• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN GURU DENGAN SIKAP GURU TERHADAP PROGRAM SERTIFIKASI GURU

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

SUCI RAHMA NIO 041301108

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Hubungan antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru” adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2008

(3)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2008 Suci Rahma Nio : 041301108

Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru Bibliografi 47 (1991-2008)

Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan, dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001). Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yaitu rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas (Mulyasa, 2007). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pelatihan bagi guru guna meningkatkan kompetensi guru, karena dasar dari profesionalisme itu sendiri adalah kompetensi (Riva, 2008). Pelatihan tersebut terkandung dalam program yang dinamakan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Semenjak adanya program ini, tentunya telah menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada setiap orang khususnya guru sebagai objek sasaran dari sertifikasi guru. Menurut Azwar (2000), nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap. Salah satu hal yang mempengaruhi sikap seseorang dalam menyikapi peraturan atau ketentuan dalam pekerjaannya adalah komitmen mereka. Maka, dapat disimpulkan bahwa hal yang mempengaruhi guru dalam menyikapi program sertifikasi guru adalah komitmen guru Huberman dan Nias (dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru. Populasi penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Padang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara multi stage random cluster sampling. Alat ukur pada penelitian ini adalah Skala Komitmen Guru yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya, dimana disusun berdasarkan teori komitmen guru oleh Pugach (2006), dan Skala Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru yang telah dirancang oleh peneliti sendiri yang disusun berdasarkan teori-teori sikap dan dihubungkan dengan aspek pada sertifikasi guru. Masing-masing skala memiliki reliabilitas sebesar 0.948 dan 0,937.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya. Selawat beriring salam pada Muhammad SAW, yang telah menjadi teladan dalam menjalani hidup ini. Papa dan Mama tercinta yang telah menjadi malaikat penyayang di dunia ini, terima kasih atas semua do’a, support, cinta dan perhatiannya, “Thangks ALLAH for my perents”.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudara peneliti: Da Is dan Abdi di jakarta, Unang Dini, kakak “aiva”, dan adek bungsu penulis yang selalu kekanak-kanakan di Padang. Walaupun kita semua berjauhan, tetapi doa, cinta dan perhatian selalu terasa ada di hati kita, “keep always our brotherhood”.

Terselesaikannya proposal skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Chaerul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

(5)

3. Ibu Raras Sutatmingsih, M,Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. Terima kasih atas perhatian, motivasi dan nasehat yang telah ibu berikan. 4. Ibu Desvi Yanti Muhtar, Psi selaku Koordinator Psikologi Pendidikan. Terima

kasih bu atas saran dan masukan ibu.

5. Ibu Filia Dina Anggaraeni., S.Sos dan Ibu Dra. Sri Supriyantini, M.Si selaku dosen pembimbing psikologi pendidikan. Terima kasih atas semua masukan dan dorongannya bu.

6. Sahabat-sahabatku di kampus Psikologi USU, yang kehadirannya terasa seperti menjadi saudara baru bagi peneliti ketika menjalani kehidupan di Medan sebagai anak rantau, Zuraidah Damanik, yang telah membuka hati dan jiwanya untuk menjadi mamaku selama menjalani perkuliahan di kampus Psikologi USU ini. Sonya Inggit yang selalu sibuk dengan Andanya, si kembar Desti dan Destia, Novri, dan Putri. Semua kebaikan, perhatian, pengertian, dan dorongan dari kalian sangat berarti, “Thank you all”.

7. Keluarga besarku yang ada di Padang dan Jakarta. Terima kasih atas doa, perhatian dan dukungan kalian semua. Khusus untuk Unang Yanti di Jakarta, terimakasih atas desakannya agar saya secepatnya menyelesaikan kuliah di USU dan segera menyusul beliau ke Jakarta untuk mencari kerja dan melanjutkan S2. Semua itu membuat penulis menjadi termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

9. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan.

10.Dinas Pendidikan Kota Padang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ke sekolah-sekolah di Padang.

11.Kepala SMUN 2, SMUN 3, SMUN 6, SMUN 7, SMUN 8, SMUN 12 Padang. Terima kasih atas izin, bantuan dan kerjasamanya sehingga peneliti dapat melakukan penelitian di sekolah bapak.

12.Guru-guru SMUN 2, SMUN 3, SMUN 6, SMUN 7, SMUN 8, SMUN 12 Padang. Terima kasih atas kesediaannya menjadi sampel penelitian penulis. Semoga kebaikan semua dibalas Allah SWT. Amien.

13.Sahabat SD ku, Yeyen dan Hanna. Dimanapun kalian berada, kalian selalu terasa dekat. Terima kasih atas doa dan dukungannnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan perbaikan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penelitian ini dapat membuka dan menambah pengetahuan pembaca mengenai dunia pendidikan Indonesia.

Medan, Desember 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan Penelitian... 11

C. Manfaat Penelitian... 11

D. Sistematika Penulisan... 12

BAB II LANDASAN TEORI... 13

A. Sertifikasi Guru... 13

1. Definisi Sertifikasi Guru... 13

2. Prinsip Sertifikasi Guru... 15

3. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru... 17

4. Tujuan Sertifikasi Guru... 18

5. Manfaat Sertifikasi Guru... 18

6. Jenis-jenis Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru... 19

7. Jalur Sertifikasi Guru dalam Jabatan... 19

(8)

9. Pentingnya Uji Kompetensi dalam Sertifikasi Guru... 28

10. Penetapan Peserta Sertifikasi Guru... 30

B. Sikap...………... 36

1. Definisi Sikap... 36

2. Komponen Sikap... 38

3. Faktor-faktor Pembentukan Sikap... 41

4. Perubahan Sikap... 43

C. Guru... 44

1. Definisi Guru... 44

2. Persyaratan Guru... 45

3. Tanggungjawab Guru... 46

4. Peranan Guru... 46

5. Guru Sebagai Suatu Profesi... 47

D. Sikap Guru Terhadap Program Sertifikasi Guru... 49

E. Komitmen Guru... 51

1. Definisi Komitmen Guru... 51

2. Aspek-aspek Komitmen Guru... 52

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Guru... 57

F. Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru Terhadap Program Sertifikasi Guru... 58 G. Hipotesis Penelitian... 60

BAB III METODE PENELITIAN... 61

(9)

