• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PERAN ORANGTUA DALAM MENSTIMULASI KEMAMPUAN BERBICARA ANAK TUNARUNGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI PERAN ORANGTUA DALAM MENSTIMULASI KEMAMPUAN BERBICARA ANAK TUNARUNGU"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PERAN ORANGTUA DALAM MENSTIMULASI KEMAMPUAN BERBICARA ANAK TUNARUNGU

SKRIPSI

Oleh:

Rahmatika Isnaini 06810187

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

IDENTIFIKASI PERAN ORANGTUA DALAM MENSTIMULASI KEMAMPUAN BERBICARA ANAK TUNARUNGU

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Rahmatika Isnaini 06810187

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Peran Orangtua dalam Menstimulasi Kemampuan Berbicara Anak Tunarungu”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu M.Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Yudi Suharsono S.Psi, M.Si. Selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan atas waktu yang telah diluangkan. Selain itu juga terima kasih atas arahan, masukan, dan motivasi yang sangat berarti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga atas ilmu yang diberikan selama di perkuliahan. 3. Diana Savitri H S.Psi, M.Psi. Selaku Dosen Pembimbing II, sekaligus Dosen

Wali kelas D angkatan 2006 Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Terima kasih telah memberi waktu, tenaga, masukan, arahan dan motivasi dari awal sampai akhir penyusunan skripsi, dan juga Terima kasih untuk ilmu yang diberikan selama di perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan psikologi selama peneliti menempuh akademik diperkuliahan hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Ketiga pasang orang tua dari anak gangguan pendengaran, terima kasih atas kesediaannya dalam membantu penelitian ini.

(7)

begitu berarti buat ananda. Terima kasih, berkat doa dan motivasi yang tiada henti sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Mas Toni dan adik Ilma, terima kasih atas doa, motivasi dan perhatiannya. Khususnya adik, terima kasih atas pengertian dan kesediaan tempat selama peneliti mengerjakan skripsi.

8. Yoppy Christanto, yang senantiasa memberi doa, motivasi, perhatian, saran dan kritik, waktu dan tenaga. Terima kasih selalu ada membantu peneliti dalam proses penyusunan skripsi hingga selesai.

9. Kheyene M. Boer dan Devi Oktavika. Terima kasih doa dan motivasinya selama ini dan juga kenangan dan cerita singkat namun berkesan.

10. Teman – teman Psikologi Angkatan 2006 terima kasih telah memberi semangat dan dukungan, khususnya: Tata, Ike, Widati, Zulfa, Tisha, Ilmi, Fuad, Lastri, Farida dan teman – teman kelas D.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 6 Mei 2011 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iv

INTISARI ... vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tunarungu ... 7

1. Pengertian Tunarungu ... 7

2. Klasifikasi Tunarungu ... 8

B. Anak – anak ... 12

1. Pengertian Anak – anak ... 12

2. Batasan Usia Anak – anak ... 12

3. Ciri – Ciri Masa Anak – Anak ... 13

C. Kemampuan Berbicara ... 18

1. Pengertian Berbicara ... 18

2. Tujuan Berbicara ... 19

3. Tahapan Perkembangan Kemampuan Berbicara ... 19

4. Prinsip – Prinsip dalam Berbicara ... 20

5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Anak Berbicara ... 21

6. Tugas – Tugas dalam Berbicara ... 24

7. Hal – Hal Penting dalam Berbicara ... 24

D. Stimulasi Kemampuan Berbicara ... 25

1. Pengertian Stimulasi ... 25

2. Tujuan Stimulasi ... 26

3. Prinsip Stimulasi ... 26

E. Peran Orangtua ... 26

1. Pengertian Orangtua ... 26

2. Macam – macam Peran Orangtua ... 27

F. Peran Orangtua dalam Menstimulasi Kemampuan Berbicara Anak Tunarungu ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Batasan Istilah ... 34

C. Subjek Penelitian ... 35

D. Metode Pengumpulan Data ... 35

(9)

