ANALISIS PEMBANGUNAN PERUMAHAN SILANGKITANG
(PAGAR BERINGIN PERMAI ) TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH KECAMATAN SIPOHOLON
KABUPATEN TAPANULI UTARA
TESIS
Oleh
NOKMAN SIMANUNGKALIT
097003004/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2011
SE K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N
ANALISIS PEMBANGUNAN PERUMAHAN SILANGKITANG
(PAGAR BERINGIN PERMAI ) TERHADAP PENGEMBANGAN
WILAYAH KECAMATAN SIPOHOLON
KABUPATEN TAPANULI UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NOKMAN SIMANGUNGKALIT
097003004/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN
SILANGKITANG (PAGAR BERINGIN PERMAI)
TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA Nama Mahasiswa : Nokman Simanungkalit
Nomor Pokok : 097003004
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua
(Ir. Jeluddin Daud, M.Eng) (Drs. Rujiman. M.A) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 16 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE
Anggota : 1. Ir. Jeluddin Daud, M.Eng
2. Drs. Rujiman, MA
3. Ir. Supriadi, MS
ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN SILANGKITANG (PAGAR BERINGIN PERMAI) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA
ABSTRAK
Pembangunan perumahan merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan fasilitas hunian bagi masyarakat. Disamping itu, pembangunan perumahan juga memberikan manfaat lain bagi masyarakat sekitarnya dan perkembangan sarana dan infrastruktur wilayah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pembangunan perumahan silangkitang terhadap ekonomi masyarakat dan perkembangan sarana dan infrastruktur dengan menggunakan analisis linier serdehana.
Pembangunan perumahan Silangkitang Desa Pagar Batu Kecamatan Sipoholon memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap ekonomi masyarakat di sekitarnya dan perkembangan sarana dan infrastruktur. Ekonomi masyarakat diindikasi dengan lebih besarnya t-hitung dari t-tabel yakni (6,000 > 1,673). Perkembangan sarana dan infrastruktur diindikasi dengan lebih besarnya t-hitung dari t-tabel (α = 0,05) yakni (4,527 > 1,673).
Pengaruh pembangunan perumahan Silangkitang terhadap ekonomi masyarakat sekitar terjadinya pergeseran pola pekerjaan masyarakat sekitar perumahan, yang dulunya pekerjaanya hanya seorang petani, sekarang banyak dari mereka beralih yang menjadi pedagang, baik itu bentuk dagang kelontong, rental komputer, grosir, tukang pangkas, rumah makan dan lain-lain sebagainya. Sedangkan terhadap perkembangan sarana dan infrastruktur di Kecamatan Sipoholon pada umumnya dan Desa Pagar Batu pada khususnya, telah dibuka jalan antara silangkitang sepanjang 18 km menuju Kabupaten Humbang Hasundutan, hal ini dilakukan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, disamping memperpendek waktu tempuh perjalanan ke Humbang Hasundutan juga akan memperlancar penjualan hasil-hasil pertanian dari Kecamatan Sipoholon ke daerah Humbang Hasundutan, Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, pembangunan sarana pendidikan, pembangunan fasilitas sosial dll yang dapat menunjang kehidupan masyarakat.
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SILANGKITANG HOUSING DEVELOPMENT (PAGAR BERINGIN PERMAI) ON THE
REGIONAL DEVELOPMENT OF SIPOHOLON SUBDISTRICT TAPANULI UTARA DISTRICT
ABSTRACT
Housing development is a government program intended to provide housing facility to the community. In addition, housing development also provides another benefit for the community living in its vicinity and regional facility and infrastructure development.
The purpose of this study was to analyze the influence of Silangkitang housing development on the economy of community and facility and infrastructure development by using a simple linear analysis.
Silangkitang housing development at Pagar Batu village, Sipoholon Subdistrict had a significant positive influence on the economy of the community living I its vicinity and facility and infrastructure development. The economy of community was indicated through the fact that tcount was bigger than ttable (6.000 > 1.673). Facility and infrastructure development was indicated through the fact that tcount was bigger than ttable
The influence of Silangkitang housing development on the economy of the community living in its vicinity was in the form of shift in the employment pattern of the community around the housing complex. They used to be peasants, and now, most of them become merchant, grocery store owner, computer rental owner, wholesaler, barber, restaurant owner, et cetera. In terms of facility and infrastructure development in Sipoholon Subdistrict in general and Pagar Batu village in particular is the District Government of Tapanuli Utara has constructed a road of 18 kilometers long from Silangkitang to Humbang Hasundutan District. This new road not only shortens travel time but also speeds up the sale of agricultural products from Sipoholon Subdistrict to Humbang Hasundutan. To support the local community life, the District Government of Tapanuli Utara has also built health, education and social facilities and infrastructures.
at α = 0.05 (4.527 > 1.673).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
berkatNya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang
berjudul “Analisis Pengaruh Pembangunan Perumahan Silangkitang terhadap
Pengembangan Wilayah Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara” ini
disusun untuk melengkapi kewajiban dalam memperoleh gelar Magister Sains dalam
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Keberhasilan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu sangat manusiawi sekali bila dalam
lembaran pengantar ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada
Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Ir. Jeluddin Daud, M.Eng., dan Bapak Drs. Rujiman, M.A, selaku Anggota
Komisi Pembimbing yang telah bersusah payah dan tanpa mengenal waktu bersedia
memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE. selaku Ketua Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan.
3. Bapak/Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan
saran bagi kesempurnaan tesis ini.
4. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan
Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala
5. Seluruh mahasiswa PWK Angkatan 2009 dan staf administrasi atas
keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.
6. Istri tercinta dan anak-anak tersayang (Jeremy, David, Henry) atas doa dan
dukungan yang mendalam sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
7. Mertua, Abang ipar, dan Adik ipar yang memberikan dukungan baik materil
maupun moril hingga tesis ini terselesaikan.
8. Abang, kakak dan adik yang telah memberikan dorongan semangat sehingga
tulisan ini dapat saya selesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Akhir
kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
NB. Tulisan ini, saya dedikasikan kepada kedua orang tua saya tercinta yang telah
terlebih dahulu dipanggil menghadap penciptaNya.
1. Rudolf Simanungkalit (Alm)
2. T.iamsi Hutagalung (Alm)
Segala nasehat dan ajaran yang telah Bapa dan Mama berikan kepada kami
anak-anakmu selama hidupmu akan menjadi Dian yang terang yang akan menerangi
jiwa dan langkah kami dalam melanjutkan hidup yang tersisa agar kami anak-anakmu
dapat membawa diri kami kedalam kebijaksanaan.
Medan, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tarutung pada tanggal 17 Agustus 1972, anak kelima dari
Enam bersaudara dari Ayahanda R. Simanungkalit dan Ibunda T. br. Hutagalung.
Penulis memiliki Tiga orang anak, Tiga Putra bernama Jeremy Simanungkalit David
Simanungkalit, dan Henry Simanungkalit buah Pernikahan dari Istri tercinta Verawati
K. Purba, ST.
Pendidikan Penulis dimulai dari Pendidikan di Sekolah Dasar di SD Roma
Katolik Balige dan tamat tahun 1985, Kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP/SMP) di sekolah SMP Negeri I Balige dan tamat
pada Tahun 1988, kemudian melanjutkan lagi pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA/SMA) di sekolah SMA Negeri I Balige yang tamat pada Tahun 1991 dan
Pada Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Darma Agung
Medan dan tamat tahun 1999 dengan menyandang gelar Sarjana Teknik Sipil.
