• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberongsongan Dapat Memperbaiki Kualitas Buah Pisang Tanduk (Musa paradisiaca var. Typica, AAB group).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberongsongan Dapat Memperbaiki Kualitas Buah Pisang Tanduk (Musa paradisiaca var. Typica, AAB group)."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

P

DE

PEMBER

KUA

(

Musa p

EPARTEM

IN

RONGSON

ALITAS

paradisia

MIF

MEN AGR

FAKU

NSTITUT

NGAN DA

BUAH PI

aca

var

.

FTAHUL

A24070

RONOMI

ULTAS PE

T PERTA

2012

APAT ME

ISANG T

Typica

, A

BAHRIR

0194

I DAN HO

ERTANIA

ANIAN BO

2

EMPERB

TANDUK

AAB gro

R

ORTIKU

AN

OGOR

BAIKI

K

oup)

(2)

PEMBERONGSONGAN DAPAT MEMPERBAIKI

KUALITAS BUAH PISANG TANDUK

(

Musa paradisiaca

var

. Typica

, AAB group)

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

MIFTAHUL BAHRIR

A24070194

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

MIFTAHUL BAHRIR. Pemberongsongan Dapat Memperbaiki Kualitas

Buah Pisang Tanduk (Musa paradisiaca var. Typica, AAB group). Dibimbing

Oleh ANI KURNIAWATI dan KASUTJIANINGATI.

Pisang merupakan buah yang penting, baik bagi kebutuhan dalam negeri ataupun pemenuhan kebutuhan ekspor ke luar negeri. Produksi pisang berada pada tingkat tertinggi dari sektor komoditas buah yang berasal dari Indonesia, yakni sebesar 6 373 533 ton dengan produksi tertinggi di daerah Jawa Barat sebesar 1 415 694 ton pada tahun 2009 (BPS, 2010). Produksi yang tinggi ini tidak ditunjang dengan kualitas pisang yang beredar di pasaran. Faktor yang menjadi salah satu penyebab dalam penurunan kualitas pisang adalah tingginya tingkat serangan hama yang mempengaruhi kualitas fisik dari pisang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberongsongan dan jenis bahan pemberongsong terhadap kualitas fisik dan kimia serta tingkat serangan hama pada buah pisang tanduk.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Juni 2011 di Desa Kopo, Cisarua, Bogor dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yaitu bahan pemberongsong (pembungkus) tandan buah. Terdapat 4 taraf perlakuan dengan 3 ulangan untuk setiap perlakuan, sehingga terdapat 12 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 5 tanaman pisang, sehingga diperlukan total populasi 60 tanaman pisang. Data yang diperoleh diuji dengan sidik ragam, bila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%.

(4)

rasio daging/kulit buah, edible portion, kekerasan kulit buah, dan keparahan gejala serangan hama, serta kakarter kimia buah yaitu Padatan Terlarut Total (PTT) dan Total Asam Tertitrasi (TAT).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pemberongsongan pada tandan buah pisang tanduk sangat efektif untuk menurunkan intensitas dan persentase keparahan serangan hama, namun tidak berpengaruh terhadap jumlah sisir per tandan, jumlah buah per sisir, bobot tandan, bobot per sisir, bobot per buah, kekerasan kulit buah, PTT, TAT, edible portion, panjang dan diameter buah. Pemberongsongan tandan buah pisang tanduk hanya berpengaruh terhadap intensitas keparahan gejala serangan hama yang terjadi pada kulit buah pisang. Buah pisang yang diberongsong dengan berbagai bahan pemberongsong memiliki tingkat keparahan gejala serangan hama yang rendah, yakni berkisar 20%, sedangkan yang tidak diberongsong menghasilkan tingkat keparahan gejala serangan hama yang sangat parah sebesar 84.81%.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

PEMBERONGSONGAN DAPAT MEMPERBAIKI

KUALITAS BUAH PISANG TANDUK

(Musa

paradisiaca var. Typica, AAB group).

Nama :

MIFTAHUL BAHRIR

NIM : A24070194

Menyetujui, Pembimbing Skripsi I

(Dr. Ani Kurniawati, SP., MSi)

NIP. 19691113 199403 2 001

Menyetujui, Pembimbing Skripsi II

(Dr. Ir. Kasutjianingati, MSi)

NIP. 19601011 198703 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr)

NIP. 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 19 Oktober 1988 dan merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Sururi dan Ibu Siti Fatimah. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar dari SD Muhammadiyah (Melati) Balung Jember, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Balung dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 1 Jember dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis diterima di program studi Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB melalui jalur SNPTN.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiwa Agronomi (HIMAGRON) pada tahun 2010-2011 dan dalam kepanitiaan berbagai kegiatan seperti Festival Tanaman (FESTA) XXX tahun 2010 serta Agronomy and Horticulture Sport and Entertainment (Agrosportment) AGH tahun 2011. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Fisiologi Tanaman Dasar (Diploma), Ilmu Tanaman Perkebunan, Dasar Ilmu dan Teknologi Benih, Dasar-dasar Agronomi dan Hortikultura, serta Pascapanen Tanaman Pertanian tahun ajaran 2011-2012.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang selalu tercurah kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul “Pemberongsongan Dapat Memperbaiki Kualitas Buah Pisang

Tanduk (Musa paradisiaca var. Typica, AAB group)” dapat terselesaikan

dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Penulis menyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Rangkaian terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ani Kurniawati, SP., MSi dan Dr. Ir. Kasutjianingati, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, motivasi dan waktu yang diluangkan hingga terselesaikannya skripsi ini,

2. Dr. Dewi Sukma, SP., Msi sebagai dosen penguji skripsi, atas waktu, bimbingan, dan masukkannya,

3. Kedua orang tua dan ketiga adik penulis yang selalu memberikan do’a dan semangat yang tiada henti,

4. DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana penelitian melalui dana PPM mono tahun, tahun 2010,

5. Bapak Nurdin, Bapak Cecep, Bapak Tata, dan Kelompok Tani Sudi Mukti Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Bogor,

6. Ita Utami Aidid sebagai rekan penelitian atas semangat dan kerjasama yang baik, serta

7. Sahabat tercinta Evi DJ, Isty, Okty, Havell, Latip, Arif, Trya, dan Keluarga Besar AGH 44 Bersatu atas seluruh harapan dan semangat. Penelitian ini diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan kualitas pisang, bermanfaat bagi perbaikan sektor pertanian dan berguna bagi yang memerlukan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v 

DAFTAR GAMBAR ... vi 

DAFTAR LAMPIRAN ... vii 

PENDAHULUAN ... 1 

Latar Belakang ... 1 

Tujuan ... 3 

Hipotesis ... 3 

TINJAUAN PUSTAKA ... 4 

Morfologi Pisang Tanduk ... 4 

Hama dan Cendawan Jamur pada Buah Pisang ... 5 

Pemberongsongan ... 8 

BAHAN DAN METODE ... 13 

Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 13 

Bahan dan Alat ... 13 

Metode ... 13 

Pelaksanaan Penelitian ... 14 

Pengamatan dan Analisis Data ... 17 

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21 

Kondisi Umum ... 21 

Hasil ... 23 

Kekerasan Kulit Buah ... 23 

Padatan Telarut Total ... 23 

Total Asam Tertitrasi ... 24 

Bobot Tandan, Bobot per Sisir, dan Bobot Buah ... 25 

Rasio Daging/Kulit Buah dan Edible Portion ... 26 

Panjang dan Diameter Buah ... 27 

Tingkat Keparahan Gejala Serangan Hama ... 28 

Pembahasan ... 31 

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34 

Kesimpulan ... 34 

Saran ... 34 

DAFTAR PUSTAKA ... 35 

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Persentase Bintik Hitam pada Kulit Buah Pisang Barangan Dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Bahan Pemberongsong . 9 

2. Nilai Skoring dengan Berbagai Kategori Tingkat Keparahan Serangan Hama pada Buah Pisang Tanduk. ... 20 

3. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Kekerasan Kulit Buah Pisang Tanduk. ... 23 

4. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Padatan Terlarut Total Buah Pisang Tanduk. ... 24 

5. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Total Asam Tertitrasi pada Buah Pisang Tanduk ... 24 

6. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Bobot Tandan, Bobot Per Sisir dan Bobot Per Buah Pisang Tanduk ... 25 

7. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Rasio Daging/Buah dan Edible Portion Buah pisang Tanduk. ... 27 

8. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Panjang dan Diameter Buah Pisang Tanduk... 27 

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bahan Pemberongsong Tandan Buah Pisang yang Dipergunakan Dalam Penelitian. (a) Plastik Polyethilen Biru, (b) Plastik Polyethilen Putih, (c) Kantong Sak. ... 14 

2. Proses Pembungaan Pisang. (a) Daun Bendera Telah Muncul dan Pangkalnya Membesar, (b) Bunga Mulai Merunduk, (c) Seludang Bunga Pertama Telah Terbuka. ... 15 

3. Cara Melakukan Pemberongsongan Tandan Buah Pisang. (a) Pemberian Lubang pada Plastik Polyethilen Buah dan Penyemprotan Larutan Insektisida, (b) Aplikasi Pemberongsongan, (c) Pengikatan Bahan Pemberongsong. ... 16 

4. Pembuangan Seludang Bunga Pisang di Dalam Bahan Pemberongsong. (a) Pemeriksaan Bahan Pemberongsong, (b) Pembukaan Tali Pemberongsong, (c) Seludang Bunga yang Telah Jatuh. ... 17 

5. Derajat Kekuningan Warna Kulit Buah Pisang Cavendhis. ... 18 

6. Kondisi Tanaman Pisang Tanduk di Lapang Setelah Aplikasi Bahan Pemberongsong. (a) Tanpa Bahan Pemberongsong, (b) Plastik Polyethilen Biru, (c) Plastik Polyethilen Putih, dan (d) Kantong Sak. ... 21 

