ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM
AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN
TIGABINANGA KABUPATEN KARO)
Rika Andriyani Purba 061201025
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM
AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN
TIGABINANGA KABUPATEN KARO)
SKRIPSI
Oleh:
Rika Andriyani Purba 061201025
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM
AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGA
BINANGA KABUPATEN KARO)
SKRIPSI
Oleh :
Rika Andriyani Purba 061201025/ Manajemen Hutan
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Finansial Kemiri Rakyat Dalam Sistem Agroforestry
(Studi Kasus: Desa Perbesi Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)
Nama : Rika Andriyani Nim : 061201025 Program Studi : Kehutanan
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Oding Affandi, S.Hut, MP) (Agus Purwoko S.Hut, M.Si)
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
RIKA ANDRIYANI PURBA. Analisis Finansial Kemiri Rakyat dalam Sistem
Agroforestry (Studi Kasus Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo). Dibawah bimbingan ODING AFFANDI dan AGUS PURWOKO. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pola pengelolaan tanaman kemiri secara agroforestry dan monokultur serta menganalisis finansial dengan budidaya
agroforestry dan monokultur kemiri di Desa Perbesi Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis finansial dengan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio
(BCR) dan Internal Rate of Return (IRR).
Hasil penelitian menunjukkan budidaya kemiri rakyat dalam sistem
agroforestry dengan tiga pola kombinasi 1: monokultur kemiri; 2 agroforestry
kemiri dengan tanaman musiman; 3 agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan yang menghasikan nilai NPV, BCR dan IRR yang bervariasi. Pola kombinasi kedua menghasilkan nilai NPV, BCR dan IRR yang paling tinggi. Pada lahan 1 Ha pola kombinasi ini dapat mengasilkan NPV sebesar Rp 18.105.165, BCR 3,35432 dan IRR 27,386% dengan tingkat suku bunga yang berlaku 15 %. Berdasarkan ketiga kriteria investasi ketiga pola kombinasi layak secara finansial dan yang paling optimal adalah pola kombinasi yang kedua.
ABSTRACT
RIKA ANDRIYANI PURBA. The Financial Analysis of ‘Kemiri” Cultivation in Agroforestry System (Case Study in Perbesi’s village, Subdistrict Tiga Binanga, District of Karo). Under Academic Supervision of ODING AFFANDI and
AGUS PURWOKO.
This research aim to explain various pattern of “kemiri” combination, to elaborating the elegibility level of financial “kemiri” and explain the pattern of “kemiri” combination that giving elegibility financial as an optimal in agroforestry system in Perbesi’s village, subdistrict Tiga Binanga, district of Karo. Analysis method was discsiptive and financial analysis with the criterion of Net Present Value ( NPV ), Benefit Cost Ratio ( BCR ), and Internal Rate of Return ( IRR ).
The results of research mention that “kemiri” cultivation in agroforestry system three combination pattern (1.”monoculture kemiri, 2. “kemiri with the annual crop, 3. “kemiri” with the parenial crop) yielding value NPV, BCR and IRR which vary. The second combination pattern yield the higest value of NPV, BCR and IRR. At 1 Ha farm, this combination pattern could yield the NPV of equal to Rp. 18.105.165, BCR 3,35432 and IRR 27,386% with the level of interest rate 15 %. Based on three investment criterion, the most optimal was second combination pattern.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rika Andriyani Purba dilahirkan di Medan pada tanggal
17 Maret 1988 dari Ayah S.K Purba dan Ibu A. Sembiring. Penulis merupakan
putri pertama dari 3 bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negri 4 Medan dan pada tahun 2006
lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi
Manajemen Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil skripsi yang
berjudul “Analisis Finansial Kemiri Rakyat dalam Sistem Agroforestry (Studi Kasus: Desa Perbesi Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis finansial komoditi kemiri yang
ditanam petani pada lahan agroforestry dibandingkan dengan pola tanam monokultur dengan berbagai pola yang diterapkan petani.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis. Penulis menyampaikan terima
kasih kepada Bapak Oding Affandi S.Hut, M.P sebagai ketua komisi pembimbing
serta Bapak Agus Purwoko S.Hut, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing
yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada
penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada akhir
ujian. Khusus untuk Kepala Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten
Karo Bapak Faedah Ginting yang telah memberikan izin untuk penulis melakukan
pengambilan dan pengumpulan data.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf
pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan serta semua rekan mahasiswa
khususnya manajemen hutan stambuk 2006. Penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, September 2011
DAFTAR ISI
Perumusan Masalah... 3
Tujuan Penelitian... 4
Manfaat Penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Kehutanan ... 5
Hutan Rakyat ... 5
Deskripsi Tanaman Kemiri... 6
Budidaya Kemiri ... 8
Kegunaan ... 12
Agroforestry ... 13
Pola Pengkombinasian Komponen Agroforestry ... 16
Analisis Finansial ... 18
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu... 21
Alat dan Bahan ... 21
Objek dan Data Penelitian ... 21
Populasi Penelitian ... 22
Teknik dan Tahapan Pengumpulan Data... 22
Pengolahan data... 23
Matriks Metodologi ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Tiga Binanga ... 27
Desa Perbesi ... 28
Karakteristik Responden ... 29
Kemiri dengan Pola Monokultur ... 33
Kemiri dengan Pola Agroforestry dengan Tanaman Musiman ... 34
Kemiri dengan Pola Agroforestrydengan Tanaman Tahunan... 35
Analisis Finansial Budidaya Kemiri dalam sistem Agroforestry dan Monokultur... 36
Net Present Value ... 37
Benefir Cost Ratio ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan... 43 Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Matriks metodologi yang digunakan dalam proses penelitian... 26
2. Luas wilayah menurut Desa di Kecamatan Tiga Binanga ... 27
3. Nilai NPV budidaya kemiri rakyat
dalam sistem monokulturdi Desa Perbesi selama 15 tahun ... ... 33
4. Nilai BCR budi daya kemiri rakyat dalam
Pola agroforestry kemiri dengan tanaman semusim di
Desa Perbesi selama 15 tahun... ... 34
5. Nilai IRR budi daya kemiri rakyat dalam
Pola agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan di
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kemiri dengan pola monokultur ... 29
2. Kemiri dengan pola agroforestry dengan tanaman musiman... 30
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Contoh kuisioner penelitian ...44
2. Analisis biaya dan manfaat pola kombinasi budidaya kemiri dalam sistem agroforestry dengan tanaman semusim jagung di Desa Perbesi...57
3. Analisis biaya dan manfaat pola kombinasi budidaya kemiri dalam sistem agroforestry dengan tanaman tahunan coklat di Desa Perbesi ...58
4. Analisis biaya dan manfaat pola budidaya sistem monokulturkemiridi Desa Perbesi ...59
5. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR, dan InternalRate of Return (IRR) usaha kemiri dalam sistem agroforestry dengan tanaman semusim jagung di Desa Perbesi...60
6. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR,dan Internal Rate of Return (IRR) usaha kemiri sistem agroforestry dengan tanaman tahunan coklat di Desa Perbesi ...61
7. Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR, dan Internal Rate of Return (IRR) usaha budidaya sistem monokultur Kemiri di Desa Perbesi...62
8. Peta Kecamatan Tiga Binanga. ...63
9. Peta Kabupaten Karo. ...64
ABSTRAK
RIKA ANDRIYANI PURBA. Analisis Finansial Kemiri Rakyat dalam Sistem
Agroforestry (Studi Kasus Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo). Dibawah bimbingan ODING AFFANDI dan AGUS PURWOKO. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pola pengelolaan tanaman kemiri secara agroforestry dan monokultur serta menganalisis finansial dengan budidaya
agroforestry dan monokultur kemiri di Desa Perbesi Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis finansial dengan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio
(BCR) dan Internal Rate of Return (IRR).
