• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pembuatan Mi Pati Singkong Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Pembuatan Mi Pati Singkong Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PEMBUATAN MI PATI SINGKONG

MENGGUNAKAN EKSTRUDER ULIR GANDA

MOJIONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pembuatan Mi Pati Singkong Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Mojiono

(4)

RINGKASAN

MOJIONO. Optimasi Pembuatan Mi Pati Singkong Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda. Dibimbing oleh SLAMET BUDIJANTO dan BUDI NURTAMA

Pati singkong adalah salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai kandidat bahan baku mi. Mi berbahan pati singkong juga dapat dikembangkan sebagai pangan bebas gluten karena tidak mengandung protein gluten. Tujuan utama penelitian ini adalah melakukan studi optimasi untuk mendapatkan kualitas mi pati singkong optimal. Variabel bahan (soy protein isolate-SPI dan bekatul) dan variabel proses (suhu ekstrusi) digunakan sebagai variabel optimasi di dalam rancangan Response Surface Methodology (RSM). Tahapan penelitian meliputi (1) studi profil gelatinisasi pati singkong dan komposit yang terdiri dari pati singkong, SPI, bekatul, dan glycerol

monostearate-GMS), (2) tahap optimasi, serta (3) studi komparasi daya cerna pati mi pati singkong hasil optimasi dengan mi komersial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pasta komposit mengalami sejumlah perubahan signifikan dibandingkan pati singkong antara lain viskositas pasta, suhu gelatinisasi, dan waktu puncak akibat inkorporasi komponen tambahan yaitu SPI, bekatul, dan GMS. Perubahan ini disebabkan oleh kompetisi air antara fraksi non pati dengan pati, sehingga membatasi aktivitas pembengkakan granula. Profil RVA (Rapid Visco Analyzer) juga menunjukkan bahwa viskositas komposit lebih stabil selama fase pemanasan serta adanya kecenderungan retrogradasi yang lebih tinggi dibandingkan pati singkong. Hasil studi optimasi menunjukkan bahwa mi pati singkong yang optimal berhasil dicapai dengan penambahan bekatul 8.3%, SPI 6.7% dan diproses pada suhu ekstrusi 80 °C. Kombinasi tersebut memberikan nilai desirability sebesar 0.78. Berdasarkan uji verifikasi, semua nilai respon berada pada selang kepercayaan 95%, yaitu elongasi 202.83%, cooking loss 4.35%, kekerasan 4643.54 gf, adesivitas 120.91 gf, dan kecerahan 47.78.

Sementara itu, studi komparasi menunjukkan bahwa daya cerna pati pada mi pati singkong optimum (59.83%) lebih rendah dibandingkan mi terigu (72.33%), akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan mi jagung (51.99%). Ketersediaan pati di dalam mi sebagai substrat enzim α-amilase memberikan perbedaan nilai daya cerna. Selain itu, adanya bekatul sebagai sumber serat pangan tahan cerna pada mi pati singkong dapat berkontribusi di dalam penghambatan hidrolisis pati. Hasil ini menunjukkan bahwa mi pati singkong optimum mempunyai potensi sebagai pangan fungsional dengan daya cerna yang rendah.

(5)

SUMMARY

MOJIONO. Optimization of Cassava Starch Noodle Prepared by Twin Screw Extruder. Supervised by SLAMET BUDIJANTO and BUDI NURTAMA

Cassava starch is one of the carbohydrate sources that can be considered as candidate of noodle ingredient. Furthermore, cassava starch-based noodle is also considerable as gluten-free product due to absence of gluten. The main purpose of this research was to optimize cassava starch noodle quality. Mixture variables (soy protein isolate-SPI and rice bran) and processing variable (extrusion temperature) were used in optimization using Response Surface Methodology (RSM). Research steps included (1) study on gelatinization profile of cassava starch and its composite (cassava starch, SPI, rice bran, and glycerol monostearate-GMS), (2) optimization, and (3) comparative study on starch digestibility of optimized cassava starch noodle compared to commercial noodles. The results showed that pasting properties of the composites demonstrated a significant difference compared to native cassava starch, including peak viscosity, pasting temperature, and peak time, as a consequence of SPI, rice bran, and GMS addition. This finding suggested that non starch fraction in the composite and starch compete for available water, thus suppressing granule swelling. RVA (Rapid Visco Analyzer) profile exhibited that viscosity of the composites was more stable during heating stage than that of cassava starch. Furthermore, higher tendency of retrogradation was also observed in the composite. In addition, the optimized noodle was obtained at rice bran 8.3%, SPI 6.7%, and extrusion temperature 80 °C, which resulted in desirability value 0.78. All experimental values (elongation 202.83%, cooking loss 4.35%, hardness 4643.54 gf, adhesiveness 120.91 gf, and lightness 47.78) obtained at optimum condition were in range of 95% confidence interval (CI) values.

Starch digestibility of optimized cassava starch noodle (59.83%) was significantly higher than that of commercial corn noodle (51.99%), but significantly lower than that of commercial wheat noodle (72.33%). The result was due to dissimilar content of starch as substrate for enzymatic hydrolysis by α -amylase. Additionally, presence of rice bran as non digestible polysaccharide was also considerable to contribute in the inhibition of starch digestibility. The results suggested that the optimized cassava starch noodle could be developed as functional food with low digestibility.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

OPTIMASI PEMBUATAN MI PATI SINGKONG

MENGGUNAKAN EKSTRUDER ULIR GANDA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Optimasi Pembuatan Mi Pati Singkong Menggunakan Ekstruder Ulir Ganda

Nama : Mojiono NIM : F251130231

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr Ketua

Dr Ir Budi Nurtama, MAgr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul Optimasi Pembuatan Mi Pati Singkong menggunakan Ekstruder Ulir Ganda berhasil diselesaikan.

Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada:

1. Prof Dr Ir Slamet Budijanto, MAgr dan Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku komisi pembimbing.

2. Dr Elvira Syamsir, STP, MSi sebagai penguji dan Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi sebagai perwakilan porgram studi Ilmu Pangan pada ujian tesis.

3. Ayah dan ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan motivasinya.

4. Rekan-rekan IPN 2013 dan operator di Technopark atas kerja samanya. 5. Keluarga Arafah dan sahabat-sahabat alumni UTM di Sekolah

Pascasarjana IPB atas semangat dan dukungan.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), atas pemberian beasiswa melalui skema Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Mi Non Gluten 3

Teknologi Ekstrusi 3

Response Surface Methodology (RSM) 5

3 METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Bahan dan Alat 5

Pembuatan Mi 6

Penetapan Batas Atas dan Bawah 6

Rancangan Penelitian 6

Optimasi dan Verifikasi 7

Analisis Gelatinisasi 7

Tekstur dan Elongasi 8

Cooking Loss (CL) 8

Pengukuran Kecerahan 8

Daya Cerna Pati 9

Analisis Data 9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Profil Gelatinisasi Pati Singkong dan Komposit 10

Analisis Respon Mi Pati Singkong 12

Elongasi dan Cooking Loss 14

Kualitas Tekstural 17

Kecerahan Mi 19

Optimasi dan Verifikasi Mi 20

Studi Komparasi Daya Cerna Pati 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

(12)

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 28

RIWAYAT HIDUP 32

DAFTAR TABEL

1 Profil karakteristik mi bebas gluten dari berbagai bahan baku 4 2 Kombinasi formula dan suhu proses berdasarkan rancangan Combined

Design 7

3 Profil pasta pati singkong dan komposit 10

4 Hasil pengukuran tiap respon 13

5 Rekapitulasi hasil analisis statistik terhadap respon percobaan 13 6 Sasaran dan tingkat kepentingan yang digunakan untuk optimasi 20

DAFTAR GAMBAR

1 Ekstruder ulir ganda yang digunakan di dalam penelitian. Keterangan gambar: (a) ulir, (b) die atau cetakan, (c) papan kontrol, (d) barrel, (e)

penampilan keseluruhan ekstruder. 5

2 Profil gelatinisasi pati singkong dan komposit menggunakan

instrumen RVA. 11

3 Plot permukaan untuk respon elongasi (a) dan cooking loss (b). 14 4 Plot permukaan untuk respon kekerasan (a) dan adesivitas (b). 18

5 Plot permukaan untuk respon kecerahan mi. 20

6 Plot permukaan (a) dan plot kontur (b) nilai desirability kondisi

optimum. 21

7 Mi pati singkong yang dibuat pada kondisi optimum. Mi kering (a),

mi yang sudah direhidrasi (b). 21

8 Daya cerna pati pada mi pati singkong, mi jagung, dan mi terigu 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut profil gelatinisasi pati

singkong dan komposit. 28

2 Analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut daya cerna pati 3 jenis

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diversifikasi menjadi inovasi bagian penting untuk mendukung upaya ketahanan pangan nasional. Diversifikasi pangan didorong oleh setidaknya dua faktor utama yaitu mewujudkan prinsip pangan 3B (beragam, bergizi, dan berimbang) dan sebagai usaha mengonversi sumber karbohidrat lokal menjadi produk pangan. Mi dipilih sebagai vehicle diversifikasi pangan karena dapat dikonsumsi oleh hampir semua lapisan masyarakat dan dapat dikonsumsi sebagai pangan pokok anternatif.