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 61

C. Definisi Operasional... 62

D. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel... 64

1. Populasi dan Sampel... 64

2. Karakteristik Populasi Penelitian... 65

3. Metode Pengambilan Sampel... 65

4. Jumlah Sampel penelitian... 67

E. Alat Ukur yang Digunakan... 67

F. Validitas Alat Ukur... 71

G. Uji Daya Beda ... 72

H. Reliabilitas Alat Ukur... 73

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian... 76

1. Tahap Persiapan... 76

2. Pelaksanaan Penelitian... 78

J. Metode Analisis Data... 78

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA... 81

A. Gambaran Subjek Penelitian... 81

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 82

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Mengajar... 82

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 83

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Sertifikasi... 83

(10)

1. Uji Asumsi... 83

2. Uji Analisa Data... 84

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN... 91

A. Kesimpulan... 91

B. Diskusi... 91

C. Saran... 94

1. Untuk Pengembangan Penelitian... 94

2. Untuk Sekolah... 95

3. Untuk Guru... 96

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Kecamatan dan SMA Negeri di Kota Padang... 64

Tabel 2. Cara penilaian skala sikap terhadap program sertifikasi guru... 69

Tabel 3. Blue Print Skala Sikap terhadap Program Sertifikasi Guru yang akan digunakan dalam Uji Coba... 70

Tabel 4. Blue Print skala komitmen guru yang digunakan dalam penelitian... 74

Tabel 5. Blue Print Skala Sikap terhadap Program Sertifikasi Guru yang akan digunakan dalam penelitian... 75

Tabel 6. Persentase subjek berdasarkan jenis kelamin... 81

Tabel 7. Persentase subjek berdasarkan usia... 82

Tabel 8. Gambaran subjek penelitian berdasarkan lama mengajar... 82

Tabel 9. Gambaran subjek penelitian berdasarkan pendidikan terakhir ... 83

Tabel 10. Gambaran subjek penelitian berdasarkan status sertifikasi... 84

Tabel 11. Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov... 85

Tabel 12. Nilai empirik dan nilai hipotetik komitmen guru………... 85

Tabel 13. Nilai empirik dan nilai hipotetik sikap guru terhadap sertifikasi guru……...………. 87

Tabel 14. Norma kategorisasi... 88

Tabel 15. Kategorisasi data komitmen guru………... 88

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran. A. Data Mentah Uji Coba Skala dan Skala Asli Penelitian ... 101

Lampiran. B. Reliabilitas Alat Ukur ... 120

Lampiran. C. Hasil Pengolahan Data... 121

(13)

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Desember 2008 Suci Rahma Nio : 041301108

Hubungan Antara Komitmen Guru dengan Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru Bibliografi 47 (1991-2008)

Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan, dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001). Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yaitu rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas (Mulyasa, 2007). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sedang melakukan upaya perbaikan mutu pendidikan. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pelatihan bagi guru guna meningkatkan kompetensi guru, karena dasar dari profesionalisme itu sendiri adalah kompetensi (Riva, 2008). Pelatihan tersebut terkandung dalam program yang dinamakan sertifikasi guru. Sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik. Semenjak adanya program ini, tentunya telah menimbulkan persepsi yang berbeda-beda pada setiap orang khususnya guru sebagai objek sasaran dari sertifikasi guru. Menurut Azwar (2000), nilai (value) dan opini (opinion) atau pendapat sangat erat berkaitan dengan sikap. Salah satu hal yang mempengaruhi sikap seseorang dalam menyikapi peraturan atau ketentuan dalam pekerjaannya adalah komitmen mereka. Maka, dapat disimpulkan bahwa hal yang mempengaruhi guru dalam menyikapi program sertifikasi guru adalah komitmen guru Huberman dan Nias (dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru. Populasi penelitian ini adalah guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Padang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang dengan menggunakan teknik pengambilan sampel secara multi stage random cluster sampling. Alat ukur pada penelitian ini adalah Skala Komitmen Guru yang telah digunakan pada penelitian sebelumnya, dimana disusun berdasarkan teori komitmen guru oleh Pugach (2006), dan Skala Sikap Guru terhadap Sertifikasi Guru yang telah dirancang oleh peneliti sendiri yang disusun berdasarkan teori-teori sikap dan dihubungkan dengan aspek pada sertifikasi guru. Masing-masing skala memiliki reliabilitas sebesar 0.948 dan 0,937.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan, dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001).

(15)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (UU RI No. 20 Tahun 2003, dalam Sisdiknas Pasal 3).

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, dalam tatanan mikro pendidikan harus mampu menghasilkan SDM berkualitas dan profesional sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Sisdiknas Pasal 3 di atas. Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh penyempurnaan sistemik terhadap seluruh komponen pendidikan seperti peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik dari pusat maupun dari daerah. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen paling menentukan, karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, serta iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik (Mulyasa, 2007).

(16)

Menurut Mulyasa (2007), guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas.

(17)

Ditambahkan Mulyasa (2007), faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis, apalagi membuka internet; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) adanya perguruan tinggi swasta yang mencetak guru yang asal jadi tanpa memperhitungkan outputnya di lapangan, sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

Menyadari banyaknya guru yang belum memenuhi kriteria profesional, guru dan penanggungjawab pendidikan berusaha melakukan suatu langkah demi meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan pelatihan bagi guru guna meningkatkan kompetensi guru, karena dasar dari profesionalisme itu sendiri adalah kompetensi (Riva, 2008). Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Guru dan Dosen yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengembangan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Guru dan Dosen, yang kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru (Depdiknas, 2004).

(18)

tetap memenuhi syarat profesional. Sehubungan dengan itu, pemerintah sedang melaksanakan terobosan dalam meningkatkan kualitas profesionalisme guru tersebut, antara lain melalui Program Sertifikasi Guru (Mulyasa,2007).

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (dalam Depdiknas, 2004), dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik.

(19)

pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Ditambahkan Sanaky (2007), bagi guru yang lama perlu diberikan pelatihan-pelatihan profesi keguruan, baru dilakukan ujian sertifikasi. Bagi calon guru yang berkualifikasi Sarjana kependidikan perlu mengikuti program sertifikasi guru dengan menempuh beberapa mata kuliah dalam kurikulum S1 Kependidikan atau yang SKS-nya belum setara dengan kurikulum program sertifikasi, sedangkan bagi calon guru yang berkualifikasi sarjana atau Diploma Non-Kependidikan wajib menempuh program sertifikat guru dengan mengambil seluruh kurikulum program sertifikat guru.

