih penulis sebagai bahan penelitian karena perkembangan kedua pasar ini di Indonesia cukup menarik untuk dikaji. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Sahara, SP, M.Si selaku dosen penguji utama, terimakasih atas saran dan perbaikannya.

3. Alla Asmara S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi, terimakasih atas perbaikan mengenai tata cara penulisan skripsi ini.

4. Staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI atas masukan yang diberikan kepada penulis. 5. Orang tua serta adik penulis (Wirda dan Witri), terimakasih atas doanya. 6. Seluruh mahasiswa Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi

dan dukungannya.

7. Keluarga besar GIRMA, terimakasih atas kebersamaannya.

(10)

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri serta bagi pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

Widi Hartati

(11)

PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN

DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA

OLEH WIDI HARTATI

H14102040

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

WIDI HARTATI. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional Ke Modern di Indonesia (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan serta kontribusinya terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki subsektor yang juga berperan penting dalam perekonomian nasional yaitu perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi terhadap PDB yang lebih besar dibandingkan dengan subsektor hotel dan restoran. Perdagangan juga berperan penting sebagai penghubung antara sektor produksi dan konsumsi. Bila dikaitkan dengan konsumsi masyarakat, maka subsektor yang lebih berperan adalah perdagangan eceran karena berhubungan langsung atau melayani langsung kebutuhan konsumen akhir. Transaksi dalam perdagangan eceran umumnya membutuhkan sarana berupa pasar. Sejalan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini, pasar dalam arti fisik telah banyak mengalami perubahan sehingga saat ini dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar tradisional dan modern.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern di Indonesia dengan indikator jumlah pasar dan omzet penjualan serta (2) mengkaji kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dalam perdagangan eceran tradisional dan modern di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa jumlah pasar tradisional dan modern tahun 1995, 2000 dan 2005 serta data omzet penjualan tahun 1999-2003 yang diperoleh dari instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Badan Pusat Statisitik, Perpustakaan Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB serta beberapa literatur lain yang relevan dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.

(13)

modern daripada di pasar tradisional. Perkembangan jumlah pasar modern di Indonesia didorong oleh adanya faktor internal berupa keunggulan pasar modern serta faktor eksternal berupa kondisi demografis Indonesia.

Persaingan bisnis ritel yang semakin ketat antara pasar tradisional dengan pasar modern, mendorong pemerintah untuk menyiasati keadaan ini dengan mengeluarkan beberapa peraturan seperti Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.145/MPP/Kep/5/97 dan Menteri Dalam Negeri No. 57 tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, Surat Keputusan (SK) Menperindag No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan serta SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Bila dihubungkan dengan penelitian ini, maka peraturan-peraturan tersebut cukup efektif dalam mengurangi pertumbuhan jumlah pasar modern pada kurun waktu 2000 dan 2005, tetapi kurang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan jumlah pasar tradisional karena masih adanya beberapa kendala seperti batasan mengenai perdagangan eceran dan grosir belum jelas serta kendala dari pemerintah daerah.

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan pengkajian lebih lanjut mengenai pasar baik tradisional maupun modern. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pasar modern cukup pesat dibandingkan dengan pasar tradisional, maka program pemerintah berupa kemitraan antara pengusaha di pasar modern dan tradisional harus direalisasikan agar pengusaha di pasar tradisional tetap bertahan. Salah satu bentuk kemitraan yang dapat dijalankan oleh pengusaha di pasar tradisional adalah dengan mulai berperan sebagai supplier ataupun wholeseller. Selain itu program kerjasama dengan pihak swasta juga harus ditingkatkan untuk memperbaiki kondisi fisik pasar tradisional.

(14)

PERGESERAN SUBSEKTOR PERDAGANGAN ECERAN

DARI TRADISIONAL KE MODERN DI INDONESIA

Oleh WIDI HARTATI

H14102040

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Widi Hartati

Nomor Registrasi Pokok : H14102040 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Widi Hartati lahir pada tanggal 12 Januari 1984 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Elies. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah taman kanak-kanak pada TK Tahta Syajar pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SDN Keranji III dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Tridaya Sakti dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tambun dan lulus pada tahun 2002.

(18)

^tÜçt |Ç| ~â ÑxÜáxÅut{~tÇ

âÇàâ~ ÉÜtÇz@ÉÜtÇz àxÜv|Çàt

(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT dengan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional Ke Modern di Indonesia”. Sarana perdagangan eceran berupa pasar baik pasar tradisional maupun modern dipilih penulis sebagai bahan penelitian karena perkembangan kedua pasar ini di Indonesia cukup menarik untuk dikaji. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, arahan serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Sahara, SP, M.Si selaku dosen penguji utama, terimakasih atas saran dan perbaikannya.

3. Alla Asmara S.Pt, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi, terimakasih atas perbaikan mengenai tata cara penulisan skripsi ini.

4. Staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI atas masukan yang diberikan kepada penulis. 5. Orang tua serta adik penulis (Wirda dan Witri), terimakasih atas doanya. 6. Seluruh mahasiswa Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi

dan dukungannya.

7. Keluarga besar GIRMA, terimakasih atas kebersamaannya.

(20)

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri serta bagi pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

Widi Hartati

(21)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ………. 8

2.1.1. Konsep Perdagangan ……….. 8

2.1.2. Perdagangan Dalam Negeri………. 9

2.1.3. Beberapa Definisi Pasar... 10

2.1.4. Peran Perdagangan Eceran dalam Perekonomian Masyarakat 14

2.2. Penelitian Terdahulu ...………... 16

2.3. Kerangka Pemikiran ……… 18

III. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL DAN MODERN ... 20

IV. METODE PENELITIAN ………... 28

4.1. Waktu Penelitian……… 28

4.2. Jenis dan Sumber Data ………. 28

4.3. Metode Analisis ……….……… 28

4.4. Definisi Operasional... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 31

5.1. Pergeseran Perdagangan Eceran di Indonesia……… 31

5.1.1. Pergeseran dengan Indikator Jumlah Pasar... 31

5.1.2. Pergeseran dengan Indikator Omzet Penjualan... 36

(22)

5.3. Faktor Pendorong Perkembangan Pasar Modern

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Kontribusi dan Pertumbuhan Setiap Lapangan Usaha Terhadap

PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2004... 1 1.2. Jumlah dan Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha

di Indonesia tahun 2001-2004... 2 2.1. Pangsa Penjualan Barang Kebutuhan Sehari-hari di Pasar

Tradisional dan Modern... 17 2.2. Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional dan

Di Pasar Modern (Studi Kasus: Negara-negara Asia Pasifik)... 18 3.1. Perkembangan Jumlah Hypermarket di Indonesia.Tahun 1998-2003... 23 3.2. Perkembangan Omzet Penjualan Pasar Tradisional Di Indonesia

Tahun 1998-2003... 25 3.3. Perkembangan Omzet Penjualan Supermarket dan Minimarket

di Indonesia Tahun 1998-2003... 25 3.4. Perkembangan Omzet Hypermarket di Indonesia. Tahun 1998-2003... 26 5.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern

dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 1995 dan 2000………. 32 5.2. Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern

dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 2000 dan 2005……….. 34 5.3. Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Perdagangan Menurut

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual... 19

3.1. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional di Indonesia

Periode 1994-2005... 21 3.2. Perkembangan Jumlah Pasar Modern di Indonesia

Periode 1994-2005... 21 5.1. Pertumbuhan Omzet Pasar Tradisional dan Modern di Indonesia