Hasil penelitian menunjukkan budidaya kemiri rakyat dalam sistem
agroforestry dengan tiga pola kombinasi 1: monokultur kemiri; 2 agroforestry
kemiri dengan tanaman musiman; 3 agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan yang menghasikan nilai NPV, BCR dan IRR yang bervariasi. Pola kombinasi kedua menghasilkan nilai NPV, BCR dan IRR yang paling tinggi. Pada lahan 1 Ha pola kombinasi ini dapat mengasilkan NPV sebesar Rp 18.105.165, BCR 3,35432 dan IRR 27,386% dengan tingkat suku bunga yang berlaku 15 %. Berdasarkan ketiga kriteria investasi ketiga pola kombinasi layak secara finansial dan yang paling optimal adalah pola kombinasi yang kedua.
ABSTRACT
RIKA ANDRIYANI PURBA. The Financial Analysis of ‘Kemiri” Cultivation in Agroforestry System (Case Study in Perbesi’s village, Subdistrict Tiga Binanga, District of Karo). Under Academic Supervision of ODING AFFANDI and
AGUS PURWOKO.
This research aim to explain various pattern of “kemiri” combination, to elaborating the elegibility level of financial “kemiri” and explain the pattern of “kemiri” combination that giving elegibility financial as an optimal in agroforestry system in Perbesi’s village, subdistrict Tiga Binanga, district of Karo. Analysis method was discsiptive and financial analysis with the criterion of Net Present Value ( NPV ), Benefit Cost Ratio ( BCR ), and Internal Rate of Return ( IRR ).
The results of research mention that “kemiri” cultivation in agroforestry system three combination pattern (1.”monoculture kemiri, 2. “kemiri with the annual crop, 3. “kemiri” with the parenial crop) yielding value NPV, BCR and IRR which vary. The second combination pattern yield the higest value of NPV, BCR and IRR. At 1 Ha farm, this combination pattern could yield the NPV of equal to Rp. 18.105.165, BCR 3,35432 and IRR 27,386% with the level of interest rate 15 %. Based on three investment criterion, the most optimal was second combination pattern.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan hutan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar
kawasan hutan sangat penting karena hutan merupakan sumber kehidupan antara
lain sebagai sumber pangan, obat-obatan dan penghasilan bagi masyarakat.
Ketergantungan masyarakat terhadap hutan semakin besar sehingga diperlukan
upaya-upaya melibatkan masyarakat dalam kegiatan kehutanan sehingga hasil dari
hutan dapat tetap terjaga dan lestari.
Hutan rakyat menyimpan potensi yang sangat berarti dalam pengelolaan
hutan nasional. Hal tersebut antara lain ditunjukkan oleh dimasukkannya hitungan
potensi hasil hutan rakyat dalam penyediaan bahan baku industri. Keyakinan
tersebut semakin bertambah sejak disadarinya terjadi penurunan potensi hutan
negara secara pasti, baik yang berasal dari hutan alam maupun tanaman.
Pemahaman dan keyakinan itu sepatutnya disyukuri yang diwujudkan dalam
bentuk perhatian dan langkah tindak yang mengarah kepada peningkatan kinerja
usaha hutan rakyat (Hardjanto, 2001).
Kemiri (Aleurites mollucan) merupakan salah satu tanaman serba guna (Multi Purpose Tree Spesies) yang termasuk famili euphorbiaceae. Tanaman kemiri dikenal sebagai penghasil biji yang dimanfaatkan untuk bumbu masak,
bahan baku industri seperti cat, pernis, sabun, pengawet kayu, pembuatan lilin,
obat-obatan dan kosmetik (Sunanto, 1994).
Kayu kemiri ringan (berat jenis kering udara 0,31) dengan kelas awet V
dan kelas kuat IV, dapat dibuat kayu lapis, peti, korek api, dan peralatan rumah
dapat dimanfaatkan untuk bahan obat nyamuk bakar dan arang. Ampas dari
pengolahan minyak dapat digunakan untuk pakan ternak dan pupuk tanaman
karena mengandung unsur NPK yang cukup tinggi. Selain itu pohon kemiri dapat
berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah dan air terutama di Daerah Aliran
Sungai (DAS) serta daerah bertopografi miring atau curam.
Kemiri menjadi sumber dana cadangan untuk menutupi kebutuhan
masyarakat. Biji kemiri tahan disimpan sampai dua tahun, sehingga
memungkinkan petani untuk menjualnya pada saat dibutuhkan. Kemiri
merupakan komoditi yang mempunyai prospek pasar yang cukup luas, baik di
dalam maupun di luar negeri. Kemiri mempunyai nilai ekonomi tinggi sebagai
bahan produk mulai dari penyedap makanan sampai bahan baku industri dan
perabot rumah tangga. Produk kemiri dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak,
obat-obatan, minyak kemiri untuk perawatan rambut dan kecantikan, bahan baku
industri sabun dan cat, kayu bakar, korek api, perabot rumah tangga, papan
pengepak, pulp, dan vinir kayu lapis.
Prospek yang baik terhadap permintaan kemiri dari dalam dan luar negeri
belum dibarengi dengan peningkatan produktivitas tanaman kemiri maupun
pendapatan petani. Penurunan jumlah areal tersebut diduga disebabkan oleh sikap
petani kemiri yang tidak merasakan keuntungan dari usaha kemiri, sehingga
mengkonversinya menjadi lahan pertanian lain yang lebih menguntungkan seperti
menjadi lahan tanaman semusim seperti jagung dan tanaman tahunan seperti
coklat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan kajian analisis finansial
Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah prospek yang baik
terhadap permintaan kemiri dari dalam dan luar negeri belum atau tidak dibarengi
dengan peningkatan produktivitas tanaman kemiri maupun pendapatan petani,
penurunan jumlah areal tersebut diduga disebabkan oleh sikap petani kemiri yang
tidak merasakan keuntungan dari usaha kemiri, sehingga mengkonversinya
menjadi lahan pertanian lain yang lebih menguntungkan. Menurut Sunanto (1994)
tahun 1988 luas areal tanaman kemiri di Sumut mencapai 5095 hektar dengan
produksi 2.385 ton. Kemudian di tahun 1989 luas arealnya naik 4,2 % (5310 ha)
dan kenaikan produksi 2,5% (2445 ton). Tahun 1990 terjadi lagi kenaikan luas
areal dan produksinya mencapai 25,2% (6649 ha) dan 24,1% (8345 ton). Namun
pada tahun 1991 terjadi penurunan sebesar 53,1% (3123 ha) luas areal, dan
produksi menurun 60,8% yakni menjadi 3266 ton.
Kemiri sebagai sumber pendapatan tetap rumah tangga telah dirasakan
sejak lama. Kemiri merupakan faktor pengaman ekonomi rumah tangga.
Meskipun kontribusi kemiri saat ini terhadap total pendapatan rumah tangga
semakin menurun, namun sangat strategis terhadap kelangsungan ekonomi
masyarakat. Di lokasi penelitian yaitu Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga,
Kabupaten Karo juga mengalami pengurangan areal hutan rakyat kemiri. Pada
umumnya areal hutan kemiri dikonversi menjadi lahan tanaman pertanian. Atas
permasalahan di atas maka diperlukan penelitian analisis finansial pada tanaman
Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan pola pengelolaan tanaman kemiri secara agroforestry dan monokultur.
2. Analisis finansial dengan budidaya agroforestry dan monokultur kemiri.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi masyarakat di Kecamatan Tiga Binanga agar dapat
menerapkan pola pengelolaan tanaman kemiri dengan tanaman tahunan dan
tanaman semusim dalam sistem agroforestry yang memberikan kelayakan secara finansial.
2. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari para pembaca tentang
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan dan Kehutanan
Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta
tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka ragam warna yang
berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Dari sudut pandang
ekonomis, hutan merupakan tempat menanam modal dalam jangka panjang yang
sangat menguntungkan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dari sudut
pandang ekologi hutan merupakan suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang
dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan
keadaan di luar hutan. Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1967, hutan
diartikan sebagai lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara menyeluruh
merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Kehutanan adalah suatu kegiatan yang bersangkut paut dengan
pengelolaan ekosistem hutan dan pengurusannya, sehingga ekosistem tersebut
mampu memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Tujuan pembangunan
kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan ke dalam pengelolaan yang
terdiri atas, pengelolaan hutan produksi berfungsi ekonomi dan ekologi yang sama
kuat atau seimbang, pengelolaan hutan konservasi yang berfungsi ekologi dan
pengelolaan hutan kebun kayu sebagai fungsi ekonomi (Arief, 2001).
Hutan Rakyat
Hutan rakyat secara swadaya merupakan alternatif yang dipilih untuk
mengatasi masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup, selain itu pengaruh
positif yang lain adalah terpeliharanya sumberdaya alam (konservasi tanah dan
dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), mengurangi terjadinya
kerusakan hutan akibat penebangan liar dan penyerobotan tanah. Kombinasi
berbagai jenis tanaman memungkinkan pemetikan hasil secara terus menerus dan
memungkinkan terbentuknya stratifikasi tajuk sehingga mencegah erosi tanah dan
hempasan air hutan (Arief, 2001).
Pengusahaan hutan rakyat adalah suatu usaha yang meliputi kegiatan:
produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan kelembagaan. Sebagaimana diketahui
bahwa hutan rakyat sampai saat ini diusahakan oleh masyarakat di pedesaan,
sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada perekonomian
desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan
masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara tidak langsung berpengaruh pada
perekonomian desa. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan
sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih
dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena
pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan. Usaha hutan
rakyat pada umumnya dilakukan oleh keluarga petani kecil biasanya subsistem
yang merupakan ciri umum petani Indonesia (Hardjanto, 2001).
Deskripsi Tanaman Kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana) termasuk dalam kelompok tanaman tahunan. Umur produktif tanaman ini 25 - 40 tahun. Tanaman ini termasuk dalam
Secara sistematis klasifikasinya sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatopphyta
Sub Divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Archichlamydae
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Aleurites
Spesies : Aleurites moluccana
Kemiri (Aleurites moluccana) adalah sebagai sumber minyak dan rempah-rempah. Tumbuhan ini masih sekerabat
dengan . Dalam perdagangan
antarnegara dikenal sebagai candleberry, indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat
dan dikenal sebagai
Tanaman ini sekarang sudah tersebar luas di daerah-daerah tropis. Tinggi
tanaman ini mencapai sekitar 15 - 25 m.
Kacangnya memiliki diameter sekitar 4 - 6 cm, biji yang terdapat di dalamnya
memiliki lapisan pelindung yang sangat keras dan mengandung minyak yang
cukup banyak, yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
Kemiri (Aleurites moluccana) berasal dari Kepulauan Maluku, dan dan dari Malaysia. Tanaman ini menyebar dari sebelah timur Asia hingga Kepulauan
Luasnya penyebaran kemiri di nusantara terlihat juga dari beragamnya nama
daerahnya. Di Sumatera, kemiri disebut kereh, kemili, kembiri, tanoan, kemiling,
atau buwa kare sedangkan di Jawa, disebut midi, pidekan, miri, kemiri, atau
muncang (Sunda) sedangkan di Sulawesi, disebut wiau, lana, boyau, bontalo
dudulaa atau saketa.
Kemiri merupakan komoditi yang mempunyai prospek pasar yang cukup
luas, baik di dalam maupun di luar negeri. Kemiri mempunyai nilai ekonomi
tinggi sebagai bahan produk mulai dari penyedap makanan sampai bahan baku
industri dan perabot rumah tangga. Produk kemiri dapat dimanfaatkan sebagai
bumbu masak, obat-obatan, minyak kemiri untuk perawatan rambut dan
kecantikan, bahan baku industri sabun dan cat, kayu bakar, korek api, perabot
rumah tangga, papan pengepak, pulp, dan vinir kayu lapis (Yusran, 2005).
Budidaya Kemiri
Pohon kemiri dapat tumbuh dengan baik pada tanah kapur,
tanah berpasir di pantai. Tetapi tanaman kemiri dapat juga tumbuh pada
tanah-tanah podsolik yang kurang subur sampai yang subur dan pada tanah-tanah-tanah-tanah
latosol. Pohon kemiri tumbuh dan berproduksi baik pada ketinggian 0 - 800 m di
atas permukaan laut, walaupun di beberapa tempat dapat juga tumbuh pada
ketinggian sampai 1200 m di atas permukaan laut. Tanaman kemiri dapat tumbuh
pada lahan yang berkonfigurasi datar, bergelombang dan yang bertebing yang
curam. Ditinjau dari kondisi iklimnya, tanaman kemiri dapat tumbuh di
daerah-daerah yang beriklim kering dan daerah-daerah-daerah-daerah yang beriklim basah. Dengan
demikian tanaman kemiri dapat tumbuh di daerah-daerah yang memiliki curah
Tanaman kemiri dapat dikembangbiakkan melalui 3 cara yaitu dengan
cara generatif, vegetatif dan dengan cara sambungan. Pengembangan tanaman
kemiri sebenarnya dapat dilakukan dengan penanaman biji secara langsung di
lapangan. Namun penanaman biji secara langsung ini persentase tumbuhnya
relatif kecil jika dibandingkan dengan melalui penyemaian.
a. Penyiapan lahan
Lahan yang akan dipakai untuk budidaya tanaman kemiri harus bersih dari
gulma dan dari tanaman yang tidak bermanfaat. Sebab gulma tersebut dapat
mengganggu pertumbuhan dari tanaman kemiri tersebut. Jarak tanam untuk
tanaman kemiri sesuai dengan tujuannya, bila usaha budidaya kemiri
ditujukan untuk menghasilkan biji, maka jarak tanamnya adalah 10 x 10 m,
sedangkan bila untuk menghasilkan kayu untuk pulp, jarak tanamnya lebih rapat yaitu 4 x 4 m.
Lakukan pengajiran sesuai dengan jarak tanam yang akan dipakai,
pengajiran harus lurus muka, belakang dan kesamping kiri kanan. Pada ajir
dibuat lobang dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. Pada saat menggali lubang,
sebagian tanah galian lapisan atas harus dipisahkan. Kemudian tanah galian
lapisan bawah dicampur dengan pupuk kandang secara merata dengan
perbandingan 1 : 1. Jika penanam di musim kemarau, lobang dapat langsung
ditimbun dengan campuran media di atas, dan bibit dapat segera ditanam. Bila
musim hujan, sebaiknya campuran tanah dan pupuk kandang tersebut
dibiarkan sementara waktu di dekat lubang tanam. Tujuannya adalah untuk
menurunkan kemasaman tanah. Setalah campuran tanah mengering sudah
b. Cara Tanam
Lahan yang akan digunakan untuk usaha budidaya kemiri sebaiknya bersih
dari tanam-tanaman yang kurang bermanfaat seperti gulma sebab tanaman
tersebut dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kemiri tersebut. Ukuran
lubang tanam yang baik untuk tanaman kemiri adalah 60 x 60 x 60 cm. pada
saat menggali lubang tanaman, sebagian tanah galian lapisan atas harus
disendirikan kemudian tanah galian lapisan bawah dicampur merata dengan
pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Cara menanam bibit kemiri di
lubang tanam adalah sebagai berikut:
- Pada lubang-lubang tanam yang telah diiisi dengan tanah dan pupuk
tersebut dibuatkan lubang-lubang kecil yang ukurannya sebesar kantong
plastik (polibag) dari bibit kemiri yang akan ditanam tersebut.
