Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
PERTANIAN JERUK DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE KABUPATEN KARO (1980-1995) SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN O
L E H
Desmika Br Sembiring 060706036
Pembimbing
Dra. Nurhamidah, M. A NIP 194805091985032001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan, unuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Sastra
Dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
PERTANIAN JERUK DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE KABUPATEN KARO (1980-1995)
Yang diajukan oleh Nama : Desamika Br Sembiring
Nim : 060706036
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh
Pembimbing
Dra. Nurhamidah, M. A Tanggal,
NIP 194805091985032001
Ketua Departemen Ilmu Sejarah
Dra. Fitriaty Harahap S.U Tanggal, NIP 195406031983032001
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
Lembar Persetujuan Ketua Departemen
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH Ketua Departemen
Dra. Fitriaty Harahap S.U NIP 195406031983032001
PERSEMBAHAN
Syalom…
Tuhan adalah gembalaku
Takkan kekurangan aku
Kasih yang sempurna
Telah kau berikan padaku
Kasih Tuhan takkan pernah ada habisnya
Cinta Tuhan indah dalam hidupku
Besar kasih Tuhan dalam hidupku
Tangan Tuhan takkan pernah berhenti
Membuat karyanya yang indah dalam hidupku
Dia buatku melihat indah rancangannya
Cinta Tuhan ubahkan hatiku
Membentuk hidupku sesuai kehendak rencananya
Dia buat hidupku menjadi berarti
Untuk segala sesuatu ada masanya
Untuk apapun dibawah langit ada waktunya
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya
Bahkan ia memberikan dalam hati mereka
Skripsi ini kupersembahkan buat kemuliaan Nama Tuhan dan juga buat
orang-orang yang kusayangi,dan kedua orang tuaku.
Ayahanda : S. Sembiring
Ibunda : P. Br Barus
Saudara-saudaraku yang kusayangi :
1. Nisma Wati Br Sembiring
2. Radius Prawiro Sembiring
3. Charlos Demello Sembiring
UCAPAN TRIMAKASIH
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah menyertai dan senantiasa memberkati penulis dalam hidup ini, terutama pada
saat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena
keterbatasan pengetahuan penulis, kemampuan, pengalaman, maupun literatur yang
dimiliki penulis. Meski menghadapi berbagai tantangan, berkat usaha yang gigih dari
penulis, dan berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat
diselesaikan sebagaimana mestinya.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Ayahanda S. Sembiring dan ibunda P br Barus, yang senantiasa mengasihi
saya sejak lahir hingga saat ini, dan memberi dukungan dan kasih sayang yang
tidak ternilai harganya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Juga kepada kakak saya Nisma Wati Br Sembiring beserta suaminya b’Alex
Ginting dan adik-adik saya Raduis Prawiro Sembiring, dan Charlos Demelo
Sembiring. Yang penuh pengertian dan telah memberi dorongan, dan
semangat kepada penulis selama ini.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara beserta staf dan pegawainya.
3. Ibu Dra.Fitriaty Harahap, S.U selaku Ketua Departemen Ilmu Sejarah
sebagai dosen wali penulis, yang telah membantu penulis selama dalam masa
perkuliahan.
4. Ibu Dra. Nurhamidah, M.A selaku dosen pembimbing dalam penulisan ini,
yang telah memberikan inspirasi, semangat, dorongan, dan telah banyak
meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Kebaikan ibu senantiasa
penulis ingat, semoga Tuhan memberikan berkatNya kepada ibu sekeluarga.
5. Bapak dan ibu dosen serta staf administrasi pendidikan Departemenn Ilmu
Sejarah (B˜Ampera) yang telah banyak membantu penulis mulai masa awal
perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh informan yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabatku Kariani Zaluku, Risma Wati Aprita, Desriani Panjaitan,
Suci Ayu Lestari, Hafija Syahraini, Friyanti, Derni Simanjuntak, Eva Angelia
Sembiring, Erliana Br Barus , Kalvin Halawa, Heri Setianto, Haradongan,
Jhon Dato Sagala, Wilson Barus, Johannes, Dedi Surya Dharma, M. Ramlan,
Wilson Barus, Hendra, Pernatin dan stambuk 06 semua. Dan terkhusus buat
Sancani Angelia Tamba yang telah banyak membantu penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman satu kosku Iwan, Herman, Julita, dan Juni, yang setia
menemani dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Someone special yang memberikan semangat dan dorongan kepada penulis
Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak
seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan banyak
terima kasih. Semoga semua kebaikan yang penulis terima dibalas oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Amin.
Medan,
Penulis, Desember 2010
ABSTRAK
Secara umum skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang proses pertanian jeruk yang dimulai oleh Norsan Barus pada tahun 1980 di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana dampak dari pertanian jeruk ini bagi masyarakat desatangkidik. Selanjutnya skripsi ini juga mengkaji din menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat setelah berkembangnya pertanian jeruk di desa ini.
Untuk memperoleh sumber yang dapat mendukung kajian ini dilakukan penelitian arsip, pustaka, pendekatan kultural dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara degan orang-orang yang terkaitdengan permasalahan yang dikaji.
Dari hasil akhir penelitian diketahui bahwa dari perkembangan pertanian initelah membawa dampk kepada tingkat pendapatan, kehidupan sosial masyarakat, pendidikan, kesehatan, pola hidup masyarakat dan sarana transportasi.
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMAKASIH ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1.4 Tinjauan Pustaka ... 5
1.5 Metode Penelitian ... 6
BAB II GAMBARAN UMUM DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE 2.1 Kondisi Geografis ... 9
2.2 Keadaan Penduduk ... 10
2.3 Latar Belakang Historis ... 17
2.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tangkidik ... 21
BAB III PERKEMBANGAN PERTANIAN JERUK DI DESA TANGKIDIK 1980-1995 ... 28
3.1 Awal Mula Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik ... 28
3.2 Proses Pertanian Jeruk 1980-1995 ... 31
3.4 Pembiayaan, Tenaga Kerja dan pemasaran ... 38
BAB IV DAMPAK PERTANIAN JERUK BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE ... 47
4.1 Tingkat Pendapatan ... 47
4.2 Kehidupan Sosial Masyarakat ... 50
4.3 Pendidikan ... 51
4.4 Kesehatan ... 55
4.5 Pola Hidup... 56
4.6 Sarana Transportasi ... 59
BAB V KESIMPULAN ... 63
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin.
Tabel 2 Komposisi Penduduk Menurut Etnik.
Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian.
Tabel 4 Komposisi Penduduk Menurut Agama.
Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.
Tabel 6 Perkembangan Jumlah Petani, dan Luas Lahan Yang Digunakan.
Tabel 7 Perbandingan Biaya Budidaya Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik
Berdasarkan Jumlah Pohon Pada Tahun 1995.
Tabel 8 Perkembangan Tingkat Pendapatan Petani Jeruk di Desa Tangkidik Pada
ABSTRAK
Secara umum skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang proses pertanian jeruk yang dimulai oleh Norsan Barus pada tahun 1980 di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana dampak dari pertanian jeruk ini bagi masyarakat desatangkidik. Selanjutnya skripsi ini juga mengkaji din menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat setelah berkembangnya pertanian jeruk di desa ini.
Untuk memperoleh sumber yang dapat mendukung kajian ini dilakukan penelitian arsip, pustaka, pendekatan kultural dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara degan orang-orang yang terkaitdengan permasalahan yang dikaji.
Dari hasil akhir penelitian diketahui bahwa dari perkembangan pertanian initelah membawa dampk kepada tingkat pendapatan, kehidupan sosial masyarakat, pendidikan, kesehatan, pola hidup masyarakat dan sarana transportasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Terbentuknya sebuah desa tidak dapat dipisahkan dari manusia. Faktor utama
terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri
menjadi satu kelompok masyarakat baik secara struktural, ekonomis, sosio-kultural
maupun politisi yang umumnya terjalin teratur berdasarkan kebiasaan-kebiasaannya.
Situasi atau peristiwa demikian merupakan dasar utama terjadinya masyarakat,
sehingga lahirlah apa yang dikenal dengan “masyarakat desa”.1
Pertanian masyarakat Desa Tangkidik awalnya hanya bersifat konsumtif
artinya hasil pertanian diutamakan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pokok
keluarga, baru selebihnya dijual untuk kebutuhan lainnya. Pola pemikiran seperti ini
mengakibatkan pada awalnya masyarakat Desa Tangkidik hanya menanam tanaman
palawija. Namun karena berbagai pengaruh seperti perkembangan zaman dan Masyarakat desa
tidak terlepas dari kegiatan pertanian. Demikian halnya dengan Desa Tangkidik yang
masyarakatnya sejak dahulu telah bergelut di dalam kegiatan pertanian.
Pertanian sudah dikenal oleh masyarakat desa sejak zaman dahulu. Kegiatan
mengelola tanah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya telah diperkenalkan oleh
nenek moyang dan tetap diwariskan kepada anak cucunya hingga masa kini.