Tahun 1999-2003... 36 5.2. Proyeksi Jumlah Omzet di Pasar Tradisional dan Modern

Tahun 2005-2008... 37 5.3. Proyeksi Pertumbuhan Omzet di Pasar Tradisional dan Modern

Tahun 2005-2008…………... 38 5.4. Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan

di Sektor Perdagangan Tahun 1999... 40 5.5. Persentase Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan

di Sektor Perdagangan Tahun 2004... 40 5.6. Perkembangan Jumlah Penduduk di Indonesia

Periode 1971-2004... 45 5.7. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga di Indonesia

Periode 1980-2004 ... 46 5.8. Perkembangan Jumlah Wanita Bekerja (PNS) di Indonesia

Tahun 1995-2004... 47 5.9. Perkembangan Tingkat Pendapatan Perkapita di Indonesia

(25)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang

berperan penting sebagai penggerak dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal

ini terlihat dari peranannya terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dan

kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja (Tabel 1.1 dan Tabel 1.2).

Tabel 1.1. Kontribusi dan Pertumbuhan Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2004

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian 11,66

(0,33)

Industri Pengolahan 27,60

(3,30)

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,63

(7,92)

Perdagangan, Hotel dan Restoran

16,24

Perdagangan Besar dan Eceran* 13,34

(4,09)

Pengangkutan dan Komunikasi 4,87

(8,10) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 8,53

(6,60)

Angka dalam kurung merupakan pertumbuhan (%).

*

(26)

2

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran

cenderung memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap PDB bila dibandingkan

dengan sektor perekonomian lainnya pada periode 2001-2004 kecuali pada tahun

2002 yang mengalami penurunan. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan

restoran juga cenderung mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2002

mengalami penurunan. Nilai kontribusi maupun pertumbuhan yang menurun pada

tahun 2002 diduga dipengaruhi oleh menurunnya daya beli masyarakat dan kondisi

politik yang kurang kondusif seperti terjadinya peristiwa bom Bali. Sektor

perdagangan, hotel dan restoran juga memiliki pertumbuhan yang senantiasa lebih

tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB dalam periode 2001-2004.

Tabel 1.2. Jumlah dan Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2001-2004

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian 0

0

Industri Pengolahan 12,09

(13,31)

Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,47

(19,24)

Pengangkutan dan Komunikasi 4,45

(4,90) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1,13

(1,24)

Keterangan : Jumlah tenaga kerja dalam Juta Jiwa. Angka dalam kurung menunjukkan persentase penyerapan tenaga kerja.

*

(27)

3

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa sektor yang memberikan kontribusi terbesar

dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertanian dilihat dari nilai persentase

penyerapan tenaga kerja yang paling besar. Sektor perdagangan, hotel dan restoran

menempati urutan kedua setelah pertanian. Persentase penyerapan tenaga kerja di

sektor perdagangan, hotel dan restoran cenderung meningkat kecuali pada tahun

2003 mengalami penurunan yang diduga akibat berkurangnya aktivitas terutama di

subsektor hotel dan restoran sebagai dampak adanya peristiwa bom Bali tahun

2002.

Salah satu subsektor dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang juga

berperan penting dalam perekonomian adalah subsektor perdagangan besar dan

eceran. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi perdagangan besar dan eceran terhadap

PDB yang lebih dominan bila dibandingkan dengan subsektor hotel dan restoran

(Tabel 1.1).

Perdagangan merupakan salah satu sektor dalam sistem perekonomian

nasional yang berperan dalam menjembatani sektor produksi dengan konsumsi

baik antar sektor maupun secara regional. Dari dua bentuk perdagangan yaitu

perdagangan besar dan eceran, perdagangan eceran merupakan bentuk

perdagangan yang langsung memenuhi kebutuhan hidup atau konsumsi orang

banyak. Perdagangan eceran di Indonesia merupakan kegiatan yang berkembang

pesat, terutama karena didukung oleh masih tingginya tingkat konsumsi

masyarakat. Selain itu, perdagangan eceran juga melibatkan pelaku usaha yang

sangat besar jumlahnya setelah sektor pertanian. Hal tersebut terjadi karena bidang

(28)

4

dibandingkan bidang kegiatan ekonomi lainnya seperti di sektor industri, pertanian

dan lainnya, sehingga sektor perdagangan eceran berperan dalam menyerap

banyak tenaga kerja (Departemen Perdagangan, 2005).

Untuk perekonomian negara berkembang, perdagangan eceran merupakan

katup pengaman bagi penyediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

Saat terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, perdagangan eceran menjadi sektor

tumpuan untuk mengatasi pengangguran dan pemutusan hubungan kerja, bahkan

banyak diantara perusahaan sektor produksi yang stagnan beralih ke sektor jasa

distribusi (Departemen Perdagangan, 2005).

Kegiatan perdagangan eceran sendiri dilakukan melalui transaksi jual beli

di pasar. Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi dewasa ini, citra pasar

dalam arti fisik telah banyak mengalami pembenahan dan peningkatan sehingga

menjadi lebih menarik. Pasar dalam kehidupan modern tidak hanya dihubungkan

dengan transaksi jual beli barang atau jasa tetapi juga berhubungan dengan gaya

hidup masyarakat sehingga berkembanglah pasar modern disamping pasar yang

sebelumnya telah ada yaitu pasar tradisional. Melihat peranan sektor perdagangan

eceran dan perkembangan pasar yang menjadi sarananya cukup pesat, subsektor

perdagangan eceran dipilih sebagai bahan penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan jumlah penduduk terutama di daerah perkotaan, membaiknya

tingkat pendidikan serta kesejahteraan merupakan beberapa faktor yang telah

(29)

5

dengan hal itu, maka diperlukan peningkatan sarana dan prasarana yang dapat

mendukung pola hidup masyarakat tersebut. Peningkatan sarana dan prasarana

antara lain dilakukan melalui pembangunan di berbagai sektor salah satunya

adalah pembangunan di sektor perdagangan termasuk sektor perdagangan eceran

yang pada umumnya ditandai dengan pembangunan sarana perdagangan eceran

baik berupa pasar tradisional maupun pasar modern. Perkembangan pasar modern

yang semakin pesat telah mempengaruhi struktur perdagangan eceran yang pada

awalnya hanya didominasi oleh pasar tradisional.

Bila dilihat dalam kenyataan saat ini, pembangunan pasar modern semakin

marak dan cenderung telah menggeser peranan pasar tradisional karena sebagian

masyarakat terutama masyarakat perkotaan lebih banyak memenuhi kebutuhan

rumah tangga dari pasar modern. Masyarakat lebih memilih untuk berbelanja di

pasar modern karena pasar modern memiliki keunggulan dibandingkan dengan

pasar tradisional antara lain suasana pasar yang bersih, nyaman dan aman serta

harga yang seringkali lebih murah dibandingkan dengan pasar tradisional.

Pertumbuhan pesat pasar modern belakangan ini, perlu memperhatikan

kelangsungan pasar tradisional yang selama ini masih banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah baik sebagai tempat

berbelanja maupun untuk berusaha. Untuk itu, perlu adanya suatu kebijakan dari

pemerintah yang dapat menyelaraskan antara kepentingan pengusaha pasar

(30)

6

Secara ringkas, permasalahan yang akan dibahas adalah :

1. Bagaimana pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke

modern di Indonesia ?