Pada Tahun 2000 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dan bertugas di Dinas Perindustrian dan
Pertambangan Kabupaten Toba Samosir. Pada Tahun 2002 penulis pindah tugas ke
Kabupaten Tapanuli dan dipercaya memegang jabatan menjadi kepala seksi jalan dan
jembatan Kabupaten Tapanuli Utara
Kemudian pada tahun 2009 Penulis melanjutkan pendidikan di Pascasarjana
Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara dan pada tanggal 16 Agustus 2011 penulis
mempertahankan Tesis dengan Judul “Analisis Pengaruh Pembangunan Perumahan
Silangkitang (Pagar Beringin Permai) terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Kebijakan Pembangunan Perumahan ... 7
2.2. Aspek Permukiman/Perumahan dalam Perkembangan Daerah 9 2.3. Teori Pusat Pertumbuhan ... 15
2.3.1. Pola Kutub Pertumbuhan (Growth Pole) ... 15
2.3. 2. Pola Intergrasi Fungsional (Functional Integration) .... 15
Territorial Integration) ... 16
2.4. Aspek Ekonomi Sumber Daya Tanah dalam Pembangunan Perumahan ... 17
2.5. Pembangunan Perumahan dan Lingkungan ... 23
2.6. Ekonomi Masyarakat ... 27
2.7. Pengembangan Wilayah ... 29
2.8. Penelitian Sebelumnya ... 32
2.9. Kerangka Pemikiran ... 33
2.10. Hipotesis ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
3.1. Lokasi Penelitian ... 35
3.2. Populasi dan Sampel ... 35
3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 35
3.4. Jenis dan Sumber Data ... 36
3.5. Instrumen Penelitian ... 36
3.5.1. Pembangunan Perumahan (X) ... 36
3.5. 2. Ekonomi Masyarakat ... 37
3.5. 3. Perkembangan Sarana dan Infrastruktur (Y2) ... 37
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.7. Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian... 43
4.2. Deskripsi Data Variabel Penelitian ... 47 4.3. Pengaruh Pembangunan Perumahan Silangkitang terhadap ) ... 48
Ekonomi Masyarakat ... 49
4.4. Pengaruh Pembangunan Perumahan Silangkitang (Pagar Beringin Permai) terhadap Perkembangan Sarana dan Infrastruktur ... 51
4.5. Temuan Penelitian ... 53
4.6. Pembahasan Penelitian ... 54
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Interval Jawaban, Kategori Jawaban dan Skor Jawaban ... 39
4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Ketinggian di Atas Permukaan Laut ... 44
4.2. Luas Wilayah Kabupaten tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat Kemiringan/Lereng Tanah ... 45
4.3. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009 ... 46
4.4. Interval Kelas Data Pembangunan Perumahan ... 47
4.5. Interval Kelas Data Ekonomi Masyarakat ... 48
4.6. Interval Kelas Data Perkembangan Sarana dan Infrastruktur ... 49
4.7. Koefisien Regresi Ekonomi Masyarakat ... 49
4.8. Ringkasan Anava untuk Persamaan Regresi Y1 atas X ... 50
4.9. Koefisien Regresi Perkembangan Sarana dan Infrastruktur ... 51
4.11. Ekonomi Masyarakat di dalam Perumahan Silangkitang (Pagar
Beringin Permai) ... 56
4.12. Ekonomi Masyarakat di luar Perumahan Silangkitang (Pagar
Beringin Permai) ... 57
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuisioner Penelitian ... 69
2. Tabulasi Data Kuisioner dalam Skala Ordinal ... 71
3. Tabulasi Data Kuisioner dalam Skala Interval ... 73
4. Hasil Analisis Linier Pembangunan Perumahan terhadap Ekonomi Masyarakat ... 75
5. Hasil Analisis Linier Pembangunan Perumahan terhadap Perkembangan Sarana dan Infrastruktur ... 76
6. Distribusi PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Lapangan Usaha Periode 2006-2009 Atas Dasar Harga Konstan (Persen) ... 77
7. Contoh Perhitungan MSI Pertanyaan item Pertama Pembangunan Perumahan ... 78
8. Sket Lokasi Perumahan Silangkitang ... 79
9. Peta Administrasi Kabupaten Tapanuli Utara ... 80
10. Peta Jaringan Jalan Kabupaten Tapalusi Utara ... 81
ANALISIS PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN SILANGKITANG (PAGAR BERINGIN PERMAI) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH
KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA
ABSTRAK
Pembangunan perumahan merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk memberikan fasilitas hunian bagi masyarakat. Disamping itu, pembangunan perumahan juga memberikan manfaat lain bagi masyarakat sekitarnya dan perkembangan sarana dan infrastruktur wilayah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pembangunan perumahan silangkitang terhadap ekonomi masyarakat dan perkembangan sarana dan infrastruktur dengan menggunakan analisis linier serdehana.
Pembangunan perumahan Silangkitang Desa Pagar Batu Kecamatan Sipoholon memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap ekonomi masyarakat di sekitarnya dan perkembangan sarana dan infrastruktur. Ekonomi masyarakat diindikasi dengan lebih besarnya t-hitung dari t-tabel yakni (6,000 > 1,673). Perkembangan sarana dan infrastruktur diindikasi dengan lebih besarnya t-hitung dari t-tabel (α = 0,05) yakni (4,527 > 1,673).
Pengaruh pembangunan perumahan Silangkitang terhadap ekonomi masyarakat sekitar terjadinya pergeseran pola pekerjaan masyarakat sekitar perumahan, yang dulunya pekerjaanya hanya seorang petani, sekarang banyak dari mereka beralih yang menjadi pedagang, baik itu bentuk dagang kelontong, rental komputer, grosir, tukang pangkas, rumah makan dan lain-lain sebagainya. Sedangkan terhadap perkembangan sarana dan infrastruktur di Kecamatan Sipoholon pada umumnya dan Desa Pagar Batu pada khususnya, telah dibuka jalan antara silangkitang sepanjang 18 km menuju Kabupaten Humbang Hasundutan, hal ini dilakukan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, disamping memperpendek waktu tempuh perjalanan ke Humbang Hasundutan juga akan memperlancar penjualan hasil-hasil pertanian dari Kecamatan Sipoholon ke daerah Humbang Hasundutan, Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, pembangunan sarana pendidikan, pembangunan fasilitas sosial dll yang dapat menunjang kehidupan masyarakat.
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF SILANGKITANG HOUSING DEVELOPMENT (PAGAR BERINGIN PERMAI) ON THE
REGIONAL DEVELOPMENT OF SIPOHOLON SUBDISTRICT TAPANULI UTARA DISTRICT
ABSTRACT
Housing development is a government program intended to provide housing facility to the community. In addition, housing development also provides another benefit for the community living in its vicinity and regional facility and infrastructure development.
The purpose of this study was to analyze the influence of Silangkitang housing development on the economy of community and facility and infrastructure development by using a simple linear analysis.
Silangkitang housing development at Pagar Batu village, Sipoholon Subdistrict had a significant positive influence on the economy of the community living I its vicinity and facility and infrastructure development. The economy of community was indicated through the fact that tcount was bigger than ttable (6.000 > 1.673). Facility and infrastructure development was indicated through the fact that tcount was bigger than ttable
The influence of Silangkitang housing development on the economy of the community living in its vicinity was in the form of shift in the employment pattern of the community around the housing complex. They used to be peasants, and now, most of them become merchant, grocery store owner, computer rental owner, wholesaler, barber, restaurant owner, et cetera. In terms of facility and infrastructure development in Sipoholon Subdistrict in general and Pagar Batu village in particular is the District Government of Tapanuli Utara has constructed a road of 18 kilometers long from Silangkitang to Humbang Hasundutan District. This new road not only shortens travel time but also speeds up the sale of agricultural products from Sipoholon Subdistrict to Humbang Hasundutan. To support the local community life, the District Government of Tapanuli Utara has also built health, education and social facilities and infrastructures.
at α = 0.05 (4.527 > 1.673).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu wilayah tumbuh dan berkembang sebagai tempat pemusatan penduduk
dengan segala aktivitasnya di muka bumi ini pada dasarnya melalui dua proses
perubahan, yaitu secara alamiah yang terjadi dengan sendirinya dan arena kebijakan
pemerintah melalui proses perencanaan kota (city planning). Proses perubahan ini
sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduknya, baik disebabkan
pertambahannya secara alamiah (kelahiran), urbanisasi (migrasi) maupun terjadinya
pemekaran (reklasifikasi) wilayah pedesaan menjadi perkotaan.