- Lepaskan bibit-bibit kemiri tersebut dari polibag dengan hati-hati. Cara
melepaskan polibag dapat dilakukan dengan diiiris atau digunting salah
satu sisinya. Pada saat membuka polibag diusahakan agar perakaran tidak
rusak.
- Setelah bibit kemiri dilapaskan dari polibagnya, kemudian bibit kemiri
tersebut dapat ditanam pada lubang tanam yang telah tersedia.
- Penanaman bibit harus diusahakan agar perakarannya teratur dan terbuka,
yaitu denga cara menimbun tanah sedemikian rupa sehingga permukaan
media tumbuh ketika masih dalam polibag sama dengan permukaan media
tumbuh bibit tanaman di lapangan dan lebih rendah daripada permukaan
c. Pemeliharaan
- Pengendalian gulma dan tanaman penggangu lainnya dilakukan pada saat
kemiri berumur 1 - 3 tahun terutama adalah menjaga agar di sekitar batang
pokok tanaman tidak ditumbuhi oleh gulma atau tanaman penggangu
lainnya. Cara mengatasi secara teknis adalah setiap 3 bulan sekali
mencabut gulma atau tanaman pengganggu lainnya. Pada saat
membersihkan gulma sekaligus juga dapat dilakukan pendangiran supaya
aerasi tanahnya tetap baik.
- Penyiraman dilakukan pada saat tanaman kemiri berumur 1 - 3 tahun. Pada
saat musim kemarau, tanaman kemiri pada umur tersebut perlu disiram
tiap hari, khususnya setelah dilakukan pemupukan.
- Pemupukan perlu dilakukan secara rutin agar produksi buahnya menjadi
lebih baik. Pemupukan dapat dilakukan denga pupuk kandang (organik)
ataupun pupuk kimia (anorganik). Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan
setahun sekali. Cara pemupukan adalah dengan menggali tanah melingkari
batang pohon tanaman sedalam 40 cm sedikit di luar lingkaran tajuk daun.
Pupuk kandang dimasukkan dalam galian tersebut secara merata denga
permukaan 10 cm di bawah permukaan tanah, kemudian ditimbun tanah
lagi. Pemberian pupuk kandang akan menambah kesuburan tanah dan
memperbaiki kondisi fisik tanah.
- Pemangkasan pada tanaman kemiri sebaiknya dilakukan pada awal atau
pada waktu musim hujan karena untuk pembentukan tunas-tunas baru
memerlukan banyak air. Pemangkasan juga harus diikuti dengan
lemah, rusak, sakit dan yang terlalu berdesakan supaya peredaran udara
cukup dan mendapat cukup sinar matahari.
- Pengendalian hama tanaman kemiri dapat dilakukan secara mekanik
maupun secara kimiawi. Pengendalian hama secara mekanik dapat
dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang bagian
tanaman yang terserang oleh hama tersebut. Dengan cara kimiawi adalah
dengan menggunakan bahan kimia. Sedangkan cara pengendalian penyakit
tanaman kemiri yang sering menyerang kemiri dapat dilakukan dengan
cara membersihkan kebun dari semak belukar dan memangkas
bagian-bagian tanaman yang terserang oleh penyakit tersebut.
Kegunaan
Kemiri memiliki kesamaan dalam rasa dan tekstur yang juga memiliki
kandungan minyak yang hampir sama. Kemiri sedikit beracun ketika mentah.
Kemiri sering digunakan dalam
Pulau
sayuran dan nasi.
Beberapa bagian dari tanaman ini sudah digunakan dalam
tambahan dalam perawatan rambut (untuk menyuburkan rambut). Di
kulit kayunya telah digunakan untuk
dengan arang, lalu diolesi di sekitar
Jawa, kulit batangnya digunakan unt
Kemiri yang sudah matang dijadikan pasta digunakan sebagai
Penanaman kemiri modern kebanyakan hanya untuk memperoleh
minyaknya. Dalam setiap penanaman, masing-masing pohon akan menghasilkan
sekitar 30 - 80 kg kacang kemiri, dan sekitar 15 - 20% dari berat tersebut
merupakan minyak kemiri. Kebanyakan minyak yang dihasilkan digunakan secara
lokal, tidak diperdagangkan secara internasional.
Agroforestry
Agroforestry dapat diartikan sebagai pola budidaya tanaman di lahan hutan atau diantara tanaman hutan. Adapun hakekatnya adalah upaya menanam tanaman
budidaya diantara tanaman hutan sebagai tanaman pokok atau tanaman utama.
Pengertian agroforestry menurut Sardjono (2003) agroforestry hanyalah sebuah istilah kolektif (collective term) dari berbagai bentuk pemanfaatan lahan terpadu (kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan) yang ada di berbagai tempat di
belahan bumi, tidak terkecuali yang dapat dijumpai di negara-negara berkembang
wilayah tropis sebagaimana di Indonesia. Pemanfaatan lahan tersebut secara
tradisional telah dikembangkan/dipelihara oleh masyarakat lokal (local communities).
Agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman
tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi
ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya ,
menurut Huxley (1999) dalam Sundawati (2008). Sistem agroforestry tidak hanya dipraktekkan oleh masyarakat di Indonesia tetapi juga di berbagai negara di Asia
Agroforestry, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan
sistem agroforestry yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestry berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat bahwa petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek). Dengan
demikian kajian agroforestry tidak hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga masalah sosial, ekonomi dan budaya yang selalu berubah
dari waktu ke waktu, sehingga agroforestry merupakan cabang ilmu yang dinamis (Arifin, 2003).
Pengklasifikasian agroforestry yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen yang menyusunnya.
Komponen penyusun utama agroforestry adalah komponen kehutanan, pertanian, dan/atau peternakan. Ditinjau dari komponennya, agroforestry dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems)
Agrisilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang
(tree crops) dan tanaman non-kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). Dalam agrisilvikultur, ditanam pohon serbaguna atau pohon dalam rangka fungsi
lindung pada lahanlahan pertanian. Seringkali dijumpai kedua komponen
penyusunnya merupakan tanaman berkayu misalnya dalam pola pohon peneduh
secara sengaja ditanam untuk mendukung (pelindung dan konservasi tanah)
tanaman utama kakao (jenis perkebunan/pertanian). Pohon peneduh juga dapat
memiliki nilai ekonomi tambahan. Interaksi yang terjadi (dalam hal ini bersifat
ketergantungan) dapat dilihat dari produksi kakao yang menurun tanpa kehadiran
pohon gamal.
2. Silvopastura (Silvopastural systems)
Sistem agroforestry yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan atau binatang ternak (pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Beberapa contoh silvopastura antara lain: Pohon atau perdu pada padang penggembalaan (Trees and shrubs on pastures), atau produksi terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products). Kedua komponen dalam silvopastura seringkali tidak dijumpai pada ruang dan waktu yang sama misalnya penanaman rumput hijauan ternak di
bawah tegakan pinus.
3. Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)
Sistem agrosilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada
unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem
agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai
dalam ekosistem dimaksud. Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya
komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people). Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung oleh
peranan tegakan bagi penyediaan pakan satwa liar (buah-buahan untuk berbagai
jenis burung), dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atau
regenerasi tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan. Jawa
maupun di luar Jawa. Contoh praktek agrosilvopastura yang luas diketahui adalah berbagai bentuk kebun pekarangan (home-gardens), kebun hutan (forest-gardens), ataupun kebun desa (village-forest-gardens) (Sardjono, 2003).
