• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup Konsumtif Perempuan Kota Muda Single Bekerja (Studi Deskriptif Di Kalangan Perempuan Bekerja Di Komplek TASBI, Kel. Tanjung Rejo, Kec. Medan Sunggal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gaya Hidup Konsumtif Perempuan Kota Muda Single Bekerja (Studi Deskriptif Di Kalangan Perempuan Bekerja Di Komplek TASBI, Kel. Tanjung Rejo, Kec. Medan Sunggal)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP KONSUMTIF PEREMPUAN

KOTA MUDA SINGLE BEKERJA

(Studi Deskriptif Di Kalangan Perempuan Bekerja Di

Komplek TASBI, Kel. Tanjung Rejo, Kec. Medan Sunggal)

SKRIPSI

Oleh

DEWI SAFITRI

030901002

Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar S-1 pada:

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur yang tak terhingga saya panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat

bimbingan dan karuniaNya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan masa

perkuliahan dan akhirnya melakukan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam hidupnya, ia tak akan dapat bekerja sendiri tanpa

ada bantuan pihak lain. Hal ini sangat nyata sekali dirasakan oleh penulis karena

merampungkan pembuatan skripsi ini dari awal hingga akhirnya mengakhirkan sebuah

karya melibatkan berbagai pihak yang dengan tulus dan ikhlas memberikan bantuan baik

moril maupun materil yang tak terhingga.

Ucapan terima kasih, terutama saya haturkan untuk kedua orang tua penulis, yaitu

Ayahanda Alm. Ir. Syaiful Kahfi yang sudah berada di sisiNya dan Ibunda tercinta Ir.

Hj. Roswita Oesman yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan, dorongan,

semangat dan nasehat untuk kemajuan penulis serta menjadi Ibunda yang paling hebat

menurut penulis. Juga kepada Adikku tersayang Rika Kartika Syaiful yang sudah

banyak membantu dan mengorbankan waktunya untuk penulis. Skripsi saya dedikasikan

untuk keluarga yang paling saya cintai.

Sehubungan penulisan skripsi ini, maka penulis juga mengucapkan terima kasih

dengan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara serta menjadi Dosen Wali penulis

selama perkuliahan dan penulis mengucapkan terima kasih.

2. Bapak Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan

terima kasih atas masukan dan bantuan Bapak selama penulis berkuliah dalam

(3)

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi dan Ketua

dalam ujian komprehensif penulis yang mana telah memberikan masukan.

Penulis mengucapkan terima kasih.

4. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si selaku Dosen Pembimbing dalam

penulisan skripsi penulis, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak

terhingga atas bimbingan dan masukan selama dalam penulisan skripsi penulis.

5. Bapak Drs. Sismudjito, M.Si selaku Dosen Tamu pada ujian komprehensif

penulis yang mana telah memberikan masukan. Penulis mengucapkan terima

kasih.

6. Kak Feni dan Kak Beti, selaku staf Departemen Sosiologi. Penulis mengucapkan

terima kasih yang tidak terhingga atas selama ini membantu penulis dalam

memberikan masukan dan mengurus administrasi selama perkuliahan

7. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf FISIP USU yang dengan keikhlasan hati

memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi dengan baik.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada berbagai pihak, yang langsung atau tidak

langsung telah membantu saya selama penulisan skripsi ini ataupun selama masa

perkuliahan saya :

1. Pertama, sekali lagi penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah swt yang

mana memberikan nikmat yang tidak terhingga kepada penulis, dan yang Kedua

kepada keluarga penulis yang tidak lain adalah orangtua penulis, Ayahanda Alm.

Ir. Syaiful Kahfi yang sudah berada disisi allah swt (Pa! Ipit sayang papa dan

selalu doain papa walaupun papa tidak ada disisi keluarga, ipit akan jaga mama

dan rika) dan Ibunda Hj. Ir. Roswita Syaiful yang mana setelah ayahanda tiada

Ibunda menjadi orang tua tunggal yang menghidupi keluarga dengan kerja

kerasnya dan tiada hentinya memberikan dorongan, bimbingan, semangat dan

nasehat kepada penulis serta menjadi Ibu yang paling hebat selama ini (Terima

Kasih Ma! Ipit Sayang sama Mama...) juga kepada Adek penulis Rika Kartika

(4)

tenaga untuk penulis (Terima Kasih ya adekku… jangan bandel sama kakak

ya???). Skripsi penulis didekasikan untuk keluarga penulis tercinta.

2. Untuk sahabat-sahabatku yang banyak membantu selama penulisan skripsi, dan

masa perkuliahan serta mendengar curhat penulis, Sari, Ami, Kiki, Ainur Riza,

Eva Ramadhani, Ina, Rima, Mini, Sulastri dan Fadillah terima kasih atas

kebersamaan kita selama ini semoga untuk selamanya.

3. Untuk teman-teman saya diangkatan Sosiologi 2003 dari NIM 01 sampai 62,

Ilham Syahputra, Sebastian Saragih, Dicky Sapto W, Hendra Sipayung

(temen-temen KBS), Rochi, Mansur, Siddik, Madan, Hasrad, Rizki Zulaikha, Feri, Ayu,

Yuna, Wildan Lubis, Ratna Sibuea, Ferdinan, Eva Siboro, Helen, Sri sulastri,

Achong, Alex, Tri Enda, Sarah, Grace, Asri, Nellina, Krisma dan teman-teman

lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk saat-saat yang

menyenangkan selama kita bersama dalam masa perkuliahan.

4. Untuk teman-teman penulis, tiva, basita, yudi, dan fandi, terima kasih atas

dukungannya dan berbagi cerita-cerita di kala suka dan duka selama ini.

5. Untuk kepada Bang Fritz yang mana sebagai Abang Senior juga orang yang

paling berjasa karena penulis banyak berkonsultasi dengan Bang Fritz dan Bang

Fritz menerima ide-ide dari penulis sehingga memberikan pengarahan dalam

pemilihan dan penentuan judul penulis serta judul penulis dapat terealisasi,

penulis mengucapkan terima kasih. Mudah-mudahan hanya Tuhan yang dapat

membalasnya.

6. Untuk seluruh keluarga besar penulis yang selalu bertanya (Kapan wisuda? Mau

nunggu bulan berapa? Atau Apa mau sampai di DO ya?? Atau Sudah tamat??)

sebetulnya penulis merasa kesal akan kata-kata tersebut tapi penulis menganggap

itu sebagai motivasi agar cepat selesai dan rasa sayang mereka kepada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Nenek Noni (yang biasa penulis

panggil dengan Ibu), Nenek Yur, Mami, Uda, Adek-adek sepupuku, Tek Nana,

Mak Samir, Wak, Maktuo, Paktuo dan keluarga besar yang lain. Terima kasih ya

(5)

7. Kepada seluruh informan penelitian yang telah membantu penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak karena

tanpa bantuan dari saudari sekalian maka skripsi ini tidak bisa diselesaikan.

8. Untuk yang belum disebutkan namanya, penulis mohon maaf dan terima kasih

karena sudah mendukung dan membantu penulis selama ini.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran serta waktu dalam

menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian, penulis menyadari skripsi ini masih banyak

kekurangan, untuk itu segala kerendahan hati sebagai manusia biasa penulis

mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan

penulis kiranya skripsi ini dapat memenuhi faedah bagi para pembaca.