(20)

sertifikasi guru, baik kualifikasi kompetensi, akademik, bidang tugas, status, dan pesertanya. Semua ditetapkan berdasarkan kuota oleh Dinas Pendidikan melalui surat keputusan. Kriteria penetapan peserta sudah ditentukan berdasarkan masa kerja/pengalaman mengajar, usia, pangkat/golongan, beban mengajar, jabatan/tugas tambahan, dan prestasi kerja. Maka timbul pertanyaan, mengapa mereka masih saja dinyatakan tidak memenuhi penilaian.

Rifqi (2008) menambahkan, selain hal-hal yang dipertimbangkan di atas, ternyata sertifikasi guru juga memiliki dampak yang negatif. Program sertifikasi guru harusnya ditujukan untuk guru-guru muda (di bawah 40 tahun), karena guru yang berusia di atas 40 tahun itu sangat kesulitan jika mengikuti syarat-syarat sertifikasi seperti mengikuti seminar-seminar dan harus menunjang pemakaian teknologi untuk mencari data baik artikel atau yang lain. Ditambah lagi, guru dengan usia di atas 40 tahun itu akan memasuki masa pensiun, dan juga efeknya terhadap kesehatan guru.

Begitu banyak hal-hal yang harusnya dipertimbangkan serta dampak negatif dari program sertifikasi guru, walaupun demikian, kebijakan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) mengenai pelaksanaan sertifikasi guru tetap dilaksanakan sebagaimana telah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

(21)

bertujuan meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2004).

Sikap, dalam pembahasan psikologi sosial, dianggap sebagai sesuatu yang penting. Sikap dijadikan isu sentral dengan beberapa alasan. Pertama sikap sangat mempengaruhi pemikiran sosial manusia, meskipun sikap tidak selalu direfleksikan dalam tingkah laku yang tampak (overt). Manusia memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi stimulus sebagai sesuatu yang positif atau negatif, suka atau tidak suka. Kedua, sikap seringkali mempengaruhi tingkah laku manusia. Karena itu dengan memahami sikap seseorang dapat diprediksi tingkah laku orang tersebut dalam konteks yang luas (Taylor, Peplau, dan Sears, 2000). Salah satu hal yang dapat mempengaruhi sikap seorang guru mengenai program pengembangan dirinya yang salah satunya program sertifikasi guru adalah komitmen guru. Komitmen guru juga dapat meningkatkan mutu pendidikan, yang sejalan dengan tujuan program sertifikasi guru. Hal ini sesuai dengan pendapat Huberman dan Nias (dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007), yang menyatakan bahwa komitmen guru merupakan salah satu faktor penting yang menentukan dalam kesuksesan dan kelangsungan pendidikan di masa depan. Ditambahkan Fresko, dkk (dalam Joffres & Haughey, 2001) bahwa komitmen guru merupakan hal penting dalam menentukan keefektifan sekolah dan kepuasan guru.

(22)

2007). Secara umum komitmen mengacu pada satu tingkatan penerimaan dalam organisasi. Komitmen menjelaskan hasil yang disetujui dari sebuah keputusan atau meminta dan membuat sebuah usaha yang baik untuk menjalankan keputusan tersebut secara efektif (Yulk, 2002 dalam Solomon, 2007).

Menurut Riehl dan Sipple (dalam Solomon, 2007) komitmen guru memiliki efek positif terhadap prestasi siswa di sekolah. Pengertian tentang komitmen guru berbeda-beda berdasarkan konteks analisanya. Komitmen merupakan keadaan psikologis yang mengidentifikasikan suatu keterbukaan individual yang diasosiasikan dengan hasrat untuk melibatkan diri (Leithwood, Menzies, & Jantzi, 1994 dalam Solomon, 2007). Rosenholtz (dalam Solomon, 2007), menyatakan bahwa komitmen lebih mengacu kepada pengaturan dan manajemen tugas dan perputaran di dalam organisasi daripada kualitas personal seseorang dalam lingkungan kerja. Komitmen merupakan subjek dari ketertarikan dalam organisasi yang membuat pekerja lebih suka menetap di dalam organisasi (Reichers, 1985 dalam Solomon, 2007).

(23)

1981, dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007). Mereka biasanya membatasi komitmen mereka dengan sekolah, seperti hanya untuk bertahan di sekolah tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk meninggalkan profesinya tersebut (Teacher Commitment and Engagemant, 2007). Seorang guru harus mempunyai komitmen tinggi untuk dapat meningkatkan keterampilannya, yaitu keterampilan dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah, berpikir kreatif, kritis, produktif, dan kecermatan mengolah informasi yang semakin canggih (Wibowo, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, apabila dikaitkan dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa komitmen guru sangat berpengaruh terhadap sikap guru mengenai program-program yang akan ditujukan kepada guru itu sendiri, disini konteksnya adalah program sertifikasi guru. Hal ini juga sesuai dengan dampak dari komitmen guru, yaitu dapat meningkatkan kecermatan mengolah informasi yang semakin canggih. Informasi yang dimaksud dapat disimpulkan salah satunya adalah program sertifikasi guru yang dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah dan ditujukan kepada guru. Peneliti berasumsi bahwa komitmen guru dan sikap guru terhadap program sertifikasi guru memiliki hubungan yang positif. Artinya semakin tinggi komitmen guru, maka semakin positif sikap guru terhadap program sertifikasi guru.

(24)

diharapkan dapat menjadi masukan untuk para guru dan calon guru mengenai hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru. Serta menambah wawasan bagi pembaca mengenai hubungan antara komitmen guru dengan sikap terhadap program sertifikasi guru.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen guru dengan sikap guru terhadap program sertifikasi guru.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi perkembangan Psikologi, terutama di bidang psikologi pendidikan. Selain itu diharapkan juga bisa memberi masukan untuk penelitian selanjutnya terutama mengenai sikap guru terhadap pelaksanaan program sertifikasi guru.

2. Manfaat Praktis

(25)

2. Dapat menjadi masukan bagi para guru dan calon guru mengenai komitmen guru dan bagaimana sebaiknya bersikap mengenai program yang diberlakukan pemerintah yang ditujukan bagi mereka, terutama program sertifikasi guru.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri dari empat sub bab meliputi latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah Landasan Teori. Bab ini meliputi pembahasan tentang sertifikasi guru, sikap, guru, sikap guru terhadap program sertifikasi guru, komitmen guru, aspek-aspek komitmen guru, dan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen guru.