7. Penimbangan Bobot Buah Pisang Tanduk. (a) Buah Pisang Utuh, (b) Kulit Buah Pisang, (c) Daging Buah Pisang. ... 26 

8. Pengukuran Panjang dan Diameter Buah Pisang Tanduk. ... 28 

9. Perbandingan Tingkat Keparahan Gejala Serangan Hama Tiap Perlakuan. (P0) Tanpa Pemberongsongan, (P1) Polyethilen Biru, (P2) Polyethilen Putih, (P3) Kantong Sak ... 29 

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Klimatologi pada Lokasi Kebun Pisang Tanduk Selama Proses Produksi ... 40 

2. Data Hasil Analisis Tanah Lahan Percobaan Pisang Tanduk ... 40 

3. Contoh Perhitungan Tingkat Keparahan Serangan Hama pada Buah Pisang Tanduk. ... 41 

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang merupakan buah yang penting bagi Indonesia, baik bagi kebutuhan dalam negeri ataupun pemenuhan kebutuhan ekspor ke luar negeri. Produksi pisang berada pada tingkat tertinggi dari sektor komoditas buah yang berasal dari Indonesia, yakni sebesar 6 373 533 ton dengan produksi tertinggi di daerah Jawa Barat sebesar 1 415 694 ton pada tahun 2009 (BPS, 2010). Besarnya produksi ini karena didukung dengan luas panen Indonesia sebesar 107 791 ha dengan produktivitas rata-rata 0.56 ton per ha (Deptan, 2010).

Pisang tidak hanya memiliki keunggulan sebagai komoditas penting yang didukung oleh luas panen dan jumlah produksinya yang selalu menempati posisi pertama, tetapi juga menjadi salah satu buah tropis yang tumbuh di Indonesia dan potensial dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Selain sebagai sumber karbohidrat, pisang juga mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B, dan C) serta mineral (kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium) yang penting bagi tubuh (Abdillah, 2010).

Manfaat pisang yang tinggi ini tidak ditunjang dengan kualitas pisang yang beredar di pasaran. Hal ini dapat disebabkan oleh terbatasnya input dan sistem pertanian yang masih dalam skala kecil (Robinson, 1996). Faktor lain yang menjadi penyebab penurunan kualitas pisang adalah tingginya tingkat serangan hama yang akan mempengaruhi kualitas fisik dari pisang tersebut. Saat ini konsumen sudah lebih selektif dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi, konsumen telah memiliki kesadaraan yang tingi terhadap tingkat kualitas.

(13)

produk pisang yang ditolak oleh industri dan masuk ke pasar induk dengan harga yang jauh lebih rendah. Selain itu, dengan adanya HACCP (hazard analysis critical control point) menyebabkan adanya pengontrolan ketat terhadap komoditas ekspor yang dapat mempersulit pemasaran pisang. Penanganan prapanen dan pascapanen akan menjadi hal yang penting untuk menjaga potensi dan keberlanjutan distribusi pisang baik skala lokal hingga ekspor.

Terdapat beberapa metode dalam mengatasi masalah serangan hama dan meningkatkan kualitas fisik pisang ini, namun belum banyak diterapkan oleh petani. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan pemberongsongan (pembungkusan) terhadap tandan buah pisang dengan plastik polyethilen berwarna biru. Bahan ini banyak digunakan karena kuat, kedap air, dan tahan terhadap zat-zat kimia (Pantastico, 1993). Pada buah mangga, pemberongsongan ini menghasilkan persentase berat kering yang lebih tinggi dan waktu buah menuju kematangan menjadi lebih pendek (Hofman et al.,1997). Warna biru yang tembus cahaya banyak digunakan sebagai bahan pemberongsong karena bahan ini memungkinkan terjadinya transmisi atau perpindahan panas, namun mengurangi kerusakan akibat terbakar sinar matahari (Munasque et al., 1990 dan Robinson, 1996).

(14)

Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pemberongsongan dan jenis bahan pemberongsong terhadap kualitas serta tingkat serangan hama pada buah pisang tanduk.

Hipotesis

1. Perlakuan pemberongsongan memberikan pengaruh terhadap kualitas fisik dan tingkat serangan hama pada buah pisang tanduk.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Pisang Tanduk

Pisang tanduk merupakan varietas yang memiliki ukuran terbesar dalam komoditas pisang. Varietas ini memiliki panjang berkisar antara 25-40 cm, lebar 6-12 cm, dan diameter buah 4.4-4.8 cm. Pada umumnya dalam satu tandan pisang tanduk, terdapat 1-3 sisir yang dipelihara dengan jumlah buah sebanyak 6-10 buah dalam tiap sisirnya. Pisang tanduk memilki bobot buah 300-320 g per buah, dan memiliki potensi hasil 15 kg per tandannya. Pisang ini memiliki kulit berwarna hijau muda saat mentah dan berubah menjadi kuning pada tahap pematangan dengan kadar beta karoten sebesar 0.71 per 100 g. Pisang tanduk yang matang memiliki daging buah berwarna oranye dengan tekstur halus dan derajat kemanisan sebesar 31-33obrix. Pisang tanduk merupakan buah yang tidak mengenal musim, sehingga tersedia sepanjang tahun dipasaran (Ismail and Khasim, 2005; PKBT, 2009). Pisang tanduk dapat segera dipanen dalam usia 124-139 hari setelah bunga mekar. Pada usia ini, buah pisang tanduk memiliki kandungan pati sebesar 30-33% dan kandungan asam sebesar 0.13-0.16% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).

(16)

lebih banyak dan ukuran buah nampak besar, padat, dan relatif seragam (Djohar et al. dan Kismosatmoro, 1999).

Pisang tanduk dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, terutama baik pada tanah aluvial dan gambut dangkal. Pisang ini membutuhkan lereng yang tidak curam karena cukup rentan terhadap kerusakan angin bila ditanam pada daerah perbukitan. Varietas pisang tanduk hanya bisa dipanen sekali selama satu musim tanam. Penanaman kembali harus dilakukan untuk mendapatkan panen pada musim berikutnya. (Ismail and Khasim, 2005).

Pisang tanduk atau lebih dikenal di daerah Lumajang dengan nama pisang agung (Musa paradisiaca var. Typica, AAB group) merupakan salah satu jenis pisang golongan plantain yang diunggulkan. Pisang jenis plantain memiliki kandungan pati dan amilosa yang cukup tinggi sehingga sesuai untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi produk pangan fungsional (Abdillah, 2010). Pisang yang termasuk ke dalam jenis plantain umumnya diolah sebelum dikonsumsi, namun penampilan fisik juga perlu diperhatikan dalam budidaya pisang tanduk ini. Penampilan fisik yang baik akan berpengaruh terhadap daya jual sehingga dapat meningkatkan margin harga yang diterima petani dan dapat menarik minat konsumen.

Terdapat beberapa jenis hama yang dapat menyerang jenis pisang ini. Pisang tanduk relatif tahan terhadap layu fusarium, namun mudah terjangkit bercak daun Sigatoka dan kumbang. Beberapa hama yang menyerang tandan buah pisang antara lain adalah thrips dan Nacolea octasema yang dapat menyebabkan burik dan kudis pada buah. Selain hama, juga terdapat Cendawan jamur yang dapat menimbulkan noda dan luka pada buah pisang.

Hama dan Cendawan Jamur pada Buah Pisang

Thrips (Chaetanaphotrips signipennis)

(17)

noda berbentuk v, luka berair pada buah muda terdapat garis gelap (karat) berbentuk oval, kemerahan pada permukaan buah, dan terdapat luka gelap kemerahan seperti asap di permukaan buah khususnya antara buah (Nakasone and Paull, 1998). Pada serangan yang lebih intensif, akan menyebabkan retak kulit dangkal atau kadang-kadang membelah buah. Hama ini memiliki nilai ekonomi penting pada banyak negara penghasil pisang. Hal ini disebabkan karena ketika buah diserang, nilai jual akan berkurang meskipun kualitas buah tidak terpengaruh. Pisang, anthurium, dan bracaena merupakan inang utama dari hama ini, meskipun tidak spesifik pada varietas pisang tertentu. Hama ini juga tercatat menyerang jeruk, tomat, dan beberapa jenis gulma (Simmond, 1959).

Thrips merupakan serangga yang memiliki tubuh lunak dan mempunyai panjang sekitar 2 mm, memanjang dan berbentuk silinder, memiliki kaki yang ramping dan tidak termodifikasi. Serangga ini memiliki bagian mulut yang asimetris dengan sebuah formasi kerucut di dasar kepala dengan organ penusuk berbentuk kerucut. Serangga ini berkembang biak dengan meletakkan telur di bawah epidermis tunas tanaman, tepi kelopak dan daun muda. Telur thrips juga diletakkan pada buah, di dalam daerah terlindung seperti di antara buah. Telur menetas dalam waktu 1-2 minggu, kemudian larva menyerang dan memakan buah selama sekitar satu minggu sebelum jatuh ke tanah untuk menjadi kepompong. Fase kepompong berlangsung selama 7-12 hari dan tumbuh menjadi serangga dewasa selama 27-112 hari (rata-rata 50-55 hari). Serangga dewasa hidup pada setiap bagian terlindung dari tanaman, hidup dalam kelompok, di bawah kelopak atau daun dan tangkai muda. Serangga dewasa dapat menyebar melalui tandan yang terserang atau melalui angin.

