Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Anggi Akhirta Muray I34070121
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
ANGGI AKHIRTA MURAY. Socio-Economy and Ecology Impact of Brick Industrial Area (Case: Kampung Ater and Kampung Ciawian, Gorowong Village,
Parung Panjang, Bogor, West Java). Supervised by ARYA HADI
DHARMAWAN and RINA MARDIANA.
Brick Industry activity in Gorowong village can lead into the positive impact and negative impact. For the positive impact, brick industry can improve the socio-economic aspects and the negative impact can degrade the ecological environment around the industrial park. The purpose of this study was to see how the livelihood strategies and the structure of communities living around industrial areas as the impact of socio-economic aspects. This research method used a quantitative approach that supported a qualitative approach. Primary data was obtained through direct interviews and questionnaires, while secondary data obtained through the documentation and study of literature. The data result was processed by using cross tabulation, table frequency and also analysis description. The selection of respondents, used a cluster sampling technique by selecting two different villages namely Kampung Ater and Ciawian. The results showed that the presence of the brick industry in the village of Gorowong affect ecological and economic conditions in the region. Ecological damage was the negative impact of the brick industry, as seen from changes in air temperature which is getting hot and increasing dust in the region Gorowong. However respondents in the two village studies did not object to that condition. The existence of the brick industry in the Gorowong village also brought economic benefits in society, which affects the livelihoods of selected communities that will affect the livelihood strategies and livelihood structures made by household respondents. Based on livelihood strategies and the structure of household income of respondents in both villages could be said that economic level in Kampung Ater was higher compared to the economic level in Kampung Ciawian, because in Kampung Ater activity of brick industry seem to be more active than in Kampung Ciawian, but from the environmental conditions in Kampong Ater was worse than in Kampung Ciawian. This can be seen from the perception of respondents in response to changes in environmental quality of air , which is getting worse because a lot of dust, the air temperature Was also increasing as a result of the extensive number of land cover is diminishing.
RINGKASAN
ANGGI AKHIRTA MURAY. Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat). Di bawah Bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN dan RINA MARDIANA.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
mendapatkan keuntungan. Aktivitas industri pada pelaksanaannya, dapat
menimbulkan dampak positif dan negatif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi
masyarakat desa. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat
bagaimana strategi nafkah dan struktur nafkah masyarakat sekitar wilayah industri
sebagai dampak dari aspek sosio-ekonomi, serta bagaimana kondisi ekologi akibat
dari bertumbuhnya aktivitas industri.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung
pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan
kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi dan studi
literatur. Data yang dihasilkan menggunakan tabulasi silang dan tabel frekuensi
dan dianalisis secara deskriptif. Pemilihan responden, menggunakan teknik cluster
sampling dengan memilih dua kampung yang berbeda yaitu Kampung Ater dan
Kampung Ciawian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan Industri Batu Bata di
Desa Gorowong mempengaruhi kondisi ekologi dan ekonomi di wilayah tersebut.
Akibat adanya industri batu bata yang berkembang, ternyata menimbulkan
dampak negatif pada kondisi ekologinya yang terlihat dari perubahan suhu udara
yang semakin panas dan debu di wilayah Gorowong yang semakin meningkat.
Hal ini tentu saja mengganggu kehidupan masyarakat, walaupun demikian
responden di kedua kampung penelitian tidak merasa keberatan dengan kerusakan
ekologi di wilayahnya, karena industri batu bata merupakan sumber nafkah yang
dipilih oleh mereka. Sementara itu, kondisi kesuburan lahan di Desa Gorowong
tidak mengalami perubahan semenjak adanya industri batu bata, hal ini
dikarenakan kondisi alam yang memang kurang subur bahkan sebelum industri
ekonomi pada masyarakatnya. Hal ini terlihat dari struktur nafkah masyarakat di
kedua wilayah penelitian. Selain itu keberadaan industri batu bata mempengaruhi
bentuk-bentuk strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga responden,
strategi nafkah yang terpengaruh oleh adanya industri batu bata meliputi migrasi,
pola nafkah ganda, tindakan adaptif rumahtangga saat mengahadapi krisis dan
alokasi waktu kerja rumahtangga. Pada umumnya pola nafkah yang diterapkan
oleh masyarakat adalah pola nafkah ganda yang berasal dari industri batu bata.
Sehingga strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat mempengaruhi strukur
nafkah rumahtangga, yang dilihat dari tingkat pendapatannya. Berdasarkan
standar kemiskinan dari World Bank masyarakat di Kampung Ciawian tergolong
berada dalam garis kemiskinan, sebaliknya di Kampung Ater rata-rata
masyarakatnya berada diatas garis kemiskinan. Berdasarkan strategi nafkah dan
struktur nafkah rumahtangga responden di kedua kampung dapat dikatakan bahwa
tingkat ekonomi di Kampung Ater lebih tinggi dibandingkan dengan ekonomi di
Kampung Ciawian, karena di Kampung Ater aktivitas industri batu batanya lebih
tinggi dibandingkan dengan di Kampung Ciawian, tetapi Kampung Ater lebih
buruk kondisi ekologinya dibandingkan dengan di Kampung Ciawian. Hal ini
terlihat dari persepsi responden dalam menanggapi perubahan kualitas
lingkungannya yaitu udara yang semakin buruk karena banyak debu, suhu udara
yang semakin meningkat akibat dari jumlah luas tutupan lahan yang semakin
DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung
Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Anggi Akhirta Muray I34070121
SKRIPSI
Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh:
Nama Mahasiswa : Anggi Akhirta Muray
NRP : I34070121
Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul : Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus Ujian: _____________________
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc, Agr NIP. 19630914 199003 1 002
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH
GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA
SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN
PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA
BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Juli 2011
Penulis dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur pada tanggal 23 Mei 1989.
Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir.
Sunarbowo dan ibu Sunarti. Penulis menamatkan pendidikan Taman
Kanak-Kanak di TK Dharma Wanita Cerme Jawa Timur (1994-1995), Sekolah Dasar
Negeri 23 Palangkaraya (1995-1998), kemudian pindah ke Sekolah Dasar Negeri
Sukapura 3 Bandung (1998-1999) dan menamatkan Sekolah Dasar di Sekolah
Dasar Negeri 1 Merauke (1999-2001), Sekolah Menengah Pertama di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Bogor (2001-2004), dan Sekolah Menengah Atas di
Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bogor (2004-2007). Kemudian pada tahun 2007
penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat.
Selama di IPB, penulis aktif terlibat dalam kepanitiaan beberapa acara di
IPB antara lain SAVIOR (Save Our Environtment) tahun 2007 yang diadakan
oleh BEM KM IPB, FOTRANUSA (Festival Olahraga Tradisional dan Budaya
Nusantara) tahun 2008 dan tahun 2009 sebagai divisi acara yang diadakan oleh
BEM KM IPB, kepanitiaan OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) tahun 2009 sebagai divisi acara yang diadakan oleh BEM KM IPB, kepanitiaan Konser Amal “Kami Peduli, Kamu?” yang diselenggarakan oleh HIMASIERA tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi peserta IPB GO FIELD 2009 di Desa Binaan PT.
