PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI TIRUAN
BERBAHAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS
DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI DENGAN
PENAMBAHAN SERAT KACA
SKRIPSI
NYTA EFHELZEN TAMPUBOLON
080801025
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI TIRUAN BERBAHAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI
DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
NYTA EFHELZEN TAMPUBOLON 080801025
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI TIRUAN BERBAHAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI
DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, 31 Juli 2012
PERSETUJUAN
Judul : PERBANDINGAN KARAKTRISASI BASIS GIGI
TIRUAN BERBAHAN RESIN AKRILIK
POLIMERISASI PANAS DAN RESIN AKRILIK SWAPOLIMERISASI DENGAN PENAMBAHAN SERAT KACA
Kategori : SKRIPSI
Nama : NYTA EFHELZEN TAMPUBOLON
Nomor Induk Mahasiswa : 080801025
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) USU
Diluluskan di
Medan, 31 Juli 2012
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing
Ketua,
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada Juli 2012
TIM PENGUJI
ANGGOTA : 1. Dr. Marhaposan Situmorang
2. Dr. Susilawati, M.Si
3. Drs. Aditia Warman, M.Si
PENGHARGAAN
Dengan mengucapkan syukur yang tiada hentinya pada Tuhan Yang Maha Esa yang tiada hentinya membuka jalan dan memberikan Anugrah – Nya yang terindah dalam doa dan pengharapan yang terpernah putus – putusnya kepada kita semua terutama kepada penulis, walaupun banyak sekali hal – hal sulit yang terasa tidak akan bisa terselesaikan ,namun segalanya menjadi mungkin bagi – Nya sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada ayahanda tercinta (M. Tampubolon) dan ibunda tercinta (R. br Manurung) atas kasih sayang, doa dan dana yang tiada putus – putusnya sehingga menghantarkan penulis ke jenjang sarjana. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik – adik ( Wardania Ningsih, Peres Handerson, dan Sabar Parningotan) dan segenap keluarga besar Tampubolon dan Manurung yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :
1. Dr. Zuriah Sitorus, MS selaku dosen pembimbing penulis dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan perhatian dan telah rela meluangkan waktu untuk membimbing, memberi pengarahan, memberi dorongan, keberanian serta motivasi kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.
2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Sutarman M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sumatera Utara.
4. Jhon Dalton Nainggolan, S.Si atas semangat, motivasi, dorongan dan doa serta bantuan yang selalu diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Prof. Haslinda Z. Tamin,drg.,M.Kes.,Sp.Pros (K) , dan Siti Wahyuni,drg
selaku manager Unit Uji Laboratorium Dental FKG – USU yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dan ide – ide yang berharga buat penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
6. Bang Yudi, dkk selaku instruktur Laboratorium Dental FKG – USU yang membantu mengarahkan, serta mengajari penulis dalam melakukan penelitian dengan segenap kesabaran hati.
8. Prof. Pardamean Sebayang, MS selaku staf ahli di Penelitian Fisika Lipi Serpong atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh pegawai Departemen Fisika, Kak Tini, Kak Yusfa, dan Bang Jo atas masukan dan bimbingan yang bermanfaat kepada penulis.
10.Ahli gigi Misli yang membantu pada awal penelitian ini, yang memberikan dasar ide pada awal penelitian dan sebagai inspirasi dalam penelitian ini. 11.Teman – teman seperjuangan di Departemen Fisika USU yaitu Ervinna
Tambunan, Elda Desi, Donal Edison, Mangara Sitanggang, Borasida Sihombing, Albert Daniel Saragih ,Melly Frizha, Roni Sinaga, Asman Marpaung, Indra Tarigan, Bheng An Ginting, Eben Ezer Situmorang, Lyri Martin, Metar Yosephin, Tri Andes Sinaga, Melati Putri Duha, Zulkarnaen Malau, Perdana Okto Manik, Rolas D Naingolan dan Hiras M Sitanggang. 12.Teman – teman terbaik penulis yang terutama Yosephin Romania Sidabutar,
Nya Daniati Malau, Teresia Novita, Elizabeth Situmorang atas bantuan, semangat, motovasi, dan dorongan yang diberikan dalam suka dan duka, dan teman – teman angkatan 2008 lain yang tidak mungkin disebutkan satu- persatu.
13.Adik-adik stbk 2009 (Helen,dkk), Adik – adik 2010( Faisal, Jantiber, Sahat, dkk), dan Adik – adik 2011 (Togar, Russel,Desi, Tabita, Rahel, Misael,Rendi, Lilis,dkk).
14.Kepada UKM FMIPA terutama buat kak Ana dan kak Reni atas bantuannya dalam mempermudah pengerjaan skripsi ini, dan kesabarannya yang telah diperlihatkan kepada penulis dalam menjilid skripsi ini.
15.Semoga segala kebaikan yang pernah mereka berikan kepada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
16.Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya apabila terdapat kesalahan selama penulis melalukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Akhirnya penulis menerima masukan dan saran yang membangun dari pembaca agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan,31 Juli 2012 Penulis
DAFTAR ISI
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
4.2. Porositas (Porosity) 53
4.3. Analisa Mikrostruktur 57
4.4. Analisa Struktur Atom 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 68
5.2 Saran 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data pengujian densitas untuk setiap komposisi dengan perlakuan
panas 46
Tabel 4.2 Data pengujian densitas untuk setiap komposisi tanpa perlakuan
panas 48
Tabel 4.3 Data pengujian porositas untuk setiap komposisi dengan perlakuan
panas 51
Tabel 4.4 Data pengujian porositas untuk setiap komposisi tanpa perlakuan
panas 53
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Basis gigitiruan berbahan resin akrilik 8 Gambar 2.2 Acron MC-GC America, Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik
Polimerisasi Panas 10
Gambar 2.3 Gambaran struktur kimia metil metakrilat dan poli(metil metakrilat) 13 Gambar 2.4 Gambaran struktur kimia metil metakrilat. 14 Gambar 2.5 Cara inisiasi radikal bebas untuk induksi polimerisasi resin
akrilik. 14
Gambar 2.6 Serat kaca berbentuk batang 17
Gambar 2.7 Serat Kaca Bentuk Anyaman 18
Gambar 2.8 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil 19
Gambar 2.9 Porositas di permukaan dan di dalam basis gigitiruan 20
Gambar 2.10 Tampilan hasil scanning SEM 23
Gambar 2.11 Diagram SEM 24
Gambar 2.12 Teknik EDS 30
Gambar 2.13 Contoh dari aplikasi EDS pada masing – masing persentase 30
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 36
Gambar 3.2 Model induk ukuran 80 mm x 10 mm x 4mm 40
Gambar 3.3 Vibrator 40
Gambar 3.4 Mould yang sudah diisi 41
Gambar 3.5 Unit Kuring (Filli Manfredi,Italia) 43 Gambar 3.6 Sampel resin akrilik setelah penyelesaian akhir 43
Gambar 3.7 Sampel pengujian densitas 44
Gambar 3.8 Pengujian porositas 45
Gambar 3.9 Skema dari SEM 46
Gambar 4.1 Hubungan densitas terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi
panas 49
Gambar 4.2 Hubungan densitas terhadap resin akrilik swapolimerisasi 51 Gambar 4.3 Hubungan porositas terhadap komposisi resin akrilik polimerisasi
panas 54
Gambar 4.4 Hubungan porositas terhadap komposisi resin akrilik
swapolimerisasi 56
Gambar 4.5 SEM Resin akrilik swapolimerisasi komposisi 1 (kontrol) 57 Gambar 4.6 SEM Resin akrilik polimerisasi panas komposisi 1 (kontrol) 58 Gambar 4.7 SEM Resin akrilik swapolimerisasi komposisi 4 (penambahan serat
kaca 8 mm) 59
Gambar 4.8 SEM Resin akrilik polimerisasi panas komposisi 4 (penambahan serat
gelas 8mm) 60
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dibuat basis gigi tiruan dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan variasi serat kaca. Penambahan serat kaca ini berfungsi meningkatkan sifat fisis serta mikrostuktur dari basis gigi tiruan. Komposisi resin akrilik dan serat gelas dibuat dengan perbandingan 98,6 % : 1,4% dan variasi serat kaca yang digunakan adalah 4 mm, 6 mm, dan 8 mm. Pengujian yang dilakukan yaitu : densitas, porositas dan analisa mikrostruktur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca 4 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.3443 g/cm3, porositas 0.54 %. Sementara dengan menggunakan resin swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca 6 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.36 g/cm3,porositas 0.53 %. Hasil pengujian mikrostruktur resin akrilik polimerisasi panas dengan menggunakan SEM dan SEM – EDS menunjukan serat kaca yang tersebar secara merata. Hasil EDS menunjukkan bahwa bahan polimer yang terkandung dalam resin akrilik swapolimerisasi adalah Carbon (C) 56.40% , Nitrogen (N) 8.28% , Oksigen (O) 31.31% ,dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.11%, Magnesium (Mg) 0.02% , Aluminium (Al) 0.16% , Silicon (Si) 0.38 %, Calsium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14 %. Sementara hasil EDS menunjukkan bahwa polimer yang terkandung dalam resin akrilik polimerisasi panas adalah Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oksigen (O) 29.66%, dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.03%, Aluminium (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71 %, Calsium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53 %.