(18)

Burik pada buah (Nacolea octasema)

Larva dari ngengat ini memakan buah pisang yang masih muda, hal ini dapat menimbulkan luka pada permukaan kulit pisang. Selama perkembangan buah, bekas luka ini akan berubah menjadi kudis berwarna hitam. Ngengat dari hama ini akan lebih aktif pada saat musim hujan yang memiliki kondisi basah dan lembab (Gold et al., 2002). Serangan menyebabkan perkembangan buah menjadi terhambat, sehingga menurunkan kualitas buah. Hama ini meletakkan telurnya diantara pelepah bunga segera setelah bunga muncul dari tanaman pisang. Hama langsung menggerek pelepah bunga dan bakal buah, terutama saat buah masih dilindungi oleh pelepah buah. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan membungkus tandan buah saat bunga akan mekar (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).

Bercak pada Buah

Noda berbentuk bintik merupakan gejala serangan yang cukup serius pada kulit buah pisang. Bercak ini umumnya disebabkan oleh Jamur Deightoniella torulosa (Syd.) M. B. Ellis. Bintik ini terjadi saat pisang berada pada stadia matang dengan gejala berupa bercak berwarna coklat kemerahan hingga hitam yang memiliki diameter ± 2 mm dan dikelilingi dengan halo berwarna hitam pekat. Gejala serangan inicenderung lebih berat pada lengkungan luar pada sisir. Jamur ini banyak menyerang saat musim hujan pada daerah dengan tingkat kelembaban yang tinggi dan pada proses budidaya pisang yang tidak terawat (Slabaugh, 1994).

Lubang pada Buah

(19)

Cekungan yang terjadi akan membelah atau robek, namun tidak akan sampai mengenai daging buah.

Gejala serangan akan nampak lebih parah pada buah pisang bagian luar dari tandan, dan ukurannya luka cekungan akan semakin besar saat pematangan. Selain pada buah, jamur ini juga dapat menyerang tangkai dan mahkota buah pisang, sehingga apabila gejala serangan sudah sangat parah akan menyebabkan gugurnya buah. Serangan jamur ini umumnya dapat dicegah dengan melakukan pemberongsongan tandan pisang yang terlebih dahulu telah disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif mancozeb, benomyl dan thiophanate methyl (Slabaugh, 1994).

Bintik pada Buah Pisang

Bintik pada buah pisang yang disebabkan oleh jamur Phyllostictina musarum (Cooke) menyebar luas pada 2-4 minggu setelah bunga mekar. Gejala serangan jamur ini akan meningkat saat buah mulai matang. Gejala yang dihasilkan berupa permukaan kulit buah pisang yang menjadi hitam akibat bintik yang mengumpul membentuk koloni, namun gejala ini tidak berpengaruh terhadap kualitas makan buah pisang. Gejala serangan ini dapat dicegah dengan melakukan sanitasi berupa pemotongan daun yang telah tua dan pemberongsongan pada tandan buah pisang (Jones, 1994).

Pemberongsongan

(20)

Kualitas buah yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan aplikasi pemberongsongan, karena dapat melindungi tandan buah dari kerusakan mekanis dan patologi (Angeles, 1999). Pemberongsongan dapat dilakukan untuk pengendalian penyakit layu bakteri. Pemberongsongan buah dengan plastik transparan dilakukan untuk mencegah datangnya serangga penular. Pemberongsongan dilakukan saat tanaman pisang sudah keluar jantung atau paling lama saat sisir pertama muncul (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberongsongan merupakan cara yang sangat efektif untuk menurunkan intensitas dan persentase keparahan gejala serangan hama pada buah pisang.

Pemberongsongan dilakukan dengan tujuan untuk mengendalikan serangan hama (Thrips sp dan Nacolea sp), cuaca yang buruk maupun kerusakan mekanis lainnya, pada kasus gejala serangan hama pisang barangan di Sumatra Utara. Manfaat lain dari teknologi ini adalah menghasilkan penampakan kulit buah yang mulus (tanpa bintik) dan sesuai kualitas untuk pasar swalayan maupun ekspor, menghindari buah dari kerusakan mekanis karena cuaca buruk, menghindari serangga yang merupakan vektor penyebab penyakit layu, dan menambah berat buah berkisar antara 5-8 % (BPTP Sumut, 2009).

Tabel 1. Persentase Bintik Hitam pada Kulit Buah Pisang Barangan Dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Bahan Pemberongsong.

Bahan Pemberongsong Bintik Hitam pada Buah (%) Umur 1 Bulan Saat Panen

Tanpa pemberongsongan 56.3 95.9

Plastik Biru 00.9 01.0

Net Kasa Putih 00.7 14.0

Sumber : BPTP Sumut, 2009.

(21)

mangga (Mangifera indica cv. ‘Keitt’), meningkatkan persentase warna kuning pada buah mangga menjelang matang. Hal yang sebaliknya terjadi pada persentase warna merah pada kulit yang menurun dengan semakin awalnya dilakukan pemberongsongan. Penyakit pasca panen pada mangga, seperti antraknosa dan stem end rot (SER), yang disebabkan oleh Colletotrichum dan Dothoriella spp., juga dapat dikurangi dengan aplikasi pemberongsongan buah mangga saat produksi.

Keparahan serangan penyakit SER semakin menurun dengan melakukan perlakuan pemberongsongan yang semakin awal, namun pada penyakit antraknosa tidak terjadi penurunan tingkat keparahan penyakit apabila pemberongsongan dilakukan lebih dari 56 hari sebelum dilakukan pemanenan. Pemberongsongan pada buah mangga juga dapat meningkatkan persentase berat kering dan mempercepat waktu panen buah. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberongsongan dapat menaikkan kualitas buah dan mengurangi intensitas serangan hama penyakit dengan meningkat kekebalan alami buah terhadap hama penyakit selama pematangan melalui peningkatan aktivitas senyawa anti jamur. Pemberongsongan juga mungkin dapat mengurangi pertumbuhan organisme yang menyebabkan gagalnya pembungaan, meskipun memiliki efek negatif terhadap menurunnya kualitas warna dan menurunkan konsentrasi kalium didalam buah mangga (Hofman et al.,1997).

(22)

luasan bercak pada kulit dari 3.15 cm2 menjadi 1.49 cm2 dan menurunkan tingkat kerusakan perubahan warna kulit dari 1.17 cm2 menjadi 0.51 cm2 akibat gesekan saat buah mulai tumbuh dan proses pemanenan. Penggunaan plastik polyethylene dengan lubang mikro merupakan sebuah teknologi yang menarik untuk industri pir karena dapat mengurangi kerusakan akibat hama burung dan noda bercak pada kulit, serta meningkatkan kualitas pascapanen buah dengan mengurangi perubahan warna akibat gesekan dan residu kimia (Amarante et al., 2002).

Perlakuan pemberongsongan dengan menggunakan bahan pemberongsong yang memiliki perbedaan tingkat penyerapan cahaya pada buah pir oriental (Pyrus pyrifolia Nakai) berpengaruh nyata terhadap konsentrasi antosianin, total asam organik dan penampakan visual, namun tidak berpengaruh terhadap total gula terlarut (PTT) dan kekerasan buah. Buah pir oriental yang menerima intensitas cahaya yang lebih tinggi, akan memiliki jumlah total akumulasi zat antosianin yang lebih besar, total asam organik yang lebih rendah, serta penampakan visual yang lebih menarik dibandingkan dengan buah yang menerima intensitas cahaya matahari yang lebih rendah (Huang et al., 2009).

(23)
(24)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan di Desa Kopo Cisarua, Bogor dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan Mei 2010 sampai dengan Juni 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan pembungkus buah berupa plastik polyethilen biru, polyethilen putih, kantong sak, bibit pisang tanduk pada stadia pedang dengan tinggi 40-50 cm, pupuk kandang, agensia hayati. Bahan lain yang digunakan meliputi pupuk urea, KCL, SP-36, herbisida, fungisida dan insektisida. Alat yang digunakan timbangan, sprayer, tali, alat-alat pertanian dan alat analisis kimia.

Metode

Penelitian ini dilakukan di lahan seluas 2000 m2. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yaitu bahan pemberongsong (pembungkus) tandan buah. Terdapat 4 taraf perlakuan dengan 3 ulangan untuk setiap perlakuan, sehingga terdapat 12 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 5 tanaman pisang, sehingga diperlukan total populasi 60 tanaman pisang tanduk. Data yang diperoleh diuji dengan sidik ragam, bila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur pada taraf 5%.

Taraf perlakuan yang diberikan yaitu:

P0 : Kontrol (tanpa bahan pemberongsong)

(25)

Ga

Mo

Keteranga

i =1

Yij = N

u

μ = R

αi = P

βj = P

εij = G

Da Tukey's St Pe budidaya operasiona dilakukan pemotong pisang. Ta yang digu direndam lahan, pen ambar 1.

odel linier d

an :

1, 2, 3, 4 ; j Nilai pengam ulangan ke-j Rataan umu Pengaruh pe Pengaruh ul Galat percob ata diuji de

tudentized R

laksanaan pisang tan al produksi beberapa m an jantung ahap pelaks unakan bera dalam fun ngajiran da Bahan Dipergun Biru, (b) dari peneliti

= 1, 2, 3 matan fakto j um erlakuan pe langan ke-j baan engan sidik Range (HSD Pel penelitian nduk sesua i (SOP) pi modifikasi. pisang yan anaan perta asal dari an ngisida deng an pembuata

a

Pemberong nakan Dala Plastik Pol

ian ini adala

Yij = μ +

or perbedaan

erbedaan bah

k ragam, bi D) pada tara

aksanaan P

dimulai d ai dengan t isang rajab Modifikasi ng masih ter ama yang di

akan denga gan dosis 1

an lubang

gsong Tan am Peneliti lyethilen Pu

ah :

+ αi + βj +

n bahan pem

han pembun

ila berbeda af 5%.

