• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascaloicum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascaloicum L.)"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK APLIKASI ZPT DAN UMUR PINDAH TANAM BIBIT TSS (True Shallot Seeds) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASIL TANAMANBAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

TESIS

OLEH :

117001003/AET MARIANA

PROGRAM STUDI MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH TEKNIK APLIKASI ZPT DAN UMUR PINDAH TANAM BIBIT TSS (True Shallot Seeds) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASILTANAMANBAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

TESIS

DiajukanSebagai Salah SatuSyaratuntukMemperolehGelar Magister Pertaniandalam Program Studi Magister

AgroekoteknologiFakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara

Oleh MARIANA 117001003/AET

PROGRAM STUDI MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

JudulTesis :PENGARUH TEKNIK APLIKASI ZPT DAN UMUR PINDAH TANAMBIBIT TSS (True Shallot Seeds)

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASILTANAMANBAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

NamaMahasiswa : Mariana NomorPokok : 117001003

Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Menyetujui KomisiPembimbing

(Dr. Ir. LollieAgustina P. Putri, M. Si)

Ketua Anggota

(Dr. Ir. HamidahHanum, MP)

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Prof. Dr. Ir. DarmaBakti, MS

(4)

PERNYATAAN JudulTesis

PENGARUH TEKNIK APLIKASI ZPT DAN UMUR PINDAH TANAM BIBIT TSS (True Shallot Seeds) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASILTANAMANBAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

Denganinipenulismenyatakanbahwatesisinidisusunsebagaisyaratuntukmem

perolehgelar Magister Pertanianpada Program Studi Magister

AgroekoteknologiFakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara

adalahbenarmerupakankaryapenulissendiri.

Adapunpengutipan-pengutipan yang

penulislakukanpadabagian-bagiantertentudarihasilkarya orang lain dalampenulisantesisini,

telahpenuliscantumkansumbernyasecarajelassesuaidengannorma, kaidah,

danetikapenulisanilmiah.

Apabila di

kemudianhariternyataditemukanseluruhatausebagiantesisinibukanhasilkaryapenuli

ssendiriatauadanyaplagiatdalambagian-bagiantertentu,

penulisbersediamenerimasanksi-sanksilainnyasesuaidenganperaturanperundang-undangan yang berlaku.

Medan, Agustus 2014 Penulis

(5)

Telahdiujipada

Tanggal : 26 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. LollieAgustina P. Putri, M.Si Anggota : 1. Dr. Ir. HamidahHanum, M.P

2. Luthfi M.A Siregar, SP, M.Sc, Ph.D 3. Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc

(6)

ABSTRACT

Mariana, 2014. The Effects ofPlant Growth Regulator of

ApplicationsTechniqueandAgetransplantingseedlingsTSS(True ShallotSeeds) on

the Growthand Yieldof Shallot(Allium ascaloicumL.). Supervisedby Dr.Ir.

LollieAgustinaP.Putri, M.SiandDr.Ir. HamidahHanum, MP.

The aim of this research was to know ofthe aplication techniques of PGR and age transplantingseedlings TSSongrowthand yieldof shallotseedorigin. The research wascarried out in September2013 toJanuary 2014intheGeulanggangGampongKota

Juang Sub districtBireuen District. The research

methodewasimplementedrandomized block design(RBD) factorialconsistingof2factorwith3replications. The first factoris the technique ofapplicationof PGR (Z) by using acombination ofauxinandcytokinin (50ppm NAA +50ppmBAP) whichconsistsof4levels namely : withoutthe application of PGR, Soakingthe seeds TSSfor 30minutesin a solution ofPGR,sprayingthe plantswitha solution ofPGRandsoakingseedsandsprayingthe plantswitha solution ofPGR. The second factoris theage transplanting seedlings TSS (T) consistingof 4 levels, namely age transplanting3, 4, 5 and 6 weeksafter sowing.The results showedthat the application technique of PGRdoes notsignificantly effect toincreaseplant growthbutsignificant effect onthe increase inthe number of rootsat

harvest, stoverdryweight, number of bulbsandharvest age.

Techniquesseedsoakingfor 30minutesin a solution ofPGR(Z1) giveshigher yieldsthan thetreatmentapplication techniquesseed soakinginplain water(Z0). Treatment ofseedlingswhentransplantingvery significant effect onplant growthandincreasecrop yieldsexcept forbulbdiameterandnumber of bulbs. The interactionbetweentreatmenttheapplication techniquesof PGR and agetransplantingseedlingsTSScanspeed upharvesting. Interactionsbest atharvest

timeafterplantingseedlingstransferredfound inalltreatmenttechniqueswith theapplicationof growth regulatorsseedling age4, 5and6weeksafter sowing. The

bestinteractionofharvestingaftersowingthe seedsfound inseedsoakingin watertreatmentandin the solutionof growth regulatorsat the age of3and4weeksafter sowing.

(7)

ABSTRAK

Mariana, 2014. Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur

Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Bawang Merah (Allium ascaloicum L.) dibawah bimbingan Dr. Ir. Lollie Agustina

P. Putri, M.Si dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik aplikasi ZPT dan umur pindah tanam bibit TSS yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah asal biji.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Januari 2014 di Gampong Geulanggang Gampong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen. Metode penelitian yang dilaksanakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah teknik aplikasi ZPT dengan menggunakan kombinasi auksin dan sitokinin (larutan NAA 50 ppm + BAP 50 ppm ) yang terdiri dari 4 taraf yaitu tanpa aplikasi ZPT, perendaman benih TSS selama 30 menit dalam larutan ZPT, penyemprotan tanaman dengan larutan ZPTdan perendaman benih dan penyemprotan tanaman dengan larutan ZPT. Faktor kedua adalah umur pindah tanam bibit yang terdiri dari 4 taraf yaitu pindah tanam umur bibit 3, 4, 5 dan 6 minggu setelah semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik aplikasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatanpertumbuhan tanaman namun berpengaruhnyata terhadappeningkatan jumlah akar saat panen, berat brangkasan kering, jumlah umbi dan umur panen. Teknik perendaman benih selama 30 menit dalam larutan ZPT (Z1) memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan teknik aplikasi perendaman benih dalam air biasa (Z0). Perlakuan umur bibit saat pindah tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman kecuali terhadap diameter umbi dan jumlah umbi. Interaksiantara perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur pindah tanam bibit TSS dapat mempercepat umur panen. Interaksi terbaik pada umur panen setelah bibit dipindah tanam dijumpai pada semua perlakuan teknik aplikasi zat pengatur tumbuh dengan umur bibit 4, 5 dan 6 minggu setelah semai. Interaksi terbaik terhadap umur panen setelah benih disemai dijumpai pada perlakuan perendaman benih dalam air dan dalam larutan zat pengatur tumbuh pada umur 3 dan 4 minggu setelah semai.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT pencipta alam semesta yang dengan Qudrah

dan Iradah-Nya penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini yang

merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Pertanian pada

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak mungkin terlaksananya

penelitian ini tanpa bantuan pihak lain, baik material maupun spiritual. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang

tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf., MP selaku Ketua Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi

Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara sekaligus sebagai pembimbing Utama penulis yang dengan susah

payah telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis

ini.

4. Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP, selaku pembimbing anggota yang juga

telah banyak sekali membantu penulis dalam membimbing dan

(9)

5. Bapak Lutthfi M.A Siregar, SP, M. Sc, Ph.D dan ibu Prof. Dr. Ir. T.

Sabrina, M.Sc serta kepada bapak Dr. Ir. Revandy Iskandar Damanik, M.

Sc selaku komisi pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

6. Suamiku tercinta yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis

agar dapat menempuh pendidikan Program PascaSarjana (S2)

7. Dan kepada kedua orang tua alm. Abdullah dan ibu Mariah berkat doa –

doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

8. Tidak lupa kepada anak-anakku tercinta Ikhwanul Muslim, Syahrul

Ramadhan dan Munna Salsabila. Maafkan bunda yang selalu sibuk dalam

pekerjaan dan pendidikan sehingga mengurangi waktu untuk selalu

bersama.

9. Kepada sahabat-sahabatku S2 yang seangkatan (2011), angkatan 2012 dan

kakak-kakak calon doktor 2011 dan 2012.

10.Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya kepada Allah Jualah penulis serahkan semuanya dan semoga

tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukannya. Amin.