Demikian juga dengan masyarakat Desa Tangkidik yang merupakan masyarakat
agraris yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan pertanian.
1
teknologi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ekonomi sehingga masyarakat
harus berpikir lebih matang untuk menambah pemasukan keluarga. Kondisi ini
merupakan salah satu penyebab beralihnya masyarakat Desa Tangkidik kepada
tanaman holtikultura yang memiliki nilai ekonomis terutama tanaman jeruk.
Masyarakat Desa Tangkidik mengenal budidaya pertanian jeruk setelah
dilakukannya pembudidayaan tanaman oleh Norsan Barus yang merupakan salah satu
masyarakat desa tersebut. Budidaya pertanian jeruk ini dimulai oleh Norsan Barus
pada tahun 1980.2
Penelitian ini membahas tentang pertanian jeruk dan dampaknya bagi
masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995).
Tahun 1980 sebagai periode awal dari penelitian ini merupakan periode dimulainya
budidaya pertanian jeruk di Desa Tangkidik oleh salah seorang masyarakat Desa
Tangkidik bernama Norsan Barus. Tahun 1995 sebagai akhir dari penelitian ini Pertanian jeruk di Desa Tangkidik ternyata memberi dampak yang besar bagi
kehidupan masyarakatnya. Pertanian jeruk ini ternyata mampu menaikkan tingkat
pendapatan masyarakat Desa Tangkidik. Dengan semakin meningkatnya pendapatan
masyarakat Desa Tangkidik maka timbullah keinginan untuk memperbaiki tingkat
pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki hidup
keturunannya agar lebih baik. Semakin meningkatnya tingkat pendapatan dan tingkat
pendidikan masyarakat juga sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat Desa
Tangkidik.
2
bahwa selama kurun waktu 15 tahun tersebut telah banyak sekali peningkatan yang
terjadi pada pertanian jeruk di desa ini, seperti jumlah masyarakat penanam jeruk
yang semakin banyak, lahan yang digunakan, sistem permodalan, pembudidayaan
hingga ke pemasarannya yang semakin terorganisir. Skop spasial dari penelitian ini
adalah pertanian jeruk di Desa Tangkidik. Atas dasar pemikiran di atas, maka
penulisan ini diberi judul “Pertanian Jeruk dan Dampaknya Bagi Masyarakat
Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995)’’.
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk mempermudah penulis
menghasilkan penelitian yang objektif, maka penulis perlu membatasi masalah yang
dibahas. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah tentang pertanian
jeruk dan dampaknya bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe
Kabupaten Karo (1980-1995).
Adapun pokok permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana awal pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe?
2. Bagaimana kondisi pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe
1980-1995?
3. Bagaimana dampak dari pertanian jeruk bagi masyarakat Desa Tangkidik
1.3 Tujuan dan Manfaat.
Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan dan manfaat yang
dicapai. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang
telah dirumuskan.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui awal pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan
Barusjahe.
2. Untuk mengetahui kondisi pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan
Barusjahe selama periode 1980-1995.
3. Untuk mengetahui dampak dari pertanian jeruk bagi masyarakat Desa
Tangkidik Kecamatan Barusjahe.
Manfaat penelitian ini di harapkan dapat:
1. Menambah wawasan tentang latar belakang pertanian jeruk di Desa Tangkidik
kecamatan barusjahe.
2. Menjadi masukan bagi pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan dalam
rangka peningkatan kesejahteraan petani, kondisi petani di daerahnya,
khususnya daerah yang berada jauh dari pusat pemerintahan seperti Desa
Tangkidik.
3. Menambah literature dalam penulisan sejarah pertanian khususnya pertanian
1.4 Tinjauan Pustaka.
Dalam penyelesaian tulisan ini perlu dilakukan tinjauan pustaka dengan
menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan judul tulisan ini yakni tentang
pertanian jeruk dan dampak bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe
Kabupaten Karo (1980-1995). Untuk itu penulis menggunakan beberapa buku yang
dapat mendukung tulisan ini.
Dari buku yang ditulis oleh Aak dalam buku yang berjudul Budidaya
Tanaman Jeruk (1994) mengemukakan mengenai sejarah tanaman jeruk hingga pada
manfaat dan sifat-sifat khas tanaman ini. Selain itu juga dijelaskan bahwa jeruk ini
merupakan salah satu buah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mampu
meningkatkan taraf hidup petani jeruk. Populasi tanaman jeruk juga semakin lama
semakin meningkat, namun hal tersebut belum mampu untuk memenuhi harapan. Hal
ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan para petani dalam bercocok tanam jeruk
yang benar.3
Pracaya dalam bukunya Jeruk Manis: Varietas, Budi Daya, dan Pascapanen
(2000) menjelaskan berbagai macam jenis jeruk yang ada di Indonesia dan
perkembangan jeruk tersebut. Buku ini juga menjelaskan bagaimana perencanaan
penanaman jeruk tersebut dalam hal sistem penanaman, jarak tanaman dan pengisian Buku ini tidak hanya memberikan informasi bagi peneliti mengenai
tanaman jeruk dan cara budidayanya, tetapi juga bisa menjadi sarana pembanding
antara budidaya petani jeruk di Desa Tangkidik dengan petani jeruk lainnya
diberbagai daerah, dengan demikian akan ditemukan jawaban dari masalah-masalah
yang dihadapi oleh petani jeruk di desa ini.
3
lubang tanaman tersebut serta bagaimana komposisi buahnya dan cara panen dan
pascapanen.
Untuk membantu penulis dalam mengkaji kehidupan sosial masyarakat orang
Karo. Penulis memakai buku Sarjani Tarigan yang berjudul Dinamika Orang Karo:
Budaya dan Modernisasi (2008). Dalam buku ini membahas tentang sosial ekonomi
masyarakat Karo dan budaya masyarakat Karo sejak zaman dahulu hingga masa
sekarang ini. Dalam buku ini Sarjani menjelaskan tentang kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Karo seperti mata pencahariannya, pendidikan, agama, hingga interaksi
sosial masyarakatnya. Buku ini dapat digunakan penulis sebagai sumber informasi
mengenai masyarakat Karo.
1.5 Metode Penelitian.
Metode penelitian ini dimaksudkan untuk merekontruksikan masa lampau
manusia sehingga menghasilkan suatu karya ilmiah yang bernilai. Penelitian ini
menggunakan metode sejarah yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis
rekaman dari peninggalan masa lampau.4 Ada beberapa tahap yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu tahap heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.5
Tahap pertama adalah heuristik yaitu tahap pencarian sumber-sumber yang
relevan dengan penelitian ini. Ada dua teknik yang digunakan dalam tahap ini yaitu
melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan (library research)
yaitu mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik primer maupun sekunder berupa
4
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI-Press, 1971, hal. 18.
5
arsip, laporan dan buku-buku yang berkaitan dengan objek yang dikaji. Sumber ini
diperoleh dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dari Kantor Kepala Desa,
serta Badan Pusat Statistik Kecamatan Barusjahe.
Selain itu peneliti juga menggunakan sumber lisan yang dilakukan dengan
melakukan wawancara. Wawancara ini dilakukan pada orang-orang yang dapat
memberikan informasi untuk penelitian ini. Informan yang dipilih yaitu masyarakat
Desa Tangkidik khususnya petani jeruk, Kepala Desa Tangkidik, pegawai Kantor
Camat Barusjahe dan sebagainya.
Langkah kedua adalah melakukan kritik terhadap sumber. Dalam tahap ini
pada sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik ekstern maupun
kritik intern. Kritik ekstern berupa kritik terhadap materi sumber, sedangkan kritik
intern berupa kritik terhadap substansi atau isi sumber. Kritik ekstern bertujuan untuk
menentukan keabsahan data, sedangkan kritik intern bertujuan untuk menilai
kelayakan data.
Sesudah menyelesaikan tahap pertama dan tahap kedua berupa heuristik dan
kritik, tahap selanjutnya adalah tahap interpretasi. Dalam tahap ini dilakukan
penafsiran terhadap fakta-fakta yang sudah diseleksi.
Tahap terakhir yang dilakukan dalam metode penelitian ini adalah tahap
historiografi yaitu tahapan pengkisahan atau penulisan sejarah. Dalam tahap ini
peneliti menjabarkan hasil penelitian sekaligus rangkaiannya secara kronologis dan
BAB II
GAMBARAN UMUM DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE
2.1 Kondisi Geografis.
Kecamatan Barusjahe merupakan salah satu dari 10 kecamatan yang ada di
Kabupaten Karo.6 Desa Tangkidik merupakan salah satu dari 19 desa yang masuk ke
dalam wilayah Kecamatan Barusjahe.7 Desa Tangkidik berada jauh di pedalaman
Kabupaten Karo yaitu sekitar 16 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Karo
(Kabanjahe). Jarak dari Desa Tangkidik ke pusat kecamatan yakni Barusjahe yaitu
sekitar 3 km, sedangkan ke pusat provinsi (Medan) yaitu sekitar 101 km.8
6
Kabupaten Karo memiliki 10 kecamatan yaitu; Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Payung, Kecamatan Kuta Buluh, Kecamatan Munthe, Kecamatan Juhar, Kecamatan Tigabinanga, Kecamatan Mardingding, dan Kecamatan Barusjahe.