COMPARATIVE CHARACTERIZATION OF DENTURE MATERIALS BASED ON ACRYLIC RESIN COMPOSITE AND ACRYLIC RESIN SWAPOLIMERISASION WITH THE ADDITION OF GLASS FIBER
ABSTRACT
In this study has been made denture base by using acrylic resin polymerization heat and acrylic resin swapolymerization with the addition of glass fiber variation. The addition of glass fiber as well as improve the physical properties of denture base microstructure. Composition of acrylic resin and glass fibers are made with a ratio of 98.6%: 1.4% and the variation of the glass fiber used was 4 mm, 6 mm and 8 mm. Tests performed are: density, porosity and microstructure analysis. From the results showed that the thermal polymerization of acrylic resin with the addition of 4 mm glass fiber is the optimum condition, is obtained: 1.3443 g/cm3 density, porosity of 0.54%. While using swapolymerization resin with the addition of glass fibers of 6 mm is the optimum conditions, is obtained: 1.3626 g/cm3 density, porosity of 0.53%. The results of testing the heat of polymerization of acrylic resin microstructure using SEM and SEM - EDS showed that glass fibers are spread evenly. EDS results showed that the polymer material is contained in an acrylic resin swapolymerization is Carbon (C) 56.40%, Nitrogen (N) 8.28%, Oxygen (O) 31.31%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.11%, Magnesium (mg) 0.02%, aluminum (Al) 0.16%, Silicon (Si) 0.38%, calcium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14%. While the EDS results showed that the polymer contained in the heat of polymerization of acrylic resin is Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oxygen (O) 29.66%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.03%, Aluminum (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71%, calcium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53%.
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dibuat basis gigi tiruan dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan variasi serat kaca. Penambahan serat kaca ini berfungsi meningkatkan sifat fisis serta mikrostuktur dari basis gigi tiruan. Komposisi resin akrilik dan serat gelas dibuat dengan perbandingan 98,6 % : 1,4% dan variasi serat kaca yang digunakan adalah 4 mm, 6 mm, dan 8 mm. Pengujian yang dilakukan yaitu : densitas, porositas dan analisa mikrostruktur. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan serat kaca 4 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.3443 g/cm3, porositas 0.54 %. Sementara dengan menggunakan resin swapolimerisasi dengan penambahan serat kaca 6 mm merupakan kondisi optimum, diperoleh : densitas 1.36 g/cm3,porositas 0.53 %. Hasil pengujian mikrostruktur resin akrilik polimerisasi panas dengan menggunakan SEM dan SEM – EDS menunjukan serat kaca yang tersebar secara merata. Hasil EDS menunjukkan bahwa bahan polimer yang terkandung dalam resin akrilik swapolimerisasi adalah Carbon (C) 56.40% , Nitrogen (N) 8.28% , Oksigen (O) 31.31% ,dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.11%, Magnesium (Mg) 0.02% , Aluminium (Al) 0.16% , Silicon (Si) 0.38 %, Calsium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14 %. Sementara hasil EDS menunjukkan bahwa polimer yang terkandung dalam resin akrilik polimerisasi panas adalah Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oksigen (O) 29.66%, dan dari bahan serat kaca yang terkandung Natrium (Na) 0.03%, Aluminium (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71 %, Calsium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53 %.
COMPARATIVE CHARACTERIZATION OF DENTURE MATERIALS BASED ON ACRYLIC RESIN COMPOSITE AND ACRYLIC RESIN SWAPOLIMERISASION WITH THE ADDITION OF GLASS FIBER
ABSTRACT
In this study has been made denture base by using acrylic resin polymerization heat and acrylic resin swapolymerization with the addition of glass fiber variation. The addition of glass fiber as well as improve the physical properties of denture base microstructure. Composition of acrylic resin and glass fibers are made with a ratio of 98.6%: 1.4% and the variation of the glass fiber used was 4 mm, 6 mm and 8 mm. Tests performed are: density, porosity and microstructure analysis. From the results showed that the thermal polymerization of acrylic resin with the addition of 4 mm glass fiber is the optimum condition, is obtained: 1.3443 g/cm3 density, porosity of 0.54%. While using swapolymerization resin with the addition of glass fibers of 6 mm is the optimum conditions, is obtained: 1.3626 g/cm3 density, porosity of 0.53%. The results of testing the heat of polymerization of acrylic resin microstructure using SEM and SEM - EDS showed that glass fibers are spread evenly. EDS results showed that the polymer material is contained in an acrylic resin swapolymerization is Carbon (C) 56.40%, Nitrogen (N) 8.28%, Oxygen (O) 31.31%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.11%, Magnesium (mg) 0.02%, aluminum (Al) 0.16%, Silicon (Si) 0.38%, calcium (Ca) 0.19%, Cobalt (Co) 3.14%. While the EDS results showed that the polymer contained in the heat of polymerization of acrylic resin is Carbon (C) 55.89%, Nitrogen (N) 10.63%, Oxygen (O) 29.66%, and of glass fiber materials contained sodium (Na) 0.03%, Aluminum (Al) 0.19%, Silicon (Si) 0.71%, calcium (Ca) 0.35%, Cobalt (Co) 2.53%.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan basis gigi tiruan dalam dunia kedokteran gigi merupakan suatu hal yang
sangat umum kita dengar, bahkan ada yang kita gunakan. Basis gigi tiruan merupakan
bagian dari gigi tiruan tempat melekatnya anasir gigi tiruan. Sampai saat ini
kebanyakan basis gigi tiruan terbuat dari non – logam terutama polimer karena mudah didapat, memiliki kestabilan dimensi, mudah dimanipulasi, warna yang stabil dan
biokompatibel atau tidak beracun. (SK Khindria : 2008)
Pada umumnya pembuatan basis gigi tiruan ini hanya dibuat di labolarotirum
kedokteran gigi oleh dokter gigi. Namun pada kenyataannya tidak hanya dalam dunia
kedokteran gigi saja yang dapat membuat basis gigi tiruan, telah banyak ahli – ahli gigi yang telah mampu menyaingi pembuatan basis gigi tiruan. Kecenderungan
masyarakat membuat basis gigi tiruan di ahli – ahli gigi semakin meningkat, ditambah dengan harga yang ditawarkan lebih terjangkau. Sebagian besar basis gigi tiruan yang
dibuat di ahli gigi menggunakan resin akrilik swapolimerisasi, sementara di dunia
kedokteran gigi, bahan basis gigi tiruan yang digunakan dalam rongga mulut
menggunakan resin akrilik polimerisasi panas. Hal ini menjadikan tolak ukur
pembuatan basis gigi tiruan yang sangat bertolak belakang karena menggunakan
bahan resin yang berbeda, baik pada komposisi, maupun pada perlakuannya. Selain
itu, kelemahan dari kedua resin ini yaitu mudah fraktur, porositasnya mudah terbentuk
dan penyebaran resin yang tidak merata.