F. Analisa Data ... 38

G. Uji Keabsahan Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 40

2. Gambaran Kasus ... 41

B. Hasil Analisa Data ... 47

C. Pembahasan ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Klasifikasi Taraf Gangguan Pendengaran ... 10

Tabel 4.1 : Identitas Orangtua Anak Tunarungu ... 40

Tabel 4.2 : Identitas Anak Tunarungu ... 41

Tabel 4.3 : Analisa Data Subjek YN dan WY (Orangtua JZ) ... 47

Tabel 4.4 : Analisa Data Subjek SN dan AB (Orangtua UM) ... 50

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, R. dan Hawadi. (2006). Psikologi perkembangan anak. Jakarta: PT. Grasindo

Abdurrahchman, M & Sudjadi S. (1994). Pendidikan luar biasa umum. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Balson, Maurice. (1993). Bagaimana menjadi orang tua yang baik. Jakarta: Bumi Aksara

Effendy, Nasrul. (1998). Dasar – dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC

Fadhli, Auila. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek

Gunarsa, S. D. (1995). Psikologi perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Gunarsa, S.D. (2001). Psikologi praktis: anak, remaja dan keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Hurlock, E.B. (ed.). (1980). Perkembangan anak. Jakarta: Erlangga

Kartono, K. (1985). Peranan keluarga memandu anak. Jakarta: CV. Rajawali

Kuswarno, E. (2008). Etnografi komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran

Latipun, & Moeljono N. (2007). Kesehatan mental. Malang: UMM Press

Martono, Lydia H & Satya J. (2006). Peran orang tua dalam mencegah dan menanggulangi

penyalahgunaan narkoba. Jakarta: Balai Pustaka

Moleong, L.J. (2008). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset

Musfiroh, T. (2008). Menumbuhkembangkan baca – tulis anak usia dini. Yogyakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Santrock, J W. (ed.). (2002). Life – span development perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga

Dr. Rosmadewi, A. (2009, Juni). Rehabilitasi mendengar dan bahasa wicara pada

pasien tunarungu pasca implan coclea. Makalah dipresentasikan pada Seminar di

Yayasan Bina Wicara Vacana Mandira kerjasama dengan RS Bedah THT proklamasi dan MST/ PT. Irreh Simon Jaya di Jakarta.

Smith, J.D. (ed.). (2006). Inklusi sekolah ramah untuk semua. Bandung: Nuansa

(12)

Somantri, S. (2007). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT. Refika Aditama

Sugiono. (2010). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta

Suherman. (2000). Buku saku perkembangan anak. Jakarta: EGC

Suryanah. (1996). Keperawatan anak untuk anak SPK. Jakarta: EGC

Tarigan, H.G. (1987). Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa

Tembong, G P. (2006). Smart Parenting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Wade, C. & Tavris,C. (2007). Psikologi (edisi kesembilan jilid 1).Jakarta: Erlangga

Wyner, D.S. (2001). Anakku mengalami gangguan pendengaran. Jakarta: PT. Alat Bantu Dengar Indonesia

Yuliati. (2001) Pembelajaran menulis dengan strategi menulis proses dan metode maternal reflektif (MMR) siswa kelas IV sekolah luar biasa tunarungu karya mulya 1

Surabaya I (Tesis, Universitas Negeri Malang Program Pascasarjana S2 Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia SD)

Sumber dari internet:

http://psikolinguistik-q.blogspot.com/2008/12/terapi-gangguan-bicara-pada-anak.html diakses pada 29 Desember 2010

www.e-psikologi.com diakses pada 25 Agustus 2010

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya perkembangan berbicara di awal kehidupan merupakan proses kemampuan berbicara yang dimulai dengan vokalisasi pralinguistik yang belum memiliki nilai – nilai simbolik, seperti pada tahap – tahap pembentukan berbicara antara lain cooing, babbling, echolalia, jargon, pembentukan kata, penggabungan kata dan kalimat. Berbicara itu sendiri merupakan alat komunikasi yang umumnya digunakan oleh masyarakat luas. Dengan berbicara seseorang dapat mengutarakan pikiran, perasaan, maksud, dan tujuannya. Beberapa ahli komunikasi berpendapat, berbicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi. Selain itu, Hurlock (1995) menyatakan bahwa berbicara merupakan keterampilan mental – motorik yang tidak hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental yaitu kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan. Jadi selain dibutuhkannya kematangan otot – otot untuk berbicara, diperlukan juga stimulasi pada kemampuan berbicara.