7
Kecamatan Barusjahe memiliki 19 desa yaitu; Desa Barusjahe, Desa Sikab, Desa Penampen, Desa Rumamis, Desa Sinaman, Desa Sarimanis, Desa Semangat, Desa Paribun, Desa Talimbaru, Desa Tangkidik, Desa Bulanjahe, Desa Sukajulu, Desa Pertumbuken, Desa Tanjung Barus, Desa Sukanalu, Desa Bulan Julu, Desa Serdang, dan Desa Barus Julu.
8
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, Kecamatan Barus Jahe Dalam Angka 1993, hal. 1.
Pada masa
penelitian ini berlangsung telah ada sarana transportasi yang menghubungkan Desa
Tangkidik dengan beberapa daerah seperti angkutan pedesaan yakni Sinar Tani,
Karoskali, dan Gaya Baru, sepeda motor serta kendaraan pribadi. Angkutan pedesaan
ini menghubungkan Desa Tangkidik dengan Berastagi dan Kabanjahe. Angkutan
umum di Desa Tangkidik sangat terbatas sehingga ruang gerak keluar daerah bagi
masyarakat sangatlah sempit. Hal ini menyebabkan perkembangan daerah ini sedikit
terganggu. Terbatasnya sarana transportasi ini seringkali menyebabkan untuk
memperoleh kebutuhan sehari-hari maupun untuk bersekolah, masyarakat Desa
Tangkidik harus berjalan kaki. Jadi tidak mengherankan apabila ditemukan seseorang
yang berjalan di jalan raya dengan memikul barang menuju ke tempat tujuannya.
Desa Tangkidk memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara
berbatasan dengan Desa Gurisen, sebelah Selatan berbatasan dengan Tiga Jumpa,
sebelah Barat berbatasan dengan Paribun, dan sebelah Timur berbatasan dengan
Jumapadang. Secara geografis Desa Tangkidik berada pada 980 34, 300 Bujur Timur
dan 30 8,000 Lintang Utara. Desa Tangkidik ini berada pada ketinggian 1200 m di atas
permukaan laut dengan luas wilayah 1, 83 km2 atau sekitar 1, 43% dari luas
Kecamatan Barusjahe.9
Pertambahan jumlah penduduk Desa Tangkidik disebabkan karena angka
kelahiran yang lebih tinggi dari pada angka kematian. Desa Tangkidik merupakan
desa kecil yang penduduknya sangat jarang. Berdasarkan data dari kepala Desa Suhu udara di Desa Tangkidik yaitu 180C-240C. Desa Tangkidik ini termasuk
daerah yang beriklim tropis dan memiliki tiga musim yaitu musim hujan, musim
kemarau dan musim pancaroba. Waktu berlangsungnya ketiga musim ini tidak dapat
diprediksi lagi karena setiap tahunnya terjadi perubahan.
2.2 Keadaan Penduduk.
Tangkidik, pada tahun 1995 kepala keluarga (KK) didesa ini berjumlah 66 KK
dengan jumlah penduduksebanyak 283 jiwa.10
No
Tabel 1
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-laki 148
2. Perempuan 135
Jumlah 283
Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Tangkidik tahun 1995
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
lyang lebih banyak adalah yang berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 148 jiwa
dan perempuan 135 jiwa. Jumlah tersebut adalah gabungan dari balita, remaja, dan
dewasa yang termasuk sebagai penduduk Desa Tangkidik.
Dari total jumlah penduduk tersebut terdapat beragam etnik dan sub-etnik
antara lain: etnik Batak yang terdiri dari Batak Karo, Batak Toba, dan etnik Jawa.
Desa Tangkidik termasuk salah satu wilayah yang tidak banyak berbaur dengan
etnik-etnik lain di luar etnik-etnik asli yaitu etnik-etnik Karo. Mayoritas masyarakatnya berasal dari
sub-etnik Karo dan pada umumnya masih memiliki ikatan kekerabatan yang sangat
erat. Masyarakat Desa Tangkidik ini pada dasarnya masih berasal dari satu nenek
moyang yaitu keturunan marga Barus11 yang juga pendiri Kerajaan Barusjahe.12
10
Wawancara dengan Reso Barus di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe, pada tanggal 28 Juni 2010.
11
Keturunan dari pendiri Barusjahe inilah yang kemudian menyebar ke berbagai daerah
di Kecamatan Barusjahe termasuk Desa Tangkidik. Untuk melihat persentase dari
masing-masing etnik yang mendiami Desa Tangkidik dapat dilihat dari tabel berikut
ini:
Tabel 2
Komposisi Penduduk Menurut Etnik
No Etnik Jumlah Persentase (%)
1 Karo 270 97%
2 Toba 10 2,8%
3 Jawa 3 0,2%
Jumlah 283 100%
Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Tangkidik Tahun 1995.
Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa sub etnik Karo merupakan etnik
mayoritas yang mendiami Desa Tangkidik. Etnik Karo merupakan etnik asli didesa
ini. Etnik pendatang seperti Batak Toba dan Jawa yang ada di Desa Tangkidik
sangatlah sedikit. Meskipun etnik Karo mayoritas di Desa Tangkidik, masyarakat
tidak pernah membeda-bedakan setatus sosialnya.
Sebagian besar masyarakat Desa Tangkidik adalah masyarakat agraris yang
kehidupannya bertumpu pada pertanian. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
Barus dan Sembiring. Marga Sembiring merupakan anak beru dari marga Barus yang mendiami daerah tersebut pada awalnya.
12
penduduk Desa Tangkidik mayoritas hidup sebagai petani. Disamping pertanian,
masyarakat Desa Tangkidik juga memiliki mata pencaharian yang lain seperti;
pedagang, pegawai, dan sebagainya. Adapun persentase mata pencaharian masyarakat
Desa Tangkidik ini dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1 Petani 263 93,2%
2 Jasa Pemerintahan (PNS) 11 3,6%
3 Berdagang 9 3,2%
Jumlah 283 100%
Sumber : Arsip Pemerintahan Desa Tangkidik Tahun 1995.
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa penduduk Desa Tangkidik ini
mayoritasnya adalah petani dengan jumlah persentasenya sebanyak 93, 2%, adapun
petani yang termasuk ke dalam 93, 2% ini adalah bukan petani jeruk saja tetapi
petani-petani tanaman muda juga seperti cabe, sayur-sayuran, kacang-kacangan, padi,
jagung, dll. Sedangkan mata pencaharian lainnya seperti bidang jasa pemerintahan
(PNS) 3, 6% dan berdagang hanya 3, 2% saja. Banyaknya masyarakat Desa
Tangkidik yang bergelut didalam bidang pertanian tidak terlepas dari kondisi
wilayahnya yang penuh dengan lahan-lahan kosong dan subur sehingga sangat
memungkinkan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.
Sebelum tahun 1980 kondisi pertanian di Desa Tangkidik ini masih jauh dari
sistem pertanian tradisional. Sistem pertanian tradisional yang dimaksud adalah
dimana peralatan-peralatannya yang digunakan oleh masyarakat belum modern atau
berupa mesin adapun peralatan-peralatan yang digunakan seperti cangkul, sabit, beko,
parang, dll. Dan sistem tanaman yang ditanam oleh masyarakat adalah sistem
tanaman muda. Adapaun tanaman-tanaman yang dimaksud adalah seperti
sayur-sayuran, padi, tomat, cabe, kacang-kacangan, buncis, kentang, jagung, dan lain-lain.
Sistem pertanian di Desa Tangkidik ini sulit untuk berkembang karena Desa
Tangkidik ini jauh dari pusat pemerintahan dan pusat pasar, jalur transportasi juga
tidak memungkinkan karena transportasi yang sampai ke desa ini sangat jarang.
Masyarakat desa ini cukup kesulitan untuk melakukan transaksi baik dalam penjualan
hasil pertanian maupun pembelian barang untuk kebutuhan rumah tangga mereka.
Sampai tahun 1980 masyarakat Desa Tangkidik masih melaksanakan sistem
pertanian yang sebelumnya yaitu sistem tanaman muda, hingga akhirnya 1980 salah
seorang masyarakat Desa Tangkidik yang bernama Norsan Barus mencoba untuk
menanam tanaman holtikultura (tanaman keras) yaitu menanam jeruk manis dengan
maksud untuk merubah nasib perekonomian rumah tangganya. Norsan Barus
mendapat bibit jeruk manis dari saudaranya yang bertempat tinggal di Desa Barus
Julu yang bernama Johannis Ginting.
Masyarakat Desa Tangkidik memeluk berbagai agama. Ada beberapa agama
yang dianut oleh masyarakat Desa Tangkidik, yaitu Agama Kristen Protestan,
Katolik, dan Islam. Adapun persentase masyarakat yang menganut agama tersebut
tertera dalam tabel berikut ini:
Komposisi Penduduk Menurut Agama
No Agama Jumlah Persentase (%)
1 Kristen protestan 249 88%
2 Katolik 24 8,4%
3 Islam 10 3.6%
Jumlah 283 100%
Sumber: Arsip Pemerintah Desa Tangkidik tahun 1995.
Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat Desa
Tangkidik menganut agama Kristen Protestan, yaitu sekitar 88%. Agama Katolik
hanya 8, 4% dan agama Islam sekitar 3, 6%. Dari penduduk Desa Tangkidik yang
menganuat agama Kristen Protestan adalah bukan masyarakat etnik Karo saja atapun
etnik Toba, bahkan etnik Jawa juga ada yang memeluk agama Kristen Protestan.
Begitu juga dengan penduduk Desa Tangkidik yang beragama Islam bukan etnik
Jawa saja bahkan etnik Karo juga ada yang menganut agama itu.
Hingga tahun 1995 tingkat pendidikan di Desa Tangkidik juga beragam, dari
tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma 3 (D3), dan Sarjana (SI).
Adapun persentase dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Tangkidik ini tertera di
Tabel 5
Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak Sekolah 37
2 Tidak Tamat SD 46
3 SD 143
4 SMP 15
5 SMA 40
6 Dip. III 1
7 S-I 1
Jumlah 283
Sumber: Arsip Pemerintah Desa Tangkidik tahun 1995.
Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Desa
Tangkidik adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara itu untuk S-I hanya
satu orang. Tingkat pendidikan yang tidak sekolah ini adalah gabungan dari
masyarakat yang buta huruf dan balita. Untuk masyarakat yang tamatan S-2 dan S-3
di Desa Tangkidik sampai pada tahun 1995 ini belum ada.
2.3 Latar Belakang Historis
Pada dasarnya setiap desa mempunyai latar belakang sejarahnya
setelah bermukimnya masyarakat yaitu mayarakat Etnik Karo khususnya merga13
Raja pertama dari Kerajaan Barusjahe ini adalah putera pengembara yang
berasal dari daerah Tapanuli Selatan tepatnya di Barus yakni Si Mbelang Pinggel. Barus.
Desa Tangkidik yang terletak di Kecamatan Barusjahe awalnya termasuk ke
dalam salah satu kerajaan yaitu wilayah Kerajaan Barusjahe. Ketika Belanda masuk
ke Tanah Karo, disana telah terdapat beberapa kerajaan salah satunya adalah
Kerajaan Barusjahe. Pusat kerajaan ini berada di Desa Barusjahe yang pada periode
1980-1995 merupakan pusat Kecamatan Barusjahe.
14
Raja dari Kerajaan Barusjahe ini berasal dari salah satu marga yang ada di Karo yaitu
merga Karo-karo Barus. Ada beberapa nama raja Kerajaan Barusjahe ini yang
berhasil diperoleh penulis antara lain Sibayak Ampang Barus, Sibayak Tanda Senina
Barus, Sibayak Pa Unjuken Barus, Sibayak Pa Tempana Barus, Sibayak Pa Raja
Mentas Barus, Sibayak Garang Barus, dan Sibayak Mandar Barus.15
Struktur pemerintahan yang ada di Barusjahe yakni pemerintahan kerajaan,
pemerintahan urung, pemerintahan kesain, dan pemerintahan rumah adat.
Pemerintahan Kerajaan Barusjahe terdiri dari beberapa tingkatan. Pemerintahan
tertinggi adalah sibayak. Sibayak adalah penguasa yang berhak atas rakyat dan
daerahnya tanpa ada lagi pemerintahan di atasnya. Kekuasaan sibayak di Kerajaan
13
Merga adalah identitas bagi orang Karo. Dalam setiap perkenalan dalam masyarakat Karo terlebih dahulu ditanyakan adalah merga. Merga berasal dari kata meherga yang artinya mahal. Mahal dalam konteks budaya Karo berarti penting.
14
Nama si Mbelang Pinggel diberikan masyarakat sekitar kepadanya karena telinganya yang lebar sehingga bisa digulung, disaat dia mau tidur dia bisa menggunakan pinggelnya yang sebelah kiri dijadikan alas tidur dan yang sebelah kanan digunakan sebagai selimutnya dan ketika berjalan dia harus menyeret pinggelnya. Mbelang Pinggel artinya telinga yang lebar dan besar.
15
Barusjahe berlangsung secara turun-temurun dengan metode sintua-singuda. Artinya
apabila sibayak mangkat (meninggal dunia), maka yang menggantikannya adalah
anak pertama dan apabila anak pertama berhalangan, maka yang memimpin kerajaan
akan jatuh kepada anaknya yang bungsu. Sibayak ini membawahi beberapa raja
urung, sedangkan raja urung membawahi beberapa kepenghuluan.16
Kedatangan Belanda ke Tanah Karo pada abad ke-20, Belanda melahirkan
sebuah perubahan bagi struktur pemerintahan Kerajaan Barusjahe. Pada masa
pemerintahan Kolonial Belanda, Kerajaan Barusjahe merupakan bagian dari
Keresidenan Sumatera Timur dan Afdeling Simalungun en Karo Landen. Hal ini
sesuai dengan besluit yang dikeluarkan oleh Gubernement Belanda No.22 pada Kerajaan Barusjahe mempunyai daerah taklukan yakni urung si VI kuta
dimana marga yang memerintah terutama Karo-Karo Sitepu, Adapun nama urung
yang tergabung dalam urung si VI kuta sebagai berikut: Suka Nalu, Sinaman, Suka
Julu, Raja Sinembah, Bulan Jahe dan Rumamis. Raja Urung Barusjahe berkuasa
penuh atas daerah Barusjahe, serta daerah taklukannya. Urung si VI Kuta yang
berkedudukan di Sukanalu, dimana pemerintahannya seperti sebuah republik kecil,
yang mengurus kebutuhannya. Peranannya dalam mengurus peradilan, soal tanah,
membangun rumah dan jambur, perkawinan, adat dan peraturan- peraturan lainnya.
Dalam menjalankan tugasnya kepala urung ini tetap dibawah pengawasan raja sendiri
sebagai kepala pemerintahan.
16
tanggal 12 Desember 1906.17 Wilayah Kerajaan Barusjahe termasuk ke dalam
onderafdeling Karolanden. Kerajaan Barusjahe termasuk ke dalam wilayah
landschap Barusjahe. Landschap ini dipimpin oleh zelfbestuur.18
Selain itu juga Belanda menyatukan beberapa Urung
Setelah masuknya Belanda ke Tanah Karo sistem pemerintahan tradisional
pada Sibayak Barusjahe masih dipertahankan, tetapi orang-orang yang menjalankan
roda pemerintahan merupakan orang yang dekat dengan Belanda. Hal ini
dimaksudkan agar Belanda dapat dengan mudah menjalankan kepentingannya
didaerah tersebut. Peraturan dan undang- undang ikut mengalami perubahan dalam
pemerintahan Belanda.
19
Pada tahun 1942 berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia, dengan
penyerahan tanpa syarat dari pemerintah Belanda ke pemerintah Jepang. Setelah
Belanda menyerah kepada Jepang maka para tokoh-tokoh yang anti terhadap feodal
segera menghubungi Jepang untuk mendapatkan dukungan kelak dalam yang dibawahi Sibayak
Barusjahe untuk dijadikan satu wilayah kekuasaan dengan mengangkat seorang raja
agar mudah dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan. Tentunya keadaan ini
menyebabkan perang dingin antara keturunan raja sehingga mereka selalu berusaha
untuk mendekatkan diri kepada pemerintah Belanda. Hal ini dilakukan agar mereka
memperoleh jabatan dan kedudukan penting dalam menjalankan roda pemerintahan.
17
Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, hal. 41.
18
Sarjani Tarigan, op.cit., hal. 9. 19
mengendalikan politik pemerintahan di Sumatera Timur umumnya dan Sibayak
Barusjahe khususnya.
Berakhirnya era kekuasaan Jepang bersamaan dengan dicetuskannya
proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka struktur pemerintahan berubah pula.
Wilayah Tanah Karo yang tadinya terdiri dari lima landschap20 menjadi sebuah
kabupaten, dan terdiri dari kewedanan yaitu: Kewedanaan Karo Hilir, Kewedanan
Kabanjahe dan Kewedanan Karo Jahe. ketiga kewedanan ini, masing-masing
membawahi sejumlah kecamatan, seluruhnya terdiri dari 15 kecamatan.21
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tangkidik
merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Untuk kelangsungan
hidupnya setiap masyarakat harus melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi
ini harus dilakukan karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, setiap orang
pasti membutuhkan orang lain. Hal ini juga tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi
Setelah Negara Indonesia berdiri, Kerajaan Barusjahe dihapuskan, dan
berubah menjadi daerah kecamatan di Tanah Karo, dan di bawah kekuasaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan sibayak diganti menjadi seorang camat.
Camat adalah salah satu pembantu dari Bupati untuk memimpin suatu wilayah yang
sudah ditentukan salah satunya adalah Kecamatan Barusjahe, dalam pemilihan
seseorang itu menjadi camat adalah bupati.