Beberapa pendekatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan sifat fisis dan
sifat mekanik bahan resin agar lebih tahan terhadap fraktur, diantaranya ialah dengan
penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanik dan densitas resin
aklirik, yaitu dengan penambahan bahan penguat serat, seperti aramid, polietilen,
karbon dan serat kaca. Valittu (1994) menyatakan bahwa gabungan serat dengan
material resin akrilik akan meningkatkan ketahanan bahan resin terhadap fraktur dan
kekuatan serat kaca adalah sifat yang paling penting untuk meningkatkan kekuatan
impak dan bahan yang rapuh seperti resin akrilik. Uzun (1999) menyatakan bahwa
dengan menggunakan resin akrilik polimerisasi panas yang ditambahkan serat kaca
akan meningkatkan kekuatan impak. Fatma Unalan (2010) menyatakan bahwa
penambahan serat kaca potongan kecil pada resin akrilik meningkatkan kekuatan
transversal dan serat kaca potongan kecil lebih efektif meningkatkan kekuatan
transversal polimetal metakrilat dari pada bentuk lain.
Serat kaca yang ditambahkan kedalam resin akrilik menunjukkan densitas dan
sifat mekanik yang lebih bagus dibandingkan dengan resin akrilik tanpa penambahan
serat kaca. Serat kaca sangat estetis dan dapat beradhesi dengan matriks polimer di
dalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan yang baik dengan resin akrilik, oleh
karena itu serat kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik
sebagai bahan penguat. Hasil penelitian Rohani (2010) yang menggunakan resin
akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca potongan kecil dapat
meningkatkan kekuatan impak dan transversalnya.
Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian, sampai pada
akhirnya penulis meakukan penelitian untuk membandingkan adanya pengaruh yang
signifikan dan kolerasi antara bahan gigi tiruan dengan menggunakan resin akrilik
polimerisasi panas dan bahan resin akrilik swapolimerisasi dengan penambahan serat
kaca potongan kecil. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan
bahan gigi tiruan yang memiliki sifat fisis serta mikrostruktur yang baik sertat dapat
diaplikasikan .
1. Bagaimana pengaruh serat kaca terhadap kualitas bahan basis gigi tiruan
dari resin akrilik swapolimerisasi panas dan resin akrilik polimerisasi
panas.
2. Bagaimana kualitas bahan basis gigi tiruan berdasarkan sifat fisis dan
mikrostruktur dengan berbahan resin swapolimerisasi dan bahan basis
gigitiruan polimerisasi panas.
1.3 Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah yang akan dibahas untuk mencapai hasil pembahasan
yang maksimum. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Penambahan serat kaca dengan ukuran 4mm, 6mm, dan 8mm.
2. Pengujian bahan melalui:
a. Pengujian sifat fisis
Densitas ( Density)
Porositas ( Porosity)
b. Pengujian analisa Mikrostruktur
SEM (Scanning Electron Microscope)
EDS (Energy Dispersi Spectroscopy X – Ray )
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbandingan sifat fisis bahan basis gigi tiruan dengan
menggunakan self – curing dan hot curing tanpa penambahan serat dan dengan penambahan serat kaca potongan kecil ukuran 4 mm, 6 mm dan 8
2. Untuk mengetahui perbandingan mikrostuktur bahan basis gigi tiruan
dengan menggunakan self – curing dan hot curing tanpa penambahan serat dan dengan penambahan serat kaca potongan kecil.
3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan resin akrilik polimerisasi
panas, dan resin akrilik swapolimerisasi pada basis gigi tiruan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Untuk menambah wawasan tentang perbandingan bahan basis gigi tiruan
dengan resin akrilik polimerisasi panas dan resin akrilik swapolimerisasi
tanpa penambahan serat kaca dan dengan penambahan serat kaca potongan
kecil ukuran 4 mm,6 mm dan 8 mm.
2. Sebagai pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan resin
aklirik terhadap fraktur.
3. Sebagai dasar penelitian lanjut tentang bahan penguat kaca.
1.6 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Uji Dental Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Polimer FMIPA Universitas Sumatera
Utara , Laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Sumatera Utara, Ahli Gigi Misli
Jl. Sri Gunting Komp.Sri Gunting Medan, dan Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten,
Indonesia.
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Skripsi ini adalah:
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, perumusan masalah,
batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk
proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu
penelitian, peralatan dan bahan penelitian, diagram alir
penelitian,pembuatan sampel dan pengujian sampel.
BAB IV Hasil dan Pembahasan Penelitian
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian, dan analisa data yang
diperoleh dari penelitian.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Basis Gigi Tiruan
2. 1. 1 Pengertian
Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms (GPT) edisi 8 (2005), basis
gigitiruan adalah bagian dari suatu gigi tiruan yang bersandar pada jaringan
pendukung dan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan dan bahan basis gigi tiruan adalah
suatu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan. Daya tahan, penampilan dan sifat – sifat dari suatu basis gigi tiruan sangat dipengaruhi oleh bahan basis tersebut. Berbagai bahan telah digunakan untuk membuat gigi tiruan, namun
belum ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan bahan basis gigi tiruan.
(RG Craig ,2000)
2.1.2 Persyaratan
Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syarat-syarat
bahan basis gigi tiruan yang ideal adalah:
a. Biokompatibel : tidak toksik dan non-iritan
b. Karakteristik permukaan : permukaan halus, keras dan kilat
c. Warna : translusen dan warna merata, bila perlu, mengandung serat secara
merata
d. Stabilitas warna : tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan dalam
warna, yang hanya dapat dilihat bila diperhatikan
e. Translusensi: dapat dilihat dari sisi lawan lempeng uji spesimen
g. Kekuatan lentur : tidak kurang dari 60-65 MPa
h. Modulus elastisitas : paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang dipolimerisasi
dengan panas dan paling sedikit 1500 MPa untuk polimer swapolimerisasi
i. Tidak ada monomer sisa
j. Tidak menyerap cairan
k. Tidak dapat larut
Sampai saat ini belum ada satu pun bahan yang mampu memenuhi semua kriteria
tersebut di atas. ( Combe. EC,1986)
2.1.2 Bahan Basis Gigi Tiruan
Berbagai bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan. Kayu, tulang,
ivory, keramik, logam, logam aloi dan berbagai polimer telah diaplikasikan untuk
basis gigitiruan. Perkembangan yang pesat dalam bahan basis gigi tiruan
menyebabkan terjadinya peralihan dari penggunaan bahan alami menjadi penggunaan
resin sintetis dalam pembuatan basis gigi tiruan. (AB. Car, 2005 ; J Kenneth
Anusavice , 2003).