Pati singkong adalah salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai kandidat bahan baku mi dengan beberapa keunggulan yaitu suhu gelatinisasi yang rendah dan pasta yang jernih (Kasemsuwan et al. 1998) sehingga mendukung penampilan fisik mi. Selain itu, mi berbahan pati singkong dapat dikembangkan sebagai pangan bebas gluten karena tidak mengandung protein gluten. Produk pangan bebas gluten (gluten-free product) telah mendapatkan respon serius oleh ahli pangan dunia seiring dengan meningkatnya jumlah penderita celiac disease (CD) atau intoleransi terhadap gluten (Gallagher

et al. 2004). Rata-rata peningkatan insiden CD diperkirakan mencapai 9.77±8.27% per tahun di seluruh dunia (Lerner et al. 2015). Studi pati singkong sebagai bahan baku produk pangan bebas gluten telah dilakukan, antara lain kombinasi pati singkong termodifikasi ikat silang dengan pati jagung tinggi amilosa untuk pembuatan mi (Kasemsuwan et al. 1998) dan campuran pati singkong, bagasse singkong, dan tepung amaranth (Amaranthus cruentus) untuk pembuatan pasta bebas gluten (Fiorda et al. 2013).

Berbeda dengan mi dari terigu yang mengandung gluten, pembentukan struktur mi pati bergantung pada proses gelatinisasi pati untuk menghasilkan jaringan mi yang kuat. Pembuatan mi pati dengan teknologi konvensional sebagai berikut: (1) pencampuran pati untuk membentuk adonan, (2) proses ekstrusi untuk pencetakan dan dilanjutkan dengan pemasakan untuk gelatinisasi, (3) pendinginan

(cooling) di air dingin, (4) penyimpanan pada suhu dingin (holding), (5) perendaman di air, dan selanjutnya pengeringan (Tan et al. 2009). Penggunaan ekstruder atau cooking-forming extruder memberikan beberapa keuntungan antara lain adanya proses gelatinisasi, efek tekanan dan pengadonan yang diperlukan untuk membentuk struktur mi yang kokoh. Dibandingkan dengan teknik konvensional, mi yang dibuat menggunakan ekstruder jenis ini tidak perlu menggunakan pati pra gelatinisasi dan tidak memerlukan perebusan setelah proses ekstrusi (Tan et al. 2009, Wang et al. 2012). Dengan demikian, teknologi ekstrusi ini memberikan banyak keuntungan dalam pengembangan mi berbasis pati.

(14)

2

peningkatan manfaat fungsional. Bekatul merupakan produk samping dari penggilingan padi yang telah diketahui memiliki komponen fungsional antara lain serat, vitamin B1, tokoferol, dan γ-orizanol (Kurniawati et al. 2014). Salah satu manfaat fungsional yang diharapkan melalui penambahan bekatul adalah penurunan daya cerna.

Informasi ilmiah mengenai formulasi mi dan aplikasi teknologi ekstrusi dalam pembuatan mi pati singkong masih terbatas. Oleh karena itu, studi optimasi diperlukan untuk menemukan kombinasi formula dan kondisi proses yang mampu menghasilkan kualitas mi yang optimal.

Perumusan Masalah

Kualitas mi dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain formula dan kondisi proses. Pada aspek formula, penambahan bahan pendukung antara lain SPI dan bekatul akan memengaruhi karakteristik pati singkong, yang turut berkontribusi terhadap kualitas mi. Analisis gelatinisasi pati singkong dan komposit dilakukan di dalam penelitian ini. Peran SPI diperlukan untuk memperbaiki struktur internal mi sehingga mi terbentuk dengan baik. Penambahan bekatul pada mi diharapkan berkontribusi terhadap peningkatan manfaat fungsional, antara lain nilai daya cerna. Suhu ekstrusi menjadi variabel penting untuk menginduksi gelatinisasi pati selama adonan di dalam barrel. Kombinasi formula (penambahan SPI dan bekatul) dan proses (suhu ekstrusi) untuk menghasilkan mi pati singkong optimum dipelajari di dalam riset ini melalui studi optimasi. Selanjutnya, analisis daya cerna pati mi hasil optimasi dilakukan, kemudian dibandingkan dengan mi komersial.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan studi optimasi untuk memperoleh mi pati singkong yang optimum. Adapun tujuan khusus dari penelitian adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan bekatul dan SPI terhadap profil gelatinisasi pati singkong.

2. Mendapatkan kombinasi variabel bahan (penambahan bekatul dan SPI) dan variabel proses (suhu ekstrusi) untuk memperoleh respon mi pati singkong yang optimum.

3. Mengetahui potensi manfaat fungsional mi pati singkong yaitu daya cerna pati, serta membandingkan dengan mi komersial.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan beberapa manfaat. Pertama, luaran (output)

(15)

3 kacang-kacangan (Fu 2008). Diantara bahan tersebut, terigu masih menjadi bahan utama mi yang superior. Dengan demikian, berdasarkan bahan baku, mi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu mi terigu dan mi non terigu. Mi terigu mengandalkan kinerja protein gluten (glutenin dan gliadin) untuk membentuk struktur mi yang kokoh dan elastis. Pembentukan struktur ini dapat terjadi melalui proses pembentukan adonan (hidrasi tepung terigu) di suhu ruang. Oleh karena itu, gluten menjadi determinan utama pembuatan mi terigu.

Mi bebas gluten juga dikenal dengan gluten-free noodle karena bahan utama yang digunakan tidak mengandung gluten. Bahan utama mi non gluten bisa berbentuk tepung dan pati. Berbeda dengan mi terigu, pembentukan struktur mi bebas gluten bergantung pada proses gelatinisasi pati untuk menghasilkan jaringan mi yang kokoh. Saat proses gelatinisasi, granula pati akan mengalami pembengkakan (swelling) hingga tercapai kondisi maksimum (viskositas puncak). Pada saat inilah, granula pati pecah dan komponen di dalam granula utamanya amilosa keluar meninggalkan granula. Fraksi amilosa inilah yang berperan membentuk jaringan mi yang kuat melalui proses reaosiasi rantai amilosa. Gelatinisasi dan retrogradasi dapat dipengaruhi banyak faktor khsususnya jenis pati. Oleh karena itu, karakteristik pati menjadi faktor fundamental yang dapat menentukan kualitas akhir mi.

Eksplorasi sumber karbohidrat non gluten untuk pembuatan mi sudah banyak dilakukan, mulai dari substitusi parsial sampai substitusi penuh tanpa menggunakan terigu. Formula mi juga berasal dari kombinasi beberapa jenis pati untuk memperbaiki mutu mi. Rangkuman penelitian inovasi mi dari bahan non gluten disajikan di dalam Tabel 1.

Teknologi Ekstrusi

Definisi ekstrusi adalah proses yang melibatkan pemberian tekanan dan daya dorong terhadap suatu bahan pangan di bawah kondisi tertentu (variasi kecepatan mixing, panas, dan tekanan) melewati die plate (tahanan) yang didisain untuk memberi bentuk yang diinginkan. Di dalam teknologi pangan, ekstruder dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, antara lain pembuangan gas

(degassing), dehidrasi, gelatinisasi, pasteurisasi dan sterilisasi, homogenisasi, dan pencentakan (Riaz 2000).

Secara umum, proses ekstrusi baik pada jenis ulir tunggal maupun ganda dibagi menjadi 3 zona, yaitu feeding, kneading, dan final cooking. Di zona

(16)

4

geser (shear rates) akan mencapai titik paling tinggi di zona final cooking akibat pengaruh konfigurasi ulir (Huber 2010).

Tabel 1 Profil karakteristik mi bebas gluten dari berbagai bahan baku

Bahan Baku Invensi Referensi

Tapioka Mi yang terbuat dari kombinasi tapioka termodifikasi (pati ikat silang) dengan pati tinggi amilosa menghasilkan mi yang baik. Modifikasi tersebut mampu meningkatkan gel strength pati yang berkontribusi pada pembentukan struktur mi.

Mi yang terbuat dari pati kentang dan ubi jalar dengan ukuran granula kecil (< 20 µm) lebih baik dari pada ukuran granula besar (> 20 µm). Hal ini berkaitan dengan area permukaan spesifik yang lebih besar dimiliki oleh pati gelatinisasi yang diperlukan untuk membentuk struktur bihon terjadi sempurna.