Indocement yang diselenggarakan oleh LPPM IPB bekerjasama dengan PT.
Indocement, Tbk. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa event yang
diselenggarakan oleh IPB seperti seminar dan workshop JF (Jurnalistic Fair) 2007
serta memperoleh juara 3 pada perlombaan pembuatan berita pada acara yang
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat-Nya, skripsi yang berjudul Dampak Sosio-Ekonomi dan Ekologi Kawasan
Industri Batu Bata (Kasus Kampung Ater dan Kampung Ciawian, Desa
Gorowong, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor Jawa Barat) dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Secara garis besar, skripsi ini menjelaskan
mengenai strategi yang diterapkan oleh masyarakat di kedua kampung di Desa
Gorowong akibat adanya industri batu bata.
Skripsi ini menjelaskan mengenai dampak sosio-ekonomi dan ekologi
kawasan industri batu bata. Adanya industri batu bata di wilayah Desa Gorwong
telah meningkatkan perekonomian masyarakatnya yang dapat dilihat dari tingkat
pendapatan masyarakatnya. Namun, adanya industri batu bata juga telah
meningkatkan terjadinya kerusakan ekologi di wilayah tersebut. Kerusakan
ekologi tersebut dapat dilihat dari perubahan kuantitas air, peningkatan suhu
udara, kebersihan udara dan kondisi lahan yang dirasakan oleh masyarakat
setempat.
Penulisan skripsi ini pada pelaksanaannya tidak terlepas dari adanya
dukungan dan peran serta berbagai pihak. Maka dari itu, ucapan terima kasih
penulis haturkan kepada para pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Besar harapan tulisan ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian
selanjutnya.
Bogor, Juli 2011
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam berkat nikmat iman, rahmat, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah dengan sukarela dan ikhlas membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan MSc, Agr dan Rina Mardiana SP, MSi, selaku dosen pembimbing skripsi atas curahan perhatian dalam membimbing, mengarahkan, mendidik, memberi motivasi, serta semangat kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya.
2. Keluarga tercinta, Bapak Ir. Sunarbowo dan Ibunda tersayang Ibu Sunarti yang telah memberikan kasih sayang dan do’a yang tiada henti-hentinya.. Kepada kakak-kakakku Dian Vita Nugrahaeny dan Ganda Elang Permana yang juga selalu memberi, bantuan, semangat dan do’a demi kelancaran studi penulis di IPB.
3. Ali Sulton, Siti Halimatussadiah , Rr. Utami Annastasia, Rizki Afianti, Diah Irma Ayuningtyas, Rani Yuliandani, sebagai teman satu bimbingan skripsi yang selalu bekerjasama dengan baik, dan selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Sahabat-sahabat di KPM 44 Rahmawati, Diah Ayu, Yuvita, Wina, Ma’rifatu, Dewi vivi, Vita Desy, Yoshinta yang selalu memotivasi penulis serta memberikan candaan, nasihat, semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat B14 Dinda, Mega, Kak Rian, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
6. Sahabat-sahabat tersayang TB, Iko, Mamat, Nisa, Mei, Gina, Ani yang selalu memberikan semangat, nasihat, canda dan tawa kepada penulis, terima kasih untuk persahabatannya selama ini.
7. Dimitra, Karina, Dinda, Pia dan teman-teman KPM 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih pertemanannya selama ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Juli 2011
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xv
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Masalah Penelitian... 2
1.3 Tujuan Penelitian... 3
1.4 Kegunaan Penelitian... 3
2. BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka…………... 4
2.1.1 Pengetian Industri dan Penggolongannya …... 4
2.1.2 Industri Batu Bata ... 5
2.1.3 Sumber Nafkah …………... 6
2.1.4 Strategi Nafkah ... 8
2.2 Kerangka Pemikiran ... 10
2.3 Hipotesis Penelitian ... 11
2.4 Definisi Konseptual ... 12
2.5 Definisi Operasional ….……… 12
3. BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian …... 15
3.2 Sumber Data dan Pengolahan Data …... 15
3.3 Teknik Penentuan Responden ………... 16
4. BAB IV GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKOLOGI LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong……... 18
4.1.1 Gambaran Industri Batu Bata ………... 20
4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk ... 20
4.2 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 23
4.2.1 Karateristik Responden ... 23
4.2.2 Kondisi Ekologi Kampung Ater dan Kampung Ciawian …….. 26
5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 36
5.1.1 Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian ………... 36
5.1.2 Migrasi………... 38
5.1.3 Pola Nafkah Ganda ... 40
5.1.5 Tindakan Adaptif Rumahtangga Saat Menghadapi Krisis ……... 44
5.16 Alokasi Waktu Kerja (Produktif dan Reproduktif) Rumahtangga………. 46
5.2 Ikhtisar ………..… 49
6. BAB VI STRUKTUR NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 6.1 Struktur Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 51
6.1.1 Sumber-sumber Nafkah ... 51
6.1.2 Tingkat Pendapatan Rumahtangga ... 51
6.1.3 Kemampuan Menabung Rumahtangga ... 58
6.1.4 Investasi ... 61
6.2 Ikhtisar ... 68
8. BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan... 70
7.2 Saran... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di
Desa Gorowong, 2010 ………. 19
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di
Desa Gorowong, 2010 ……… 21
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di
Desa Gorowong, 2010 ………...….……… 22
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater,
2011………... 26
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kuantitas Air menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian,
2011……… 27
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Suhu
Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater, 2011…….. 29 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Suhu
Udara menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ciawian,
2011………. 30
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di
Kampung Ater, 2011……… 31
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Debu (Kebersihan Udara) menurut Kategori Pekerjaan di
Kampung Ciawian, 2011……….. 32
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung Ater,
2011……….. 33
Tabel 11 Jumlah dan Persentase Opini/Pendapat Responden Terhadap Kondisi Lahan menurut Kategori Pekerjaan di Kampung
Ciawian, 2011………... 34
Tabel 12. Kondisi Wilayah dan Karateristik Responden di Kampung Ater
dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, 2011 ……….. 35 Tabel 13. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Kerja menurut Kategori
Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian ………… 47 Tabel 14. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Reproduktif menurut
Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan
Ciawian………. 48
Tabel 15. Strategi Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung
Ciawian Desa Gorowong, 2011……….………….….. 49
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumahtangga menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian,
2011………. 52
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ………... 11
Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden ... 17
Gambar 3. Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung
Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 24
Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian
Tahun 2011 ... 25
Gambar 5 Persentase Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian
Masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian ... 37
Gambar 6 Persentase Responden yang Melakukan Migrasi di
Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 39
Gambar 7 Persentase Pola Nafkah Ganda Berdasarkan Sektor Matapencaharian Responden di Kampung Ater dan
Kampung Ciawian ... 41
Gambar 8 Persentase Pola Nafkah Ganda berdasarkan Golongan Ekonomi Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung
Ciawian Tahun 2011 ... 43
Gambar 9 Tindakan Rumahtangga Responden di Kampung Ater dan
Kampung Ciawian Saat Menghadapi Krisis ... 45
Gambar 10. Persentase Sumber Pendapatan Rumahtangga di Kampung
Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011……… ... 52
Gambar 11 Persentase Tingkat Pendapatan Rumahtangga di Kampung
Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 55
Gambar 12 Persentase Kemampuan Menyisihkan Pendapatan Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian
Tahun 2011 ... 58
Gambar 13 Persentase Tempat Pilihan Menabung Rumahtangga
Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 59
Gambar 14 Persentase Intensitas Menabung Rumahtangga Kampung
Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 60
Gambar 15 Persentase Kepemilikan Lahan Responden Kampung Ater
dan Kampung Ciawian Tahun 2011 ... 62
Gambar 16 Persentase Kepemilikan Lahan Menurut Golongan Ekonomi Rumahtangga Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun
2011 ... 63
Gambar 17 Persentase Status Kepemilikan Rumah Responden
Gambar 19 Persentase Kepemilikan Motor Responden di Kampung
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar Nama Responden Kampung Ater ……… ... 75
Lampiran 2. Daftar Nama Responden Kampung Ciawian ... 76
Lampiran 3. Peta Desa Gorowong ... 77
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan suatu negara berkembang selalu didasarkan pada
pemanfaatan sumberdaya alam. Semakin banyak negara tersebut memiliki
sumberdaya alam dan memanfaatkannya dengan seefisien mungkin, maka
semakin tinggi harapan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik untuk
jangka panjang. Tujuan dilakukannya pembangunan suatu negara adalah untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kualitas hidup masyarakat berkaitan
dengan kualitas lingkungan hidup, sehingga pembangunan merupakan suatu
upaya yang dilakukan oleh negara untuk meningkatkan manfaat yang diperoleh
dari sumberdaya alam.