Ada dua kelompok resin akrilik dalam kedokteran gigi. Satu kelompok adalah
turunan asam akrilik, CH=CHCOOH dan kelompok lain dari asam metakrilik
CH2=C(CH3)COOH. Setiap molekul metil metakrilat dianggap sebagai „mer‟. Pada keadaan yang sesuai, molekul metil metakrilat akan menyambung membentuk suatu
rantai poli (metilmetakrilat).
Gambar 2.1 Basis gigi tiruan berbahan resin akrilik (Oleh Endang Dwiyana
Secara garis besar , resin aklirik yang digunakan di kedokteran dapat
dibedakan atas 3 jenis, yaitu resin akrilik swapolimerisasi (resin akrilik cold curing
atau self curing autopolimeryzing), resin aklirik polimerisasi sinar (light cured resin),
dan resin aklirik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic). Resin akrilik
swapolimerisasi (resin akrilik cold curing atau self curing autopolimeryzing) yaitu
resin aklirik yang ditambahkan activator kimia yaitu dimeti-para-toluidin karena
memerlukan aktivasi secara kimia dalam proses polimerisasi selama 5 menit. Resin ini
jarang digunakan sebagai bahan pembuat basis gigi tiruan karena kekuatan dan
stabilitas warnanya tidak sebaik resin aklirik polimerisasi panas, selain itu jumlah
monomer sisa pada resin akrilik swapolimerisasi lebih tinggi dibanding pada resin
akrilik polimerisasi panas. Resin aklirik polimerisasi sinar (light cured resin) adalah
resin aklirik dalam bentuk lembaran dan benang serta dibungkus dengan kantung
kedap cahaya atau dalam bentuk pasta dan sebagai inisiator polimerisasi ditambah
camphoroquinone. Penyinaran selama 5 menit memerlukan gelombang cahaya sebesar
400 – 500 nm sehingga memerlukan unit kuring khusus dengan menggunakan empat buah lampu ultraviolet. Bahan ini juga jarang dipakai karena disamping memerlukan
unit kuring khusus, bahan ini juga memiliki kekuatan perlekatan yang rendah terhadap
anasir gigi tiruan berbahan resin jika dibandingkan dengan resin aklirik polimerisasi
panas.(SK Khindria, 2009 ; J Kenneth Anusavice ,2003 ; I Nirwana ,2005)
Resin akrilik polimerisasi panas (heat cured resin acrylic) adalah resin aklirik
yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk
polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air atau oven
gelombang mikro.
2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik telah digunakan sebagai basis gigi tiruan selama lebih dari 60 tahun dan
saat ini merupakan bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigi
tiruan. Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak
digunakan saat ini dalam pembuatan basis gig tiruan karena bernilai estetis dan
ekonomi, memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik, serta mudah dimanipulasi
demikian, resin akrilik polimerisasi panas masih memiliki kekurangan yaitu mudah
fraktur. ( G Uzun , 2001)
2.2.1 Komposisi
Resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari : (SK Khindria ,2009 ; K Kortrakuljig ,
2008 ; F Foat ,2009)
A. Bubuk
Polimer (poli metal metakrilat)
Initiator : berupa 0,2 – 0,5 % benzoil peroksida
Pigmen : merkuri sulfit atau cadmium sulfit
Plasticizer : dibutil phthalate
Opacifiers : seng atau Titanium oksida
B. Cairan
Monomer (metil metakrilat)
Stabilizer : sekitar 0,006 % hidroquinon untuk mencegah berlangsungnya
polimerisasi selama penyimpanan.
Bahan untuk memacu ikatan silang, seperti etilen glikol dimetakrilat (1 – 2 %)
Gambar 2.2 : Acron MC-GC America,Salah Satu Nama Dagang Resin Akrilik Polimerisasi Panas (Nirwana I, Soekartono RH. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah penambahan glass fiber dengan metode
2.2.2 Manipulasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik polimerisasi
panas yaitu:
a. Perbandingan polimer dan monomer
Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan
berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh
monomer akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul.
Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi pada adonan resin akrilik. (K Kortrakuljig , 2008)
b. Pencampuran
Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampurkan dalam tempat
yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit sampai mencapai fase dough.( SK
Khindria ,2009)
Pada saat pencampuran ada empat tahapan yang terjadi, yaitu:
1. Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir
basah.
2. Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk mulai larut
dalam cairan dan berserat ketika ditarik.
3. Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah diangkat dan tidak
melekat lagi, dimana tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan
adonan ke dalam mould dan kebanyakan dicapai dalam waktu 10 menit.
4. Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak dapat dibentuk
dengan kompresi konvensional.
c. Pengisian
Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah
merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan
permukaan yang kasar, merekat dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat
dipres terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam
mould penuh kemudian dilakukan pres pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5
menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin dibuang, kemudian dilakukan pres
terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama 5 menit. Selanjutnya kuvet
dipasang mur dan dilakukan proses kuring.(K Kortrakuljig : 2008; R Arudanti ,2008)
Namun untuk pengisian adonan dengan cara klasik, tidak perlu dilakukan proses
kuring karena menggunakan resin swapolimerisasi (self curing).
d. Kuring
Kuvet dibiarkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan pada suhu 70
dibiarkan selama 30 menit, dan selanjutnya 100 dibiarkan selama 90 menit. (G
Uzun , 2001)
Proses kuring resin akrilik dilakukan dengan cara mengaplikasikan panas pada
resin dengan merendam kuvet dalam air yang dipanaskan hingga mencapai suhu 70oC
selama 30 menit kemudian dilanjutkan selama 90 menit pada suhu 100oC.
Pengaplikasian panas harus teratur karena reaksi kimia antara monomer dan polimer
bersifat eksotermis. Bila polimerisasi telah dimulai maka suhu resin akrilik akan jauh
lebih tinggi dari airnya dan monomer akan mendidih pada temperatur 212oF atau
100oC, oleh karena itu pada tahap awal proses kuring, suhu air harus dijaga jangan
terlalu tinggi.
Setelah proses polimerisasi selesai kemudian kuvet dibiarkan dingin secara
perlahan hingga sama dengan suhu ruangan. Bahan resin yang telah selesai
berpolimerisasi dikeluarkan dari bahan mold. Selanjutnya dilakukan pemolesan resin
akrilik untuk mendapatkan permukaan yang halus dan mengkilap.
2.2.3 Keuntungan dan Kerugian
Sebagai bahan pembuat gigi tiruan, resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan
beberapa keuntungan: (AB Carr , 2005 ; G Uzun ,2001)
a. Warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya, sehingga memenuhi faktor estetik
b. Dapat dilapis dan dicekatkan kembali
d. Teknik pembuatan dan pemolesannya mudah
e. Biaya murah
Di samping keuntungan tersebut, resin juga memiliki beberapa kerugian:
a. Penghantar suhu yang buruk
b. Dimensinya tidak stabil baik pada waktu pembuatan, pemakaian dan reparasi
c. Mudah terjadi abrasi pada saat pembersihan atau pemakaian
d. Walaupun dalam derajat kecil, resin menyerap cairan mulut sehingga
mempengaruhi stabilitas warna.
