• Tidak ada hasil yang ditemukan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) DAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL (JKN)

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Yang dibina oleh

Nurnaningsih Herya Ulfa S.KM.,M. Kes.

Oleh:

Aisyah Rachmawati 130612607828 Desi Puspitasari 130612607860 Retno Puspitasari 130612607844

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

ii DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Daftar Isi ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan ... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ... 3

2.2.1Sejarah BPJS ... 3

2.2.2Pengertian BPJS ... 4

2.2.3Dasar Hukum BPJS ... 5

2.2.4Profil BPJS ... 5

2.2Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 15

2.2.1Sejarah JKN ... 15

2.2.2Pengertian JKN ... 15

2.2.3Dasar Hukum JKN ... 16

2.2.4Karakteristik JKN ... 18

2.3Peran BPJS dalam JKN ... 26

2.2.1Penyelenggaraan BPJS dalam JKN ... 24

2.2.2Pembiayaan (Iuran) ... 39

2.2.3Manajemen Fasilitas Kesehatan dan Manfaat Jaminan Kesehatan ... 42

2.2.4JKN dalam MEA ... 47

BAB III PENUTUP ... 50

3.1 Kesimpulan ... 50

DAFTAR RUJUKAN ... 51

(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada tanggal 1 Januari 2014 BPJS Kesehatan telah menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan. Bagi Tenaga Kerja yang mengikuti program JPK (Jaminan Pemelihara Kesehatan) PT Jamsostek (Persero) akan dialihkan ke BPJS Kesehatan. Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN.

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

(4)

2 Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional)

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Sejarah BPJS? 1.2.2 Apa Pengertian BPJS? 1.2.3 Apa Dasar Hukum BPJS? 1.2.4 Bagaimana Profil BPJS? 1.2.5 Bagaimana Sejarah JKN? 1.2.6 Apa Pengertian JKN? 1.2.7 Apa Dasar Hukum JKN? 1.2.8 Apa saja Karakteristik JKN?

1.2.9 Bagaimana Penyelenggaraan BPJS dalam JKN? 1.2.10 Bagaimana Pembiayaan (Iuran) dalam BPJS?

1.2.11 Bagaiman Manajemen Fasilitas Kesehatan terkait BPJS? 1.2.12 Bagaimana JKN dalam MEA?

1.3Tujuan

1.3.1 Mengetahui Sejarah BPJS 1.3.2 Mengetahui Pengertian BPJS

1.3.3 Mengetahui Dasar Hukum BPJS 1.3.4 Mengetahui Profil BPJS

1.3.5 Mengetahui Sejarah JKN 1.3.6 Mengetahui Pengertian JKN 1.3.7 Mengetahui Dasar Hukum JKN 1.3.8 Mengetahui Karakteristik JKN

1.3.9 Mengetahui Penyelenggaraan BPJS dalam JKN 1.3.10 Mengetahui Pembiayaan (Iuran) dalam BPJS

(5)

3 BAB II

PEMBAHASAN

2.1Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) 2.1.1 Sejarah BPJS

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara. Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. (BPJS Kesehatan, 2014)

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 dan PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan. (BPJS Kesehatan, 2014)

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. (Situs BPJS Kesehatan, 2014)

(6)

4 ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk

memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial. (Khairil Anwar, 2014)

Sebagai tindak lanjut atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 40/2004 tentang SJSN PT Askes (Persero) pada 6 Oktober 2008 PT Askes (Persero) mendirikan anak perusahan yang akan mengelola Kepesertaan Askes Komersial. Berdasarkan Akta Notaris Nomor 2 Tahun 2008 berdiri anak perusahaan PT Askes (Persero) dengan nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan PT AJII (Khairil Anwar, 2014)

Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1 Januari 2014 PT Askes akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT Askes(Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015. (Thabrani, 2009)

2.2.1Pengertian BPJS

(7)

5 2.2.2Dasar Hukum BPJS

1. UUD 1945 No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

2. UUD 1945 No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial 3. Undang – Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

4. Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 5. Undang – Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

6. Undang – Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

7. Undang – Undang No 17 Tahun 2003 tetang Keuangan Negara 8. Undang – Uindang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

9. Undang – Undang No 33 Tahuin 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah

10. Undang – Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

11. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah

2.2.3 Profil BPJS

a. Visi dan Misi BPJS Visi

Menjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia, terpercaya, bersahabat dan unggul dalam Operasional dan Pelayanan.

Misi

Sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang memenuhi perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi:

1)Tenaga Kerja : Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan keluarga

2)Pengusah : Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas

(8)

6 b. Fungsi BPJS

Berdasarkan UU No. 24 tahun 2011 pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) sebagai berikut:

a. BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

b. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.

c. Manfaat BPJS

Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan ambulans (Supriyantoro, 2013).

Jenis pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: 1)Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan

mengenai penge lolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

2)Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis

Tetanus dan Hepatitis B (DPTH B), Polio, dan Campak.

3)Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang mem bidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(9)

7 d. Filosofi BPJS

BPJS Ketenagakerjaan dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk

mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan dari belas kasihan orang lain. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah. (BPJS Kesehatan, 2014)

e. Nilai-nilai Perusahaan

1) Iman. Taqwa, berfikir positif, tanggung jawab, pelayanan tulus ikhlas.

2) Profesional. Berprestasi, bermental unggul, proaktif dan bersikap positif terhadap perubahan dan pembaharuan

3) Teladan. Berpandangan jauh kedepan, penghargaan dan pembimbingan (reward & encouragement), pemberdayaan

4) Integritas. Berani, komitmen, keterbukaan

5) Kerjasama. Kebersamaan, menghargai pendapat, menghargai orang lain. 6) Etika Kerja Perusahaan

7) Teamwork. Memiliki kemampuan dalam membangun kerjasama dengan orang lain atau dengan kelompok untuk mencapai tujuan perusahaan.