Wassalam

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

2.2 Paradigma Perilaku Sosial………. 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………21

3.2 Lokasi Penelitian……… 21

3.3 Unit Analisis dan Informan………. 22

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….. 24

3.5 Interpretasi Data……….. 25

3.6 Jadwal Kegiatan……….. 25

3.7 Keterbatasan Penelitian……….. 25

BAB IV DESKRIPSI DAN INTEPRETASI DATA 4.1 Deskripsi Lokasi 4.1.1 Gambaran Secara Umum Kotamadya Medan……… 27

4.1.2 Gambaran Secara Umum Kelurahan Tanjung Rejo……….. 30

4.1.3 Sejarah Berdirinya Komplek TASBI………. 37

(7)

4.2.2 Profil Informan Biasa

4.2.2.1 Profil Ibu Rose………... 53

4.2.2.2 Profil Ibu Agus………... 54

4.3 Temuan dan Interpretasi Data 4.3.1 Kehidupan Konsumtif Perempuan Kota Muda Single Bekerja 4.3.1.1 Dhie Yang Komukatif dan Lapar Mata………. 55

4.3.1.2 Rani Mengikuti Mode dan Trend Karena Keuntungannya… 57 4.3.1.3 Etha Yang Punya Image Sendiri……… 58

4.3.1.4 Dila Yang Hangat dan Tampil Modis……… 60

4.3.1.5 Popy Yang Tidak Mampu Mengontrol Keuangan…………. 62

4.3.1.6 Neni Yang Selalu Pakai Kartu Debit ATM………... 64

4.3.1.7 Dina Yang Ingin Tahu Perkembangan Mode……… 66

4.3.1.8 Ria Yang Selalu Pergi Berbelanja dan Gaul………. 68

4.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Hidup Konsumtif Perempuan Kota Muda Bekerja………... 73

4.3.2.1 Lingkungan Di Tempat Kerja……… 76

4.3.2.2 Pengaruh Media Dalam Mode dan Trend……….. 79

4.3.2.3 Pemanfaatan Waktu Luang……… 83

4.3.3 Gaya Hidup Konsumtif Perempuan Kota Muda Single Bekerja…... 86

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………... 95

5.2 Saran………... 98

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan Tahun 2001–2006.

Tabel 4.2 Luas Wilayah Kelurahan

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Menurut Agama Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan

Tabel 4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Yang Ditamatkan Tabel 4.7 Lembaga / Prasarana Pendidikan Formal dan Non Formal

Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.9 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja

(9)

ABSTRAKSI

Gaya hidup pada saat ini didukung perubahan yang cepat dalam teknologi informasi yang mana telah merubah budaya sebagian masyarakat dunia umumnya yang tinggal diperkotaan tidak terkecuali kota Medan. Keadaan ini disebabkan oleh masyarakat kota yang langsung memiliki akses terhadap informasi karena diberi kemudahan dalam menentukan gaya hidup yang diinginkan. Masyarakat kota juga langsung terkena dampak pengaruh budaya global yang mengubah pola pikir dan kehidupan masyarakat termasuk kaum perempuan. Dapat dilihat situasi ini mendorong masyarakat menuju kepada gaya hidup konsumtif yang mana sudah masuk kedalam berbagai usia dan lapisan masyarakat diantaranya kelompok perempuan yang juga merupakan kelompok konsumen terbesar.

Fenomena perempuan kota yang berusia muda dan bersatus single terjun ke sektor publik untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang kemampuannya dengan alasan yang berbeda-beda antara lain selain ingin mendapatkan pengalaman bekerja juga materi sehingga ini memudahkan segala keinginan dapat terpenuhi. Keadaan ini membuat kaum perempuan mengeluarkan biaya berlebih yang mengarah pada gaya hidup masyarakat yang konsumtif.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian tentang bagaimana gaya hidup konsumtif kaum perempuan muda kota yang bekerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitan kualitatif, dengan pendekatan deskriptif yang dilakukan di Komplek TASBI. Tehnik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam kepada delapan orang informan kunci serta dengan melakukan observasi. Data dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup konsumtif perempuan kota muda single yang bekerja dan yang tinggal di Komplek TASBI akan membelanjakan uangnya tanpa pertimbangan objektif menurut realita kebutuhan yang sebenarnya. Kebiasaan membelanjakan uang dalam bentuk barang yang dibutuhkanmemang murni untuk mendukung penampilan dilingkungan pekerjaannya. Kebiasan ini dipengaruhi oleh berbagai media tentang mode dan trend. Untuk kebiasaan gaya hidup konsumtif lain seperti kegiatan menyenangkan diri atau memanfaatkan waktu luang diantara liburan dan hiburan juga menjadi self reward system bagi dirinya.

(10)

ABSTRAKSI

Gaya hidup pada saat ini didukung perubahan yang cepat dalam teknologi informasi yang mana telah merubah budaya sebagian masyarakat dunia umumnya yang tinggal diperkotaan tidak terkecuali kota Medan. Keadaan ini disebabkan oleh masyarakat kota yang langsung memiliki akses terhadap informasi karena diberi kemudahan dalam menentukan gaya hidup yang diinginkan. Masyarakat kota juga langsung terkena dampak pengaruh budaya global yang mengubah pola pikir dan kehidupan masyarakat termasuk kaum perempuan. Dapat dilihat situasi ini mendorong masyarakat menuju kepada gaya hidup konsumtif yang mana sudah masuk kedalam berbagai usia dan lapisan masyarakat diantaranya kelompok perempuan yang juga merupakan kelompok konsumen terbesar.

Fenomena perempuan kota yang berusia muda dan bersatus single terjun ke sektor publik untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang kemampuannya dengan alasan yang berbeda-beda antara lain selain ingin mendapatkan pengalaman bekerja juga materi sehingga ini memudahkan segala keinginan dapat terpenuhi. Keadaan ini membuat kaum perempuan mengeluarkan biaya berlebih yang mengarah pada gaya hidup masyarakat yang konsumtif.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis berkeinginan melakukan penelitian tentang bagaimana gaya hidup konsumtif kaum perempuan muda kota yang bekerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitan kualitatif, dengan pendekatan deskriptif yang dilakukan di Komplek TASBI. Tehnik pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam kepada delapan orang informan kunci serta dengan melakukan observasi. Data dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup konsumtif perempuan kota muda single yang bekerja dan yang tinggal di Komplek TASBI akan membelanjakan uangnya tanpa pertimbangan objektif menurut realita kebutuhan yang sebenarnya. Kebiasaan membelanjakan uang dalam bentuk barang yang dibutuhkanmemang murni untuk mendukung penampilan dilingkungan pekerjaannya. Kebiasan ini dipengaruhi oleh berbagai media tentang mode dan trend. Untuk kebiasaan gaya hidup konsumtif lain seperti kegiatan menyenangkan diri atau memanfaatkan waktu luang diantara liburan dan hiburan juga menjadi self reward system bagi dirinya.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh

bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri

mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya. Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan

tindakan dan perilaku sejak lahir.1

Hal ini di dukung perubahan yang cepat dalam teknologi informasi telah merubah

budaya sebagian masyarakat dunia terutama yang tinggal di perkotaan. Khususnya

masyarakat perkotaan yang memiliki akses terhadap informasi, merupakan kelompok

masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya global. Akses informasi dapat di

peroleh melalui media cetak massa maupun elektronik, internet, televisi, dan berbagai

teknologi yang sudah tersedia, sehingga memberikan kemudahan pada masyarakat dalam

menentukan gaya hidup yang diinginkan.

Gaya hidup bisa merupakan idenditas kelompok. Gaya

hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unit tersendiri. Jika terjadi perubahan

gaya hidup dalam suatu kelompok maka akan memberikan dampak yang luas pada

berbagai aspek.

2

Di mana kemunculan gaya hidup pada masyarakat sekarang ini merupakan implikasi

langsung dari meningkatnya pertukaran dagang, masuknya berbagai kebudayaan, dan

berbagai hal lainnya. Hal-hal tersebut menyebabkan membanjirnya barang-barang

1

Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen. Hal 148. Bogor: Kencana. 2

(12)

konsumsi dan informasi. Ini membuat masyarakat di seluruh dunia menjadi tergantung

dalam semua aspek kehidupan mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan aspek lainnya.3

Ada kenyataan yang mendukung bahwa masyarakat yang tinggal di kota, di tantang

oleh cara-cara berpikir dan perilaku yang tidak di bungkus oleh kesopanan, sehingga

mereka mengembangkan suatu toleransi dan selera terhadap apa yang terbaru (novelty).

Ini berlatar belakang pada rasa tidak aman dalam bersaing, maka terciptalah rasa ketidak

tetapan (impermanence) dan selera coba-coba (tentativeness). Dua arus pengaruh ini

menimbulkan gejala yang disebut mode (fashion of style) yang nampak jelas pada

pakaian, mebeler, seni, pendidikan, hiburan, juga pada aspek keagamaan dan

pemerintahan.

4

Dalam masyarakat konsumen Indonesia telah tumbuh beriringan dengan sejarah

globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi. Kondisi ini ditandai dengan

menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya seperti shopping mall, industri waktu luang,

industri mode atau fashion, industri kecantikan, industri kuliner, industri nasihat dan

industri-industri lainnya, kawasan hunian mewah, apartemen, iklan barang-barang

mewah dan merek asing, makanan instant (fast food), serta reproduksi dan transfer gaya

hidup melalui iklan dan media televisi maupun cetak bahkan sampai keruang-ruang yang

paling pribadi. Ini sudah banyak terjadi pada masyarakat yang tinggal di kota khususnya

Indonesia.