Medan, 26 Agustus 2014 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Mariana, dilahirkan sebagai anak ke sepuluh dari duabelas bersaudara

pada tanggal 1 Januari 1975 di Bireuen, Aceh dari pasangan Alm. Abdullah Ben

dan Mariah. Pendidikan formal mulai ditempuh dari sekolah dasar di SD Inpres

Geulanggang Teungoh Bireuen selesai pada tahun 1988, melanjutkan ke SMP

Muhammadiyah Bireuen dan selesai pada tahun 1991. Pendidikan pada Sekolah

Menengah Atas ditempuh di SMA Negeri 2 Bireuen yang diselesaikan pada tahun

1994 dan kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Syiah

Kuala Banda Aceh pada Fakultas Pertanian Program Studi Agronomi dan lulus

pada tanggal 26 Juli 1999.

Sejak tahun 2007 sampai saat ini penulis bekerja di Fakultas Pertanian

Universitas Almuslim Matangglumpangdua Bireuen sebagai tenaga pengajar di

Program Studi Agroteknologi. Sejak tahun 2009 sampai sekarang penulis juga

bekerja sebagai penyuluh pertanian lapangan honorer di Kecamatan Kota Juang

Kabupaten Bireuen.

Pada tahun 2011, penulis memperoleh kesempatan menempuh pendidikan

program magister dengan bantuan program BPPs pada program studi

(11)
(12)

3.5.11 Penanaman ... 32

3.5.12 Penyulaman ... 32

3.5.13 Pemeliharaan Tanaman Setelah Pindah Tanam Bibit ... 32

(13)

DAFTAR TABEL

1. Susunan kombinasi perlakuan antara teknik aplikasi ZPT dan umur

bibit saat pindah tanam ... 24

2. Rata-rata persentase daya kecambah benih (%) akibat perlakuan perendaman dalam air (Z0) dan perendaman dalam larutan ZPT (Z1) ... 37

3. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah pada saat tanam, umur 15, 30 dan 45 HSPT akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT (Z) dan umur

bibit saat pindah tanam (T) ... 40

4. Rata-rata jumlah daun tanaman bawang merah asal biji saat tanam, umur 15, 30 dan 45 HSPT akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT (Z)

dan umur bibit saat pindah tanam (T) ... 42

5. Rata-rata jumlah akar tanaman bawang merah pada saat pindah tanam dan saat panen akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT (Z) dan

umur bibit saat pindah tanam (T) ... 45

6. Rata-rata jumlah khlorofil daun bawang merah akibat perlakuan

teknik aplikasi ZPT (Z) dan umur bibit saat pindah tanam (T) ... 47

7. Rata-rata berat brangkasan basah bawang merah per tanaman sampel dan per plot akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT (Z) dan

umur bibit saat pindah tanam (T) ... 50

8. Rata-rata berat brangkasan kering bawang merah per tanaman sampel dan per plot akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT (Z) dan

umur bibit saat pindah tanam (T) ... 52

9. Rata-rata diameter umbi bawang merah akibat perlakuan teknik

aplikasi ZPT (Z) dan umur bibit saat pindah tanam (T) ... 54

10. Rata-rata jumlah umbi bawang merahakibat perlakuan teknik

aplikasi ZPT (Z) dan umur bibit saat pindah tanam (T) ... 55

11. Rata-rata umur panen bawang merah setelah bibit dipindah tanam akibat pengaruh interaksi antara teknik aplikasi ZPT (Z) dan umur

(14)

12. Rata-rata umur panen bawang merah sejak benih disemaiakibat pengaruh interaksi antara teknik aplikasi ZPT (Z) dan umur bibit

saat pindah tanam (T) ... 59

4. Rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) varietas TUK TUK akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0) dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu pertama (untuk pindah tanam umur bibit 6 MSS)……….. 74

5. Hasil uji T rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) varietas TUK TUK akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0) dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu pertama (untuk pindah tanam umur bibit 6 MSS)…. 74

6. Rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) varietas TUK TUK akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0) dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu kedua (untuk pindah tanam umur bibit 5 MSS)………... 75

7. Hasil Uji T rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0)dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu kedua (untuk pindah tanam umur bibit 5 MSS) ... 75

8. Rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0) dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu ketiga (untuk pindah

tanam umur bibit 4 MSS)………... 76

9. Hasil uji T rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0)dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu ketiga (untuk

(15)

10. Rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0) dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu keempat(untuk pindah

tanam umur bibit 3 MSS) ……….. 77

11. Hasil Uji T rata-rata persentase daya kecambah benih bawang merah asal biji (TSS) varietas TUK TUK akibat perlakuan perendaman benih dalam air (Z0)dan dalam larutan zat pengatur tumbuh (Z1) pada persemaian minggu keempat (untuk pindah tanam umur bibit 3 MSS)… 77

12. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji saat pindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (cm) ……… 78

13. Analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji pada saat pindah tanam akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ………. 78

14. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji umur 15 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (cm) ………... 79

15. Analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji pada umur 15 Hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam………. 79

16. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji umur 30 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (cm)………. 80

17. Analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji pada umur 30 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam………. 80

18. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji umur 45 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (cm)………. 81

19. Analisis sidik ragam rata-rata tinggi tanaman bawang merah asal biji pada umur 45 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam………. 81

20. Rata-rata jumlah daun bawang merah saat pindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam

(16)

21. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah daun bawang merah saat pindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam……….. 82

22. Rata-rata jumlah daun bawang merah umur 15 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (helai) ... 83

23. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah daun bawang merah umur 15 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saatpindah tanam ... 83

24. Rata-rata jumlah daun bawang merah umur 30 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (helai) ... 84

25. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah daun bawang merah umur 30 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saatpindah tanam ... 84

26. Rata-rata jumlah daun bawang merah umur 45 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (helai) ... 85

27. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah daun bawang merah umur 45 hari setelah pindah tanam (HSPT) akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saatpindah tanam ... 85

28. Rata-rata jumlah akar bawang merah saat pindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (buah) . 86

29. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah akar bawang merah saat pindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ... 86

30. Rata-rata jumlah akar bawang merah saat panen akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (buah) . 87

31. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah akar bawang merah saat panen akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam... 87

(17)

33. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah khorofil daun bawang merah pada umur 50 hari setelah pindah tanam(HSPT)akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ... 88

34. Transformasi data rata-rata jumlah khorofil daun bawang merah pada umur 50 hari setelah pindah tanam (HSPT)akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (unit) ... 89

35. Analisis sidik ragam transformasi data rata-rata jumlah khorofil daun bawang merah pada umur 50 hari setelah pindah tanam (HSPT)akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (unit) ... 89

36. Rata-rata berat brangkasan basah bawang merah asal biji per tanaman sampel akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (gram) ... 90

37. Analisis sidik ragam rata-rata berat brangkasan basah bawang merah asal biji per tanaman sampel akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ... 90

38. Rata-rata berat brangkasan basah bawang merah asal biji per plot akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (gram)... 91

39. Analisis sidik ragam rata-rata berat brangkasan basah bawang merah asal biji per plot akibat pengaruh teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ... 91

40. Rata-rata berat brangkasan kering bawang merah asal biji per tanaman sampel akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (gram) ... 92

41. Analisis sidik ragam rata-rata berat brangkasan kering bawang merah asal biji per tanaman sampel akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ... 92

42. Rata-rata berat brangkasan kering bawang merah asal biji per plot akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (gram)... 93

(18)

44. Transformasi data rata-rata berat brangkasan kering bawang merah asal biji per plot akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (gram) ... 94

45. Analisis sidik ragam transformasi data rata-rata berat brangkasan kering bawang merah asal biji per plot akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam ... 94

46. Rata-rata diameter umbi bawang merah asal biji akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (cm) ... 95

47. Analisis sidik ragam rata-rata diameter umbi bawang merah asal biji akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam... 95

48. Rata-rata jumlah umbi bawang merah asal biji akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (umbi) 96

49. Analisis sidik ragam rata-rata jumlah umbi bawang merah asal biji akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam... 96

50. Rata-rata umur panen bawang merah asal biji setelah bibit dipindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (Hari Setelah Pindah Tanam/HSPT) ... 97

51. Analisis sidik ragam rata-rata umur panen bawang merah asal biji setelah bibit dipindah tanam akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (Hari Setelah Pindah Tanam/HSPT) ... 97

52. Rata-rata umur panen bawang merah asal biji setelah benih disemai akibat pengaruh perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah tanam (Hari Setelah Semai/HSS) ... 98

(19)

GAMBAR

1. Benih Bawang merah varietas TUK TUK ... 99

2. Perendaman benih dalam air dan dalam larutan ZPT ... 99

3. Persemaian benih bawang merah asal biji ... 99

4. Perawatan bibit 1 minggu setelah persemaian ... 99

5. Bibit bawang merah asal biji umur 6 MSS... 100

6. Bibit bawang merah asal biji umur 5 MSS... 100

7. Bibit bawang merah asal biji umur 4 MSS... 100

8. Bibit bawang merah asal biji umur 3 MSS... 100

9. Plot Percobaan setelah bibit dipindah tanam ... 101

10.Tanaman bawang merah yang mulai membelah menjadi 2-3 anakan (umur 30-35 HSPT) ... 101