Semua anak melewati tahapan perkembangan berbicara, namun tidak semudah itu bagi anak tunarungu. Tunarungu merupakan gangguan pendengaran yang diakibatkan oleh rusaknya sebagian atau seluruh alat pendengaran dan berakibat kemampuan mendengar berkurang atau hilang. Seperti yang dinyatakan Somantri (2008), tunarungu diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Sehingga anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik dan ketajaman pendengaran menjadi terbatas.

(14)

2

bicara melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung. Sedangkan proses terjadinya bicara ada dua hal yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba yang berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat, dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat – alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.

Di dalam otak terdapat tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat. Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditori – leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan atau verbal. Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo – leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.

Saat mendengar pembicaraan maka gertaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil di dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan berbicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru – paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit – langit). Jadi organ pendengaran sangat penting untuk proses bicara dengan perlunya koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris.

(15)

3

Efek psikologis dari terhambatnya kemampuan berbicara karena terhambatnya kemampuan mendengar pada anak tunarungu mempengaruhi perkembangan anak dari segi emosional, sosial, dan intelektual. Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirakan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadikan tekanan bagi emosinya, misalnya menutup diri, bertindak agresif, atau menampakkan kebimbangan dan keragu – raguan. Sedangkan dari segi sosial pada umumnya melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seorang yang kurang berkarya, sehingga memberikan pengaruh besar pada perkembangan fungsi sosialnya. Dengan demikian dapat menambah minimnya penguasaan bahasa dan kecenderungan menyendiri serta memiliki sifat egosentris. (Somantri, 2008)

Untuk segi intelektual, anak tunarungu secara visual dan motorik tidak banyak mengalami hambatan, tetapi justru berkembang lebih cepat. Cruichshank (Somantri, 2008) mengemukakan bahwa anak – anak tunarungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang – kadang tampak terbelakang. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami anak tetapi juga tergantung pada potensi kecerdasan yang dimiliki, rangsangan mental, serta dorongan dari lingkungan luar yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan kecerdasan itu.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di 7 provinsi tahun 1993-1996, prevalensi ketulian 0,4% dan gangguan pendengaran 16,8%. Penyebabnya, infeksi telinga tengah (3,1%) presbikusis (2,6%), tuli akibat obat ototoksik (0,3%), tuli sejak lahir/kongenital (0,1%) dan tuli akibat pemaparan bising. (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/840-telinga-sehat-pendengaran-baik.html) Dari survey tersebut diperjelas oleh penelitian

Yoshinaga – Itano (USA, 1998), yaitu apabila gangguan pendengaran sudah

(16)

4

Dari hasil penelitian – penelitian sebelumnya tersebut, kemudian peneliti juga menemukan fenomena anak tunarungu yaitu pada survey awal peneliti mewawancarai dua orang ibu yang masing-masing memiliki anak laki – laki tunarungu yang berusia 5 tahun dengan tingkat gangguan pendengaran berat yaitu 70

– 110 dB, keduanya tidak ada masalah dengan organ untuk mengolah suara dan sama

– sama memakai alat bantu dengar. Anak tunarungu yang pertama ditemui peneliti pada saat wawancara awal sekarang dapat berbicara lancar hampir mendekati kelancaran berbicara anak normal seusianya, anak tersebut memakai alat bantu dengar pada usia 18 bulan dan sekarang mampu bercakap – cakap dua arah serrta mampu bertanya dan menjawab pertanyaan serta bercerita. Namun diketahui juga bahwa wawancara yang kedua dengan ibu yang memiliki anak dengan kemampuan berbicara yang tidak lancar pengucapan kata dan kalimatnya, meskipun anak tersebut juga memakai alat bantu dengar pada usia 24 bulan. Orangtua juga masih harus mengulang – ulang saat memanggil namanya, dan anak tersebut masih mengungkapkan maksud dengan tangisan. Sehingga peneliti melihat dari keduanya yang memiliki kesamaan usia, sama-sama mengalami gangguan pendengaran berat dan memakai alat bantu dengar, namun keduanya memiliki perbedaan dalam kemampuan berbicara. Anak dari wawancara pertama dapat berbicara seperti anak normal seusianya, sedangkan anak dari wawancara kedua belum mampu berbicara lancar seperti anak normal seusianya.