Di mana konsumsi di dalam masyarakat terus berkembang khususnya dalam hal

kebendaan yang di lihat dari segi materi sehingga menjadikan masyarakat menjadi

konsumtif. Kata konsumtif berasal dari istilah konsumtivisme dan ada juga istilah

3

Bintarto, R. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Hal 35. Jakarta: Ghalia Indonesia. 4

(13)

konsumerisme. Kedua istilah yaitu konsumtivisme dan konsumerisme mempunyai

pengertian yang berbeda. Konsumtivisme maksudnya adalah konsumen yang langsung

mengkonsumsi barang atau jasa dan tidak memperjualbelikannya kembali. Singkatnya,

konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif.5

Menurut Richard J.N, konsumerisme adalah menghabiskan hidup karena benda-benda

yang di konsumsi. Konsumerisme hidup ketika seseorang diukur dari “apa yang dimiliki”

daripada “menjadi apa”. Istilah konsumtif lebih menjelaskan, dengan mendahulukan

keinginan untuk mengonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara

berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal bahkan dikatakan gaya hidup yang

bermewah-mewah.

6

Konsumerisme merupakan masalah budaya dan moral yang mana pemecahannya

memerlukan pendekatan budaya dan moral, juga terletak pada hubungan antara

kebebasan manusia dan kepemilikan benda-benda material. Dalam masyarakat yang

konsumtif, dapat mengasingkan seseorang yang mempunyai perilaku konsumtif dari

tujuan hidup mereka yang sebenarnya. Ada beberapa faktor masyarakat menjadi

konsumtif yaitu :

1. Diciptakan tren untuk membuat masyarakat melakukan pembelian.

2. Membeli barang sebagai self reward system (sistem pemberian upah) dan

merayakan kebahagiaan atas kesuksesan yang di raih.

3. Pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah.

4. Idenditas diri disetarakan dengan barang yang dimiliki.

5

Wuryanta, Wenats, Eka, dkk. 2006. Konsumtivisme dan Hedonisme dalam Media Massa.

6

(14)

5. Masyarakat hanya berfokus pada barang-barang yang mereka miliki.7

Dengan adanya beberapa faktor di atas, maka dapat di lihat situasi yang ada di

dalam masyarakat menuju pada perilaku konsumtif. Seseorang yang mempunyai perilaku

konsumtif dapat dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika

membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang

tersebut. Hal ini di dukung berbagai bentuk rekayasa budaya yang dilakukan oeh kaum

kapitalis adalah dengan cara memproduksi simbol-simbol kemewahan dan keanggunan,

dan lain-lain agar di konsumsi oleh masyarakat. Bahkan seolah-olah dijanjikan bahwa

barang siapa yang mengonsumsi produk tertentu maka status sosialnya lebih bergengsi

atau berkelas.

Kondisi demikian sangat disayangkan dalam masyarakat modern, walaupun gaya

hidup berkembang pesat. Ini juga menunjukkan ketiadaan acuan akan nilai tertinggi dan

melahirkan sekularisasi atau perkembangan kearah keduniawian. Hal ini dapat di lihat

melalui iklan yang mana sangat memberi pengaruh sangat besar sebagaimana pendapat

Fromar “iklan telah melahirkan fenomena Homo Consumens yakni nafsu lapar dan haus

yang tidak pernah terpuaskan oleh produk konsumsi yang ada”. Konsekuensi logis dari

industrialisasi dan ekspansi pasar adalah munculnya “budaya membeli”.8

Gaya hidup lain yang berhubungan dengan konsumtif dan sedang berkembang saat

ini seperti makanan fast food (hamburger, pizza, fried chicken), kemudian mengonsumsi

obat-obatan tertentu, nongkrong di kafe, pemakaian aksesoris bermerek, jalan-jalan di

shopping mall, dan lain-lain. Gaya hidup konsumtif seperti ini melanda siapa saja

7

Santoso, Benny. 2006. Bebas dari Konsumerisme. Hal 43-44. Yogyakarta: Penerbit Andi. 8

Pandie, W, B, David. 2004. Globalisasi,Paradoks Global,dan Glokalisasi dalam Pluralis:Jurnal

(15)

berbagai generasi usia dan lapisan.9 Secara sosiologis, bahwa individu tertentu bagian

dari kelompok tertentu, karena individu tersebut mengonsumsi barang-barang tertentu,

dan individu mengonsumsi barang tertentu karena ia bagian dari kelompok tersebut.10

Fenomena yang sedemikian juga tampak di kota Medan, di mana Medan salah satu

kota terbesar di Indonesia sehingga gaya hidup konsumtif sudah masuk kedalam berbagai

usia dan lapisan masyarakat. Ini di lihat dari aktivitasnya berkunjung ke pusat

perbelanjaan atau tempat-tempat yang menyediakan barang-barang yang diinginkan.

Khususnya bagi kaum perempuan aktivitas berkunjungnya ke pusat perbelanjaan atau

tempat yang diinginkan hanya digunakan untuk berjalan-jalan atau membeli suatu

barang. Barang-barang yang diinginkan tidak harus bermerek walaupun ada yang ingin

bermerek tergantung dari keinginan individunya. Di mana kelompok konsumen yang

paling terbesar adalah kaum perempuan.

11

Hal ini sesuai dengan posisi perempuan secara umum dalam masyarakat tradisional

adalah berada di sektor domestik. Perkembangan zaman yang semakin maju mengubah Kaum perempuan mempunyai banyak

keistimewaan dalam dirinya. Dalam hal ini seperti kaum perempuan membeli kosmetik

untuk mempercantik diri, lalu membeli pakaian untuk tampil dengan bagus di depan

masyarakat terutama untuk kaum laki-laki dan berbagai hal lainnya. Ini disesuaikan

dengan perkembangan dalam dunia konsumerisme yang menunjukkan dimulainya

semakin banyak berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk pasar perempuan

dari segi berbagai usia, mulai dari kosmetik, pakaian, dan berbagai macam kebutuhan

lainnya.

9

Sumartana, dkk. 2000. Reformasi Politik Kebangkitan Agama dan Konsumerisme. Hal 181. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

10

Baudrillard, Jean P. 2004. Masyarakat Konsumsi. Hal 76. Yogayakarta: Penerbit Kreasi Wacana. 11

(16)

pola pikir dari masyarakat khususnya perempuan. Dengan kebutuhan hidup yang semakin

meningkat maka posisi perempuan berubah dari sektor domestik menjadi terlibat dalam

sektor publik. Ini dapat di lihat dalam hal pekerjaan kaum perempuan dan laki-laki tidak

dibedakan yang mana disesuaikan dengan bidang kemampuannya. Kaum perempuan

yang sudah bekerja mempunyai alasan yang berbeda-beda.

Khususnya bagi kaum perempuan kota yang masih muda single dan sudah bekerja

pada saat sekarang ini. Keinginan untuk bekerja selain ingin mendapatkan pengalaman

bekerja juga materi. Ini dikarenakan ketika sudah bekerja dan mempunyai penghasilan

sendiri maka apa yang diinginkan dapat terpenuhi, selain tidak ingin merepotkan

orangtua. Di samping itu, membeli barang-barang bukan hanya untuk kebutuhan

melainkan tuntutan dari pekerjaan dan harus berpenampilan sebagus mungkin di depan

umum.

Seperti halnya mengikuti perkembangan mode atau fashion khususnya yang sedang

trend. Di mana setiap kaum perempuan ingin tampil di depan umum dengan baik

sekaligus mempunyai tujuan lain yakni ingin menunjukkan apa yang dikenakan kepada

orang lain. Untuk itu, kaum perempuan membeli barang yang sesuai seperti baju yang

bagus, sepatu, peralatan kosmetik, dan berbagai hal yang mendukungnya.

Ini membuat kaum perempuan mengeluarkan biaya berlebih yang mengarah pada

gaya hidup masyarakat yang konsumtif. Situasi ini pula di dukung ketika ada sesuatu

barang terbaru maka barang yang diinginkan tersebut akan langsung di beli. Pada saat

barang yang diinginkan telah didapatkan maka perasaan akan terasa menyenangkan. Ini

(17)

Sebagaimana telah di singgung sekilas di atas, maka ada beberapa alasan ketertarikan

peneliti dalam penelitian ini adalah :

1. Perubahan gaya hidup masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan yang menuju

kepada gaya hidup konsumtif khususnya kaum perempuan kota single yang

bekerja.