2. Kebijakan apa yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang perdagangan

eceran tradisional dan modern di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern

di Indonesia.

2. Mengkaji kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah dalam sektor

perdagangan eceran tradisional dan modern.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis sendiri berguna khususnya untuk melatih kemampuan berfikir

kritis dan tanggap terhadap permasalahan yang terjadi di daerah dan di

masyarakat.

2. Untuk menambah wawasan bagi para pembaca dalam memberikan

gambaran mengenai kondisi perdagangan eceran di Indonesia saat ini

sehingga akan muncul kritik yang membangun dan dapat dipergunakan

untuk menyempurnakan tulisan ini serta untuk kelangsungan pembangunan

(31)

7

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya akan melihat pergeseran subsektor perdagangan eceran

dari sarana perdagangan berupa pasar, baik pasar tradisional maupun modern.

Indikator yang digunakan untuk melihat pergeseran adalah data jumlah pasar

tradisional dan modern pada tahun 1995, 2000 dan 2005 serta data omzet

penjualan pasar tradisional, supermarket dan hypermarket pada periode

(32)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Perdagangan

Kegiatan pembangunan pada dasarnya adalah kegiatan yang dilaksanakan

di segala sektor yang ditujukan untuk mencapai sasaran tertentu di masa depan.

Salah satu sasaran dari pembangunan adalah peningkatan produksi yang tidak

mungkin terjadi tanpa dukungan perdagangan yang merupakan sektor jasa untuk

menunjang kegiatan pembangunan, baik ditinjau dari aspek dalam negeri maupun

aspek internasional.

Perdagangan diartikan sebagai kegiatan jual beli barang dan jasa yang

dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan jasa

disertai imbalan atau kompensasi, tanpa mengubah bentuk barang atau jasa dari

produsen kepada konsumen yang dilakukan oleh pedagang yaitu perorangan atau

badan usaha yang melakukan kegiatan perniagaan atau perdagangan secara terus

menerus dengan tujuan memperoleh laba (Departemen Perdagangan, 2005).

Kegiatan sektor perdagangan terdiri dari dua subsektor, yaitu sub sektor

perdagangan luar negeri yang terdiri dari perdagangan ekspor dan impor serta sub

sektor perdagangan dalam negeri yang terdiri dari perdagangan partai besar,

perdagangan eceran dan perdagangan informal sedangkan pedagang dapat

digolongkan menjadi dua yaitu pedagang yang membeli barang dari produsen

(dalam partai besar) disebut pedagang besar/grosir atau whole seller dan pedagang

(33)

9

disebut pedagang kecil atau retailer. Pedagang yang terakhirlah yang langsung

berhadapan dengan konsumen (Hidayat dalam Sukaesih, 1994).

Dalam ekonomi makro maupun ekonomi pembangunan, istilah ekspor atau

impor adalah perdagangan yang dilakukan dengan luar negeri atau antar negara,

sedangkan dalam ekonomi regional perdagangan ekspor dan impor berarti

perdagangan yang dilakukan dengan luar wilayah atau daerah termasuk

perdagangan dengan luar negeri (Tarigan, 2005).

2.1.2. Perdagangan Dalam Negeri

Kegiatan perdagangan dalam negeri dapat dilaksanakan oleh perusahaan

penanaman modal yang seluruhya dimiliki oleh Warga Negara Asing atau badan

hukum asing atau oleh perusahaan patungan antara modal asing dengan modal

yang dimiliki Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Lembaga

usaha perdagangan dalam negeri umumnya terdiri dari pedagang besar, pedagang

pengecer dan pedagang informal (BKPM, 1997).

1. Pedagang Besar (Wholesaler)

Pedagagang besar (Wholesaler) adalah perorangan atau badan usaha yang

bertindak atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain yang menunjuknya untuk

menjalankan kegiatan dengan cara membeli, menyimpan, menjual barang dalam

partai besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir. Untuk melakukan

penjualan kepada konsumen akhir harus menunjuk perusahaan nasional sebagai

agen. Termasuk pedagang besar adalah distributor utama, perkulakan (grosir), sub

distributor, pemasok besar, dealer besar, agen tunggal pemegang merek, eksportir

(34)

10

2. Pedagang Pengecer (Retailer)

Pedagang pengecer (retailer) adalah perorangan atau badan usaha yang

kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir

dalam partai kecil. Kegiatan perdagangan eceran umumnya dilakukan di suatu

tempat yang dikenal dengan pasar yaitu tempat bertemunya pihak penjual dan

pembeli untuk melakanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk.

3. Pedagang Informal

Pedagang informal adalah perorangan yang tidak memiliki badan usaha

yang melakukan kegiatan perdagangan barang dan atau jasa dalam skala kecil

yang dijalankan oleh pengusahanya sendiri berdasarkan azas kekeluargaan.

2.1.3. Beberapa Definisi Pasar

Pasar dalam pengertian sederhana dan sempit diartikan sebagai tempat

terjadinya transaksi jual beli (penjualan dan pembelian) yang dilakukan oleh

penjual dan pembeli yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu. Pasar dalam

pengertian ekonomi adalah pertemuan antara penawaran (supply) dan permintaan

(demand), yaitu ada yang menawarkan barang dan ada yang menginginkannya

dengan harga yang disepakati kedua belah pihak. Pasar dalam pengertian fisik

adalah tempat bertemunya pedagang (penjual) dan pembeli (konsumen). Oleh

karena itu pasar mempunyai kedudukan dan peran penting bagi masyarakat luas

dan bagi sektor perdagangan. Bagi sektor perdagangan, pasar merupakan tempat

pedagang berusaha, sebagai sarana distribusi barang bagi produsen dan petani,

tempat memonitor perkembangan harga dan stok barang beserta lapangan kerja

(35)

11

Definisi lain menyebutkan bahwa pasar dapat dibedakan antara pasar

langsung dan pasar tidak langsung. Pasar langsung diartikan sebagai pertemuan

antara penjual dan pembeli di satu tempat yang bernegosiasi sehingga mencapai

kesepakatan dalam bentuk jual beli atau tukar menukar. Dari definisi ini, ada

empat poin penting yang menonjol dan menandakan terbentuknya pasar: pertama,

ada penjual dan pembeli; kedua, mereka bertemu di sebuah tempat tertentu; ketiga,

terjadi kesepakatan diantara penjual dan pembeli sehingga terjadi jual beli atau

tukar menukar; dan keempat, antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat.

Dalam sejarah ekonomi, pasar seperti ini disebut sebagai pasar tradisional. Tetapi,

ada juga pasar di mana pembeli dan penjual bertemu tapi tidak terjadi transaksi

yang didasarkan pada proses tawar menawar seperti di supermarket atau

hypermarket. Dalam kasus lainnya, ada pasar di mana pembeli dan penjual tidak

harus bertemu di satu tempat, juga tidak harus terjadi tawar menawar. Contohnya

adalah pasar e-commerce (jual beli melalui internet). Pasar seperti inilah yang

disebut sebagai pasar tidak langsung. Selain melalui internet, pasar tidak langsung

juga dapat dilihat pada perdagangan di bursa saham, pasar uang maupun pasar

valuta asing (Pontoh, 2005).