Indonesia sebagai negara sedang berkembang dalam usahanya untuk
mencapai tahap masyarakat modern, terlebih dahulu harus melalui tahapan yang
dianggap kritis yaitu pada tahap tinggal landas. Pada tahap tersebut sektor
pertanian sebagai sektor primer mulai ditinggalkan, dan beralih menjadi sektor
sekunder yaitu industri. Pemilihan sektor industri untuk meningkatkan pendapatan
negara didasarkan pada dua pertimbangan, hal ini sebagaimana dikutip oleh
Purwanto (2003). Pertama, pada masa itu negara-negara di seluruh dunia juga
mengerjakan proyek industrialisasi di negara masing-masing karena dukungan
teori-teori ekonomi yang memadai, sehingga apabila strategi industrialisasi
dilaksanakan telah ada konsep yang mencukupi untuk menentukan arah
pembangunan ekonomi. Kedua, sejarah negara-negara yang telah berhasil
memajukan ekonominya selalu melewati tahapan industrialisasi pada proses
pembangunannya. Strategi ini dianggap berhasil karena secara perlahan-lahan
menggeser kegiatan ekonomi dari semula terkonsentrasi pada sektor primer
(pertanian) menuju sektor sekunder (industri/jasa). Sektor sekunder dipandang
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi daripada sektor primer sehingga dapat
mempercepat peningkatan pendapatan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan
melalui program-program pembangunan yang terencana berdasarkan repelita dan
program pembangunan jangka panjang.
Adanya kegiatan industri di wilayah pedesaan, di satu sisi memberikan
dampak positif bagi pembangunan desa namun disisi lain, menimbulkan dampak
negatif. Dampak positif akibat adanya industri yaitu seperti peningkatan
pendapatan daerah dan membuka peluang kerja di wilayah pedesaan. Sementara
itu, dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya industri di daerah pedesaan
adalah kerusakan ekologi di wilayah tersebut.
Desa Gorowong, Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor
merupakan desa yang memiliki aktivitas industri batu bata cukup tinggi. Desa
Gorowong ini dikenal sebagai salah satu desa pemasok batu bata ke daerah
Tangerang, Jakarta dan sekitarnya. Adanya industri batu bata yang berkembang,
lambat laun menyebabkan beberapa masalah dari segi ekologi seperti penurunan
kualitas lingkungan hidup akibat dari adanya eksploitasi tanah sebagai bahan baku
batu bata. Penurunan kualitas lingkungan hidup ini dapat dilihat dari banyaknya
ceruk-ceruk di tanah akibat aktivitas penggalian tanah, berkurangnya tutupan
lahan seperti pohon-pohon dan semak-semak, menurunnya kualitas udara, serta
berubahnya kuantitas air tanah. Namun, manfaat yang di dapat dari adanya
industri batu bata adalah meningkatnya peluang kerja terutama sektor industri
batu bata di wilayah tersebut.
2.1 Masalah Penelitian
Tumbuhnya industri pedesaan (batu bata) di wilayah pedesaan selalu
menimbulkan dampak negatif dan positif. Dampak negatif yang ditimbulkan dari
hadirnya industri batu bata terjadi terutama permasalahan pada bidang ekologi,
yaitu dari segi kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun, seperti jalan
yang rusak, banyaknya lubang-lubang bekas galian, berkurangnya tutupan lahan
dan kualitas udara yang semakin memburuk. Dampak positif dari berkembangnya
industri batu bata terlihat pada bidang sosial ekonomi yaitu semakin terbukanya
peluang kerja yang lebih besar di wilayah pedesaan, baik peluang kerja lokal
batu bata telah membuka kesempatan kerja baik bagi masyarakat lokal dan luar
daerah. Dampak lain dari hadirnya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong
adalah timbulnya perekonomian lokal. Perekonomian lokal yang ada telah
mengubah sistem penghidupan masyarakat dengan munculnya sumber nafkah
baru, sehingga struktur nafkah masyarakat pun akan berubah. Berdasarkan hal
tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah:
1. Sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap
sosio-ekonomi masyarakat lokal?
2. Sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap
perubahan ekologi suatu kawasan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini
adalah untuk:
1. Mengidentifikasi sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi dampak terhadap sosio-ekonomi masyarakat lokal.
2. Mengindentifikasi sejauh mana perkembangan industri batu bata memberi
dampak terhadap perubahan ekologi di suatu kawasan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:
1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji
secara ilmiah mengenai aktifitas industri batu bata dan dampaknya pada
strategi nafkah masyarakat sekitar pertambangan.
2. Menambah literatur bagi kalangan akademisi dalam mengkaji perubahan
struktur nafkah di pedesaan akibat adanya aktifitas industri batu bata.
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah
kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan. Berdasarkan kamus online Indonesia, industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi
yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau
assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak
hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
Penggolongan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan,
dapat dibagi sebagai berikut:
1. Industri Rumahtangga adalah industri yang menggunakan tenaga kerja kurang
dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat terbatas, tenaga
kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau pengelola industri
biasanya kepala rumahtangga itu sendiri atau anggota keluarganya. Misalnya:
industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, dan industri
makanan ringan.