2. Melihat gambaran gaya hidup konsumtif kaum perempuan kota single bekerja.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah

1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif perempuan kota

single bekerja ?

2. Bagaimana gaya hidup konsumtif perempuan kota single bekerja ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh

gambaran umum tentang gaya hidup konsumtif kaum perempuan kota single dan faktor

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1.4.1 Manfaat Teoritis

• Memberikan pengertian mengenai gaya hidup konsumtif kaum perempuan kota

single bekerja.

• Menyumbangkan pemikiran dan pandangan tentang perubahan yang terjadi di

dalam masyarakat terhadap gaya hidup konsumtif kaum perempuan kota single

bekerja.

1.4.2 Manfaat Praktis

• Meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini.

• Memberikan wawasan kepada peneliti tentang gaya hidup konsumtif kaum

perempuan kota single bekerja.

• Diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khazanah kepustakaan.

1.5 Defenisi Konsep

1. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari individu atau segolongan

manusia di dalam masyarakat dengan menghabiskan waktu, uang, diri sendiri dan

dunia sekitarnya yang mana dapat diamati dan diberi idenditas.

2. Konsumtif adalah mendahulukan keinginan untuk mengonsumsi barang dan jasa

yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan

(19)

3. Gaya hidup konsumtif adalah pola tingkah laku sehari-hari individu atau

segolongan manusia di dalam masyarakat dengan mendahulukan keinginan untuk

mengonsumsi barang dan jasa secara berlebihan untuk mencapai kepuasaan

maksimal serta menyenangkan diri dari berbagai aktivitas.

4. Perempuan Kota. Maksudnya perempuan yang berdomisili di kota dan

melakukan aktivitas kehidupannya di dalam kota.

5. Perempuan Muda Single Bekerja adalah perempuan yang dilihat dari dua fase

yaitu Fase Adolescence (Akhir Masa Remaja) berusia 18 s/d 21 tahun dan Fase

Iuventus (Fase Dewasa Awal) berusia 25 s/d 40 tahun. Pada Fase Iuventus dari

segi fisik mencapai puncaknya, terutama pada usia 23 s/d 27 tahun.12

6. Bekerja. Yaumil Achmir mendefenisikan bekerja sebagai berikut: “suatu

kegiatan yang dilakukan secara teratur berkesinambungan dalam jangka waktu

tertentu, dengan tujuan yang jelas yaitu menghasilkan atau mendapatkan sesuatu

dalam bentuk benda, uang, jasa maupun ide.

Tetapi di

dalam penelitian ini peneliti membatasi usia yang akan di teliti yaitu perempuan

yang diteliti berusia 21 s/d 30 tahun, karena secara umum di dalam masyarakat

pada usia tersebut perempuan dikatakan “muda”, belum menikah dan mempunyai

penghasilan dari pekerjaannya.

13

12

Mubin dan Cahyadi Ani. 2006. Psikologi Perkembangan. Hal 106 dan 115. Ciputat: Penerbit Quantum Teaching.

Bekerja merupakan proses

pengaktulisasian diri sesuai dengan pendidikan dan keahlian yang dimiliki secara

berkesinambungan dengan tujuan untuk mendapatkan uang dan prestige.

13

(20)

7. Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan

kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang

heterogen dan coraknya yang konsumtif.14 Secara sosiologis, kota haruslah

mencakup struktur sosial dan pola-pola psikologis serta perilaku.15

8. Budaya global adalah suatu budaya yang sifatnya tipikal dan berlaku sama pada

setiap tempat di dunia. Budaya global terbentuk akibat derasnya modernisasi,

sehingga memaksa setiap individu dalam setiap kelompok masyarakat di dunia

untuk condong kepada suatu trendsetter yang tengah berlaku, yang dalam hal ini

biasanya adalah negara-negara maju atau barat.

14

Ibid Hal: 36 15

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gaya Hidup dan Konsumsi

2.1.1 Gaya Hidup.

Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki arti

sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup yang khas dari berbagai

kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini

mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh,

busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah,

kendaraan, dan pilihan hiburan, dan seterusnya di pandang sebagai indikator dari

individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen.16

Weber mengemukakan bahwa persamaan status dinyatakan melalui persamaan gaya

hidup. Di bidang pergaulan gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap

pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain adanya pembatasan

dalam pergaulan, menurut Weber kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai

hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material.

Kelompok status di beda-bedakan atas dasar gaya hidup yang tercermin dalam gaya

konsumsi.

Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat, yang

menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat.17

16

Featherstone, Mike (Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). 2005. Posmodernisme dan Budaya

Konsumen. Hal 201. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Monopoli suatu kelompok status antara lain terwujud dalam gaya berbusana. Kita melihat

17

(22)

bahwa setiap kelompok status yang ada di masyarakat mempunyai gaya hidup yang khas.

Masing-masing kelompok mempunyai selera yang khas dalam pakaian, hiburan,

perlengkapan rumah tangga, makanan, minuman, bacaan, selera seni dan musik.

Gaya hidup menurut Weber, berarti persamaan status kehormatan yang di tandai

dengan konsumsi terhadap simbol-simbol gaya hidup yang sama.18

Menurut Lury, budaya konsumer diartikan sebagai bentuk budaya materi yakni

budaya pemanfaatan benda-benda dalam masyarakat Eropa-Amerika kontemporer. Kini,

apa yang dinikmati oleh masyarakat Eropa-Amerika kontemporer tersebut “yang

notabene adalah negara kaya” di tiru oleh masyarakat dunia lain termasuk negara

Indonesia. Budaya consumer dicirikan dengan peningkatan gaya hidup (lifestyle). Justru,

menurut Lury, proses pembentukan gaya hidup-lah yang merupakan hal terbaik yang

mendefenisikan budaya konsumer.

Estetika realitas

melatarbelakangi arti penting gaya yang juga di dorong oleh dinamika pasar modern

dengan pencarian yang konstan akan adanya model baru, gaya baru, sensasi dan

pengalaman baru. Gaya hidup yang ditawarkan berbagai media pada saat sekarang ini

adalah ajakan bagi khalayaknya untuk memasuki apa yang disebut budaya konsumer.

Dalam budaya konsumer kontemporer, istilah itu bermakna individualitas, pernyataan

diri dan kesadaran diri. Dalam hal ini, tubuh, pakaian, waktu luang, pilihan makanan dan

minuman, rumah, mobil, pilihan liburan dan lain-lain menjadi indikator cita rasa

individualitas dan gaya hidup seseorang.19

18

Ibid Hal: 93

Dalam perkembangan studi tentang gaya

hidup, menurut Hans Peter Muller terdapat 4 pendekatan dalam memahami gaya hidup

yaitu :

19

(23)

1. Pendekatan psikolog perkembangan.

2. Pendekatan kuantitatif sosial struktur.

3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan.

4. Pendekatan kelas.20

Di dalam penelitian ini peneliti memakai salah satu pendekatan yaitu pendekatan

kualitatif dunia kehidupan. Pendekatan ini memandang gaya hidup sebagai lingkungan

pergaulan (milieu). Di mana meletakkan seseorang pada miliu yang ditentukan oleh

keadaan hidup dan gaya hidup subyektif yang dimiliki. Teori Milieu berpendapat bahwa

bukan turunan yang menetapkan sifat-sifat manusia, melainkan alam lingkungannya

dimana manusia itu hidup.

Teori milieu menggambarkan pengaruh lingkungan, yang meliputi lahir dan batin

manusia.21 Dalam teori sosialisasi juga mempunyai beberapa agen yang salah satunya di

pakai dalam penelitian ini adalah lingkungan kerja dan media.22

Kaum kapitalis senantiasa menciptakan kebutuhan baru yang menjamin bahwa

manusia akan terus didorong untuk melaksanakan jenis-jenis peran yang dibutuhkan guna

mempertahankan sistem kapitalis. Kebutuhan senantiasa di bentuk dan di eksploitasi

untuk memperbesar kesediaan para konsumen menyesuaikan diri dengan persyaratan

sistem dan mendukung bertahannya sistem itu.