Laju pertumbuhan penduduk yang disebabkan faktor tersebut di atas
membawa konsekuensi logis diperlukannya penambahan ketersediaan pelayanan
infrastruktur yang lebih banyak, di mana salah satunya yang sangat penting dan
mendesak adalah masalah penyediaan perumahan (pemukiman) bagi warganya.
Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan perumahan tersebut, salah satu
alternatif yang diupayakan pemerintah Indonesia adalah pembangunan perumahan
dalam skala besar maupun kecil.
Sejak satu dasawarsa terakhir ini sebelum Indonesia dilanda krisis moneter
pada pertengahan tahun 1997, sektor usaha formal pembangunan perumahan telah
berkembang secara pesat. Hal ini didukung dengan kebijakan pemerintah dalam
pembangunan perumahan sehingga mendorong aktivitas pembangunan perumahan di
Indonesia umumnya dan di Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara.
Kecamatan Sipoholon mempunyai jumlah penduduk 20879 jiwa (Badan Pusat
Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2009) atau sekitar 7,8% dari seluruh penduduk
Kabupaten Tapanuli Utara dengan luas wilayah 189,20 km² atau sekitar 5% dari luas
Kabupaten Tapanuli Utara yang mempunnyai luas 3793,71 km², merupakan daerah
yang mempunyai potensi yang sangat besar untuk di kembangkan pembangunan
perumahan karena ketersediaan lahan yang masih cukup luas.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk Kecamatan Sipoholon Kabupaten
Tapanuli Utara, yang terus mengalami peningkatan, Pemerintah Kabupaten Tapanuli
Utara melakukan pengadaan perumahan disertai dengan sarana dan prasarana bagi
masyarakat luas khususnya yang berpenghasilan rendah. Tujuan dari pembangunan
ini adalah untuk:
1. Pengembangan dan pemerataan fasilitas pemukiman.
2. Peningkatan manajemen tata ruang yang terkait dan terpadu dengan fungsi
kehidupan kota.
3. Penanggulangan munculnya daerah-daerah kumuh, pencemaran dan kriminalitas.
Miraza (2005) menyatakan bahwasanya campur tangan dan pengaturan
pemerintah (negara/daerah) terhadap kehidupan masyarakat adalah sesuai
berdasarkan peraturan dan undang-undang dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Didasari pemikiran bahwa perumahan juga merupakan salah satu
dengan pembangunan nasional, maka pengembang swasta telah membangun
perumahan Silangkitang (Pagar Beringin Permai) di Desa Pagar Batu Kecamatan
Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara. Daerah perumahan silangkitang (Pagar
Beringin Permai) yang terletak di desa pagar batu sebelum dibangun merupakan
lahan kosong milik masyarakat dengan luas ± 75 Ha yang ditumbuhi Semak belukar
dan tandus sehingga masyarakat tidak ada yang menghuninya. Seiring perkembangan
dinamika bangsa yang berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
pembangunan perumahan, dimana saat ini konsumen sudah mulai berpikir dan beralih
dari yang dulunya bersifat kuantitatif menjadi kualitatif. Untuk itu rumah dan
lingkungan pemukiman yang akan dibangun harus layak secara teknis dan memenuhi
standar kesehatan serta dari segi harga terjangkau oleh masyarakat, khususnya
golongan ekonomi lemah.
Pembangunan perumahan silangkitang (Pagar Beringin Permai) yang dimulai
dalam tahun 1997 merupakan perumahan yang pertama yang dibangun dengan
kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dengan pihak swasta, dalam
hal kerjasama ini, pihak Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara menyediakan lahan
seluas 75 Ha dan yang membangunnya adalah pihak swasta.
Pada tahun 1998, perumahan Silangkitang (Pagar Beringin Permai) Desa
Pagar Batu Kecamatan Sipoholon dibangun sebanyak 237 unit, dan pada tahun 1999
dibangun lagi sebanyak 30 unit lagi (PT Tojai Pihak Develover) jadi jumlah total
perumahan pada kondisi tahun 2011 sebanyak 267 unit perumahan yang di huni,
pengamatan penulis, terjadi perubahan yang positif terhadap pengembangan wilayah,
umumnya Kabupaten Tapanuli Utara dan khususnya Desa Pagar Batu Kecamatan
Sipoholon, misalnya terjadinya pergeseran pola pekerjaan masyarakat sekitar
perumahan, yang dulunya pekerjaanya hanya seorang petani, sekarang banyak dari
mereka beralih yang menjadi pedagang, baik itu bentuk dagang kelontong, rental
komputer, grosir, tukang pangkas, rumah makan dan lain-lain sebagainya, itu dapat
dilihat dengan perbandingan PDRB tahun 2000 sekitar Rp 78.659,09 juta sedangkan
PDRB tahun 2006 sekitar Rp. 103.975,95 juta (BPS Kabupaten Tapanuli Utara,
2010). Dampak lain sebagai akibat dari pembangunan perumahan ini adalah telah
dibukanya jalan antara silangkitang sepanjang 18 km menuju Kabupaten Humbang
Hasundutan, hal ini dilakukan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, disamping
memperpendek waktu tempuh perjalanan ke Humbang Hasundutan juga akan
memperlancar penjualan hasil-hasil pertanian dari kecamatan Sipoholon ke daerah
Humbang
Dasar pemikiran mengapa sektor perumahan bagi masyarakat menengah ke
bawah di perdesaan menjadi prioritas adalah:
1. Oleh karena keterbatasan kemampuan ekonomi, mahalnya harga tanah dan
lemahnya akses kepada lembaga formal, maka tanpa bantuan pengembang swasta
dan pemerintah akan banyak masyarakat perdesaan tidak mampu menyediakan
tempat tinggal yang layak bagi keluarganya.
2. Banyak pemukiman yang tumbuh tanpa perencanaan, sehingga tidak memenuhi
Dengan adanya pembangunan prasarana pemukiman, diharapkan dapat
membantu serta meningkatkan tingkat pendapatan dan tingkat sosial ekonomi
masyarakat, khususnya golongan ekonomi menengah ke bawah serta meningkatnya
pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, penulis ingin membahas permasalahan
sejauhmana pengaruh pembangunan prasarana perdesaan khususnya pembangunan
perumahan bagi masyarakat, dalam hal ini mengambil judul “Analisis Pengaruh
Pembangunan Perumahan Silangkitang (Pagar Beringin Permai) terhadap
Pengembangan Wilayah Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah di dalam penulisan ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh pembangunan Perumahan Silangkitang Desa Pagar Batu
Kecamatan Sipoholon terhadap ekonomi masyarakat di sekitarnya.
2. Apakah ada pengaruh pembangunan Perumahan Silangkitang (Pagar Beringin
Permai) Desa Pagar Batu Kecamatan Sipoholon terhadap perkembangan sarana
dan infrastruktur.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:
1. Pengaruh pembangunan Perumahan Silangkitang (Pagar Beringin Permai) Desa
2. Pengaruh pembangunan Perumahan Silangkitang (Pagar Beringin Permai) Desa
Pagar Batu Kecamatan Sipoholon terhadap perkembangan sarana dan
infrastruktur.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Sebagai bahan informasi masukan bagi pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara
untuk mengetahui sudah sampai sejauhmanakah pengaruh pembangunan
perumahan dalam peningkatan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
2. Agar dapat digunakan oleh instansi lain, yang terkait dengan pembangunan
prasarana pemukiman/perumahan dalam hal penyusunan perencanaan
pembangunan.