2. Industri Kecil adalah industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar lima
sampai 19 orang. Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relatif kecil,
tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada hubungan
saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan industri
pengolahan rotan.
3. Industri Sedang adalah industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri Industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
besar, tenaga kerja 13 orang, memiliki keterampilan tertentu dan pemimpin
perusahaan memiliki kemampuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri border, dan industri keramik.
4. Industri Besar adalah industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemampuan
dan kelayakan (fit and proper test). Misalnya: industri tekstil, industri mobil,
industri besi baja, dan industri pesawat terbang (Siahaan, 1996).
Penggolongan industri berdasarkan lokasi, industri dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Industri Perkotaan adalah industri yang terletak dalam jarak yang dekat
dengan daerah metropolitan atau kota yang besar. Adanya kepadatan
penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan atau kota besar dapat
dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut.
2. Industri Semi perkotaan adalah kawasan industri yang terletak di
ibukota kabupaten (diantaranya daerah perkotaan dan kecamatan).
3. Industri Pedesaan adalah kawasan industri yang terletak di ibukota
kecamatan yang penduduknya cukup besar.
Penggolongan industri menurut Badan Pusat Statistik (2009) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Industri kerajinan rumahtangga mempunyai 1-4 karyawan.
2. Industri kecil mempunyai 5-19 karyawan.
3. Industri sedang mempunyai 20-99 karyawan.
4. Industri besar mempunyai lebih dari 100 karyawan.
2.1.2 Industri Batu Bata
Industri batu bata merupakan industri yang mengolah bahan baku tanah
liat dan bahan pembantu berupa air dan pasir serta serbuk gergaji melalui proses
pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran. Industri batu
bata ini merupakan industri yang mengolah sumberdaya alam, dimana lokasinya
berada dekat sumber bahan baku. Batu bata atau bata merah dibuat dengan bahan
dasar lempung atau secara umum dikatakan sebagai tanah liat yang merupakan
hasil pelapukan dari batuan keras (beku) dan merupakan batuan sedimen,
Menurut Departemen Perindustrian sebagaimana dikutip oleh Yuniarti
(1996), tanah liat di bagi dalam beberapa jenis berdasarkan atas tempat dan jarak
1. Tanah liat residual yaitu tanah liat yang terdapat pada tempat dimana tanah
liat tersebut terjadi atau dengan kata lain tanah liat belum berpindah
tempat sejak terbentuk.
2. Tanah illuvial yaitu tanah liat yang telah terangkat dan mengendap pada
satu tempat tidak jauh dari asalnya, misalnya kaki bukit.
3. Tanah liat alluvial atau limpah sungai yaitu tanah liat yang diendapkan
oleh air sungai
4. Tanah liat marina atau formasi adalah tanah liat yang terjadi dari endapan
yang berada di laut.
5. Tanah liat rawa adalah tanah liat yang diendapkan di rawa-rawa dan
berwarna hitam.
6. Tanah liat danau adalah tanah liat yang diendapkan di danau air tawar.
Pembuatan bata di Indonesia pada umumnya menggunakan tanah liat
alluvial, jarang sekali yang menggunakan tanah liat marina atau formasi. Padahal
sebagian besar sawah-sawah di Indonesia terdapat endapan alluvial, sehingga
kesuburan sawah-sawah pada tempat pembuatan batu bata sangat rendah. Ini
berarti pembuatan batu bata atau barang lain yang terbuat dari tanah liat akan
merugikan pertanian, karena pada umumnya para pengusaha industri batu bata
dalam mencari dan menggunakan bahan baku tidak atau kurang memperhatikan
kerugian yang timbul sebagai akibat cara pengambilan bahan baku yang tidak
teratur. Misalnya kerugian bagi usaha pertanian apabila dalam pengambilan tanah
liat tersebut terambil pula lapisan tanah yang mengandung zat-zat penyubur
tanaman (humus).
2.1.3 Sumber Nafkah
Merujuk pada Dharmawan (2007) Livelihood system atau sistem
penghidupan adalah kumpulan dari strategi nafkah yang dibentuk oleh individu,
kelompok maupun masyarakat di suatu lokalitas. Perlu dicatat bahwa livelihood
memiliki pengertian lebih luas daripada sekedar means of living strategy (strategi
cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya
bisa berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Strategi
nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok
dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan
eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang
berlaku.
Konsep modal dalam sistem nafkah rumahtangga seperti yang dijelaskan
Scoones (1998) digolongkan menjadi lima jenis yaitu:
1. Modal Alam (Natural Capital) merupakan modal yang berasal dari alam
dan terkait dengan proses-proses alamiah, misalnya kondisi tanah, air,
udara, siklus hidrologi, dan sebagainya.
2. Modal Ekonomi (Economic/Financial Capital) merupakan modal yang
sangat esensial terkait dengan strategi nafkah, misalnya kepemilikan asset
ekonomi seperti perlengkapan produktifitas, teknologi dan infrastruktur
lainnya.
3. Modal Sumberdaya Manusia (Human Capital), terkait dengan aspek
manusianya, misalnya keterampilan, pendidikan/pengetahuan, kesehatan,
dan sebagainya
4. Modal Sosial (Social Capital) merupakan sumberdaya sosial yang terdiri
atas jaringan, klaim sosial, hubungan sosial, keanggotaan, dan
perkumpulan.
5. Modal Fisik (Physical Capital), terdiri dari peralatan, barang simpanan,
cadangan makanan, ataupun perhiasan.
Scoones (1998) mengemukakan kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi terkait dengan sumber-sumber nafkah tersebut. Ada tiga kemungkinan
keragaan sumber-sumber nafkah yang ada, yaitu:
1. Sebagai suatu rangkaian (Sequence)
Sebagai suatu rangkaian, akses terhadap suatu sumber nafkah menjadi
2. Sebagai pengganti (Substitution)
Sebagai pengganti, berarti aksesnya seseorang terhadap suatu sumber
nafkah dapat menjadi pengganti dari sumber nafkah yang tidak dapat
diakses.
3. Sebagai suatu kelompok (Clustering)
Sebagai suatu kelompok, berarti aksesnya seseorang terhadap suatu
sumber nafkah menyebabkan ia juga akses terhadap sumber nafkah yang
lainnya.
2.1.4 Strategi Nafkah
Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh
keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu
jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan
ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespons dinamika
sosio-ekonomi, ekologi dan politik mengenai mereka (Dharmawan 2007). Beberapa
strategi yang dapat diterapkan masyarakat dalam upaya untuk dapat bertahan
dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya menurut Scoones
(1998), yaitu:
1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan
sektor pertanian secara lebih efektif dan efisien baik melalui penambahan
input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun
dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).
2. Pola nafkah ganda yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman
pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk
menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan).
3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara
melakukan mobilisasi baik secara permanen maupun sirkuler.