(heat moisture treatment) dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas mi sagu. Kecenderungan retrogradasi pati meningkat pada hamper smeua jenis pati sagu akibat tersebut meningkatkan stabilitas terhadap panas, dari pada hanya menggunakan pati meningkat akibat substitusi 20% cross linked canna starch, sedangkan substitusi dengan

debranched retrograded canna starch

menghasilkan total asam lemak rantai pendek dan butirat tertinggi yang mengindikasikan potensinya sebagai sumber prebiotik.

Wandee et al.

(17)

5 Response Surface Methodology (RSM)

RSM merupakan gabungan dari teknik matematik dan statistik yang digunakan untuk memperbaiki (improving), mengembangkan (developing) dan mengoptimasi (optimizing) kombinasi variabel agar memperoleh respon paling optimal. Teknik optimasi RSM ini digunakan pada beberapa variabel input yang berpotensi memengaruhi hasil pengukuran atau karakteristik suatu produk atau proses. Karakteristik yang dipengaruhi oleh input disebut dengan respon atau

dependent variables (Myers et al. 2009).

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan mulai Oktober 2014 hingga Maret 2016. Mi dibuat di F-Technopark Institut Pertanian Bogor, sedangkan analisis dilakukan di beberapa laboratorium di lingkungan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Bahan dan Alat

Pati singkong komersial sebagai bahan utama mi dibeli di pasar Bogor. Bekatul terstabilisasi berasal dari padi varietas IR 64. Bahan lain yang digunakan adalah glycerol monostearate (GMS), soybean protein isolate (SPI), dan enzim α -amilase (Sigma Aldrich).

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah dough mixer,

ekstruder ulir ganda (Berto BEX-DS-2256, cetakan terdiri atas 8 lubang, masing-masing dengan diameter 2.5 mm), pengering rak, texture analyzer (TA-XT2),

rapid visco analyzer (RVA) (Newport Scientific), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), Chromameter (Minolta CR 310).

(18)

6

Pembuatan Mi

Mi pati singkong dibuat dengan 5 tahapan utama, yaitu (1) penimbangan bahan dan pencampuran untuk membuat adonan, (2) proses ekstrusi, (3) pendinginan pada suhu ruang selama 15 menit dan pembentukan, (4) pengeringan pada suhu 50 °C selama 2.5 jam, dan (5) pengemasan. Setiap formula mi dibuat dengan 2 kg pati singkong. Persentase jumlah penambahan air, GMS, dan SPI berdasarkan jumlah pati singkong. Deskripsi esktruder yang digunakan untuk pembuatan mi disajikan pada Gambar 1.

Penetapan Batas Atas dan Bawah

Penentuan variabel penelitian dilakukan setelah melalui proses uji coba dan studi literatur. Dari aspek proses, suhu ekstrusi (suhu pada 3 zona pemanasan) dipilih sebagai variabel proses. Sementara itu, penambahan SPI diharapkan mampu meningkatkan kualitas fisik mi, sedangkan penambahan bekatul untuk meningkatkan manfaat fungsional mi. Kedua komponen ini dipilih sebagai variabel bahan.

Batas atas dan bawah untuk variabel proses ditetapkan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Suhu proses yang diujicobakan ialah 50, 60, 70, 80, dan 90 °C. Karakteristik mi yang dihasilkan pada suhu ekstrusi 50 °C lembek dan mudah patah. Pada kondisi ini, untaian mi berwarna putih yang mengindikasikan pemasakan adonan belum tercapai. Sementara itu, mi yang diproses pada suhu 90 °C menjadi lengket yang ditunjukkan dengan sulitnya memisahkan antar untaian mi yang keluar dari cetakan. Penambahan SPI diharapkan dapat memperbaiki kualitas mi. Untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas mi pati singkong, maka SPI ditambahkan 0-10%. Menurut Chen et al. (2011), penambahan bekatul hingga 5-10% mampu menghasilkan mi yang cukup baik. Penambahan bekatul pada penelitian ditetapkan sebesar 5-15% untuk memberikan kisaran lebih lebar. Penetapan level tiap variabel dibantu oleh software.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan combined design dari RSM untuk mengoptimasi formula dan proses pembuatan mi dengan bantuan perangkat lunak

Design Expert 7.0® dari Stat Ease. Kombinasi perlakuan yang terdiri atas penambahan bekatul (X1), penambahan SPI (X2), dan suhu ekstrusi (X3) disajikan

pada Tabel 2.

Respon penelitian antara lain elongasi, cooking loss, kekerasan, adesivitas, dan kecerahan. Tiap respon memiliki persamaan atau model matematika yang menunjukkan pengaruh variabel terhadap respon. Kriteria utama yang digunakan untuk menentukan persamaan yang dipakai dalam optimasi yaitu signifikansi model (p<0.05), lack of fit (p>0.05) pada taraf signifikansi 5%. Selain itu, model harus mempunyai nilai adequate precision di atas 4, serta selisih adjusted R2

(19)

7

Optimasi dan Verifikasi

Kombinasi kondisi proses dan formulasi optimal ditentukan berdasarkan nilai keinginan (desirability) yang paling mendekati 1.0 melalui tahap optimasi. Tahap optimasi terdiri dari dua komponen yaitu penentuan tujuan (goal) dan skala prioritas. Tujuan (maximize, minimize, in range, target, dan none) tiap respon ditetapkan sesuai kebutuhan. Selain itu, tiap respon memiliki skala prioritas yang ditunjukkan dengan nilai importance mulai dari 1 (+) sampai 5 (+++++).

Verifikasi dilakukan untuk mengonfirmasi prediksi model yang diperoleh di tahap optimasi berdasarkan nilai kisaran pada CI (confidence interval). Tahapan ini dikerjakan sebanyak 5 ulangan.

Analisis Gelatinisasi

Analisis gelatinisasi pati dilakukan untuk mendapatkan informasi karakteristik pati singkong dan komposit (berdasarkan formula batas bawah dan batas atas) antara lain suhu gelatininasi, waktu gelatinisasi, dan viskositas. Komposit terdiri atas campuran pati singkong, GMS, SPI, dan bekatul. Instrumen yang dipakai adalah rapid visco analyzer (RVA). Kondisi analisis ditetapkan sesuai dengan standar 2 pada alat. Sampel dimasukkan ke dalam canister (tabung khusus untuk analisis) dan ditambahkan akuades (jumlah akuades yang

(20)

8

ditambahkan berdasarkan kadar air sampel) hingga berbentuk bubur pati. Bubur pati dipanaskan dari suhu 50 °C hingga mencapai suhu 95 °C dan dipertahankan selama 5 menit (holding). Selanjutnya suhu diturunkan hingga mencapai 50 °C dan dipertahankan selama 2 menit. Eksperimen dilakukan dengan 2 kali ulangan.

Tekstur dan Elongasi

Profil tekstur dan elongasi mi dievaluasi menggunakan texture analyzer (TAXT-T2, Stable Micro Systems). Karakteristik fisik mi yang diukur adalah kekerasan (hardness) dan adesivitas (adhesiveness). Untaian mi dimasak di dalam 300 mL air selama 6 menit, mi diangkat dan kemudian ditiriskan. Dua helai mi diletakkan di sample holder dan ditekan menggunakan probe silinder (diameter 35 mm) dengan kecepatan 1 mm per detik dan distance ditetapkan sebesar 75%.

Absolutepeak (+) dicatat sebagai nilai kekerasan (gf), sedangkan absolute peak (-) dicatat sebagai nilai adesivitas (gf). Untuk analisis elongasi, satu untai mi rehidrasi dililitkan pada probe dengan jarak probe sebesar 2 cm dan kecepatan 0.3 cm/det. Persen elongasi dihitung dengan rumus:

Elongasi % =Waktu putus sampel det2 cm ×0.3 cm/det×100%

Cooking Loss

Penentuan cooking loss dilakukan dengan metode sebagai berikut. Mi (5 g) direbus di dalam 150 ml air selama 6 menit lalu mi ditiriskan dan dikeringkan pada suhu 100 °C hingga tercapai berat konstan kemudian ditimbang kembali. Mi yang lain (5 g) diukur kadar airnya (digunakan untuk menghitung berat kering sampel). Cooking loss dihitung dengan rumus berikut:

Cooking Loss % = a-ba ×100%

Keterangan:

a : berat kering sampel sebelum direbus, b : berat kering sampel sesudah direbus

Pengukuran Kecerahan

(21)

9 Daya Cerna Pati

Sebelum analisis, mi dihaluskan sehingga berbentuk serbuk kemudian dibuat suspensi (1%) dan dipanaskan sehingga mencapai suhu 90 °C, dan didinginkan. Sebanyak 2 ml larutan ditambah 3 ml air destilata dan 5 ml buffer Na-fosfat 0.1 M pH 7.0 kemudian diinkubasikan pada penangas air pada suhu 37 °C selama 15 menit. Kemudian larutan ditambahkan enzim α-amilase dan diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 30 menit.