2.3 Resin Akrilik Swapolimerisasi
Akrilik ini terdiri dari 2 bagian yaitu bubuk polimer dan cairan monomer. Komposisi bubuk polimer adalah poli( metil metakrilat ), organic peroxide initiator, agen titanium dioksida dan pigmen inorganik ( untuk warna ).(JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ; DB Barbosa , 2007)
2.3.1 Komposisi
Bubuk polimer yaitu poli( metil metakrilat ) adalah resin transparan yang dapat
menyalurkan cahaya dalam range ultraviolet hingga yang mempunyai wavelength
250nm. Ia mempunyai kekerasan dari 18 hingga 20 Knoop Number. Kekuatan
tensilnya dianggarkan dalam 60 Mpa, ketumpatannya adalah 1.19 g/cm2 dan modulus
elasticity dianggarkan 2.4 Gpa (2400 Mpa). (JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003
; DB Barbosa , 2007)
Polimer ini sangat stabil. Ia tidak mengalami diskolorisasi dalam cahaya
ultraviolet, secara kimiawi stabil dalam panas dan melembut pada 125°C dan dapat
dibentuk seperti bahan termoplastik. Depolimerisasi terjadi pada suhu di antara 125°C
dan 200°C. Sekitar suhu 450°C, 90% polimer telah terdepolimerisasi membentuk
monomer. (JM Powers ,2008 ; KJ Anusavice , 2003 ; DB Barbosa , 2007).Poli (metil
metakrilat) mempunyai kecenderungan untuk meresap air melalui proses imbibisi. Ini
karena, struktur non-kristalinnya mempunyai tenaga internal yang tinggi. Jadi, diffusi
molekul dapat terjadi dengan mudah karena tidak memerlukan tenaga aktivasi yang
ditunjukkan oleh Gambar 2.3, ia dapat larut dalam beberapa pelarut organik seperti
kloroform dan aseton.
Gambar 2.3 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat dan poli(metil metakrilat). (From : Craig RG, Powers JM. Restorative Dental Materials. 11th Ed.Missouri : Mosby Inc 2002 : 272)
Komposisi cairan monomer adalah metil metakrilat, hidroquinon inhibitor
untuk mencegah polimerisasi spontan, dimethacrylate atau agen cross linked, organic
amine accelerator dan dyed synthetic fibers ( untuk estetik). Agen cross linked
ditambahkan pada monomer agar terjadi ikatan kovalen antara 2 rantai ketika
berlakunya polimerisasi.
Cross linked polimer akrilik adalah lebih kaku, lebih tahan terhadap perubahan
suhu dan lebih tahan larut dibandingkan dengan polimer yang non cross linked. Cross
linked polimer juga lebih tahan terhadap surface cracking atau crazing didalam mulut
dan tahan terhadap keterlarutan dalam pelarut organik seperti etanol. Ia juga lebih
mudah digrind dan dipolish. Cairan monomer adalah metil metakrilat yaitu suatu
cairan bening pada suhu ruangan yang mempunyai sifat fisikal berikut:
a. Berat molekul : 100 u
b. Suhu lebur : - 48°C
c. Suhu didih : 100.8°C
d. Ketumpatan : 0.945 g/mL pada 20°C
e. Tenaga polimerisasi : 12.9 kcal/mol
Metil metakrilat menunjukkan tekanan uap yang tinggi dan merupakan pelarut
Gambar 2.4 : Gambaran struktur kimia metil metakrilat. (From : Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri: Mosby Elsevier 2008 : 290)
Self cure resin akrilik diaktivasi oleh bahan kimia penurun (reducing agent)
yang disebut initiator yang ditambahkan pada cairan monomer. Bahan kimia ini yang
selalu digunakan adalah tertiary aromatic anime. Reducing agent ini bereaksi dengan
benzoyl peroxide pada suhu kamar untuk menghasilkan radikal bebas peroksida, yang
akan menginisiasi proses polimerisasi monomer. Cara inisiasi radikal bebas untuk
ketiga – tiga jenis resin akrilik ditunjukkan oleh Gambar 2.5.
Gambar 2.5 : Cara inisiasi radikal bebas untuk induksi polimerisasi resin akrilik. (From: Powers JM, Wataha JC. Dental Materials
Properties and Manipulation. 9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008 : 292)
Perbedaan paling jelas antara self cure dan heat cure akrilik adalah pada
proses aktivasi (induksi) polimerisasi. Heat cure diaktivasi oleh panas, sedangkan self
2.4 Penguat
Beberapa pendekatan untuk memperkuat resin akrilik diantaranya dengan modifikasi
secara kimia, penambahan penguat logam dan penambahan serat ke dalam polimetil
metakrilat. (I Nirwana, 2005)
Gigi tiruan berbasis resin akrilik dapat dimodifikasi secara kimia dengan
penggabungan butadiene-styrene rubber dengan metal metakrilat. Modifikasi ini
meningkatkan kekuatan mekanik terutama kekuatan impak sehingga sering disebut
resin high impact.( AWG Walls, 2008)
Penambahan penguat logam pada basis gigi tiruan dapat mempengaruhi daya
tahan resin akrilik terhadap fraktur. Jenis penguat ini jarang digunakan karena kurang
estetis, mudah korosi dan adhesi yang kurang bagus terhadap matriks polimer.( I
Nirwana, 2005)
Faktor yang paling penting dalam kekuatan resin adalah derajat polimerisasi
yang ditunjukkan oleh akrilik tersebut. Lebih tinggi derajat polimerisasi, lebih tinggi
kekuatan akrilik. Self cure akrilik biasanya menunjukkan kekuatan yang kurang
dibandingkan dengan heat cure akrilik karena ia mempunyai level residual monomer yang lebih tinggi. (Wataha Powers JM,2008; Anusavice KJ, 2003; Dhuru VB )
2.4.1 Penguat Serat
Penambahan bahan penguat serat telah diakui dapat meningkatkan sifat mekanis resin
akrilik terutama untuk memperkuat basis gigi tiruan resin akrilik, namun
penggunaannya belum umum di bidang kedokteran gigi. Penambahan serat pada basis
gigitiruan dapat mempengaruhi kekuatan impak, kekuatan transversal (Rohani, 2011)
modulus elastisitas dan daya tahan terhadap fraktur basis gigitiruan resin
akrilik.(http://en.wikipedia.org/wiki/Fiberglass (24 Mei 2012) Terdapat bebebrapa
jenis penguat serat yaitu aramid, karbom, polieter, dan serat kaca.( G Uzun, 2001 ; D
2.4.2 Serat Kaca
2.4.2.1 Pengertian
Serat kaca (fiberglass) adalah kaca cair yang ditarik menjadi serat tipis dengan garis
tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat kaca merupakan material yang terbuat dari serabut-serabut yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat beradhesi dengan
matriks polimer didalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan ikatan yang baik
dengan resin akrilik, oleh karena itu serta kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke
dalam resin akrilik sebagai bahan penguat.
Efektivitas dari serat kaca tergantung dari material yang digunakan, kuantitas
serat dengan matrik polimer, orientasi dari serat, diameter, panjang, adhesi serat
terhadap matriks polimer dan sifat – sifat serat dan polimer.(SI Lee ,2001)
2.4.2.2 Komposisi
Serat kaca mengandung beberapa bahan kimia sebagai komposisinya yaitu :
SiO2 : 55,2 %
Al2O3 : 14,8 %
B2O3 : 7,3 %
MgO : 3,3 %
CaO : 18,7%
K2O : 0,2 %
Na2O3, Fe2O3, F2: 0,3% (HM. Hyer,1998)
ditambahkan pada resin akrilik dapat mempengaruhi kekuatan resin akrilik. Stipho,
dkk (1998) menyimpulkan bahwa penambahan serat kaca pada bahan basis gigi tiruan
konsentrasi yang diberikan lebih dari 1% dapat melemahkan kekuatan transversal
basis gigi tiruan.
2.4.3 Bentuk-bentuk
Serat kaca mempunyai beberapa bentuk diantaranya adalah bentuk batang, anyaman
dan potongan kecil.