2.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tangkidik.
20
Adapun Landschap yang di maksud adalah Landschap Suka, Landschap Lingga, Landschap barusjahe, Landschap Sarinembah, dan Landschap Kuta Buluh
21
yang harus dipenuhi. Untuk mencukupi kebutuhan ekonomi, masyarakat Desa
Tangkidik pada umumnya bekerja dengan mengolah tanahnya yakni bertani, namun
di samping bertani masyarakat Desa Tangkidik ada juga yang bekerja sebagai guru,
berdagang atau dalam bidang usaha jasa.
Manusia adalah mahluk sosial yang bermasyarakat. Kehidupan manusia tidak
akan sempurna jika hidup sendirian. Dengan demikian manusia harus mengadakan
interaksi dengan sesamanya untuk dapat menyesuaikan diri, dan memelihara
lingkungan hidupnya.22
Masyarakat Desa Tangkidik mengenal adanya stratifikasi sosial. Stratifikasi
sosial ini tidak jelas terlihat stratifikasi sosial ini berdasarkan perbedaan tingkat umur,
perbedaan tingkat pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian dan status kawin.23
22
Ramli Barus, ‘’Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Lama Kecamatan Pancur Batu (1950-1984)’’, Skripsi S-1, Medan: USU, 1978, hal. 50.
23
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2004, hal. 110.
Sistem pelapisan sosial yang berdasarkan perbedaan umur tampak dalam
perbedaan hak dan kewajiban terutama dalam upacara adat. Perbedaan berdasarkan
umur ini juga berlaku dalam hal pembagian warisan.
Sistem pelapisan sosial yang berdasarkan pangkat dan jabatan sangat jelas
terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tangkidik terdahulu. Lapisan
yang paling tinggi adalah lapisan bangsawan, keturunan raja-raja dan kepala-kepala
wilayah. Lapisan ini disebut dengan lapisan biak raja. Lapisan di bawahnya adalah
Sistem pelapisan sosial yang berdasarkan sifat keaslian tampak dalam
perbedaan antara merga taneh atau pendiri kampung dengan penduduk yang datang
kemudian. Pada umumnya masyarakat yang masuk ke dalam kategori merga taneh
ini memiliki tanah yang lebih luas dari pada penduduk yang datang kemudian.
Dalam masyarakat Desa Tangkidik khususnya dan masyarakat Karo pada
umumnya dikenal sistem kekerabatan yang disebut dengan merga silima,24 yaitu
dalam etnik karo memiliki lima marga yang di jadikan sebagai identitas masyarakat
karo. Tutur siwaluh,25 yaitu ertutur adalah salah satu ciri orang karo bila seseorang
berkenalan dengan orang yang belum pernah dikenalnya. Rakut sitelu, terdiri dari
kalimbubu, senina, dan anak beru.26
Masyarakat Desa Tangkidik memiliki ikatan kekerabatan yang sangat kuat,
hal ini tidak terlepas dari hubungan kekeluargaan yang masih sangat dekat. Seperti
Masing-masing mempunyai peranannya sendiri.
Perbedaan status sosial seseorang seperti kalimbubu, senina, anak beru ini hanya
berlaku di dalam acara adat. Status sosial ini tidak dipandang dari kekayaan atau
kekuasaan sesorang tetapi berdasarkan kapasitasnya dalam sebuah upacara adat.
Apabila sesorang memiliki jabatan lebih tinggi di pemerintahan misalnya sebagai
bupati, namun jika di dalam upacara adat dia berperan sebagai anak beru maka beliau
harus menghormati kalimbubu nya meskipun memiliki jabatan yang lebih rendah.
24
Merga silima terdiri dari lima bagian yaitu : Merga Karo-karo, Ginting, Sembiring, prangin-angin, dan Tarigan.
25
Tutur siwaluh terdiri dari delapan bagian yaitu : Sembuyak, senina, senina sepemeren, senina siparibanen, anak beru, anak beru mentri, kalimbubu, dan puang kalimbubu.
26
yang telah diuraikan penulis pada paragraf terdahulu bahwa masyarakat yang ada di
Desa Tangkidik merupakan keturunan marga Barus pendiri Kerajaan Barusjahe.
Keturunan dari raja Barusjahe yang kemudian menyebar ke daerah-daerah yang
dahulunya merupakan wilayah kerajaan ini.
Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup bermasyarakat sehingga dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus hidup saling tolong menolong sesama
manusia dalam masyarakat.27
Salah satu contoh aktivitas gotong royong yang diadakan oleh masyarakat
Desa Tangkidik yakni dalam mengadakan air ke desa dan membuat bak umum untuk
menampung air tersebut. Masyarakat Desa Tangkidik bersama-sama membuat Seperti halnya desa-desa lain di Indonesia. Desa
Tangkidik masih memegang teguh sistem gotong royong. Sistem gotong royong ini
masih dijalankan masyarakat Desa Tangkidik hingga pada tahun 1995. Masyarakat
Desa Tangkidik menerapkan sistem gotong royong dalam kehidupan sehari-hari
mereka misalnya dalam membangun infrastruktur desa seperti membangun kamar
mandi umum dan lain sebagainya.
Aktivitas gotong royong dalam masyarakat Desa Tangkidik biasanya
diakomodir oleh kepala desa dan perangkat-perangkat desa lainnya. Para perangkat
desa biasanya lebih dahulu membuat pengumuman sebelum dilakukannya gotong
royong. Apabila ada gotong royong biasanya setiap anggota masyarakat yang
memiliki keinginan untuk menyumbangkan sebagian rejekinya maka ia akan
menyediakan makanan dan minuman kecil untuk masyarakat tersebut.
27
saluran pipa air yang didatangkan dari gunung agar sampai ke rumah-rumah warga.
Dengan demikian kebutuhan akan air di desa ini akan terpenuhi. Masyarakat Desa
Tangkidik bersama-sama mengelola dan merawat fasilitas-fasilitas umum seperti pipa
saluran air dan kamar mandi umum dengan menugaskan warga secara bergilir. Setiap
kepala keluarga bergiliran meninjau ke mata air yang berada di gunung agar kondisi
air tetap terjaga. Gotong royong juga dilakukan dalam pekerjaan lain seperti
memperbaiki jalan di kampung, dan membersihkan desa.
Aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat Desa Tangkidik secara
spontanitas yang bersifat kekeluargaan terlihat apabila ada masyarakat yang
mengalami musibah kemalangan. Masyarakat Desa Tangkidik akan memberikan
bantuan berupa materi ataupun tenaga. Dalam hal ini masyarakat Desa Tangkidik
tidak pernah memandang agama, suku maupun status sosialnya. Masyarakat Desa
Tangkidik menganggap bahwa mereka adalah satu keluarga yang seharusnya saling
membantu. Hal seperti ini menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik dapat hidup
berdampingan secara rukun, meskipun kadang-kadang terjadi konflik-konflik kecil
antar sesama tetangga.
Demikian juga apabila salah satu dari warganya yang baru mendapatkan
kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluargannya, maka masyarakat Desa
Tangkidik terutama kaum ibu akan datang ke rumah tersebut untuk memberikan
ucapan selamat. Biasanya pada waktu berkunjung mereka membawa beras dan telur
yang dimasukkan di dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun-daunan
yang lajim disebut dengan sumpit. Beras ini ditujukan untuk anak yang dilahirkan
Selain itu apabila salah satu masyarakat Desa Tangkidik mengadakan upacara
pernikahan, maka semua tetangga akan menghadiri pesta tersebut untuk
mengucapkan selamat. Masyarakat Desa Tangkidik juga akan membantu si
penyelenggara pesta dalam hal tenaga untuk mempersiapkan acara tersebut dan juga
dalam hal dana karena biasanya pada saat pesta diadakan setiap keluarga akan
memberikan sumbangan sukarela yang lajim disebut oleh orang Karo yaitu beras
piher.
Masyarakat Desa Tangkidik yang mayoritasnya adalah etnik Karo dapat hidup
berdampingan secara damai dengan etnik pendatang. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat Desa Tangkidik merupakan masyarakat yang terbuka dan memiliki rasa
toleransi yang cukup tinggi. Hubungan yang erat dan saling memiliki antara
masyarakat Desa Tangkidik tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat
dari beberapa hal seperti apabila ada masyarakat yang sakit atau tertimpa musibah,
maka masyarakat akan saling mengunjungi dan memberikan bantuan semampunya.
Penduduk asli Desa Tangkidik dan penduduk pendatang dapat hidup
berdampingan secara harmonis. Adanya pernikahan antara penduduk asli dengan
penduduk pendatang sangat mendukung keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari.
Adanya pernikahan ini menyebabkan terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu
sama lain sehingga timbul rasa saling memiliki dan menghormati.