Penelitian

dengan me teknik bud bulu (Harti

i dilakukan rsisa dan p ilakukan ad an stadia pe 10 g/l selam

tanam dilak

b

ndan Buah an. (a) Pla utih, (c) Kan

εij

mbungkus b

ngkus buah

a nyata dila

elakukan p didaya berd et al., 20 n pada tahap

enyanggaha dalah penyed edang, yang

ma 30 men kukan sebe

h Pisang astik Polyet ntong Sak.

buah ke-i da

ke-i anjutkan de penanaman dasarkan st 007) yang pan pemup an batang p diaan bibit. g terlebih d

(26)

dilakukan lubang ma Sa dan tanah terpapar m agensia ha kandang p dasar luba Pe setelah tan pisang tan dengan pi jarak 50 c dengan do kedua dila per tanam daun pisan kimia dan Ga Pe waktu bun

. Lubang ta asing-masin aat pembuat h lapisan b matahari. Se ayati Tricho per lubang t ang tanam.

mupukan d naman men nduk yang l sang rajabu cm dari tana osis 150 g u akukan pada man. Selama

ng yang sud manual pad

ambar 2. Pr da (c

laksanaan a nga jantung

a

anam dibua ng 50 cm. Ja tan lubang t bawah, luba etelah itu, lu oderma Sp. anam. Selan dilakukan se ncapai masa ebih pendek ulu. Pupuk aman. Pemu urea, 100 g a 9 BST den a proses pro

dah mengeri da tanaman roses Pemb an Pangkal ) Seludang aplikasi bah pisang sud

a

at dengan u arak tanam y tanam, tana ang tanam ubang tanam dengan dos njutnya bibi ebanyak satu a generatif.

k dan jumla diberikan s upukan per g SP-36 dan

ngan dosis 1 oduksi dilak

ing dan men penggangg

bungaan Pis lnya Memb

Bunga Pert

han pember dah mulai te

ukuran panj yang diguna ah dipisahka dibiarkan m diberi cam

sis 30 g age it ditanam s

u kali pada Hal ini dila ah anakan y

ecara melin rtama dilaku n 200 g KC

150 g urea, kukan sanita nguning, me gu (gulma).

sang. (a) Da besar, (b) tama Telah

rongsong d erbentuk. Ap

b

njang, lebar akan adalah an antara ta terbuka se mpuran pup ensia hayati sampai seba masa veget akukan kar yang lebih s ngkar pada ukan sebula Cl per tanam

100 g SP-3 asi lahan de elakukan pe

aun Bender Bunga M Terbuka.

dimulai den pabila bung

r dan kedal h 2.5 m x 2. anah lapisan elama 1 mi puk kandang

i per 3 kg p atas 5-10 cm

tatif dan satu ena siklus h sedikit diban piringan de an setelah t man. Pemup

6 dan 400 g engan memo

enyiangan s

ra Telah Mu Mulai Merun

gan pengam ga jantung p

(27)

telah mun Pemberon membuka mengguna kantong s atas tidak Ba meter dan lubang ± bertujuan pemberon masuknya tersebut. Ga Pe pemberon buah pisa konsentras bahan ak pernafasan hama yang ncul sempu ngsongan di dan jant akan plastik sak yang di masuk ke d ahan pembe n telah dibe 20 cm hi agar buah p ngsong tidak a air hujan

ambar 3. C Pe Pe Pe nyemprotan ngsong sebe ang. Insekt si 10 ml/L ktif klorpiri n dan racun g menyeran

a

urna, selanju ilakukan pa tung pisan k polyethile iikatkan ke dalam bahan erongsong m erikan luban

ngga mem pisang dapa k terlalu tin

sehingga t

ara Melaku emberian L enyemprota emberongso n insektisi elum dilaku tisida yang larutan sem ifos 200 g n perut. Klo ng, terutama

a

utnya dilak ada saat se ng sudah en biru, plas

pangkal ta n pemberon memiliki u ng dengan menuhi perm

at tetap bere nggi, selain tidak tergen

ukan Pembe Lubang pa an Larut

ongan, (c) P

da dilakuk ukan aplika g digunaka mprot. Insek g/L yang d

orpirifos m a pada hama

kukan aplik eludang bun

mulai mer stik polyeth andan denga ngsong.

kuran panj diameter ± mukaan bah espirasi dan n itu juga nang di dal

erongsongan ada Plastik tan Inse Pengikatan B kan pada asi pembero an adalah

ktisida ini d dapat beker memiliki day a thrips (Rob

b

kasi bahan nga pisang runduk. Pe hilen putih an mengusa

ang 1 mete ± 3 mm den han. Pembe

kelembaba untuk mem lam bahan

n Tandan B k Polyethi

ktisida, Bahan Pemb

permukaan ongsongan

Dursban 2 digunakan rja sebagai ya kerja yan

binson, 199

pemberong pertama b emberongso (transparan ahakan selu

er dan leba ngan jarak erian luban an didalam b mudahkan k pemberong

Buah Pisang ilen Buah

(b) Ap berongsong

(28)

Se pemotong pada pisa jantung ya Se telah gugu tersebut ti pohon pis menahan b Ga Pe saat panen hari dalam mengering Pe tahap pem pengamata tanduk ya telah seluda an terhadap ang tanduk.

ang tersisa s lama masa ur didalam idak membu sang tanduk bobot tanda ambar 4. P P T nentuan saa n yang tepa m keadaan c g, buah pisa

engamatan t manenan da

an destrukt ang telah di

ang telah m p jantung p Hal ini d selama pros penelitian, m plastik pe usuk didalam

k karena b an.

Pembuanga Pemberongs Pembukaan Telah Jatuh.

at panen dil at. Pemanen cerah. Krite ang sudah ti

Pengam

terbagi dala an tahap set tif dan non ipanen dilak

a

membuka da pisang yang disebabkan

ses antesis d dilakukan p emberongso

m bahan. P batang poho

an Seludan song. (a) Pe Tali Pemb

.

akukan untu nan dilaksa eria panen m

idak bersudu

matan dan A

am 3 tahap, telah panen n destruktif kukan setel an terbentuk masih ters karena pisa dan akhir pe

pembuanga ong. Hal in Penyanggaha

on masih r

ng Bunga emeriksaan berongsong, uk mengeta anakan pada mengikuti p

ut serta berw

Analisis Da

yakni tahap n. Pengama

f. Pengama ah terjadi p

b

k dua sisir p sisa, namun ang tanduk embentukan n seludang ni dilakukan

an tidak dil relatif koko

Pisang di Bahan Pem , (c) Seluda

ahui tingkat a waktu pag

edoman dau warna hijau

ata

p setelah pe atan yang d atan terhad perubahan w

pisang, dilak n tidak dilak k tidak mem n buah.

dari bunga n agar selu lakukan terh oh dan san

Dalam B mberongson

ang Bunga

kematanga gi hari atau un bendera u tua.

(29)

pisang berdasarkan derajat kekuningan pisang cavendhis. Derajat kekuningan warna kulit buah dinilai dengan angka 1 sampai 8. Nilai tersebut adalah :

1 : Hijau 5 : Kuning dengan ujung hijau 2 : Hijau dengan sedikit kuning 6 : Kuning penuh

3 : Hijau kekuningan 7 : Kuning dengan sedikit bintik coklat 4 : Kuning lebih banyak dari hijau 8 : Kuning dengan bercak coklat lebih luas

Sumber : www.postharvest.ucedavis.edu

Gambar 5. Derajat Kekuningan Warna Kulit Buah Pisang Cavendhis.

Buah pisang dengan nilai derajat kekuningan 4-6 menandakan buah telah siap untuk dikonsumsi dan dapat segera dilakukan pengamatan. Perubahan warna ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tahapan pematangan buah pisang. Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Kualitas Fisik

(30)

Edible portion dihitung dengan menggunakan rumus :

Edible portion % Bobot daging buahBobot buah x %

2. Total Asam Tertitrasi (TAT)

Pengukuran Total Asam Tertitrasi (TAT) dilakukan dengan menghancurkan bahan, kemudian bahan yang telah hancur tersebut disaring sebanyak 50 g dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air destilata sampai tanda tera. Filtrat diambil sebanyak 25 ml dan diberi 3-4 tetes indikator Phenolphtalein (PP) kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Kandungan TAT dapat dihitung dengan rumus :

100 x (g) pisang contoh bobot

fp x 0.1N NaOH ml bahan) g 100 / 0.1N NaOH (ml

TAT =

fp : faktor pengenceran (100 ml/25 ml)

3. Padatan Terlarut Total (PTT)

Kandungan padatan terlarut total (PTT) diukur dengan menghancurkan daging buah pisang, kemudian diambil sarinya dengan menggunakan kain kasa. Sari buah yang telah diperoleh diteteskan pada lensa refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat pada alat Hand Refractometer dengan satuan oBrix., Lensa refraktometer dibersihkan dengan aquades sebelum dan sesudah digunakan.

4. Kekerasan Kulit Buah

(31)

5. Intensitas Keparahan Serangan Hama pada Buah Pisang

Keparahan serangan hama dapat dihitung dengan rumus Townsend dan Heuberger (1974 dalam Agrios 1975).

Σ

%

I = Keparahan gejala serangan hama

ni = Jumlah buah yang terserang pada kategori ke-i vi = Kategori kerusakan ke-i

N = Jumlah buah yang diamati V = Nilai kategori serangan tertinggi

Intensitas keparahan gejala serangan hama dihitung menggunakan metode skoring.Metode ini dilakukan dengan pengamatan secara manual terhadap 3 buah contoh untuk setiap sisir pada tandan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung dan membandingkan luasan bagian kulit yang memiliki gejala terserang hama berupa burik atau kudis dengan keseluruhan bagian kulit pisang pada masing-masing buah yang digunakan sebagai contoh dengan nilai kategori nilai 0-5. Rincian tingkat keparahan serangan (v) ditentukan berdasarkan tingkat keparahan tiap buah contoh (x) sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai Skoring dengan Berbagai Kategori Tingkat Keparahan Serangan Hama pada Buah Pisang Tanduk.