Pasar tidak selalu diartikan sebagai suatu tempat terjadinya jual beli antara

penjual dan pembeli. Pasar dalam konsep pemasaran diartikan sebagai kumpulan

orang yang memiliki demand terhadap suatu barang ataupun jasa. Demand

merupakan pengembangan lebih lanjut dari needs dan wants. Needs adalah

kebutuhan manusia yaitu segala sesuatu yang harus dipenuhi oleh manusia karena

(36)

12

makan karena adanya rasa lapar, inilah dasar utamanya. Kemudian needs tersebut

akan berubah menjadi wants atau keinginan jika needs tersebut dipengaruhi oleh

lingkungan masyarakat, budaya dan selera pribadi. Dari satu needs bisa muncul

berbagai macam wants. Sebagai contoh dari needs akan makanan maka tersedia

berbagai macam pilihan tempat makan untuk memenuhi needs tersebut. Perubahan

dari needs menjadi wants belumlah cukup, karena wants harus dilanjutkan kepada

tahap demand atau permintaan. Untuk merubah wants menjadi demands prasyarat

utamanya adalah daya beli atau purchasing power.

Secara mendasar pasar dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar

yaitu pasar konsumen dan pasar bisnis. Beda secara mendasar dari kedua pasar ini

adalah bahwa para pembeli pada pasar konsumen adalah para pengguna langsung

atau end user sedangkan pada pasar bisnis pembelinya merupakan non end user

dan merupakan intermediary artinya pembeli tersebut membeli barang untuk dijual

kembali (Sutikno, 2001).

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

23/MPP/Kep/1/1998 Tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, pasar

didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk

melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk, yang menurut kelas

mutu pelayanan, dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern

(Departemen Perdagangan, 2006).

1. Pasar Modern

Pasar modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta,

(37)

13

shopping centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan

mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di

satu tangan, bermodal relatif kuat dan dilengkapi dengan label harga yang pasti.

Pasar modern biasanya dilengkapi dengan sarana hiburan serperti bioskop, mainan

anak-anak dan restoran yang merupakan daya tarik tersendiri untuk menarik minat

pengunjung.

Pasar modern bermula dari toko serba ada (toserba) yang kemudian

berkembang menjadi supermarket dengan aset dan omzet lebih besar. Supermarket

kemudian berkembang menjadi hypermarket yaitu sebuah toko serba ada dengan

skala lebih besar dan ada unsur modal asing didalamnya. Supermarket atau

hypermarket memiliki keunggulan dibandingkan dengan pasar tradisional karena

harga barang murah, kemasan rapi, jenis barang lengkap, situasi bersih dan

nyaman menjadikan hypermarket sebagai one stop shopping. Konsumen pergi ke

hypermarket untuk membeli semua kebutuhan dengan gengsi tersendiri. Banyak

barang yang tidak dikenal dan bukan menjadi kebutuhan, akhirnya menimbulkan

selera konsumen. Supermarket dan hypermarket tidak saja memenuhi kebutuhan

konsumen, tetapi juga menciptakan kebutuhan.

2. Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif

sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang usaha

sempit, sarana parkir kurang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar dan

penerangan yang kurang baik). Barang yang diperdagangkan adalah kebutuhan

(38)

14

cara pembeliannya dilakukan dengan tawar menawar. Contoh pasar tradisional

adalah pasar Inpres dan pasar lingkungan.

Keadaan pasar tradisional kurang berkembang dan cenderung tetap tanpa

banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Kesan kotor, kumuh, becek

masih melekat pada pasar tradisional, harga tidak pasti, adu tawar, barang tidak

lengkap menyebabkan pasar tradisional kehilangan pembelinya. Namun pasar

tradisional tetap memiliki keunggulan, yaitu dari segi interaksi dan komunikasi

sosial di mana terjadi keakraban antara penjual dengan pembeli. Penjual mengenal

konsumen dengan baik.

Menurut sifat pendistribusinya pasar dapat digolongkan menjadi pasar

eceran yaitu pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan dalam partai kecil dan

pasar perkulakan/grosir yaitu pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai

besar (Departemen Perdagangan, 2006).

2.1.4. Peran Perdagangan Eceran dalam Perekonomian Masyarakat

Perdagangan eceran merupakan bentuk perdagangan yang melayani

konsumen akhir secara langsung. Bidang usaha dari perdagangan eceran antara

lain mencakup kegiatan perdagangan di supermarket, departement store,

pertokoan besar, pertokoan biasa, perdagangan eceran di kios, perdagangan

keliling, perdagangan pesanan, perdagangan jasa, dan dalam hal perdagangan

pengumpulan berhubungan langsung dengan produsen kecil. Salah satu bidang

usaha perdagangan eceran yang banyak diminati oleh masyarakat adalah

(39)

15

Pasar tradisional merupakan pranata ekonomi yang relatif tua dengan

fungsi menyalurkan barang-barang kebutuhan sehari-hari khususnya dan

kebutuhan hidup lainnya. Peranan ekonomi maupun sosialnya yang telah

melembaga merupakan bagian dari dinamika perkembangan suatu masyarakat.

Meskipun saat ini tumbuh berbagai pranata baru dan modern tetapi peranan

strategis pasar tradisional belum tergantikan karena membutuhkan waktu yang

tidak sebentar untuk mengubah budaya belanja masyarakat Indonesia.

Pasar tradisional berperan sebagai penyangga sistem ekonomi nasional,

khususnya sektor perdagangan yang langsung menyediakan kebutuhan konsumen.

Pasar tradisional turut berperan dalam penyerapan tenaga kerja, hal ini terlihat dari

jumlah pedagang yang terserap dalam pasar tradisional. Sebagai contoh, di Jakarta

ada kurang lebih 66 ribu pedagang tertampung di kios-kios resmi pasar tradisional.

Sementara itu yang tidak tertampung jumlahnya hampir dua kali lipat (sekitar 100

ribu pedagang) sedangkan di Surabaya dan Bandung jumlah pedagang yang

tertampung tidak kurang dari 25 ribu orang dan 13 ribu orang.

Pedagang di pasar tradisional termasuk ke dalam kategori pengusaha kecil,

di mana usaha kecil itu sendiri merupakan kegiatan ekonomi rakyat sebagai bagian

integral dunia usaha yang mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis

untuk mewujudkan struktur perekonomian yang makin seimbang dan pemerataan

pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi. Dengan demikian usaha kecil

perlu diberdayakan dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar

dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam

(40)

16

Kehadiran pasar modern dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

eksistensi pasar tradisional yang digerakkan oleh para pengusaha kecil , menengah

dan koperasi seperti pengurangan pola jam kerja dan pengurangan volume

penjualan serta persaingan dalam bentuk lain, sehingga diperlukan bentuk tatanan

perekonomian yang memungkinkan berkembangnya potensi ekonomi masyarakat

dan terjadinya interaksi yang saling menguntungkan diantara para pelaku ekonomi.

Tatanan itu dapat terwujud melalui pola kemitraan antara pengusaha besar dengan

pengusaha kecil dan koperasi (Departemen Perdagangan, 2005).