Aktivitas gotong royong yang bersifat ekonomi di Desa Tangkidik akan
terlihat dalam kehidupan masyarakat petani. Dalam suku Karo kegiatan gotong
royong yang dilakukan untuk kegiatan pertanian disebut aron. Kelompok aron ini
ataupun di sawah secara berkelompok. Mereka terlebih dahulu mengerjakan sawah
yang perlu dikerjakan lalu kemudian sawah berikutnya hingga seluruh sawah atau
ladang setiap anggota kelompok selesai dikerjakan. Namun akibat perkembangan
teknologi dan dorongan ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan rasa
kebersaman antara mereka semakin berkurang dan mengakibatkan sistem kerja aron
lambat laun mengarah pada sistem pengupahan.
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak
manusia itu ada. Banyak hal yang menjadi pendorong terhadap usaha memenuhi
kebutuhan tersebut, diantaranya dorongan yang bersifat alamiah, baik untuk
mempertahankan diri, mengembangkan diri maupun untuk mempertahankan
kelompok. Selain itu dorongan yang bersifat sosial juga ikut berperan karena manusia
itu adalah mahluk sosial yang ingin hidup berkelompok.
Orang Karo yang terlahir sebagai masyarakat agraris sudah sejak dahulu
handal dalam mengolah lahan pertanian. Dengan demikian tidak mengherankan
apabila masyarakat Desa Tangkidik pada umumnya hidup dari usaha mengolah tanah
(bertani). Kegiatan pertanian telah digeluti oleh masyarakat Desa Tangkidik sejak
zaman dahulu kala.
Dalam bidang pola tanam dan tertib tanam, seperti halnya orang Karo pada
umumnya, masyarakat Desa Tangkidik masih sangat lemah dalam hal mengantisipasi
kebutuhan pasar. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut, ketika harga cabe di
pasaran mahal maka masyarakat kemudian menanamnya secara bersamaan yang
pertaniannya tidak menguntungkan, tanpa pikir panjang para petani menggantinya
dengan tanaman lain.
Bagi sebahagian besar masyarakat Desa Tangkidik bertani adalah mata
pencaharian utama, namun untuk sebahagian orang bertani merupakan pekerjaan
sampingan. Hal ini terjadi karena sebagian kecil masyarakat Desa Tangkidik
memiliki pekerjaan lain seperti berdagang, usaha jasa terutama dalam bidang
transportasi, guru dan pegawai di kantor-kantor pemerintahan. Biasanya mereka
BAB III
KONDISI PERTANIAN JERUK DI DESA TANGKIDIK 1980-1995
3.1 Awal Mula Pertanian Jeruk Di DesaTangkidik.
Masyarakat Desa yang pada umumnya hidup dari hasil pertanian selalu
memperhitungkan nilai-nilai ekonomis yang ada di tengah masyarakat. Pada dasarnya
status sosial seseorang dilihat dari kondisi ekonominya. Untuk itu setiap orang
berusaha meningkatkan keadaan ekonominya untuk memperoleh sebuah status sosial.
Masyarakat Desa Tangkidik merupakan masyarakat yang tidak terlepas dari
kegiatan pertanian, oleh karena itu tidak mengherankan apabila mayoritas
masyarakatnya hidup sebagai petani. Kegiatan pertanian ini sudah berlangsung sejak
zaman dahulu. Masyarakat Desa Tangkidik mengolah lahan pertaniannya dengan cara
sederhana yang masih bersifat tradisional. Alat-alat yang digunakan biasanya belum
menggunakan alat-alat yang terbuat dari mesin tetapi masih menggunakan alat-alat
tradisional seperti cangkul, babat, dan arit disamping mengandalkan tenaga fisik
manusia. Produksi pertanian masyarakat Desa Tangkidik pada awalnya masih bersifat
konsumtif artinya hasil pertanian diutamakan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan
pokok keluarga, baru selebihnya dijual untuk kebutuhan lainnya. Pola pemikiran yang
seperti itu menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik pada awalnya hanya menanam
tanaman palawija (tanaman yang berumur pendek). Ada beberapa jenis tanaman yang
biasanya ditanam oleh masyarakat Desa Tangkidik pada saat itu seperti
sayur-sayuran, padi, ubi, jagung, cabe, buncis, kentang, tomat, kacang-kacangan dan
Pada tahun 1980 terjadi perubahan pada sistem pertanian masyarakat Desa
Tangkidik. Perubahan pertanian terjadi dari pertanian palawija (tanaman berumur
pendek) kepada pertanian holtikultura (tanaman keras). Ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya perubahan sistem pertanian di Desa Tangkidik seperti alasan
ekonomis (harga), kepraktisan dalam mengelola dan masalah kesuburan tanah.
Pada awal memulai pertanian holtikultura, masyarakat Desa Tangkidik
menanam buah-buahan yakni buah jeruk28 khususnya jeruk manis. Hal ini
menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik terkenal dengan petani jeruk. Jeruk yang
mereka budidayakan adalah jeruk manis. Jeruk manis merupakan salah satu jenis
jeruk yang dibudidayakan di Indonesia. Jeruk manis ini memiliki nama latin yaitu
citrus aurantinium atau citrus sinensis.29
Budidaya pertanian jeruk di Desa Tangkidik ini pada awalnya dilakukan oleh
salah seorang masyarakat desa tersebut yang bernama Norsan Barus.
Jeruk termasuk dalam jenis buah-buahan yang nilai gizinya cukup tinggi dan
memberi penghasilan yang tidak sedikit artinya bila diusahkan secara
sungguh-sungguh. Di samping itu jeruk merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang
mengandung zat-zat pengatur proses dalam tubuh manusia yang setiap hari mutlak
dibutuhkan dan makin digemari masyarakat.
30
28
Jeruk terdiri dari berbagai varietas yang mempunyai arti penting dari segi ekonomis. Berdasarkan karakteristik (bentuk, sifat fisik buah, dan manfaatnya) jeruk yang dibudidayakan di Indonesia dapat dibagi menjadi enam golongan besar, yakni: jeruk keprok (citrus nobilis), jeruk siam (citrus microcarpa), jeruk manis (citrus sinensis), jeruk besar (citrus maximamus herr), dan jeruk sayur.
29
R. Bambang Soelaroso, Budidaya Jeruk Bebas Penyakit, Jakarta: Knsius, 1996, hal.19. 30
Wawancara dengan Karben Barus di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe, pada tanggal 23 Juli 2010.
Norsan Barus
Barus memulai budidaya tanaman jeruk ini dengan menanam 400 batang jeruk manis
di tanah seluas satu hektar. Ketertarikan Norsan Barus untuk menanam jeruk ini
setelah melihat keberhasilan petani-petani jeruk diberbagai daerah yang ada di Tanah
Karo. Norsan Barus kemudian meminta bibit jeruk dari salah seorang temannya
bernama Johannis Ginting yang tinggal di Desa Barus Julu.
Percobaan Norsan Barus dalam menggeluti usaha bertani jeruk ternyata
membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Hal ini kemudian membangkitkan minat
masyarakat Desa Tangkidik untuk mengikuti jejak Norsan Barus dalam menanam
jeruk. Tanaman ini dianggap sebagai tanaman komersil oleh masyarakat Desa
Tangkidik yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Pertanian jeruk tentunya membutuhkan lahan yang dapat digunakan dalam
jangka panjang karena tanaman ini termasuk jenis tanaman yang berumur panjang.
Namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena masyarakat Desa Tangkidik pada
umumnya memiliki lahan sendiri, oleh karena itu memungkinkan untuk menanam
jeruk.
3.2 Proses Pertanian Jeruk 1980-1995
Tanaman jeruk yang mempunyai nama latin citrus sp ini termasuk komoditi
buah-buahan terpenting ketiga di Indonesia setelah pisang dan mangga. Hal ini tidak
terlepas dari banyaknya minat masyarakat untuk mengkonsumsi buah ini yang
berdampak pada perluasan areal pertanian jeruk untuk meningkatkan produksi.
Penanaman jeruk oleh masyarakat Desa Tangkidik dilakukan dengan berbagai
berdampingan. Cara seperti ini sering disebut dengan sistem tumpang sari.
Tanaman-tanaman muda yang ditanam di antara pohon-pohon jeruk beranekaragam seperti
cabe, sayur-sayuran, padi, kacang, ubi dan sebagainya. Penanaman tanaman muda ini
dimaksudkan untuk menambah kesuburan tanah sekaligus menambah penghasilan
keluarga. Tanaman jeruk sudah dapat dipanen setelah pokoknya berumur lima tahun.
Oleh karena waktu lima tahun cukup lama untuk menunggu hasil panen sehingga
petani seringkali menambah pemasukan dengan menanam tanaman-tanaman muda
tersebut diantara pohon jeruk. Kedua, jeruk ditanam khusus dalam satu lahan secara
tersendiri, artinya jeruk ditanam tanpa adanya tanaman-tanaman lain di sampingnya.