Ini di dukung juga oleh

teori kebutuhan, yang mana kebutuhan manusia sangatlah tidak terbatas. Sementara kaum

kapitalis beranggapan kebutuhan manusia tersebut harus senantiasa dipenuhi.

20

Ibid Hal: 120 dan 123 21

Shadily, Hassan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Hal 136. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 22

(24)

2.1.2 Konsumsi.

Konsumsi dalam pandangan sosiologi sebagai masalah selera, identitas, atau gaya

hidup maksudnya terkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Sosiolog memandang dari

segi selera sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas simbolik dari

barang (maksudnya jika di lihat orang menjadi menarik dan modis), dan tergantung dari

persepsi tentang selera orang lain.23

Konsumsi adalah kegiatan atau tindakan mempergunakan komoditas barang atau jasa

untuk memenuhi keinginan, dengan cara atau sikap yang umum, yang dipengaruhi oleh

struktur dan pranata sosial di sekitarnya. Skemanya adalah :

Struktur dan Pola cara dan sikap  Pranata Sosial dalam kegiatan konsumsi

Kegiatan konsumsi adalah tindakan atau kegiatan mempergunakan barang/jasa, di

mana tindakan itu didasarkan pada makna subjektif, rasionalitas, emosi dan motif tertentu

dari individu agar di mengerti dan dipahami oleh orang lain.24 Menurut pandangan

Weber selera merupakan pengikat kelompok dalam (in-group). Aktor-aktor kolektif atau

kelompok status, berkompetisi dalam penggunaan barang-barang simbolik. Keberhasilan

dalam berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli sumber-sumber

budaya, akan meningkatkan prestise dan solidaritas kelompok dalam (in-group).25

Veblen memadang selera sebagai senjata dalam berkompetisi. Kompetisi tersebut

berlangsung antar pribadi, antara seseorang dengan orang lain. Jika dalam masyarakat

tradisional, keperkasaan seseorang sangat dihargai; sedangkan dalam masyarakat modern, Singkatnya, di mana Weber mengatakan bahwa selera dapat menyatukan status yang

sama.

23

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi Edisi. Hal 120 dan 121. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. 24

---. 2007. Cara Berpikir Sosiologis. 25

(25)

penghargaan diletakkan atas dasar selera dengan mengkonsumsi sesuatu yang merupakan

refleksi dari kepemilikan.26

Menurut Bourdieu, ‘selera selalu mengklasifikasikan orang yang bersangkutan’.

Pilihan konsumsi dan gaya hidup melibatkan keputusan membedakan, pada saat yang

sama, mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan pilihan selera kita menurut orang lain.

Selera, pilihan konsumsi dan praktik gaya hidup berkait dengan pekerjaan dan fraksi

kelas tertentu, yang memungkinkan dibuatnya peta alam selera dan gaya hidup bersama

dengan oposisinya yang terstruktur serta pembedaannya yang tersusun dengan baik yang

berlaku dalam masyarakat tertentu pada suatu titik waktu tertentu dalam sejarah.

Dalam masyarakat perkotaan, anggota kelas tertentu

mempunyai kemampuan untuk mengonsumsi barang-barang tertentu yang dilekatkan

pada gaya hidup dari kelompok status tertentu.

27

Konsumsi dapat di lihat sebagai pembentuk idenditas. Barang-barang simbolis dapat

juga di pandang sebagai sumber dengan mana orang mengkonstruksi idenditas dan

hubungan-hubungan dengan orang lain yang menempati dunia simbolis yang sama.

Seperti yang disebut oleh G. Simmel, ego akan runtuh dan kehilangan dimensinya jika ia

tidak dikelilingi oleh objek eksternal yang menjadi ekspresi kecenderungannya,

kekuatannya dan cara individulnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata lain,

miliknya.

Dengan konsumsi yang semakin meningkat atau berlebihan maka ini bisa di sebut

dengan konsumtif. Menurut seorang pakar sosiologi, Koento mengatakan bahwa “pola

hidup konsumtif yang kini mewarnai kehidupan masyarakat perlu dikendalikan secara

khusus, sebab gaya hidup konsumtif mendorong seseorang mengejar materi sehingga

26

Ibid Hal: 120 dan 122 27

(26)

dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam masyarakat”. Perkembangan

dalam dunia konsumerisme kemudian menunjukkan dimulainya boom berbagai macam

produk yang khusus ditujukan untuk kaum perempuan, mulai dari kosmetik, pakaian dan

berbagai macam pernak-pernik yang mendukung.28

Thorstein Veblen mengajukan istilah conspicuous consumption (konsumsi yang

mencolok) untuk menunjukkan barang-barang yang kita beli dan kita pertontonkan

kepada orang lain untuk menengaskan gengsi dan status kita serta menunjang gaya hidup

di waktu luang. Barang-barang yang di beli atau di konsumsi biasanya berupa sesuatu

yang tidak berguna, yang kadang malah mengurangi gerak dan kenyamanan di tubuh

seseorang. Veblen juga mengajukan istilah pecuniary emultion (penyamaan

kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan uang) di mana golongan yang tidak masuk pada leisure

class berusaha menyamai perolehan atau pemakaian benda-benda tertentu dengan

harapan bahwa mereka akan mencapai keadaan idenditas manusia yang secara intrinsik

lebih kaya dari orang-orang lain.29

Menurut Baudrillard, nilai tukar dan nilai guna kini telah berganti dengan nilai simbol

atau lambang. Sementara itu, Simmel (1987) mengatakan bahwa ada hubungan yang erat

antara waktu luang, fesyen dan idenditas. Untuk mengejar fesyen dan gaya serta simbol

(imej) yang mempesona, Simmel menangkap ketegangan antara pembedaan dan peniruan

yang merupakan kebutuhan untuk masuk dalam satu grup sosial tertentu, sekaligus

mengekspresikan individualitas seseorang. Dengan demikian, budaya membeli dapat di

anggap sebagai asesoris fesyen yang penuh daya pikat dan terkomodifikasikan, di mana

28

---. 1992. Pola Hidup Konsumtif Masyarakat. Hal 2. Suara Pembaharuan. 29

(27)

seseorang dapat merasakan penegasan ciri individualitas sekaligus dukungan penuh dari

suatu grup sosial. 30

Budaya membeli adalah sebuah fesyen sekaligus sesuatu yang fashionable. Menurut

Simmel, menjadi fashionable artinya menjadi seseorang yang melebih-lebihkan dirinya

dan dengan demikian membuat idenditasnya tampak begitu menonjol. Konsep arti baru

konsumsi diturunkan dari karya Karl Marx. Akan tetapi, seperti teoritisi modern lainnya,

Marx terutama memfokuskan pada produksi, yaitu dia mempunyai bias produksi. Akan

tetapi, di tahun-tahun belakangan ini, sepanjang produksi dan konsumsi dapat di pilah

dengan tegas, produksi telah tumbuh menjadi kurang penting (misalnya, untuk

memproduksi suatu barang tak perlu lagi banyak pekerja), khususnya di Amerika Serikat.

Sedangkan konsumsi menjadi semakin penting (lebih banyak orang yang bekerja di

bidang pelayanan yang berhubungan dengan konsumsi, dan lebih banyak lagi yang

menghabiskan waktu senggang mereka dengan kegiatan konsumsi). Dalam masyarakat

seperti itu, adalah beralasan untuk menggeser fokus kita dari alat produksi ke

alat-alat konsumsi.31

Pusat perbelanjaan adalah contoh dari alat-alat konsumsi yang baru. Contoh lainnya

yang didiskusikan oleh Baudrillard adalah tempat liburan dan bandara. Semua alat

konsumsi baru itu adalah bersifat modern dalam pengertian bahwa alat-alat itu sebagian

besar adalah inovasi baru yang muncul dan berkembang pada paruh abad dua puluh serta

sangat rasional. Alat-alat itu sebagian besar inovasi Amerika yang bukan hanya telah Menurut Baudrillard, dalam konteks ini dia mendeskripsikan sebuah

komunitas, Parly 2, dengan pusat perbelanjaan, kolam renang, clubhouse, dan

pembangunan perumahan.