Sebanyak 1 ml dari campuran tersebut kemudian dimasukkan ke tabung reaksi yang sudah berisi 2 ml pereaksi DNS (dinitrosalisilat) selanjutnya dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, dan kemudian didinginkan. Setelah dingin, 10 ml air destilata ditambahkan untuk reaksi pengenceran. Warna jingga-merah terbentuk dari reaksi dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.

Kadar maltosa dari campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar maltosa murni yang diperoleh dengan cara mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur yang sama. Daya cerna sampel dihitung sebagai presentasi terhadap pati murni:

Daya cerna pati (%)=Kadar amilosa pati murni setelah reaksi enzimatisKadar amilosa sampel setelah reaksi enzimatis ×100%

Analisis Data

(22)

10

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Gelatinisasi Pati Singkong dan Komposit

Dalam formulasi produk berbahan pati, penambahan ingridien pendukung dapat memengaruhi profil gelatinisasi pati (native). Di dalam penelitian ini, analisis gelatinisasi dilakukan pada pati singkong dan komposit yang terdiri atas pati singkong, bekatul, SPI, dan GMS. Beberapa parameter yang penting diamati pada profil gelatinisasi pati adalah peak viscosity (PV), breakdown viscosity (BV),

final viscosity (FV), setback viscosity (SV), pasting temperature (Ptemp), dan peak

time (PT). PV merupakan viskositas yang tercapai saat granula pati mengembang maksimum selama fase pemanasan, sedangkan BV adalah selisih viskositas puncak dengan viskositas yang tercapai di tahap pemanasan pada suhu 95°C. FV adalah viskositas yang tercapai di akhir tahap pendinginan pada suhu 50 °C, sedangkan SV diperoleh sebagai selisih antara FV dengan viskositas maksimum pada tahap pemanasan. Ptemp merupakan suhu pada saat viscograph mulai

membaca nilai viskositas, sementara PT ditentukan pada saat viskositas mencapai puncak.

Tabel 3 Profil pasta pati singkong dan komposit

Sampel PV (cP) BV (cP) FV (cP) SV (cP) PTemp. (°C)

Pati 5854.5±19.1c 3854.0±62.2c 3312.0±108.9a 1311.5±19.5a 67.85±0.28a KBB 4836.0±79.2 b 2456.0±125.9b 3824.5±16.3b 1444.5±30.4a 70.03±0.04b KBA 3372.5±47.4 a 1193.0±93.3a 4026.0±86.3b 1846.5±132.2b 72.08±0.04c

KBB: komposit batas bawah; KBA: komposit batas atas

PV: peak viscosity; BV: breakdown viscosity; FV: final viscosity; SV: setback viscosity; PTemp:

pasting temperature.

Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata pada uji Duncan (α=0.05)

Analisis gelatinisasi memberikan informasi karakterisasi pati singkong dan komposit yang digunakan dalam pembuatan mi. Penambahan komponen tambahan antara lain bekatul, SPI, dan GMS pada pati singkong mengakibatkan perubahan signifikan profil pasta (Tabel 3).

PV dan BV komposit lebih rendah dibandingkan dengan pati singkong (p<0.05). KBA memiliki nilai PV paling rendah yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi fraksi non pati pada komposit mengakibatkan penurunan viskositas. Pola penurunan nilai PV pada ketiga sampel juga terjadi pada nilai BV, semakin tinggi keberadaan fraksi non pati mengakibatkan nilai BV yang semakin rendah. Kendati demikian, nilai FV dan SV pada kedua komposit cenderung lebih tinggi daripada pati singkong. Meskipun nilai FV antar komposit tidak berbeda nyata (p>0.05), KBA memiliki nilai SV yang lebih tinggi dibandingkan KBB (p<0.05). Nilai SV pati singkong tidak berbeda nyata dengan KBB (p<0.05). Ptemp

juga mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah fraksi non pati yang ditambahkan. Nilai Ptemp berbeda nyata pada ketiga sampel (p<0.05). Waktu

(23)

11 yaitu pati singkong 5.6 menit, KBB 9.1 menit, dan KBA 9.7 menit. Dengan demikian, karakteristik pasta mengalami sejumlah perubahan signifikan antara lain viskositas pasta, suhu gelatinisasi, dan waktu puncak akibat inkorporasi komponen tambahan yaitu bekatul, SPI, dan GMS.

Deskripsi profil pasta pati singkong dan komposit juga ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan secara jelas perubahan profil gelatinisasi pati singkong, KBB dan KBA. Gelatinisasi pati dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain sumber pati, ukuran granula, keberadaan komponen seperti lemak dan protein, proses pengadukan, dan kondisi pemanasan. Terjadinya perubahan profil gelatinisasi pati singkong ini disebabkan oleh keberadaan fraksi non pati di dalam komposit. Adanya kompetisi antara protein dan air untuk berinteraksi dengan air menyebabkan penghambatan aktivitas pembengkakan granula (granule swelling) pati, sehingga mengubah profil gelatinisasi (Mohamed dan Rayas-Duarte 2003). Semakin tinggi fraksi non pati di dalam komposit, potensi penghambatan pembengkakan granula pati semakin tinggi. Akibatnya, PV komposit lebih rendah dibandingkan dengan pati singkong. Penurunan nilai viskositas puncak diikuti oleh penurunan BV. Pengamatan terhadap pengaruh penambahan bekatul terhadap penurunan PV dan BV juga dilakukan pada pembuatan dry white chinese noodle. Bekatul menjadi kontributor penurunan nilai PV dan BV (Chen et al. 2011). Penghambatan pembengkakan granula pati juga mengakibatkan waktu yang diperlukan untuk mencapai viskositas puncak bertambah lama, akibatnya PT meningkat. Aktivitas inhibisi pembengkakan granula juga berimbas pada peningkatan Ptemp. Kondisi ini juga terjadi pada

campuran protein gluten dan pati gandum (Mohamed dan Rayas-Duarte 2003), yaitu terjadi peningkatan suhu gelatinisasi akibat penambahan protein.

Perilaku gelatinisasi pati singkong dan komposit (Gambar 2) menyajikan informasi penting untuk memprediksi kualitas mi pati singkong yang dihasilkan.

(24)

12

Bahkan, karakterisasi pasta pati dapat menjadi metode yang tepat untuk memprediksi kualitas mi (Collado dan Corke 1997; Hormdok dan Noomhorm 2007). Salah satu indikator penting yang dapat dipakai dari karakterisasi pati dan komposit adalah perilaku pasta saat fase pemanasan dan pendinginan. Pada saat pemanasan berlangsung, kestabilan viskositas pasta ditunjukkan dengan BV. Nilai BV yang kecil mengindikasikan kemampuan pasta pati untuk mempertahankan viskositasnya. Pada penelitian ini, BV komposit lebih rendah dari pada BV pati singkong (p<0.05) yang menunjukkan bahwa viskositas komposit lebih stabil. Karakteristik ini penting dimiliki oleh adonan mi pati singkong. Selama proses ekstrusi, adonan akan mendapatkan panas agar pati mengalami gelatinisasi. Stabilitas adonan di dalam barrel diperlukan untuk mendukung pembentukan struktur mi.

Selain stabilitas pasta selama pemanasan, perilaku viskositas selama fase pendinginan juga menjadi indikator penting untuk prediksi kualitas mi. SV dapat menjadi representasi perilaku pasta selama proses pendinginan. Semakin tinggi SV dikaitkan dengan peningkatan kualitas mi. SV yang semakin tinggi menunjukkan kecenderungan terjadinya retrogradasi yang semakin besar. Karakteristik ini diperlukan di dalam pembuatan mi pati singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KBA memiliki SV yang lebih tinggi dari pada KBB dan pati singkong. SV komposit yang tinggi memberikan kontribusi positif terhadap pembentukan jaringan mi pati singkong karena kecenderungan terjadinya retrogradasi yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tam et al.

(2004) pada pembuatan bihun berbahan pati jagung menggunakan ekstruder pencetak (fabricated laboratory extruder). Bihun dibuat dari 3 jenis pati jagung berdasarkan kandungan amilosa, yaitu rendah (0.28-3.8%), normal (27.7-28.8%), dan tinggi (40-60.8%). Hasil studi menunjukkan bahwa pati dengan amilosa normal cocok digunakan sebagai bahan baku bihun. Data RVA juga memperlihatkan bahwa SV dari pati normal (1525-1645 cP) jauh lebih tinggi dibandingkan pati rendah amilosa (429-511) dan tinggi amilosa (17-232 cP).