2.4.3.1 Batang
Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang
terdiri atas 1.000 – 200.000 serabut serat kaca dan diameternya adalah 3 – 25 μm (gambar 1). Beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan serat kaca pada
bahan basis gigi tiruan resin akrilik akan meningkatkan kekuatan basis gigi tiruan,
tetapi terdapat beberapa kekurangan yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan
serat dengan resin akrilik tidak adekuat.(Lee dkk,2001 ; L. Goguta dkk, 2006 ;
M.Obukuro dkk,2008)
2.4.3.2 Anyaman
Serat kaca bentuk anyaman dapat digunakan untuk mereparasi basis gigi tiruan. Serat
kaca bentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm (gambar 2). Uzun, dkk (1999)
menyatakan bahwa serat kaca berbentuk anyaman yang ditambahkan pada bahan basis
gigi tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan kekuatan transversal. (Uzun G,
1999)
Gambar 2.7 Serat Kaca Bentuk Anyaman (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001)
2.4.3.3 Potongan Kecil
Pemakaian serat kaca berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan dalam
beberapa penelitian. Kelebihan serat kaca berbentuk potongan kecil yaitu lebih praktis
dan lebih tersebar merata pada resin akrilik (gambar 2.3) (Uzun G,1999 ; Lee dkk
2001). Keuntungan menggunakan serat kaca potongan kecil yaitu lebih mudah
menempatkannya pada resin akrilik dan dianggap lebih mewakili ukuran yang cocok
pada saat manipulasi resin akrilik sehingga bentuk ini lebih praktis digunakan.
Lee, dkk (2007) menyatakan bahwa serat kaca berbentuk potongan kecil
berukuran 3 mm yang ditambahkan pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik dapat
meningkatkan kekuatan transversal (Lee,2007). Tacir, dkk (2006) menyatakan bahwa
tiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan menurunkan kekuatan transversal (IH
Tacir dkk, 2006). Valittu (1994) menyatakan bahwa gabungan serat dengan material
resin akrilik akan meningkatkan ketahanan bahan resin akrilik terhadap fraktur dan
kekuatan serat kaca adalah sifat yang penting untuk meningkatkan kekuatan impak
terhadap bahan yang rapuh seperti resin akrilik.(HD Stipho, 1998 ; R Mahalistiyani
,2006). Uzun (1999) menyatakan bahwa dengan menggunakan resin akrilik
polimerisasi panas yang ditambahkan serat kaca akan meningkatkan kekuatan impak.
(D Jagger , 1999) Kanie (2000) menyatakan bahwa kekuatan impak basis gigi tiruan
polimer dengan penambahan serat kaca berbagai betuk lebih besar dari pada basis gigi
tiruan polimer yang tidak ditambahkan serat kaca.Goguta. L (2006) menyatakan
bahwa serat kaca yang ditambahkan pada basis gigitiruan resin akrilik dapat
meningkatkan kekuatan impak. Tacir dkk (2006) menyatakan bahwa penambahan
serat kaca potongan kecil pada resin aklirik dapat meningkatkan kekuatan impak dan
menurunkan kekuatan transversalnya.(IH Tachir, 2006)
Penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik dapat menimbulkan kesulitan
dalam penyatuan serat kaca ke dalam matriks polimer, tetapi masalah ini dapat diatasi
dengan mengubah viskositas campuran antara resin akrilik dan serat kaca dengan cara
merendam serat kaca yang akan digunakan ke dalam sejumlah monomer selama
beberapa menit lalu ditiriskan sehingga serat kaca lebih mudah meresap ke dalam
Gambar 2.8 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil (Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat-cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001)
2.5 Sifat Fisis
Sifat fisis adalah sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan tekanan atau gaya dan
tidak mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Sifat fisis terdiri atas massa jenis,
ekspansi termal, porositas,kekasaran permukaan,dan densitas. (GA Zarb , 2004)
a. Massa Jenis
Resin akrilik memiliki massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini
disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon,
oksigen dan hidrogen. (GA Zarb , 2004)
b. Ekspansi Termal
Koefisien ekspansi termal resin akrilik polimerisasi panas adalah sekitar 80 ppm/oC.
Nilai ini merupakan angka yang cukup tinggi dari kelompok resin. Umumnya hal ini
tidak menimbulkan masalah, namun terdapat kemungkinan bahwa anasir gigi tiruan
porselen yang tersusun pada basis gigi tiruan dapat menjadi longgar dan lepas akibat
perbedaan ekspansi dan kontraksi. (SK Khindria, 2009)
c. Porositas
Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat
mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis gigi tiruan. (Gambar 2.9)
Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigi tiruan yang lebih tebal. Porositas
polimer yang rendah, disertai temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau
a b c d
Gambar 2.9 : Porositas di permukaan dan di dalam basis gigitiruan (IH Tachir,
2006)
a: porositas di permukaan basis gigitiruan
b: porositas di permukaan basis gigitiruan dilihat dengan mikroskop elektron
c: porositas di dalam basis gigitiruan
d: porositas di dalam basis gigitiruan dilihat dengan mikroskope elektron
Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan cairan
yang tidak tepat. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik
yang homogen, penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat, prosedur
pengadukan yang terkontrol dengan baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam
mould yang tepat .(D. Jagger, 1999)
Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga
yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai
90% tergantung dari jenis dan aplikasinya. Porositas suatu bahan dinyatakan dengan
persamaan:
(2.1)
Dengan : P = porositas (%)
= massa awal sampel setelah dikeringkan di dalam oven (g)
= massa setelah direbus dalam air (g)
= massa sampel ketika digantung dalam air (g)
= massa kawat penggantung sampel (g)
(ASTM C 373)
Beberapa peneliti menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki
permukaan yang halus dan mampu mempertahankan pemolesan yang baik selama
jangka waktu pemakaian yang panjang. (PK Vallitu, 1994) Kekasaran permukaan dari
bahan kedokteran gigi yang dipertimbangkan ideal oleh Quirynen dkk. dan Bollen
dkk. adalah mendekati 0,2 μm atau kurang. Untuk resin akrilik, sedikit perbedaan dari 0,2 μm dapat diabaikan. Hal ini disebabkan resin akrilik mengandung monomer sisa
yang memiliki efek sitotoksik terhadap sejumlah bakteri sehingga dapat mengurangi
perlekatan bakteri pada permukaan resin akrilik.(SI Lee, 2007)
Pemolesan gigi tiruan akrilik dapat dilakukan dengan pemolesan mekanis, atau
dengan pemolesan kemis merendam akrilik dalam larutan pemolesan kemis yang telah
dipanaskan. Pemolesan kemis memiliki keuntungan yaitu waktu yang dibutuhkan
lebih singkat. Selain pemolesan mekanis dan kemis, juga dapat digunakan sealant
yang diaktivasi dengan sinar ultraviolet untuk pemolesan. Sofou dkk. (2001)
menyatakan bahwa kekasaran permukaan yang dihasilkan dengan bahan ini sama
dengan yang dihasilkan oleh pemolesan mekanis. Cara ini juga cukup hemat waktu
seperti pemolesan kemis dan Valittu (1996) menemukan bahwa sealant ini
menurunkan tingkat monomer sisa.(Anonymous , 2008) Pfeiffer dan Rosenbauer
(2004) serta Valittu (1996) menyatakan bahwa resin akrilik yang dipoles dengan baik
menunjukkan penurunan pelepasan monomer yang signifikan dibandingkan dengan
yang tidak dipoles.(M. Ferbiani, 2003).
e. Densitas ( Density)
Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin
terdiri dari kumpulan atom – atom ringan, seperti karbon, oksigen, dan hydrogen. (Polat TN, 2003)
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam
hbungannya dapat dituliskan sebagai berikut:
(2.2)
m = massa sampel (g)
v = volume sampel (cm3)
( MM. Ristic, 1979)
f. Monomer sisa
Monomer sisa berpengaruh pada berat molekul rata-rata. Polimerisasi pada suhu yang
terlalu rendah dan dalam waktu singkat menghasilkan monomer sisa lebih tinggi.
