• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin` Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhyncus) Berbasis Data Satellite Tracking Di Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin` Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhyncus) Berbasis Data Satellite Tracking Di Kalimantan Tengah"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN LANSKAP HABITAT MUSIM DINGIN

SIKEP MADU ASIA (

Pernis ptilorhynchus

) BERBASIS DATA

SATELLITE TRACKING

DI KALIMANTAN BARAT

OKTAVIANA MIFFATULANI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ABSTRAK

Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhynchus) Berbasis Data Satellite Tracking di Kalimantan Barat

Sejak tahun 2003, 49 individu Sikep Madu Asia atau SMA (Pernis ptilorhynchus) telah direkam jejaknya dan sebanyak 47% (23 SMA) telah memilih Pulau Kalimantan sebagai habitat musim dinginnya yang tersusun atas core dan edge habitat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik habitat musim dingin SMA di Kalimantan Barat (Kalbar), membandingkan karakteristik

core dan egde habitat-nya, membandingkan karakteristik habitat musim dingin di Kalbar dan Kalsel, dan menyusun rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin di Kalimantan Barat. Karakteristik lanskap habitat musim dingin dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) yang dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk pengolahan data spasial serta uji t-student dengan untuk membandingkan karakteristik habitat di Kalbar dan Kalsel. Komponen utama yang dihasilkan adalah sepuluh KU untuk core habitat dan 13 KU untuk edge habitat yang dapat menjelaskan masing-masing 77,737% dan 78,027% variasi data di kedua kawasan tersebut. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukannya karakteristik dasar penyusun habitat musim dingin pada core dan edge habitat di Kalbar. Perbandingan karakteristik lanskap habitat di Kalbar dan Kalsel menunjukkan adanya perbedaan secara nyata. Berdasarkan perbandingan lanskap habitat musim dingin SMA di Kalbar dan Kalsel dilakukan penyusunan atas rencana pengelolaan lanskap habitat SMA di Kalbar yang berbeda dengan rencana pengelolaan lanskap habitat di Kalsel. Rencana pengelolaan lanskap ini terdiri atas rencana pengelolaan jangka pendek dan jangka panjang.

Kata kunci : core habitat, edge habitat, sistem informasi geografis, karakteristik habitat, burung pemangsa migran

ABSTRACT

Landscape Habitat Management of Oriental Honey Buzzards (Pernis Ptilorhynchus) Wintering in West Borneo Based on Satellite Tracking

(3)

ii

comparison, both in core and edge habitat, a landscape management plan was arranged. The landscape management plan was composed by short and long term management plan.

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhynchus) Berbasis Data

Satellite Tracking di Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Oktaviana Miffatulani

(6)

ABSTRAK

OKTAVIANA MIFFATULANI. Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhynchus) Berbasis Data Satellite Tracking di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh SYARTINILIA.

Sejak tahun 2003, 49 individu Sikep Madu Asia atau SMA (Pernis ptilorhynchus) telah direkam jejaknya dan sebanyak 47% (23 SMA) telah memilih Pulau Kalimantan sebagai habitat musim dinginnya yang tersusun atas core dan edge habitat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik habitat musim dingin SMA di Kalimantan Barat (Kalbar), membandingkan karakteristik

core dan egde habitat-nya, membandingkan karakteristik habitat musim dingin di Kalbar dan Kalsel, dan menyusun rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin di Kalimantan Barat. Karakteristik lanskap habitat musim dingin dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) yang dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk pengolahan data spasial serta uji t-student dengan untuk membandingkan karakteristik habitat di Kalbar dan Kalsel. Komponen utama yang dihasilkan adalah sepuluh KU untuk core habitat dan 13 KU untuk edge habitat yang dapat menjelaskan masing-masing 77,737% dan 78,027% variasi data di kedua kawasan tersebut. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukannya karakteristik dasar penyusun habitat musim dingin pada core dan edge habitat di Kalbar. Perbandingan karakteristik lanskap habitat di Kalbar dan Kalsel menunjukkan adanya perbedaan secara nyata. Berdasarkan perbandingan lanskap habitat musim dingin SMA di Kalbar dan Kalsel dilakukan penyusunan atas rencana pengelolaan lanskap habitat SMA di Kalbar yang berbeda dengan rencana pengelolaan lanskap habitat di Kalsel. Rencana pengelolaan lanskap ini terdiri atas rencana pengelolaan jangka pendek dan jangka panjang.

Kata kunci : core habitat, edge habitat, sistem informasi geografis, karakteristik habitat, burung pemangsa migran

ABSTRACT

OKTAVIANA MIFFATULANI. Landscape Habitat Management of Oriental Honey Buzzards (Pernis Ptilorhynchus) Wintering in West Borneo Based on Satellite Tracking. Supervised by SYARTINILIA.

(7)

landscape characteristics of core and edge habitats. The basic characteristic between that habitats were not found. According to the landscape characteristics comparison, both in core and edge habitat, a landscape management plan was arranged. The landscape management plan was composed by short and long term management plan.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan untuk kepentngan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merigikan kepentingan IPB

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PENGELOLAAN LANSKAP HABITAT MUSIM DINGIN

SIKEP MADU ASIA (

Pernis ptilorhynchus

) BERBASIS DATA

SATELLITE TRACKING

DI KALIMANTAN BARAT

OKTAVIANA MIFFATULANI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)

Judul : Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin` Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhyncus) Berbasis Data Satellite Tracking Di Kalimantan Tengah Nama : Oktaviana Miffatulani