11.Penyemprotan ZPT pada umur 5 MSPT ... 101

12.Pengukuran jumlah khlorofil daun dengan alat khlorofil meter ... 101

13.Salah satu gambar plot Z2T1 yang sudah berumbi ... 102

14.Salah satu gambar plot yang sudah berumur 5 MSPT ... 102

15.Bawang merah hanya berbunga pada Z0T4, Z1T4, Z2T4 dan Z3T4 ... 102

16.Umbi bawang merah yang siap panen ... 102

17.Bawang merah yang sudah dikeringkan (Brangkasan kering) ... 102

18.Umbi bawang merah 1 umbi ... 103

(20)

20.Umbi bawang merah 3 umbi ... 103

21.Umbi bawang merah 4 umbi ... 104

22.Umbi bawang merah 5 umbi ... 104

23.Umbi bawang merah 6 umbi ... 104

(21)

ABSTRACT

Mariana, 2014. The Effects ofPlant Growth Regulator of

ApplicationsTechniqueandAgetransplantingseedlingsTSS(True ShallotSeeds) on

the Growthand Yieldof Shallot(Allium ascaloicumL.). Supervisedby Dr.Ir.

LollieAgustinaP.Putri, M.SiandDr.Ir. HamidahHanum, MP.

The aim of this research was to know ofthe aplication techniques of PGR and age transplantingseedlings TSSongrowthand yieldof shallotseedorigin. The research wascarried out in September2013 toJanuary 2014intheGeulanggangGampongKota

Juang Sub districtBireuen District. The research

methodewasimplementedrandomized block design(RBD) factorialconsistingof2factorwith3replications. The first factoris the technique ofapplicationof PGR (Z) by using acombination ofauxinandcytokinin (50ppm NAA +50ppmBAP) whichconsistsof4levels namely : withoutthe application of PGR, Soakingthe seeds TSSfor 30minutesin a solution ofPGR,sprayingthe plantswitha solution ofPGRandsoakingseedsandsprayingthe plantswitha solution ofPGR. The second factoris theage transplanting seedlings TSS (T) consistingof 4 levels, namely age transplanting3, 4, 5 and 6 weeksafter sowing.The results showedthat the application technique of PGRdoes notsignificantly effect toincreaseplant growthbutsignificant effect onthe increase inthe number of rootsat

harvest, stoverdryweight, number of bulbsandharvest age.

Techniquesseedsoakingfor 30minutesin a solution ofPGR(Z1) giveshigher yieldsthan thetreatmentapplication techniquesseed soakinginplain water(Z0). Treatment ofseedlingswhentransplantingvery significant effect onplant growthandincreasecrop yieldsexcept forbulbdiameterandnumber of bulbs. The interactionbetweentreatmenttheapplication techniquesof PGR and agetransplantingseedlingsTSScanspeed upharvesting. Interactionsbest atharvest

timeafterplantingseedlingstransferredfound inalltreatmenttechniqueswith theapplicationof growth regulatorsseedling age4, 5and6weeksafter sowing. The

bestinteractionofharvestingaftersowingthe seedsfound inseedsoakingin watertreatmentandin the solutionof growth regulatorsat the age of3and4weeksafter sowing.

(22)

ABSTRAK

Mariana, 2014. Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur

Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Bawang Merah (Allium ascaloicum L.) dibawah bimbingan Dr. Ir. Lollie Agustina

P. Putri, M.Si dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik aplikasi ZPT dan umur pindah tanam bibit TSS yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah asal biji.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Januari 2014 di Gampong Geulanggang Gampong Kecamatan Kota Juang Kabupaten Bireuen. Metode penelitian yang dilaksanakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah teknik aplikasi ZPT dengan menggunakan kombinasi auksin dan sitokinin (larutan NAA 50 ppm + BAP 50 ppm ) yang terdiri dari 4 taraf yaitu tanpa aplikasi ZPT, perendaman benih TSS selama 30 menit dalam larutan ZPT, penyemprotan tanaman dengan larutan ZPTdan perendaman benih dan penyemprotan tanaman dengan larutan ZPT. Faktor kedua adalah umur pindah tanam bibit yang terdiri dari 4 taraf yaitu pindah tanam umur bibit 3, 4, 5 dan 6 minggu setelah semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik aplikasi ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatanpertumbuhan tanaman namun berpengaruhnyata terhadappeningkatan jumlah akar saat panen, berat brangkasan kering, jumlah umbi dan umur panen. Teknik perendaman benih selama 30 menit dalam larutan ZPT (Z1) memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan teknik aplikasi perendaman benih dalam air biasa (Z0). Perlakuan umur bibit saat pindah tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman kecuali terhadap diameter umbi dan jumlah umbi. Interaksiantara perlakuan teknik aplikasi ZPT dan umur pindah tanam bibit TSS dapat mempercepat umur panen. Interaksi terbaik pada umur panen setelah bibit dipindah tanam dijumpai pada semua perlakuan teknik aplikasi zat pengatur tumbuh dengan umur bibit 4, 5 dan 6 minggu setelah semai. Interaksi terbaik terhadap umur panen setelah benih disemai dijumpai pada perlakuan perendaman benih dalam air dan dalam larutan zat pengatur tumbuh pada umur 3 dan 4 minggu setelah semai.

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas

hortikulturayang penting baik ditingkat petani, masyarakat, maupun negara. Pada

tahun 1970-anhingga tahun 1980-an komoditas bawang merah merupakan

komoditas emas bagipetani. Namun demikian, pada era tahun 1990-an hingga

sekarang perannya semakinmenurun. Hal ini disebabkan karena menurunnya hasil

umbi di tingkat petani (Triharyanto et al., 2013).

Produktivitas bawang merah pada tahun 2009 sebesar 9,28 ton/ha dan

tahun 2010 sebesar 9,37 ton/ha sementara kebutuhan tahun 2009 mencapai

936.103 tondan meningkat pada tahun 2010 yaitu 976.284 ton(BPS, 2011) dengan

luas panen 93.667 ha tahun 2011 dan 99.315 ha pada tahun 2012 atau meningkat

6,03% (BPS dan Dirjen Hortikultura, 2013). Berdasarkan data BPS (2013)

peningkatan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia

selalu berfluktuasi. Peningkatan luas panen bawang merah tidak diikuti dengan

peningkatan produksi bawang merah itu sendiri. Hal tersebut mengakibatkan

menurunnya produktivitas bawang merah.

Rendahnya produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia

disebabkan antara lain oleh penggunaan bibit yang kurang bermutu, media tanam

yang kurang baik, pengendalian hama dan penyakit yang kurang memadai,

kelangkaan ketersediaan benih bermutu, berdaya hasil rendah, dan mahal.Untuk

mendapatkan benih berdaya hasil tinggi semakin banyak jumlah petani yang

(24)

mahal. Penggunaan biji botani (True Shallot Seed/TSS) merupakan salah satu

alternatif yang dapat dikembangkan untuk perbaikan kualitas bibit bawang merah

(Permadi,1991; Raduicaet al., 2008; Sumarni et al., 2005; Sopha, 2010).

Penanaman bawang merah dengan biji sangat potensial dikembangkan saat ini atau

dengan kata lain memiliki prospek yang baik. Dibandingkan penanaman dengan

umbi, penanaman dengan biji memiliki kelebihan antara lain menekan biaya

produksi baik dalam penyediaan bahan tanam dan pengangkutan, potensi lebih

besar yaitu 32 ton/ha sedangkan dari umbi hanya mencapai 18-20 ton/ha, bebas

dari penyakit tular umbi dan penanganan lebih efisien (Permadi, 1993;

Putrasamedja, 1995; Sumarni et al., 2001).

Teknologi pembibitan dan pembudidayaan bawang merah asal biji

(TSS)juga memiliki kelemahan antara lain adalah memerlukan penambahan waktu

untuk persemaian biji dan umur panen lebih lama (Liferdi, 2013). Persemaian

benih TSS membutuhkan waktu antara 4-6 minggu dan telah tumbuh 2-4 helai

daun sehingga baru siap dipindah ke lapangan untuk ditanam (Sopha, 2010).

Setelah melalui tahap persemaian, bibit TSS harus dipindah tanam agar bibit lebih

kuat dan tegar serta jumlah bibit lebih hemat dibandingkan dengan tanam langsung

(Rosliani et al., 2002).

Pemindahan bibit sebaiknya dilakukan pada stadia tanaman yang tepat.