8) Open Mind. Memiliki kemampuan untuk membuka pikiran dan menerima gagasangagasan baru yang lebih baik.

9) Passion. Bersemangat dan antusias dalam melaksanakan pekerjaan.

10) Action. Segera melaksanakan rencana/pekerjaan/tugas yang telah disepakati dan ditetapkan bersama

11) Sense. Rasa memiliki, kepedulian, ikut bertanggung jawab dan memiliki inisiatif yang tinggi untuk memecahkan masalah perusahaan.

(10)

8 f. Tempat dan Kedudukan BPJS

Kantor Pusat BPJS berada di ibu kota Negara, dengan jaringannya di seluruh kabupaten/kota. (Anwar, 2014)

g. Struktur Organisasi BPJS i. Dewan Pengawas

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 161/M Tahun 2013 Tentang Pengangkatan Dewan Komisaris Dan Direksi PT Jamsostek (Persero) Menjadi Dewan Pengawas Dan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. JKN diselenggarakan oleh BPJS yang merupakan badan hukum publik milik Negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Berdasarkan UU No. 24 tahun 2011 BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang unsur Tokoh Masyarakat. Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Direksiterdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional. Direksi sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. (BPJS Kesehatan, 2014)

Fungsi, Tugas, dan Wewenang Dewan Pengawas

Dalam melaksanakan pekerjaannya, Dewan Pengawas mempunyai fungsi, tugas, dan wewenangpelaksanaan tugas BPJS dengan uraian sebagai berikut:

a. Fungsi Dewan Pengawas adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS.

b. Dewan Pengawas bertugas untuk:

(11)

9 2. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan

pengembangan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi;

3. Memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan

4. Menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.

c. Dewan Pengawas berwenang untuk:

1. Menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS; 2. Mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;

3. Mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;

4. Melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS; dan

5. Memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.

ii. Direksi

Dalam menyelenggarakan JKN, Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sebagai berikut:

a. Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai dengan

haknya.

b. Direksi bertugas untuk melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan; dan menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya.

c. Direksi berwenang untuk:

1) Melaksanakan wewenang BPJS;

(12)

10 3) Menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta

menetapkan penghasilan pegawai BPJS;

4) Mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi;

5) Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas; Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas;

6) Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden; dan

7) Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi diatur dengan Peraturan Direksi. Persyaratan untuk menjadi Dewan Pengawas dan Dewan Direksi diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011. (UU No.

24 Tahun 2011) iii. Hubungan Antar Lembaga

BPJS melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, lembaga lain di dalam negeri atau di luar negeri dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan program Jaminan Sosial (JKN). (Anwar, 2014)

iv. Monitoring dan Evaluasi

(13)

11 v. Pengawasan

Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal.

Pengawasan internaloleh organisasi BPJS meliputi: a. Dewan Pengawas; dan

b. Satuan Pengawas Internal.

Sedangkan Pengawasan eksternal dilakukan oleh: a. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN); dan b. Lembaga Pengawas Independen.

vi. Satuan Pengawas Internal (SPI) a) Visi dan Misi SPI

Visi

“Menjadi Business Support dan Business Partner bagi Manajemen dalam mencapai BPJS Ketenagakerjaan Berkelas Dunia yang mengedepankan Corporate Value, Ethics, dan Character” ( BPJS Kesehatan, 2014).

Misi

1. Membantu Manajemen BPJS Ketenagakerjaan untuk menunaikan kewajibannya dalam memastikan pencapaian tujuan Badan.

2. Mensupport Manajemen dalam menciptakan nilai tambah dengan mengidentifikasi peluang-peluang untuk meningkatkan kinerja Badan. (BPJS Kesehatan, 2014)

b) Tujuan SPI

1. Melakukan asurans (audit) dan konsultansi yang independen dan objektif untuk meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan tata kelola Badan dan Dana Jaminan Sosial.

2. Memberikan rekomendasi untuk meningkatkan proses pengelolaan Badan dan Dana Jaminan Sosial. (BPJS Kesehatan, 2014)

c) Dasar Hukum SPI

(14)

12 menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan, yang meliputi perubahan sifat, organ dan prinsip pengelolaan, atau dengan

kata lain berkaitan dengan perubahan stuktur dan budaya organisasi. Pada pasal 39 UU BPJS disebutkan bahwa, “Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh organ pengawas BPJS, yang terdiri atas Dewan Pengawas dan Satuan Pengawas Internal.”

Turunan atas UU BPJS tersebut, berdasarkan Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan disebutkan bahwa:

1) Satuan Pengawas Internal terdiri atas beberapa tenaga pengawas internal yang dipimpin oleh Kepala Satuan Pengawas Internal.

2) Ruang lingkup pengawasan internal mencakup pengawasan internal terhadap dana Investasi BPJS Ketenagakerjaan, aset BPJS Ketenagakerjaan, pembinaan sumber daya manusia, belanja modal untuk operasional BPJS Ketenagakerjaan, dan kegiatan operasional BPJS Ketenagakerjaan, baik di pusat maupun di daerah.

d) Pengawas internal melakukan penilaian risiko dalam pengelolaan dan pengembangan Dana BPJS Ketenagakerjaan dan Aset BPJS Ketenagakerjaan yang meliputi proses-proses identifikasi, analisis, dan pengukuran risiko yang relevan sesuai tujuan BPJS Ketenagakerjaan dalam

penyelenggaraan program-program BPJS Ketenagakerjaan. (BPJS Kesehatan, 2014)

e) Ruang Lingkup SPI

Ruang lingkup SPI adalah untuk memastikan bahwa proses pengendalian internal, manajemen risiko, dan tata kelola Badan dan Dana Jaminan Sosial telah memadai dan berfungsi dengan baik, termasuk untuk memastikan bahwa (BPJS Kesehatan, 2014):

(15)

13 3. Insan patuh terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta terhadap kebijakan, norma, standar, dan prosedur internal.