(17)

5

salah satu faktor dalam membantu anak agar mampu berbicara, namun lingkungan tersebut tidak sepenuhnya dapat menggantikan peran orang tua, seperti yang diketahui yaitu terapis hanya membantu anak tunarungu dengan batas waktu yang relatif singkat dan terapis tidak menangani anak tunarungu di luar waktu yang sudah ditentukan, terlebih juga tidak memikirkan masa depan anak tunarungu sampai anak tersebut dewasa karena terapis tidak merasa dan tidak berkewajiban untuk bertindak lebih dari tugasnya. Begitu juga dengan masyarakat sekitar tidak dapat intensif dan tidak memfokuskan pada kemampuan berbicara anak tunarungu. Pentingnya orangtua dalam mendukung kemampuan berbicara pada anak yang mengalami gangguan pendengaran karena peran dan fungsi utama orangtua adalah mengelola keluarga dalam berbagai dimensi kehidupan, memelihara, mempedulikan, mendisiplinkan anak, dan memberi tanggungjawab, dan tugas kepada anak sesuai dengan perkembangan usia anak. (Tembong, 2006)

Dari latar belakang ini dapat diketahui bahwa peran orangtua sangat dibutuhkan dalam menstimulasi kemampuan berbicara anak tunarungu. Sebagaimana peran orangtua yang sepenuhnya bertanggung jawab mengasuh dan membesarkan anak untuk dapat melawati tahap – tahap perkembangan dengan baik dan menjadikan anak dapat mandiri nantinya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengidentifikasi peran orangtua dalam menstimulasi kemampuan berbicara anak tunarungu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, timbul pertanyaan yang ingin peneliti jawab dengan rumusan masalah, yaitu “Bagaimana peran orangtua dalam menstimulasi kemampuan berbicara anak tunarungu”.

C. Tujuan

(18)

6

D. Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini dapat memberi manfaat, 1. Secara Teoritis

Dapat memberikan sumbangan ilmiah dan menambah teori pada bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan, terkait pembahasan yang diteliti yaitu “Identifikasi Peran Orangtua dalam Menstimulasi Kemampuan Berbicara Anak Tunarungu ”.

2. Secara Praktis

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan perlu mengembalikan arah dan peran sentralnya sebagai upaya mengembangkan hidup, terutama mengembangkan setiap individu agar mampu beradaptasi dengan lingkungan

Perbedaan kemampuan berbicara antara anak yang diasuh oleh pengasuh dengan anak yang diasuh orang tua sendiri adalah dalam hal pengucapan dan kelancaran berbicara anak

Faktor penghambat dalam keterampilan berbicara perlu diketahui oleh pelajar dan juga terkhusus kepada seorang guru agar mampu mengetahui hal-hal yang perlu

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka peran orang tua dalam pendidikan anak usia dini dapat disimpulkan orang tua mengkondisikan lingkungan keluarga

Anak autis mengalami gangguan dalam komunikasi tetapi terkadang sudah mampu mengeluarkan suara yang jelas dan berbicara, namun belum diketahui mengenai kemampuan

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti dapat menjelaskan bahwa, semua peran orang tua dalam meningkatkan perilaku berbicara santun anak selama ini yang telah

1) Mengingat berbicara merupakan sebuah kemampuan krusial yang wajib dimiliki oleh anak, maka peran serta orang tua sebagai fasilisator dan motivator sangat besar

Beberapa langkah yang dapat diambil oleh orang tua untuk mendukung anak- anak mereka adalah dengan menciptakan lingkungan di mana anak merasa nyaman berbicara tentang tekanan akademik