Pindah tanam lebih dini akan mempercepat adaptasi tanaman terhadap lingkungan

sehingga pertumbuhan tanaman tidak terhambat dan dapat menghasilkan bagian

vegetatif yang lebih baik, dan jika pindah tanam terlambat, maka tanaman tidak

mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pertumbuhan vegetatifnya,

(25)

Dengan aplikasi zat pengatur tumbuh diharapkan dapat merangsang peningkatan

pertumbuhan bibit dipersemaian sehingga waktu pemindahan bibit dapat dilakukan

pada waktu yang tepat.

Ada 2 golongan ZPT penting yaitu sitokinin dan auksin. ZPT ini

mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan atau

kultur organ. Hormon NAA adalah senyawa kimia yang termasuk dalam golongan

auksin sedangkan BAP termasuk golongan sitokinin (Karjadi dan Buchory, 2007).

Menurut (Wetherel 1982 dalam Yunus 2007) sitokinin mempunyai dua peran

penting yaitu merangsang pertumbuhan tunas dan daun sedangkan NAA tunggal

hanya mampu menginduksi akar. Apabila kedua ZPT tersebut dikombinasikan,

auksin dan sitokinin tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi kedua ZPT tersebut

bekerja secara berinteraksi dalam mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan

eksplan. Wareing dan Philips (1970), mengemukakan bahwa apabila sitokinin dan

auksin berimbang maka pertumbuhan tunas, daun dan akar akan berimbang pula.

Teknik aplikasi zat pengatur tumbuh dapat dilakukan dengan beberapa

cara antara lain dengan perendaman benih dan dengan penyemprotan tanaman

(Sumarniet al., 2013) serta penyiraman (Rosliani et al., 2012). Masing-masing cara

tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap pertumbuhan tanaman

(Sumarni, et al., 2013)

Dengan melakukan teknik aplikasi ZPT dan umur pindah tanam bibit

yang tepat diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman

bawang merah asal biji.

(26)

Perbanyakan bawang merah selain dengan menggunakan umbi sebagai

bahan tanam dapat juga diperbanyak dengan menggunakan biji. Namun

permasalahan utama dengan menggunakan biji adalah membutuhkan waktu yang

lama untuk persemaian sehingga panen juga akan lebih lama. Disamping itu

setelah persemaian membutuhkan waktu yang tepat untuk pindah tanam bibit ke

lapangan. Umumnya pemindahan bibit bawang merah asal biji varietas TUK TUK

dapat dilakukan antara 4- 6 Minggu Setelah Semai (MSS) dan apabila sudah

memiliki 2-4 helai daun. Namun belum diketahui kapan waktupindah tanam yang

tepat sehingga waktu pindah tanam tersebut tidak terlalu cepat dan tidak juga

terlambat.

Salah satu strategi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah

dengan aplikasi ZPT. Kombinasi ZPT auksin dan sitokinin dengan konsentrasi

yang sama dapat menstimulir akar, daun dan tunas. Namun belum diketahui

bagaimana teknik aplikasi yang tepatsehingga pertumbuhan akar dan daun lebih

sempurna dan waktu pindah tanam dapat dipercepat serta dapat meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah.

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik aplikasi ZPT dan umur

pindah bibit TSS yang terbaikterhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang

merah asal biji.

1.4.Hipotesis Penelitian

a. Terdapat perbedaan terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah asal

(27)

b. Terdapat perbedaanterhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah asal biji

dengan perlakuan umur pindah tanam bibit TSS yang berbeda

c. Terdapat interaksi antara teknik aplikasi ZPT dan umur bibit saat pindah

tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah asal biji.

1.5.Kegunaan Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang teknik

budidaya tanaman bawang merah asal biji melalui persemaian.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang teknik

aplikasi ZPT yang terbaik dalam budidaya tanaman bawang merah asal

biji.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu yang

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman

Bawang merah (Allium ascalonicum Linn) merupakan tanaman

sayuranyang diklasifikasikan dalam kelas Monocotyledonae, ordo Aspergales,

familyAlliaceae dan genus Allium ( Brewster, 1979). Bawang merah termasuk

kedalamgenus Allium yang terdiri lebih dari 500 spesies dengan 250 spesies

tergolongjenis bawang-bawangan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Semua tanaman bawang membentuk daun dengan cara yang sama

meskipun bentuk daun berbeda. Batang yang sebenarnya kita lihat dalam bentuk

daun adalah batang palsu (false stem), batang yang sebenarnya adalah yang

terletak pada pangkal batang tempat bergabungnya semua daun (true stem) yang

bentuknya seperti cakram(Ranjitkar,1995)

Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

danbercabang terpencar antara kedalaman antara 15-30 cm di dalam tanah.

Bawangmerah memiliki batang sejati yang berbentuk seperti cakram, tipis dan

pendeksebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), di atasnya

terdapatbatang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semu

yangberada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis

(Brewster, 1979).

Daunberbentuk silindris kecil memanjang antara 50-70 cm, bagian ujung

(29)

membengkak,sehingga jika dipotong melintang dibagian ini akan terlihat

lapisan-lapisan yangberbentuk seperti cincin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang

bertangkai. Tangkai daun keluar dari titik tumbuh dan di ujungnya terdapat 50 –

200 kuntum bunga yang tersusun seolah-olah berbentuk payung (Ross, 2001).

Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dibagian tengah menggembung,

bentuknya seperti pipa yang berkubang didalamnya. Tangkai tandan bunga ini

sangat panjang mencapai 30-50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek

antara 0,2-0,6 cm (Brewster, 1994).

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji

berjumlah 2 – 3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna

bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji – biji bawang merah dapat

dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1998).

Umbi lapis bawang merah sangat bervariasi. Bentuknya ada yang bulat,

bundar, sampai pipih, sedangkan ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil.

Warna kulit umbi ada yang putih, kuning, merah muda sampai merah tua. Umbi

bawang merah sudah umum digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman

(Shrestha, H. 2007).

2.2. Syarat Tumbuh 2.2.1. Iklim

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran

tinggi, yaitu pada ketinggian 0-1.000 m dpl, dengan ketinggian optimalnya pada

(30)

hujan 300-2500 mm/tahun, kelembaban udara 80-90 %, tempat terbuka tanpa

naungandengan pencahayaan ± 70 %, intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14

jam/harikarena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari

cukuppanjang, tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman terhadap

lajufotosintesis dan pembentukan umbi (Delahaut and Newenhouse, 2003).

Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman bawang merah berkisar antara

60-70°F (15-20°C) dan 70-80°F (20-27°C) untuk pertumbuhan dan perkembangan

umbi (Valenzuela, et al., 1999). Meskipun tanaman bawang merah dapat

membentuk umbi bila ditanam di daerah yang rata-rata suhu udaranya 22ºC,

namun hasil umbinya tidak akan optimal seperti bila ditanam di daerah yang

memiliki suhu udara yang lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi

yang lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam

(12-13 jam). Di bawah suhu 22ºC, tanaman bawang merah tidak berumbi. Oleh

karena itu, tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah

dengan iklim yang cerah.

Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan

bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi,

bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi, namun demikian umur tanamnya

menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan serta hasil umbinya lebih rendah (Anshar,

2012).

Perbedaanketinggian tempat dari permukaan laut secara langsung

menyebabkan perbedaanfaktor-faktor lingkungan, terutama suhu udara. Seperti

dikemukakan Lockwood,(1974dalam Goldsworthy dan Fisher, 1984) bahwa tinggi

(31)

rata-rata berkurang denganpertambahan tinggi dengan laju rata-rata-rata-rata kira-kira 0,6ºC/100

m. Semakin tinggitempat dari permukaan laut, ada kecenderungan diikuti pula

dengan curah hujan dankelembaban udara relatif lebih tinggi, namun intensitas

sinar matahari dan suhu yangsemakin rendah; perubahan faktor lingkungan ini

akan berpengaruh terhadappertumbuhan dan perkembangan, hasil dan kualitas

umbi bawang merah (Anshar, 2012). Suhu udara dapat mempengaruhi semua

aktivitas biologis tanaman dengan mengontrol reaksi-reaksi di dalam tanaman.

Selain itu, suhu udara juga dapat mempengaruhi pembungaan dan viabilitas pollen,

pembentukan umbi, keseimbangan hormonal, pematangan dan penuaan tanaman,

kualitas dan hasil tanaman (Hartmann et al., 2004).