Bab III adalah Metode Penelitian yang terdiri atas pertanyaan penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel, validitas alat ukur, daya beda aitem dan reliabilitas alat ukur dan metode analisis data.

Bab IV terdiri dari analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai gambaran subjek penelitian dan hasil penelitian.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sertifikasi Guru

1. Definisi Sertifikasi Guru

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian sertifikat pendidik (UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas, 2004).

(27)

Sertifikasi guru merupakan kebijakan yang sangat strategis, karena langkah dan tujuan melakukan sertifikasi guru untuk meningkat kualitas guru, memiliki kompetensi, mengangkat harkat dan wibawa guru sehingga guru lebih dihargai dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia (Sanaky, 2004).

Menurut Mulyasa (2007), Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon guru atau guru yang ingin memperoleh pengakuan dan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya. Representasi pemenuhan standar kompetensi yang telah ditetapkan dalam sertifikasi guru adalah sertifikat kompetensi pendidik. Sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Dengan kata lain sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi profesional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandnag sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

National Commision on Education Services (NCES) memberikan pengertian sertifikasi guru secara lebih umum. Sertifikasi guru merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta (NCES dalam Mulyasa, 2007).

(28)

dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, yang dilaksanakan melalui LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah dengan pemberian sertifikat kepada guru yang telah berhasil mengikuti program tersebut.

2. Prinsip Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), prinsip sertifikasi guru adalah sebagai berikut: a. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.

b. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan guru dan kesejahteraan guru.

(29)

diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.

c. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

d. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis.

Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis. Sertifikasi mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru. Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran. Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu dilakukan uji kompetensi melalui penilaian portofolio.

e. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah.

(30)

sertifikasi untuk masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota tersebut didasarkan atas jumlah data individu guru per Kabupaten/ Kota yang masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

3. Dasar Hukum Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru dan meningkatkan mutu layanan dan hasil pendidikan di Indonesia, diselenggarakan berdasarkan landasan hukum sebagai berikut (Samani, 2007):

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.

e. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor I.UM.01.02-253.

(31)

4. Tujuan Sertifikasi Guru

Menurut Jalal (2007), sertifikasi guru memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional

2. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan 3. Meningkatkan martabat guru

4. Meningkatkan profesionalitas guru

5. Manfaat Sertifikasi Guru

Menurut Fajar (2006), manfaat uji sertifikasi guru adalah sebagai berikut: 1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak

kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.

2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.

3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.

(32)

5. Memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan guru.

6. Jenis-jenis Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru

Dalam pelaksanaannya, sertifikasi guru terbagi dalam 2 (dua) jenis, diantaranya sebagai berikut (Dasuki dkk, 2008):

a. Sertifikasi bagi guru prajabatan dilakukan melalui pendidikan profesi di LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan pemerintah diakhiri dengan uji kompetensi. b. Sertifikasi guru dalam jabatan dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007, yakni dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.

7. Jalur Sertifikasi Guru dalam Jabatan

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilakukan melalui dua jalur (Dasuki, 2008): a. Penilaian portofolio (Permendiknas no. 18 tahun 2007)

b. Jalur pendidikan (Permendiknas no. 40 tahun 2007)

A. Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio

(33)

pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru (Samani, 2007).

Sertifikasi guru dalam jabatan melalui penilaian portofolio adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui penilaian dokumen prestasi yang telah dimiliki guru selama mengajar (berdasarkan Permendiknas Nomor 18 tahun 2007). Penilaian portofolio tersebut diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007.

Portofolio guru adalah kumpulan dokumen yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.

Penilaian portofolio guru adalah penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai agen, sebagai dasar pertimbangan pengakuan tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan.

Komponen portofolio (sesuai Permendiknas no. 18 tahun 2007): 1. Komponen kualifikasi akademik

Kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan tinggi yang dimiliki oleh guru pada saat yang bersangkutan mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S1, S2, atau S3) maupun nongelar (D-IV), baik di dalam maupun di luar negeri. 2. Komponen pendidikan dan pelatihan

(34)

kompetensi selama melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional.

3. Komponen pengalaman mengajar

Pengalaman mengajar adalah masa kerja sebagai guru pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan formal tertentu.

4. Komponen perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah persiapan pembelajaran yang akan dilaksanakan untuk satu topik atau kompetensi tertentu. Perencanaan pembelajaran sekurang-kurangnya memuat perumusan tujuan/kompetensi, pemilihan dan pengorganisasian materi, pemilihan sumber/media pembelajaran, skenario pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil belajar. 5. Komponen penilaian dari atasan dan pengawas

Penilaian dari atasan dan pengawas adalah penilaian atasan terhadap kompetensi kepribadian dan sosial.

6. Komponen prestasi akademik

(35)

7. Komponen karya pengembangan profesi

Karya pengembangan profesi adalah hasil karya guru yang menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi, misalnya guru ikut serta dalam pembuatan soal Ujian Nasional (UN).

8. Komponen keikutsertaan dalam forum ilmiah

Keikutsertaan dalam forum ilmiah adalah partisipasi guru dalam forum ilmiah pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai nara sumber/pemakalah maupun sebagai peserta.

9. Komponen pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial

Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial adalah keikutsertaan guru menjadi pengurus organisasi kependidikan atau organisasi sosial pada tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi, nasional, atau internasional, dan/atau mendapat tugas tambahan.

10.Komponen penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan

Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan adalah penghargaan yang diperoleh guru atas dedikasinya dalam pelaksanaan tugas sebagai agen pembelajaran dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), dan kualitatif (komitmen, etos kerja), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional.

Alur Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Penilaian Portofolio

(36)

1. Guru dalam jabatan peserta sertifikasi, menyusun dokumen portofolio dengan mengacu Pedoman Penyusunan Portofolio.

2. Dokumen portofolio yang telah disusun kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada Rayon LPTK Penyelenggara sertifikasi untuk dinilai.

3. LPTK Penyelenggara Sertifikasi terdiri atas LPTK Induk dan LPTK Mitra. 4. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi dapat mencapai angka

minimal kelulusan, maka dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat pendidik.

5. Apabila skor hasil penilaian portofolio telah mencapai batas kelulusan, namun secara administrasi masih ada kekurangan maka peserta harus melengkapi kekurangan tersebut (melengkapi administrasi). Misalnya ijazah belum dilegalisasir, pernyataan peserta pada portofolio sudah ditandatangani tanpa dibubuhi materai, dan sebagainya.