Dalam lingkup strategi nafkah keluarga, Dharmawan (2001) membagi
dalam tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Strategi nafkah rumahtangga petani strata bawah
a. Mengerjakan berbagai jenis pekerjaan (the multiple employment
strategy). Strategi ini juga dikenal dengan pola nafkah ganda, juga
sedangkan modal dan keahlian yang dimiliki sangat terbatas.
b. Penyebaran tenaga kerja rumahtangga, rumahtangga petani pedesaan
umumnya mempunyai anggota keluarga yang besar, potensi tersebut
dipergunakan untuk melakukan pekerjaan guna membantu ekonomi
keluarga.
2. Strategi nafkah rumahtangga petani strata menengah
a. Strategi persiapan pertumbuhan, pada level ini strategi nafkah yang
dilakukan bukan untuk sekedar mempertahankan hidup, tetapi lebih
lebih ditekankan pada bagaimana agar aset yang telah dimiliki semakin
tumbuh berkembang.
b. Strategi produksi rumahtangga, dengan memiliki modal dan
kemampuan untuk mengelola aset tersebut, keluarga petani pada level
ini bisa membuat usaha yang dikelola oleh rumahtangga.
3. Strategi nafkah rumahtangga petani strata atas
Strategi nafkah pada level ini, sebenarnya lebih mengacu pada bagaimana
mengembangkan asset (expensive strategy) besar yang sudah dimilikinya
agar semakin bertambah. Kelompok ini paling besar mempunyai akses ke
sumber-sumber produksi karena disamping memiliki modal besar, jaringan
sosialnya juga luas.
Menurut Crow (1989) dalam Dharmawan (2001) dalam penerapan strategi
nafkah, terdapat beberapa aspek penting dari konsep strategi yang harus
diperhatikan, antara lain:
1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif
2. Kemampuan melatih “kekuatan”. Mengikuti suatu pilihan berarti memberikan
perhatian pada pilihan tersebut. Dengan demikian, memberikan perhatian pada
suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang lain. Dalam
konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol (asset)
akan lebih memiliki kekuatan untuk “memaksakan” kehendaknya. Oleh
karena itu, strategi nafkah dapat dipandang sebagai suatu kompetisi untuk
3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang
dihadapi seseorang dapat dieliminir
4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa
seseorang
5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk
dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda
6. Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi
dalam rumah tangga.
2.2 Kerangka Pemikiran
Aktivitas industri batu bata yang ada di Desa Gorowong mempengaruhi
kondisi ekonomi dan ekologi wilayah Desa Gorowong. Pengaruh
sosio-ekonomi lebih kepada pengaruh positif atau manfaat yang timbul akibat dari
adanya aktivitas industri, sementara pengaruh pada ekologi adalah dampak negatif
dari berkembangnya industri di wilayah Desa Gorowong.
Manfaat atau dampak positif dari adanya aktivitas industri batu bata adalah
timbulnya perekonomian lokal. Perekonomian lokal ini terlihat dari pilihan
sumber nafkah baru bagi masyarakat, sumber nafkah yang dipilih oleh masyarakat
Desa Gorowong tentu saja berorientasi pada sektor industri, sehingga strategi dan
struktur nafkah akibat dari pilihan sumber nafkah juga ikut terpegaruh dari
industri batu bata. Strategi nafkah yang terpengaruh dari perkembangan industri
batu bata meliputi pola nafkah ganda, migrasi, alokasi waktu kerja rumahtangga
serta tindakan adaptif ketika rumahtangga menghadapi krisis, sementara struktur
nafkah yang ikut terpengaruh dari aktivitas industri batu bata terlihat dari tingkat
pendapatan, tingkat kemampuan menabung dan investasi masyarakat.
Dampak negatif pada ekologi wilayah Desa Gorowong dapat diketahui
dari pendapat masyarakat mengenai kondisi lingkungannya yaitu kuantitas air,
suhu udara yang semakin meningkat, kebersihan udara atau debu yang semakin
banyak, dan kondisi lahan yang menjadi kritis. Semakin tinggi aktivtias industri
batu bata maka tingkat perekonomian masyarakat akan meningkat namun kondisi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :
: Mempengaruhi
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:
1. Semakin tinggi perkembangan industri batu bata maka dampak
sosio-ekonomi akan semakin tinggi
2. Semakin tinggi perkembangan industri batu bata maka dampak
kerusakan ekologi akan semakin tinggi. Industri batu bata
Tingkat pendapatan Tingkat kemampuan
menabung investasi Tingkat investasi Migrasi
Alokasi waktu kerja Pola nafkah ganda Tindakan saat terjadi
krisis
Struktur nafkah Dampak Sosio-ekonomi
Strategi nafkah
Dampak ekologi
Sumber nafkah Suhu udara debu
2.4 Definisi Konseptual
Penelitian ini menggunakan beberapa konsep untuk memberi batasan agar
mudah dipahami. Selain itu, batasan dimaksudkan agar pembahasan penelitian ini
menjadi terfokus. Adapun konsep yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1. Industri batu bata adalah industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan
bahan tambahan berupa air, pasir, dan serbuk gergaji melalui proses
pencampuran, pembentukan bahan, pengeringan dan pembakaran.
2. Kerusakan ekologi adalah perubahan kondisi lingkungan akibat adanya
aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan.
3. Struktur nafkah adalah keseluruhan gambaran tentang tingkat pendapatan,
pengeluaran, investasi, kemampuan menabung, dll yang memberikan
gambaran khas bagi setiap rumahtangga dalam mempertahankan
kehidupan/penghidupannya.
4. Strategi nafkah adalah keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan
untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan
produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan
dalam merespon dinamika sosio-ekonomi, ekologi dan politik.
2.5 Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Pengusahaan mata pencaharian pertanian adalah usaha yang dilakukan oleh
seseorang di bidang pertanian. Mata pencaharian pertanian diukur dari ada
tidaknya responden yang mengusahakan mata pencaharian pertanian.
a. Tidak melakukan : skor 0
b. Mengusahakan : skor 1
2. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap di suatu
daerah, migrasi diukur dari ada atau tidaknya anggota rumahtangga yang
keluar daerah untuk bekerja dan mendapatkan pendapatan.
a. Tidak melakukan migrasi : skor 0
tindakan yang dilakukan rumahtangga ketika menghadapi krisis ekonomi,
dilihat dari tindakan yang dilakukan pertama kali oleh rumahtangga ketika
mengalami krisis.
4. Alokasi waktu kerja rumahtangga adalah jumlah jam kerja riil yang
dicurahkan oleh anggota rumahtangga dalam mencari nafkah dalam satu hari.
Alokasi waktu kerja dilihat dari jumlah rata-rata jam perhari yang digunakan
anggota keluarga (suami, istri, dan anggota keluarga lain) untuk bekerja.
5. Ragam sumber pendapatan/nafkah adalah salah satu upaya atau tindakan
masyarakat dalam mempertahankan hidupnya dengan dua pekerjaan atau lebih
baik sektor pertanian dan pertanian atau pertanian dan pertanian. Ragam
sumber pendapatan/nafkah diukur dari ada tidaknya rumahtangga tersebut
melakukan ragam sumber pendapatan
a. Tidak melakukan : skor 0
b. Melakukan : skor 1
6. Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang diterima selama satu tahun dan
telah dikurangi dengan biaya-biaya lainnya sebagai imbalan dari pekerjaan.