4. Sumber daya dan aset diperoleh secara ekonomis, digunakan secara efisien, dan mendapatkan perlindungan yang memadai.

5. Rencana, sasaran dan program dapat dicapai secara efektif.

6. Proses pengendalian internal yang mendorong terciptanya peningkatan kualitas dan nilai tambah secara berkesinambungan.

7. Area pengawasan SPI mencakup dana investasi, aset, pembinaan sumber daya manusia, belanja modal dan kegiatan operasional Badan baik di pusat maupun di daerah.

f) Struktur Organisasi SPI

Menindaklanjuti UU dan Peraturan Pemerintah tersebut, Direksi BPJS Ketenagakerjaan membentuk Satuan Pengawas Internal (SPI) sesuai dengan Keputusan Direksi BPJS Ketenagakerjaan Nomor: KEP/151 /052014 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPJS Ketenagakerjaan. SPI dipimpin oleh seorang Kepala Satuan yang diangkat, diberhentikan dan secara struktural bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama. ( BPJS Kesehatan, 2014)

Struktur Satuan Pengawas Internal BPJS Ketenagakerjaan sebagai berikut:

Piagam Satuan Pengawas Internal

Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya SPI dilengkapi dengan Piagam Satuan Pengawas Internal BPJS Ketenagakerjaan yang mengatur tujuan, kewenangan, kewajiban, ruang lingkup, akuntabilitas, independensi & objektivitas, standar & kode etik serta program asurans dan peningkatan kualitas. Piagam SPI disetujui dan disahkan oleh Direktur Utama serta ditetapkan berdasarkan sesuai Surat Keputusan Direksi BPJS Ketenagakerjaan Nomor: KEP/214/072014. (BPJS Kesehatan, 2014)

(16)

14 SPI melaksanakan kegiatannya berdasarkan Pedoman Pengelolaan Kegiatan Satuan Pengawas Internal sesuai Keputusan Direksi BPJS

Ketenagakerjaan Nomor: KEP/215/072014. SPI berperan dalam kegiatan asuransi dan konsultansi yang independen dan obyektif yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan peningkatan operasional. SPI harus membantu Badan untuk mencapai tujuannya melalui pendekatan sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola melalui kegiatan asurans dan konsultansi. ( BPJS Kesehatan, 2014)

h) Standard dan Kode Etik SPI

SPI melaksanakan pekerjaannya mengacu pada Kerangka Praktik Profesional Internasional (IPPF, International Professional Practices Framework) Audit Internal yang diterbitkan oleh The Institute of Internal Auditors (The IIA). IPPF mencakup Standar dan Kode Etik Audit Internal. Standar dan Kode Etik tersebut diterapkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( BPJS Kesehatan, 2014)

h. Pertanggungjawaban BPJS

BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim

diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan diten tukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. (Supriyantoro, 2013)

(17)

15 mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat

peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). (Supriyantoro, 2013)

Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki per edaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya. (Kemenkes RI dalam Anwar, 2014)

2.2Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.2.1 Sejarah JKN

Konsep Jaminan atau Asuransi Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun (1911) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun

(18)

16 merupakan inti dari suatu tujuan dibentuknya Indonesia dan merupakan penjabaran pasal 34 UUD45 hasil amandemen ke-empat tahun 2002, (Thabrany,

2009:5)

2.2.2 Pengertian JKN

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat atau Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera (Naskah Akademik SJSN dalam Asih dan Oka, 2014).

Sedangkan menurut UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dalam Anwar (2014) Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Disisi lain Supriyantoro (2013) dalam buku “Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional” juga menguraikan tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan social yang bersifat wajib

(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No. 40 tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

2.2.3 Dasar Hukum JKN

Berikut beberapa dasar hukum yang melatarbelakangi terbentuknya JKN menurut Supriyantoro (2013) dalam buku buku “Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional”,yaitu:

(19)

17 Pasal 25 ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya,

termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah yang berada di luar kekuasaannya.

2. Resolusi WHA ke 58 Tahun 2005 di Jenewa: setiap negara perlu mengembangkan UHC melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yg berkelanjutan.

3. Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme asuransi sosial agar pembiayaan kesehatan dapat dikendalikan sehingga keterjaminan pembiayaan kesehatan menjadi pasti dan terus menerus tersedia yang pada gilirannya Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia (sesuai Sila ke5 Panca Sila) dapat terwujud.

4. Pada Pasal 28 ayat(1) (2) (3) UUD 45 disebutkan:

a. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehatserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

b. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan danmanfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

c. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. 5. Selanjutnya pada pasal 34 ayat (1), (2), (3) UUD 1945 disebutkan:

a. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

(20)

18 c. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

6. Untuk dapat menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan kondisi yang ditetapkan, maka ditetapkan peraturan sebagai berikut:

a. UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN b. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan c. UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS

d. PP No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran e. Perpres No 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

f. Roadmap JKN, Rencana Aksi Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Permenkes, Peraturan BPJS Jaminan Kesehatan merupakan bagian dari prioritas reformasi pembangunan kesehatan.