NIM : A44080022

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Syartinilia, SP,MSi

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB

Dr.Ir.Siti Nurisyah, MSLA

(11)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhynchus) Berbasis Data Satellite Tracking di Kalimantan Barat”. Tujuan

dari penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Syartinilia. SP. MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik serta Ibu Dr. Ir. Siti Nurisyah MSLA selaku Koordinator Mayor Arsitektur Lanskap IPB. Penelitian ini

merupakan rangkaian penelitian dalam kerjasama peneliti yang berjudul “Hibah

Kerjasama Luar Negeri dan Publikasi Internasional No. 203/SP2H/PL/Dit.Litabmas/IV/2012 Tahun Anggaran 2012 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dengan ketua tim Dr Syartinilia SP, MSi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Hiroyoshi Higuchi (Keio University, Jepang) atas kesedianya memberikan izin kepada penulis untuk menggunakan data Satellite Tracking dari individu Sikep Madu Asia (SMA). Juga penulis sampaikan terimakasih juga, kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, 19 Januari 2013

(12)

DAFTAR ISI

Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin SMA 6

Karakteristik Habitat Musim Dingin SMA di Kalimantan Selatan 8

METODOLOGI 8

Karakteristik Core Habitat 26

Karakteristik Edge Habitat 27

Perbandingan Karakteristik Lanskap Habitat Musim Dingin

SMA di Kalbar dan Kalsel 28

PEMBAHASAN 33

Karakteristik Habitat Musim Dingin SMA di Kalimantan Barat 33 Perbandingan Core dan Edge Habitat Musim Dingin SMA di Kalbar

dan Kalsel 37

Perbandingan Karakteristik Habitat Musim Dingin SMA di Kalbar

dan Kalsel 40

Rencana Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin di Kalimantan

Barat 44

(13)

Simpulan 54

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 58

(14)

2. Klasifikasi Kemiringan Lahan 17

3. Data Variabel Lingkungan 19

4. Penduduk Usia Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan

Usaha Utama 25

5. Karakteristik Core Habitat Musim Dingin di Kalimantan Barat 29 6. Karakteristik Edge Habitat Musim Dingin di Kalimantan Barat 30 7. Hasil Uji T-Student Variabel Lingkungan Core Habitat di

Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan 31

8. Hasil Uji T-Student Variabel Lingkungan Edge Habitat di

Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan 32

9. Perbandingan Karakteristik Lanskap Core dan Edge Habitat

di Kalimantan Barat 39

10.Perbandingan Variabel Lingkungan Lanskap Core Habitat di

Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan 42

11.Perbandingan Variabel Lingkungan Lanskap Edge Habitat di

Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan 44

DAFTAR GAMBAR

1. Data Satellite Tracking SMA yang Memilih Habitat Musim

Dingin di Kalimantan Barat 2

2. Kerangka Pikir Penelitian 3

3. Sikep Madu Asia (Pernis ptylorhyncus) 4

4. Mekanisme Satellite Tracking dengan Sistem ARGOS 6 5. Lokasi Penelitian (Provinsi Kalimantan Barat) 9

6. Satellite Tracking Individu SMA 10

7. Peta Distribusi Core dan Edge Habitat SMA di Kalbar 11 8. Peta Penutupan Lahan Provinsi Kalimantan Barat 12

9. Peta Elevasi Provinsi Kalimantan Barat 13

10.Peta Kemiringan Lahan Provinsi Kalimantan Barat 14

11.Bagan Alur Penelitian 15

12.Distribusi Habitat Musim Dingin SMA 49 SMA yang dipasangi PTT

Tahun 2003-2010 16

13.Luas Kelas Penutupan Lahan Provinsi Kalimantan Barat 21 14.Luas Kelas Elevasi Provinsi Kalimantan Barat 21 15.Luas Kelas Kemiringan Lahan Provinsi Kalimantan Barat 21 16.Lanskap Edge Habitat di Hutan Rawa Gambut Pematang Gadung 23 17.Keberadaan SMA di Hutan Rawa Gambut Pematang Gadung 23 18.Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Kalimantan Barat

Tahun 1970-2010 24

(15)

23.Diagram Persamaan dan Perbedaan Karakteristik Lanskap Habitat

Musim Dingin SMA di Kalimantan Barat 38

24.Diagram Persamaan dan Perbedaan Core Habitat Lanskap Habitat

Musim Dingin SMA di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan 41 25.Diagram Persamaan dan Perbedaan Edge Habitat Lanskap

Habitat SMA di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan 43 26.Ilustrasi Kondisi Penutupan Lahan di Antara Core dan Edge Habitat di

Provinsi Kalimantan Barat 47

27.Ilustrasi Hedgerows di Nakashibetsu, Hokkaido Prefecture, Jepang 48 28.Ilustrasi Pembuatan Stepping Stone di Kawasan Perkebunan

Kelapa Sawit 48

29.Ilustrasi Potongan Shelterbelts 49

30.Contoh Restorasi Hutan Mangrove di West Lake Park, Hollywood, USA 50 31.Susunan Penanaman Hutan Mangrove Berdasarkan Zona

Pasang Surutnya 50

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Badan Air 61 2. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Lahan Terbangun 62 3. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Lahan Terbuka 63 4. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Hutan Lahan Kering 64 5. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Hutan Rawa Gambut 65 6. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Hutan Mangrove 66 7. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Lahan Pertanian 67 8. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Semak Belukar Rawa 68 9. Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Sawah 69 10.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Perkebunan Kelapa Sawit 70 11.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Elevasi 0-300 meter 71 12.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Elevasi 300-500 meter 72 13.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Elevasi 500-700 meter 73 14.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Elevasi 700-1000 meter 74 15.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Elevasi Lebih Dari 1000 meter 75 16.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Kemiringan Lahan 0-3% 76 17.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Kemiringan Lahan 3-8% 77 18.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Kemiringan Lahan 8-15% 78 19.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Kemiringan Lahan 15-25% 79 20.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Kemiringan Lahan 25-40% 80 21.Jarak Terdekat (Euclidian Distance) ke Kemiringan Lahan Lebih

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekosistem adalah unit fungsional dasar dalam ekologi yang di dalamnya tercakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik) dan di antara keduanya saling mempengaruhi (Odum diacu dalam Chapman dan Reiss 1999). Struktur ekosistem terdiri dari beberapa komponen, diantaranya komponen abiotik, komponen produsen, komponen konsumen (herbivora, karnivora, dan omnivora), dan komponen pengurai (dekomposer). Keempat komponen tersebut membentuk suatu hubungan dinamis yang dikenal dengan rantai makanan (food chain).