Selain beberapa parameter RVA di atas, nilai stability ratio (STR) dan

setback ratio (SER) juga dapat dikaitkan dengan profil kualitas mi pati. STR diperoleh dari rasio hot paste viscosity dan peak viscosity (HPV/PV), sedangkan SER adalah rasio final viscosity dan hot paste viscosity (FV/HPV). Data RVA menunjukkan bahwa HPV pati singkong, KBB, dan KBA secara berturut-turut adalah 2000.5, 2380, dan 2179.5. Maka STR ketiga sampel tersebut adalah 0.34, 0.49, 0.65, sedangkan SER yaitu 1.66, 1.61, dan 1.85. Semakin banyak fraksi non pati yang ditambahkan pada pati, STR dan SER juga meningkat. STR yang tinggi mengindikasikan bahwa viskositas komposit lebih stabil selama pemanasan dari pada pati singkong, sedangkan SER yang tinggi menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang tinggi.

Analisis Respon Mi Pati Singkong

(25)

13 Tabel 4 Hasil pengukuran tiap respon

Formula

Pemilihan model tiap respon dilakukan berdasarkan beberapa kriteria (Tabel 5). Signifikansi model menjadi kriteria utama. Model yang signifikan menunjukkan bahwa perubahan pada variabel berdampak nyata terhadap respon. Sebaliknya, lack of fit diinginkan tidak signifikan, yang mengindikasikan bahwa data yang diperoleh mampu memenuhi persamaan. Nilai Adj R2 dan predicted R2

yang mendekati 1.0 diinginkan. Sementara itu, nilai adequate precision yang dikehendaki adalah lebih besar dari pada 4. Tabel 5 menunjukkan bahwa semua model respon dinyatakan signifikan (p<0.05), sedangkan lack of fit pada semua semua model adalah tidak signifikan (p>0.05). Dengan demikian, persamaan tersebut sudah dapat digunakan untuk memprediksi nilai respon.

Tabel 5 Rekapitulasi hasil analisis statistik terhadap respon percobaan

(26)

Rata-14

Elongasi dan Cooking Loss

Elongasi dan cooking loss merupakan parameter utama produk mi. Secara umum, mi pati singkong dapat terbentuk dengan baik yang ditunjukkan dengan helaian mi yang tidak mudah patah dan tidak lengket saat keluar dari cetakan. Analisis statistik untuk persamaan respon elongasi dan cooking loss disajikan pada Tabel 5. Model matematik elongasi mi pati singkong sebagai berikut:

Elongasi = -30.47x1-454.86x2 + 0.85x1x3 + 12.23x2x3- 0.004x1x32- 0.08x2x32

Elongasi mi biasanya diekspresikan dalam bentuk persentase, yang menunjukkan kemampuan mi untuk mempertahankan strukturnya saat diberikan gaya tarik. Semakin besar persentasenya, maka kualitas mi semakin baik. Berdasarkan persamaan respon elongasi, bekatul dan SPI masing-masing memberikan korelasi negatif terhadap elongasi (p<0.05), akan tetapi kombinasi SPI dengan suhu ekstrusi menunjukkan korelasi positif pada level interaksi linier dan korelasi negatif pada level interaksi kuadratik (p<0.05). Informasi ini mengindikasikan bahwa kombinasi variabel bahan dan proses tampak memberikan kontribusi terhadap elongasi mi pati singkong, meskipun interaksi bekatul dengan suhu ekstrusi tidak signifikan baik pada level linier maupun kuadratik (p>0.05). Visualisasi hubungan antara ketiga variabel dengan respon elongasi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Plot permukaan untuk respon elongasi

(27)

15 lemak tertentu yang terdapat pada bekatul berpeluang membentuk kompleks dengan amilosa dan amilopektin. Selain serat pangan, bekatul juga mengandung lemak yang cukup tinggi, misalnya pada beras cokelat (brown rice) yaitu 16.62±0.05% (Abdul-Hamid dan Luan 2000). Akan tetapi, pembentukan kompleks pati dan lemak dilaporkan menghambat retrogradasi (Fu et al. 2015). Meskipun demikian, data RVA menunjukkan bahwa tendensi retrogradasi pada komposit batas atas lebih besar dibandingkan komposit batas bawah dengan kandungan bekatul yang lebih rendah. Selain membentuk kompleks dengan lemak bekatul, pati juga berinteraksi dengan protein utamanya dari SPI. Suhu ekstrusi dapat mengakibatkan SPI mengalami denaturasi, sehingga kompleks protein-pati lebih mudah terbentuk. Pembentukan kompleks ini turut berkontribusi di dalam pembentukan struktur jaringan mi. Meskipun demikian, studi mengenai kompleks protein-pati, sifat anti-retrogradasi dari kompleks pati-lemak bekatul, dan kaitannya dengan elongasi mi pati singkong masih memerlukan investigasi lebih detil.

Terkait dengan penambahan bekatul di dalam formula, penggunaan bekatul dengan ukuran yang lebih kecil dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan elongasi mi. Bekatul yang digunakan di dalam penelitian ini adalah yang lolos ayakan 60 mesh sehingga ukuran tersebut masih terlalu besar. Akibatnya, keberadaan bekatul menurunkan kekompakan struktur mi yang berdampak pada penurunan kualitas mi antara lain elongasi. Dengan demikian, penggunaan bekatul yang berukuran lebih kecil bisa menjadi opsi untuk memperbaiki kekompakan jaringan mi. Selain itu, bekatul merupakan sumber serat pangan. Keberadaan serat pangan akan menurunkan kekuatan jaringan pati (Marti et al. 2010), sehingga elongasi mi menurun.

Selanjutnya, mi bisa mengalami kehilangan bobot karena terjadinya degradasi struktur akibat perebusan. Sebagian komponen mi akan terlarut bersama air saat pemasakan. Hilangnya sebagian komponen mi akibat proses perebusan disebabkan karena lemahnya ikatan antar komponen penyusun jaringan mi. Semakin banyak bagian mi yang luruh, maka nilai cooking loss semakin tinggi. Kehilangan bobot mi tersebut dihitung dan disajikan sebagai persentase cooking loss. Persamaan cooking loss mi pati singkong sebagai berikut:

Cooking Loss = 119.50 - 2.76x3 + 0.02x32

Pada persamaan respon cooking loss, hanya variabel proses yang berkontribusi terhadap nilai respon. Dengan demikian, variabel bahan tidak menunjukkan pengaruh terhadap cooking loss. Akan tetapi, suhu ekstrusi berkontribusi secara signifikan (p<0.05) terhadap penurunan cooking loss mi. Semakin tinggi suhu proses, cooking loss semakin kecil (Gambar 4). Kondisi ini disebabkan oleh kecukupan gelatinisasi untuk menghasilkan struktur mi yang kokoh. Pada suhu rendah, gelatinisasi tidak terjadi secara sempurna yang mengakibatkan disintegrasi struktur mi lebih mudah terjadi, akibatnya nilai

cooking loss menjadi tinggi.

(28)

16

pada pembuatan vermiseli (Charutigon et al. 2008) dan pasta berbahan tepung beras (Marti et al. 2010).

Mekanisme pembentukan struktur mi non gluten bergantung pada proses gelatinisasi dan retrogradasi. Data RVA menunjukkan bahwa gelatinisasi dipengaruhi secara signifikan oleh penambahan bekatul dan SPI. Suhu ekstrusi memberikan kontribusi besar agar pati singkong di dalam adonan tergelatinisasi. Konsekuensi adanya gelatinisasi adalah pecahnya granula pati sehingga komponen di dalam granula utamanya amilopektin dan amilosa lebih mudah terekspos dengan komponen non pati di dalam adonan. Hal ini memberikan kesempatan kepada pati untuk berinteraksi dengan ingridien lain di dalam adonan. Selain menginduksi gelatinisasi, panas yang terjadi selama proses ekstrusi juga mengakibatkan denaturasi protein. SPI adalah sumber protein utama di dalam adonan. Denaturasi mengubah struktur protein yang memungkinkan interaksi dengan komponen lain lebih mudah terjadi. Mahmoud et al. (2012) melaporkan penurunan cooking loss mi terigu yang disubstitusi dengan tepung lupin (Lupines albus) sebagai sumber protein. Protein yang terdenaturasi akan lebih mudah membentuk jaringan yang mampu memperangkap pati, sehingga mencegah pati untuk larut bersama air selama pemasanan. Interaksi pati dengan lemak dari bekatul juga memungkinkan berkontribusi di dalam penurunan cooking loss. Lemak dapat membentuk kompleks yang kokoh dengan pati baik bersama amilosa maupun amilopektin (Fu et al. 2015), sehingga mengurangi potensi hilangnya pati yang larut bersama air selama proses rehidrasi. Tingginya nilai SV pada KBA juga mengindikasikan bahwa kecenderungan retrogadasi yang tinggi. Retrogradasi dilaporkan berperan terhadap stabilitas struktur mi selama perebusan (Yadav et al.

2011).