2.2.4 Karakteristik JKN a. Prinsip-prinsip JKN

Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas (UU No.40 Tahun 2004 Pasal 19 ayat 1). Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004). Prinsip asuransi social dalam

program Jaminan Kesehatan Nasional meliputi (UU No. 40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 19 ayat 1 dalam buku “Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”): 1) Prinsip Kegotongroyongan. Gotong-royong sesungguhnya sudah menjadi

(21)

19 bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong- royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(Supriyantoro, 2013)

2) Prinsip Nirlaba. Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. (Supriyantoro, 2013)

Untuk Indonesia istilah nirlaba masih banyak disalah-tafsirkan. Sering ditafsirkan sebagai tidak boleh ada surplus. Salah besar. Yang lebih tepat adalah bukan untuk memberi keuntungan kepada sebagian orang. Dalam bahasa Inggris disebut not for profit. Dalam UU SJSN, dana yang terkumpul dari transaksi wajib disebut Dana Amanat yang akan digunakan di masa depan dengan tujuan utama memenuhi sebesar- besarnya kepentingan peserta, bukan memberi keuntungan kepada badan penyelenggara (H Thabrany, 2009. Hal 15).

3) Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil

pengembangannya (Supriyantoro, 2013). Prinsip ini juga merupakan konsekuensi dari transaksi wajib. Jika semua orang wajib mengiur (kecuali dalam keadaan tidak mampu absolut), maka segala kebijakan, penggunaan uang, investasi, harus dilakukan secara terbuka. Mirip dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Prinsip kehati- hatian (prudentiality) harus menjadi dasar utama. Investasi harus lebih mengedepankan security dana daripada imbal hasil (yield). (H Thabrany, 2009. Hal 16)

(22)

20 mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Supriyantoro, 2013). Portabel artinya selalu

dibawa, selalu mengikuti peserta. Karena prinsipnya peserta harus selalu aman (security) kapan dan dimanapun dia berada di dalam jurisdiksi Indonesia. Jaminan Sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan sampai peserta meninggal dunia. Peserta yang berpindah pekerjaan atau berpindah tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus selalu menerima manfaat ketika risiko yang menjadi triger, syarat penerimaan manfaat, terjadi. (H Thabrany, 2009. Hal 16)

5) Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, se hingga pada akhirnya Sistem Jaminan So sial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat (Supriyantoro, 2013).

6) Prinsip Dana Amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan -badan penyelenggara untuk dikelola sebaik -baik nya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta (Supriyantoro, 2013).

7) Prinsip Hasil Pengelolaan. Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. (Supriyantoro, 2013)

(23)

21 tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang

tidak mampu (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 17 ayat 4). (Asih dan Oka, 2014)

b. Manfaat JKN

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional yaitu:

1) Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan badan penyelenggara jaminan sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 1) .

2) Dalam keadaan darurat, pelayanan kesehatan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan badan penyelenggara jaminan sosial(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 2). 3) Badan penyelenggara jaminan sosial wajib memberikan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan medik peserta yang berada di daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat. Kompensasi dapat diberikan dalam bentuk uang tunai. (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 3 dan penjelasannya ).

4) Layanan rawat inap di rumah sakit diberikan di kelas standar (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 23 ayat 4 ).

5) Besar pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk setiap wilayah

ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara badan penyelenggara jaminan kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 1 ).

6) Badan penyelenggara jaminan sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak permintaan pembayaran diterima (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 2).

(24)

22 penggunaannya diatur sendiri oleh pemimpin rumah sakit (metoda pembayaran prospektif) (UU No.40 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 24

ayat 2).

8) Badan penyelenggara jaminan sosial menjamin obat-obatan dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan kebutuhan medik, ketersediaan, efektifitas dan efisiensi obat atau bahan medis habis pakai sesuai ketentuan peraturan perundangan (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 25 dan penjelasannya) .

9) Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, badan penyelenggara jaminan sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan(UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 dan penjelasannya ). Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 22 ayat 2)

Adapun pendapat lain mengenai manfaat Jaminan Kesehatan Nasional bila dibandingkan dengan asuransi kesehatan komersial menurut Supriyantoro (2013) dalam buku “Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”) adalah:

1) Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau.

2) Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”.

(25)

23 melindungi seluruh warga, ke pesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.

Kelebihan sistem asuransi sosial dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional di bandingkan dengan asuransi komersial menurut Supriyantoro (2013) dalam buku “Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”) antara lain:

Asuransi Sosial (JKN) Asuransi Komersial

1.Kepesertaan bersifat wajib (untuk semua penduduk)**

1. Kepesertaan bersifat sukarela

2. Non Profit 2. Profit

3. Manfaat komprehensif 3. Manfaat sesuai dengan premi yang dibayarkan.

Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 **

) berpotensi mencakup 100% penduduk (universal coverage) dan relatif dapat menekan peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

Perbedaan asuransi Sosial dengan asuransi komersial dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu:

1. Kepesertaan dalam asuransi sosial bersifat wajib bagi seluruh penduduk, sedangkan asuransi komersial bersifat sukarela.

2. Asuransi sosial bersifat nirlaba atau tidak berorientasi mencari keuntungan (not for profit) , sedangkan asuransi komersial berorientasi mencari keuntungan (for profit).

3. Asuransi sosial manfaatnya komprehensif (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) sesuai dengan kebutuhan medis, sedangkan asuransi komersial manfaatnya terbatas sesuai dengan premi yang dibayarkan (Supriyantoro,

2013). c. Tujuan JKN

(26)

24 d.Pengorganisasian Program JKN

Program jaminan kesehatan diselenggarakan oleh badan penyelenggara

jaminan sosial yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 5 ayat 1).