Pola Pengkombinasian Komponen Agroforestry
Secara sederhana agroforestry merupakan pengkombinasian komponen tanaman berkayu kehutanan (baik berupa pohon, perdu, palem-paleman, bambu,
dan tanaman berkayu lainnya) dengan tanaman pertanian (tanaman semusim)
dan/atau hewan (peternakan), baik secara tata waktu (temporal arrangement) ataupun secara tata ruang (spatial arrangement). Kombinasi yang ideal terjadi bila seluruh komponen agroforestry secara terus menerus berada pada lahan yang sama. Akan tetapi secara alami (atau seringkali atas dasar alasan ekonomi),
kombinasi komponen berkaitan erat dengan dinamika dari keseimbangan
perubahan musim sesuai dengan ritme tahunan, suksesi tertentu akibat dari
gangguan atau perlakuan manusia secara periodik atau sporadik. Sebagai contoh
telah dikemukakan, bahwa satwa-satwa liar yang berperan pada proses regenerasi
dan penyebaran kebun hutan tradisional tidak berada sepanjang waktu dalam
sistem, tetapi sebagian ada yang bersifat musiman (saat musim buah).
Pengkombinasian berbagai komponen dalam sistem agroforestry
menghasilkan berbagai reaksi, yang masing-masing atau bahkan sekaligus dapat
dijumpai pada satu unit manajemen, yaitu persaingan, melengkapi, dan
1. Persaingan (competition)
Pohon-pohon dan perdu, tanaman pertanian dan binatang bersaing satu
sama lain guna memperoleh cahaya, air, hara, ruang hidup, input kerja, lahan,
capital dan lain sebagainya. Persaingan ini tidak dapat dideteksi secara langsung,
namun dapat diduga secara tidak langsung. Misalnya, tanaman tertentu menjadi
perantara parasit bagi tanaman lain, pohon sebagai tempat sarang burung-burung
yang dapat mengakibatkan berkurangnya panen tanaman padi-padian. Tidak
jarang persaingan justru diharapkan misalnya berkurangnya gulma
rumput-rumputan akibat terlindung tajuk pohon.
2. Melengkapi (complementary)
Reaksi saling melengkapi ini dapat secara waktu, ruang ataupun
kuantitatif. Secara waktu, misalnya ketersediaan daun-daunan lebar atau
buah-buahan sebagai makanan ternak pada musim-musim di mana rumput tidak
tersedia (misal Acacia albida di Afrika). Secara ruang, misalnya pemanfaatan keseluruhan biotop atau produksi secara lebih baik melalui dua strata atau lebih
sekaligus. Secara kuantitatif, misalnya produk sejenis yang diperoleh dari satu
lahan secara bersamaan, antara lain protein nabati dan hewani.
3. Ketergantungan (dependency)
Beberapa jamur hanya dapat tumbuh pada pohon-pohon tertentu.
Jenis-jenis binatang tertentu juga hanya dapat hidup pada padang pengembalaan. Di
Afrika, telah dikenal bahwa sistem akan rusak apabila tidak ada keseimbangan
antara jenis binatang pemakan rerumputan panjang dan pendek. Binatang
pemakan rumput pendek hanya mau mendekati makanannya, bila rumput tidak
Ketiga interaksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk melakukan/merekayasa
desain pengkombinasian komponen penyusun agroforestry secara baik, guna meraih secara optimal tujuan yang diinginkan dalam upaya pemanfaatan lahan
terpadu tersebut. Desain atau pola kombinasi agroforestry juga harus mempertimbangkan banyak hal yang berkaitan erat dengan kapasitas dan
kebutuhan masyarakat yang dilayaninya (Sardjono, 2003).
Analisis Finansial
Terdapat sejumlah cara dan pengukuran profitabilitas yang lazim dipakai
untuk mengetahui tingkat kelayakan budidaya tanaman kemiri. Analisa
Manfaat-Biaya atau Benefit-Cost Analysis menghasilkan dua parameter: Benefit-Cost Ratio
(BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). a. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat bunga yang telah ditentukan.
Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan investasi menguntungkan.
1. Benefit Cost Ratio (BCR) =
BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran
Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t)
Ct = Cost/ biaya total
i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku)
t = Periode waktu
Bt – Ct > 0
Dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut untung dan sebaliknya
jika BCR < 1 berarti usaha tersebut rugi.
b. Internal Rate of Returns (IRR)
Internal Rate of Returns (IRR) membandingkan manfaat dan biaya yang ditunjukkan dalam persentasi. Dalam hal ini nilai IRR merupakan tingkat
bunga di mana nilai manfaat sama dengan nilai biaya. IRR merupakan
parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi mampu memberikan
keuntungan besar dari tingkat bunga umum memberikan petunjuk bahwa
investasi tersebut cukup menguntungkan.
Internal Rate of Returns (IRR) = i1 + 2 1
IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek
NPV1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku bunga tertentu
NPV2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu
i1 = Discount Faktor (tingkat Bunga) pertama dimana diperoleh NPV Positif
i2 = Discount Factor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV Negatif
c. Net Present Value (NPV)
Analisis yang lebih sering digunakan untuk mengukur profitabilitas satu
yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu
pada tingkat bunga yang ditentukan. Nilai positif NPV dari satu sistem
kegiatan investasi (dalam hal ini budidaya kemiri) menunjukan bahwa
budidaya tanaman tersebut cukup menguntungkan. NPV yang dihitung dengan
harga finansial yaitu perhitungan dengan nilai pasar yang mencerminkan
penerimaan dan pengeluaran nyata petani, menghasilkan parameter
profitabilitas untuk kepentingan petani atau dengan perkataan lain penerimaan
nyata petani. Sedangkan perhitungan NPV dengan menggunakan harga-harga
ekonomi (analisis ekonomi), yaitu harga barang dan jasa yang mencerminkan
nilai tertinggi, menghasilkan parameter profitabilitas untuk kepentingan para
pengambil keputusan atau masyarakat yang lebih luas. Mengingat bahwa
produktivitas lahan merupakan kepentingan para pengambil keputusan, maka
NPV yang dihitung dengan nilai ekonomi, merupakan indicator profitabilitas
yang lebih baik. Karena memasukkan semua komponen lingkungan di
dalamnya (Budidarsono, 2002).
NPV = Nilai bersih sekarang
Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t) Ct = Cost/ biaya total
i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu
Hasilnya:
• NPV negatif → Usaha penanaman rugi.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari 2011 sampai dengan April 2011.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kamera untuk dokumentasi dan visualisasi
objek kegiatan, tape recorder untuk pengumpulan informasi melalui wawancara serta alat-alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah peta wilayah Kecamatan Tiga Binanga,
Kabupaten Karo, kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data
primer, laporan-laporan hasil penelitian terdahulu dan berbagai pustaka penunjang
sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di
lapangan.
Pengumpulan Data
Data penelitian
Data penelitian yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan antara lain adalah data sosial ekonomi masyarakat,
bentuk pengelolaan tanaman kemiri, dan hasil penelitian yang terkait dengan
tujuan penelitian. Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah
kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa
Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo yang memiliki lahan tanaman
kemiri. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memiliki lahan
tanaman kemiri (Aleurites moluccana). Jumlah subjek penelitian atau populasi yang dapat diambil antara adalah 30 responden.
Teknik dan Tahapan Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan di lapangan sebagai berikut :
a. Data primer
Data primer yang diperlukan adalah:
1. Karakteristik responden : nama, umur, mata pencaharian, jumlah
anggota keluarga dan pendidikan
2. Jenis komoditi atau tanaman yang ditanam petani dengan kemiri
3. Komponen-komponen biaya (cost) dan manfaat (benefit) dari budidaya kemiri dalam sistem agroforestry.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi
pemerintah desa, kecamatan, dinas kehutanan dan perkebunan, Badan
Pusat Statistik dan lembaga-lembaga yang terkait.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Kuisioner
Kuisioner merupakan suatu pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh
2. Wawancara mendalam (Deep interview)
Wawancara ditujukan untuk melengkapi data lainnya yang berkaitan
dengan penelitian.
3. Observasi
Survei langsung ke lapangan dengan melihat kehidupan sehari-hari
masyarakat dan kondisi lahan.
4. Studi Pustaka
Dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder yang diperlukan
dalam penelitian.