Gambar 4 Plot permukaan untuk respon cooking loss

(29)

17 XG) untuk memperbaiki parameter mutu mi berbahan beras. Untuk membentuk adonan, sebanyak 25% bagian tepung beras digelatinisasi dan dicampur 75% bagian tepung lainnya, kemudian ditambahkan 3% gum. Hasil studi menunjukkan bahwa cooking loss mi yang mengandung LBG (10.7%) tidak berbeda nyata dengan kontrol (11%). Penggunaan 3% XG mampu secara signifikan menurunkan nilai cooking loss sebesar 10.3%. Sementara itu, Zhou et al. (2013) mempelajari pengaruh penambahan konjac glucomannan (GKM) pada mi berbahan tepung terigu rendah protein. Penambahan KGM (1-5%) mampu secara signifikan menurunkan nilai cooking loss. Keberadaan KGM di dalam formula berpartisipasi untuk memperkuat pembentukan struktur mi oleh gluten.

Kualitas Tekstural

Analisis statistik respon kekerasan dan adesivitas dapat dilihat pada Tabel 5. Model matematika untuk kedua respon tersebut dinyatakan signifikan (p<0.05) serta lack of fit yang tidak signifikan (p>0.05). Dengan demikian, persamaan tersebut dapat dipakai untuk memprediksi respon. Model matematik respon kekerasan sebagai berikut:

Kekerasan = -250.52x1- 683.99x2 - 67.28x1x2 + 8.05x1x3 + 19.73x2x3

Berdasarkan hasil analisis statistik, semua interaksi variabel memberikan pengaruh signifikan terhadap respon (p<0.05), sedangkan variabel bahan secara individu tidak menunjukkan pengaruh signifikan (p>0.05). Interaksi variabel bahan menunjukkan pengaruh negatif, sementara bekatul dengan suhu ekstrusi dan SPI dengan suhu ekstrusi menunjukkan interaksi positif. Plot permukaan untuk respon kekerasan mi ditampilkan pada Gambar 5. Secara umum, suhu ekstrusi menunjukkan korelasi positif terhadap nilai kekerasan mi. Semakin tinggi suhu proses mengakibatkan kekerasan mi semakin tinggi. Peningkatan suhu proses akan meningkatkan interaksi antar bahan di dalam adonan. Selain itu, suhu proses dapat memengaruhi ketersediaan air di dalam mi. Suhu ekstrusi yang tinggi menghasilkan energi yang besar terhadap adonan di dalam barrel yang menginduksi penguapan air (Yu et al. 2012).

(30)

18

Gambar 5 Plot permukaan untuk respon kekerasan

Adesivitas merupakan salah satu parameter fisik utama pada mi. Nilai adesivitas yang tinggi tidak diinginkan, karena permukaan mi semakin lengket. Plot permukaan untuk rerspon adesivitas mi ditampilkan pada Gambar 6. Model matematik adesivitas adalah sebagai berikut:

Adesivitas=7.49x1 - 126.90x2+12.02x1x2 +0.01x1x3+2.11x2x3-0.20x1x2x3

Secara statistik, persamaan ini menunjukkan bahwa selain interaksi bekatul dan suhu ekstrusi, semua variabel menunjukkan pengaruh signifikan (p<0.05) terhadap adesivitas. Bekatul secara individu dan interaksinya dengan SPI tampak memberikan pengaruh positif terhadap nilai adesivitas. Efek ini kemungkinan berasal dari sebagian bekatul yang tidak menyatu di dalam adonan dengan baik, sehingga menurunkan kekompakan jaringan mi. Sementara itu SPI memberikan kontribusi berupa penurunan nilai adesivitas. SPI diduga mampu memperbaiki ikatan internal struktur mi melalui pembentukan kompleks protein-pati, sehingga cukup kuat untuk mempertahankan stabilitas permukaan mi selama pemasakan. Meskipun interaksi bekatul dengan suhu ekstrusi dan SPI dengan suhu ekstrusi memberikan pengaruh positif terhadap nilai adesivitas, interaksi ketiga faktor ini secara bersama menunjukkan pengaruh negatif.

(31)

19

Gambar 6 Plot permukaan untuk respon adesivitas Kecerahan Mi

Persamaan respon kecerahan mi dinyatakan signifikan, serta nilai lack of fit yang tidak signifikan (Tabel 5). Model matematika respon kecerahan mi sebagai berikut:

Kecerahan = 31.59x1 + 85.23x2 - 11.19x1x2 - 0.71x1x3 - 2.14x2x3 + 0.30x1x2x3 + 0.004x1x32+ 0.01x2x32-0.002x1x2x32

(32)

20

Gambar 7 Plot permukaan untuk respon kecerahan mi.

Optimasi dan Verifikasi Mi

Penentuan formula dan kondisi optimum dilakukan melalui tahap optimasi. Tabel 6 menujukkan bahwa tiap respon bisa memiliki sasaran dan tingkat kepentingan (importance) yang berbeda. Tingkat kepentingan dimulai dari 1 (+) sampai 5 (+++++). Semakin besar tingkat kepentingan diberikan maka semakin besar target respon tersebut untuk dicapai. Sasaran untuk respon elongasi adalah maksimal, sebaliknya sasaran minimal ditetapkan untuk respon cooking loss. Semakin besar nilai elongasi menunjukkan kualitas mi semakin baik. Dengan demikian, respon elongasi diarahkan agar sebesar mungkin. Nilai cooking loss

yang dikehendaki adalah yang rendah, sehingga sasaran ditetapkan minimal. Kedua respon ini merupakan parameter mutu utama pada mi, sehingga tingkat kepentingan ditetapkan sebesar 5 (maksimal). Sasaran untuk respon adesivitas adalah minimal, karena nilai adesivitas menunjukkan kelengketan pada permukaan mi. Sementara itu, sasaran untuk kekerasan dan kecerahan adalah in range. Tingkat kepentingan ketiga respon ini adalah 3.

Tabel 6 Sasaran dan tingkat kepentingan yang digunakan untuk optimasi Respon Sasaran Prediksi 95% CI

low

95% CI

high

Tingkat Kepentingan Elongasi (%) Maksimal 208.56 176.47 240.66 5

Cooking Loss (%) Minimal 4.74 3.99 5.49 5 Kekerasan (gf) In range 5488.92 4630.58 6347.27 3 Adesivitas (gf) Minimal 107.60 75.49 139.71 3

(33)

21

Gambar 8 Plot permukaan (a) dan plot kontur (b) nilai desirability kondisi optimum.

Berdasarkan hasil optimasi, kombinasi formula dan proses yang disarankan adalah penambahan bekatul 8.3%, SPI 6.7% dan suhu ekstrusi 80 °C.

Kombinasi tersebut memberikan nilai desirability sebesar 0.78. Nilai desirability

berkisar 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai desirability menunjukkan bahwa kondisi optimum yang disarankan program semakin mendekati kriteria yang telah ditetapkan. Gambar 8 menunjukkan area nilai desirability dari penelitian ini yang ditunjukkan melalui plot permukaan (A) dan plot kontur (B).

(34)

22

Hasil verifikasi menunjukkan bahwa semua nilai respon masuk dalam interval selang kepercayaan 95% (confidence interval, CI), yaitu elongasi 202.83%, cooking loss 4.35%, kekerasan 4643.54 gf, adesivitas 120.91 gf, dan kecerahan 47.78. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa kondisi optimum respon dapat diprediksi program dengan baik. Mi yang dibuat pada kondisi optimum ditampilkan pada Gambar 9.

Mi pati singkong optimum menunjukkan kualitas yang cukup baik dibandingkan dengan beberapa mi non gluten lainnya, ditinjau dari dua parameter mutu utama yaitu elongasi dan cooking loss. Masalah utama pada mi yang banyak ditemukan adalah mi mudah patah saat direbus, selain itu mi juga juga mudah mengalami peluruhan saat direbus. Oleh karena itu, mi yang baik dapat direpresentasikan dengan nilai elongasi yang tinggi dan cooking loss yang rendah. Engelen et al. (2015) melakukan optimasi pembuatan mi sagu menggunakan ekstruder ulir ganda. Kondisi optimum diperoleh pada suhu 80 °C, GMS 4.5%, dan SPI 3.7%. Mi sagu hasil optimasi memiliki nilai elongasi 168.96% dan

cooking loss 6.23%. Yuliani et al. (2015) juga membuat mi pati sagu yang disubstitusi parsial dengan tepung kacang hijau menggunakan ekstruder ulir ganda. Mi sagu dari komposit pati sagu dan tepung hijau meniliki elongasi 318%, lebih tinggi dibandingkan mi pati singkong optimum, namun cooking loss masih cukup besar yaitu 10.82%. Sementara itu, Muhandri et al. (2011) melaporkan kondisi optimum mi jagung yang dibuat dengan ekstruder ulir tunggal, yaitu kadar air tepung jagung 70% (basis kering) diproses pada suhu 90 °C dengan kecepatan ulir 130 rpm. Elongasi dan cooking loss mi jagung optimum adalah 318.68% dan 4.56% secara berturut-turut.