Lembaga Penyelenggara JKN:

i. Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang merupakan badan hukum publik milik negara yang bersifat non profit dan bertanggungjawab kepada Presiden.

ii. BPJS terdiriatas Dewan Pengawas dan Direksi.

iii. Dewan Pengawas terdiri atas 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 1 (satu) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang Masyarakat, 1 (satu) orang unsur Tokoh Masyarakat.

iv. Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Kemenkes RI, 2013)

e. Monitor dan Evaluasi

Menurut Kemenkes RI Siti Fadhilah Supari (2013) menjelaskan tentang Monitoring dan Evaluasi Program Jaminan Kesehatan:

1) Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan merupakan bagian dari system kendali mutu dan biaya.

2) Merupakan tanggung jawab Menkes, dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan DJSN.

Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Pengawasan internal oleh organ BPJS Kemenkes RI (2013):

i. Dewan pengawas; dan

ii. Satuan Pengawas Internal Pengawasan Eksternal : a. DJSN; dan

b. Lembaga Pengawas Independen

(27)

25 2.3.1Penyelenggaraan BPJS dalam JKN

f. Kepesertaan

Penjelesan dalam buku “Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)”)

1)Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.

2)Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.

3)Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN menurut (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1) dengan rincian sebagai berikut:

a) Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b)Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1)Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya (UU No. 24 tahun 2011),

yaitu:

a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI;

c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan

(28)

26 Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah menurut buku “Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional” Supriyantoro (2013) meliputi:

a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:

i. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

ii. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

2)Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya (UU No. 24 tahun 2011), yaitu:

c. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

d. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

e. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3)Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas (UU No. 24 tahun

2011):

a. Investor; b. Pemberi Kerja; f. Penerima Pensiun; g. Veteran;

h. Perintis Kemerdekaan; dan

i. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mam pu membayar Iuran.

4)Penerima pensiun terdiri atas (UU No. 24 tahun 2011): a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

(29)

27 c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

5)WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketent uan peraturan perundang- undangan tersendiri (UU No. 24 tahun 2011).

6)Syarat pendaftaran Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS (UU No. 24 tahun 2011) per 1 November 2014 Syarat Wajib Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Mandiri adalah sebagai berikut :

a. Mendaftarkan Diri dan Anggota Keluarga yang sesuai data keluarga yang tercantum pada Kartu Keluarga.

b. Memiliki NIK yang tercantum pada KTP elektronik atau Kartu Keluarga.

c. Memiliki nomer telepon dan atau Email d. Menunjukkan KTP elektronik dan KK Asli

e. Memiliki Rekening di Bank BRI atau BNI 46 atau Mandiri

f. Kartu BPJS Kesehatan dapat digunakan setelah 7 hari sejak peserta

mendaftar dan membayar Iuran pertama kali

g. Pendaftaran dilakukan oleh yang bersangkutan atau Keluarga lain yang tercantum dalam Kartu Keluarga (KK).

7)Lokasi pendaftaran Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat (Supriyantoro, 2013).

8)Prosedur pendaftaran Peserta (Supriyantoro, 2013) :

a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

(30)

28 c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan

keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

9) Masa berlaku kepesertaan

a) Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta. b)Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau

meninggal dunia

(Kemenkes RI dalam Anwar, 2014).

Di dalam Undang-undang SJSN 40 tahun 2004 diamanatkan bahwa seluruh penduduk wajib penjadi peserta jaminan kesehatan termasuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan. Untuk menjadi peserta harus membayar iuran jaminan kesehatan. Bagi yang mempunyai upah/gaji, besaran iuran berdasarkan persentase upah/gaji dibayar oleh pekerja dan Pemberi Kerja. Bagi yang tidak mempunyai gaji/upah besaran iurannya ditentukan dengan nilai nominal tertentu, sedangkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu membayar iuran maka iurannya dibayari pemerintah. (Supriyantoro, 2013)

Bagan Kepesertaan

Sumber: Supriyantoro, 2013

Kelompok Peserta JKN PESERTA

WAJIB

Penerima Bantuan Iuran (PBI) Non Penerima

Upah Penerima Upah

Pemerintah Kelompok/ Keluarga/ Individu Pekerja & Pemberi

(31)

29 Sumber: Andayani Budi Lestari, SE, MM, AAK, 2013

Pentahapan Kepesertaan

1)Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan;

a) Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya;

b)Anggota Polri / Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya ;

c) Peserta asuransi kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. ASKES (Persero) meliputi PNS, veteran, pejuang kemerdekaan, penerima pensiun PNS, TNI/Polri dan seterusnya beserta anggota keluarganya;dan

d)Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh PT. JAMSOSTEK (Persero) dan anggota keluarganya;

2)Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta

BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

K E L O M P O K P E SE R T A JA MI N A N K E SE H A T A N Bukan Pekerja (BP) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pekerja Penerima Upah (PPU) a. Investor

b. Pemberi Kinerja c. Penerima Pensiun d. Veteran

e. Perintis Kemerdekaan

f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a s.d. huruf e yang mampu membayar iuran

Sektor Informal

a. PNS (Pusat & Daerah) b. Anggota TNI

c. Anggota Polri d. Pejabat Negara

e. Pegawai Pemerintah Non PNS f. Pegawai Swasta

(32)

30 Ketentuan Kepesertaan JKN

Menurut Perpres Jaminan Kesehatan no 12/2013, jumlah peserta dan

anggota keluarga yang ditanggung oleh Jaminan Kesehatan paling banyak 5 orang (Keluarga Inti) dan peserta yang memiliki jumlah keluarga lebih dari 5 orang termasuk peserta, dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain dengan membayar iuran tambahan.