Dalam suatu rantai makanan, burung pemangsa menempati posisi puncak (top predator) dalam suatu rantai makanan. Terdapat dua macam burung pemangsa, yaitu burung pemangsa migran dan burung pemangsa non migran. Sikep madu asia (SMA) merupakan burung pemangsa migran yang mengkonsumsi larva lebah dan sejenis tawon-tawonan. Melalui keberadaan SMA, dapat diketahui ekosistem suatu kawasan masih terjaga dengan baik begitupun dengan kondisi lanskapnya.

Karena peranannya dalam rantai makanan dan home range yang dimiliki oleh SMA sangat luas, SMA dapat dijadikan spesies indikator terhadap ekosistem pada suatu lanskap habitat. Sikep madu asia yang memiliki nama ilmiah Pernis Ptylorynchus memiliki tiga macam habitat untuk menjalani kehidupannya, yaitu habitat berkembang biak (breeding habitat), habitat musim dingin (wintering habitat), dan habitat singgah (stop over habitat). Habitat berkembang biak SMA terdapat di negara Jepang dan ketika musim dingin sedang berlangsung pada habitat berkembang biak, mereka bermigrasi tempat yang lebih hangat untuk melanjutkan hidupnya. SMA melakukan habitat musim dinginnya di Indonesia, Filipina, Semenanjung Malaysia, dan Timor Leste (Syartinilia, Yamaguchi, dan Higuchi 2010).

Sebanyak 49 ekor SMA telah dipasangi alat perekam jejak dan berhasil ditangkap jejaknya oleh satelit ARGOS sejak tahun 2003. Sekitar 47% (23 individu) dari individu yang berhasil direkam jejaknya telah menunjukkan bahwa SMA ini menjadikan Pulau Kalimantan sebagai habitat musim dinginnya (Higuchi dan Pierre 2005). Melalui data tersebut, dapat diketahui bahwa tiga individu SMA memilih Provinsi Kalimantan Barat sebagai habitat musim dinginnya (Gambar 1).Habitat musim dingin SMA terdiri atas dua bagian, yaitu core habitat sebesar 27.528,3 km² (3,7% luas Pulau Kalimantan) dan luas edge habitat adalah 153.463,4 km² (20,7% luas Pulau Kalimantan). Seluas 4.672 km² merupakan core habitat yang termasuk ke dalam kawasan yang dilindungi dan sisa area berada di kawasan yang jauh dari area yang dilindungi. Menurut Syartinila et al. (2010),

core habitat yang ada seluas 1.349.5 km² dan edge habitat seluas 20.155,62 km² di Provinsi Kalimantan Barat.

(18)

(dunia) karena teknologi ini mempermudah suatu individu untuk di rekam jejaknya dimanapun di seluruh dunia pada waktu yang bersamaan (Higuchi dan Pierre 2005).

Berdasarkan data Departemen Kehutanan (2005), Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) memiliki lahan berhutan sebanyak 1,84 juta hektar atau 80% dari luas total kawasan. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat (2009), kerusakan hutan yang terjadi di provinsi Kalbar diakibatkan oleh pembalakan hutan secara liar dan perluasan perkebunan. Data dari Institut Dayakologi dan Sawit Watch (2009) di enam kabupaten di Kalbar, perluasan perkebunan sawit sejak tahun 1980-an hingga 2009 sudah 229 perusahaan yang mendapatkan izin perluasan sawit dengan luas 3,57 juta hektar, namun baru terealisasi sekitar 318.560 hektar. Apabila konversi lahan ini terus menerus berlangsung maka keragaman penutupan lahan yang ada di Provinsi Kalbar ini akan menurun. Dengan menurunnya ragam penutupan lahan maka habitat SMA terus berkurang karena pada dasarnya, satwa liar membutuhkan keragaman lahan untuk habitatnya.

Penelitian karakteristik habitat musim dingin SMA di Kalimantan Barat perlu dilakukan seperti yang telah dilakukan pada penelitian terdahulu di Kalimantan Selatan (Hasanah 2011). Hasil yang diperoleh dari penelitian karaktersitik habitat musim dingin SMA di Kalimantan Selatan atara lain terdapat tiga komponen dasar yang menyusun karakteristik core dan edge habitat, yaitu karakter yang memiliki jarak terdekat dengan elevasi lebih dari 300 meter dan jarak terdekat dengan hutan lahan kering, jarak terdekat dengan hutan rawa gambut, dan jarak terdekat yang memiliki kemiringan lahan 3-8% (agak datar) dan 8-15% (bergelombang) (Hasanah 2011).

Perolehan karakteristik lanskap habitat di Kalsel ini dibandingkan dengan karakteristik lanskap habitat yang ada di Provinsi Kalbar sehingga diperoleh suatu kesimpulan perbedaan atau kesamaan karakteristik lanskap habitat musim dingin pada kedua provinsi tersebut. Selain itu juga, penelitian ini diperlukan untuk memberikan rekomendasi pengelolaan habitat lanskap musim dingin SMA agar dapat terhindar dari ancaman konversi dan fragmentasi lahan yang terus terjadi di Pulau Kalimantan.

(19)

3

Tujuan

1. Mengidentifikasi karakteristik lanskap habitat musim dingin Sikep Madu Asia di Kalimantan Barat

2. Membandingkan karakteristik core dan egde habitat musim dingin Sikep Madu Asia

3. Membandingkan karakteristik lanskap habitat musim dingin Sikep Madu Asia di Kalimantan Barat dengan Kalimantan Selatan

4. Menyusun rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin Sikep Madu Asia di Kalimantan Barat

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi para pemerhati lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati, terutama kepada peminat burung migran (raptors). Selain itu juga, dapat memberikan informasi kepada para pengambil keputusan ataupun pihak pengelola lanskap baik untuk provinsi Kalimantan Barat pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA (Ornithological Society of Japan 2000).