2.2.2. Tanah

Bawang merah tumbuh baik padatanah subur, gembur, banyak

mengandung bahan organik, jenis tanah lempungberpasir. Tanah dengan bahan

organik dan pH yang rendah (5,6) akan berpengaruh negatif terhadap tanah dan

pertumbuhan tanaman (Karim dan Ibrahim, 2013)

Tanah-tanah yang masam atau basa tidak baik untuk pertumbuhan bawang

merah. Pada tanah alkalis (pH>7,0) tanaman bawang merah sering

memperlihatkan gejala klorosis, yakni tanaman kerdil dan daunnnya menguning,

serta hasil umbinya kecil-kecil yang disebabkan kekurangan besi (Fe) dan Mangan

(Mn). Sebaliknya pada tanah masam (pH<5,0) tanaman bawang merah juga

tumbuh kerdil karena keracunan Aluminium (Al) atau Mangan (Mn). pH tanah

yang sesuai adalah 6.2-6.8 (Karim dan Ibrahim, 2013). Valenzuela and Kratky

(1999) menambahkan bahwa secara tidak langsung, pH tanah berpengaruh

(32)

organisme tanah terutama dalam penguraian bahan organik menjadi unsur hara

bagi tanaman. Pengapuran pada tanah masam dapat memperbaiki pertumbuhan

dan hasil umbi bawang merah.

Bawang merah termasuk tanaman sayuran yang tidak tahan terhadap air

hujan dan cuaca berkabut (Sumarni dan Achmad, 2005). Bawang merah jugadapat

ditanam musim penghujan asal saja pembuangan airnya baik dan pemberantasan

penyakit dilakukan secara teratur. Menurut Dorcas et al., (2012), budidaya bawang

merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan pengaturan air yang baik

yaitu 6 hari sekali. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang

merah adalah 300 – 2500 mm per tahun, dengan intensitas sinar matahari penuh

(Deptan, 2007).

2.3. Budidaya Tanaman Bawang Merah Asal biji

Bawang merah dapat diperbanyak secara vegetatif maupun generatif.

Teknik perbanyakan yang sering dilakukan petani adalah dengan menggunakan

umbi. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan bibit dari biji botani (True Shallot

Seed atau TSS). Biji bawang merah tidak dapat disimpan terlalu lama karena akan

kehilangan vigoritasnya serta kemampuan biji semakin lemah (Putrasamedja,

1995).

Ketersediaan benih TSS dalam sistem produksi bawang merah sebagai

alternatif dari penggunaan benih umbi adalah sangat strategis. Pada saat benih

umbi terbatasketersediaannya atau sangat mahal, seperti yang terjadi pada bulan

akhir Maret 2013 harga benih umbi bawang merah bisa mencapai harga yang

ekstrim yaitu 65 riburupiah per kg, maka ketersediaan benih TSS dengan harga

(33)

Pada penggunaan bibit dari biji botani (TSS) mempunyai keunggulan dari

bibit asal umbi diantaranya : (1) kebutuhan benih hanya sedikit, hanya sekitar 7,5

kg/ha dibandingkan umbi sekitar 1,5 ton/ha, (2) bebas virus dan penyakit tular

benih, (3) menghasilkan tanaman yang lebih sehat, (4) daya hasil tinggi dan (5)

hemat biaya produksi. Selain itu, hasil bawang merah asal biji memiliki ukuran

umbi yang lebih besar dan lebih bulat dibandingkan bawang merah asal umbi

(Permadi, 1993; Putrasamedja, 1995; Sumarni et al., 2005).

Menurut hasil penelitian Basuki (2009) bahwa penggunaan benih TSS

layak secara teknis karena dapat meningkatkan hasil sampai 2 kali lipat dibanding

penggunaan benih umbi tradisional dan layak secara ekonomi karena dapat

meningkatkan pendapatan bersih antara 60-70 juta rupiah per hektar dibanding

penggunaan benih umbi. Biaya bahan tanam asal TSS (biaya bibit jadi) lebih

murah sekitar 50% dibanding benih umbi.

Benih bawang merah asal biji varietas Tuk Tuk juga mempunyai beberapa

kelemahan seperti (1) tidak tahan hujan,hasilnya sangat rendah di musim hujan (2)

kualitas umbinya (ukuran terlalu besar,aromanya kurang wangi, rasanya kurang

enak) sehingga kurang laku dijual di pasardalam negeri/lokal, (3) umurnya

panjang, dan (4) pengeringannya lama (Liferdi, 2013).

Menurut Rosliani et al., (2002) sedikitnya ada tiga teknik budidaya bawang

merah menggunakan TSS yaitu (1) melalui persemaian, (2) ditanam langsung, dan

(3) melalui pembentukan umbi mini. Teknik budidaya melalui persemaian

memiliki beberapa kelebihan, diantaranya bibit atau bahan tanam lebih sehat dan

tegar serta jumlah bibit yang diperlukan lebih hemat dibandingkan ditanam

(34)

bahwapenyemaian langsungtelah memberikanhasil tertinggidibandingkan

dengantanam. Selain itu,tanam benih langsungbisamempercepatpanen3-4

minggu(Lesly, 2003), namun menurut Rosliani et al., (2002) dan Sumarnidan

Rosliani, 2010) penanaman biji secara langsung membutuhkan benih yang lebih

banyak.

3.4. Zat Pengatur Tumbuh dan Peranannya.

Zat pengatur tumbuh yang juga dikenal dengan sebutan hormon tumbuhan

adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan

dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu

menimbulkan suatu respon fisiologis (Salisbury dan Ross, 1995). Istilah zat

pengatur tumbuh lebih digunakan oleh umumnya ahli fisiologi tumbuhan karena

zat pengatur tumbuh bersifat endogenous ("endogen"), dihasilkan sendiri oleh

individu yang bersangkutan, maupun exogenous ("eksogen"), diberikan dari luar

sistem individu. Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan oleh tanaman disebut

fitohormon sedangkan yang sintetik disebut zat pengatur tumbuh sintetik

(Wattimena, 1987).

Zat pengatur tumbuh menentukan perkembangan tanaman, baik zat

pengatur tumbuh alamiah maupun sintetik. Ada 6 golongan zat pengatur tumbuh

yaitu auksin, sitokinin, giberelin, ethylen, abscisic acid dan retardan.

Senyawa-senyawa lain seperti poliamin, polidenolik dan triakontanol juga digolongkan ke

dalam zat pengatur tumbuh (Armini et al., 1992 dalam Widyaningrum, 2002).

Seperti halnya hewan, tumbuhan memproduksi ZPT dalam jumlah yang

sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu mempengaruhi sel

(35)

untuk membelah atau memanjang, beberapa ZPT menghambat pertumbuhan

dengan cara menghambat pembelahan atau pemanjangan sel. Sebagian besar

molekul ZPT dapat mempengaruhi metabolisme dan perkembangan sel-sel

tumbuhan. ZPT melakukan ini dengan cara mempengaruhi lintasan sinyal

tranduksi pada sel target. Pada tumbuhan seperti halnya pada hewan, lintasan ini

menyebabkan respon selular seperti mengekspresikan suatu gen, menghambat atau

mengaktivasi enzim, atau mengubah membran (Wattimena, 1987).

Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi

ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu

ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang

akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Dewi, 2008).

Pembentukan umbi bawang merah di lapangan pada tanaman bawang

merah berlangsung sebagai akibat dari respon terhadap lamanya fotoperiodisme,

temperatur yang relatif tinggi, dan perbedaan kultivar yang dapat dibedakan dari

panjang hari minimal yang dibutuhkan untuk menginduksi setiap kultivar dalam

membentuk umbi. Pembentukan umbi juga dipengaruhi oleh komposisi media dan

zat penghambat tumbuh (Rabinowitch dan Kamenetsky, 2002).

Dalam kultur jaringan terdapat 2 golonganZPT yang sangat penting, yaitu

auksin dansitokinin. Interaksi antara ZPT tersebut denganhormon yang diproduksi

oleh sel secara endogenmenentukan arah perkembangan suatu kultur.Menurut

Gunawan (1987) penambahan auksindan sitokinin eksogen mengubah level

ZPTendogen sel. Level ZPT ini merupakanfaktor pemicu (triggeringfactor) untuk

(36)

Pada umumnya auksin digunakan dalamkultur jaringan untuk merangsang

pertumbuhankalus, suspensi sel, dan organ. Auksin berfungsiuntuk pembentukan

akar dan kuncup sampingdalam konsentrasi tertentu.Menurut Wetherel (1982

dalam Yunus, 2007) sitokinin merupakan ZPT yang penting dalampengaturan

pembelahan sel dan morfogenesis.Salah satu jenis sitokinin sintetik adalah

BAP(benzil adenin atau benzil aminopurin). Fungsisitokinin bersama dengan

auksin berpengaruhterhadap pembentukan batang dan akar.Perbandingan relatif

konsentrasi ZPT golonganauksin dan sitokinin dapat mengatur prosesdiferensiasi

secara in vitro. Perbandingankonsentrasi auksin yang lebih tinggi dari

sitokinindapat menyebabkan terangsangnya pembentukanakar. Sebaliknya bila

konsentrasi sitokinin lebihtinggi dari auksin, maka akan terbentuk pucuk. Wareing

dan Philips (1970) menambahkan, apabila sitokinin dan auksin berimbang maka

pertumbuhan tunas, daun dan akar akan berimbang pula.