3. Sebagai bahan perbandingan dan studi bagi peneliti-peneliti lain yang ingin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Pembangunan Perumahan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman disebutkan pengertian dasar istilah perumahan dan
pemukiman. Perumahan dimaksudkan sebagai suatu kelompok rumah yang memiliki
fungsi lingkungan tempat hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. Sedangkan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Perumahan dan Pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
dan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Dalam rangka
memenuhinya, perlu diperhatikan kebijaksanaan umum pembangunan perumahan dan
pemukiman, seperti masalah pertanahan, pembiayaan, kelembagaan, dan unsur-unsur
pembangunan perumahan dan pemukiman lainnya.
Penyediaan tanah untuk kegiatan pembangunan perumahan merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional maupun daerah. Arah dan kebijakan pertanahan
dalam menunjang perluasan pembangunan perumahan dan permukiman, termasuk
pembangunan kota-kota baru, untuk menampung pertambahan penduduk dan
Dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan perumahan pada
dasarnya berkaitan erat dengan aspek ketersediaan dan permintaan tanah, yang telah
diatur dan digariskan oleh berbagai kebijakan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam berbagai program pembangunan pemerintah telah menetapkan
kebijakan umum pembangunan perumahan dan pemukiman yang relevan guna
memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan harkat serta martabat masyarakat.
Pembangunan perumahan dan pemukiman ditata dalam suatu perencanaan yang
sesuai dengan kondisi tata ruang dan tata guna tanah, disertai dengan prasarana dan
sarana fasilitas lingkungan yang berfungsi bagi kehidupan sosial masyarakat.
SKB Tiga Menteri tahun 1992 (Hilam, 2004) menegaskan bahwa
pembangunan perumahan dan pemukiman diarahkan untuk mewujudkan kawasan
dan lingkungan perumahan dan pemukiman dengan hunian yang berimbang, meliputi
rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah dengan perbandingan dan
kriteria tertentu, sehingga dapat menampung secara serasi antara kelompok
masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial.
Menurut Ultermann dan Small (1993) proses perencanaan perumahan untuk
tapak yang telah ditentukan merupakan suatu bagian yang fundamental dari proses
perencanaan keseluruhan. Kualitas dan kelayakan dasar dari perumahan untuk tapak
yang telah ditentukan haruslah timbul dari suatu ekspresi latar belakang sosial-budaya
para pemakai, potensi-potensi dan batasan-batasan tapak, dan sumber-sumber bahan
Setelah lokasi daerah perumahan ditentukan berdasarkan pilihan yang
optimal, maka perlu dibuat rencana tapaknya (site planning). Rencana tapak ini
penting, karena hal itu selain akan menentukan bentuk kota yang ada, dapat
menciptakan kemudahan (atau kesukaran) bagi para penghuni, disamping dapat
mempengaruhi tingkah laku penghuni di lokasi perumahan tersebut.
Lingkungan-lingkungan perumahan kelompok adalah merupakan bentuk yang
paling fundamental dan abadi dari pemukiman manusia. Pengadaan perumahan, baik
yang dilakukan oleh sektor formal maupun informal, didasarkan atas kebutuhan
rumah tiap segmen penghasilan masyarakat.
Menurut Komarudin (1997), segmen perumahan dapat dibentuk berdasarkan
kelompok pendapatan penduduk, lokasi, penyediaan rumah (formal dan informal).
Dari unsur pembentuk segmen perumahan ini, dapat dibuat matriks, misalnya lima
baris penghasilan penduduk (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi)
dan empat lajur (formal pusat kota, informal pusat kota, formal pinggir kota, dan
informal pinggir kota). Hilman (2004) Dari matriks ini dapat kita baca misalnya
segmen rumah penghasilan rendah, sektor formal di pusat kota atau penghasilan
menegah, sektor informal pinggir kota.
2.2. Aspek Permukiman/Perumahan dalam Perkembangan Daerah
Pembangunan ekonomi dan urbanisasi mempunyai hubungan sebab akibat
yang timbal balik sifatnya. Pembangunan ekonomi suatu perkotaan dapat
meningkatkan perkembangan perekonomian. Namun hal ini menurut Richardson
(Sukirno, 1996), urbanisasi dan pembangunan ekonomi merupakan dua faktor
penting yang menciptakan perkembangan perkotaan pada umumnya, meskipun hal ini
belum bisa menjelaskan perbedaan laju perkembangan perkotaan yang satu dengan
perkotaan lainnya.
Peningkatan aktivitas pembangunan ekonomi di daerah perkotaan merupakan
indikator meningkatnya penanaman investasi yang akan membuka lapangan kerja,
sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini juga
berdampak pada sektor informal dan jasa lainnya, di mana masyarakat yang tidak
tertampung pada sektor formal dapat berusaha pada sektor informal yang biasanya
tidak menuntut pendidikan dan ketrampilan tinggi. Umumnya masyarakat pada
kelompok ini berasal dari daerah pinggiran atau pedesaan. Dengan kata lain,
perkembangan dari berbagai kegiatan tersebut pada gilirannya akan mendorong
seseorang untuk berpindah ke perkotaan, yang akhirnya akan mempengaruhi laju
pertumbuhan dan perkembangan daerah perkotaan tersebut. Menurut Todaro (2000),
kecendrungan memusatnya pembangunan ekonomi di wilayah urban menunjukkan
bahwa pembangunan di wilayah ini lebih pesat dibandingkan wilayah rural
(pedesaan), yang berarti juga bahwa peningkatan pendapatan lebih cepat di wilayah
urban dan perbedaan yang semakin besar ini akan mempercepat proses urbanisasi dan
perkembangan perkotaan.
Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi dan konsentrasi penduduk di suatu
ruang daerah tersebut, sehingga dalam pendekatannya diperlukan suatu konsep
pembangunan daerah yang mampu mengantisipasi dan menampung berbagai aktivitas
masyarakatnya, termasuk pembangunan permukiman/perumahannya. Secara teori,
pertumbuhan dan perkembangan daerah tersebut dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori lokasi, teori tempat pemusatan (central place) ataupun teori
pertumbuhan/perkembangan perkotaan lainnya. Berkaitan dengan ini, teori lokasi
yang dikemukakan oleh von Thunen (Koestoer, 1997) mengenai hubungan antara
lokasi yang berbeda dan pola penggunaan tanah secara sederhana telah memberikan
inspirasi kepada para ahli geografi dan ahli ekonomi untuk mempelajari organisasi
permukiman beserta kaitan-kaitannya (struktur hirarkinya).
Menurut Glasson (1977), secara teoritis struktur tata ruang daerah dibagi
menjadi tiga unsur pokok, yaitu:
1. Kelompok lokasi industri, perdagangan, keuangan dan pelayanan lainnya, yang
cenderung mengelompok menjadi system tempat sentral yang tersebar secara
seragam pada hamparan daerah yang mempunyai hubungan mudah dengan
pasar-pasar terbesar.
2. Lokasi-lokasi yang memencar dengan spesialisasi industri seperti manufakturing,
pertambangan rekreasi, yang cenderung mengelompok menjadi cluster atau
aglomerasi menurut lokalisasi sumber daya fisik.
3. Pola jaringan pengangkutan, misalnya jalan raya dan kereta api, yang dapat
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai unsur-unsur pokok di
atas, namun belum ada satu kerangkapun yang secara memuaskan merangkum ketiga
unsur tersebut. Menurut Garner (Glasson,1977), terdapat enam hal yang melandasi
semua model mengenai struktur ruang daerah, yaitu:
1. Distribusi spasial dari kegiatan manusia bertumpu pada penyesuaian yang berurut
dengan factor jarak, yang dapat diukur dengan menggunakan kriteria linear atau
non linear.
2. Keputusan-keputusan mengenai lokasi pada umumnya diambil sedemikian rupa
sehingga meminimumkan efek friksional dari jarak (the principle of least effort).
3. Semua lokasi sampai tingkat tertentu dapat dihubungi, tetapi beberapa lokasi
lebih mudah dihubungi daripada lokasi lainnya.