Anggota keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi:

1)Istri atau suami yang sah dari peserta

2)Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria:

a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri

b. Belum berusia 21 (Dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (Dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal

Masa Berlaku Kepesertaan

a. Selama peserta membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta.

b. Bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka status kepesertaannya akan hilang.

c. Ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh Peraturan BPJS

g. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS

Menurut UU No. 24 tahun 2011 dan Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014, termuat Hak dan Kewajiban Peserta BPJS sebagai berikut:

Hak Peserta

1)Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;

2)Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

(33)

31 4)Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis

ke Kantor BPJS Kesehatan

(Supriyantoro, 2013). Kewajiban Peserta

Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

1)Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I; 2)Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang

yang tidak berhak.

3)Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan (Supriyantoro, 2013).

h.Mekanisme Pendaftaran

Jaminan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Syarat pendaftaran peserta akan diatur kemudian dengan peraturan BPJS. Lokasi pendaftaran: dilakukan di kantor BPJS setempat/terdekat dari domisili peserta.

Prosedur pendaftaran:

1. Pemerintah mendaftarkan PBI Jaminan Kesehatan sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.

2. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai peserta kepada BPJS kesehatan.

3. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai peserta kepada BPJS kesehatan.

Tempat Pendaftaran Peserta 1. Melalui Kantor BPJS Kesehatan

(34)

32 2. Pendaftaran melalui web

www.bpjs-kesehatan.go.id

Unduh Formulir:

http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/arsip/categories/MQ/formulir-daftar-isian-peserta

3. Melalui Mobile Customer Service BPJS Corner di instansi terpilih

Proses pendaftaran sudah online dengan DUKCAPIL Cara Daftar BPJS Online

Perlu diketahui bahwa pendaftaran BPJS Online secara mandiri ini bisa dilakukan oleh peserta non PBI (Penerimaan Bantuan Iuran), yakni peserta yg mampu memiliki penghasilan sendiri baik dari kalangan PNS, TNI/Polri, pejabat negara, pegawai negara, pegawai swasta, pekerja, investor, pensiunan, dan lain-lain. Sedangkan untuk peserta PBI akan mendapatkan jaminan kesehatan yg ditanggung oleh pemerintah.

1. Siapkan berkas-berkas yang diperlukan yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), kartu NPWP, serta alamat email serta nomor handphone aktif untuk konfirmasi pendaftaran.

2. Buka halaman web bpjs-kesehatan.go.id dari browser anda, bisa diakses melalu PC maupun mobile phones/tablet.

3. Isi data yang telah disediakan yakni identitas yang mencakup data diri serta pilihan kelas yang ditawarkan, alamat lengkap, fasilitas kesehatan yang mencakup Faskes Tingkat I serta Faskes Gigi dengan pilihan instansi yang anda pilih sebagai tempat rujukan, serta yang terakhir khusus untuk Warga Negara Asing (WNA) yang ingin mendapatkan fasilitas BPJS.

4. Pilih biaya iuran perbulan. Ada 3 pilihan dari kelas III hingga kelas I dengan rentang biaya dari 25.500 hingga 59.500 ribu rupiah perbulannya.

(35)

33 6. Lakukan pembayaran di bank yang telah ditunjuk seperti BNI, BRI, serta

Mandiri.

7. Setelah menyerahkan uang serta Nomor Virtual pada Teller Bank nanti akan mendapat bukti pembayaran.

8. Sekarang BPJS kesehatan anda sudah aktif, silahkan cek email akan ada balasan dari BPJS berupa E-ID Card Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yg bisa diprint sendiri serta valid, Atau

9. Print kartu BPJS di kantor cabang BPJS terdekat. Ingat, tidak perlu mengambil nomor antrian lagi di Kantor BPJS, langsung saja ke bagian Print kartu BPJS nya, cukup memberikan semua data sebelumnya, form isiannya, Virtual account, serta bukti payment.

Cara Pendaftaran BPJS Offline

Tata Cara Pendaftaran Pekerja Penerima Upah Non-Pegawai Pemerintah 1. Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.

2. BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan memberikan informasi tentang virtual account untuk perusahaan (di mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).

4. Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.

5. Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.

6. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada perusahaan. Tata Cara Pendataran Pekerja Bukan Penerima Upah Dan Bukan Pekerja 1. Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan mengisi

formulir daftar isian peserta dan menunjukkan kartu identitas (KTP, SIM, KK atau paspor).

2. BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon peserta. Virtual account berlaku untuk masing-masing individu calon peserta. Kemudian calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.

(36)

34 4. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada peserta.

Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan kartu BPJS

Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu BPJS ketika berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama,. Rinciannya, anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau Nomor Register Pokok dan mantan peserta Jamsostek bisa menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan mantan peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut terdaftar di master file kepesertaan BPJS Kesehatan.