1. Deskripsi Fisik

Sikep Madu Asia tergolong kedalam famili Acciptridae yang berukuran sedang dengan warna gelap dan memiliki jambul kecil. Menurut Asian Raptor Research and Conservation Network atau ARRCN (2012) panjang burung sekitar 53-65 cm, lebar sayap 150-170 cm, berat jantan 0,75-1,28 kg sedangkan betina 0,95-1,49 kg, dan lebar ekor sebesar 24-29 cm. Burung ini bertengger secara berkelompok (Ferguson-Lees dan Christie 2005). Terdapat dua ras Sikep Madu yang berbeda dan kedua ras tersebut memiliki warna yang bervariasi. Tubuh bagian atas coklat, bagian tubuh bawah putih sampai merah sawo matang dan coklat gelap, berbintik-bintik dan bergaris-garis banyak.Pada ekor terdapat garis-garis yang tak teratur. Setiap ras mempunyai bercak di kerongkongan yang umumnya berwarna pucat dan dibatasi coretan hitam, sering mempunyai garis hitam berwarna hitam. Warna iris jingga, warna paruh abu-abu, kaki kuning, dan dari jarak pendek bulu-bulu yang berbentuk sisik di depan mata merupakan ciri khas yang diagnostik. Suara burung ini keras dan bernada tinggi (MacKinnon et al. 1993).

Berdasarkan jenis kelamin, burung ini memiliki beberapa perbedaan, diantaranya :

a. Jantan dewasa : memiliki puncak kepala yang ramping, bulunya berwarna coklat, kepala dan badanya berwarna coklat tua gelap

b. Jantan dewasa khas : memiliki puncak kepala yang panjang, berwarna coklat

c. Betina dewasa : terbang rendah, tidak memiliki puncak, lebih pucat, besar d. Muda: kepala berwarna keputih-putihan, bagian bawah badan berwarna

krem

(21)

5

2. Penyebaran

Menurut Bildstein (2006), Sikep Madu Asia terdistribusi sepanjang wilayah timur dan barat Paleartic dan Indo-Melayu dengan beberapa subspesies yang berbeda. Ras yang berjambul panjang (Pernis torquatus)

tersebar mulai dari semenanjung Thailand dan Malaysia, Sumatera dan Borneo sedangkan Pernis ptilorhynchus tersebar di wilayah Jawa (Ferguson-Lees dan Christie 2005). Tetapi untuk kedua ras tersebut tersebar jarang di Sumatra, Kalimantan dan Jawa Barat. Ras Palearktika timur yang berjambul pendek, Pernis ptylorhinchus orientalis, tersebar di seluruh Sunda Besar sampai ketinggian 1200 m. Kunjungan ini dilakukan pada waktu musim dingin.

3. Kebiasaan, Makanan, dan Perkembangbiakan

Menurut Raptor Indonesia (2010) pada bulan September-November Sikep Madu Asia mengunjungi wilayah Asia Tenggara dalam jumlah yang cukup banyak.Burung pemangsa ini sering mengunjungi hutan pegunungan. Ciri sewaktu terbang yaitu melakukan beberapa kepakan dalam yang diikuti oleh luncuran panjang. Melayang tinggi di udara dengan sayap datar. Semasa bermigrasi, burung ini memiliki kebiasaan aneh yaitu merampas sarang tawon. Makanannya berupa ulat, kepompong, dan larva tawon maupun lebah. Lalat kerbau pun merupakan serangga yang bias dimakan oleh Sikep Madu Asia.

Spesies ini memiliki musim kawin pada umumnya bulan Juni hingga pertengahan September. Sarang Sikep Madu Asia dapat ditemui di Siberia atau Jepang. Umumnya sarang ini memiliki ukuran dengan lebar 80 cm dengan kedalaman 25 cm. Selain di Jepang, sarang Sikep Madu Asia juga dapat ditemukan di India dengan ukuran yang berbeda. Di India, ukuran sarang lebih kecil dengan lebar 40-50 cm dengan kedalaman 20 cm yang terdiri dari ranting kering dan dedaunan hijau (Raptor Indonesia 2010).

Satellite Tracking

Satellite Tracking merupakan salah satu alat yang ampuh untuk mempelajari pergerakan hewan terlebih dalam situasi ketika subjek yang diteliti bepergian dalam skala yang global (Cohn 1999; Webster et al. diacu dalam Higuchi dan Pierre 2005). Alat ini memiliki akurasi 5 km pada hewan besar. US Army

menginisiasi penggunaan PTTs (Platform Transmitter Terminal) untuk dilacak dengan menggunakan satelit ARGOS milik Perancis. Pelacak satelit ini akan mentransmisikan sinyal yang akan ditangkap oleh Satelit NOAA yang keudian akan ditangkap sinyalnya oleh stasiun yang ada di bumi dalam bentuk data. Selanjutnya, data tersebut akan disimpan dalam satelit ARGIS Global Processing Centers dan data tersebut dapat diperoleh melalui internet sehingga dapat diolah secara langsung oleh pengguna (user) di laboratorium (Argos 1996, diacu dalam Yamaguchi & Higuchi2008).

(22)

1000 m); A dan B (tidak ada pendugaan nilai akurasi atau unspecified); dan Z (invalid). Lokasi dengan tingkat akurasi A dan B masih memiliki kemungkinan untuk digunakan seandainya lokasi berdekatan dengan kelas-kelas akurasi lainnya. Data yang diperoleh menjadi tidak valid apabila burung mati, PTT terlepas, daya tahan baterai habis, dan baterai yang menggunakan energi matahari tidak berfungsi pada burung yang mati. Distribusi habitat musim dingin SMA dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme Satellite Tracking dengan ARGOS (Sumber : Yamaguchi dan Higuchi 2008)

Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin SMA

Habitat adalah ekologi atau lingkungan dalam suatu kawasan yang dihuni oleh beberapa spesies binatang, tumbuhan, atau organisme lainnya (Wikipedia 2012). Habitat merupakan salah satu komponen penting yang mendukung ekosistem dalam suatu lanskap. Tiap-tiap habitat suatu spesies memiliki jenis lanskap yang berbeda-beda. Di dalam suatu lanskap habitat, terdapat suatu bentuk ekosistem yang menyusun habitat tersebut. Proses rantai makanan, proses biogeokimia, dan alur energi terdapat di dalamnya (Forman dan Gordon 1986).