Bibit yang digunakan oleh masyarakat Desa Tangkidik diperoleh dengan
berbagai cara. Cara pertama yaitu dengan membeli bibit jeruk yang siap tanam di
pasar-pasar tradisional. Bibit yang siap tanam adalah bibit yang sudah mempunyai
usia yang cukup dan sudah distek dari jeruk asam menjadi jeruk manis. Bibit yang
dijual di pasar tradisional ini berasal dari berbagai daerah seperti dari Tanah Karo
sendiri, Simalungun, maupun daerah-daerah lain di luar Sumatera Utara. Masyarakat
Desa Tangkidik dapat memperoleh bibit jeruk dengan harga per satu pohon yang siap
ditanam. Cara kedua yaitu dengan memperoleh dari sanak saudara yang telah lebih
dahulu membudidayakan tanaman jeruk ini. Dengan cara kedua ini bibit jeruk itu
diperoleh dengan cara pembibitan kemudian setelah umurnya cukup baru distek oleh
petani tersebut. Bibit jeruk ini diperoleh dari kebun-kebun jeruk milik masyarakat
yang telah lebih dahulu membudidayakan tanaman jeruk ini.
Jeruk manis di Desa Tangkidik ditanam dengan jarak yang berbeda-beda.
6×6. Pengaturan jarak yang tidak menentu ini menyebabkan penghitungan jumlah
pohon jeruk milik penduduk sulit dilakukan, bahkan oleh pemiliknya sendiri.
Mayarakat Desa Tangkidik melakukan budidaya tanaman jeruk dengan pengetahuan
yang sangat sederhana. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman saudara
maupun orang lain. Masyarakat Desa Tangkidik tidak pernah mendapatkan bekal dari
sekolah ataupun penyuluhan-penyuluhan yang diselenggarakan oleh dinas pertanian
dalam usaha untuk membudidayakaan pertanian jeruk ini.
Pemeliharaan tanaman jeruk ini dilakukan masyarakat Desa Tangkidik dengan
cara yang sederhana. Pada tahun-tahun pertama penduduk melakukan perawatan
terhadap jeruk di sela-sela perawatan tanaman lain yang ada diantara pohon jeruk
tersebut. Hal ini dilakukan karena biasanya ditahun-tahun pertama jeruk belum
banyak membutuhkan perhatian khusus. Perawatan yang intensif mulai dilakukan
setelah jeruk mulai menghasilkan bunga pertama.
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan masyarakat dalam perawatan
penanaman jeruk adalah seperti cangkul, pompa, arit, gunting. Cangkul ini biasa
digunakan untuk membersihkan lahan-lahan yang ada di sekitar pohon jeruk tersebut.
Pompa, ini digunakan untuk menyemprot jeruk tersebut. Arit ini biasanya digunakan
untuk memotong rumput yang tumbuh di bawah pohon jeruk tersebut, babat ini juga
biasanya dipakai unuk membersihkan atau memotong rumput. Gunting ini biasa
digunakan untuk menggunting ranting-ranting yang sudah kering atau tidak bisa
menghasilkan buah.
Jeruk pada umumnya bisa menghasilkan buah dan dapat dipanen ketika sudah
setahun. Biasanya waktu pemanenan tidak dapat ditentukan, tetapi pada umumnya
jeruk akan menghasilkan buah yang lebih banyak dari biasanya yakni pada bulan dua
dan bulan delapan.
Tidak seperti pohon karet yang waktu pemanenan getah (penyadapan) yang
harus dilakukan pada pagi hari agar menghasilkan getah yang maksimal, pemetikan
jeruk ini tidak mengenal waktu tertentu. Pemetikan jeruk dapat dilakukan kapan saja,
baik itu pagi hari, siang ataupun sore. Dalam hal pemetikan jeruk, masyarakat Desa
Tangkidik mengusahakan cara yang terbaik agar buah tersebut tidak rusak. Untuk itu
dipekerjakanlah orang yang sudah terbiasa melakukan hal tersebut.
Pemetikan buah jeruk dapat dilakukan oleh keluarga atau oleh tenaga kerja
upahan. Pemetikan buah oleh keluarga dilakukan apabila jumlah pohon jeruk hanya
sedikit atau pada saat harga sedang rendah. Pemetikan oleh tenaga kerja keluarga ini
umumnya dilakukan dengan cara yang sangat berhati-hati. Pemetik buah jeruk
upahan dilakukan apabila tenaga kerja keluarga tidak dapat memetik buah jeruk
mereka karena jumlah pohon yang dimiliki sangat banyak dan pada saat harga jeruk
tinggi. Berbeda dengan tenaga kerja keluarga, tenaga upahan selalu melakukannya
dengan cara yang kurang hati-hati, sehingga banyak buah jeruk yang berlobang akibat
salah pemetikan, cabang yang patah dan sebagainya. Cara ini dilakukan karena tenaga
kerja cenderung memetik buah jeruk dengan cepat agar pekerjaan lekas selesai
sehingga dapat segera pulang.
Penggunaan tenaga kerja upahan semakin berkurang pada saat harga rendah.
Ketika harga jeruk rendah, pemetikan buah jeruk dilakukan oleh tenaga kerja
kerja upahan. Pemetikan buah jeruk pada saat harga rendah seringkali menyebabkan
kerugian pada si petani, namun meskipun demikian pemetikan harus tetap dilakukan
agar jeruk tidak rusak.
3.3 Latar Belakang Tanaman Jeruk.
Citrus Sinensi atau yang sering disebut oleh masyarakat Desa Tangkidik
dengan jeruk manis merupakan salah satu dari sekian banyak jenis jeruk. Jeruk manis
ini awalnya berasal dari India Timur Laut, Cina Selatan, Birma Utara, dan Cochin
Cina (daerah sekitar Vietnam).31
Jeruk manis dapat ditanam didaerah antara 40o LU dan 40o LS. Namun
tanaman jeruk paling banyak terdapat di daerah 20o - 40o LUdan 20o - 40oLS.
Temperatur cuaca tempat pembudidayan jeruk turut diperhatikan. Aktivitas jeruk
manis sangat dipengaruhi oleh temperatur. Jeruk manis dapat tumbuh dengan Di Indonesia sejarah tanaman jeruk ini tidak begitu
dikenal. Tanaman jeruk yang ada sekarang adalah merupakan peninggalan dari zaman
penjajahan Belanda.
Jeruk adalah tanaman tahunan yang mampu memproduksi buah cukup lama
dan dapat mencapai ketinggian 2 sampai 3 meter. Jenis pohon jeruk ini ideal.
Produksi maksimum jeruk dicapai pada usia 5 sampai 8 tahun, tetapi semua masih
tergantung dengan iklim, jenis tanaman, jarak tanam, dan perawatan jeruk tersebut.
Kualitas dan kuantitas jeruk juga ditentukan oleh ketinggian lahan, suhu udara, curah
hujan, radiasi matahari, kecepatan angin, serta tipe dan kualitas tanah.
31
temperatur optimal antara 25oC dan30oC. Di bawah dan di atas temperatur optimal
pertumbuhannya akan berkurang. Apabila temperatur diatas 380 C atau dibawah 130
C kemungkinan pertumbuhannya akan terhenti.
Citrus sinensis atau jeruk manis dapat tumbuh subur pada ketinggian 1400 di
atas permukaan laut. Tanaman jeruk dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran
tinggi. Ketinggian tempat yang tidak memenuhi syarat sering menimbulkan kendala
sendiri. Jika hal ini tidak diperhatikan, maka akan berpengaruh terhadap kualitas
buah. Misalnya, rasa buah yang tadinya manis berubah menjadi masam ataupun pahit.
Tanaman jeruk memerlukan sinar matahari yang penuh agar proses
pertumbuhan dan produksi jeruk dapat berkembang dengan baik. Ini berarti sinar
matahari mempunyai peranan yang sangat penting pada tanaman jeruk. Dengan
semakin bertambahnya ketinggian suatu tempat, maka semakin bertambah pula
intensitas sinar. Oleh karena itu tanaman jeruk yang ditanam di daerah pegunungan
seperti Desa Tangkidik akan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan
tanaman yang ditanam pada ketinggian lebih rendah.
Curah hujan yang cocok untuk tanaman jeruk manis ini adalah antara 1.000
mm sampai 2.000 mm per tahun. Curah hujan yang lebih rendah dari 1.000 mm per
tahun mengakibatkan perkembangan bunga dan buah terganggu. Sedangkan jika
curah hujan lebih tinggi dari 2.000 mm tidak hanya menyebabkan perkembangan
bunga dan buah yang terganggu tetapi juga menimbulkan banyaknya cendawaan.
Tanaman jeruk ini bisa tumbuh dengan baik di Desa Tangkidik karena daerah
ini memiliki tanah yang subur dan ph tanahnya cocok untuk pembudidayaan tanaman
pasir kasar hingga tanah liat berat, dan tanah pun tidak boleh tergenang air. Tanah
yang baik untuk tanaman jeruk yaitu bila berasal dari tanah endapan yang subur,
cukup dalam dan tidak bergaram.