6. Apabila hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi belum mencapai angka minimal kelulusan, maka Rayon LPTK menetapkan alternatif sebagai berikut: a. Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi pendidik untuk

melengkapi kekurangan portofolio bagi peserta yang memperoleh skor 841 s/d 849.

(37)

7. Pelaksanaan DPG diatur oleh LPTK penyelenggara dengan memperhatikan skor hasil penilaian portofolio dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).

a. Peserta DPG yang lulus uji kompetensi, akan memperoleh sertifikat pendidik.

b. Peserta yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang sebanyak dua kali, dengan tenggang waktu sekurang-kurangnya dua minggu. Apabila tidak lulus peserta diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

B. Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan

Sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan adalah proses pemberian sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan melalui pendidikan selama-lamanya 2 semester (Permendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan). Pendidikan tersebut diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah (Keputusan Mendiknas Nomor 122/P/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru Dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan). Sertifikasi melalui jalur pendidikan diorientasikan bagi guru yunior yang berprestasi dan mengajar pada pendidikan dasar (SD dan SMP).

Alur Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan

(38)

1. Guru yang memenuhi syarat untuk mengikuti sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan mendaftar ke dinas pendidikan kabupaten/kota dengan melengkapi berkas.

2. Dinas pendidikan kabupaten/kota melakukan seleksi administratif kepada calon peserta, sesuai dengan rambu rambu yang telah ditetapkan. Masing-masing dinas pendidikan kabupaten/kota mengusulkan 2 (dua) orang guru SMP per bidang studi dan 2 (dua) orang guru SD.

3. Rekap usulan calon peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan beserta dokumen kelengkapannya di kirimkan ke Ditjen Dikti.

4. LPTK penyelenggara sertifikasi melalui jalur pendidikan bersama dengan Ditjen Dikti melakukan seleksi akademik untuk menetapkan calon peserta. Ditjen Dikti menetapkan alokasi jumlah peserta pada masing-masing LPTK yang ditunjuk.

5. Peserta yang lolos seleksi akademik mengikuti Penelusuran Kemampuan Awal (PKA) untuk menentukan jumlah SKS yang wajib diambil selama mengikuti sertifikasi guru melalui jalur pendidikan.

6. Peserta mengikuti pendidikan maksimal 2 semester dan wajib lulus semua mata kuliah, sebagai syarat untuk mengikuti uji kompetensi. Peserta yang belum lulus ujian mata kuliah diberi kesempatan mengikuti pemantapan dan ujian ulang sampai 2 kali. Peserta yang tidak lulus dikembalikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pembinaan.

(39)

kompetensi yang ke-3, maka peserta dikembalikan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pembinaan.

8. Aspek-aspek yang Diujikan pada Sertifikasi Guru

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 pasal 13 (dalam Komara, 2007) bahwa dalam sertifikasi guru akan mengujikan beberapa aspek, diantaranya kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Menurut McAshan (dalam Komara, 2007), kompetensi itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

Selanjutnya dijelaskan oleh Mulyasa (2007) bahwa Program Sertifikasi Guru akan menguji empat jenis kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

a. Kompetensi Pedagogik

(40)

Ditambahkan Sanaky (2007), aspek pada kompetensi ini berkaitan dengan aktualisasi diri dan menekuni profesi, jujur, beriman, bermoral, peka, luwes, humanis, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat.

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dikemukakan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

c. Kompetensi Profesional

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

(41)

d. Kompetensi Sosial

Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

9. Pentingnya Uji Kompetensi dalam Sertifikasi Guru

Dalam standar sertifikasi guru, uji kompetensi baik secara teoritis maupun praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas guru. Pentingnya uji kompetensi dalam sertifikasi guru antara lain dapat dikemukakan berikut ini (Mulyasa, 2007): a. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kompetensi guru

Uji kompetensi guru dapat digunakan untuk mengembangkan standar kompetensi guru. Berdasarkan hasil uji dapat diketahui kemampuan rata-rata para guru, aspek mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa guru yang perlu mendapat pembinaan secara kontinyu, serta siapa guru yang telah mencapai standar kemampuan minimal.

b. Merupakan alat seleksi penerimaan guru

(42)

secara profesional, tidak didasarkan atas suka-tidak suka, atau alasan subjektif lain, yang bermuara pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tetapi berdasarkan standar kompetensi yang objektif, dan berlaku secara umum untuk semua calon guru.

c. Untuk pengelompokkan guru

Hasil uji kompetensi guru dapat digunakan untuk mengelompokkan dan menentukan mana guru profesional yang berhak menerima tunjangan profesional, tunjangan jabatanm dan penghargaan profesi serta guru yang tidak profesional yang tidak berhak menerimanya. Dalam hal ini, guru-guru dapat dikelompokkan berdasarkan hasil uji kompetensi, misalnya kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok kurang.

d. Sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum

Secara khusus keberhasilan lembaga pendidikan dalam mempersiapkan calon guru ditentukan oleh berbagai komponen dalam lembaga tersebut, antara lain Kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum lembaga pendidikan yang mempersiapkan calon guru harus dikembangkan berdasarkan kompetensi guru.

e. Merupakan alat pembinaan guru

(43)

f. Mendorong kegiatan dan hasil belajar

Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, uji kompetensi guru akan mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang optimal, karena guru yang teruji kompetensinya akan senantiasa menyesuaikan kompetensinya dengan perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.

10. Penetapan Peserta Sertifikasi Guru

Mengacu pada Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007, persyaratan utama peserta sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah guru yang telah memiliki kualifikasi akademik Sarjana (S1) atau Diploma Empat (D-IV) (Samani, 2007). A. Peserta Sertifikasi Guru Melalui Penilaian Portofolio

1. Persyaratan Peserta

Persyaratan dan prioritas penentuan calon peserta sertifikasi guru baik untuk guru PNS maupun bukan PNS berlaku sama, kecuali pangkat dan golongan. Persyaratan peserta sertifikasi guru melalui penilaian portofolio sebagai berikut (Dasuki, 2008):

1. Memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) dari program studi yang terakreditasi.

(44)

3. Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

4. Guru bukan PNS yang berstatus guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang diangkat oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemda.

5. Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun pada satu sekolah atau sekolah yang berbeda dalam yayasan yang sama

6. Memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK). 2. Penetapan Peserta

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan peserta diantaranya: a. Penetapan peserta untuk jenis dan jenjang pendidikan TK, SD, SMP, SMA,

dan SMK dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

b. Penetapan peserta untuk satuan pendidikan SLB dilakukan oleh dinas pendidikan provinsi.

c. Guru yang diranking hanya guru yang memenuhi persyaratan yaitu memiliki ijazah S1/D4 dan NUPTK.

d. Penetapan peserta dilakukan secara terbuka dan transparan dengan melibatkan beberapa unsur terkait yaitu perwakilan dari kepala sekolah, guru, pengawas, PGRI, dan asosiasi profesi guru lainnya.

(45)

f. Menggunakan data individu guru pada masing-masing wilayah yang telah diverifikasi.

g. Tidak memberikan kuota ke sekolah-sekolah.

h. Hasil penetapan peserta diumumkan secara terbuka melalui pertemuan dengan kepala sekolah, media masa, pengumuman di dinas pendidikan kabupaten/kota, dan media lain.

3. Urutan Prioritas Penetapan Peserta

Penentuan guru calon peserta sertifikasi guru dalam jabatan menggunakan sistem ranking bukan berdasarkan seleksi atau tes. Penyusunan ranking calon peserta sertifikasi secara berurutan adalah: masa kerja sebagai guru, usia, pangkat/golongan (bagi PNS), beban mengajar, jabatan/tugas tambahan, dan prestasi kerja.

Urutan prioritas penetapan peserta dijelaskan sebagai berikut (Dasuki, 2008): a. Masa kerja sebagai guru

Masa kerja dihitung sejak yang bersangkutan bekerja sebagai guru baik sebagai PNS maupun bukan PNS.

b. Usia

Usia dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran yang tercantum dalam akta kelahiran atau bukti lain yang sah.

c. Pangkat/Golongan

(46)

d. Beban mengajar

Beban mengajar adalah jumlah jam mengajar per minggu yang diemban oleh guru saat didaftarkan sebagai peserta sertifikasi guru.

e. Tugas tambahan

Tugas tambahan adalah jabatan atau tugas yang diemban oleh guru pada saat guru yang bersangkutan diusulkan sebagai calon peserta sertifikasi. Tugas tambahan yang dimaksud misalnya kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua program/jurusan, kepala laboratorium, kepala bengkel, kepala unit produksi satuan pendidikan, kepala perpustakaan sekolah, atau ketua program keahlian.

f. Prestasi kerja

Prestasi kerja yang dimaksudkan adalah prestasi akademik dan atau non akademik yang pernah diraih guru atau pembimbingan yang dilakukan guru dan mendapatkan penghargaan baik tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Di samping itu, prestasi kerja termasuk kinerja guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari.

B. Peserta Sertifikasi Guru Melalui Jalur Pendidikan 1. Persyaratan Peserta

Persyaratan peserta sertifikasi melalui jalur pendidikan adalah sebagai berikut (Dasuki, 2008):

(47)

2. Mengajar di sekolah umum di bawah binaan Departemen Pendidikan Nasional.

3. Guru PNS yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau guru yang diperbantukan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

4. Guru bukan PNS, yaitu guru tetap yayasan (GTY) atau guru yang mengajar pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

5. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

6. Guru SD yang meliputi guru kelas dan guru Pendidikan Jasmani. Guru kelas diutamakan yang memiliki latar belakang pendidikan S1 PGSD atau S1 kependidikan lainnya, sedangkan guru Pendidikan Jasmani diutamakan yang memiliki latar belakang S1 keolahragaan.

7. Guru SMP (bidang studi PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, IPS, Kesenian, Pendidikan Jasmani, dan guru bimbingan konseling) diutamakan yang mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

8. Memiliki masa kerja sebagai guru minimal 5 tahun dengan usia maksimal 40 tahun pada saat mendaftar.

9. Memiliki prestasi akademik/non akademik dan karya pengembangan profesi di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun organisasi/lembaga.

(48)

11.Disetujui oleh dinas pendidikan kabupaten/kota dengan pertimbangan proses pembelajaran di sekolah tidak terganggu.

2. Penetapan Peserta

Penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan dilakukan dengan proses yang berjenjang yaitu dimulai dari seleksi tingkat kabupaten oleh dinas pendidikan kabupaten/kota, dan seleksi di tingkat Pusat oleh Direktorat Ketenagaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dasuki, 2008). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan peserta diantaranya (Dasuki, 2008):

a. Kelengkapan dokumen peserta

b. Calon peserta sertifikasi guru melalui jalur pendidikan tidak terdaftar sebagai peserta sertifikasi melalui jalur penilaian portofolio.

3. Kriteria Penetapan Peserta

Penetapan peserta sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur pendidikan dilakukan melalui seleksi administrasi oleh dinas pendidikan kabupaten/kota dan seleksi akademik oleh LPTK.

Seleksi administrasi menggunakan kriteria seleksi sebagai berikut:

(49)

b. Karya pengembangan profesi adalah hasil karya guru yang menunjukkan adanya upaya pengembangan profesi. Misalnya menulis buku yang dipublikasikan pada tingkat kabupaten/kota, membuat artikel yang dimuat dalam media cetak, dan sebagainya.

B. Sikap

1. Definisi Sikap

Pratkanis & Greenwald (dalam Deaux, Dane, & Wrightsman, 1993) mendefenisikan sikap sebagai suatu evaluasi terhadap objek dimana individu memiliki pengetahuan yang memadai akan objek tersebut. Ditambahkan lagi oleh Baron & Byrne (2004) bahwa evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial, dan objek lainnya.

(50)

Sikap juga dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu. Kecenderungan untuk melakukan atau meninggalkan, hal ini tergantung kepada kesesuaian oleh seseorang dengan objek yang disikapi tersebut (Tim Penyusun, Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan UNIMED).

Zana dan Rempel (dalam Azwar, 2003) menyatakan bahwa sikap merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognisi, reaksi afeksi, kehendak, dan perilaku berikutnya.

Menurut para ahli, dalam memahami sikap harus diperhatikan tentang ambivalensi sikap. Istilah ini mengacu pada kenyataan bahwa evaluasi manusia terhadap objek, isu, orang, atau peristiwa tidak selalu secara seragam positif atau negatif; sebaliknya, evaluasi itu sering terdiri dari dua reaksi baik positif maupun negatif (Baron & Byrne, 2004).