Menurut Hasani et al., (2009) dan Subbiah and Reddy (2010), sitokinin

(BAP, BA, dan kinetin) juga berperan dalam merangsang perkecambahan benih

tanaman yang diaplikasikan langsung pada benih (seed treatment). Daya

berkecambah benih TSS yang dihasilkan pada perlakuan BAP 50–100 ppm di atas

standar sertifikasi mutu benih (75%) yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina

Perbenihan (2007), yaitu mencapai 77,87–78,13%. Data ini menunjukkan bahwa

aplikasi BAP pada konsentrasi tersebut memberikan mutu benih yang baik.

Menurut Palmer dan Smith (1969), hormon tumbuh merupakan faktor

penting dalam pembentukan umbi. Sitokinin berperan karena memacupembelahan

sel, menghambat pemanjangan sel, dan memacu pembesaran sel. Mauk dan

(37)

stolon yang dikulturkan. Hayata dan Suzuki (1982) menyatakan bahwa kadar

sitokinin naik dengan tajam sesaat sebelum inisiasi umbi. Kadar sitokinin tersebut

tetap tinggi sampai umbi mendekati masak, kemudian turun (Okazawa, 1967).

Sitokinin memacu pembentukan umbi dengan jalan menghambat aktivitas

hidrolisis pati dan sebaliknya merangsang aktivitas sintesis pati (Smith dan

Palmer, 1970). Ahmed dan Sagar (1981) menyatakan bahwa pemberian BA

(sitokinin) dan NAA (auksin) melalui daun atau akar dapat menambah bobot dan

jumlah umbi walaupun pemberiannya dilakukan setelah saatinisiasi umbi.

Auksin

Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki

fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang.

Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA

(indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic

acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin

sintetik, misalnya NAA (Napthalene Acetic Acid), 2,4 D (2,4

dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid)

(Ratna, 2008).

Fungsi utama dari auksin antara lain adalah mempengaruhi pertambahan

panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan

buah; dominansi apikal; fototropisme dan geotropisme (Davies, 2004).Menurut

Salisbury dan Ross (1995), NAA bekerja lebih efektif daripada IAA, tampaknya

NAA tidak dirusak oleh IAA oksidase atau enzim lain sehingga bisa bertahan lebih

(38)

Hasil penelitian Febrianti (2013) tentang peran vernalisasi dan zat

pengatur tumbuh terhadap pembungaan dan produksi biji bawang merah di dataran

rendah dan dataran tinggi dengan menggunakan GA3 dan NAA. NAA yang

digunakan dengan konsentrasi 50 ppm dengan cara disemprot pada umur 3 dan 5

minggu setelah tanam dapat meningkatkan pembungaan dan produksi biji.

Sitokinin

Sitokinin ada dua macam, yaitu sitokinin alami (seperti zeatin) dan sintetik

Bensil Adenin (BA), Bensil Amino Purin (BAP), dan kinetin. Sitokinin berperan

dalam metabolisme asam nukleat dan sintesa protein. Sitokinin juga mencegah

terjadinya penguningan daun yang umumnya timbul pada proses penuaan

(senescence) (Wattimena, 1987).

Sitokinin merupakan ZPT yang penting dalampengaturan pembelahan sel

dan morfogenesis.Salah satu jenis sitokinin sintetik adalah BAP(benzil adenin atau

benzil aminopurin). Fungsisitokinin bersama dengan auksin berpengaruhterhadap

pembentukan batang dan akar. Hasil terbaik dari masing-masing peubah yaitu

perlakuan tanpa NAA dengan BAP 2,5-7,5 mg/l untuk jumlah daun, tanpa NAA

dengan BAP 2,5 mg/l untuk tinggi plantlet dan NAA 2,5 mg/l dengan BAP 2,5

mg/l untuk jumlah akar (Karjadi dan Buchory, 2007).

Salisbury dan Ross (1995) menambahkan fungsi lain dari sitokinin adalah

mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar; mendorong pembelahan sel dan

pertumbuhan secara umum, mendorong perkecambahan; dan menunda penuaan.

Benzylaminopurine (BAP) merupakan sitokinin sintetik pertama yang

dibentuk, dengan rumus kimia 6-benzylaminopurine (6-BA). Bentuk fisik BAP

(39)

BAP adalah menghambat degradasi klorofil, asam nukleat dan protein,

merangsang pengiriman asam amino, garam anorganik dan zat pengatur tumbuh.

Selain itu menyebabkan tanaman agar tetap hijau dan memperlambat proses

penuaan. BAP ini dapat digunakan pada berbagai fase tumbuh mulai dari

perkecambahan hingga panen (Salisbury dan Ross, 1995).

Konsentrasi sitokonin yang dibutuhkan untuk merangsang tunas tanaman

di lapang umumnya lebih tinggi daripada konsentrasi sitokinin untuk perbanyakan

invitro. Menurut Wetter dan Costabel (1991), sitokinin seperti kinetin atau Benzil

Adenin (0.1-10 µM) kadang dibutuhkan bersama 2,4 D atau NAA untuk

mendapatkan pembentukan kalus yang baik. George dan Sherrington (1984)

menyatakan bahwa kinetin yang digunakan untuk membutuhkan kalus dari

endosperm tanaman dikotil berkisar antara 0,5 – 5 mg/l. beberapa kenyataan

menunjukkan bahwa sitokinin berperan dalam metabolisme asam nukleat dan

sintesa protein. Sitokinin mempunyai cincin adenine, suatu basa purin yang

terdapat pada DNA dan RNA. Sitokinin juga diekstrak dari jaringan-jaringan

meristematik tanaman, daerah-daerah dimana terjadi pembentukan asam-asam

nukleat dan protein dengan sangat aktif. Fosket et al., (1981 dalam Salisbury dan

Ross.,1995) menyimpulkan bahwa sitokinin mendorong pembelahan sel dalam

kultur jaringan dengan cara meningkatkan G2 ke fase mitosis. Hal tersebut terjadi

karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein. Beberapa protein itu berupa

protein struktural atau enzim yang dibutuhkan untuk mitosis.

Pembentukan umbi merupakan peristiwa hormonal. Mauk dan Langille

(40)

dalampembentukan umbi. Oleh karena itu pemberian sitokinin dengan konsentrasi

dan teknik aplikasi yang tepat diharapkan akan meningkatkan pembentukan umbi.

Hasil penelitian Sumarni, et al.,(2005) menunjukkan bahwa aplikasi ZPT

mepiquat klorida 50 AS tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil umbi bawang

merah asal biji (TSS), tetapi pada konsentrasi 6 ml/l air dapat meningkatkan

persentase jumlah umbi berukuran besar (>7,5 g/umbi). Rosliani, et al., (2005)

juga menyatakan bahwa ZPT mepiquat klorida tidak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan pembijian bawang merah asal biji (TSS)

namun tanaman bawang merah yang disemprot dengan ZPT tersebut lebih hijau

dan lebih tebal sehingga dapat meningkatkan 50-80% kandungan khlorofil dan

kekuatan daun sebesar 30%.

Menurut Hasani et al.,(2009) dan Subbiah dan Reddy (2010), sitokinin

(BAP, BA, dan kinetin) juga berperan dalam merangsang perkecambahan benih

tanaman yang diaplikasikan langsung pada benih (Seed treatment). Daya

kecambah benih TSS yang dihasilkan pada perlakuan BAP 50-100 ppm dengan

cara disiram pada umur 1, 3 dan 5 MST (Rosliani et al., 2012) diatas standar

sertifikasi mutu benih (75%) yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Perbenihan

(2007), yaitu 77,87-78,13%. Data ini menunjukkan bahwa aplikasi BAP pada

konsentrasi tersebut memberikan mutu benih yang baik.

Pemberian BAP sampai konsentrasi tertentu dapat meningkatkan

pembungaan (persentase tanaman berbunga, jumlah bunga per umbel), viabilitas,

dan jumlah serbuk sari, serta persentase benih bernas, tetapi tidak meningkatkan

(41)

Teknik aplikasi ZPT dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (1)

perendaman; (2) penyemprotan; (3) perendaman dan penyemprotan. Hasil

penelitian Sumarni et al., (2013) bahwa jumlah tanaman yang berbunga paling

banyak (89,70%) dan jumlah umbel bunga paling banyak (672,75 umbel bunga per

petak)diperoleh dengan cara kombinasi perendaman umbi bibit selama 30 menit

pada larutan GA3 sebelum tanam + penyemprotan bagian tanaman dengan larutan

GA3 pada umur 3 dan 5 minggu setelah tanam.