(Rizki Puspita Sari dalam www.tempo.co.id) Pendaftaran Peserta

1. Pendaftaran secara Berkelompok/Kolektif a. Mengisi Formulir daftar isian peserta

b. Melampirkan foto peserta dan anggota keluarga 1 (satu) lembar ukuran 3x4 cm

c. Surat pengantar dari unit kerja

2. Pendaftaran Perorangan/Datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan a. Mengisi Formulir daftar isian peserta

b. Melampirkan foto peserta dan anggota keluarga 1 (satu) lembar ukuran 3x4 cm

c. Menunjukkan persyaratan

Formulir Daftar Isian Peserta

Formulir 1: PPU dan Pensiunan PNS, Veteran dan PK Formulir 2: PBPU dan Bukan pekerja

Formulir 3: Tambahan anggota keluarga Formulir 4: Perubahan data

Pendaftaran Anggota Keluarga Lainnya

Tambahan anggota keluarga dari Pekerja Penerima Upah (PPU) 1. Keluarga tambahan dari PPU terdiri dari:

a. Anak ke 4 dan seterusnya,

(37)

35 c. Mertua

*

) Besaran iuran sebesar 1% dari gaji atau upah orang/bulan

2. Keluarga tambahan dari PPU terdiri dari keponakan, kerabat lain, asisten rumah tangga dan lainnya, ditetapkan sesuai manfaat yang dipilih:

Kelas III : Rp. 25.500,- orang/bulan Kelas II : Rp. 42.500,- orang/bulan Kelas I : Rp. 59.500,- orang/bulan Perubahan Data Kepesertaan

1. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan dan akan mendapatkan penggantian kartu apabila terjadi hal-hal berikut ini :

a. Kartu Peserta hilang

b. Kartu Peserta rusak / data pada kartu salah

2. Peserta melapor ke BPJS Kesehatan tanpa mendapatkan penggantian kartu apabila terjadi hal-hal berikut ini :

a. Pindah Puskesmas/Dokter Keluarga/Dokter Gigi b. Pindah Tempat Tinggal

c. Pindah Tempat Bekerja

d. Perubahan Golongan Kepangkatan

e. Perubahan Jenis Kepesertaan (PNS aktif menjadi Penerima Pensiun) f. Perubahan Daftar Susunan Keluarga

g. Pengurangan peserta (Meninggal dunia, bercerai) i. Alur Pelayanan Kesehatan

Penanganan Keluhan

Keluhan adalah ungkapan ketidakpuasan peserta terhadap pelayanan yang telah diberikan dalam hal ini penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Penanganan keluhan adalah upaya atau proses untuk mengetahui suatu permasalahan dengan jelas, menilai, dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Prinsip Penanganan Keluhan

(38)

36 b. Responsif (cepat dan akurat). Setiap pengaduan dan permasalahan perlu ditangani/ditanggapi secara cepat dan tepat. Untuk itu penanganan dan

penyelesaian pengaduan diselesaikan pada tingkat yang ter dekat dengan lokasi timbulnya masalah.

c. Koordinatif. Penanganan keluhan masyarakat harus dilaksanakan dengan kerjasama yang baik di antara pejabat yang berwenang dan terkait, berdasarkan mekanisme, tata kerja, dan prosedur yang berlaku, sehingga permasalahan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Efektif dan efisien. Penanganan keluhan masyarakat harus dilaksanakan secara tepat sasaran, hemat tenaga, waktu, dan biaya.

d. Akuntabel. Proses penanganan keluhan masyarakat dan tindak lanjutnya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan prosedur yang berlaku.

e. Transparan. Penanganan keluhan masya rakat dilakukan berdasarkan mekanisme dan prosedur yang jelas dan terbuka, sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat mengetahui perkembangan tindaklanjutnya (Supriyantoro, 2014).

Mekanisme Penanganan Keluhan

Penanganan keluhan merupakan salah satu komponen untuk menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan, baik yang bersifat ad- ministratif maupun bersifat

medis. Permasalahan bisa terjadi antara Peserta dan Fasi litas Kesehatan; antara Peserta dan BPJS Kes ehatan; antara BPJS Kesehatan dan Fasilitas Kesehatan; atau antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan. Mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan ketidakpuasan para pihak tersebut adalah (Kemenkes RI dalam Anwar, 2014):

(39)

37 2)Jika Peserta dan/atau fasilitas kesehatan tidak mendapatkan pelayanan yang baik dari BPJS Kesehatan maka dapat menyampaikan pengaduan kepada

Menteri Kesehatan.

Jika terjadi sengketa antara Peserta dengan fasilitas kesehatan, Peserta dengan BPJS kesehatan, BPS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan atau BPJS Kesehatan dengan asosiasi Fasilitas Kesehatan maka sebaiknya diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak yang bersengketa. Jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah sengketa diselesaikan dengan cara mediasi atau pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Kemenkes RI dalam Anwar, 2014).

Penanganan Keluhan menurut Kemenkes RI (2013):

1)Keluhan adalah ungkapan ketidak puasan dari pemangku kepentingan (peserta, faskes, BPJS, asosiasi faskes) terhadap penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional. Penanganan keluhan adalah suatu upaya atau proses untuk mengetahui suatu permasalahan dengan jelas, menilai, mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

2)Hotline service di nomor 500-400.

Penyampaian Informasi Dan Keluhan Hubungi :

1. Kantor BPJS Kesehatan setempat dan Hot Line Service sesuai daftar alamat yang tercantum dalam buku panduan ini.

2. Petugas BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama.

3. Pusat Layanan Informasi BPJS Kesehatan 500 400 : Senin s/d Jumat (Pukul 06.00 s/d 22.00 WIB).

Kantor Pusat

Jl. Letjend. Suprapto,Cempaka Putih, Jakarta Pusat 10510 Telp. (021) 4212938

(40)

38 Alur Pelayanan Kesehatan

Tata Cara Mendapatkan Pelayanan Kesehatan 1)Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

a. Setiap peserta harus terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

b. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar.

c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. 2)Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan

a. Peserta datang ke BPJS Center Rumah Sakit dengan menunjukkan Kartu Peserta dan menyerahkan surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / surat perintah control pasca rawat inap.

b. Peserta menerima Surat Eligibilitas Peserta (SEP) untuk mendapatkan pelayanan lanjutan.