Ukuran tingkat pendapatan ditentukan berdasarkan jumlah rata-rata
pendapatan rumahtangga masyarakat lokal. Tingkat pendapatan dihitung
menggunakan sebaran normal dengan rumus:
a. Lapisan rendah = -½ standar deviasi
b. Lapisan menengah = - ½ standar deviasi ≤ x ≤ + ½ standar deviasi c. Lapisan atas = +½ standar deviasi
7. Kemampuan menabung adalah kemampuan menyisihkan sebagian hasil
pendapatan setelah dikurangi oleh pengeluaran.
Kemampuan menabung dilihat dari:
a. Tidak Menabung : skor 0
b. Menabung : skor 1
8. Investasi adalah hasil pendapatan yang dialokasikan bukan untuk ditabung
dalam bentuk rupiah tetapi dialokasikan untuk kebutuhan jangka panjang.
membayar investasi (emas, hewan ternak, tanah, pendidikan dll) dalam kurun
satu tahun.
a. Tidak memiliki kemampuan investasi : skor 0
b. Memiliki kemampuan investasi : skor 1
9. Kerusakan ekologi adalah perubahan pada lingkungan akibat adanya
aktivitas manusia yang mengeksploitasi lingkungan. Kerusakan ekologi
meliputi kuantitas air menurun, suhu udara meningkat, debu meningkat,
dan kondisi lahan yang semakin kritis, yang dinilai berdasarkan
pendapat/opini masyarakat dengan pengukuran sebagai berikut:
a. Sangat buruk : skor -2
b. Buruk : skor -1
c. Cukup baik : skor 0
d. Baik : skor 1
PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung
oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini dengan
menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data pokok (Singarimbun, 1989). Sedangkan dalam metode
penelitian kualitatif menggunakan metode studi kasus, pengamatan, dan
wawancara.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui struktur nafkah dan
penghidupan setiap rumahtangga masyarakat Desa Gorowong yang menjadi
sampel penelitian. Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk mendukung data
yang diperoleh secara kuantitatif. Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap.
Tahap pertama, dilakukan pengambilan data melalui wawancara kuesioner kepada
beberapa responden dan informan untuk melakukan tes kuesioner (uji kuesioner)
sebagai preliminary research. Kemudian tahap kedua, setelah menggunakan tes
kuesioner dilakukan editing kuesioner sebagai penelitian sesungguhnya yang
disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan daerah lokasi penelitian.
3.2 Sumber Data dan Pengolahan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan dan dijawab
oleh responden melalui wawancara. Selain itu, digunakan pula wawancara
mendalam dengan informan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi
literatur yang sumbernya berasal dari berbagai dokumen pemerintah desa,
data-data dari dinas-dinas terkait, makalah ilmiah dan lain sebagainya.
Data kuantitatif pada penelitian ini berupa stuktur nafkah, tindakan
adapatif, dan tindakan rasional rumahtangga responden diolah secara deskriptif
(statistic deskriptif). Proses pengolahan data kuantitatif ini dimulai dengan proses
pemeriksaan data yang terkumpul (editing), pemberian kode pada setiap data yang
maupun secara silang dalam bentuk tabel frekuensi. Data kuantitatif ini disajikan
dalam bentuk diagram dan tabel. Untuk memperlancar proses pengolahan dan
analisis data digunakan Ms. Excell 2007. Kemudian data tersebut digabungkan
dengan hasil wawancara mendalam dan observasi berupa kutipan untuk kemudian
penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diolah sebelumnya.
3.3 Teknik Penentuan Responden
Terdapat dua subjek dalam penelitian ini, yaitu informan dan responden.
Informan adalah pihak-pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri,
keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara
purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh masyarakat dari kedua
kampung yaitu Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Pemilihan pemerintah
setempat sebagai salah satu informan kunci didasarkan atas pertimbangan bahwa
dalam hal ini pemerintah setempat adalah pembuat kebijakan dan memiliki andil
serta tanggung jawab terhadap segala sesuatu kegiatan yang diadakan. Tokoh
masyarakat dilibatkan sebagai informan kunci sebagai pihak yang berpotensi
untuk memberikan informasi terkait populasi yang memiliki karakteristik sesuai
dengan konteks penelitian.
Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang
diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Pemilihan responden ini didasarkan pada
unit analisis penelitian, yaitu rumahtangga. Untuk melihat perubahan struktur
nafkah dan strategi nafkah ditingkat rumah tangga digunakan data primer yang
dikumpulkan melalui kuesioner terhadap 60 responden dari dua kampung contoh
yang ditentukan secara purposive, yaitu Kampung Ater sebanyak 30 responden
dan Kampung Ciawian sebanyak 30 responden. Pemilihan dua kampung ini yaitu
sebagai perbandingan yang didasari pada banyaknya jumlah industri batu bata dan
jumlah pertanian, yaitu kampung dengan jumlah industri batu bata yang banyak
serta kampung yang memiliki industri batu bata namun juga memiliki pertanian.
Kedua kampung tersebut diambil masing-masing satu RT untuk menjadi
sampel kedua. Responden dipilih secara acak sebanyak 30 responden untuk
masing-masing RT yang dijadikan sampel penelitian, dengan lima responden
diilustrasikan sebagai berikut.
Gambar 2. Teknik Kerangka Sampling dalam Pengambilan Responden
Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumahtangga. Hal ini dikarenakan
rumahtangga merupakan unit terkecil dari masyarakat dalam hal pengambilan
keputusan keluarga, seperti besarnya pendapatan yang diberikan anggota keluarga
maupun aspek-aspek lain yang mempengaruhi keadaan sosial ekonomi. Desa Gorowong
Kampung dengan jumlah industi banyak Kampung Ater (RT 03/02) Penentuan secara purposif
Kampung yang memiliki industri dan pertanian :
Kampung Ciawian (RT 10/04) Penentuan secara purposif Jumlah total Kampung :
14 Kampung
Jumlah KK sebanyak 115 KK Jumlah KK sebanyak 84 KK
Secara acak dipilih 30 responden Secara acak dipilih 30 responden
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong
Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam
Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini
memiliki luas wilayah sebesar 873,019 Ha dengan luas daratan sebesar 788,019
Ha dan tanah sawah sebesar 85 Ha. Desa Gorowong sejak tahun 1982 dikenal
sebagai salah satu daerah yang memiliki industri batu bata. Sehingga di wilayah
Desa Gorowong banyak ditemukan 1lio atau industri pembuatan batu bata yang
dimiliki oleh warga Desa Gorowong.