30

Juliastuti, Nuraini. 2000. Tubuh Yang Mendua. 31

(28)

mentransformasikan konsumsi di Amerika Serikat, tetapi juga diekspor secara agresif ke

sebagian besar belahan dunia lain. Di mana alat konsumsi itu bahkan berdampak lebih

besar terhadap konsumsi.32

2.2 Paradigma Perilaku Sosial.

Menurut Skinner, obyek studi paradigma perilaku sosial yang konkrit-realistis itu

adalah perilaku atau tingkah laku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangan

atau ganjaran (behaviour of man and contingencies of reinforcement). Pokok persoalan

sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam

hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan

dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkahlaku. Jadi terdapat

hubungan fungsional antara tingkahlaku dengan perubahan yang terjadi dalam

lingkungan aktor.33

Lingkungan itu terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan non sosial.

Singkatnya, paradigma ini memusatkan perhatian kepada tingkahlaku individu yang

berlangsung dalam lingkungan yang menimbulkan akibat atau perubahan terhadap

tingkah laku berikutnya.

34

32

Ibid Hal 569-570

Ini juga sesuai dengan sosiologi perilaku yang memusatkan

perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

dan dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Hubungan ini adalah dasar untuk

pengondisian operan (operant conditioning) atau proses belajar yang melaluinya

33

Ritzer, George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Hal 70 dan 72. Jakarta: PT.RajaGrafindo.

34

(29)

“perilaku di ubah oleh konsekuensinya”. Orang mungkin mengira perilaku ini berawal di

masa anak-anak, sebagai perilaku acak.

Lingkungan tempat munculnya perilaku, entah itu berupa sosial atau fisik,

dipengaruhi oleh perilaku dan selanjutnya “bertindak” kembali dalam berbagai cara.

Reaksi ini, bisa positif, negatif, atau netral, mempengaruhi perilaku aktor berikutnya. Bila

reaksi telah menguntungkan aktor, perilaku yang sama mungkin akan di ulang di masa

depan dalam situasi serupa begitu juga dengan reaksi yang sebaliknya.35

Timbulnya rasa persahabatan, cinta, stimulasi intelektual, rasa harga diri dan

seterusnya, merupakan akibat dari perilaku pihak lain terhadap diri sendiri. Perilaku dari

pihak lain tadi juga timbul, oleh karena dorongan dari perilaku diri sendiri.

Di mana dalam

pergaulan hidup manusia juga akan terdapat suatu kecenderungan yang kuat bahwa

kepuasan dan kekecewaan bersumber pada perilaku pihak lain, terhadap dirinya sendiri.

36

Ini berarti bahwa teori ini berusaha menerangkan tingkahlaku yang terjadi itu melalui

akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Teori ini menarik perhatian kepada

hubungan historis antara akibat tingkahlaku yang terjadi dalam lingkungan aktor

tingkahlaku yang terjadi sekarang. Akibat dari tingkahlaku yang terjadi di masa lalu

mempengaruhi tingkahlaku yang terjadi di masa sekarang.

Dalam

paradigma ini terdapat dua teori yaitu Teori Behavioral Sociology dan Teori Pertukaran

(exchange theory). Teori Behavioral Sociology memusatkan perhatiannya kepada

hubungan antara akibat dari tingkahlaku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan

tingkahlaku aktor.

37

35

Ibid Hal 356

Blau memang mengakui

36

Soekanto, Soerjono. 1984. Teori Sosiologi Tentang Pribadi Dalam Masyarakat. Hal 9. Jakarta: Ghalia Indonesia.

37

(30)

tidak semua perilaku manusia di bimbing oleh pertimbangan pertukaran sosial, tetapi

Blau berpendapat kebanyakan memang demikian. Dia mengetengahkan dua persyaratan

yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial:

1. perilaku tersebut “harus berorientasi pada tujuan-tujuan lainnya yang hanya dapat

di capai melalui interaksi dengan orang lain”,

2. perilaku harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan

tersebut. Tujuan yang diinginkan itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik (seperti

uang, barang-barang, atau jasa-jasa) atau intrinsik (termasuk kasih sayang,

kehormatan atau kecantikan). Perilaku manusia yang di bimbing oleh

prinsip-prinsip pertukaran sosial itu, mendasari pembentukan struktur serta

lembaga-lembaga sosial.38

Teori pertukaran Homans bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku

untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Pertukaran perilaku untuk

memperoleh ganjaran adalah prinsip dasar dalam transaksi ekonomi sederhana.

Seseorang yang mendapat pekerjaan mempertukarkan pelayanannya untuk memperoleh

penghasilan bulanan. Dengan uang ini dapat membeli segala kebutuhannya. Setiap

pengeluaran itu dapat dianggap sebagai contoh pertukaran ekonomis. Homans melihat

semua perilaku sosial jadi tidak hanya perilaku ekonomis sebagai hasil dari pertukaran

yang demikian.39

38

Ibid Hal 81-82 39

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang

menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati.40

Pendekatan kualitatif juga dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh), misalnya tentang perilaku, tindakan,

motivasi dan lain-lain.41

Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan dari apa

yang sedang diteliti dan berusaha suatu gambaran yang jelas serta tetap tentang yang

menjadi pokok dari permasalahan.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini berada di kota Medan tepatnya di Komplek TASBI

kelurahan Tanjung Rejo, kecamatan Medan Sunggal.

Alasan pemilihan lokasi adalah

a. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang mana

pengaruh kehidupan modern yang masuk dari negara maju semakin terus

berkembang serta perubahan gaya hidup yang terjadi di dalam masyarakat.

40

Nawawi, Hadari. 1994. Metode Penelitian Bidang Sosial. Hal 203. Yogyakarta:UGM Press. 41

(32)

b. Komplek TASBI I maksudnya didalam kompleks ini dianggap mewakili

komunitas kaum perempuan single yang mengikuti gaya hidup diperkotaan

pada umumnya. Di mana gaya hidupnya cenderung konsumtif selain indikasi

status sosial menengah keatas juga status sosial tersebut mendukung untuk

mengikuti gaya hidup yang diinginkan. Ada beberapa tempat yang dikunjungi

kaum perempuan single seperti mall-mall, pasar atau pajak, dan tempat

lainnya.

c. Peneliti merupakan warga kota Medan yang tinggal di TASBI sehingga

memudahkan peneliti dalam mencari informasi yang dibutuhkan dan juga

untuk menghemat waktu dan biaya.

3.3Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis penelitian ini adalah kelompok perempuan muda

bekerja yang masih single.

3.3.2 Informan

Yang menjadi informan dari penelitian ini terbagi atas 2 yaitu :

1. Informan Kunci yaitu

• Perempuan yang berusia antara 21 s/d 30 tahun, karena dalam penelitian ini

pada usia tersebut. Perempuan single dan belum menikah masih di anggap

(33)

• Perempuan masih single, maksud dalam penelitian ini adalah perempuan yang

belum memiliki ikatan atau menikah secara resmi agama dan negara bisa

dikatakan masih sendiri.

• Masih tinggal dengan orang tua dan sudah bekerja, karena informan dapat

diketahui segala aktivitasnya oleh orang tua sehingga peneliti juga mengetahui

dari mana informan memperoleh bagaimana informan dan pengeluaran dalam

mendukung aktivitas gaya hidupnya.

• Sudah bekerja minimal 1,5 tahun karena di anggap masa kerja tersebut cukup

relevan bagi peneliti.

• Gaya hidup konsumtif perempuan muda bekerja mempunyai kriteria :

 Informan berbelanja barang yang diinginkan dalam sebulan. min.2 kali

dalam seminggu dan max. 8 kali dalam sebulan atau lebih.

 Penghasilan rata-rata informan diatas Rp 2 juta.

 Pengeluaran informan untuk berbelanja barang yang diinginkan sekitar

50-60% dari gaji yang di terima.

 Pendidikan informan minimal D3 keatas.

 Selalu mengikuti mode dan trend terbaru karena dapat diketahui

kemana saja pengeluaran yang di lakukan informan.

2. Informan Biasa

• Keluarga dari informan seperti orangtua, kakak atau adik, dan orang yang

bekerja di keluarga informan karena mereka mengetahui aktivitas

(34)

3.4Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 jenis yaitu data primer dan

data skunder. Untuk mendapatkan data tersebut, maka peneliti memakai teknik

pengumpulan data melalui :

1. Data primer, melalui data pertama yang akan di peroleh dari lapangan. Adapun

data primer di peroleh melalui :

• Observasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung serta ikut

mengambil bagian dalam obyek penelitian untuk memperoleh dan

mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti

mengamati langsung ke lapangan melihat gambaran gaya hidup konsumtif

kaum perempuan single bekerja di perkotaan.