Nilai Kategori Tingkat Keparahan Serangan Hama

0 Tidak ada serangan

1 0 < x ≤ 20 %

2 21 < x ≤ 40 %

3 41 < x ≤ 60 %

4 61 < x ≤ 80 %

(32)

Ta terdapat b diduga ka kecepatan penelitian saat tanam 6.0 km/jam Ga anaman pisa beberapa tan arena perak n angin yan

sebesar 2.4 man berumu

m yang men

ambar 6. K Ba (b (d

HASIL

ang tanduk p naman yang karan tanam ng menerpa 4 km/jam s ur 11 bulan nyebabkan b

ondisi Tana ahan Pemb b) Plastik Po d) Kantong S

DAN PEM

Kondisi U pada lokasi g mengalam man pisang a tanaman. selama pros n setelah tan beberapa tan aman Pisan berongsong. olyethilen B Sak.

a

c

MBAHAS

Umum percobaan mi roboh da

tanduk yan Kecepatan ses produks nam (BST), naman men

ng Tanduk d . (a) Tanp Biru, (c) Pla

SAN

tumbuh sec n daun yan ng dangkal n angin rat i berlangsu , kecepatan ngalami robo di Lapang pa Bahan astik Polyet

cara baik, n ng sobek. H

(33)

Kecepatan angin yang tinggi juga diduga sebagai penyebab banyaknya daun tanaman yang robek dan patah. Pengamatan secara berkala dilakukan pada pertanaman setelah aplikasi pemberongsongan (Gambar 6). Hal ini dilakukan agar apabila terpaan angin mulai membahayakan tanaman contoh, dapat segera dilakukan penyanggahan terhadap tanaman tersebut.

Kebun lokasi penanaman pisang terletak pada ketinggian 920 m di atas permukaan laut dengan rata-rata curah hujan 269.1 mm/bulan dan jumlah hari hujan rata-rata 22.4 hari/bulan. Suhu rata-rata berkisar 21.3oC, sedangkan kelembaban rata-rata berkisar 85% (Stasiun Meteorologi Citeko, BMKG Bogor). Suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan pisang pada daerah tropis adalah 27 oC. Selain itu, tanaman pisang juga membutuhkan ketersediaan air yang cukup selama pertumbuhannya (Robinson, 1996). Selama proses produksi, pengairan tanaman hanya diperoleh dari air hujan. Daerah dengan tingkat curah hujan yang sangat tinggi mungkin terlalu berawan bagi tanaman untuk dapat berfotosintesis secara optimum, memiliki lebih banyak masalah serangan hama penyakit, dan membutuhkan drainase yang lebih intensif (Nakasone and Paull, 1998).

Lahan yang digunakan sebagai lokasi penanaman merupakan lahan bekas pertanaman ubi dan sayuran. Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk komoditas pisang yang sangat sesuai untuk penanaman yaitu pH tanah berkisar 5.6-7.5 dengan kandungan C-organik lebih besar dari 1.5% (Harti et al., 2007). Berdasarkan kriteria iklim dan tanah menunjukkan bahwa lokasi yang digunakan cukup sesuai untuk pertanaman Pisang Tanduk (Lampiran 2).

(34)

Hasil

Kekerasan Kulit Buah

Tekstur buah merupakan faktor yang penting dalam kualitas makan pada buah pisang. Salah satu faktor yang mempengaruhi tekstur suatu buah adalah kekerasan atau kelunakan kulit buah. Melunaknya buah disebabkan oleh perombakan protopektin yang tidak larut menjadi asam pektat dan pektin yang larut sehingga menyebabkan turunnya ketegaran buah (Mattoo et al., 1993; Pantastico et al., 1993).

Tabel 3. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Kekerasan Kulit Buah Pisang Tanduk.

Perlakuan Kekerasan Buah ( mm/kg/5detik)

Tanpa Pemberongsongan (P0) 22.95 (4.84) Polyethilen Biru (P1) 27.97 (5.27) Polyethilen Putih (P2) 26.96 (5.23)

Kantong Sak (P3) 22.59 (4.75)

Hasil uji F tn

Keterangan : Angka dalam (...) merupakan hasil transformasi √ .

Berdasarkan hasil analisis statistika (Tabel 3), didapatkan hasil bahwa perlakuan perbedaan bahan pemberongsong buah tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan buah pisang tanduk. Perlakuan pemberongsongan dengan bahan kantong sak menghasilkan kekerasan buah sebesar 22.59 mm/kg/5detik. Nilai tersebut memiliki arti bahwa dengan tekanan 1 kg yang diberikan terhadap permukaan buah pisang, tusukan jarum dapat mencapai kedalaman 22.59 mm selama 5 detik.

Padatan Telarut Total

(35)

(Lampiran 4). Gula didalam tanaman akan dirubah menjadi pati dan air pada kondisi suhu yang tinggi, sedangkan pada suhu yang lebih rendah, pati dan air akan dirubah menjadi gula (Preece et al., 2005).

Tabel 4. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Padatan Terlarut Total Buah Pisang Tanduk.

Perlakuan Padatan Terlarut Total (oBrix)

Tanpa Pemberongsongan (P0) 31.53

Polyethilen Biru (P1) 27.71

Polyethilen Putih (P2) 25.14

Kantong Sak (P3) 25.92

Hasil uji F tn

Pengamatan padatan terlarut total dilakukan pada buah yang memiliki tingkat kematangan yang sama tanpa proses pemeraman. Seluruh perlakuan yang diberikan menghasilkan tingkat kemanisan yang sama menurut hasil analisis statistika. Pisang tanduk yang matang memiliki daging buah berwarna oranye dengan tekstur halus dan derajat kemanisan sebesar 31-33obrix (Ismail and Khasim, 2005; PKBT, 2009).

Total Asam Tertitrasi

Perubahan dalam kandungan asam selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemasakan dan tingginya suhu penyimpanan (Pantastico et al., 1993). Berdasarkan data hasil analisis statistika pada Tabel 5, aplikasi pemberongsongan pada tandan buah pisang menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai Total Asam Tertitrasi pada seluruh perlakuan.

Tabel 5. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Total Asam Tertitrasi pada Buah Pisang Tanduk.

Perlakuan Total Asam Tertitrasi ( ml/100 g)

Tanpa Pemberongsongan (P0) 18.22

Polyethilen Biru (P1) 14.62

Polyethilen Putih (P2) 17.51

Kantong Sak (P3) 14.09

(36)

Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil total asam tertitrasi berkisar antara 14.09 sampai 18.22 ml/100 g bahan. Perlakuan seluruh bahan pemberongsong tidak menunjukkan perbedaan dalam menghasilkan nilai total asam tertitrasi yang diperoleh. Total asam tertitrasi cenderung meningkat saat perkembangan buah yang disebabkan oleh proses biosintesis asam malat yang dominan dengan berlanjutnya proses pematangan berikutnya (Mattoo et al., 1993).

Bobot Tandan, Bobot per Sisir, dan Bobot Buah

Pisang tanduk merupakan varietas yang memiliki ukuran terbesar dalam komoditi pisang. Pisang tanduk memilki bobot buah 300-320 g per buah, dan memiliki potensi hasil mencapai 15 kg per tandan (Ismail and Khasim, 2005; PKBT, 2009). Berat tandan, jumlah sisir per tandan, berat buah, jumlah buah per sisir, persentase buah dan kulit, dipengaruhi oleh varietas pisang yang ditanam dan letak buah dalam satu tandan. Ukuran buah pisang yang beragam dalam satu tandan dipengaruhi oleh letak sisir, umumnya semakin ke ujung, ukuran buah pisang akan semakin kecil dan jumlah buah per sisir juga semakin sedikit (Artalina et al., 2005)

Tabel 6. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Bobot Tandan, Bobot Per Sisir dan Bobot Per Buah Pisang Tanduk.

Perlakuan Bobot Tandan Bobot Per Sisir …………. Bobot Per Buah

(kg) …………. (g)

Tanpa Pemberongsongan (P0) 08.30 (2.92) 3.91 277.89 Polyethilen Biru (P1) 14.55 (3.86) 6.68 454.33 Polyethilen Putih (P2) 14.50 (3.87) 5.46 399.78 Kantong Sak (P3) 12.10 (3.47) 4.56 341.33

Hasil Uji F tn tn tn

Keterangan : Angka dalam (...) merupakan hasil transformasi √ .

(37)

Hal ini se (2005) yan buah dan b

Rasio Dag Se akan men disebabka besar dib jaringan gerakan t daging bu secara cep yang sama           Ga Be pisang tan portion d daging/ku terhadap b (Gambar 7 esuai denga ng menunju bobot tanda ging/Kulit lama prose ngalami pe an karena k andingkan menyebabk ekanan osm uah. Nakaso pat pada 40 a daging bu

ambar 7. Pe Ut

erdasarkan d nduk tidak dan rasio ulit buah di

bobot utuh 7).

an hasil pe ukkan bahw an.