Hogg dan Vaughan (2000) menyatakan bahwa mengukur sikap adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena sikap tidak dapat diobservasi secara langsung. Cara yang paling umum dilakukan untuk mengetahui sikap adalah bertanya langsung pada orang tersebut. Sikap diukur dengan pertanyaan yang meminta seseorang membuat evaluasi positif atau negatif pada objek tertentu. Ada 4 (empat) teknik pengukuran sikap, yaitu: skala Thurstone (skala interval tampak setara), skala Likert (skala rating yang dijumlahkan), skala Guttman, dan skala Osgood (skala diferensi semantik).

(51)

juga bersifat yang tidak mendukung atau tidak memihak. Pernyatan sikap dapat diperoleh dari suatu skala sikap yang merupakan indikator sikap paling dapat diandalkan. Namun tidak berarti bahwa skala-skala itu selalu dapat dipercaya sepenuhnya dan tepat mencerminkan sikap yang sesungguhnya. Hal itu disebabkan adanya berbagai faktor yang menghambat penerjemahan sikap individu yang sebenarnya kedalam pernyataan-pernyataan yang terdiri atas kalimat-kalimat yang maknanya terbatas (Azwar, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa sikap adalah evaluasi terhadap suatu objek. Evaluasinya bisa positif atau negatif, dan juga bisa tercampur antara positif dan negatif. Dalam penelitian ini sikap guru terhadap program sertifikasi guru, yaitu ekspresi positif atau negatif yang ditampilkan guru terhadap program sertifikasi guru.

2. Komponen Sikap

(52)

Dan komponen konatif adalah kecenderungan tindakan seseorang, baik positif maupun negatif, terhadap objek sikap.

Selanjutnya Mann (dalam Azwar, 2003), menyatakan sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu:

1. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

Azwar (2003) menyatakan kepercayaan terhadap sesuatu datang dari apa yang telah dilihat atau dari yang telah diketahui. Berdasarkan hal ini kemudian terbentuk ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan terbentuk akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu.Tentu saja kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selamanya akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru karena kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

2. Komponen Afektif

(53)

dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

Azwar (2003) menyatakan bahwa reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud.

3. Komponen Konatif

Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Menurut Azwar (2003) komponen konatif menunjukkan bagaimana cara berperilaku sesuai dengan objek sikap yang dihadapi. Asumsinya adalah bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual

Azwar (2003) menyatakan bahwa ketiga komponen diatas adalah selaras dan konsisten. Konsistensi antara kepercayaan (kognitif), perasaan (afektif), dan tendensi perilaku (konatif) menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Apabila salah satu diantara ketiga komponen tersebut tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi mekanisme perubahan sikap.

(54)

komponen tambahan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan tingkah laku. Sikap mempermudah akses terhadap informasi yang relevan dan menghubungkan semua informasi yang terdapat dalam ingatan (Judd, Drake, Downing, dan Krosnick dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2000). Komponen lain adalah bahwa sikap mempermudah seseorang membuat keputusan dengan cepat, karena sikap mengandung informasi yang dibutuhkan dalam membuat pilihan (Sanbonmatsu dan Fazio dalam Taylor, Peplau dan Sears,2000).

Dijelaskan oleh Crites, Fabrigar, dan Petty (dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2000), komponen afektif berisi semua perasaan manusia dan mempengaruhi evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek. Komponen konatif terdiri dari bagaimana seseorang cenderung bertindak terhadap suatu objek. Komponen kognitif terdiri dari pikiran seseorang tentang objek sikap, termasuk fakta pengetahuan dan keyakinan. 3 (tiga) komponen ini tidak selalu berkaitan satu sama lain dan, penting untuk selalu mempertimbangkan ketiganya.

3. Faktor-faktor Pembentukan Sikap

Hudaniah (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.

Deaux, Dane dan Wrightsman (1993) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu:

(55)

Hal yang langsung berpengaruh terhadap sikap adalah nilai tentang objek yang diperoleh secara langsung. Middlebrook (Azwar, 2003) menyatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

Hogg dan Vaughan (2000) mengatakan bahwa pengalaman langsung dengan objek sikap harus meninggalkan kesan yang kuat agar dapat menjadi dasar pembentukan sikap.

Selanjutnya Azwar (2003) menyatakan bahwa agar pengalaman langsung dengan objek sikap meninggalkan kesan yang kuat, maka pengalaman tersebut terjadi dengan melibatkan faktor emosional.

2. Orangtua dan teman sebaya

Orang lain disekitar individu merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting (significant others) adalah seseorang yang diharapkan persetujuannya atas tingkah laku dan pendapat individu.

Diantara yang dianggap penting adalah orangtua dan teman sebaya. Orangtua adalah sumber sikap yang terdekat dan paling nyata bagi seseorang. Demikian juga dengan teman sebaya yang memberikan pengaruh besar terhadap sikap.

3. Pengaruh media

(56)

Penelitian oleh Taras (dalam Deaux, Dane dan Wrightsman, 1993) telah membuktikan bahwa media mempengaruhi sikap dan penguatan yang diperoleh individu. Misalnya seorang anak yang meminta jenis makanan tertentu karena frekuensi makanan tersebut muncul ditelevisi tinggi.

Azwar (2003) menyatakan adanya informasi baru megenai sesutau hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

4. Perubahan Sikap

Pada dasarnya sikap itu relatif tetap, tetapi dapat berubah. Perubahan sikap dipengaruhi oleh (a) Sistem sikap (b) kepribadian dan (c) afiliasi individu dalam kelompok (Krech, Couthfield, & ballachey dalam Mujiyati, 2004).

Menurut Walgito (dalam Hudaniah, 2003) bahwa perubahan sikap ditentukan oleh dua faktor, yaitu:

a. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

(57)

C. Guru

1. Definisi Guru

Djamarah (2000) mengungkapkan, guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru merupakan figur manusia sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan, terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat Indonesia merupakan orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, di rumah, dan sebagainya.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991 (dalam Syah, 1995), guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.

Guru yaitu orang-orang yang berkewajiban atau bertugas mengajar termasuk metode, model, strategi dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas penyajian materi pelajaran (Syah, 1995).

(58)

pendidikan yang berwenang. Mereka dididik secara khusus memperoleh kompetensi sebagai guru, yaitu meliputi pengetahuan, keterampilan, kepribadian, serta pengalaman dalam bidang pendidikan (Wibowo, 2004).

Maka, guru dapat kita definisikan sebagai suatu profesi yang memiliki tugas atau pekerjaan mengajar, dengan memberikan ilmu pengetahuan kepada individu lain, yang dalam hal ini dinamakan sebagai anak didik.