Monomer sisa yang tinggi berpotensi untuk menyebabkan iritasi jaringan mulut,
inflamasi dan alergi, selain itu juga dapat mempengaruhi sifat fisik resin akrilik yang
dihasilkan karena monomer sisa akan bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan
resin akrilik menjadi fleksibel dan kekuatannya menurun. Pada akrilik yang telah
berpolimerisasi secara benar, masih terdapat monomer sisa sebesar 0.2 sampai
0.5%.12 Proses kuring yang adekuat pada temperatur tinggi sangat direkomendasikan
untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien yang diketahui memiliki riwayat alergi
terhadap MMA (Metil Metakrilat).
g. Absorbsi air
Resin akrilik polimerisasi panas relatif menyerap air lebih sedikit pada lingkungan
yang basah. Nilai absorbsi air oleh resin akrilik yaitu 0.69%mg/cm2. Absorbsi air oleh
resin akrilik terjadi akibat proses difusi, dimana molekul air dapat diadsorbsi pada
permukaan polimer yang padat dan beberapa lagi dapat menempati posisi di antara
rantai polimer. Hal inilah yang menyebabkan rantai polimer mengalami
ekspansi.12,13 Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1% yang disebabkan oleh
absorbsi air menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0.23%. Sebaliknya
pengeringan bahan ini akan disertai oleh timbulnya kontraksi.
h. Retak
Pada permukaan resin akrilik dapat terjadi retak. Hal ini diduga karena adanya tekanan
tarik (tensile stress) yang menyebabkan terpisahnya molekul-molekul polimer.
Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena stress mekanik, stress akibat perbedaan
ekspansi termis dan kerja bahan pelarut. Adanya crazing (retak kecil) dapat
i. Ketepatan dimensional
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi ketepatan dimensional resin akrilik adalah
ekspansi mold sewaktu pengisian resin akrilik, ekspansi termal resin akrilik, kontraksi
sewaktu polimerisasi, kontraksi termis sewaktu pendinginan dan hilangnya stress yang
terjadi sewaktu pemolesan basis gigi tiruan resin akrilik.
j. Kestabilan dimensional
Kestabilan dimensional berhubungan dengan absorbsi air oleh resin akrilik. Absorbsi
air dapat menyebabkan ekspansi pada resin akrilik. Pada resin akrilik dapat terjadi
hilangnya internal stress selama pemakaian gigi tiruan. Pengaruh ini sangat kecil dan
secara klinis tidak bermakna.
k. Resisten terhadap asam, basa, dan pelarut organic
Resistensi resin akrilik terhadap larutan yang mengandung asam atau basa lemah
adalah baik. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan retaknya protesa. Ethanol juga
berfungsi sebagai plasticizer dan dapat mengurangi temperatur transisi kaca. Oleh
karena itu, larutan yang mengandung alkohol sebaiknya tidak digunakan untuk
membersihkan protesa.
2.6 Analisa Mikrostruktur
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop electron yang banyak
digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan kerena memiliki
kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simple dan mudah,
Gambar 2.10 Tampilan hasil scanning SEM (http://www.microscopy.ethz. ch/sem.htm)
Sem digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis
permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan
didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel. Sem juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data – data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen
atau senyawa.
Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.11. Dua sinar electron digunakan
secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain
adalah CRT (Cathode Ray Tube) member tampilan yang dapat dilihat oleh operator.
Akibat tumbukan pada spesimen dapat dihasilkan satu jenis elekron dan emisi foton.
Sinyal yang terpilih dikoleksi, dideteksi dan dikuatkan untuk memodulasi tingkat
keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka sejumlah besar sinar akan
menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip scanning, maksudnya berkas
elektron diarahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik
ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan
membaca ini disebut dengan scanning.
Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, elektron coloumb dan display
console. Elektron Coloumb merupakan elektron beam scanning.Sedangkan display
console merupakan elektron sekunder yang didalamnnya terdapat CRT. Pancaran
elektron energy tinggi dihasilkan oleh elektron gun yang kedua tipenya berdasar pada
pemanfaaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana pancaran elektron tercapai
dengan pemanasan tungseng atau filament katoda pada suhu 1500 K sampai 3000 K.
Katoda merupakan kutub negative yang dibutuhkan untuk mempercepat tegangan E0
ke anoda yang diground, sehingga elektron yang bermuatan negative dipercepat dari
katoda dan meninggalkan anoda dengan energi E0 kali elektron volt (KeV). pistol
termionik sangat luas penggunaannya karena relative aman untuk digunakan dalam
tabung vakum 10-9 Torr, atau lebih kecil dari pada itu.
Sumber alternative lain dari pistol field emission dimana ujung kawat
wolframtidak membutuhkan pemanasan yang dapat dilakukan pada suhu kamar,
menuju tabung vakum yang dipercepat seperti pada pistol termionik kearah anoda.
Pistol field emission terantung dari permukaan emitter yang secara otomatis bersih,
sehingga harus bekerja pada operasi kevakuman yang ultra tinggi kira – kira 10-9 Torr, namun jika lebih besar maka akan lebih baik. Jarak panjang dari emitter electron
coloumb. Pemnacaran elektron dari elektron coloumb pada chamber harus dipompa
2.7 Analisa Struktur Atom
Energi-dispersif spektroskopi sinar-X (EDS atau EDX) adalah sebuah teknik analisis
yang digunakan untuk elemen analisis atau karakterisasi kimia sampel. Ini adalah
salah satu varian dari fluoresensi sinar-X spektroskopi yang bergantung pada
penyelidikan sampel melalui interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi,
menganalisis sinar-X yang dipancarkan oleh materi dalam menanggapi pukulan
dengan partikel bermuatan.
Kemampuan karakterisasi karena sebagian besar prinsip dasar bahwa setiap
elemen memiliki unit struktur atom yang memungkinkan sinar-X yang merupakan ciri
khas dari struktur atom suatu unsure untuk didefinisikan secara unik dari satu sama
lain. Untuk merangsang emisi sinar-X karakterisasi dari spesimen, sinar energi tinggi
partikel bermuatan seperti elektron atau proton, atau sinar – X, difokuskan ke dalam sampel yang sedang dipelajari. Pada saat istirahat, atom dalam sampel mengadung
keadaaan dasar (atau tereksitasi) elektron ditingkat energi diskrit atau kulit elektron
terikat inti. Balok insiden dapat meningkatkan sebuah elektron dalam shell batin,
mengeluarkannya dari shell sementara menciptakan lubang elektron dimana elektron
itu. Elektron dari luar, energi yang lebih tinggi shell kemudian mengisi lubang, dan
perbedaan energi antara energi yang lebih tinggi shell dan shell energi yang lebih
rendah mungkin akan dirilis dalam bentuk sinar – X. Jumlah dan energi dari sinar – X dipancarkan dari spesiment dapat diukur oleh spektrometer energi disperse. Sebagai
energi dari sinar – X karakteristik dari perbedaan energi antara dua cangkang, dan struktur atom unsure dari mana mereka dipancarkan, ini memungkinkan komposisi
unsure dari specimen yang akan diukur.