Pengolahan Data
Analisis-analisis yang digunakan adalah:
a. Analisis Deskriptif
Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis data
yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara mendalam, observasi dan
studi pustaka. Data yang terkumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam
bentuk tabel (tabulasi) frekuensi silang yang berupa data karakterisitk
responden yang memiliki umur, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga
dan pendidikan serta data pengolahan berupa luas lahan, jumlah tenaga kerja
dan sistem kepemilikan lahan yang dianalisis secara deskriptif berdasarkan
tabulasi.
Analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa
keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat
suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat.
Data yang diperoleh dari kuisioner dan wawancara mendalam yang
meliputi pola monokultur kemiri dan pola kombinasi agroforestry, biaya produksi, produksi/ volume hasil, harga jual komoditi, dan pendapatan dari
kemiri dinyatakan dalam bentuk tabulasi. Kemudian dianalisis kelayakan
finansialnya berdasarkan masing-masing pola dengan menghitung
besarnya nilai NPV, BCR dan IRR dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Gray ett all, 2007).
1. Net Present Value (NPV)
Analisis yang lebih sering digunakan untuk mengukur profitabilitas satu
investasi jangka panjang dalam kegiatan pertanian adalah Net Precent Value, yaitu selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditentukan.
NPV =
NPV = Nilai bersih sekarang
Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t)
i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku)
t = Periode waktu
Hasilnya:
• NPV Positif → Usaha penanaman untung
• NPV negatif → Usaha penanaman rugi
• NPV = 0 → Usaha Penanaman tidak untung dan tidak rugi (BEP)
2. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat bunga yang telah
ditentukan. Nilai BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi
cukup menguntungkan.
BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran
Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t)
Ct = Cost/ biaya total
i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku)
t = Periode waktu
Dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut untung dan
sebaliknya jika BCR < 1 berarti uasaha tersebut rugi.
3. Internal Rate of Returns (IRR)
Bt – Ct > 0
IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu
investasi mampu memberikan keuntungan besar dari tingkat bunga umum
memberikan petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.
IRR = i1 + 2 1
IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek.
NPV1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku tertentu.
NPV2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu.
I1 = Discount factor (tingkat bunga) pertama diperoleh NPV positif. I2 = Discount factor (tingkat bunga) kedua diperoleh NPV negatif.
Adapun matriks metodologi yang akan digunakan dalam penelitian dapat
dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Matriks metodologi yang digunakan dalam proses penelitian.
Tujuan Studi Pokok Bahasan
monokultur kemiri dan
agroforestry
.
monokultur dan
agroforestry.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Tiga Binanga
Kecamatan Tiga Binanga adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Karo
Provinsi Sumatera Utara. Luasnya adalah 160,38 Km2 dengan jumlah penduduk
sebesar 18.894 jiwa. Kecamatan Tiga Binanga mempunyai ketinggian lebih
kurang 600-700 m dari permukaan laut, dengan suhu rata-rata 190 C dengan
rata-rata curah hujan 2500 mm/tahun.
Kecamatan Tiga Binanga berjarak kira-kira 37 Km dari pusat
pemerintahan kabupaten yang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kutabuluh
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Juhar
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mardingding
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiga Binanga
Tabel 2: Luas wilayah menurut desa di Kecamatan Tiga Binanga
No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Persentase
1 Lau Kapur 8 4,99
Desa Perbesi
Perbesi salah satu desa di Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo.
Berpenduduk sekitar 2.000 orang. Desa Perbesi terbagi dalam 5 wilayah, yaitu :
Rumah jahe, Rumah Tengah, Muham, Depari, Berahmana. Kampung ini salah
satu kampung yang sudah tua, dari kisah-kisah atau cerita kuno rakyat Karo sering
disebut Desa Perbesi. Kampung ini, ditinggali oleh Marga Sebayang pada dua
wilayah (Rumah Jahe dan Rumah Tengah) dan tiga wilayah Sembiring
(Berahmana, Depari dan Muham). Desa Perbesi merupakan desa asal Marga
Sebayang, dari kampung inilah kemudian menyebar marga sebayang ke kampung
Kuala, Kuta Gerat, Gunong. Penghidupan masyarakatnya terutama di dukung oleh
pertanian tanah kering atau berladang, walaupun kampung ini dialiri oleh sungai
Biang, tetapi tidak dapat dimanfaatkan menjadi persawahan karena sungai
tersebut berada di dataran rendah.
Banyak hal menarik tentang budaya karo yang masih hidup di kampung
ini. Walaupun sudah dipengaruhi oleh perkembangan budaya kontemporer, kerja
tahun adalah salah satu budaya karo yang masih dipelihara dan dapat dibilang
salah satu pesta budaya terbesar di Tanah Karo. Luas desa Perbesi adalah 17 Km2.
Desa ini mempunyai batas sebagai berikut:
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Sari Nembah Kecamatan Munthe
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Buah raya Kecamatan Kuta Buluh
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Limang Kecamatan Tiga Binanga
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Baroen Benjiri Kecamatan Tiga
Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan salah satu unsur yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi tingkat kelayakan budidaya kemiri dalam sistem
agroforestry. Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini antara lain: umur, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan. Rata-rata
umur petani responden berkisar antara umur 30 – 85 tahun. Distribusi responden
berdasarkan umur ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan umur
No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Proporsi (%)
1 31 – 40 4 13,3
Berdasarkan Tabel di atas bahwa persentase umur responden berada dalam
kelompok usia antara 31 – 40 tahun (13,3%), kelompok usia antara 41 – 50 tahun
(26,6 %), kelompok usia antara 51 – 60 tahun (30%), 61 - 70 tahun (16,6%) dan
kelompok usia diatas 71 tahun (13,3%). Jumlah responden yang terbanyak
diwawancara adalah responden dengan umur 51 - 60 tahun.
Karakteristik responden berdasarkan jenis mata pencaharian ditunjukkan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan jenis mata pencaharian
No. Jenis Mata Pencaharian Frekuensi Proporsi (%)
Pada umumnya pekerjaan utama responden adalah bertani (70%). Selain di
bidang budidaya, responden juga bekerja di luar budidaya sebagai pedagang
(16,6%), karyawan (6,7%), wiraswasta (3,3%) dan guru (3,3%)
Sebagian besar petani responden memiliki jumlah anggota keluarga
rata-rata 4 – 9 orang. Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga
No. Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Frekuensi Proporsi (%)
1 1 – 3 2 6,6
2 4 – 6 22 73,3
3 7 – 9 6 20
4 > 9 0 0
Jumlah 30 100
Jumlah rata-rata anggota keluarga petani responden adalah 6 orang. Petani
yang mempunyai anggota keluarga yang banyak memiliki arti penting dalam
berbudidaya kemiri dalam sistem agroforestry karena akan menggambarkan jumlah orang yang membantu bekerja pada budidaya sehingga akan mengurangi
penggunaan tenaga kerja di luar anggota keluarga.
Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa konsentrasi jumlah
anggota keluarga berada dalam kelompok interval 4 – 6 orang (73,3%), menyusul
kelompok interval 7 – 9 orang (20%), jumlah anggota keluarga 1 – 3 orang
(6,6%), dan kelompok interval >9 orang (0%).
Tingkat pendidikan responden di Desa Perbesi Kecamatan Tiga Binanga
Kabupaten Karo pada umumnya sampai tamat SD yaitu 17 orang (56,6%).