3.5. Umur Pindah Tanam

Pada tanaman yang diperbanyak dengan biji dan memerlukan

persemaian, pindah tanam sebaiknya dilakukan pada stadia tanaman yang tepat.

Pindah tanam lebih dini akan mempercepat adaptasi tanaman terhadap lingkungan

sehingga pertumbuhan tanaman tidak terhambat dan dapat menghasilkan bagian

vegetatif yang lebih baik . dan jika pindah tanam terlambat, maka tanaman tidak

mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pertumbuhan vegetatifnya,

tanaman lebih cepat menua dan cepat memasuki stadia generatif. Waktu pindah

tanam yang tepat ditentukan selain oleh jenis tanaman dan kultivar, juga

ditentukan oleh kondisi lingkungan tempat tanaman dipindah tanamkan serta

teknik budidayanya (Vavrina, 1998).

Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa kondisi bibit terutama

perakaran harus diperhatikan dalam melakukan pemindahan bibit karena sistem

perakaran sangat berhubungan dengan penyerapan air dan unsur hara. Menurut

Sunanto (2006), proses pemindahan bibit meliputi dua cara yaitu adaptasi

fisiologis dan adaptasi morfologis. Adapatasi fisiologis meliputi perubahan proses

(42)

menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini dapat berupa ketahanan

terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap kekeringan, absorbs hara dan

pembatasan respirasi, ketahanan terhadap ketersediaan hara yang minim dan

efisiensi asimilasi serta aktivitas enzim. Adapatasi morfologis berupa pertumbuhan

dan perkembangan tanaman (akar, batang dan daun) pada saat tanaman

dipindahkan dari persemaian ke lapangan

Menurut Rosliani dan Hilman (2002) Sedikitnya ada tiga teknik budidaya

bawang merah menggunakan TSS yaitu melalui persemaian, ditanam langsung dan

melalui pembentukan umbi mini. Teknik budidaya melalui persemaian memiliki

beberapa kelebihan, diantaranya bibit atau bahan tanam lebih hemat dan tegar serta

jumlah bibit yang diperlukan lebih hematdibandingkan ditanam langsung ataupun

melalui pembentukan umbi mini. Namun demikian masih juga mempunyai

kelemahan yaitu memerlukan waktu yang lama dipersemaian sehingga umur

pindah tanam juga lebih lama yaitu pada umur 6 minggu setelah semai (Deptan,

2007).

Sopha (2010) menambahkan bibit siap dipindahkan ke lapangan untuk

ditanam pada umur 4-6 minggu setelah semai, dimana bibit sudah mempunyai 2-4

helai daun. Menurut Sumanaratneet al., (2005), bibit dipersemaian umur 4 minggu

setelah semai baru dapat dipindahkan ke lapangan untuk ditanam dengan standar

jarak tanam 8 cm x 8 cm atau 10 cm x 10 cm. Sumarni, et al., (2005) menyatakan

bahwa umur 3 MSS sudah memiliki 4 helai daun sehingga bibit sudah siap

dipindah tanam ke lapangan.

Triharyanto et al., (2013) melakukan penelitian terhadap bawang merah

(43)

persemaian ke lahan penanaman dilakukan pada saat bibit berumur 18 hari setelah

persemaian, namun banyak tanaman yang mengalami kematian.

Persentase bibit tumbuh di lapang yangtertinggi terdapat pada bibit yang

ditanam pada umur 5 MSS yaitu sebanyak72.83%. Hal ini disebabkan pada umur

bibit 5 MSS mempunyai kesempatanuntuk tumbuh dan berkembang dengan

struktur tanaman yang lebih kuat danperakaran yang cukup banyak sehingga

sangatmemudahkan pelaksanaan transplanting dan memberikan ketahanan

tanaman yangcukup terhadap perubahan kondisi lingkungan pertanaman. Bibit

tanaman yangberumur 3 MSS dan 4 MSS persentasenya lebih rendah

dibandingkan denganbibit yang berumur 5 MSS. Hal ini disebabkan bibit tanaman

belum sempurnapertumbuhan fisiologisnya (Nurshanti, 2008). Splittstoesser

(1990) menambahkan bahwa pemeliharaanbibit dilakukan untuk menyempurnakan

proses fisiologis dimana pada saat initanaman dapat menyimpan karbohidrat dan

memproduksi kutikula sehinggatanaman dapat membentuk formasi perakaran dan

bertahan pada kondisilingkungan yang tidak menguntungkan.

(44)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Universitas Almuslim

Matangglumpandua Bireuen dan di lahan sawah milik petani di Gampong

Geulanggang Gampong Kecamatan Kota Juang Kabupeten Bireuen Provinsi Aceh

dengan ketinggian tempat 7 meter dpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

September 2013 sampai Januari 2014.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih bawang merah

asal biji varietas TUK TUK dari PT. East West Indonesia Jakarta.ZPT yang

digunakan adalah NAA (Napthalene Acetic Acid) dari golongan auksin dan BAP

(Benzil Amino Purin) dari golongan sitokinin. Bahan pelarut yang digunakan untuk

melarutkan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP adalah air destilasi atau aquades,

NaOH 1 N. Sebagai pupuk dasar diberikan pupuk organik berupa pupuk kandang

sebanyak 2 ton/ha dan PIM Organik (500 kg/ha) dan pupuk anorganik yang terdiri

dari pupuk Urea400 kg/ha, TSP 125 kg/ha dan pupuk KCl 150 kg/ha.

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan fungisida Dithane M-45

dengan konsentrasi 2 g/liter air dan untuk pengendalain hama menggunakan

insektisida Azodrin 15 MSC dengan konsentrasi 2 cc/liter air.

Alat-alat yang digunakan adalah baki persemaian, timbangan analitik, gelas

ukur, erlenmeyer 1000 ml, hot plate, alat pengaduk larutan, gelas ukur, cawan

Petridis dan cawan aluminium sertaalat-alat pertanian pada umumnya

(45)

naungan, kayu tonggak untuk pemasangan naungan, tali dan papan nama untuk

pacak sampel serta timbangan analitik.

3.3. Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) pola faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu teknik aplikasi

zat pengatur tumbuh (Z) dan umur pindah tanam bibit TSS (T).

1. Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh(Z) terdiri atas 4 perlakuan:

Z0 : Tanpa aplikasi ZPT (Perendaman benih dalam air selama 30 menit).

Z1 : Perendaman benih selama 30 menit dalam larutanNAA (Napthalene

Acetic Acid) 50 ppm + BAP (Benzil Amino Purin)50 ppm dengan

volume 25 ml/0.75 gram benih

Z2 : Penyemprotan denganlarutan NAA 50 ppm + BAP 50 ppm pada umur 1,

3dan 5MSPT (Minggu Setelah Pindah Tanam).

Z3 : Perendaman benih selama 30 menit dalam larutan NAA 50 ppm + BAP

50 ppm dan penyemprotan dengan larutan NAA 50 ppm + BAP 50 ppm

pada 1, 3 dan 5 MSPT.

2. Umur pindah tanam bibit TSS ke bedengan(T) terdiri dari 4 taraf :

T1 : Pindah Tanam Umur Bibit 3 MSS (Minggu Setelah Semai)

T2 : Pindah Tanam Umur Bibit 4 MSS

T3 : Pindah Tanam Umur Bibit 5 MSS

T4 : Pindah Tanam Umur Bibit 6 MSS

Dengan demikian diperoleh 16 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi

perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 48 unit percobaan.Jumlah

(46)

antar plot 50 cm dan jarak antar ulangan 70 cm. Jarak tanam bawang merah asal

biji yang baik di dataran rendah adalah 10 x 10 cm (Sumanaratne,et al., 2005),

dengan ukuran plot dan jarak tanam tersebut maka dalam satu plot terdapat 100

tanaman dengan jumlah tanaman sampel adalah 16 tanaman (Lampiran 3).

Setiap perlakuan diulang tiga kali dan masing-masing ulangan sebanyak

100 tanaman (16 sampel tetap) dan selebihnya untuk sampel destruktif kecuali

tanaman pinggir.