Seluruh penduduk Desa Gorowong memeluk agama Islam yaitu sebesar
7330 jiwa dari total penduduk 7330 jiwa. Adapun jumlah kampung yang terdapat
di Desa Gorowong adalah sebanyak 14 kampung yang tersebar di beberapa
wilayah Desa Gorowong. Secara geografis Desa Gorowong dibatasi oleh beberapa
wilayah bagian yaitu sebelah utara dibatasi oleh Desa Lumpang/Pingku, sebelah
timur oleh desa Pingku/Dago, sebelah selatan dibatasi oleh Desa
Rengasjajar/Dago, dan di sebelah barat dibatasi oleh wilayah Desa
Jagabaya/Lumpang. Areal pemukiman Desa Gorowong terbagi menjadi 6 Rukun
Warga (RW) dan 22 Rukun Tetangga (RT).
Desa Gorowong memiliki ketinggian 8 mdpl (dari permukaan laut),
dengan tinggi curah hujan 23 m3, dan jenis daratan Desa Gorowong adalah tanah
bergelombang dengan suhu udara berkisar antara 20-34oC. Mayoritas jenis tanah
di Desa Gorowong mengandung tanah liat alluvial, yaitu tanah liat yang
diendapkan oleh air sungai. Tanah alluvial inilah yang menjadi bahan baku dalam
pembuatan batu bata.
Jarak pemerintahan Desa Gorowong dengan Ibu Kota Kecamatan
memiliki jarak tempuh 7 km, sementara jarak desa dengan Ibu Kota Kabupaten
dapat ditempuh dengan jarak 60 km, sedangkan jarak pusat pemerintahan desa
dengan Ibu Kota Negara memiliki jarak tempuh 55 km. Akses jalan menuju Desa
1
sarana transportasi seperti kendaraan umum yang memiliki jam operasi yang
terbatas melintas di sekitar jalan raya menuju Desa Gorowong. Adapun kendaraan
yang sering melintas setiap hari adalah kendaraan truk pengangkut batu bata.
Akses menuju Desa Gorowong hanya dapat ditempuh dengan menggunakan
kendaraan motor melalui jasa tukang ojeg dan menggunakan angkot dengan jam
operasional hanya sampai pukul 12.00 WIB.
Tata guna lahan di Desa Gorowong sebagian besar digunakan sebagai lahan
Lio atau industri batu bata dengan persentase sebesar 37,86 persen atau seluas 330
hektar. Sementara itu peruntukkan lahan lainnya digunakan sebagai lahan
pemukiman dengan luas 130 hektar atau sebesar 14,89 persen, tanah kehutanan
dengan luas 125 hektar atau sebesar 14,32 persen, pertanian seluas 85 hektar atau
sebesar 9,74 persen. Hal tersebut sebagaimana terlihat pada Tabel. 1 di bawah ini.
Tabel 1. Luas Lahan dan Persentasinya menurut Penggunaan Lahan di Desa Gorowong, 2010.
No Penggunaan Lahan Luas Lahan (Hektar) Persentase (%)
1 Pemukiman 130 14,89
2 Pertanian 85 9,74
3 Kehutanan 125 14,32
4 Gedung Sekolah 2 0,23
5 Industri batu bata 330,52 37,86
9 Pemakaman 15 1,72
10 Perkantoran 0,5 0,06
11 Lainnya 184,99 21,07
Jumlah 873,019 100
Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010
Peruntukkan lahan mayoritas digunakan sebagai industri batu bata,
kehutanan dan pemukiman. Peruntukkan lahan untuk pertanian terlihat cukup
rendah dibandingkan dengan peruntukan lahan untuk kehutanan dan industri batu
bata, hal ini dikarenakan struktur tanah di Desa Gorowong yang memang tidak
cocok digunakan untuk usaha tani, sehingga peruntukan lahan pertanian di Desa
Gorowong lebih kecil dibandingkan dengan industri batu bata. Perbandingan
mengkonversi. Karena status kepemilikan lahan kehutanan yang bukan dimiliki
oleh pribadi tetapi oleh perum perhutani.
4.1.1 Gambaran Industri Batu Bata di Desa Gorowong
Pada mulanya sebelum industri batu bata ini berkembang, masyarakat di
Desa Gorowong bermata pencaharian sebagai petani dan banyak pula yang
melakukan migrasi keluar daerah. Alasan masyarakat melakukan migrasi
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pilihan mata pencaharian
yang terbatas, tingkat kesuburan tanah yang kurang sehingga hasil sawah menjadi
kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Kemudian sekitar tahun 1982 industri
batu bata mulai marak berkembang di Desa Gorowong, hal ini disebabkan oleh
kualitas tanah liat di Desa Gorowong cocok digunakan untuk batu bata, yaitu
ketika tanah liat tersebut dicetak dan dibakar menjadi batu bata, batu bata tersebut
tidak pecah. Tidak mengherankan ketika industri batu bata ini masuk ke wilayah
Desa Gorowong dan mulai banyak dikembangkan oleh masyarakat, warga yang
tadinya keluar daerah kembali lagi ke Desa Gorowong untuk bekerja di sektor
industri batu bata ini. Hingga kini, industri batu bata di Desa Gorowong
berkembang pesat dan menjadi tulang punggung perekonomian Desa Gorowong.
“… berkat adanya Lio/industri batu bata di Desa Gorowong ini, desa menjadi maju, pendapatan daerahnya jadi meningkat dibandingkan dengan dahulu sebelum industri batu bata marak di daerah ini, selain itu dampak dari maraknya industri batu bata di daerah Gorowong, memperluas lapangan kerja di wilayah Desa, jadi banyak keuntungan yang didapat dari maraknya industri batu bata di sini… (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong)”.
Pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Desa Gorowong, sama halnya
seperti yang disampaikan oleh informan-informan lainnya, yaitu keberadaan
industri batu bata di Desa Gorowong telah membawa kemajuan bagi Desa
Gorowong.
4.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah penduduk Desa Gorowong yang berjumlah 7.330 jiwa, yang
terbagi dalam penduduk laki-laki dengan jumlah 3.780 jiwa dan penduduk
perempuan dengan jumlah 3.550 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) di Desa
ditempuh oleh masyarakat Desa Gorowong, dimana angka tidak lulus pendidikan
umum sebanyak 1.988 jiwa atau sebanyak 27,12 persen, kemudian tingkat lulus
sekolah dasar yaitu sebanyak 1.964 jiwa atau sebanyak 26,80 persen. Penduduk
yang sedang menjalani sekolah dengan sebesar 20,14 persen atau sebanyak
sebesar 1.476 jiwa. Penduduk yang tamat SMP/sederajat sebanyak 1.120 jiwa atau
sebesar 15,28 persen, tamat SMA/sederajat sebanyak 737 jiwa atau sebesar 10,05
persen dan tamat perguruan tinggi/akademi sebanyak 45 jiwa atau sebesar 0,61
persen.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Gorowong, 2010
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Sedang sekolah 1.476 20,14
2 Tidak tamat sekolah 1.988 27,12
3 Tamat SD/Sederajat 1.964 26,80
4 Tamat SMP/Sederajat 1.120 15,28
5 Tamat SMA/Sederajat 737 10,05
6 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 45 0,61
Jumlah 7.330 100
Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010
Rendahnya pendidikan akan mempengaruhi tingkat kesulitan akan akses
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Sehingga nantinya akan ikut
mempengaruhi tingkat kesejahterahan masyarakat.