(23)

7

SMA yang tergolong ke dalam burung pemangsa migran memiliki tiga habitat utama, yaitu habitat berkembang biak, habitat musim dingin, dan habitat singgah (stop over). Populasi SMA dapat ditemui di beberapa belahan dunia yang berbeda sehingga masing-masing habitat burung pemangsa migran memiliki ekologi yang berbeda-beda juga.

1. Habitat berkembang biak

Persentase burung pemangsa migran meningkat seiring bertambahnya garis lintang yang ada di bumi ini (Kerlinger diacu dalam Bildstein 2006). Pada habitat ini, seluruh burung migran melakukan proses reproduksi untuk menghasilkan individu baru dari masing-masing jenisya.

2. Habitat musim dingin

Habitat musim dingin didefinisikan sebagai area dimana spesies burung migran tinggal di dalam area yang kurang dari diameter 30 km dalam kurun waktu 24 jam (Higuchi & Pierre 2005). Hal ini dilakukan untuk menghindari musim dingan yang keras pada habitat berkembang biak sehingga suatu spesies dapat terus bertahan hidup.

3. Habitat singgah (Stop Over)

Habitat singgah atau stop over adalah tempat yang menjadi rute migrasi dan dijadikan tempat singgah sementara sekitar satu minggu atau lebih ketika sedang melakukan migrasi (Bildstein 2006). Tempat ini merupakan tempat berkumpulnya burung pemangsa migran sebelum sampai ke habitat musim dingin.

Menurut ARCCN (2012), pengurangan hutan hujan dataran rendah di Indonesia mengakibatkan pengurangan habitat musim dingin bagi SMA. Lanskap habitat suatu spesies terdiri atas core habitat (habitat inti) atau interior merupakan habitat dengan potongan inti dari edge habitat (habitat pinggir) yang menyediakan isolasi dari gangguan luar seperti bising, angin, radiasi surya, dan peningkatan predator dan habitat pinggir (edge habitat) adalah tempat dimana sekumpulan tumbuhan bertemu atau dimana daerah suksesi atau kondisi vegetasi dengan sekumpulan tumbuhan lain (Tietje 2000). Luas area ini dihasilkan melalui kajian jarak migrasi dari suatu spesies dan didefinisikan sebagai habitat yang berada pada daratan yang digunakan sebagai area hidup atau berkembang biak (Porej et al.2004)

Edge habitat memiliki ragam efek pada suatu kawasan alami (Rowley et al.

(24)

Karakteristik Lanskap Habitat Musim Dingin SMA di Kalimantan Selatan

Studi karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA ini sebelumnya pernah dilakukan di Provinsi Kalimantan Selatan dengan mengidentifikasi core dan edge habitat di kawasan tersebut. Hasanah (2011) menyatakan bahwa terdapat tujuh komponen utama yang dinilai sebagai karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA di core habitat dan delapan komponen utama pada edge habitat. Terdapat tiga komponen utama yang menyusun karakteristik dasar pada core dan

edge habitat musim dingin SMA, diantaranya adalah karakteristik lanskap yang memiliki jarak terdekat ke elevasi lebih dari 300 meter dan jarak terdekat ke hutan lahan kering, jarak terdekat ke hutan rawa gambut, dan jarak terdekat ke kemiringan lahan 3-8% (agak datar) dan 8-15% (bergelombang) (Hasanah 2011). Pada core habitat terdapat beberapa komponen utama lainnya yang menyusun karakteristiknya, yaitu jarak terdekat ke sawah dan semak belukar, jarak terdekat ke badan air, dan jarak terdekat ke rawa gambut. Komponen utama yang menyusun karakteristik edge habitat lainnya yaitu jarak terdekat ke hutan mangrove, dan jarak terdekat ke hutan rawa gambut (Hasanah 2011).

METODOLOGI

Tempat dan Waktu

Penelitian pengelolaan lanskap habitat sikep madu asia ini dilakukan di provinsi Kalimantan Barat. Lokasi penelitian dipilih melalui peta distribusi core

dan edge habitat SMA di Pulau Kalimantan (Syartinilia et al. 2010).Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Kegiatan penelitian ini berlangsung sejak bulan Juni 2012 hingga bulan Januari 2013.

Alat dan Bahan

(25)

9

(26)

Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang disajikan pada Tabel Jenis, Bentuk, dan Sumber Data. Data spasial yang digunakan berbentuk raster dan vektor.

Tabel 1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data

No Jenis Bentuk Sumber

1 Data satellite tracking individu

SMA

Vector, titik ARGOS, 2006-2010

2 Peta distribusi Core dan Edge

habitat SMA Kalimantan Barat

Raster, kategori

Resolusi (250mx250m)

Syartinilia et al, 2010

3 Peta penutupan lahan Raster, kategori Laboratorium Remote

Sensing Fakultas Kehutanan

IPB

4 Peta Elevasi Raster, kontinu

Resolusi (30mx30m)

ASTER DEM

5 Peta kemiringan lahan Raster, kontinu

Resolusi (30mx30m)

Dihasilkan dari ASTER DEM

(27)

11

(28)
(29)

13

(30)
(31)

15

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap diantaranya inventarisasi, analisis, dan output seperti yang tercantum pada bagan alur penelitian, Gambar 11.