Distribusi responden berdasarkan pendidikan selengkapnya ditunjukkan pada
Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Proporsi (%)
1 Tidak Sekolah 2 6,67
2 SD/SR 17 56,6
3 SLTP/SMP 3 10
4 SLTA/SMU/SMK/SPG/STM 7 23,3
5 Perguruan Tinggi (D1, D2, D3, Akademi, Sarjana Muda, Sarjana)
1 3,33
Jumlah 30 100
Berdasarkan data pada Tabel 6 dapat dikatakan bahwa bahwa tingkat
pendidikan responden masih rendah. Tidak sekolah hanya 2 orang (6,67%),
SD/SR sebanyak 17 orang (56,6%), SLTP sebanyak 3 orang (10%), SLTA
sebanyak 7 orang (23,3%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 1 orang (3,33%). Hal
ini dikarenakan pada umumnya masyarakat desa mengirimkan anaknya sekolah
ke kota dan mencari pekerjaan di sana.
Luas lahan yang diusahakan petani untuk menanam kemiri dalam sistem
agroforestry ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan luas lahan agroforestry
No. Luas Lahan (Ha) Frekuensi Proporsi (%)
1 < 1 Ha 24 80
2 1 – 3 Ha 6 20
Jumlah 30 100
Frekuensi terbanyak terdapat pada petani yang mempunyai luas lahan 1 - 3
Ha yaitu, kelompok 24 orang (80%) berikutnya mempunyai lahan < 1 Ha yaitu 6
orang (20%). Dengan kondisi luas lahan seperti di atas maka para petani yang
mengusahakan kemiri dalam sistem agroforestry termasuk dalam golongan petani sedang. Lahan ini merupakan lahan milik sendiri yang didapatkan dari warisan
Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan status kepemilikan lahan agroforestry No. Status Lahan Frekuensi Proporsi (%)
1 Milik Sendiri 30 100
2 Sewa 0 0
Jumlah 30 100
Adat istiadat di Desa Perbesi yang khas seperti keseluruhan masyarakat
Batak Karo dengan garis keturunan patrinial, yaitu garis keturunan mengikuti
ayah dengan satuan sosial keluarga luas. Biasanya lahan diwariskan kepada anak
laki-laki yang sudah menikah dan lahan tersebut dapat dijual. Sehingga pada
umumnya masyarakat tidak mengeluarkan biaya untuk sewa lahan karena mereka
mengolah lahan warisan keluarga.
Pola agroforestry yang diterapkan petani responden di Desa Perbesi adalah agrisilvikultur. Menurut Sardjono et al. (2003), agrisilvikultur yaitu sistem
agroforestry yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). Jenis tanaman yang ada di lahan agroforestry dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tanaman musiman (annual crop) dan tanaman tahunan (parenial crop).
Kemiri Dengan Pola Monokultur
Di lokasi penelitian Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten
Karo sangat terkenal dengan komoditas tanaman kemiri (Aleurites moluccana). Tanaman kemiri ini pada umumnya tumbuh di daerah dengan kelerengan yang
tua. Pada Desa Perbesi ini juga dapat tumbuh kemiri karena memiliki iklim yang
basah atau curah hujannya tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto
(1994) yang menyatakan bahwa pohon kemiri dapat tumbuh dan berproduksi baik
pada lahan yang berkonfigurasi datar, bergelombang dan bertebing-tebing curam
dengan ketinggian 0 – 1200 meter di atas permukaan air laut dan memiliki curah
hujan 1500 – 2400 mm per tahun pada suhu 200 – 270 C.
Gambar 1. Kemiri dengan pola monokultur
Pemupukan pada tanaman kemiri dapat dilakukan dengan pupuk organik
(kandang) atau pupuk anorganik (kimia) yaitu pupuk KCL dan TSP. Setelah
tanaman kemiri berumur di atas 3 tahun petani tidak lagi memberikan pupuk pada
tanaman kemiri. Mereka hanya memberikan pupuk pada tanaman semusim saja
karena menurut mereka tanaman kemiri walaupun tidak diberikan pupuk dapat
tanah yang khusus untuk dapat berbuah walaupun jika diberi pupuk dapat
mengahasilkan buah yang lebih baik dan lebih banyak.
Kemiri dengan Pola Agroforestry dengan Tanaman Musiman
Tanaman semusim pada pola agroforestry ini hanya sebagai tanaman pelengkap saja atau tanaman yang memenuhi kebutuhan petani sehari-hari karena
tanaman tahunan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan buah.
Tanaman semusim ini biasanya ditanam dalam jumlah yang kecil saja. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Arifin (2003) yang menyatakan bahwa Tanaman
semusim tidak pernah dominan di dalam kebun campuran, tanaman tersebut
adalah komponen sementara yang muncul pada saat penanaman kembali pohon.
Gambar 2. Kemiri dengan pola agroforestry dengan tanaman musiman Tanaman musiman ditanam biasanya pada saat kemiri sudah besar atau
tanaman semusim ditanam sebagai pengganti tanaman kemiri yang sudah
ditebang. Kemiri ditanam secara jalur di pinggir atau mengelilingi lahan
pertanian, hal ini karena waktu persiapan lahan untuk menanam kemiri dan
tanaman semusim berbeda dan karena kemiri merupakan tanaman dengan ukuran
semusim dalam memperoleh cahaya, air, hara, ruang hidup yang dapat
mengakibatkan kurangnya panen salah satu komoditi.
Kemiri Dengan Pola Agroforestry dengan Tanaman Tahunan
Untuk pola agroforetry dengan tanaman tahunan memiliki pola budidaya dimana kemiri ditanam dengan jarak tanam 5 x 5 m kemudian diantara sela
tanaman kemiri ditanaman tanaman tahunan coklat (cacao). Menurut Sardjono et all (2003) bahwa pengkombinasian berbagai komponen dalam sistem agroforestry
menghasilkan berbagai reaksi, yang masing-masing atau bahkan sekaligus dapat
dijumpai pada satu unit manajemen, yaitu persaingan, melengkapi, dan
ketergantungan.
Gambar 3. Kemiri dengan pola agroforestry dengan tanaman tahunan
Reaksi saling melengkapi yang diperoleh dari pola agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan coklat ini adalah reaksi secara kauntatif yaitu
memperoleh berbagai produk dari satu lahan secara bergantian dalam jangka
waktu tahunan. Secara tata waktu kombinasi ini dapat dikatakan merupakan
agroforetsry. Kombinasi ini merupakan kombinasi komponen merata dimana kemiri ditanam secara teratur dengan tanaman tahunan coklat karena penanaman
secara sengaja. Penyebaran kemiri dalam pola ini adalah penyebaran secara
vertikal dimana kemiri dan tanaman tahunan coklat tersebar pada sebidang lahan
dengan sistematis. Kombinasi seperti ini dapat membentuk agroforestry modern karena terdiri dari 2 jenis tanaman yang memiliki nilai komersial yang tinggi.
Analisis Finansial Budidaya Kemiri dalam Sistem Agroforestry dan Monokultur
Tujuan didirikannya suatu usaha yaitu untuk mendapatkan keuntungan dan
manfaat. Besar kecilnya keuntungan atau benefit yang diperoleh tergantung dari
produksi yang dihasilkan. Sehingga dalam suatu perencanaan melakukan usaha
harus selalu memperhitungkan apakah usaha tersebut mendatangkan keuntungan
atau tidak.
Untuk mengetahui kelayakan usaha tersebut maka dilakukan analisis
finansial. Analisis biaya dan manfaat budidaya kemiri rakyat dalam sistem
agroforestry dengan tanaman tahunan dan musiman yang dibandingkan dengan pola tanam monokultur. Pola kombinasi ini ditunjukkan pada lampiran yang
mampu memberikan prospek finansial yang cukup baik, yang dilihat dari berbagai
kriteria finansial yaituNPV, BCR dan IRRpada tingkat suku bunga yang berlaku
yaitu 15%.
Nilai dari masing-masing kriteria finansial pada ketiga pola ditunjukkan
pada Tabel 3, 4, 5 dan hasil perhitungan ditunjukkan pada lampiran.
Net Precent Value adalah analisis yang sering digunakan untuk mengukur profitabilitas satu investasi jangka panjang dalam kegiatan pertanian dimana
selisih antara nilai manfaat dan nilai biaya selama kurun waktu tertentu pada
tingkat bunga yang ditentukan.