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai pergeseran pasar dari tradisional ke modern

telah dilakukan, antara lain hasil survei AC Nielsen, pada tahun 2004 yang

menyatakan bahwa jumlah pasar tradisional di Indonesia telah mencapai 1,7 juta

atau sebesar 73 persen dari keseluruhan pasar yang ada. Sedang sisanya sebanyak

27 persen berupa pasar modern. Namun ternyata laju pertumbuhan pasar modern

jauh lebih tinggi dibandingkan pasar tradisional. Pertumbuhan pasar tradisional

sebesar 5 persen per tahun sedang pasar modern mencapai 16 persen. Dilihat dari

organik pasar modern, minimarket mempunyai pasar sebesar 5 persen dengan laju

pertumbuhan sebesar 15 persen sedangkan untuk supermarket pangsa pasarnya

mencapai 17 persen dengan tingkat pertumbuhan 7 persen. Sementara hypermarket

besar pasarnya 5 persen dengan laju pertumbuhan 25 persen per tahun. Bila

dirata-ratakan tingkat pertumbuhan pasar modern sebesar 16 persen setiap tahunnya.

(41)

17

maka lambat laun pasar-pasar tradisional akan tergantikan. Besarnya eliminasi dari

pasar tradisional menurut perhitungan AC Nielsen setiap tahunnya mencapai 1,5

persen (Nafi, 2004).

AC Nielsen Indonesia juga menemukan fakta mengenai penurunan pangsa

penjualan barang kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional seperti yang terlihat

pada Tabel 2.1. Pada tahun 2001 pasar tradisional masih menguasai pangsa sebesar

75,2 persen dari total penjualan barang-barang konsumsi di dalam negeri. Namun

sumbangan penjualan pedagang di pasar tradisional mengalami penurunan menjadi

hanya sebesar 67,6 persen pada tahun 2005.

Tabel 2.1. Pangsa Penjualan Barang Kebutuhan Sehari-hari di Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2001-2005

Tahun Pasar Modern (%) Pasar Tradisional (%)

2001 24,8 75,2 2002 25,1 74,8 2003 26,3 73,7 2004 30,4 69,6 2005 32,4 67,6

Sumber : Silitonga, 2006.

AC Nielsen Indonesia menaksir nilai belanja produk kebutuhan sehari-hari pada

tahun 2004 sebesar 57,24 triliun rupiah dengan rincian pasar modern 18,55 triliun

dan pasar tradisional 38,70 triliun.

Penelitian lain yang dilakukan oleh AC Nielsen pada tahun 2005

menyebutkan bahwa di negara-negara Asia Pasifik (kecuali Jepang), pada tahun

1999-2004 rasio keinginan masyarakat berbelanja di pasar tradisional cenderung

(42)

18

Tabel 2.2. Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional dan di Pasar Modern Tahun 1999-2004 (Studi Kasus : Negara-negara Asia Pasifik)

Tahun Pasar Modern (%) Pasar Tradisional (%)

1999 35 65 2000 37 63 2001 40 60 2002 43 52 2003 44 56 2004 47 53

Sumber : Departemen Perdagangan, 2006.

2.3. Kerangka Pemikiran

Kehidupan masyarakat akan senantiasa mengalami perubahan dan akan

selalu menuju ke tahap yang lebih maju dan lebih modern. Sejalan dengan

kehidupan yang semakin maju dan modern, maka akan muncul kebutuhan-

kebutuhan yang lebih kompleks dan lebih banyak jumlahnya sehingga diperlukan

pula fasilitas pendukung yang lebih baik dan lebih banyak daripada yang tersedia

saat ini. Peningkatan fasilitas ini hanya mungkin terjadi melalui suatu

pembangunan yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah maupun swasta.

Pembangunan di berbagai sektor akan memberikan kontribusi dalam PDB

sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan

masyarakat yang semakin kompleks ini dilaksanakan di berbagai sektor. Salah

satunya adalah di sektor perdagangan berupa pembangunan pasar yang merupakan

fasilitas bagi perdagangan eceran yang berkaitan langsung dengan konsumsi

(43)

19

Perubahan pola hidup masyarakat yang menjadi lebih modern kemudian

mempengaruhi pola belanja di mana masyarakat lebih suka berbelanja di pasar

modern yang memiliki berbagai keunggulan daripada di pasar tradisional.

Perubahan pola belanja dan orientasi pembangunan sarana perdagangan eceran

yang lebih mengarah pada pasar modern telah menyebabkan perkembangan pasar

modern yang pesat sedangkan pasar tradisional perkembangannya relatif stagnan.

Berkembangnya pasar modern di seluruh daerah di Indonesia termasuk di

kota-kota besar telah mempengaruhi struktur perdagangan eceran antara modern dengan

tradisional. Melihat laju pertumbuhan pasar modern yang cukup pesat, maka

pemerintah merasa perlu untuk mengeluarkan kebijakan yang bertujuan

melindungi pedagang kecil di pasar tradisional agar mampu menghadapi

persaingan bisnis ritel saat ini.

Pertumbuhan Ekonomi

Perubahan Pola Hidup Masyarakat Pertumbuhan Sektor Perdagangan

Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Eceran

Modern Tradisional

Stagnan Berkembang Pesat

Kebijakan

KETERKAITAN

(44)

20

III. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL DAN MODERN

Perdagangan eceran merupakan subsektor dari sektor perdagangan yang

memerlukan pasar dalam menjembatani transaksi yang berlangsung di dalamnya

baik dalam bentuk pasar tradisional maupun pasar modern. Pasar tradisional dalam

beberapa dekade yang lalu sekitar tahun 1970 masih memegang peranan penting

dalam menyediakan kebutuhan masyarakat karena pasar modern belum

berkembang. Pemerintah pada saat itu juga masih berperan aktif dalam

memelihara keberadaan pasar tradisional. Hal ini dibuktikan dengan

dikeluarkannya beberapa Instruksi Presiden mengenai pasar tradisional seperti

Instruksi Presiden RI No.7 Tahun 1976 tentang Bantuan Kredit Pembangunan dan

Pemugaran Pasar atau yang lebih dikenal sebagai Program Inpres Pasar serta

Inpres No. 8 tahun 1979 tentang Program Bantuan Kredit Konstruksi

Pembangunan dan Pemugaran Pusat Pertokoan, Perbelanjaan dan Perdagangan.

Kedua Inpres Pasar tersebut diharapkan dapat mewujudkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya atau dengan kata lain distribusi pendapatan dari

kegiatan usaha perdagangan dapat menjadi lebih merata secara proporsional

terutama dalam pemerataan kesempatan berusaha. Namun pada tahun-tahun

berikutnya, program Inpres Pasar tersebut berjalan lambat sehingga perkembangan

jumlah pasar tradisional turut melambat. Bahkan dalam satu dekade terakhir yaitu

periode 1994-2005 jumlah pasar tradisional cenderung mengalami penurunan.

(45)

21

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

Gambar 3.1. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional di Indonesia Periode 1994-2005

Berbeda dengan kondisi jumlah pasar tradisional yang cenderung menurun,

jumlah pasar modern dalam periode 1994-2005 justru mengalami peningkatan.

Seperti yang terlihat dalam Gambar 3.2.

637

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

Gambar 3.2. Perkembangan Jumlah Pasar Modern di Indonesia Periode 1994-2005

Bisnis retail modern mulai bangkit pada tahun 1999 setelah hadirnya

hypermarkert Carrefour dan Continent. Selain dalam bentuk hypermarket, pasar

modern juga mengalami perkembangan pesat dalam bentuk lain seperti

(46)

22

1. Supermarket dan Minimarket

Merupakan sebuah toko yang umumnya menyediakan bahan makanan,

tetapi kegiatannya terus meningkat hingga penyediaan pakaian dan beberapa

homewares tertentu. Membaiknya iklim bisnis retail membuat sejumlah pengusaha

supermarket mulai menambah jumlah outletnya pada tahun 2000 sampai 2002.