Inventarisasi

Karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA Kalbar serta perbandingannya dengan Kalimantan

(32)

1. Inventarisasi

Inventarisasi merupakan tahapan pengumpulan data non-spasial dan spasial. Data non-spasial yang digunakan merupakan data-data sekunder yang diperoleh melalui pustaka (buku, jurnal, dsb). Data spasial yang dikumpulkan merupakan jenis data yang telah tercantum pada Tabel 1. Peta penutupan lahan, peta elevasi, dan peta kemiringan lahan digunakan untuk menghasilkan variabel lingkungan habitat musim dingin SMA. Sebanyak 49 SMA telah dipasangi PTT yang berfungsi sebagai transmitter Satellite Tracking untuk merekam jejak spesies tersebut. Berdasarkan data satellite tracking, terdapat 23 individu SMA yang melakukan migrasi musim dinginnya ke Pulau Kalimantan (Gambar 12) dan tiga individu SMA yang memilih habitat musim dingin di Provinsi Kalimantan Barat dengan nomor platform 40782, 66553, dan 84430. Nomor platform 40782 telah di-track sejak tahun 2007 sampai tahun 2008, nomor platform 66553 telah di-track sejak tahun 2006 hingga 2008, dan nomor platform 84430 telah di-track sejak tahun 2008 hingga 2009.

Gambar 12. Distribusi Habitat Musim Dingin 49 SMA yang Dipasangi PTT Tahun 2003-2010

2. Analisis

Terdapat dua macam analisis yang dilakukan pada kegiatan penelitian ini, yaitu analisis karakteristik lanskap habitat musim dingin SMA di Kalbar dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi dan analisis perbandingan karakteristik lanskap habitat SMA di Kalbar dengan Kalsel.

2.1. Pangkalan Data Variabel Lingkungan

(33)

17

peta kemiringan lahan. Peta penutupan lahan yang diperoleh dari Laboratorium Remote Sensing Fakultas Kehutanan ini memiliki resolusi 50 x 50 meter. Peta ini kemudian diklasifikan menjadi sepuluh variabel, peta elevasi diklasifikasikan menjadi lima variabel, dan peta kemiringan lahan diklasifikasikan menjadi enam variabel. Peta elevasi dan kemiringan lahan diperoleh dari ASTER DEM dengan resolusi 30 x 30 meter yang kemudian diperkecil resousinya menjadi 50 x 50 meter sehingga keseluruhan peta memiliki resolusi yang sama. Pengklasifikasian kemiringan lahan dibagi ke dalam beberapa kelas sesuai dengan SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No.: 683/Kpts/Um/8/1981 (Tabel 2). Masing-masing variabel lingkungan tersebut diolah dengan menggunakan bantuan software ArcGIS dan Erdas Imagine dengan ekstensi Spatial Analyst Tools dan diubah menjadi peta jarak (Euclidean Map).

Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lahan

Kelas Kemiringan Lahan (%) Klasifikasi

I 0-3 Datar

Untuk mendapatkan peta jarak, masing-masing peta diubah melalui proses reclassify atau recode. Pemberian nilai 1 untuk nilai variabel lingkungan yang ingin dijadikan peta jarak dan pemberian nilai 0 untuk variabel lingkungan yang tidak diinginkan sehingga diperoleh peta binary

yang berbentuk raster. Selanjutnya, peta yang berbentuk raster diubah menjadi peta yang berbentuk vector. Data yang bernilai 0 dihilangkan sehingga hanya data yang bernilai 1 tersisa. Hasil data vector tersebut yang kemudian diubah menjadi peta jarak (Euclidian Map). Peta jarak berfungsi untuk memberikan informasi tentang jarak dari setiap sel raster ke sumber terdekat. Daftar variabel lingkungan dapat dilihat pada Tabel 3 dan peta jarak masing-masing variabel tercantum pada Lampiran 1 hingga Lampiran 21.

2.2. Analisis Karakteristik Lanskap Habitat SMA di Kalbar

Untuk memperoleh karakteristik lanskap habitat SMA di Kalbar, analisis dengan menggunakan SIG dan analisis statistika dilakukan. Peta distribusi

(34)

jarak terdekat terhadap titik sampling core dan edge habitat. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode statistika, yaitu analisis komponen utama (AKU). Komponen utama merupakan kombinasi linear dari peubah yang diamati, informasi yang terkandung pada komponen utama merupakan gabungan dari semua peubah dengan bobot tertentu (Mattjik 2001). Antar komponen utama bersifat orthogonal, tidak berkorelasi dan informasinya tidak tumpang tindih. AKU menjadi penting untuk dilakukan karena dengan menggunakan AKU tingkat kepentingan dari variabel lingkungan pada masing-masing core dan edge habitat dapat diketahui sehingga dapat disusun suatu rencana pengelolaan yang tepat sasaran. Analisis statistika ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel dengan plug-in XL Stat. Untuk memperoleh sebaran data yang relevan, digunakan metode rotasi varimax dengan Kaiser Normalization.

2.3.Analisis Perbandingan Karakteristik Lanskap Habitat SMA di Kalbar dengan Kalimantan Selatan (Kalsel)

Perbandingan karakteristik lanskap habitat SMA di Kalbar dengan habitat SMA di Kalsel diperoleh melalui uji t-student (t-test). Perbandingan karakteristik ini dilakukan atas masing-masing variabel lingkungan di core

serta edge habitat. Menurut Kurniawan (2008), uji t-student berpasangan adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak bebas (berpasangan) sehingga analisis ini dianggap tepat untuk membandingkan rata-rata dari dua grup. Perbandingan habitat di kedua prrovinsi ini menjadi penting karena melalui hasil perbandingan kedua habitat musim dingin yang berada di Kalbar dan Kalsel ini dapat diambil suatu keputusan apakah pengelolaan lanskap di kedua kawasan tersebut sama atau berbeda. Uji ini menggunakan bantuan software Microsoft Excel dengan plug-in XLstat.

2.4.Analisis Rencana Pengelolaan Lanskap Habitat Musim Dingin SMA di Kalimantan Barat

Analisis penyusunan pengelolaan lanskap habitat SMA dilakukan dengan cara mengidentifikasikan hasil AKU yang telah diperoleh. Identifikasi ini dilakukan dengan cara melihat tingkat kepentingan variabel lingkungan pada hasil AKU yang telah diperoleh dan menyesuaikan rencana pengelolaan dengan kondisi actual yang ada di tapak melalui data sekunder. Semakin tinggi tingkat kepentingan variabel lingkungan, maka variabel lingkungan tersebut yang memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dalam rencana pengelolaan lanskap habitat musim dingin SMA di Kalimantan Barat.