• Wawancara mendalam, yaitu wawancara atau tanya jawab secara

mendalam kepada informan. Di sini peneliti akan berusaha untuk

menggali informasi yang sebanyak-banyaknya guna memenuhi data-data

yang diperlukan oleh peneliti dari informan seperti nama, usia,

pendidikan, serta bagaimana gaya hidup konsumtif kaum perempuan

single bekerja di perkotaan.

2. Data skunder ataupun pelengkap data merupakan data-data yang digunakan

untuk mendukung data primer. Dimana data dan informasi yang di peroleh

secara tidak langsung melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan

data dan informasi dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, internet dan

referensi lainnya yang dapat mendukung penelitian ini juga menggunakan

(35)

3.5Interpretasi Data

Setiap informasi yang di dapat, di rekam dalam catatan lapangan, baik itu data-data

yang di peroleh dari lapangan yang akan di atur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam

kategori, pola atau uraian tertentu. Setelah data terkumpul, maka di lakukan analisa data

dan diinterpretasikan dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Hasil observasi diuraikan

dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data.

Berdasarkan data yang di peroleh diinterpretasikan untuk menggambarkan dengan jelas

keadaan yang ada sehingga mendapatkan hasil atau kesimpulan yang baik melalui kata.

Dalam hal ini mengenai gaya hidup konsumtif kaum perempuan single bekerja di

perkotaan.

3.6Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6

1 Pengajuan Judul X

2 Penyusunan Prop. Penelitian X X

3 Seminar Prop. Penelitian X

4 Pengurusan Izin Adm. Penelitian X

5 Membuat Interview Guide X X

6 Observasi dan Wawancara X X

7 Interpretasi Data X X

8 Penyusunan Laporan Penelitian X X

9 Revisi Laporan Penelitian X X

3.7Keterbatasan Penelitian

Pada saat melakukan penelitian kelapangan kebanyakan para informan sulit untuk di

(36)

juga peneliti harus mau bersabar menunggu kapan waktu para informan untuk bisa di

wawancara. Ada juga beberapa informan yang meminta di buat dalam bentuk pertanyaan

yang bisa di jawab melalui tulisan saja untuk sebagai awal berkenalan dengan informan

dan ketika membaca pertanyaan yang diajukan untungnya mereka mengerti dan mau

memberi informasi walaupun harus janjian terlebih dahulu agar bisa bertemu langsung di

rumahnya. Waktu yang mereka tentukan terkadang tidak bisa sehingga harus membuat

janji kembali.

Di samping itu, mereka kurang mau terbuka dan peneliti harus bersabar mendapatkan

informasi yang diinginkan sehingga peneliti harus membuat suasana senyaman mungkin.

Peneliti bahkan berkali-kali membuat janji karena peneliti belum merasa puas dengan

jawaban dari informan. Ketika informan sedang melakukan gaya hidupnya peneliti

terkadang datang ke tempat informan atau terkadang ada informan mengajak peneliti

melihat gaya hidupnya. Secara tidak sadar peneliti juga ikutan berbelanja sehingga

membuat uang peneliti menjadi habis. Walaupun begitu, ada beberapa informan yang

sangat membantu dan mengerti situasi penelitian peneliti karena pernah merasakannya

(37)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Secara Umum Kotamadya Medan

Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara terletak di sebelah Timur

Propinsi Sumatera Utara, bagian Utara kabupaten Deli Serdang. Kota Medan memiliki

luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar dengan

luas daerah kota Medan yaitu 26.510 Hektar (265,10 Km2).42

• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.

Secara geografis kota

Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur.

Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada ketinggian

2,5-37,5 meter diatas permukaan laut. Kota Medan berbatasan dengan :

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu,

Kabupaten Deli Serdang.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2004, penduduk kota Medan saat ini

diperkirakan telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria,

(1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan

penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari

500.000 jiwa, yang merupakan penduduk commuters. Dengan demikian, kota Medan

42

(38)

merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki

deferensiasi pasar. Di lihat dari struktur umur penduduk, kota Medan di huni lebih kurang

1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya, di lihat dari tingkat

pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan

demikian, kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja

pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk kota Medan periode tahun 2000-2004 cenderung

mengalami peningkatan, di mana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah

0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Pada tingkat kapadatan penduduk

mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per Km2 pada tahun 2004. Jumlah penduduk

paling banyak ada di kecamatan Medan Deli, di susul kecamatan Medan Helvetia dan

Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di kecamatan Medan

Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di

kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.

Tabel 4.1

JUMLAH, LAJU PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA

MEDAN TAHUN 2001 – 2006

TAHUN JUMLAH PENDUDUK (JIWA) LUAS WILAYAH (KM2)

2001 1.926.052 265,10

2002 1.952.717 265,10

2003 1.979.340 265,10

2004 2.010.676 265,10

2005 2.036.185 265,10

2006 2.067.288 265,10

Sumber BPS Kota Medan

Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat pemerintahan

(39)

Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang luas

tersebut, ternyata telah menjadikan kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas

ekonomi dalam volume yang besar. Kapasitas ekonomi yang besar tersebut ditunjukan

oleh laju pertumbuhan ekonomi yang di capai kota Medan, yang selalu berada diatas

pertumbuhan ekonomi daerah – daerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan di

capai oleh Provinsi Sumatera Utara maupun Nasional.

Walaupun kota Medan sempat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun 1998

(- 20%), namun selama tahun 2000 – 2004, ekonomi kota Medan dapat tumbuh kembali

rata – rata sebesar 5,19%. Ini merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya (dalamnya),

krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan kota Medan khususnya, namun

secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan kota Medan memiliki kemampuan untuk

sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut.

Kapasitas ekonomi yang relatif besar tersebut juga ditunjukkan oleh nilai (uang)

PDRB kota Medan yang saat ini telah mencapai Rp. 24,5 triliun, dengan pendapatan

perkapita Rp. 12,5 juta, sektor tertier merupakan sektor sekunder (29,06%), dan sektor

primer (4,18%). Jumlah volume kegiatan ekonomi ini, sekaligus memberikan kontribusi

lebih kurangnya sebesar 21% bagi pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Di lihat

dari pencapaian pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan ekonomi kota Medan juga

memperlihatkan elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

artinya, pertumbuhan ekonomi kota Medan selalu menunjukan angka positif yang lebih

besar dari pertumbuhan ekonomi Propinsinya. Ini menunjukan bahwa kota Medan masih

(40)

begitu, kota Medan menjadi salah satu dari 3 (tiga) kota metropolitan terbesar di

Indonesia.43

4.1.2 Gambaran Secara Umum Kelurahan Tanjung Rejo

Di dalam kota Medan terdapat beberapa kecamatan yang salah satunya adalah

kecamatan Medan Sunggal. Kecamatan Medan Sunggal terletak di wilayah Barat kota

Medan dengan batas-batas sebagai berikut:

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang.

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia.

Kecamatan Medan Sunggal adalah daerah pintu gerbang kota Medan di sebelah Barat

yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya di Sumatera Utara maupun propinsi

lainnya melalui transportasi darat, dengan penduduknya berjumlah 106.759 jiwa (tahun

2004). Di kecamatan Medan Sunggal didalamnya terdapat beberapa kelurahan dan salah

satunya adalah kelurahan Tanjung Rejo yang merupakan lokasi peneliti untuk penelitian.

Daerah kelurahan Tanjung Rejo berdiri dari tahun 1940 sampai tahun 1950 yang bernama

Perladangan dan yang mengepalainya disebut Kepala Ladang karena daerah kelurahan ini

terdiri dari sawah-sawah dan rumah penduduk.

Pada tahun 1950 sampai tahun 1975 daerah ini berubah nama menjadi Perkampungan

dan yang mengepalainya disebut Kepala Kampung. Lalu pada tahun 1975 sampai tahun

1985 daerah ini berubah lagi namanya menjadi Perdesaan dan yang mengepalainya

43

(41)

disebut Kepala Desa. Pada tahun 1985 sampai saat ini namanya berubah lagi menjadi

Kelurahan dan yang mengepalainya disebut Kepala Lurah. Nama kelurahan ini

ditetapkan oleh pemerintah.

Adapun batas-batas wilayah dari Kelurahan Tanjung Rejo sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Sunggal Kelurahan Sei. Sikambing-b.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Selayang ( Kelurahan PB. Selayang I

dan Kelurahan Babura ).