Pasien

Puskesmas/ Dokter keluarga (Dokkel)

Pasien pulang

Perlu pemeriksaan/ tindakan

spesialis RS Perlu rawat Inap

RJTL

RITL

Pelayanan Obat

Pasien pulang ya

tidak

Rujukan

ya

Rujuk Balik

(41)

39 c. Peserta dapat memperoleh pelayanan rawat inap di Fasilitas Kesehatan

tingkat lanjutan sesuai dengan indikasi medis.

3)Pelayanan Kegawat Daruratan (Emergency):

a. Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.

b. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatan. Kriteria kegawatdaruratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, akan segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan. d. Biaya akibat pelayanan kegawatdaruratan ditagihkan langsung oleh Fasiltas

Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. 2.3.2Pembiayaan (Iuran)

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). (Khairil Anwar, 2014)

1. Bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah.

2. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja. 3. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan peserta

bukan Pekerja dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

4. Besarnya iuran jaminan kesehatan ditetapkan melalui Peraturan Presiden.

5. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI) (Supriyantoro, 2013).

(42)

40 Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal

tertentu (bukan penerima upah dan PBI).Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. (Perpres No. 12 Tahun 2013 dalam Anwar, 2014)

Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebih an atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. (Anwar, 2014)

b.Biaya Tambahan (additional charge)

Manfaat tambahan dalam Jaminan Kesehatan Nasional adalah manfaat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada hak nya,dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan (Supriyantoro, 2013).

c. Ketentuan

(43)

41 2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,

pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a) Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b) Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

c) Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. 6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda,

duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

(44)

42 Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang

tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja. (Perpres No. 12 Tahun 2013)

Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak. (Perpres No. 12 Tahun 2013)

e. Penghentian Pelayanan Kesehatan

Bagi Pekerja Penerima Upah, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 3 (tiga) bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan sementara.

Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja, jika terjadi keterlambatan pembayaran Iuran lebih dari 6 (enam) bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan sementara.

2.3.3Manajemen Fasilitas Kesehatan a. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terdiri dari: 1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :

a) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Perawatan dan Puskesmas Perawatan (Puskesmas dengan Tempat Tidur).

b)Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) 1) TNI Angkatan Darat : Poliklinik kesehatan dan Pos Kesehatan.

2) TNI Angkatan Laut : Balai kesehatan A dan D, Balai Pengobatan A, B, dan C, Lembaga Kesehatan Kelautan dan Lembaga Kedokteran Gigi. 3) TNI Angkatan Udara : Seksi kesehatan TNI AU, Lembaga Kesehatan

(45)

43 c) Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI), terdiri dari Poliklinik Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik Lain milik

POLRI dan Tempat Perawatan Sementara (TPS) POLRI.

d)Praktek Dokter Umum / Klinik Umum, terdiri dari Praktek Dokter Umum Perseorangan, Praktek Dokter Umum Bersama, Klinik Dokter Umum / Klinik 24 Jam, Praktek Dokter Gigi, Klinik Pratama, RS Pratama.

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan :

a) Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum Pemerintah Pusat (RSUP), RS Umum Pemerintah Daerah (RSUD), RS Umum TNI, RS Umum Bhayangkara (POLRI), RS Umum Swasta, RS Khusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus Kanker (Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin, RS Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang telah terakreditasi, RS Bergerak dan RS Lapangan. b)Balai Kesehatan, terdiri dari : Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai

Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan Balai Kesehatan Jiwa.

3. Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara langsung dengan BPJS Kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, meliputi :

a) Laboratorium Kesehatan b)Apotek

c) Unit Transfusi Darah d)Optik

b.Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

Khairil Anwar (2014) memaparkan mengenai Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan, yaitu:

(46)

44 geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran

berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. (Kemenkes RI dalam Anwar, 2014)

Secara keseluruhan, tata cara pembayaran fasilitas kesehatan meliputi: 1. BPJS Kesehatan membayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama

dengan Kapitasi.

2. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan BPJS membayaran cara INACBG’s.(sistempaket)

4. Jika disuatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

5. Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak

menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya, yang ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan dan dibayar oleh BPJS Kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. Peserta tidak diperkenankan dipungut biaya apapun terhadap pelay

Referensi

Dokumen terkait

Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah didasarkan pada permasalahan yang dikaji oleh penulis mengenai sikap dan perilaku tokoh masyarakat

Merujuk hasil penelitian pada bagian sebelumnya, pada umumnya komunitas masyarakat Bali di Medan tidak menggunakan pilihan bahasa baik Bahasa Bali (BB) maupun

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbasis multimedia terintegrasi android untuk pembelajaran laju reaksi

Kemampuan fisik lain yang dibutuhkan dalam kemampuan menggiring bola adalah kelincahan, karena dalam menggiring bola ada kalanya berhadapan dengan rintangan atau

• Optimasi radius flens roda untuk mengurangi laju keausan roda dan rel kereta api, hasil yang didapat adalah bentuk profil roda dengan radius flens roda yang baru, yang

Park and Ride diharapkan dapat menyediakan tempat yang cukup luas dan baik untuk menampung kendaraan pribadi, mengurangi kendaraan yang masuk ke kota karena diharapkan

Eishert (1990) mengelompokkan empat kategori limbah yang dapat mencemari wilayah pesisir, yaitu: pencemaran limbah industri, limbah sampah domestik (swage pollutin)

Sistem pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan terhadap pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan sudah cukup baik, hal tersebut