4. Kegiatan-kegiatan manusia cenderung untuk beraglomerasi guna memanfaatkan
keuntungan-keuntungan skala, yaitu keuntungan-keuntungan spesialisasi yang
memungkinkan oleh konsentrasi pada lokasi bersama.
5. Organisasi dari kegiatan manusia pada hakekatnya mempunyai watak hirarki,
yang timbul karena saling berhubungan antara aglomerasi dan kemudahan
hubungan.
6. Jenis kegiatan manusia mempunyai watak memfokus.
Pada dasarnya unsur-unsur pokok yang menyusun tata ruang suatu daerah di
atas melihat nilai manfaat ekonomi suatu lokasi. Secara berurutan unsur-unsur pokok
tersebut pada umumnya dapat diukur, karena keuntungan relatif dari suatu lokasi
permasalahannya, sangat sulit mencari untuk merangkum dari unsur-unsur tersebut
berjalan bersama-sama membentuk tata ruang suatu daerah. Hal ini disebabkan
adanya faktor ketidakpastian tertentu seperti tingginya biaya relokasi,
perubahan-perubahan periotas, keluarga, tempat kerja, suasana lingkungan dan
pertimbangan-pertimbangan lainnya, sehingga sulit menerapkan secara operasional konsep
maksimalisasi nilai manfaat suatu lokasi.
Salah satu teori yang banyak diteliti dan dikaji untuk menjelaskan
perkembangan struktur tata ruang di atas adalah teori tempat pusat (central place
theory) yang pertama kali diperkenalkan oleh Christaller pada tahun 1933 (dalam
Glasson, 1977 dan Syihab, 1993). Teori ini juga dikenal sebagai teori pertumbuhan
perkotaan, yang menghubungkan lokasi industri dan pertumbuhan perkotaan
berkaitan dengan pelayanan perkotaan. Pada prinsipnya teori tersebut menyatakan
bahwa pertumbuhan dari suatu kota tergantung pada spesialisasinya dalam fungsi
pelayanan yang dapat diberikannya, sedangkan tingkat permintaan pelayanan
perkotaan oleh daerah sekitarnya akan menentukan kecepatan pertumbuhan kota
(tempat pemusatan) tersebut. Artinya, bahwa pertumbuhan suatu daerah perkotaan
adalah fungsi dari jumlah penduduk dan tingkat pendapatan daerah belakangnya
(penyangga) dan tingkat pertumbuhannya tergantung pada laju dari peningkatan
permintaan daerah belakang atas barang dan pelayanan perkotaan tersebut.
Model Christaller menggambarkan bahwa kota-kota tersebar di suatu dataran
(central places) yang menyajikan berbagai barang dan jasa untuk wilayah
tersebut. Untuk menjelaskan konsep ini digunakan bentuk hexagonal, di mana daerah
pasar terbentuk bagi berbagai barang dan jasa yang berbeda dan hal tersebut
ditentukan oleh biaya transportasi dan sistem transportasinya. Jumlah barang dan jasa
yang diminta berkurang secara tata ruang dengan meningkatnya jarak di antara lokasi
yang menyediakan dan membutuhkan yang diukur dalam biaya transportasi, dengan
menggunakan asumsi:
a. Keseragaman fisik dan budaya dari ruang wilayah
b. Satuan daerah yang tidak terikat
c. Aksesibilitas yang sama ke segala arah
d. Kelakuan perjalanan konsumen yang rasional, sehingga daerah pasar akan
berbentuk lingkaran
Meskipun banyak ahli yang mendukung teori Christaller ini sebagai landasan
teori yang dapat menjelaskan pembangunan wilayah/daerah karena berhubungan
dengan lokasi industri dan pertumbuhan perkotaan yang berkaitan pelayanan
perkotaan (urban services), namun teori ini banyak pula pihak-pihak yang
mengkritiknya, terutama dari ahli ekonomi karena menurut mereka bahwa pola-pola
pemukiman yang dikemukakan tidak realistik, tidak ada wilayah yang homogen,
wilayah-wilayah pasaran tidak pernah ada yang berbentuk heksagonal yang
disebabkan oleh kondisi geografis dan jaringan transportasi, manusia tidak selalu
berbuat rasional dan sebagainya. Adanya ketidak sesuaian tersebut, menurut Nas
(Daldjoeni, 1999) menyatakan bahwa perbedaan disebabkan oleh faktor-faktor
Terlepas dari hal itu, teori tempat pusat ini dalam perencanaan daerah masih perlu
dikembangkan, karena dengan menentukan fungsi-fungsi sentral dapat dijadikan titik
awal dari penyusunan klasifikasi pusat-pusat perkotaan dalam pengaturan pemerintah
daerah, sehingga dapat disusun perencanaan regional untuk mendorong aktivitas
pembangunan secara dekonsentrasi maupun desentralisasi.
2.3. Teori Pusat Pertumbuhan
2.3.1. Pola Kutub Pertumbuhan (Growth Pole)
Dalam pola kutub pertumbuhan ini daerah dianggap terdiri dari suatu kota
utama (pusat pertumbuhan) dengan daerah sekitarnya (hinterlands). Kota utama,
yaitu kutub pertumbuhannya, memiliki konsentrasi pemukiman dan kegiatan
ekonomi. Sebagai pusat pertumbuhan, kota utama mempunyai dasar untuk tumbuh
dengan dinamis atas kekuatannya sendiri dan menjadi lokasi yang paling ekonomis
dan efisien untuk investasi industri, untuk memproduksi barang-barang yang
dipertukarkan atau diperdagangkan ke luar daerah.
Apabila suatu usaha di kutub pertumbuhan dapat berkembang dengan baik,
maka akan memberikan manfaat kepada daerah sekitarnya karena mekanisme pasar
telah menghubungkannya. Hal yang perlu diperhatikan dalam pola seperti ini adalah
pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur) yang menunjang pusat
pertumbuhan dengan daerah sekitarnya. Artinya, hasil-hasil yang telah dicapai pada
akan mendorong untuk membuka peluang-peluang lainnya, selain itu juga akan
menarik kelebihan tenaga kerja dari wilayah pedesaan sekitarnya.
2.3.2. Pola Integrasi Fungsional (Functional Integration)
Dalam pola intergrasi fungsional, daerah dianggap sebagai suatu jaringan
yang relatif teratur terdiri dari kawasan-kawasan, misalnya kawasan pertanian yang
berkelompok mengelilingi desa-desa, desa-desa berkelompok mengelilingi kota-kota
pemasaran, kota-kota pemasaran berkelompok mengelilingi kota-kota madya dan
kota-kota madya berkelompok mengelilingi ibukota daerah. Daerah-daerah bawahan
secara relatif mempunyai kekhususannya tersendiri dan efisiensi kedaerahan berarti
disatu padukannya keuntungan-keuntungan absolute dan komparatif yang ada dengan
suatu cara yang akan memaksimalkan kesejahteraan daerah tersebut secara
keseluruhan.
Pembangunan terutama didasarkan atas produksi guna pertukaran ekonomi,
tetapi manfaat-manfaat pembangunan dipandang khususnya disebarkan melalui
kaitan-kaitan dalam berproduksi untuk kegunaan ekonomi, yaitu produksi yang
secara langsung akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan daerah. Investasi-investasi
dalam pertanian, prasarana dan usaha-usaha diperhitungkan secara hati-hati untuk
disebarkan ke seluruh daerah sedemikian rupa, sehingga hal itu akan mengeksploitasi,
menciptakan dan meningkatkan efisiensi kaitan antar daerah.
2.3.3. Desentralisasi Integrasi Wilayah (Desentralized Territorial Integration)
Dalam pola integrasi wilayah yang terdesentralisasi, daerah dianggap terdiri
yang lain, masing-masing dengan struktur kependudukan yang khas. Hal yang dititik
beratkan adalah bagaimana ekonomi dimanfaatkan di masing-masing daerah bawahan
dan daerah itu sendiri, di mana pembangunan cenderung diukur dalam
keswasembadaan yang relatif dari pada jumlah produksi perdagangan.