Desa Gorowong memiliki mata pencaharian penduduk yang beragam, hal
ini tertera pada Tabel 3 di bawah ini. Mayoritas masyarakat Desa Gorowong
memiliki mata pencaharian sebagai pembuat batu bata sebanyak 2.665 jiwa atau
sebesar 40,50 persen, wiraswasta berjumlah 1.200 jiwa atau sebesar 18,24 persen,
dan petani yang berjumlah 850 jiwa dengan persentase 12,91 persen. Berdasarkan
data tersebut dapat dilihat bahwa mata-pencaharian di Desa Gorowong pada saat
ini adalah sektor pekerjaan non-pertanian yaitu sebagai pembuatan batu bata yang
karena kondisi tanah yang tidak cocok untuk pertanian, sektor industri batu bata
juga memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Gorowong, 2010
No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Pegawai Negeri Sipil 25 0,38
2 Karyawan Swasta 400 6,08
2 Pedagang 155 2,35
3 Petani 850 12,91
4 Buruh 750 11,40
5 Anggota TNI 2 0,03
6 Pengemudi 452 6,87
7 Tukang Ojek 25 0,38
8 Bidan/Perawat 5 0,07
9 Paraji/Dukun Beranak 10 0,15
10 Dukun Khitan/Bengkong 3 0,04
11 Tukang Bangunan 25 0,38
12 Tukang Servis Elektronik 3 0,04
13 Tukang Servis otomotif 10 0,15
14 Wiraswasta 1.200 18,24
15 Pembuat Batu Bata 2.665 40,50
Jumlah 6.580 100
Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Gorowong, 2010
Aktivitas industri batu bata merupakan tindakan adaptif masyarakat lokal
terhadap potensi sumberdaya tanah yang memang cocok untuk industri batu bata
daripada untuk kegiatan pertanian.
yang sebenarnya, karena pada kenyataannya di lapangan terdapat masyarakat
yang menerapkan pola nafkah ganda seperti penerapan pola nafkah sektor
pertanian atau pertanian-non pertanian serta adanya perpindahan kerja dari waktu
ke waktu yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
4.2 Gambaran Umum Kampung Ater dan Kampung Ciawian
Kampung Ater dan Kampung Ciawian merupakan kampung di Desa
Gorowong yang memiliki industri batu bata dan areal persawahan yang cukup
banyak dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya di Desa Gorowong.
Kampung Ater dan Kampung Ciawian memiliki karakteristik yang hampir sama,
yang membedakan antara dua kampung tersebut adalah banyaknya areal lahan
pertanian. Di Kampung Ater, lahan pertanian cenderung lebih sedikit
dibandingkan dengan Kampung Ciawian, dan Kampung Ater memiliki jumlah
industri batu bata yang lebih banyak dibandingkan dengan Kampung Ciawian.
Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian
sangat beragam, diantaranya yaitu sebagai petani, buruh pembuat batu bata, sopir
truk pengangkut bata/tanah, dan pedagang. Rata-rata hasil dari pertanian untuk
jenis komoditas padi tidak dijual ke orang lain. Namun, hasil pertanian tersebut
hanya di konsumsi oleh anggota keluarga petani itu sendiri. Hal ini dikarenakan
hasil yang didapat dari penjualan padi tidak begitu memberikan pengaruh dalam
pendapatan keluarga, serta banyaknya jumlah anggota dalam keluarga. Sehingga
hasil dari pertanian hanya mencukupi konsumsi anggota keluarga petani saja.
Namun, ada pula beberapa orang yang memiliki lahan sawah cukup luas dan hasil
padi yang memuaskan yang menjual padi tersebut.
4.2.1 Karakteristik Responden
Rata-rata umur responden dalam penelitian ini adalah 38 tahun. Berdasarkan
tingkat pendidikan, mayoritas pendidikan responden di Kampung Ater dan
Kampung Ciawian adalah tamat SD yaitu sebesar 66,67 persen atau sebanyak 20
responden di Kampung Ater tamat SD dan sebesar 70 persen atau sebanyak 21
responden di Kampung Ater hanya tamat SD. Hal tersebut sebagaimana terlihat
Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga
Gambar 3 Persentase Tingkat Pendidikan Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011
Tingkat pendidikan responden pada kedua kampung tersebut adalah tingkat
pendidikan kepala rumahtangga baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian.
Rendahnya tingkat pendidikan kepala rumahtangga sedikit mempengaruhi tingkat
pendidikan anaknya. Ada beberapa anak-anak dari responden yang berusia usia
sekolah lanjut yang tidak meneruskan sekolah lagi, dan memutuskan untuk
bekerja hal ini dikarenakan jarak lokasi sekolah yang cukup jauh untuk
mengenyam pendidikan tingkat lanjut serta kendala dalam pembiayaan sekolah,
serta desakan ekonomi yang mengharuskan mereka untuk bekerja.
“Disini penduduknya kebanyakan hanya berpendidikan SD, karena kendala biaya yang dialami oleh rumahtangga untuk meneruskan ke tingkat SMP atau SMA, selain itu juga banyak anak-anak yang lulus SD langsung bawa mobil (menjadi supir –red), untuk bantu-bantu penghasilan keluarga’. (Bapak Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong).
Rumahtangga Desa Gorowong berdasarkan asal kependudukannya pada
penelitian ini dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu penduduk asli, penduduk
pendatang, dan penduduk campuran. Penduduk asli dalam hal ini didefinisikan
dimana anggota keluarganya lahir dan berasal dari luar lokasi penelitian,
sedangkan penduduk campuran adalah rumahtangga yang anggota keluarganya
berasal dari penduduk asli yang menikah dengan pendatang atau orang dari luar
Desa Gorowong. Asal kependudukan masyarakat Kampung Ater dan Kampung
Ciawian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga
Gambar 4 Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asal Kependudukan di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011
Gambar 4 di atas menunjukkan persentase penduduk asli, penduduk
pendatang dan penduduk campuran di kedua kampung, baik Kampung Ater
maupun Kampung Ciawian. Penduduk pendatang kebetulan tidak ditemukan baik
pada Kampung Ater dan Kampung Ciawian, hal ini tidak berarti bahwa di kedua
kampung tersebut tidak terdapat penduduk pendatang, namun, penduduk Luar
kampung atau luar Desa Gorowong kemudian menikah dengan penduduk asli. Hal
ini dapat ditujukkan dengan persentase dari penduduk campuran pada Kampung
Ater yaitu sebesar 30 persen atau sebanyak sembilan responden, sementara pada
Kampung Ciawian yaitu sebesar 26,67 persen atau sebanyak delapan responden
merupakan penduduk campuran. Penduduk asli di Kampung Ater sebesar 70 0%
20% 40% 60% 80% 100%
Kampung Ater
Kampung Ciawian 70%
73.33%
0% 0%
30%
26.67%