Supermarket yang berhasil menambah jumlah outlet dan melakukan ekspansi

usaha antara lain adalah Hero dan Indomaret.

Pada tahun 1999 jumlah outlet Hero di seluruh Indonesia baru 70 outlet,

kemudian pada 2003 total jumlah outletnya menjadi 89. Bukan hanya jumlah

outlet yang bertambah tetapi juga penjualan bersih yang mengalami peningkatan

dari sebesar Rp. 1,69 triliun menjadi Rp. 2,40 triliun di tahun 2002. Indomaret

berhasil melakukan ekspansi dengan mengandalkan konsep mini market dan

waralaba (franchise) yang penempatan lokasi usahanya lebih mendekat ke

kawasan perumahan sehingga pada tahun 2003 Indomaret telah memiliki outlet

sebanyak 740 unit di seluruh Indonesia.

2. Hypermarket

Hypermarket merupakan sebuah toko distribusi self service dengan area

penjualan seluas 5000 m2atau lebih, menjual variasi barang konsumsi yang lebih

luas berisikan gabungan produk makanan dan non makanan dalam berbagai

ukuran transaksi atau kuantitas dan dalam berbagai bentuk kemasan.

Konsep yang dikembangkan oleh hypermarket adalah one stop shopping.

Keunggulan yang menjadi diferensiasinya adalah permodalan, luas ruang outlet,

(47)

23

yang lebih murah dibanding supermarket lain. Hypermarket yang telah

meramaikan bisnis retail di Indonesia antara lain Carrefour dan Giant. Jumlah

hypermarket mengalami peningkatan yang cukup pesat sejak kemunculannya

pertama kali sekitar tahun 1998-1999 seperti yang terlihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perkembangan Jumlah Hypermarket Tahun 1998-2003 di Indonesia

Tahun Jumlah Hypermarket (unit) Pertumbuhan (%)

1998 4 -

Kehadiran hypermarket dalam tatanan bisnis retail modern merupakan

sesuatu yang perlu diperhatikan. Terutama karena hypermarket umumnya dimiliki

oleh investor asing, sehingga peran pemerintah sangat diharapkan guna

memfasilitasi terjadinya iklim persaingan yang sehat antara pengusaha lokal dan

asing dalam bisnis ini.

3. Perkulakan

Perkembangan bisnis supermarket berimbas positif pada bisnis perkulakan.

Hingga saat ini di Indonesia beroperasi lima pusat perkulakan , yaitu PT. Alfa

Retailindo, PT. Makro Indonesia, PT. Goro Batara Sakti, PT. Indo Grosir dan The

Club Store. Prinsip dari bisnis perkulakan adalah menjual harga secara grosir yang

relatif lebih murah, meskipun dapat juga menjual secara eceran. Meskipun

keuntungan perkulakan tidak terlalu besar untuk tiap satuan produk, namun karena

kuantitas yang dijualnya dalam partai besar maka secara keseluruhan bisnis

(48)

24

4. Department Store

Merupakan sebuah toko distribusi dengan luas area yang bervariasi,

biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang konsumsi yang

dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup, self service atau

pelayanan penjualan biasanya di bawah satu manajemen umum. Sebuah

department store boleh meliputi sebuah supermarket yang luasnya tidak lebih dari

2000 m2.

Bisnis department store di Indonesia dijalani oleh sejumlah perusahaan

seperti Matahari, Ramayana, atau Rimo Department Store sedangkan peritel asing

yang memasuki bisnis departement store dalam skala besar antara lain Sogo

Department Store, Yaohan dan Seibu. Kehadiran department store asing tidak

terlalu berpengaruh terhadap kinerja department store lokal karena segmen pasar

antara department store asing dan lokal sudah jelas, di mana department store

lokal lebih berkonsentrasi untuk pasar menengah ke bawah sedangkan department

store asing lebih memfokuskan pada pasar kelas atas. Persaingan department store

ini umumnya terjadi di pusat-pusat perbelanjaan mewah yang dibangun dengan

konsep mall, yaitu memadukan aspek berbelanja dengan unsur rekreasi.

Selain mengalami perkembangan jumlah pasar yang cenderung menurun,

pasar tradisional juga mengalami pertumbuhan yang lambat dan cenderung

menurun dalam jumlah omzet penjualan sedangkan pasar modern memiliki

pertumbuhan omzet yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasar tradisional.

(49)

25

di pasar modern dalam bentuk supermarket, minimarket dan hypermarket pada

Tabel 3.2, 3.3 dan 3.4.

Tabel 3.2. Perkembangan Omzet Penjualan Pasar Tradisional Di Indonesia

Tahun 1998-2003

Tahun Omzet penjualan (Miliar Rupiah)

Rata-rata pertumbuhan per tahun 17,11

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

Jumlah omzet penjualan di pasar tradisional terus mengalami peningkatan

selama periode 1998-2003 namun perubahan peningkatan omzet pada tahun

2002-2003 mengalami penurunan dan menjadi lebih kecil daripada tahun 2001-2002.

Pertumbuhan omzet juga menunjukkan peningkatan sampai tahun 2001 dan

setelah itu menurun terus sampai tahun 2003.

Tabel 3.3. Perkembangan Omzet Penjualan Supermarket dan Minimarket di Indonesia Tahun 1998-2003

Rata-rata pertumbuhan per tahun 25,75

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

Tabel 3.3. menunjukkan bahwa omzet di supermarket dan minimarket terus

(50)

26

bertambah dalam kurun waktu 1998-2003. Pertumbuhan omzet penjualan rata-rata

per tahun supermarket dan minimarket sebesar 25,75 persen. Pertumbuhan omzet

per tahun yang cukup besar, merupakan salah satu alasan bagi para pengusaha

untuk melakukan ekspansi usaha di bidang ini.

Tabel 3.4. Perkembangan Omzet Hypermarket di Indonesia Tahun 1998-2003

Tahun Omzet hypermarket (Miliar Rupiah)

Rata-rata pertumbuhan per tahun 31,46

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

Pertumbuhan omzet hypermarket cenderung mengalami peningkatan sejak

kemunculannya pada tahun 1998 hingga tahun 2003. Pertumbuhan omzet pertahun

dari hypermarket juga cukup tinggi yaitu sebesar 31 persen. Hal ini merupakan

salah satu penyebab perkembangan jumlah hypermarket yang cukup pesat di

Indonesia.

Dilihat dari segi tenaga kerja, saat ini terdapat sekitar 12,6 juta pedagang

yang tersebar di 13.450 unit pasar (Kompas online, 2006). Jumlah pedagang ini

tergolong cukup besar sehingga bila terjadi pergeseran dari pasar tradisional

menjadi modern dikhawatirkan para pedagang di pasar tradisional tidak mampu

bersaing sehingga usaha mereka terpaksa akan tutup. Hal ini akan berakibat pada

meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Namun survei AC Nielsen

menyebutkan bahwa bila terjadi pergeseran dari pasar tradisional menjadi modern

(51)

27

kesempatan kerja dan berusaha yang terbuka karena satu hypermarket saja yang

(52)

28

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Jenis data

yang dikumpulkan meliputi : (1) Jumlah pasar tradisional dan modern dalam

lingkup propinsi dan nasional tahun 1995, 2000 dan 2005; (2) omzet pasar

tradisional dan modern secara nasional periode 1999-2003 serta (3) jumlah tenaga

kerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran berdasarkan tingkat pendidikan

tahun 1999 dan 2004.