Pertama-tama daerah tersebut dan daerah-daerah bawahannya disemangatkan
dalam produksi berskala kecil untuk pemasaran setempat, yang hanya memiliki
pertalian tertentu melalui hirarki kependudukan daerah dan nasional. Investasi untuk
pembangunan ditentukan oleh penduduk dari kota dan desa yang ada di daerah
tersebut. Perencanaan daerahnya didesentralisasikan dan masukan-masukan popular
dan teknis dipadukan, bersifat menyatukan. Artinya, sasaran-sasaran daerah tercapai
dengan disatukannya sasaran-sasaran daerah bawahan.
2.4. Aspek Ekonomi Sumber Daya Tanah dalam Pembangunan Perumahan
Sumber daya tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting, karena
ketersediaan tanah yang terbatas dan relatif tetap, namun pada sisi lain permintaan
akan tanah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan
aktivitas pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sebagainya,
sehingga menyebabkan tanah menjadi langka dan bernilai ekonomi tinggi. Keadaan
ini tidak terlepas dari kenyataannya, menurut Sandy (Raharjo,1999) menyatakan
bahwa tanah muka bumi adalah tempat pelaksanaan semua kegiatan manusia
sekaligus pula menjadi tempat pembatasnya, tanah tidak memberikan kemakmuran,
tersebut. Dengan kata lain, nilai ekonomi tanah tersebut sangat dipengaruhi oleh
berbagai jenis penggunaannya.
Klasifikasi penggunaan tanah menurut International Geographical Union
(IGU) (Silalahi,1982), antara lain adalah: 1. Perkampungan dan penggarapan lainnya,
yang tidak berhubungan dengan bidang-bidang agrarian (pertanian); 2. Kebun
(Horticultura), sayur-sayuran dan buah-buahan kecil; 3. Perkebunan dan tanaman
besar lainnya; 4. Tanah pertanian; 5. Perumputan yang dipelihara; 6. Perumputan
yang tidak dipelihara; 7. Hutan; 8. Tanah rawa dan bencah; 9. Tanah tandus.
Sedangkan Barlowe (1972) mengklasifikasikan penggunaan sumber daya
tanah antara lain adalah: 1. Tanah untuk pemukiman (residential lands); 2. Tanah
untuk perdagangan, jasa dan industri (commercial and industrial sites); 3. Tanah
untuk pertanian tanaman pangan/bercocok tanam (croplands); 4. Tanah untuk
perkebunan dan pengembalaan (pasture and grazing lands); 5. Tanah untuk
kehutanan (forest land); 6. Tanah untuk pertambangan (mineral lands); 7. Tanah
untuk rekreasi (recreation lands); 8. Tanah cadangan untuk keperluan tertentu (sevice
area); 9. Tanah tandus dan padang pasir (bareen and waste).
Klasifikasi penggunaan tanah di atas pada dasarnya tidak mutlak karena dalam
praktek sering terjadi penggunaan yang tumpang tindih (overlapped), seperti
kelompok tanah untuk pertanian tanaman pangan, tanah untuk perkebunan dan
pengembalaan dan tanah untuk kehutanan yang juga sering dikategorikan sebagai
Konsepsi kapasitas penggunaan tanah (land use capacity) berupaya
mengkaitkan antara kemampuan tanah dengan kemampuan relatif sebidang tanah
untuk menghasilkan nilai lebih atau kepuasan atas biaya-biaya yang dikeluarkan di
dalam penggunaan tanah tersebut. Kapasitas penggunaan tanah ini sangat dipengaruhi
oleh faktor kualitas tanah dan factor aksesibilitas. Faktor kualitas meliputi
kemampuan relatif sumber daya tanah untuk menghasilkan produk tertentu atau
kepuasan tertentu. Sedangkan factor aksesibilitas meliputi lokasi sumber daya,
posisinya terhadap pasar dan fasilitas transportasi, dalam hal ini pertimbangannya
berkaitan dengan biaya, waktu dan jarak.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, pada prinsipnya sumber daya tanah
mempunyai beberapa alternatif penggunaan. Pada umumnya para pemilik sumber
daya tersebut akan menggunakan tanahnya pada kemungkinan terbaik yang
memberikan pendapatan atau kepuasan yang tertinggi. Berkaitan dengan ini,
pandangan aspek ekonomi sumber daya tanah yang sering menjadi pembahasan
antara lain adalah: 1. Sewa sumber daya tanah (land rent), 2. Lokasi sumber daya
tanah (land location), 3. Pajak sumber daya tanah (land tax) (Syihab, 1993).
Pengertian mengenai sewa tanah (land rent) muncul seiring dengan semakin
mendesaknya kebutuhan akan tanah dari waktu ke waktu. Mereka yang tidak
mempunyai tanah biasanya berusaha menguasai/memiliki tanah untuk berbagai
keperluannya, yang antara lain melalui dengan membeli, menyewa atau
mengkontraknya. Teori ekonomi klasik mengenai sewa tanah pertama kali
Sewa tanah menurut Ricardo akan berbeda-beda atau bervariasi (gradient) yang
disebabkan oleh adanya tingkat kesuburan tanah yang sangat beragam (heterogenitas
tanah). Orang cenderung akan mengusahakan tanah yang subur terlebih dahulu dan
setelah yang subur digunakan semuanya, maka kemudian orang mulai memanfaatkan
tanah yang kurang subur dan seterusnya hingga pada tanah yang tidak subur (tanah
marginal). Perbedaan antara hasil produksi tanah yang subur dengan tanah-tanah yang
kurang subur tersebut adalah sewanya (rent). Hal inilah yang diterima pemilik tanah
yang subur. Namun dalam teori ini faktor aksesibilitas lokasi tidak terlihat (Koestoer,
1997). Artinya, dampak biaya transportasi seiring dengan jarak lokasi terhadap sewa
tersebut belum diperhitungkan.
Berbeda dengan teori sewa tanah Ricardo, teori sewa tanah pertanian yang
diperkenalkan oleh Von Thunen pada tahun 1826 telah mempertimbangkan faktor
aksesibilitas, yaitu melihat hubungan antara lokasi yang berbeda dengan pola
penggunaan tanah pertanian (perdesaan) secara sederhana (Syihab, 1993 dan
Koestoer, 1997). Pada prinsipnya Von Thunen membagi penggunaan tanah ke dalam
beberapa penggunaan, mulai dari daerah dekat yang subur sampai daerah di luar yang
tandus. Dengan model concentric ring, lokasi tanah tanaman dengan produktivitas
tertinggi akan menempati tempat yang paling dekat dengan pusat kota. Artinya,
distribusi pola penggunaan tanah akan sangat dipengaruhi faktor transportasi dan
biaya produksinya.
Berdasarkan persebaran penggunaan tanah di atas akan tercipta
nilai jual hasil produksi tertentu di pasar meningkat seiring dengan peningkatan biaya
transportasi, sewa lokasi dan penurunan jarak. Hal ini berarti bahwa semakin ke pusat
kota maka sewa tanah/lokasi semakin tinggi yang disebabkan penurunan biaya
transportasi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat kota maka sewa tanah/lokasi
semakin rendah karena adanya kenaikan biaya transportasi yang harus ditanggung
oleh petani.
Teori ekonomi neo-klasik yang diperkenalkan Alonso pada tahun 1964
banyak diilhami ole ide-ide Von Thunen. Meskipun terdapat sedikit perbedaan
dengan model Von Thunen, yakni selain menekankan masalah daerah pedesaan,
namun juga berkaitan dengan wilayah perkotaan (Koestoer, 1997). Model Alonso
menekankan bahwa penggunaan tanah pertanian di pedesaan sama dengan
penggunaan tanah di perkotaan. Artinya, suatu tanah mempunyai sewa tertentu jika
pemakainya rela membayar sejumlah tertentu untuk suatu lokai tertentu, sehingga
penggunaan tanah di perkotaan berhubungan dengan perbedaan sewa tanah yang
dimililkinya.