3. Output

(35)

19

Tabel 3. Daftar Variabel Lingkungan

No Variabel Lingkungan Singkatan Sumber

1 Jarak Terdekat ke Badan Air JTBA

2 Jarak Terdekat ke Lahan Terbangun JTBG 3 Jarak Terdekat ke Lahan Terbuka JTBK 4 Jarak Terdekat ke Hutan Lahan Kering JTHK 5 Jarak Terdekat ke Hutan Rawa Gambut JTHR 6 Jarak Terdekat ke Hutan Mangrove JTMG 7

Jarak Terdekat ke Lahan Pertanian dan

Perkebunan JTPS

8 Jarak Terdekat ke Semak Belukar Rawa JTSB

9 Jarak Terdekat ke Sawah JTSH

10 Jarak Terdekat ke Perkebunan Sawit JTST

11 Jarak Terdekat ke Elevasi 0-300 meter JTE1 Ekstraksi dari ASTER DEM yang Dibuat Menjadi Peta

Euclidean Distance

12 Jarak Terdekat ke Elevasi 300-500 meter JTE2 13 Jarak Terdekat ke Elevasi 500-800meter JTE3 14 Jarak Terdekat ke Elevasi 800-1000 meter JTE4 15 Jarak Terdekat ke Elevasi >1000 meter JTE5 16 Jarak Terdekat ke Kemiringan Lahan 0-3% JTK1

17 Jarak Terdekat ke Kemiringan Lahan 3-8% JTK2

21 Jarak Terdekat ke Kemiringan Lahan >40% JTK6

HASIL PENELITIAN

Kondisi Umum

Kondisi umum penelitian terdiri atas letak administratif, kondisi biofisik, kondisi sosial budaya, kebijakan pemerintah mengenai penggunaan tata ruang, dan hasil survai.

1. Letak Administratif

(36)

Kalimantan Barat dengan luas yang beribu kota di Kota Pontianak ini memiliki batas administrasi sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia, sebelah selatan Laut Jawa dan Kalimantan Tengah, sebelah timur Kalimantan Timur, dan sebelah barat Laut Natuna dan Selat Karimata. Wilayah administratif Kalimantan Barat dibagi menjadi 14 kota/kabupaten, yaitu Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Kayong Utara (Bappeda Provinsi Kalbar 2011).

2. Kondisi Biofisik

Secara umum, Provinsi Kalimantan Barat merupakan daerah dataran rendah yang memiliki ratusan sungai dengan luas 146.727 km2. Wilayah ini diapit oleh dua jajaran pegunungan, yaitu Pegunungan Kalingkang/Kapuas Hulu di bagian utara dan Pegunungan Schwaner di selatan sepanjang perbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2012).

Sebagian besar provinsi memiliki tekstur tanah terdiri dari jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan persentase luasan areal sekitar 17,28% dari areal Provinsi Kalimantan Barat seluas 14,7 juta hektar. Hamparan tanah ini sebagian besar berbukit dan bergunung yang berada di pegunungan patahan yang tersebar luas di Pegunungan Kapuas Hulu dan Pegunungan Muller di Kabupaten Kapuas Hulu. Sedangkan pada daerah pesisir, sebagian besar memiliki jenis tanah OGH (Organosol, Gley dan Humus) dan tanah Aluvial yang sebagian besar terdapat di Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, Ketapang, dan Sambas (BPKH Wilayah III Kalbar 2011).

Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas sepuluh kelas penutupan lahan, yaitu badan air, lahan terbangun, lahan terbuka, hutan lahan kering, hutan rawa gambut, hutan mangrove, hutan lahan pertanian dan perkebunan, semak belukar rawa, sawah, dan perkebunan sawit. Jenis penutupan lahan yang mendominasi provinsi Kalbar adalah hutan lahan kering dengan luas area penutupan lahan 7.433.723 ha. Ragam luas penutupan lahan Provinsi Kalbar dapat dilihat pada Gambar 13.

(37)

21

elevasi 300-500 meter, elevasi 500-800 meter, elevasi 800-1000 meter, dan elevasi lebih dari 1000 meter. Kelas elevasi yang mendominasi adalah elevasi 0-300 meter dengan luas 11.994.293 ha (Gambar 14). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa Provinsi Kalbar didominasi oleh dataran rendah.

Gambar 13. Luas Kelas Penutupan Lahan Provinsi Kalimantan Barat

(Sumber : Laboratorium Remote Sensing Fakultas Kehutanan IPB)

(38)

Gambar 15. Luas Kelas Kemiringan Lahan Provinsi Kalimantan Barat (Sumber : ASTER DEM)

Kemiringan lahan Provinsi Kalbar dibagi menjadi enam kelas. Kelas kemiringan lahan yang mendominasi adalah 3-8% dengan total area 20.494.890 ha (Gambar 15). Provinsi Kalbar memiliki klasifikasi kemiringan lahan yang didominasi oleh kelas kemiringan agak datar.

BPKH Wilayah III Pontianak (2011) menyatakan bahwa Kalimantan Barat memiliki wilayah yang luas dan banyak daerah kecamatan yang terpisahkan oleh sungai sehingga untuk mencapainya tidak hanya cukup dengan kendaraan darat tetapi juga dengan menggunakan kendaraan air seperti perahu motor (speedboat). Jalan raya yang memiliki fungsi sebagai penghubung dan mempermudah mobilitas penduduk dan perdagangan dari dan ke suatu daerah berperan penting dalam menunjang kelancaran kegiatan ekonomi dan kegiatan kegiatan lainnya secara umum. Panjang jalan yang tersedia sampai dengan tahun 2008 tercatat sampai dengan 15.929 km yang terdiri dari 9,89% jalan negara, 10,39% jalan provinsi dan 79,71% jalan yang menghubungkan kabupaten/kota (BPS Prov. Kalbar, 2011).