Buah dan E

es pertumbu eningkatan. kandungan pada kulit kan peruba mosis dan one and Pa 0 hari perta uah belum b

nimbangan tuh, (b) Kul

data pada T k memberik daging/kuli idapatkan d h buah, bob

[image:37.595.111.502.408.564.2]

a

nelitian We wa pemberia Edible Port uhan atau Simmond gula pada t buah. Per ahan difere menyebabk aull (1998) ama setelah erkembang Bobot Bua lit Buah Pis

Tabel 7, per kan pengaru

it buah. P dengan terle bot kulit da

eerasinghe an pupuk K

tion

penyimpan (1959) m daging me rbedaan ka ensial yang kan air aka ) menyatak h bunga mu

.

ah Pisang Ta sang, (c) Da

rlakuan pem uh yang n Persentase

ebih dahulu an bobot d

b

et al. (200 K dapat men

an rasio da menyatakan

engalami pe andungan g g menyebab

an berpinda kan bahwa

uncul, seme

anduk. (a) B aging Buah P

mberongson nyata terhad

edible por u melakuka daging buah

02) dan Mo ningkatkan b

aging/kulit bahwa ha eningkatan gula pada k

bkan timbu ah dari kul

berat kulit entara pada

Buah Pisang Pisang.

(38)

Tabel 7. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Rasio Daging/Buah dan Edible Portion Buah pisang Tanduk.

Perlakuan Rasio Daging/Kulit Buah Edible Portion ( %)

Tanpa Pemberongsongan (P0) 2.41 70.70

Polyethilen Biru (P1) 2.47 70.89

Polyethilen Putih (P2) 2.04 66.72

Kantong Sak (P3) 1.92 65.94

Hasil uji F tn tn

Buah pisang tanduk yang diamati berada dalam stadia masak sempurna. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Palmer (1971), yang menyatakan bahwa rasio daging/kulit buah berkisar antara 1.21-1.66 dikategorikan sebagai buah yang belum masak sempurna, sedangkan kisaran nisbah antara 2.20-2.70 digolongkan buah telah mencapai masak sempurna.

Panjang dan Diameter Buah

Aplikasi pemberongsongan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap ukuran panjang dan diameter buah pisang tanduk berdasarkan hasil analisis statistika (Tabel 8). Panjang buah yang dihasilkan memiliki kisaran antara 31.8 sampai 38.32 mm, dan diameter buah 3.72 sampai 4.74 mm. Panjang buah dan diameter buah ini akan berbanding positif terhadap berat buah pada pisang (Gambar 8). Semakin besar panjang dan diameter buah, maka bobot buah akan semakin bertambah besar pula.

Tabel 8. Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Panjang dan Diameter Buah Pisang Tanduk.

Perlakuan Panjang Buah (mm) Diameter Buah (mm)

Tanpa Pemberongsongan (P0) 31.80 3.72

Polyethilen Biru (P1) 38.32 4.74

Polyethilen Putih (P2) 37.94 4.22

Kantong Sak (P3) 36.71 3.94

(39)

Ga

Ha maksimum menyataka kultivar, m akhirnya tanduk da berat lebih Tingkat K Pe sangat ny pisang ta pemberon keparahan pisang tan Tabe Tanpa Pem Polyethile Polyethile Kantong S Keterangan

ambar 8. Pe

asil tersebut m apabila di an bahwa b meskipun m

menentuka apat mencap

h dari 0.5 kg

Keparahan

rlakuan pem ata terhada anduk (Ta ngsong tand

n gejala ser nduk.

el 9. Peng Gejal

Perlaku mberongson en Biru (P1) en Putih (P2

Sak (P3) Hasil uji

: Angka-angk yang sama

ngukuran P

t masih men ibandingkan bentuk dan mungkin sa an pertamba

pai ukuran m g.

Gejala Ser

mberongson ap tingkat k

abel 9). dan pisang t

rangan ham garuh Baha la Serangan an ngan (P0) ) 2) i F

ka yang diiku adalah tidak b

Panjang dan

nunjukkan u n dengan pe ukuran akh aja lingkung ahan ukura maksimum rangan Ha ngan pada keparahan g

Perlakuan tidak memb ma yang dit

n Pembero n Hama Bua

Kep

uti oleh huruf berbeda nyata

Diameter B

ukuran buah enelitian seb hir dari bua gan atau in an saat pis dengan pan ma tandan pis gejala seran perbedaan berikan pen

imbulkan p

ongsong ter ah Pisang Ta

parahan Ge

yang sama p pada uji BNJ

Buah Pisang

h pisang tan belumnya. R ah pisang d nteraksi gen sang mulai

njang lebih

sang memb ngan hama

n berbaga ngaruh yang pada permu rhadap Tin anduk. ejala seran 84.81a 20.00b 20.00b 20.00b **

ada kolom ya J taraf 5%

g Tanduk.

nduk yang b Robinson (1 dipengaruhi

netik yang masak. P h dari 40 cm

erikan peng pada kulit ai jenis b g nyata terh ukaan kulit

ngkat Kepar

gan hama (

ang sama dan

(40)

Ha pemberon 1995; Se pemberon penyebab Pengemba Ge dengan pe perlakuan hama terb bahan pem yang rend Ga

al ini sesu ngsongan da

etyowati e ngsongan ju burik pad angan Pertan ejala serang erlakuan tan tanpa pem besar, yakni mberongson ah, yakni se

ambar 9. Pe Pe Bi

uai dengan apat menek

t al, 199 uga dapat da buah p

nian, 2008) gan hama m npa pember mberongsong i sebesar 8 ngan yang h ebesar 20%

erbandingan erlakuan. (P

iru, (P2) Po

hasil pene kan intensit 95; Soemar mengcegah pisang yang . enyebar ham rongsongan gan mengal 84,81% jika hanya meng .

n Tingkat K P0) Tanpa olyethilen Pu

P0

P2

elitian sebe tas seranga

rgono et h serangan g diproduk

mpir diselur (Gambar 9 ami tingkat a dibanding galami kepar

Keparahan G Pemberon utih, (P3) K

elumnya b an hama th al, 1995

hama Na ksi (Badan

ruh permuk 9.P0). Berda

t keparahan g dengan se

rahan gejala

Gejala Seran ngsongan, ( Kantong Sak ahwa perla hrips (Rusdi ). Selain acolea octa Penelitian

(41)

Ga Ba tingginya menyebab berdampak akan meng buah menj

a

ambar 10. B H M P adan Penelit serangan bkan rendah

k negatif te ghambat pe jadi kotor, p

Bekas Seran Hama Burik Muda, (b) K Pisang Suda

tian dan Pen hama pa hnya tingkat erhadap day erkembanga

pucat dan ak

b

ngan Hama k Dan Kudi

Kudis Saat ah Matang.

ngembanga ada perlaku

t produksi d ya saing dan an buah, bur

khirnya men

b

a Yang Men is. (a) Gejal t Pisang M

an Pertanian uan tanpa dan kualitas n harga jua rik atau kud ngeras (Gam

nyebabkan la Burik Sa asih Muda,

n (2008) me pemberon s buah pisa al produk di dis dapat me

mbar 10).

c

Gejala Sera aat Pisang M

, (c) Kudis

enyatakan b ngsongan ang. Hal ini

(42)

Pembahasan

Perlakuan pemberongsongan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan buah. Hasil tersebut dimungkinkan karena tekstur daging atau kelunakan buah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas, praktek budidaya, dan proses pematangan buah (Charles and Tung, 1973). Proses pemecahan pati menjadi gula selama tahap pemasakan yang menyebabkan buah pisang menjadi lunak dipicu oleh sintesis etilen yang selanjutnya mengaktifkan sintesis enzim-enzim perusak dinding sel, seperti misalnya poligalakturonase (Picton et al.,1995). Selain itu, kekerasan kulit buah juga dipengaruhi oleh sifat genetik varietas pisang yang ditanam (Setyowati et al.,2009).

Gula merupakan padatan terlarut utama yang terkandung dalam fruit juices, oleh karena itu padatan terlaut total dapat menjadi tolok ukur untuk menduga tingkat kemanisan pada buah (Kitinoja L. And A.A. Kader, 2002) dan kematangan buah. Buah yang memiliki tingkat kemasakan lebih tinggi akan memiliki tingkat padatan terlarut total yang lebih tinggi dibanding buah yang belum masak. Hasil ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa buah yang lebih masak telah tumbuh lebih cepat dan memiliki waktu yang lebih lama untuk melakukan akumulasi pati yang akan disintesis menjadi gula selama proses pematangan sehingga menghasilkan padatan terlarut total yang lebih besar (Ahmad et al., 2001 ; Winarno, 2002). Keasaman tertitrasi cenderung meningkat saat perkembangan buah pisang, hal ini disebabkan oleh proses biosintesis asam malat yang dominan seiring dengan berlanjutnya proses pematangan berikutnya (Mattoo et al., 1993).

(43)

Gula didalam tanaman akan dirubah menjadi pati dan air pada kondisi suhu yang tinggi, sedangkan pada suhu yang lebih rendah, pati dan air akan dirubah menjadi gula (Preece et al., 2005).

Berat tandan, jumlah sisir per tandan, berat buah, jumlah buah per sisir, persentase buah dan kulit, dipengaruhi oleh varietas pisang dan letak buah pisang dalam satu tandan. Hal ini diduga sebagai penyebab perlakuan pemberongsongan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang dan diameter buah, bobot tandan, bobot per sisir, dan bobot buah pisang tanduk. Hasil panen dan kualitas sangat buah pisang sangat dipengaruhi oleh pemupukan NPK (Harthi, 2009), terutama unsur K (Ganeshamurthy, 2011). Perbedaan lingkungan tumbuh pada masing-masing tanaman pisang dapat menyebabkan bervariasinya ukuran tandan pada varietas yang sama. Tanaman pisang akan tumbuh subur dan dapat menghasilkan tandan yang besar pada lingkungan yang baik (cukup nutrisi dan air). Disamping aspek lingkungan, beragamnya ukuran buah pisang dalam satu tandan juga dipengaruhi oleh letak sisir, umumnya semakin ke ujung, ukuran buah pisang akan semakin kecil dan jumlah buah per sisir juga semakin sedikit (Artalina et al., 2005; Mostafa, 2005; Weerasinghe et al., 2002).