Dalam menjelaskan konsepnya, Alonso memperkenalkan kurva penawaran
sewa (bid rent curve). Bid rent curve (BRC) untuk perkotaan diperkenalkan tiga jenis
penggunaan tanah, yaitu (1) retailing, (2) industrial, (3) residential. BRC retailing
mempunyai kurva paling curam, yang disebabkan akan kebutuhannya terhadap
aksesibilitas tertinggi. BRC industrial mempunyai kurva lebih landai dibandingkan
retailing, yang dikarenakan kebutuhannya terhadap aksesibilitas tidak sebesar pada
meningkatnya jarak dari titik lokasi tertentu yang mempunyai aksesibilitas maksimal
ke pusat kota, hal ini dikompensasikan oleh peningkatan biaya transportasi. Lokasi
yang berdekatan dengan pusat kota memiliki aktivitas dengan intensitas-intensitas
yang padat, dan intensitas kegiatan tersebut semakin menurun dengan semakin
dekatnya lokasi tersebut terhadap pinggiran kota.
Sejalan dengan konsep di atas tersebut, menurut pengamatan Alonso bahwa
perumahan di kota besar cenderung disusun dalam bentuk lingkaran-lingkaran zones.
Oleh karena adanya perubahan teknologi yang di bidang transportasi dan komunikasi,
serta peningkatan standar hidup penduduk yang semula tinggal di dekat pusat kota
yang padat dan kumuh, telah mendorong terjadinya perpindahan penduduk ke luar
kota (Yunus, 1999). Penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi akan memilih
tempat tinggal jauh dari pusat kota dan sebaliknya yang berpendapatan lebih rendah
akan mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan pusat kota. Fenomena ini
menunjukkan bahwa bagi penduduk yang berpendapatan tinggi mempunyai elastisitas
yang lebih tinggi terhadap permintaan perumahan baru dengan luas tanah yang lebih
besar dalam struktur ruang modern.
Kecenderungan di atas oleh para pengusaha pengembang juga dimanfaatkan
dalam mengantisipasi kebutuhan perumahan penduduk yang berpendapatan tinggi
tersebut. Lokasi yang jauh dari pusat (pinggiran) perkotaan dengan harga tanah yang
relatif lebih murah, sehingga memungkinkan para pengembang tersebut membeli
tanah yang lebih luas. Dengan kata lain, bahwa sejalan dengan peningkatan
permintaan terhadap perumahan masyarakat. Namun hal tersebut tentu akan semakin
mendesak keberadaan tanah-tanah pertanian dan masyarakat petani yang berada di
pinggiran perkotaan. Persoalan yang sangat penting dalam hal ini adalah bagaimana
caranya pemerintah (Pemda) membuat suatu kebijakan yang mengatur dan
mengendalikan keseimbangan antara kebutuhan tanah pembangunan perumahan
masyarakat tersebut seiring dengan perkembangan penduduknya, sehingga konflik
yang ditimbulkan dari kebijakan pembangunan itu dapat ditekan seminimal mungkin.
2.5. Pembangunan Perumahan dan Lingkungan
Pembangunan perumahan dan pemukiman adalah sebagai suatu proses
pekerjaan yang dilakukan secara sadar dalam rangka menciptakan hunian yang sehat,
bersih, teratur dan nyaman.
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dapat
berfungsi sebagai sarana produktif keluarga merupakan titik strategi dalam
pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya, karena dengan
pemenuhan kebutuhan perumahan akan mempermudah pemenuhan kebutuhan dasar
lainnya sehingga dapat mempercepat pembangunan keluarga yang pada gilirannya
mempercepat pembangunan bangsa. Miraza (2005) menyatakan lingkungan fisik dan
peradaban masyarakat akan berubah, mengikuti perubahan yang terjadi, dampak dari
pembangunan serta pengembangan.
Perumahan bukan sekedar sarana hunian belaka. Rumah memiliki hubungan
tempat rumah tersebut didirikan menjadi sebuah kondisl yang mutlak terjadi. Rumah
yang ideal adalah rumah yang memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan serta
menempati lingkungan yang sehat. Berpijak dari konteks kawasan maka analisis
perumahan akan selalu diwarnai oleh perdebatan tentang bagaimana tata ruang,
pemeliharaan sanitasi lingkungan dan penyediaan fasilitas umum dapat disinkronkan.
Keberadaan perumahan tidak terpisah dari suatu kawasan atau wilayah. Di samping
itu prasyarat perumahan harus memenuhi tuntutan kesehatan dan penataan yang baik
(Sulistiyani, 2002).
Keberadaan perumahan melekat pada suatu kawasan, berarti secara mutlak
rumah berdiri membutuhkan lahan. Guna terpenuhi persyaratan perumahan yang
memadai dan lingkungan yang baik maka sebuah rumah memerlukan lahan yang
cukup. Sementara itu penyediaan lahan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
perumahan semakin sempit. Khususnya di perkotaan permasalahan serupa menjadi
semakin menonjol dari waktu ke waktu seiring dengan kebutuhan pertumbuhan
perkotaan itu sendiri.
Pertumbuhan perkotaan yang ditandai dengan bertambahnya keperluan
fasilitas kota baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan keanekaragamannya juga
harus ditopang dengan lahan yang cukup luas. Pada saat kedua permasalahan ini
muncul, yaitu problem lahan perumahan dan lahan untuk sarana dan prasarana kota
ini di permukaan secara serentak maka akan menjadi semakin kritis.
Bagaimanapun kedua kebutuhan yang saling berseberangan ini memiliki
Pertumbuhan kota yang pesat membutuhkan lahan yang luas untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pusat-pusat kegiatan kota, seperti prasarana jalan, pusat-pusat
industri, mall, supermarket, jaringan transportasi, terminal, pasar, hotel, kawasan
pusat pemerintahan dan masih banyak lagi. Fenomena ini semakin memperjelas apa
yang disampaikan oleh Prawirosumantri dalam Sulistiyani (2002), "perumahan
mempunyai hubungan dengan perkembangan kota". Sehubungan dengan teori
pertumbuhan kota dan pengaruh yang ditimbulkannya dapat diwakili oleh terjadinya
perubahan-perubahan morpologis yang telah melanda sudut-sudut kota, bahkan
menyita hampir semua tempat strategis untuk dijadikan pusat-pusat kegiatan kota.
Perubahan morpologis yang dimaksudkan adalah terjadinya pergeseran fungsi
suatu lahan yang semula berupa tanah lapang, persawahan, pekarangan atau bahkan
kawasan perumahan kemudian digusur dan dipergunakan untuk mendirikan
gedung-gedung seperti kawasan wisata, perusahaan, pusat pembelanjaan dll. "Jakarta,
misalnya dalam dekade terakhir ini terpaksa harus merelakan lenyapnya sekitar
30.000 ha tanah pertanian dan perkebunannya yang sangat berbahaya, ditelan oleh
pembangunan" (Siahaan, 1986).
Penggusuran pemukiman penduduk bahkan sering dilakukan untuk sekedar
memenuhi tuntutan pembangunan pusat-pusat kegiatan. Banyak rumah tempat tinggal
berubah fungsi menjadi perkantoran dan atau pusat-pusat pembelanjaan, ruang-ruang
terbuka, bahkan kawasan yang hijau terpaksa menciut lantaran didesak oleh
gedung-gedung komersial. Memang sulit untuk dielakkan terjadinya
meskipun di balik kepentingan pembangunan fisik kota tersebut, ada kepentingan
masyarakat yang jauh lebih urgen telah dikorbankan.