Tabel 1.Susunan kombinasi perlakuan antara teknik aplikasizat pengatur tumbuhdan umur pindah tanam bibit TSS

Kombinasi

Perlakuan Teknik Aplikasi ZPT

Umur Pindah Tanam Bibit TSS

Z0T1 Tanpa Aplikasi ZPT Umur Bibit 3 MSS

Z0T2 Tanpa Aplikasi ZPT Umur Bibit 4 MSS

Z0T3 Tanpa Aplikasi ZPT Umur Bibit 5 MSS

Z0T4 Tanpa Aplikasi ZPT Umur Bibit 6 MSS

Z1T1 Perendaman Benih dalam larutan ZPT Umur Bibit 3 MSS Z1T2 Perendaman Benih dalam larutan ZPT Umur Bibit 4 MSS Z1T3 Perendaman Benih dalam larutan ZPT Umur Bibit 5 MSS Z1T4 Perendaman Benih dalam larutan ZPT Umur Bibit 6 MSS Z2T1 Penyemprotan Larutan ZPT pada umur 1,

3 dan 5 MSPT

Umur Bibit 3 MSS

Z2T2 Penyemprotan Larutan ZPT pada umur 1,

3 dan 5 MSPT Umur Bibit 4 MSS

Z2T3 Penyemprotan Larutan ZPT pada umur 1, 3 dan 5 MSPT

Umur Bibit 5 MSS

Z2T4 Penyemprotan Larutan ZPT pada umur 1,

3 dan 5 MSPT Umur Bibit 6 MSS

Z3T1 Perendaman Benih dan Penyemprotan

tanaman dengan ZPT Umur Bibit 3 MSS

Z3T2 Perendaman Benih dan Penyemprotan tanaman dengan ZPT

Umur Bibit 4 MSS

Z3T3 Perendaman Benih dan Penyemprotan tanaman dengan larutan ZPT

Umur Bibit 5 MSS

Z3T4 Perendaman Benih dan Penyemprotan

tanaman dengan larutan ZPT Umur Bibit 6 MSS

Keterangan : MSS : Minggu Setelah Semai MSPT : Minggu Setelah Pindah Tanam

(47)

3.4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan model matematika

data statistik sebagai berikut :

Yijk= µ + βi + Zj + Tk + (ZT)jk+ εijk

Keterangan :

Yijk : Hasil pengamatan perlakuan Teknik aplikasi Zat Pengatur

Tumbuh (Z) pada taraf ke j dan Umur pindah tanam bibit TSS

(T) pada taraf ke -k pada ulangan ke -i

µ : Nilai tengah umum

βi : Pengaruh ulangan pada taraf ke -i (I = 1, 2, 3))

Zj : Teknik AplikasiZat Pengatur Tumbuh (Z) taraf ke -j (j = 1, 2, 3,

4)

Tk : Pengaruh Umur pindah tanam bibit TSS (T) taraf ke -k (k = 1,

2, 3, 4)

(ZT)jk : Pengaruh interaksi antara faktor Z taraf ke –j dan faktor T taraf

ke –k.

εijk : Galat Percobaan

Data hasil pengamatan dianalisis dalam anovauntuk masing-masing peubah

dan dianalisa dengan uji F, apabila dalam Uji statistik data diperoleh hasil yang

signifikan maka pengujian dilanjutkan dengan uji Tukey dengan menggunakan

(48)

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pembuatan Larutan Stok NAA dan BAP

Pembuatan larutan stok 50 ppm NAA dilakukan dengan cara

melarutkan 50 mg NAA dengan NaOH1 N sebanyak 5-10 tetes kemudian

dipenuhi volumenya dengan aquades hingga mencapai 1 liter.

Pembuatan larutan stok 50 ppm BAP dilakukan dengan cara

melarutkan 50 mg BAP dengan NaOH 1 N sebanyak 5-10 tetes, kemudian

dipenuhi volumenya dengan air aquades hingga mencapai 1 liter.

3.5.2.Persiapan Benih

Kebutuhan benih bawang merah asal biji (True Shallot Seed) adalah

7,5 kg/ha atau 0,75 gr/m² atau 0,75 g/plot. Dalam penelitian ini ada 48 plot,

jadi benih yang dibutuhkan adalah 36 gram. Dalam 1 gram benih terdapat

lebih kurang 350 biji TSS. Jadi dalam 36 gram terdapat 12.600 biji TSS.

Perendaman benih bawang merah dalam larutan 50 ppm NAA + 50

ppm BAP dilakukan dengan cara mencampurkan larutan 50 ppm NAA

dengan 50 ppm BAP dalam tabung Erlenmeyer (1000 ml) dengan volume

larutan sebanyak 25 ml/0.75 gram benih. Kemudian menyiapkan 12 cawan

petridish untuk persemaian selama 6 minggu agar dapat dipindah tanam

pada umur bibit 6 minggu setelah semai (T4). 12 cawan petridish yang

digunakan meliputi 3 petridish untuk perendaman benih dalam air tanpa

aplikasi ZPT, 3 petridish untuk perendaman dalam air karena akan

dilakukan penyemprotan dengan larutan ZPT pada umur 1, 3 dan 5 MSS, 3

petridish untuk perendalam larutan ZPT dan 3 petridish lagi untuk

(49)

Biji bawang merah (TSS) dimasukkan dalam masing-masing

petridish sebanyak 0,75 gram. 6 petridish ditambahkan air masing-masing

sebanyak 25 ml (sampai semua benih terendam) untuk perlakuan tanpa

aplikasi ZPT (Z0) dan perlakuan penyemprotan saja pada umur 1, 3 dan 5

MSPT (Z2). Dan 6 petridish lagi ditambahkan larutan ZPT (50 ppm NAA

+ 50 ppm BAP). Masing-masing petridish diisi sebanyak 25 ml larutan

kombinasi ZPT tersebut (Gambar 2).

Perendaman biji dilakukan selama 30 menit, baik dalam larutan

ZPT atau dalam air. Setelah 30 menit kemudian, biji disaring selanjutnya

dikeringanginkan selama 1 jam. Biji yang tidak basah lagi dimasukkan

dalam petridish kering dan siap untuk disemai dalam masing-masing baki

yang telah disiapkan.

3.5.3. Persiapan Media Persemaian

Sebelum melakukan persemaian terlebih dahulu menyiapkan media

untuk persemaian. Media yang digunakan adalah campuran tanah dan

pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Media tersebut diaduk sampai

rata kemudian dimasukkan dalam baki persemaian. Baki persemaian yang

digunakan berukuran 28 cm x 36 cm dengan tinggi 7,5 cm. Dalam satu

baki persemaian tersebut disemai benih sebanyak 0,75 gram sesuai dengan

kebutuhan untuk 1 plot percobaan. Jadi baki yang dibutuhkan adalah

sebanyak 48 baki untuk keperluan 48 plot percobaan.

Dari 48 baki persemaian, 12 baki untuk persemaian pertama untuk

pindah tanam umur 6 MSS (T4) dengan teknik aplikasi ZPT sesuai

Gambar

Tabel 1.Susunan kombinasi perlakuan antara teknik aplikasizat pengatur tumbuhdan umur pindah tanam bibit TSS
Tabel 2. Rata-rata persentase daya kecambah (%) dengan perlakuan perendaman dalam air (Z0) dan perendaman dalam larutan ZPT (Z1)
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa rata-rata persentase daya kecambah biji
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman bawang merah pada saat tanam, 15, 30 dan 45
+7

Referensi

Dokumen terkait

4. Antar kelompok/teman peserta didik saling menelaah dan menanggapi hasil kerjanya untuk mendapatkan tanggapan. Peserta didik mempresentasikan hasil kerjanya dan ditanggapi oleh

Erza Armaz Hardi, judul penelitian “Studi komparatif Takaful dan Asuransi Konvensional”. Dalam penelitiannya tersebut, peneliti berupaya membandingkan antara asuransi takaful

Semakin berkembangnya zaman, maka masalah umatpun semakin kompleks. Para pengkaji tafsir pun ingin mendapatkan penjelasan secara utuh mengenai permasalahan yang

Hasil uji t tidak berpasangan hari ke-1 dan ke-7 (Tabel 3) menunjukkan nilai p = 0,348 (p&gt;0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara penggunaan pasta

Dari penelitian ini disimpulkan dari empat belas elemen ruang publik yang diamati, hanya lima elemen yang memiliki pengaruh terhadap kualitas Kawasan Kota Tua

65 menghasilkan jumlah telur lebih banyak, pembuahan dan penetasan lebih tinggi dibanding persilangan Haliotis asinina betina dengan Haliotis squamata jantan

Hasil validasi Ahli Materi yang dituangkan dalam angket menyatakan bahwa produk media pembelajaran Sejarah berbasis website yang dikembangkan sudah layak diujicobakan

Berdasarkan hasil uji kandungan kafein pada kopi yang terdiri dari 3 sampel yaitu kopi mentah, bubuk kopi murni, dan bubuk kopi campuran dengan menggunakan