Pemberongsongan tandan buah pisang juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai rasio daging dengan kulit buah dan edible portion. Hal ini diduga karena berat buah dan ukuran buah pisang tanduk yang juga tidak berbeda antara buah yang diberongsong dengan buah yang tidak diberongsong. Thomas et al.,(1983) menyatakan bahwa rasio daging/kulit buah dapat digunakan untuk menentukan tingkat kemasakan buah. Prabawati et al., (2008) menyebutkan bahwa persentase daging buah pisang tanduk sekitar 73% karena bagian kulitnya cukup tebal.

(44)

berkurangnya jumlah hama dilapang (Hofman et al.,1997). Penyemprotan insektisida terhadap bagian dalam bahan pemberongsong sebelum aplikasi pemberongsongan juga dapat memiliki pengaruh yang sama apabila hama berhasil masuk ke dalam bahan pemberongsong.

Perlakuan berbagai jenis bahan pemberongsong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas gejala serangan pada buah pisang. Setiap jenis bahan pemberongsong memiliki intensitas gejala serangan yang sama, yakni sebesar 20%. Hal ini diduga karena hama dan cendawan jamur sudah menempel pada seludang bunga pisang sebelum dilakukan aplikasi pemberongsongan. Selain itu, diduga hama masuk saat dilakukan pembukaan bahan pemberongsong untuk membuang seludang bunga pisang, serta karena besarnya lubang pada bahan pemberongsong yang berukuran ± 3 mm masih memungkinkan sebagai jalan masuknya hama.

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pemberongsongan pada tandan buah pisang tanduk dengan menggunakan beberapa jenis bahan pemberongsong tidak berpengaruh nyata terhadap parameter kekerasan kulit buah, panjang dan diameter buah, PTT, TAT, bobot buah, bobot sisir, bobot tandan, rasio daging/kulit buah dan edible portion.

Pemberongsongan tandan buah pisang tanduk hanya berpengaruh terhadap intensitas keparahan gejala serangan hama yang terjadi pada kulit buah pisang. Buah pisang yang diberongsong dengan berbagai bahan pemberongsong memiliki tingkat keparahan gejala serangan hama yang rendah, yakni berkisar 20%, sedangkan buah pisang yang tidak diberongsong menghasilkan tingkat keparahan gejala serangan hama yang sangat parah, yakni sebesar 84.81%.

Perlakuan jenis bahan pemberongsong yang berbeda tidak mempengaruhi tingkat intensitas keparahan gejala serangan hama. Bahan pemberongsong dari kantong sak dapat menjadi bahan alternatif yang dapat digunakan petani untuk mencegah serangan hama. Bahan kantong sak ini lebih efisien karena harganya yang lebih murah dan mudah didapatkan.

Saran

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Tanduk (Musa Paradisiaca Formatypica) Melalui Proses Fermentasi Spontan Dan Pemanasan Otoklaf Untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten. Tesis. IPB. Bogor.

Ahmad, S., B. Clarke, and A.K. Thomson. 2001. Banana harvest maturity and fruit position on the quality of ripe fruit. Ann. Appl. Biol 139:329-335.

Affandi , D. Emilda, and M. Jawal. 2008. Application of fruit bagging, sanitation, and yellow sticky trap to control thrips on mangosteen. Indonesian journal of Agricultural Science 9(1):19-23.

Agrios, G N. 1975. Plant Pathology, 4th Edition. New York: Academic Press.

Angeles, D.E. 1999. Banana Research and Development Trends, p. 1-28. In D.E. Angeles and L.O. Namuco (Eds). Go Global, Grow Royal Fruit of the Tropics. SEAMEO SEARCA. Philippines.

Artalina, S.S., H. Dj. Noor, S.Umar, dan I. Noor. 2005. Karakteristik buah pisang lahan rawa lebak Kalimantan Selatan serta upaya perbaikan mutu tepungnya. J.Hort 15(2):140-150.

Amarante, C., N. H. Banksa, and S. Max. 2002. Preharvest bagging improves packout and fruit quality of pears (Pyrus communis). New Zealand Journal of Crop and Horticultural Science Vol. 30: 93-98

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Departemen Pertanian. 28 hal.

Balitbangtan. 2009. Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Pisang. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Bogor.

BPS. 2010. Produksi Pisang Nasional. http://www.bps.go.id. [13 desember 2010].

BPTP Sumut. 2009. Teknologi Pemberongsongan Pisang Barangan. BPTP. Sumatra Utara.

Charles, R. J. and M. A. Tung. 1973. Physical, rheological and chemical properties of banana during ripening. Journal of Food Science 38:456–459.

Deptan. 2010. Luas panen dan produktivitas pisang nasional. http://www.deptan.go.id. [13 Desember 2010].

(47)

Djohar, H.H., Wahyuanto, V. S., dan H. Subagyo. 1999. Peluang pengembangan lahan untuk komoditas pisang di Indonesia. Jurnal Litbang Pert 18(2):46-55.

Ganeshamurthy A.N., G. C. Satisha, and P. Patil. 2011. Potassium nutrition on yield and quality of fruit crops wiyh special emphasis on banana and grapes. J. Agric. Sci 24(1):29-38.

Gold, C.S., B. Pinese, and J.E. Pena. 2002. Pest of Banana, p.13-56. In J.E. Pena, J.L. Sharp, and M. Waysoki (Eds). Tropical Fruit Pest and Pollinator. CABI publishing. UK.

Harthi, K. A. and R. A. Yahyai. 2009. Effect of NPK fertilizer on growth and yield of banana ini Northern Oman. Journal of Horticulture and Forestry 1(8):160-167.

Harti, H., Sobir, S. Setyati dan R. Suhartanto. 2007. Acuan Standar Operasional Produksi Pisang Raja Bulu. PKBT LPPM-IPB. Bogor. 78hal.

Hofman, P.J., L.G. Smith, D.C. Joyce, G.I. Johnson, and G.F. Meiburg. 1997. Bagging of mango (Mangifera indica cv. ‘Keitt’) fruit influences fruit quality and mineral composition. Postharvest Biology and Technology 12:83-91.

Huang, C., B. Yu, Y. Teng, J. Su, Q. Shu, Z. Cheng, and L. Zeng. 2009. Effects of fruit bagging on coloring and related physiology, and qualities of red Chinese sand pears during fruit maturation. Scientia Horticulturae 121:149–158.

Ismail S. and N. Khasim. 2005. Integration of banana (Tanduk Variety) with oil palm planted in double avenue planting system. MPOB (Malaysian Palm Oil Board) 265:269-272.

Jia, H. J., A. Araki, G. Okamoto. 2005. Influence of fruit bagging on aroma volatiles and skin coloration of ‘Hakuho’ peach (Prunus persica Batsch). Postharvest Biology and Technology 35:61–68.

Jones, D.R. 1994. Freckle, p.9-10. In R.C. Ploetz, G.A. Zentmyer, W.T. Nishijima, K.G. Rohrbach, and H.D. Ohr (Eds). Compendium of Tropical Fruit Disease. APS PRESS. USA

Kismosatmoro. 1999. Penanganan pascapanen pisang. Bul Pascapanen Hort 1(4):43-48.

(48)

Mattoo, A.K., Murata, E. B. Pantastico, K. Chachin, C.T. Phan, 1993. Perubahan-perubahan Kimiawi Selama Pematangan dan Penuaan. Dalam E. B. Pantastico (Ed). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan : Kamariyani, Gadjah Mada Univ. Press, Yogyakarta

Mostafa, E. A. M. 2005. Response of williams banana to different rates of nitrogen and potassium fertilizers. Journal of Applied Sciences Research 1(1) :67-71.

Munasque, V. S., H. Abdullah, M. E. R. A. Gelido, M. A. Rohaya, and M. Z. Zaipun. 1990. Fruit Growth and Maturation of Banana, p. 33-43. In . A. Hassan and E. B. Pantastico (Eds). Banana Fruit Development, Postharvest Physiology, Handling and Marketing in ASEAN. ASEAN Food handling Bureau. Malaysia.

Nakasone, H.Y and R.E. Paull. 1998. Tropical Fruits. CAB International. USA. 445p.

Pantastico E. B., T. K. Chattopadhyay H. UniversitasM ataram. Subramanyam, 1993. Penyimpanan dan Operasi Penyimpanan Secara Komersial. Dalam E.B. Pantastico (Ed). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan : Kamariyani, Gadjah Mada Univ. Press, Yogyakarta.

Palmer, J. K. 1971. The Bananas. In Hulme, A. C. The Biochemistry of Fruit and Their Products. Academic Press, New York. 2:65-105.

Picton, S., S.E. Gray, and D. Grierson. 1995. Ethylene Genes and Fruit Ripening. In. P.J. Davies (Ed). Plant Hannones : Physiology, Biochemistry, and Molecular Biology. Kluwer Acad Publ. Dordrecht.

Ploetz, R. C. 1994. Banana, p.2-4. In R.C. Ploetz, G.A. Zentmyer, W.T. Nishijima, K.G. Rohrbach, and H.D. Ohr (Eds). Compendium of Tropical Fruit Disease. APS PRESS. USA

Pusat Kajian Buah Tropika. 2009. Profil Produk Pengembangan Buah Unggulan. LPPM-IPB. Bogor.

Prabawati, S., Suyanti dan D.A. Setyabudi. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. 54 hal.

Preece, J. E. and P. E. Read. 2005. The Biology of Horticulture. John Wiley & Sons inc. 514p.