Tabel 9. Nilai NPV budidaya kemiri rakyat dalam sistem monokultur dan
agroforestry di Desa Perbesi selama 15 tahun
Pola NPV (Rp/Ha)
Monokultur kemiri 715.453,69
Agroforestry kemiri dengan tanaman semusim 18.105.165
Agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan 12.342.420
Hasil analisis NPV monokultur kemiri menunjukkan bahwa pengusahaan
monokultur kemiri di Desa Perbesi Kecamatan, Tiga Binanga memperoleh hasil
NPVDF 15 % sebesar Rp. 715.453,69/Ha. Ini berarti bahwa pengusahaan mokultur kemiri tersebut layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai positif.
Hasil analisis NPV pola agroforestry kemiri dengan tanaman semusim menunjukkan bahwa pengusahaan agroforestry kemiri dengan tanaman semusim di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga memperoleh hasil NPVDF 15 % sebesar Rp. 18.105.165/Ha. Ini berarti bahwa pengusahaan agroforestry kemiri dengan tanaman semusim tersebut layak untuk diusahakan karena mempunyai
nilai positif.
Rp. 12.342.420 /Ha. Ini berarti bahwa pengusahaan agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan tersebut layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai positif.
Benefit Cost Ratio (B/C)
Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai manfaat dan nilai biaya dari satu investasi pada tingkat bunga yang telah ditentukan. Nilai
BCR lebih besar dari satu menunjukkan bahwa investasi cukup menguntungkan.
Tabel 10. Nilai BCR budidaya kemiri rakyat dalam sistem monokultur dan
agroforestry di Desa Perbesi selama 15 tahun
Pola BCR
Monokultur kemiri 1,0541
Agroforestry kemiri dengan tanaman semusim 3.35432
Agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan 1.64687
Hasil analisis monokultur kemiri B/C DF 15 %, yaitu sebesar 1,0541. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan “Discounting Factor” 15 %, ternyata masih
mendapatkan B/C lebih besar daripada 1. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pengusahaan monokultur kemiri di Desa Perbesi Kecamatan Tiga Binanga layak
untuk diusahakan.
Hasil analisis pola agroforestry kemiri dengan tanaman semusim B/C DF 15 %, yaitu sebesar 3,35432. Hal ini menunjukkan bahwa dengan “Discounting
Factor” 15 %, ternyata masih mendapatkan B/C lebih besar daripada 1. Kondisi
ini menunjukkan bahwa pengusahaan pola agroforestry kemiri dengan tanaman semusim di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, layak untuk diusahakan.
Factor” 15 %, ternyata masih mendapatkan B/C lebih besar daripada 1. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengusahaan pola agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, layak untuk diusahakan.
Internal Rate Of Return (IRR)
IRR merupakan parameter yang menunjukkan sejauh mana satu investasi
mampu memberikan keuntungan besar dari tingkat bunga umum memberikan
petunjuk bahwa investasi tersebut cukup menguntungkan.
Tabel 11. Nilai IRR budidaya kemiri rakyat dalam sistem monokultur dan
agroforestry di Desa Perbesi selama 15 tahun
Pola IRR (%)
Monokultur kemiri 16,241
Agroforestry kemiri dengan tanaman semusim 27,386
Agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan 26,5314
Berdasarkan data yang diperoleh langsung dari petani monokultur kemiri
di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga, ternyata hasil analisis IRR
menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 16,241 %. Ini menunjukkan bahwa
“Returns to Capital Invested” (pengembalian modal investasi) selama periode pengusahaan monokultur kemiri layak untuk diusahakan.
Berdasarkan data yang diperoleh langsung dari petani pola agroforestry
kemiri dengan tanaman semusim di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga,
ternyata hasil analisis IRR menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 27,386%. Ini
menunjukkan bahwa “Returns to Capital Invested” (pengembalian modal investasi) selama periode pengusahaan monokultur kemiri layak untuk
Berdasarkan data yang diperoleh langsung dari petani pola agroforestry
kemiri dengan tanaman tahunan di Desa Perbesi, Kecamatan Tiga Binanga,
ternyata hasil analisis IRR menunjukkan bahwa nilai IRR sebesar 26,5314%. Ini
menunjukkan bahwa “Returns to Capital Invested” (pengembalian modal investasi) selama periode pengusahaan monokultur kemiri layak untuk
diusahakan.
Berdasarkan tabel rekapitulasi di atas dapat dinyatakan bahwa
pengusahaan kemiri sebagai satu jenis komoditi yang dibudidayakan dengan
menerapkan pola agroforestry ternyata mampu memberikan prospek finansial yang layak dibandingkan dengan pola monokultur kemiri, dilihat dari parameter
NPV, BCR dan IRR. Nilai NPV yang paling tinggi adalah pada pola agroforestry
kemiri dengan tanaman musiman yaitu Rp 18.105.165/Ha, kemudian pola
agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan sebesar Rp 12.342.420/Ha dan terakhir adalah pola monokultur kemiri sebesar Rp 715.453,69/Ha. Nilai ini
merupakan selisih antara PV manfaat kotor dengan PV biaya kotor. Dengan
demikian budidaya agroforestry kemiri dengan tanaman musiman yang paling optimal untuk mengembangkan kemiri dalam sistem agroforestry. Hal ini disebabkan karena benefit untuk pengembangan budidaya tanaman musiman
didapatkan dari tahun pertama melalui hasil panen, sedangkan benefit panen
kemiri dan tanaman tahunan didapat beberapa tahun karena membutuhkan waktu
tahunan untuk berbuah.
Nilai BCR sebesar untuk pola agroforestry kemiri dengan tanaman musiman artinya manfaat ekonomi investasi ini adalah 3,35 kali lebih besar
diinvestasikan akan memberi hasil sebesar Rp 3,35 demikian juga untuk pola
agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan dan pola monokultur kemiri. Ketiga pola menghasilkan BCR > 1, namun pola agroforestry kemiri dengan tanaman musiman menghasilkan BCR yang paling besar maka budidaya kemiri rakyat
pada pola agroforestry kemiri dengan tanaman musiman yang paling optimal diusahakan bila dibandingkan dengan nilai BCR pola agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan sebesar 1,64687 dan pola monokultur kemiri sebesar 1,0541.
Nilai IRR menunjukkan tingkat suku bunga (discount rate), berapa yang membuat manfaat sekarang menjadi nilai negatif. Untuk mendapatkan nilai IRR
diperoleh dengan metode coba-coba sampai diperoleh discount rate yang memberikan nilai mendekati nol. Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa IRR
untuk pola agroforestry kemiri dengan tanaman musiman yang paling tinggi yakni 27,386%, kemudian pola agroforestry kemiri dengan tanaman tahunan yakni 26,5314% dan terakhir pola monokultur kemiri sebesar 16,241% . Untuk pola
agroforestry kemiri dengan tanaman musiman, nilai NPV positif berada pada tingkat suku bunga 27 % sedangkan NPV yang negatif pada tingkat suku bunga
28% (lampiran), sehingga hasil IRR = 27,386%. Artinya pada saat tingkat suku
bunga sebesar 27,386% nilai NPV= 0. Budidaya ini layak karena IRR dari pola
kombinasi agroforestry kemiri dengan tanaman semusim yang diperoleh > dari
tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 15 %.
Pada pola kombinasi yaitu antara tanaman kemiri dengan tanaman
musiman menghasilkan nilai NPV, NPV dan IRR yang lebih tinggi dibandingkan
kemiri dengan tanaman musiman ini jumlah jenis pohon lebih banyak ditanam
petani dalam satu Ha, selain itu juga karena petani telah melaksanakan kombinasi
tanamannya yang optimal, yang mampu menghasilkan interaksi positif tidak