Sejak Norsan Barus mengawali pembudidayaan tanaman jeruk di Desa
Tangkidik yang menghasilkan hasil yang cukup maksimal menimbulkan ketertarikan
masyarakat di sekitarnya untuk mengikuti jejaknya. Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah petani jeruk di Desa Tangkidik sejak tahun 1983. Peningkatan
jumlah petani jeruk di Desa Tangkidik tentunya berdampak pada bertambahnya
jumlah pohon jeruk yang ditanam sekaligus lahan pertanian yang digunakan.
[image:47.612.159.474.415.621.2]Peningkatan ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 6
Perkembangan Jumlah Petani, dan Luas Lahan Yang Digunakan No Tahun Jumlah Petani
Jeruk
Luas Lahan
1 1980 1 5000 m
2 1983 7 33500 m
3 1986 12 54500 m
4 1989 22 102500 m
5 1992 37 157000 m
6 1995 45 190500 m
Sumber: Wawancara dengan beberapa petani jeruk di Desa Tangkidik antara
lain: Tokih Ginting, Ganin br Tarigan, Peraten br Barus, Sep
Sembiring, Megaria br Perangin-angin, Jenda Tarigan, dan Ganefo
Dari tabel di atas tampak bahwa hingga tahun 1995 masih terjadi perluasan
penanaman jeruk di Desa Tangkidik. Hal ini menunjukkan bahwa ketertarikan
masyarakat Desa Tangkidik tersebut untuk menanam jeruk semakin bertambah.
Terdapat beberapa alasan mengapa penanaman jeruk, khususnya jeruk manis
mengalami perkembangan yang cukup pesat di Desa Tangkidik sejak tahun 1980
hingga tahun 1995. Pertama, sifat tanaman jeruk manis yang cocok dengan kondisi
lahan, ketinggian, dan iklim di Desa Tangkidik. Kedua, penanaman dan
perawatannya yang relatif mudah. Ketiga, proses penanaman jeruk di Desa Tangkidik
tidak merubah pola pertanian penduduk, karena dapat dilakukan bersama-sama
dengan tanaman-tanaman palawija lainnya. Keempat, proses produksi dan
pemasarannya yang relatif lebih mudah. Para pedagang besar ataupun kecil siap
membeli langsung dari tangan petani. Kelima, bibit jeruk sangat mudah diperoleh.
Pada awalnya bibit jeruk diperoleh di pasar-pasar tradisional terdekat ataupun dari
sanak saudara yang tinggal di kampung-kampung yang ada di Desa Tangkidik.
Setelah pohon-pohon jeruk manis milik masyarakat Desa Tangkidik dapat
menghasilkan bibitnya sendiri, maka pembelian bibit tidak perlu lagi keluar dari Desa
Tangkidik.
3.4 Pembiayaan, Tenaga Kerja dan Pemasaran.
Dalam menjalankan sebuah kegiatan tentunya tidak terlepas dari biaya atau
modal, karena tanpa adanya modal maka kegiatan tersebut tidak akan terlaksana
Tangkidik tentunya sangat memerlukan modal. Modal yang dipergunakan untuk
pertanian jeruk ini sangatlah besar, hal ini sesuai dengan hasil yang dicapai apabila
jeruk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik dan harga yang lumayan.
Pertanian jeruk membutuhkan modal sejak awal dari kegiatan ini dilakukan.
Modal dibutuhkan sejak pengolahan lahan, mendapatkan tenaga kerja, bibit,
perawatan sampai kepada memetik hasil panen. Pertanian jeruk di Desa Tangkidik
diawali dari pengolahan lahan. Dalam hal mengolah lahan ini sebagian masyarakat
menggunakan tenaga kerja upahan. Hal ini sering terjadi karena tenaga kerja keluarga
tidak dapat mengerjakan semua lahan yang harus dibersihkan sehingga membutuhkan
tenaga kerja upahan agar pekerjaan tersebut cepat selesai. Dalam hal inilah modal
diperlukan dalam hal pengolahan tanah yakni untuk biaya tenaga kerja. Tenaga kerja
ini tidak hanya diperlukan pada saat pengolahan lahan tetapi juga pada saat
penanaman, perawatan tanaman jeruk hingga pada pemanenan. Dengan demikian
biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang petani jeruk untuk tenaga kerja diperlukan
sejak pengolahan lahan hingga panen. Tanaman jeruk tentunya membutuhkan
perawatan yang maksimal agar menghasilkan kualitas dan kuantitas jeruk yang
memuaskan. Perawatan jeruk ini meliputi pemberian kompos, pupuk, penyemprotan
dengan pestisida, pemangkasan cabang, penyiangan rumput dan sebagainya. Dalam
seluruh kegiatan ini biaya yang harus dikeluarkan yaitu biaya untuk membeli
kompos, pupuk dan pestisida.
Pemerolehan modal untuk kegiatan pertanian jeruk di Desa Tangkidik ini
sangatlah beragam. Sebahagian masyarakat Desa Tangkidik menggunakan modal
dengan cara-cara lain. Biasanya cara seperti ini dilakukan oleh petani jeruk yang
berpenghasilan menengah ke bawah. Keterbatasan modal yang tersedia
mengakibatkan sebagian masyarakat harus terlebih dahulu meminjam modal dari
orang lain. Biasanya modal ini dikembalikan setelah jangka waktu kesepakatan yang
telah dibuat. Modal yang dikembalikan ada yang beserta bunga atau ada yang hanya
modal pokok, hal ini tergantung cara peminjaman dan kesepakatan awal antara
peminjam dan si pemberi modal. Modal yang digunakan untuk pertanian jeruk ini
tentunya juga beragam tergantung pada luas lahan, banyaknya tenaga kerja upahan
yang digunakan, kondisi lahan, iklim dan cuaca, perawatan dan sebagainya.
Di bawah ini penulis membuat perbandingan biaya yang dikeluarkan oleh
petani jeruk per tahun sesuai dengan jumlah pohon yang ditanam. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat seberapa besar biaya yang diperlukan untuk kegiatan
pertanian jeruk. Untuk memperoleh data mengenai biaya ini penulis berusaha
mengumpulkan informasi dari para petani jeruk di Desa Tangkidik. Meskipun data ini
bukanlah informasi yang bersifat akurat namun membantu penulis memberikan
gambaran mengenai biaya untuk budidaya pertanian. Perbandingan biaya tersebut
Tabel 7
Perbandingan Biaya Budidaya Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik Berdasarkan Jumlah Pohon Pada Tahun 1995. No Jumlah Pohon Biaya Yang Dikeluarkan Per
Tahun
1 200 Rp. 8.880.000,00
2 300 Rp. 13.320.000,00
3 400 Rp. 17.760.000,00
4 500 Rp, 22. 200.000,00
Sumber: Wawancara dengan beberapa petani jeruk di Desa Tangkidik yaitu,
Tiur br Silalahi, Nur br Barus, Permina br Ginting, Jakob Barus, dan
Pelat Barus (September 2010).
Dalam mengelola usaha pertanian tentunya tidak terlepas dari tenaga kerja.
Tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam usaha pertanian
karena tanpa adanya tenaga kerja maka kegiatan pertanian akan terbengkalai.
Terdapat dua jenis tenaga kerja yang terlibat dalam pertanian jeruk manis di Desa
Tangkidik, yakni dari dalam keluarga petani dan dari luar keluarga atau yang biasa
disebut tenaga kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya berasal dari penduduk
setempat dan terkadang dari luar desa tersebut. Pada pertanian jeruk di Desa
Tangkidik hampir semua kebutuhan akan tenaga kerja ini diperlukan pada saat panen.
Tenaga kerja keluarga biasanya diperlukan mulai sejak membersihkan lahan,
penanaman, perawatan hingga kepada saat panen buah jeruk. Meskipun demikian
masih ada petani jeruk di Desa Tangkidik yang menggunakan tenaga kerja upahan
sejak dimulainya pengolahan lahan untuk menanam jeruk. Hal ini dikarenakan oleh
alasan untuk menggunakan tenaga kerja upahan beragam, pertama karena petani
tersebut memiliki pekerjaan lain di luar bertani. Semakin banyak seorang pemilik
terlibat dalam aktifitas mata pencaharian lain, semakin mungkin tenaga kerja upahan
digunakan. Alasan kedua yaitu apabila musim panen tiba. Biasanya pada musim
panen, buah jeruk melonjak drastis, untuk itu diperlukan tenaga kerja yang banyak
dalam memanennya. Alasan ketiga adalah apabila jumlah pohon jeruk yang dimiliki
seorang petani sangat banyak sehingga tidak dapat dikerjakan oleh tenga kerja
keluarga. Untuk mengatasi hal tersebut maka biasanya diperlukan tenaga kerja
upahan.
Biasanya jeruk yang dipanen itu memiliki jumlah yang banyak maka
membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Dalam pengumpulan tenaga kerja itu
biasanya tergantung dalam sistem penjualan jeruk tersebut. Jika penjualan jeruk dijual
dengan sistem borong maka dalam pengumpulan tenaga kerja itu biasanya dilakukan
oleh si pembeli dan jika jeruk tersebut dijual dengan sistem perkilo maka yang
mengumpulkan tenaga kerjanya biasanya pemilik jeruk terse