(49)

Rusdianto, U. 1995. Pengaruh umur petik dan pembungkusan tandan terhadap mutu buah pisang kepok. Penelitian Hortikultura 7(1): 54-61.

Setyowati, T., Desmawati, K. Muminin. 1995. Prosiding evaluasi hasil penelitian hortikultura tahun anggaran 1993/1994 dan 1994/1995. 11 Aug.1995/Sulihanti, S.; Krisnawati, Y.; Riati RW, R.; Primawati, N.; Adiyogo, W.; Effendi, K.; Arif-M, K. (eds.). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.

Simmonds, N.W. 1959. Bananas. Longmans. London.466 p

Slabaugh, W.R. 1994. Pitting Disease, p.11-12. In R.C. Ploetz, G.A. Zentmyer, W.T. Nishijima, K.G. Rohrbach, and H.D. Ohr (Eds). Compendium of Tropical Fruit Disease. APS PRESS. USA

Slabaugh, W.R. 1994. Speckle, p.14. In R.C. Ploetz, G.A. Zentmyer, W.T. Nishijima, K.G. Rohrbach, and H.D. Ohr (Eds). Compendium of Tropical Fruit Disease. APS PRESS. USA

Soemargono, A., Harlian, K. Mu'minin. 1995. Pengaruh jenis pembungkus dan saat pembungkusan tandan buah pisang terhadap keefektivan pengendalian thrips (Chaetanaphothrips signipennis). Penelitian Hortikultura 7(2):29-36.

Thomas, P., Nagarajan, P., Paul, P. & Dalal, V. P. 1983. Physicochemical and Respiratory Change in "Dwarf Cavendish" Variety of Banana During Growth and Maturation. J. Food Sci., India. 20(2):51-56.

Turner, D. W. 1997. Banana and Plantain. In: Postharvest Physiology and Storage of Tropical and Subtropical Fruit. S. K. Mitra (eds). CAB International. USA. 423p.

Weerasinghe, P. and N. H. R. Premalal. 2002. Influence of potassium fertilization on growth and yield of embul banana (Musa spp. AAB group) grown in rhodudales under irrigated conditions. Annals of the Sri Lanka Departement of Agriculture. 4:109-117.

Winarno, F. G. 2002. Fisiologi Pasca panen. Embrio Press. Bogor.

(50)
(51)

Lampiran 1. Data Klimatologi pada Lokasi Kebun Pisang Tanduk Selama Proses Produksi.

Lokasi : Stasiun Meteorologi Citeko Lintang : 6º42' LS

Bujur : 106º56' BT Elevasi : 920 m

Sumber : BMKG Dramaga, Bogor

Lampiran 2. Data Hasil Analisis Tanah Lahan Percobaan Pisang Tanduk.

Aspek Metode Nilai Status

pH H2O 4.8 Masam

pH KCl 4.1 Masam

C-Organik (%) Walkley & Black 1.76 Rendah

N (%) Kjeldahl 0.13 Rendah

C/N - 14 Sedang

P2O5 (ppm) Bray 1 28.3 Sangat Tinggi

K2O (ppm) Morgan 67.3 Sangat Tinggi

Sumber : Hasil Analisis Tanah, Balit Tanah Bogor (2010)

Bulan Temperatur (oC)

Kelembaban (%)

Lama Penyinaran

(Jam)

Kecepatan Angin (knot)

Curah Hujan (mm) Hari Hujan

Curah Hujan

Mei 2010 22.4 85 4.7 2.1 21 288.8

Juni 21.4 86 3.4 2.1 18 254.6

Juli 21.3 85 4.1 2.2 21 137.2

Agustus 21.3 86 3.7 1.6 20 304.9

September 21.2 84 3.4 1.6 25 373.8

Oktober 21.3 85 4.0 1.4 25 424.9

November 21.5 86 2.6 1.2 27 285.5

Desember 20.7 87 1.8 1.7 30 290.5

Januari 2011 20.5 88 9.0 * 24 389.0

Februari 20.9 82 3.3 2.0 19 263.0

Maret 21.1 85 2.9 2.0 26 224.0

April 21.3 86 3.2 6.0 24 216.0

Mei 21.5 86 2.4 * 24 175.0

Juni 21.3 77 6.1 5 9 140.7

Jumlah 297.7 1024.1 54.5 29.0 313.0 3767.9

(52)

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Tingkat Keparahan Serangan Hama pada Buah Pisang Tanduk.

Buah Contoh ke- Tingkat Keparahan

% Skor

1 10 1

2 21 2

3 24 2

4 23 2

5 42 3

6 61 4

7 95 5

8 41 3

9 30 2

10 5 1

∑ ni x vi 25

N x V 50

Nilai Keparahan 50%

Σ

%

%

%

Lampiran 4. Sidik Ragam Pengaruh Bahan Pemberongsong terhadap Suhu di Dalam Bahan Pemberongsong Buah Pisang Tanduk.

Sumber Keragaman Derajat bebas

Jumlah kuadrat

Kuadrat

tengah F Hitung Pr > F %KK Perlakuan 5 54.38 10.876 0.84 0.5662 10.3072

pemberongsongan 3 51.90 17.300 1.34 0.3476 ulangan 2 2.48 01.240 0.1 0.91 Galat percobaan 6 77.64 12.940

Umum 11 132.02

(53)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang merupakan buah yang penting bagi Indonesia, baik bagi kebutuhan dalam negeri ataupun pemenuhan kebutuhan ekspor ke luar negeri. Produksi pisang berada pada tingkat tertinggi dari sektor komoditas buah yang berasal dari Indonesia, yakni sebesar 6 373 533 ton dengan produksi tertinggi di daerah Jawa Barat sebesar 1 415 694 ton pada tahun 2009 (BPS, 2010). Besarnya produksi ini karena didukung dengan luas panen Indonesia sebesar 107 791 ha dengan produktivitas rata-rata 0.56 ton per ha (Deptan, 2010).

Pisang tidak hanya memiliki keunggulan sebagai komoditas penting yang didukung oleh luas panen dan jumlah produksinya yang selalu menempati posisi pertama, tetapi juga menjadi salah satu buah tropis yang tumbuh di Indonesia dan potensial dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Selain sebagai sumber karbohidrat, pisang juga mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B, dan C) serta mineral (kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium) yang penting bagi tubuh (Abdillah, 2010).

Manfaat pisang yang tinggi ini tidak ditunjang dengan kualitas pisang yang beredar di pasaran. Hal ini dapat disebabkan oleh terbatasnya input dan sistem pertanian yang masih dalam skala kecil (Robinson, 1996). Faktor lain yang menjadi penyebab penurunan kualitas pisang adalah tingginya tingkat serangan hama yang akan mempengaruhi kualitas fisik dari pisang tersebut. Saat ini konsumen sudah lebih selektif dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi, konsumen telah memiliki kesadaraan yang tingi terhadap tingkat kualitas.

(54)

produk pisang yang ditolak oleh industri dan masuk ke pasar induk dengan harga yang jauh lebih rendah. Selain itu, dengan adanya HACCP (hazard analysis critical control point) menyebabkan adanya pengontrolan ketat terhadap komoditas ekspor yang dapat mempersulit pemasaran pisang. Penanganan prapanen dan pascapanen akan menjadi hal yang penting untuk menjaga potensi dan keberlanjutan distribusi pisang baik skala lokal hingga ekspor.

Terdapat beberapa metode dalam mengatasi masalah serangan hama dan meningkatkan kualitas fisik pisang ini, namun belum banyak diterapkan oleh petani. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan pemberongsongan (pembungkusan) terhadap tandan buah pisang dengan plastik polyethilen berwarna biru. Bahan ini banyak digunakan karena kuat, kedap air, dan tahan terhadap zat-zat kimia (Pantastico, 1993). Pada buah mangga, pemberongsongan ini menghasilkan persentase berat kering yang lebih tinggi dan waktu buah menuju kematangan menjadi lebih pendek (Hofman et al.,1997). Warna biru yang tembus cahaya banyak digunakan sebagai bahan pemberongsong karena bahan ini memungkinkan terjadinya transmisi atau perpindahan panas, namun mengurangi kerusakan akibat terbakar sinar matahari (Munasque et al., 1990 dan Robinson, 1996).

(55)

Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pemberongsongan dan jenis bahan pemberongsong terhadap kualitas se

Gambar

Gambar 5. Derajat Kekuningan Warna Kulit Buah Pisang Cavendhis.
Tabel 7, perrlakuan pemmberongson
Gambar 5. Derajat Kekuningan Warna Kulit Buah Pisang Cavendhis.
Tabel 7, perrlakuan pemmberongson

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk Partisipasi Masyarakat Partisipasi dalam penelitian ini diartikan sebagai kerelaan keterlibatan warga secara aktif baik secara individu maupun berkelompok dalam seluruh

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 194 responden dapat diketahui bahwa terdapat 75 responden (38,6%) yang merupakan nasabah Bank Sampah dengan

a. melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang.. topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar

Dalam hal terdapat perbedaan data antara Petikan DI PA dengan database RKA-K/ L-DI PA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database RKA-K/ L-DI

Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi berganda yang menggambarkan hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan asli Daerah dan Dana Alokasi Umum tehadap

Stoma adalah lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel

Dan turunnya itu sesudah diwajibkannya sholat maktubah dan sesudah turunnya Surat Iqra’ dan Surat Ya Ayyuhal Muddastir dan Imam Mujahid berkata sesungguhnya surat

Tersusunnya Naskah Kerjasama Dalam Urusan Pemerintahan Sumatera Barat 25 Naskah Kerjasama Rp140.000.000 25 Naskah Kerjasama Rp300.000.000 Terwujudnya Penyelenggaraan Otonomi