Data sekunder tersebut merupakan data yang diperlukan untuk mengkaji

pergeseran subsektor perdagangan eceran dari tradisional ke modern. Data

sekunder dan informasi diperoleh dari berbagai sumber seperti Departemen

Perdagangan, Badan Pusat Statisitik, Perpustakaan LSI IPB serta beberapa literatur

lain yang relevan dengan penelitian ini.

4.3. Metode Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

dengan menyajikan data-data yang berkaitan dengan perdagangan eceran baik

tradisional maupun modern. Untuk melihat pergeseran perdagangan eceran yang

(53)

29

dan tradisional per propinsi serta nasional yang kemudian akan dilihat laju

pertumbuhannya. Perubahan jumlah pasar serta pertumbuhan pasar tradisional dan

modern akan dilihat selama dua titik waktu yaitu antara tahun 1995 dan 2000 serta

tahun 2000 dan 2005. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melihat

pergeseran sarana perdagangan eceran dari pasar tradisional ke modern.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan adalah

sebagai berikut :

Y’ = jumlah pasar modern atau tradisional pada tahun 2000 atau 2005 (unit)

Y = jumlah pasar modern atau tradisional pada tahun 1995 atau 2000 (unit)

Selain pertumbuhan jumlah pasar, juga akan dikaji mengenai jumlah omzet

serta pertumbuhan omzet pasar tradisional dan modern tahun 1999-2003 agar

dapat dibandingkan antara kondisi penjualan di pasar tradisional dan di pasar

modern. Penelitian ini difokuskan untuk melihat pergeseran dari pasar tradisional

ke modern dari jumlah pasar dan omzet penjualan sedangkan pergeseran dengan

indikator tenaga kerja hanya merupakan pelengkap karena data yang digunakan

masih bersifat umum yaitu tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran

bukan data yang spesifik seperti jumlah tenaga kerja di pasar tradisional dan

modern. Untuk kebijakan, akan dibahas secara deskriptif kebijakan apa saja yang

telah atau akan dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka melindungi pedagang

kecil di pasar tradisional agar mampu bertahan dalam persaingan bisnis retail di

(54)

30

4.4. Definisi Operasional

1. Pasar yang digunakan dalam penelitian merupakan pasar fisik.

2. Pasar Tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif

sederhana dengan sarana yang kurang memadai. Barang yang

diperdagangkan adalah kebutuhan sehari-hari, harga barang relatif murah

dengan mutu yang kurang diperhatikan dan cara pembeliannya dilakukan

dengan tawar menawar.

3. Pasar modern merupakan merupakan pasar di mana pengelolaannya

dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan

berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat

dan dilengkapi dengan label harga yang pasti. Pasar modern yang dibahas

di sini adalah pasar modern dalam bentuk supermarket, minimarket dan

hypermarket.

4. Pergeseran diartikan sebagai perubahan proporsi antara pasar tradisional

dengan pasar modern baik dilihat dari jumlah pasar maupun omzet

penjualan.

5. Pergeseran dengan indikator tenaga kerja merupakan perubahan proporsi

antara tenaga kerja berpendidikan rendah dengan tenaga kerja

berpendidikan menengah dan tinggi di sektor perdagangan, hotel dan

restoran.

6. Data jumlah pasar tradisional dan modern yang disajikan bukan merupakan

data time series melainkan data jumlah pasar dalam kurun waktu 5 tahun,

(55)

31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pergeseran Perdagangan Eceran di Indonesia 5.1.1. Pergeseran dengan Indikator Jumlah Pasar

Kegiatan perdagangan eceran merupakan salah satu subsektor dari sektor

perdagangan yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.

Peningkatan ini terjadi seiring dengan peningkatan peran sektor perdagangan

besar, eceran dan restoran dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

Indonesia. Pertumbuhan dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam PDB

Indonesia senantiasa positif yang mengindikasikan bahwa kinerja sektor tersebut

cukup baik dalam perekonomian.

Peningkatan kegiatan perdagangan umumnya ditunjukkan oleh

peningkatan pertumbuhan pasar modern yang ditandai dengan berdirinya pasar

modern di daerah. Meskipun data PDB belum menunjukkan batasan khususnya

tentang pasar modern dan pasar tradisional, namun data perkembangan jumlah

pasar modern dan tradisional selama kurun waktu 1995-2005 mengisyaratkan

bahwa pasar modern tumbuh pesat dibandingkan dengan pertumbuhan pasar

tradisional yang relatif moderat.

Pada Tabel 5.1 dan 5.2 akan disajikan data mengenai perkembangan

jumlah pasar tradisional dan modern baik secara keseluruhan di Indonesia maupun

(56)

32

Tabel 5.1. Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 1995 dan 2000

1995 2000 Perubahan Pertumbuhan (%)

PROPINSI

Sumber : Diolah dari Departemen Perdagangan, 2005. Keterangan:

I: Pasar Swalayan Modern II: Pasar Tradisional

Dari Tabel 5.1, diketahui bahwa jumlah pasar tradisional di Indonesia pada

dua titik waktu yaitu 1995 dan 2000 mengalami penurunan jumlah sekitar 831 unit

dari 9140 unit pada 1995 menjadi 8309 unit pada 2000. Karena terjadi penurunan

jumlah pasar tradisional, maka laju pertumbuhannya bernilai negatif yaitu sebesar

-9,09 persen. Hal ini bertolak belakang dengan perkembangan jumlah pasar

(57)

33

menjadi 1119 unit pada 2000 dan laju pertumbuhannya bernilai positif yaitu

sebesar 20,97 persen. Perbedaan yang terjadi mengindikasikan bahwa secara

nasional telah terjadi pergeseran struktur perdagangan eceran dari tradisional ke

modern.

Bila dilihat perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan per propinsi,

maka dapat dikatakan bahwa hampir seluruh propinsi di Indonesia telah

mengalami pergeseran struktur perdagangan eceran dari tradisional ke modern.

Hal ini terlihat dari perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan pasar modern

yang cenderung meningkat dan bernilai positif di beberapa propinsi sementara

perkembangan jumlah serta laju pertumbuhan pasar tradisional cenderung

mengalami penurunan dan bernilai negatif. Propinsi yang mengalami pergeseran

struktur perdagangan eceran yang cukup besar antara lain adalah Jambi, Lampung,

Jawa Tengah, DI Yogya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi

Utara. Hal ini terjadi karena pola hidup masyarakat di beberapa propinsi tersebut

telah mengalami modernisasi yang didukung oleh meningkatnya pendapatan

sehingga terjadi pergeseran pola belanja masyarakatnya. Propinsi yang nampaknya

tetap mempertahankan keberadaan pasar tradisionalnya antara lain di Jawa Timur

dan Maluku. Jawa Timur mempertahankan keberadaan pasar tradisional karena

menganggapa bahwa pasar tradisional memiliki potensi besar sebagai aset wisata

kota. Pelajaran ini diambil dari beberapa kota di dunia yang sukses memanfaatkan

pasar tradisional untuk menarik turis mancanegara seperti Bangkok, Singapura dan

Venezia, yang memiliki prospek bagus sebagai simpul wisata dan bisnis

(58)

34

hidup masyarakat yang masih tradisional dan keadaan perekonomian masyarakat

yang belum cukup baik bila dibandingkan dengan propinsi lain. Selanjutnya, akan

dilihat perkembangan jumlah dan laju pertumbuhan pada dua titik waktu yaitu

tahun 2000 dan 2005.