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Sari dan Kelurahan Asam

Kumbang.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sunggal / Jalan Ring Road

Luas wilayah keseluruhan kelurahan adalah 350 Ha yang dapat di lihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.2

Luas Wilayah Kelurahan

No Luas Km2

1 Pemukiman 3,5

2 Kuburan 0,005

3 Pekarangan 0,7

4 Taman -

5 Pekantoran 0,003

6 Prasarana umum lainnya -

Jumlah 3,5700

Data Kelurahan Tahun 2005

Daerah kelurahan tersebut lebih banyak di huni oleh pemukiman baik pemukiman

umum maupun real estate. Hal ini tidak mengherankan, karena kelurahan Tanjung Rejo

ini terdapat di pinggiran kota Medan, sehingga cocok untuk dijadikan pemukiman

(42)

masyarakat. Umumnya penduduk yang menetap di kelurahan Tanjung Rejo adalah

penduduk yang berasal dari etnis Jawa, karena sudah dari sejak dahulu daerah ini menjadi

salah satu tempat bagi kelompok etnis Jawa pendatang sebagai daerah pemukiman. Selain

masyarakat Jawa, penduduk di daerah ini umumnya terdiri atas berbagai jenis etnis yang

terdapat di kota Medan seperti Batak Karo, Batak Mandailing, dan Cina.

4.1.2.1 Kependudukan

Jumlah penduduk kelurahan Tanjung Rejo adalah 27.049 jiwa dengan jumlah Kepala

Keluarga yang ada di kelurahan adalah 5919 KK. Berdasarkan pengamatan peneliti tidak

semua penduduk kelurahan ini adalah penduduk pribumi tapi ada juga WNI keturunan

Cina, warga asing dan keturunan Arab. Berikut ini merupakan perincian jumlah

penduduk berdasarkan usia :

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia

No Usia Jiwa

1 0-12 bulan s/d 10 tahun 5779

2 11 tahun s/d 20 tahun 8358

3 21 tahun s/d 30 tahun 2291

4 31 tahun s/d 40 tahun 2258

5 41 tahun s/d 50 tahun 3099

6 51 tahun s/d + 59 tahun 5188

Jumlah 27.049

Data Kelurahan Tahun 2005

Jika kita melihat pada data tabel diatas, maka usia penduduk di kelurahan Tanjung

Rejo yang paling tinggi jumlahnya adalah usia 11 tahun hingga 20 tahun sebanyak 8358

jiwa sedangkan usia yang paling rendah adalah usia 31 tahun hingga 40 tahun sebanyak

(43)

umumnya berada pada rentang usia antara 21 tahun hingga 30 tahun, yang menunjukkan

jika jumlahnya para informan di lihat dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan

sebanyak 2291 jiwa.

Agama mayoritas yang dianut oleh penduduk kelurahan Tanjung Rejo adalah agama

Islam dengan jumlah sebanyak 15.721 orang. Sementara itu penduduk di kelurahan

Tanjung Rejo lainnya ada yang beragama Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Untuk

lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Menurut Agama

No Agama Jiwa

1 Islam 15721

2 Kristen 6272

3 Katholik 1675

4 Hindu 2474

5 Budha 937

Jumlah 27079

Data Kelurahan 2005

Untuk menjalankan peribadatannya, maka telah tersedia pula prasarana peribadatan

untuk umat beragama yang ada di kelurahan Tanjung Rejo. Di mana lebih banyak

prasarananya untuk beragama Islam karena mayoritas penduduk menganut agama Islam.

(44)

Tabel 4.5

Prasarana Peribadatan

No Prasarana Jumlah

1 Mesjid 13

2 Mushola/Langgar/Surau 4

3 Kristen 7

4 Katholik 2

Jumlah 26

Data Kelurahan Tahun 2005

4.1.2.2 Pendidikan

Dari segi pendidikan, kualitas penduduk kelurahan Tanjung Rejo ini dapat di lihat

pada table berikut :

Tabel 4.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Yang Ditamatkan

No Pendidikan Jiwa

1 Belum Sekolah 3378

2 Usia 7 – 45 tahun tidak pernah sekolah - 3 Pernah Sekolah SD tetapi tidak tamat 3506

(45)

Berdasarkan tabel di atas diketahui jika tingkat pendidikan penduduk kelurahan

Tanjung Rejo sudah cukup baik. Pendidikan masyarakat yang paling tinggi jumlahnya

adalah tamat SD / sederajat sebanyak 6954 orang sedangkan pendidikan yang paling

rendah jumlahnya adalah S3 sebanyak 74 orang. Walaupun begitu, di dalam kelurahan ini

masih terdapat masyarakat yang belum sekolah dan tidak menamatkan pendidikan karena

berbagai faktor yang salah satunya mengalami kesulitan perekonomian sehingga tidak

dapat untuk melanjutkan pendidikan. Dapat di lihat juga dari prasarana pendidikan formal

dan Non Formal yang cukup memadai pada tabel berikut ini :

Tabel 4.7

Lembaga / Prasarana Pendidikan Formal dan Non Formal

No Lembaga Jumlah

1 TK 4

2 SD 11

3 SLTP 1

4 SLTA 1

5 Perguruan Tinggi 1

6 Kursus Menjahit 1

Jumlah 19

Data Kelurahan Tahun 2005

Lembaga atau prasarana pendidikan yang paling banyak jumlahnya adalah SD

sebanyak 11 lembaga sedangkan lembaga yang paling sedikit jumlahnya adalah SLTP,

SLTA, Perguruan Tinggi, dan Kursus Menjahit yang masing-masing mempunyai 1

lembaga. Umumnya kursus menjahit diikuti tidak hanya kalangan Ibu-ibu juga remaja

(46)

4.1.2.3 Mata Pencaharian

Penduduk di kelurahan Tanjung Rejo umumnya bermata pencaharian sebagai

buruh/swasta, pedagang atau memiliki subsektor industri dalam skala kecil atau besar.

Untuk lebih jelasnya, dapat di lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.8

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Jiwa

1 Buruh / Swasta 4271

Mata pencaharian masyarakat kelurahan Tanjung Rejo yang paling tinggi jumlahnya

adalah Pedagang sebanyak 5497 orang, menempati urutan kedua adalah Buruh/Swasta

sebanyak 4271 orang dan menempati urutan ketiga adalah Tukang Kayu sebanyak 1035

orang. Untuk mata pencaharian masyarakat yang paling sedikit jumlahnya adalah Dokter

dan Pengrajin masing-masing sebanyak 14 orang. Dapat juga di lihat penduduk yang

(47)

Tabel 4.9

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja

No Penduduk Orang

1 Penduduk Usia 15-60 tahun 13150

2 Ibu Rumah Tangga 675

3 Penduduk Masih Sekolah 11223

Jumlah 25048

Data Kelurahan Tahun 2005

Tenaga kerja yang ada di Kelurahan Tanjung Rejo paling tinggi jumlahnya adalah

Penduduk Usia 15 tahun s/d 60 tahun sebanyak 13150 orang sedangkan yang paling

rendah jumlah tenaga kerjanya adalah Ibu Rumah Tangga sebanyak 675 orang.

4.1.3 Sejarah Berdirinya Komplek Perumahan Taman Setia Budi Indah (TASBI)

Mengingat besarnya kebutuhan manusia akan perumahan sedangkan anggaran yang

digunakan pemerintah masih sangat terbatas. Agar dapat membangun dan menyelesaikan

proyek perumahan, maka pemerintah memberikan kesempatan pada pihak-pihak swasta

untuk turut mengambil bagian dalam menyelesaikan proyek-proyek perumahan yang

memenuhi syarat pemukiman yang sehat.

Ketetapan pemerintah tersebut membawa dampak positif, karena sarana perumahan

demi pemenuhan kebutuhan hidup telah terpenuhi dengan kerja sama antara pemerintah

dengan pihak-pihak swasta. Banyak daerah-daerah yang dulunya termasuk daerah

pedesaan yang masih terbelakang. Kini telah menjadi kawasan perumahan yang dapat

merubah wajah desa menjadi sebuah kota satelit karena telah di tata sedemikian rupa

sehingga menjadi suatu lingkungan perumahan yang indah, bersih, dan nyaman.

Komplek perumahan TASBI didirikan oleh PT. Ira Widya Utama Medan berdasarkan

Gambar

Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5 Prasarana Peribadatan
+7

Referensi

Dokumen terkait