Studi Komparasi Daya Cerna Pati

Penambahan bekatul sebagai ingridien mi diharapkan berkontribusi terhadap penurunan daya cerna pati. Analisis daya cerna pati dilakukan secara in vitro pada mi yang dihasilkan dari kondisi optimum. Dua jenis mi komersial berbahan utama jagung dan terigu digunakan sebagai pembanding. Hasil analisis daya cerna pati ditampilkan pada Gambar 10.

(35)

23

Gambar 10 Daya cerna pati pada mi pati singkong, mi jagung, dan mi terigu Selain pati, keberadaan komponen lain dalam mi dapat berkontribusi terhadap nilai daya cerna. Mi pati singkong yang digunakan dalam analisis daya cerna pati mengandung bekatul. Keberadaan bekatul pada mi pati singkong dapat menjadi kontributor penghambatan aktivitas hidrolisis pati oleh α-amilase. Bekatul dapat menjadi sumber serat pangan (Abdul-Hamid dan Luan 2000, Gul et al. 2015), yang merupakan kelompok karbohidrat tahan cerna. Selain itu, interaksi pati dan protein juga bisa memengaruhi aktivitas hidrolisis pati (Aravind

et al. 2011). Gan et al. (2009) melaporkan penurunan daya cerna pati pada mi

(yellow noodle) dengan penambahan SPI yang sebelumnya dimodifikasi dengan

microbial transglutaminase (MTGase).

Selain itu, karakteristik pati yang digunakan sebagai bahan baku utama mi juga dapat memberikan kontribusi terhadap daya cerna. Salah satu karakteristik tersebut ialah rasio amilosa dan amilopektin. Terdapat korelasi positif antara kandungan amilosa dan pembentukan pati resisten, sehingga kandungan amilosa yang tinggi mampu menurunkan daya cerna pati (Singh et al. 2010). Ge et al.

(36)

24

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik pasta komposit mengalami perubahan signifikan dibandingkan pati singkong antara lain viskositas pasta, suhu gelatinisasi, dan waktu puncak akibat inkorporasi komponen tambahan yaitu bekatul, SPI, dan GMS. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kompetisi air antara fraksi non pati dengan pati, sehingga membatasi aktivitas pembengkakan granula. Profil RVA juga menunjukkan bahwa viskositas komposit lebih stabil selama fase pemanasan serta adanya kecenderungan retrogradasi yang lebih tinggi dibandingkan pati singkong. Kualitas mi pati singkong yang optimal berhasil dicapai dengan penambahan bekatul 8.3%, SPI 6.7% dan diproses pada suhu ekstrusi 80 °C. Kombinasi tersebut memberikan nilai desirability sebesar 0.78. Berdasarkan hasil verifikasi, semua nilai respon berada pada selang kepercayaan 95%, yaitu elongasi 202.83%,

cooking loss 4.35%, kekerasan 4643.54 gf, adesivitas 120.91 gf, dan kecerahan 47.78. Selanjutnya, hasil analisis daya cerna pati secara in vitro menunjukkan bahwa daya cerna pati mi pati singkong adalah 59.83%, lebih rendah dibandingkan mi terigu (72.33%), akan tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan mi jagung (51.99%). Perbedaan ini disebabkan oleh variasi jumlah pati pada mi yang merupakan substrat dari enzim α-amilase. Selain itu, adanya bekatul sebagai sumber serat pangan tahan cerna pada mi dapat berperan di dalam penghambatan hidrolisis pati. Hasil ini menunjukkan bahwa mi pati singkong optimum mempunyai potensi sebagai pangan fungsional dengan daya cerna yang rendah.

Saran

Parameter mutu fisik mi pati singkong masih perlu diperbaiki antara lain elongasi dan cooking loss. Penggunaan bekatul dengan ukuran yang lebih kecil dapat dipertimbangkan untuk dipakai dalam formula mi pati singkong guna menaikkan nilai elongasi. Untuk memperbaiki cooking loss mi pati singkong, studi mengenai pengaruh penambahan bahan tertentu seperti hidrokoloid dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Hamid A, Luan YS. 2000. Functional properties of dietary fibre prepared from defatted rice bran. Food Chem. 68(1): 15-19. doi:10.1016/S0308-8146(99)00145-4.

Aravind N, Sisson M, Fellows C. 2011. Can variation in durum wheat pasta protein and starch composition affect in vitro starch hydrolysis?. Food Chem. 124: 816-821. doi: 10.1016/j.foodchem.2010.07.002.

(37)

25 Charutigon C, Jitpupakdree J, Namsree P, Rungsardthong V. 2008. Effects of processing conditions and the use of modified starch and monoglyceride on some properties of extruded rice vermicelli. LWT. 41: 642-651.

Chen Z, Schols HA, Voragen AGJ. 2003. Starch granule size strongly determines starch noodle processing and noodle quality. J. Food Sci. 68(5): 1584-1589. doi:10.1111/j.1365-2621.2003.tb12295.x.

Chillo S, Laverse J, Falcone PM, Protopapa A, A DNM. 2008. Influence of the addition of buckwheat flour and durum wheat bran on spaghetti quality. J Cereal Sci. 47: 144-152. doi:10.1016/j.jcs.2007.03.004.

Collado LS, Corke H. 1997. Properties of starch noodles as affected by sweetpotato genotype. Cereal Chem. 74(2): 182-187. doi: 10.1094/CCHEM.1997.74.2.182.

Engelen A, Sugiyono, Budijanto S. 2015. Optimasi proses dan formula pada pengolahan mi sagu kering (Metroxylon sagu). Agritech. 35(4): 359-367. Fiorda F, Junior M, da Silva F, Souto L, Grosmann M. 2013. Amaranth flour,

cassava starch and cassava bagasse in the production of gluten-free pasta: technological and sensory aspects. Int J Food Sci Tech. 48: 1977-1984. doi:10.1111/ijfs.12179.

Fu BX. 2008. Asian noodles: History, classification, raw materials, and processing. Food Res Int. 41: 888-902. doi:10.1016/j.foodres.2007.11.007. Fu Z, Chen J, Luo SJ, Liu CM, Liu W. 2015. Effect of food additives on starch retrogradation: a review. Starch/Stärke 67: 69-78. doi: 10.1002/star.201300278.

Gallagher E, Gormley TR, Arendt EK. 2004. Recent advances in the formulation of gluten-free cereal-based products. Trends Food Sci Tech. 15: 143-152. doi:10.1016/j.tifs.2003.09.012.

Gan C-Y, Ong W-H, Wong L-M, Easa AM. 2009. Effects of ribose, microbial transglutaminase and soy protein isolate on physical properties and in-vitro starch digestibility of yellow noodles. LWT-Food Sci Technol. 42: 174-179. doi:10.1016/j.lwt.2008.05.004.

Ge PZ, Fan DC, Ding M, Wang D, Zhou CQ. 2014. Characterization and nutritional quality evaluation of several starch noodles. Starch/Stärke 67: 69-78. doi: 10.1002/star.201300278. 66: 880-886. doi: 10.1002/star.201300278.

Gul K, Yousuf B, Singh AK, Singh P, Wani AA. 2015. Rice bran: Nutritional values and its emerging potential for development of functional food—A review. Bioact. Carbohydr. Dietary Fibre. 6: 24-30. doi:10.1016/j.bcdf.2015.06.002.

Huber GR. 2010. Twin-screw extruders. In: Riaz, M. N. (ed.) Extruders in food applications. Boca Raton: CRC Press.

(38)

26

Kasemsuwan T, Bailey T, Jane J. 1998. Preparation of clear noodles with mixtures of tapioca and high-amylose starches. Carbohyd Polym. 32: 301-312.

Kurniawati M, Yuliana ND, Budijanto S. 2014. The effect of single screw conveyor stabilization on free fatty acids, α-tocoferol, and γ- oryzanol content of rice bran. Int Food Res J. 21(3): 1237-1241.

Lerner A, Jeremias P, Matthias T. 2015. The world incidence of celiac disease is increasing: a review. Int J Recent Sci Res. 6(7): 5491-5496.

Mahmoud EAM, Nassef SL, Basuny AMM. 2012. Production of high protein quality using wheat flour fortified with different protein products from lupine. Ann. Agric. Sci 57: 105-112. doi: 10.1016/j.aoas.2012.08.003. Marti A, Seetharaman K, Pagani M. 2010. Rice-based pasta: a comparison

between conventional pasta-making and extrusion-cooking. J Cereal Sci.

52: 404-409. doi:10.1016/j.jcs.2010.07.002.

Marti A, Caramanico RB, G, Pagani M. 2013. Cooking behavior of rice pasta: effect of thermal treatments and extrusion conditions. LWT- Food Sci Technol. 54: 229-235. doi:10.1016/j.lwt.2013.05.008.