Ada empat komponen utama dari setup EDS yaitu sumber sinar, detector sinar
– X, prosesor pulsa, dan analisa. Mikroscope Electron Scanning dilengkapi dengan katoda dan magnetic lensa untuk membuat dan fokus sinar elektron, dan sejak 1960-an
mereka telah dilengkapi dengan kemampuan analisis unsur. Sebuah detektor
digunakan untuk mengkonversi sinar – X energi ketegangan sinyal, informasi ini dikirim ke prosesor pulsa, yang mengukur sinyal dan melewati mereka ke sebuah
analyzer untuk menampilkan data dan analisis. Akurasi dari EDS spectrum dapat
rendah sinar – X ( yaitu EDS detektor tidak dapat mendeteksi unsur – unsur dengan umur atom kurang dari 4, yaitu H, Dia, dan Li). Over – voltage di EDS mengubah puncak ukuran – meningkatkan over – tegangan pada SEM peregeseran spektrum ke energi yang lebih besar, membuat energi yang lebih tinggi dan lebih rendah, lebih
besar puncak – puncak energi yang lebih kecil. Juga banyak unsur akan memiliki puncak yang tumpang tindih (misalnya, Ti K α β dan VK, Mn, dan Fe β K Kα ).
Keakuratan spektrum juga dapat dipengaruhi oleh sifat sampel. Sinar – X dapat dihasilkan melalui setiap atom dalam sampel yang cukup gembira dengan berkas yang
masuk. Sinar – X dipancarkan ke segala arah sehingga mereka munkin tidak semua lolos sampel. Kemungkinan sinar – X melarikan diri specimen, dan dengan demikian yang tersedia untuk mendeteksi dan mengukur, tergantung pada energi sinar – X dan jumlah dan kepadatan bahan tersebut harus melewati. Hal ini dapat mengakibatkan
akurasi berkurang dalam sampel homogen dan kasar.
Dengan biaya-biaya dari Scanning Electron Microscopes (SEM) yang turun
dalam beberapa tahun terakhir, SEM berubah melebihi pusat bursa yang berkisar pada
pusat-pusat penelitian, universitas, pusat-pusat analisis, dan sebagainya menjadi suatu
alat yang aplikasinya lebih luas yang mencakup sekolah-sekolah tinggi dan divisi
pengendalian mutu dari banyak industri. Demikian juga dengan munculnya
kebutuhan untuk memahami komposisi dan distribusi dari unsur-unsur disamping
untuk mengamati bentuk material, sekarang telah lazim untuk bisnis dan
organisasi-organisasi memperkenalkan alat analisa „Energy Dispersive X-Ray‟ (EDX).
SEM dan EDX telah dirancang secara konvensional untuk penggunaannya
oleh ahli teknologi analitis. Akan tetapi, dengan perkembangan bursa dari SEM/EDX
yang cepat, dibutuhkan perkembangan untuk meningkatkan kemampuan dari alat-alat
ini sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh ahli mesin yang bekerja dalam
pengendalian mutu. Juga dengan kemajuan dalam bidang elektronik, operasi
SEM/EDX telah berubah dari analog menjadi operasi digital, dengan pengatur alat dan
pengolahan data yang dilakukan oleh computer. Biasanya, suatu sistem operasi
WindowsTM dan aplikasi Windows digunakan, membuat lingkungan system yang
Berdasarkan pada kebutuhan dan perubahan bursa dalam lingkungan
teknologi, maka dibuatlah SEM-EDX yang merupakan suatu system analisis yang
menggabungkan SEM dan EDX menjadi satu unit.
2.7.1 Prinsip Kerja SEM – EDS
SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar electron berenergi
tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan kemudian
mendeteksi „secondary electron‟ dan „backscattered electron‟ yang dikeluarkan.
‘Secondary electron’ berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur dalam sampel.
„Backscattered electron‟ terlepas dari daerah sampel yang lebih dalam dan
memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.
Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi
pada sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari
atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi
spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel.
Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara kunci:
elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder, yang
cenderung menekankan sifat topografi spesimen
elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar dengan tingkat
tinggi nomor atom kontras (Z)
atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell, yang
mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi. Sinar-X
dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa pM atas
sampel ( Martinez, 2010 ).
Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi yang
lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan lubang
elektron dalam struktur elektronik atom.Elektron dari kulit, energi luar yang lebih
tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan
sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray emisi dapat dianalisis
untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai contoh, kehadiran tembaga
ditunjukkan oleh dua K puncak disebut demikian (K dan K α β) pada sekitar 8,0 dan 8,9
keV dan puncak α L pada 0,85 eV. Dalam unsur-unsur berat seperti tungsten, sebuah
ot transisi yang berbeda yang mungkin dan banyak puncak karena itu hadir( Irawan,
2010 ).
Energy Dispersive X-ray (EDX) analisis adalah alat yang berharga untuk analisis kuantitatif dan kualitatif elemen. Metode ini memungkinkan cepat dan analisis
kimia non-destruktif dengan resolusi spasial dalam rezim mikrometer. Hal ini
didasarkan pada analisis spektral radiasi sinar-X karakteristik yang dipancarkan dari
atom sampel pada iradiasi dengan berkas elektron difokuskan dari SEM. Dalam sistem
kami spektroskopi dari foton sinar-X dipancarkan dilakukan oleh detektor-Li Si
dengan resolusi energi sekitar 150 eV pada 5 mm jarak kerja( Martinez, 2010 ).
2.7.2 Aplikasi
SEM-EDX adalah nama (dispersive X-ray spektroskopi) energi analisis yang
dilakukan dengan menggunakan SEM . Alat dipakai umumnya untuk aplikasi yang
cukup bervariasi pada permasalahan eksplorasi dan produksi migas, termasuk
didalamnya: Evaluasi kualitas batuan reservoir melalui studi diagnosa yang meliputi
identifikasi dan interpretasi keberadaan mineral dan distribusinya pada sistem
porositas batuan. Investigasi permasalahan produksi migas seperti efek dari clay
minerals, steamfloods dan chemical treatments yang terjadi pada peralatan pemboran,
gravelpacks dan pada reservoir Identifikasi dari mikrofosil untuk penentuan umur dan
lingkungan pengendapan ( Taufik, 2008 ).
Instrumen ini sangat cocok untuk berbagai jenis investigasi. Hal ini mungkin
untuk menyelidiki misalnya struktur serat kayu dan kertas, logam.permukaan fraktur,
produksi cacat di karet dan plastic. Detail terkecil yang dapat dilihat pada gambar
SEM adalah 4-5 nm (4-5 sepersejuta milimeter). Detail terkecil yang dapat dianalisis
Hampir sama dengan SEM hanya saja pada SEM EDX merupakan dua
perangkat analisis yang digabungkan menjadi satu panel analitis sehingga
mempermudah proses analitis dan lebih efisien. Pada dasarnya SEM EDX merupakan
pengembangan SEM. Analisa SEM EDX dilakukan untuk memproleh gambaran
permukaan atau fitur material dengan resolusi yang sangat tinggi hingga memperoleh
suatu tampilan dari permukaan sampel yang kemudian di komputasikan dengan
software untuk menganalisis komponen materialnya baik dari kuantitatif mau pun dari
kualitalitatifnya.Daftar berikut ini merangkum fungsi yang berkontribusi pada
operabilitas luar biasa dari SEM-EDX.
1. Menu Fungsi ini digunakan untuk mengatur secara bersamaan, menyimpan,
dan mengingat parameter untuk analisis SEM dan EDX.
2. Kondisi pengukuran EDX dapat diatur dari Unit SEM (Spektral pengukuran,
multi-titik pengukuran, pemetaan, tampilan menganalisis elemen pada SEM
monitor).
3. Image data yang diperoleh dengan SEM dapat digunakan sebagai data dasar
untuk EDX.
4. Menetapkan kondisi untuk unit SEM secara otomatis dipindahkan ke unit
EDX( Rahmat, 2010 ).