Tabel 5.2. Perkembangan dan Pertumbuhan Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Propinsi dan Indonesia Periode 2000 dan 2005

2000 2005 Perubahan Pertumbuhan (%)

PROPINSI Sumber: Diolah dari Departemen Perdagangan, 2005.

Keterangan:

I: Pasar Swalayan Modern II: Pasar Tradisional

Dari Tabel 5.2, diketahui bahwa dibandingkan dengan periode 1995 dan

(59)

35

telah berkurang menjadi sebesar 14,12 persen dibandingkan periode sebelumnya

yang mencapai 20 persen. Hal ini berkaitan dengan peningkatan jumlah pasar

modern yang lebih sedikit dibandingkan dengan periode 1995 dan 2000. Dalam

kurun waktu 2000 dan 2005 jumlah pasar modern hanya meningkat sebanyak 158

unit sedangkan pada periode 1995 dan 2000 meningkat sebanyak 194 unit.

Penurunan jumlah pasar modern ini tidak diikuti dengan membaiknya laju

pertumbuhan pasar tradisional, justru yang terjadi adalah sebaliknya di mana

jumlah pasar tradisional di Indonesia semakin berkurang dari 8309 unit pada 1995

dan 2000 menjadi 7394 unit pada 2000 dan 2005. Hal ini membuat pertumbuhan

pasar tradisional di Indonesia semakin bernilai negatif yaitu dari -9,09 pada 1999

dan 2000 menjadi -11,01 persen pada 2000 dan 2005.

Jika dilihat laju pertumbuhan per propinsi maka perbedaan laju

pertumbuhan antara pasar tradisional dan modern telah berkurang, hal ini terlihat

dari pertumbuhan pasar tradisional yang positif di beberapa daerah sedangkan

pada periode sebelumnya bernilai negatif serta perkembangan jumlah pasar

modern di beberapa daerah cenderung mengalami penurunan. Namun pergeseran

yang cukup besar masih terjadi di beberapa daerah yang beberapa diantaranya

memiliki pertumbuhan pasar tradisional yang positif pada periode sebelumnya,

antara lain Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi

(60)

36

5.1.2. Pergeseran dengan Indikator Omzet Penjualan

Selain melalui jumlah pasar, pergeseran struktur perdagangan eceran juga

dapat dilihat dari perkembangan omzet di pasar tradisional dan di pasar modern.

Omzet merupakan total nilai penjualan atau penerimaan barang dan jasa pada

periode waktu tertentu. Melalui data omzet dapat diketahui volume penjualan

barang di pasar tradisional dan modern.

Dilihat dari laju pertumbuhan omzet pasar tradisional dan modern pada

periode 1999-2003 baik pasar tradisional maupun modern membukukan kenaikan

omzet dan memiliki pertumbuhan omzet yang positif namun laju peningkatan

pertumbuhan omzet pasar tradisional cukup lambat bila dibandingkan dengan

pasar modern. Laju pertumbuhan omzet pasar tradisional dan modern dapat

menunjukkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke modern seperti yang

terlihat pada Gambar 5.1.

21.5

1999 2000 2001 2002 2003

Tahun

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

(61)

37

Omzet di pasar tradisional cenderung menurun walaupun sempat

menunjukkan peningkatan sampai tahun 2001. Setelah itu trendnya terus menurun

sampai tahun 2003. Jika melihat trend di pasar modern pada tahun 2002-2003 juga

mengalami penurunan, namun hal tersebut lebih disebabkan oleh persoalan makro

ekonomi. Tetapi data tahun 2001-2002 menunjukkan bahwa pertumbuhan omzet

penjualan di pasar tradisional menurun sementara di pasar modern seperti

hypermarket mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen

lebih tertarik untuk berbelanja di pasar modern seperti hypermarket daripada di

pasar tradisional (Departemen Perdagangan, 2005).

Selain dilihat dari pertumbuhan omzet aktual periode 1999-2003,

Departemen Perdagangan juga memiliki data mengenai proyeksi jumlah omzet

serta proyeksi pertumbuhan omzet untuk periode 2005-2008. Jumlah omzet di

pasar tradisional dan modern diproyeksikan terus mengalami peningkatan seperti

yang terlihat pada Gambar 5.2.

456.37

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

(62)

38

Sementara itu, untuk pertumbuhan omzet di pasar tradisional dan modern

diproyeksikan menurun (Gambar 5.3). Laju pertumbuhan omzet pasar tradisional

diproyeksikan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pasar modern yang

menandakan bahwa untuk periode ke depan masyarakat diduga akan lebih banyak

berbelanja di pasar modern daripada di pasar tradisional.

15.82

Sumber : Departemen Perdagangan, 2005.

Gambar 5.3. Proyeksi Pertumbuhan Omzet di Pasar Tradisional dan Modern Tahun 2005-2008

Walaupun angka proyeksi omzet penjualan untuk periode ke depan seperti

yang terlihat dalam Gambar 5.3 hanya sebesar 10,73 persen namun bisnis pasar

modern tetap menjanjikan keuntungan yang cukup berarti. Dilihat dari prospek

keuntungan yang cukup signifikan, maka pasar modern dalam bentuk supermarket

minimarket dan hypermarket akan terus melakukan ekspansi usahanya terutama ke

daerah-daerah sehingga jumlahnya akan terus bertambah dalam periode

Gambar

Tabel 1.1. Kontribusi dan Pertumbuhan Setiap Lapangan Usaha Terhadap   PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2004
Tabel 1.2. Jumlah dan Distribusi Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 2001-2004
Tabel 2.2. Rasio Keinginan Masyarakat Berbelanja di Pasar Tradisional   dan
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya 20. Ayat ini merujuk pada kehalalan jual beli dan keharaman

Pada teks tersebut, bisa dilihat dengan gamblang bagaimana proses pergeseran struktur yang mengacu kepada bahasa sasaran. Faktor komunikasi yang efektif terhadap bahasa

Regresi berganda adalah pengembangan dari regresi linier sederhana, yaitu sama-sama alat yang dapat digunakan untuk memprediksi permintaan di masa yang akan datang

4< ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Hasil pembelajaran dapat berupa hasil nyata ( actual outcomes ), yaitu hasil nyata yang dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi tertentu, dan hasil yang diinginkan

Dari hasil pengamatan di atas, sanggit Ki Timbul Hadiprayitna dalam lakon Bisma Gugur khususnya pada jejer I yang isinya Bisma lahir di Negara Ngastina tidak tepat.. Hal ini

Tema desain yang digunakan pada proyek Sentra Batik Khas Blora ini adalah Arsitektur Neo Vernakular.. Kata “Neo” diambil dari Bahasa Yunani dan digunakan sebagai

Operasi hitung pada volume kubus dan balok yaitu dengan mengalikan, maka ketika dibalikan pun antara panjang (p). Selain itu, terdapat soal yang akan menguji kemampuan