Resiko yang muncul akibat pembangunan fisik kota adalah anggota
masyarakat kehilangan tempat tinggal, sementara ganti rugi yang diberikan baik oleh
pemerintah atau pihak swasta yang berkompeten, seringkali tidak memadai untuk
mendapatkan tempat tinggal yang baru. Banyak kasus yang terjadi berupa pemaksaan
kepada masyarakat untuk menyerahkan tempat tinggal dan lahan satu-satunya yang
dimiliki untuk dijadikan sebagai arena proyek, yang sesungguhnya belum tentu
manfaatnya bagi masyarakat. Bahkan di kampung-kampung atau kawasan yang
tertimpa proyek, acapkali terjadi demo menuntut ganti rugi yang memadai. Fenomena
ini memperlihatkan, ada perbenturan kepentingan antara mempertahankan lahan
perkampungan di tengah-tengah kota atau membiarkan pertumbuhan kota dengan
sagala konsekuensinya termasuk mengorbankan lahan pemukiman penduduk untuk
kepentingan pembangunan pusat-pusat kota. Sementara pembangunan fisik kota yang
pesat akan memunculkan semakin menciutnya kawasan pemukiman, di samping
menguatnya sektor industri, bisnis yang justeru mengakibatkan polusi dan degradasi
lahan akibat pencemaran.
Kondisi-kondisi tersebut bagaimanapun secara tidak langsung telah
menurunkan kualitas hidup, yaitu menghilangkan satu komponen kebutuhan dasar
masyarakat berupa tempat tinggal yang layak. Dengan demikian pembangunan
perumahan di perkotaan terlebih lebih di kota-kota besar menjadi permasalahan yang
Kota-kota di negera sedang berkembang menghadapi problem serupa
(keterbatasan lahan untuk pemukiman), bahkan permasalahannya semakin meluas
dengan adanya faktor lain. Problem lainnya berupa perumahan yang tidak layak huni,
lingkungan yang telah terdegradasi akibat pengolahan limbah yang kurang sempuma,
munculnya rumah-rumah liar (squatter), dan kawasan kumuh yang semakin meluas.
Perumahan yang tidak layak huni bermunculan di mana-mana, merupakan
pemandangan yang kurang sedap, di tengah kota yang gemerlapan, sekaligus
merupakan potret ketimpangan antara si miskin dan si kaya. Hal ini disebabkan oleh
beberapa masalah, pertama faktor masyarakat sendiri yang tidak mampu, karena
penghasilan rendah atau marginal, sehingga tidak mampu menjangkau harga rumah
layak yang semakin mahal dari waktu ke waktu. Kedua faktor keterbatasan
penyediaan rumah yang layak dengan denganharga yang murah.
2.6. Ekonomi Masyarakat
Ciri yang umum dinegara yang sedang berkembang ditandai dengan
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, walaupun diantara negara berkembang itu
ada yang mempunyai pendapatan perkapita sama dengan negara-negara maju.
Masalah pokok yang dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah kemiskinan
yang menimpa sebagian besar penduduknya. Usaha untuk mengatasinya adalah
dengan melaksanakan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat
diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan
menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang
(Sukirno, 1989).
Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita diperlukan pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi hingga dapat melampaui pertumbuhan penduduk yang
terjadi dalam periode yang sama. Akan tetapi pembangunan ekonomi yang
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi melahirkan masalah merawankan dalam
pemerataan ekonomi dan sosial yang bermula dari penemuan Kuznets, dkk
(Hasibuan, 1993). Hasil penemuan mereka, membuktikan bahwa pertumbuhan
ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan dalam ketimpangan pembagian
pendapatan (ketimpangan relatif). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumitro
(Mahlil, 2001) bahwa terdapat kecenderungan seakan-akan pola dan sifat
pertumbuhan justru menambah kepincangan pembagian pendapatan.
Alasan yang dikemukakan: pertama, karena untuk mencapai laju
pertumbuhan yang tinggi maka sektor modern pasti mendapat tempat karena dapat
meningkatkan pertumbuhan yang cepat. Hal ini menyebabkan tidak meratanya
pembagian kesempatan kerja. Kedua, mengejar pertumbuhan sama artinya
mengutamakan daerah yang sebelumnya sudah maju, sehingga daerah yang sudah
maju akan bertambah maju dan daerah terbelakang akan semakin tertinggal.
Di dalam banyak literatur mengenai teori distribusi pendapatan dapat
ditemukan beberapa pendekatan untuk pengukurannya antara lain: pertama, distribusi
pendapatan fungsional atau distribusi faktor yang lazim digunakan oleh ahli ekonomi
faktor. Kedua, distribusi pendapatan personal (personal income distribution) yang
merupakan distribusi pendapatan perorangan yang menyangkut segi manusia
sehingga perorangan atau rumah tangga dan total pendapatan yang diterima (Todaro,
1998).
Pada dasarnya kedua pendekatan inilah yang digunakan untuk menganalisis
dan menilai distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan fungsional yang berasal dari
teori produktivitas marginal, atau yang dikenal dengan distribusi balas jasa dalam
teori ekonomi mikro. Perangkat analisis dari distribusi fungsional adalah fungsi
produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi
produksi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori yang mendasarinya memiliki
hubungan antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan
didalam suatu proses produksi spesifik.
Pendekatan yang lazim dipergunakan adalah pendekatan distribusi personal
atau rumah tangga. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan perorangan
kedalam kelompok (deciles atau quintiles) yang akan menggambarkan pola
pembagian pendapatan di dalam suatu kelompok masyarakat. Kemudian menetapkan
proporsi yang diterimanya oleh masing-masing kelompok dari pendapatan total.
2.7. Pengembangan Wilayah
Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,
meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di
pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk
penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).
Miraza (2005) di dalam sebuah wilayah terdapat berbagai unsur pembangunan
yang dapat digerakkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur
dimaksud seperti natural resources, human resources, infrastructure, technology dan
culture.
Siagian (1982), pengembangan wilayah adalah merupakan suatu rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan
bangsa. Sandy (1992) pengembangan wilayah pada hakekatnya adalah pelaksanaan
pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik
dan sosial wilayah tersebut serta tetap mentaati peraturan perundangan yang berlaku.
Hadisaroso (1993), mengemukakan pengembangan wilayah merupakan suatu
tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka
usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Lebih lanjut
pengembangan wilayah menurut Soegijoko (1997) merupakan upaya pemerataan
pembangunan dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai
kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.
Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti
mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan
usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan
maupun kualitasnya.
Mulyanto (2008) pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah
yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk
mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi
kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat
dikelompokkan menjadi usaha-usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan
di dalam kerangka azas:
a. Sosial
Usaha-usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan
kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan seluruh
masyarakat di dalam wilayah itu diantaranya dengan mengurangi pengangguran
dan menyediakan lapangan kerja serta menyediakan prasarana-prasarana
kehidupan yang baik seperti pemukiman, papan, fasilitas transportasi, kesehatan,
sanitasi, air minum dan lain-lainnya.
b. Ekonomi
Usaha-usaha mempetahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan
kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan
pertumbuhan kearah yang lebih baik.
c. Wawasan Lingkungan
Pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan.
Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil lingkungan dari, atau
memanfaatkan memanfaatkan potensi alam, sedikit banyak akan mempengaruhi
kesetimbangannnya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian
terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi manusia,
khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak terubah lagi (irreversible
change). Untuk mencegah hal-hal ini maka di dalam melakukan pengembangan
wilayah, program-programnya harus berwawasan lingkungan dengan tujuan:
mencegah kerusakan, menjaga kesetimbangan dan mempertahankan kelestaian
alam,
2.8. Penelitian Sebelumnya
Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai pembangunan perumahan,
pendapatan dan pengembagan wilayah sebelumnya antara lain:
1. Tarigan (2001) “Pengaruh Pembangunan Perumnas III Simalingkar terhadap
Sosial Ekonomi di Daerah Sekitarnya” dengan pendekatan studi dilakukan
dengan melakukan analisis desktiptif dan uji t, menyimpulkan bahwa
pembangunan Perumnas III Simalingkar berpengaruh positif terhadap sosial