2. Persyaratan Guru

Menjadi guru menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat dkk (dalam Djamarah, 2000) tidaklah sembarangan, tetapi harus memenuhi persyaratan seperti di bawah ini: a. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Guru merupakan teladan bagi anak didiknya, sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.

b. Berilmu

Guru harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. c. Sehat jasmani dan rohani

d. Berkelakuan baik

(59)

3. Tanggungjawab Guru

Guru adalah orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Membimbing dan membina anak didik agar di masa mendatang menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa (Djamarah, 2000).

Wens Tanlain dkk (dalam Djamarah, 2000) mengatakan bahwa guru yang bertanggungjawab harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan. b. Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira.

c. Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang akan timbul.

d. Menghargai orang lain, termasuk anak didik. e. Bijaksana dan baik hati.

f. Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Peranan Guru

Djamarah (2000) menyatakan ada 13 peranan yang harus dijalani oleh seorang guru, diantaranya yaitu korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator.

Sementara menurut Mulyasa (2007) merangkum peranan guru menjadi 4 peranan penting, diantaranya adalah sebagai berikut:

(60)

yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.

2. Guru sebagai motivator; Guru dituntut untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

3. Guru sebagai pemacu; Guru harus mampu melipatgandakan potensi peserta didik, dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang.

4. Guru sebagai pemberi inspirasi; Guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.

5. Guru Sebagai Suatu Profesi

Guru adalah pendidik profesional dengan utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Komara, 2007).

(61)

Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

(62)

harus dimiliki seorang guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

D. Sikap Guru Terhadap Program Sertifikasi Guru

Berkowitz (dalam Azwar, 2003) menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu. Sikap merupakan ekspresi bagaimana seseorang suka atau tidak suka terhadap beberapa hal, atau diekspresikan melalui bentuk pro-anti, favorit-non favorit, dan positif-negatif. Ekspresi tersebut mewakili evaluasi terhadap keanekaragaman dari objek sikap. Sikap itu didasari oleh informasi yang didapat.

Ada tiga komponen dalam sikap: pertama, komponen kognitif yang merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu; kedua, komponen afektif yang merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi dan ketiga, komponen konatif yang merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Mann dalam Azwar, 2000).

(63)

Guru. Yang menjadi komponen objek sikap adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sertifikasi Guru.

Berkaitan dengan komponen-komponen sikap, maka sikap terhadap Program Sertifikasi Guru dapat di jelaskan sebagai berikut:

a. Komponen kognitif

Komponen ini dapat menggambarkan bagaimana sikap guru itu muncul berdasarkan pengetahuannya atau pemahamannya terhadap Program Sertifikasi Guru, misalnya bagaimana persyaratan untuk mengikutinya, seperti apa proses pelaksanaannya, dan lain-lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa komponen kognitif menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang diyakini dan dipikirkan oleh guru terhadap Program Sertifikasi Guru.

b. Komponen afektif

Komponen ini dapat menggambarkan bagaimana sikap guru itu muncul berdasarkan apa yang dirasakan guru terhadap Program Sertifikasi Guru. Komponen ini menjawab pertanyaan: “apa yang dirasakan guru terhadap Program Sertifikasi Guru?”. Misalnya guru senang dengan adanya Program Sertifikasi Guru yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui guru. Perasaan seperti senang atau tidak senang yang berhubungan dengan Program Sertifikasi Guru, termasuk komponen afektif. Jadi afektif itu menimbulkan evaluasi emosional terhadap objek.

c. Komponen konatif

(64)

Guru. Komponen ini menjawab pertanyaan-pertanyaan bagaimana kesediaan atau kesiapan guru untuk bertindak terhadap Program Sertifikasi Guru. Guru yang memperlihatkan tingkah laku seperti aktif mencari tahu tentang Sertifikasi Guru melalui internet, media cetak, maupun televisi, membeli buku yang membahas tentang Sertifikasi Guru dan sebagainya, merupakan contoh yang tergolong dalam komponen konatif.

E. Komitmen Guru

1. Definisi Komitmen Guru

Komitmen guru adalah suatu penafsiran internal seorang guru tentang bagaimana mereka menyerap dan memaknai pengalaman kerja mereka (Solomon, 2007). Secara umum komitmen mengacu pada satu tingkatan penerimaan dalam organisasi. Komitmen menjelaskan hasil yang disetujui dari sebuah keputusan atau meminta dan membuat sebuah usaha yang baik untuk menjalankan keputusan tersebut secara efektif (Yulk, 2002 dalam Solomon, 2007).

Gambar

Tabel 1. Data Kecamatan dan SMA Negeri di Kota Padang
Tabel 2. Cara Penilaian Skala Sikap Terhadap Program Sertifikasi Guru
Tabel 4. Blue Print Skala Komitmen Guru yang akan digunakan dalam penelitian
Tabel 5. Blue Print Skala Sikap terhadap Program Sertifikasi Guru yang akan digunakan dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang membolos, datang tidak tepat waktunya, pada saat jam mengajar ada yang ijin keluar, ada yang belum waktunya jam pulang kantor sudah pulang terlebih dahulu,

Komitmen karyawan terhadap organisasi pada perusahaannya dapat dijadikan salah satu jaminan untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan hal ini dapat dipengaruhi oleh

Ada beberapa motif pendorong mengapa semakin banyak wanita bekerja, yaitu dapat disebabkan tuntutan ekonomi keluarga dan mencari eksistensi diri.Dimungkinkan

Peneliti menduga keterlibatan kerja berpengaruh secara signi- fikan terhadap hubungan antara etika kerja Islam dengan sikap terhadap perubahan organisasi disebabkan

Untuk kondisi pekerjaan sendiri karyawan merasa cukup aman dan nyaman dalam bekerja, namun perilaku indisipliner lebih disebabkan dari kepuasan kerja yang rendah akibat

Ada beberapa motif pendorong mengapa semakin banyak wanita bekerja, yaitu dapat disebabkan tuntutan ekonomi keluarga dan mencari eksistensi diri.Dimungkinkan

Oleh karena itu pada tahap perkembangan awalnya ABC system digunakan untuk memperbaiki metode penentuan biaya produk, maka sampai sekarang masih ada sebagian orang yang

memiliki kualitas hidup yang baik hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar lansia masih aktif bekerja 33 (73.3%) subyek, dengan bekerja mereka dapat