Mohamed A, Rayas-Duarte P. 2003. The effect of mixing and wheat protein/gluten on the gelatinization of wheat starch. Food Chem. 81: 533-545.

Muhandri T, Ahza AB, Syarief R, Sutrisno. 2011. Optimization of corn noodle extrusion using response surface methodology. J. Teknol. dan Industri Pangan. XXII(2): 97-104.

Muhandri T, Subarna, Palupi NS. 2013. Characteristics of wet corn noodle: effect of feeding rate and guar gum addition. J. Teknol. dan Industri Pangan.

24(1): 110-114. doi:10.6066/jtip.2013.24.1.110.

Myers RH, Montgomery D, Anderson-Cook CM 2009. Response surface methodology process and product optimization using designed experiments New Jersey, John Wiley & Sons, Inc.

Purwani EY, Widaningrum, Thahir R, Muslich. 2006. Effect of heat moisture treatment of sago starch on its noodle quality. Indones J. Agric. Sci. 7(1): 8-14.

Riaz MN. 2000. Introduction to extruders and their principles. In: Riaz, M. N. (ed.) Extruders in food application. Boca Raton: CRC Press.

Sandhu KS, Kaur M, Mukesh. 2010. Studies on noodle quality of potato and rice starches and their blends in relation to their physicochemical, pasting and gel textural properties. LWT-Food Sci Technol. 43: 1289-1293. doi:10.1016/j.lwt.2010.03.003.

Singh J, Dartois A, Kaur L. 2010. Starch digestibility in food matrix: a review.

Trends Food Sci Tech. 21: 168-180.

Takahashi S, Hirao K, Watanabe T. 1986. Effect of added soybean protein on physico-chemical properties of starch noodles (harusame). J. Jpn. Soc. Starch Sci. 33(1): 15-24.

Tam LM, Corke H, Tan WT, Li J, Collado LS. 2004. Production of bihon-type noodles from maize starch differing in amylose content. Cereal Chem.

(39)

27 Tan H-Z, Li Z-G, Tan B. 2009. Starch noodles: History, classification, materials, processing, structure, nutrition, quality evaluating and improving. Food Res Int. 42: 551-576. doi:10.1016/j.foodres.2009.02.015.

Wandee Y, Uttapap D, Puncha-arnon S, Puttanlek C, Rungsardthong V, Wetprasit N. 2015. Quality assessment of noodles made from blends of rice flour and

canna starch. Food Chem. 179: 85-93.

doi:10.1016/j.foodchem.2015.01.119.

Wang N, Maximiuk L, Toews R. 2012. Pea starch noodles: effect of processing variables on characteristics and optimisation of twin-screw extrusion process. Food Chem. 133: 742-753. doi:10.1016/j.foodchem.2012.01.087. Wang N, Warketin TD, Vandenberg B, Bing DJ. 2014. Physicochemical

properties of starches from various pea and lentil varieties, and characteristics of their noodles prepared by high temperature extrusion.

Food Res Int. 55: 119-127. doi:10.1016/j.foodres.2013.10.043.

Wu F, Meng Y, Yang N, Tao H, Xu X. 2015. Effects of mung bean starch on quality of rice noodles made by direct dry flour extrusion. LWT-Food Sci Technol. 63: 1199-1205. doi:10.1016/j.lwt.2015.04.063.

Yadav BS, Yadav RB, Kumar M. 2011. Suitability of pigeon pea and rice starches and their blends for noodle making. LWT–Food Sci Technol. 44: 1415-1421. doi: 10.1016/j.lwt.2011.01.004.

Yalcin S, Basman A. 2008. Effects of gelatinisation level, gum and transglutaminase on the quality characteristics of rice noodle. Int J Food Sci Tech. 43: 1637-1644. doi: 10.1111/j.1365-2621.2007.01674.x.

Yuliani H, Yuliana ND, Budijanto S. 2015. Formulasi mi kering sagu dengan substitusi tepung kacang hijau. Agritech 35(4): 387-395.

Yu L, Ramaswamy HS, Bae IY. 2012. Twin-screw extrusion of corn flour and soy protein isolate (SPI) blends: a response surface analysis. Food Bioprocess Tech. 5: 485-497. doi:10.1007/s11947-009-0294-8.

Yu L, Ramaswamy HS, Boye J. 2013. Protein rich extruded products prepared from soy protein isolate-corn flour blends. LWT-Food Sci Technol. 50: 279-289. doi:10.1016/j.lwt.2012.05.012.

(40)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut profil gelatinisasi pati singkong dan komposit.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Peak Viscosity Between Groups 6226332.333 2 3113166.167 1.052E3 .000

Within Groups 8881.000 3 2960.333

Total 6235213.333 5

Breakdown

Viscosity

Between Groups 7086996.000 2 3543498.000 373.971 .000

Within Groups 28426.000 3 9475.333

Total 7115422.000 5

Final Viscosity Between Groups 542036.333 2 271018.167 41.558 .007

Within Groups 19564.500 3 6521.500

Total 561600.833 5

Setback Viscosity Between Groups 310345.333 2 155172.667 24.284 .014

Within Groups 19169.500 3 6389.833

Total 329514.833 5

Peak Time Between Groups 19.613 2 9.807 1.520E3 .000

Within Groups .019 3 .006

Total 19.633 5

Pasting

Temperature

Between Groups 17.856 2 8.928 324.652 .000

Within Groups .082 3 .027

(41)

29

Peak Viscosity

Duncan

Komposit N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

KBA 2 3.3725E3

KBB 2 4.8360E3

PATI 2 5.8545E3

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Breakdown Viscosity

Duncan

Komposit N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

KBA 2 1.1930E3

KBB 2 2.4560E3

PATI 2 3.8540E3

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Final Viscosity

Duncan

Komposit N

Subset for alpha = 0.05

1 2

PATI 2 3.3120E3

KBB 2 3.8245E3

KBA 2 4.0260E3

Sig. 1.000 .088

Means for groups in homogeneous subsets are

(42)

30

Setback Viscosity

Duncan

Kompos

it N

Subset for alpha = 0.05

1 2

PATI 2 1.3115E3

KBB 2 1.4445E3

KBA 2 1.8465E3

Sig. .195 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are

displayed.

Peak Time

Duncan

Kompos

it N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

PATI 2 5.5650

KBB 2 9.0650

KBA 2 9.6650

Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Pasting Temperature

Duncan

Kompos

it N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

PATI 2 67.8500

KBB 2 70.0250

KBA 2 72.0750

Sig. 1.000 1.000 1.000

(43)

31

(44)

32

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Profil karakteristik mi bebas gluten dari berbagai bahan baku
Gambar 1 Ekstruder ulir ganda yang digunakan di dalam penelitian.
Tabel 2 Kombinasi formula dan suhu proses berdasarkan rancangan Combined Design
Gambar 2 Profil gelatinisasi pati singkong dan komposit menggunakan instrumen RVA.
+7

Referensi

Dokumen terkait

active learning type GQGA berada dalam kategori tinggi.Dari hasil analisis N-Gain menunjukkan bahwa hasil belajar Fisika siswa kelas VIII 1 SMPN 2 Sungguminasa terdapat

diintegrasikan langsung dengan teks; jarak antara baris dengan baris dua spasi (normal); kutipan tidak diapit dengan tanda petik (“---“), kutipan diberi petunjuk dalam

%DQ\DNQ\D SDUD SLKDN \DQJ EHUSHUNDUD GL 3HQJDGLODQ $JDPD PHODNXNDQ PHGLDVL GDODP SURVHV SHUFHUDLDQ WDQSD PHQJHWDKXL DGDQ\D NHEHUDGDDQ %DGDQ 3HQDVLKDWDQ 3HPELQDDQ GDQ

- Bahwa mengenai alasan perceraian yang menurut Termohon tidak benar jika perginya Termohon untuk rekreasi dan tanpa ijin, tetapi untuk menjenguk ke rumah anak

Secara singkat dari penjabaran diatas, penelitian ini dilatarbelakangi peristiwa hukum yang bermula dari perubahan sistem Kontrak Karya menjadi Sistem Izin Usaha

(2002) dalam penelitiannya menyebutkan indikato-indikator utama yang dianggap dapat menentukan daya saing ekonomi daerah adalah (1) Perekonomian Daerah, (2) Keterbukaan, (3)

Microsoft Visual Basic .NET adalah sebuah alat untuk mengembangkan dan membangun aplikasi yang bergerak di atas sistem .NET Framework, dengan menggunakan bahasa BASIC.. Dengan

1) Ikan-ikan yang selalu masuk kategori 10 besar tangkapan tertinggi dan melebihi TAC selama kurun waktu 3 tahun yaitu jenis ikan Cryptocentrus cinctus , Pomacentrus