Menurut BPHK III Pontianak (2011), sungai besar utama yang terdapat di Provinsi Kalimantan Barat adalah Sungai Kapuas yang juga merupakan sungai terpanjang di Indonesia yang mengalir dari hulu di Kabupaten Kapuas menuju ke hilir di Kota Pontianak. Panjang Sungai Kapuas mencapai 1.086 km, dimana sepanjang 942 km diantaranya dapat dilayari. Secara umum, Provinsi Kalimantan Barat terbagi menjadi 27 sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan skala prioritas pengelolaan konservasinya. DAS terluas adalah DAS Kapuas mencapai luas 10.156.053,50 Ha dan DAS yang terkecil adalah DAS Begunjai yang hanya seluas 7.872,77 Ha

Core habitat SMA di Kalimantan Barat terletak di empat kabupaten, antara lain Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Ketapang. Edge habitat SMA di Kalimantan Barat memiliki luasan yang lebih besar daripada core habitat dan tersebar diseluruh Provinsi Kalimantan Barat. Edge habitat yang terletak di Hutan Rawa Gambut Pematang Gadung didominasi oleh beberapa jenis penutupan lahan, yaitu hutan rawa, lahan persawahan, semak belukar, dan lahan terbuka (Gambar 17). Vegetasi yang mendominasi di daerah rawa adalah Koompasia excelsa,

(39)

23

Gambar 16. Lanskap Edge Habitat di Hutan Rawa Gambut Pematang Gadung (Sumber : Andre Sutjipto 2012)

Gambar 17. Keberadaan Sikep Madu Asia di Hutan Rawa Gambut Pematang Gadung (Sumber : Andre Sutjipto 2012)

3. Kondisi Sosial Budaya

(40)

18). Jumlah penduduk Kalimantan Barat tahun 2012 sekarang ini berjumlah 4.484.378 jiwa dengan rincian 51,12% berjenis kelamin laki-laki dan 48,88% berjenis kelamin perempuan. Rata-rata pertumbuhan penduduk terbesar terjadi di Kapuas Hulu dengan laju pertumbuhan 2,2% per tahun dan laju pertumbuhan penduduk terendah di daerah Sambas dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0,9% per tahun. Ragam suku yang ada di Provinsi Kalimantan Barat terdiri atas suku Dayak sebanyak 43%, Sambas sebanyak 15%, Tionghoa 11%, Jawa 11%, Kendayan sebanyak 10%, dan Melayu sebanyak 10 % dari total penduduk Kalbar (BPS Kalbar 2010). Ragam suku di Kalbar tersaji dalam Gambar 19.

Gambar 18. Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Kalimantan Barat Tahun 1970-2010 (Sumber : BPS Kalbar 2010)

Menurut sensus Biro Pusat Statistik atau BPS Kalbar (2012), lapangan pekerjaan utama masyarakat Provinsi Kalbar adalah lapangan kerja di bidang pertanian dengan total 1.387.700 jiwa atau 64% dari total penduduk yang berusia produktif (diatas 15 tahun). Total area sawah irigasi menurut Portal Indonesia (2012) mencapai 61.138 ha dan ditambah dengan sawah non-irigasi seluas 373.480 ha. Produksi pertanian di Kalimantan Barat didominasi oleh hasil pertanian buah-buahan dengan total produksi 380.900 ton di tahun 2010 (Gambar 20). Produksi palawija, sayur mayur, dan tanaman hasil hutan di provinsi ini, yaitu 207.182 ton, 64.218 ton, dan 4.457 ton (Portal Indonesia 2012).

Penduduk dengan mata pencaharian pertanian tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Barat, dengan pola sebaran mata pencaharian yaitu sub sektor kehutanan dan perkebunan mayoritas berada di daerah hulu seperti Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Sanggau,

1970 1980 1990 1995 2000 2010

(41)

25

Sekadau, dan Ketapang. Sedangkan penduduk dengan mata pencaharian di sub sektor pertanian tanaman pangan khususnya tanaman padi dan tanaman pangan lain, pada umumnya tersebar di wilayah pesisir seprti Kabupaten Sambas, Bengkayang, Pontianak dan Landak. Jika dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar penduduk yang bekerja di bidang pertanian berlatar pendidikan setingkat SD atau tidak tamat SD. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan penduduk yang bermata pencaharian di bidang industri, perdagangan, atau sektor jasa yang memiliki kecenderungan berpendidikan lebih tinggi, yaitu setingkat SMP atau SMA.

Gambar 19. Ragam Suku yang Tinggal di Provinsi Kalimantan Barat (Sumber : BPS Kalbar 2010)

Gambar 20. Total Produksi Pertanian Provinsi Kalimantan Barat 2010 (Sumber : Portal Indonesia 2012)

Tabel 4. Penduduk Usia Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama Pendidikan

Lapangan Usaha

Total

Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lain-lain

(42)

Pendidikan

Lapangan Usaha

Total

Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lain-lain

Sekolah Dasar 414.663 30.467 53.254 22.527 63.759 584.670 SMP/Sederajat 209.150 24.490 59.247 28.823 50.628 372.338 SMA/

Sederajat 97.493 20.683 97.787 80.918 53.666 350.547 Universitas 4.072 2.076 9.967 67.593 8.855 92.563 Total 1.266.432 100.955 273.265 222.152 232.521 2.095.325

(Sumber : BPS Prov. Kalbar 2011)

4. Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengelolaan Tata Ruang

Peraturan Presiden mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Kalimantan Tahun 2005 menyatakan bahwa kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya hayati dan ekosistemnya. Salah satu tujuan dari RTR Pulau Kalimantan ini adalah menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang antara kawasan yang berfungsi lindung dan budidaya dalam satu ekosistem pulau dan perairannya.

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat No.5 Tahun 2004 mengenai rencana tata ruang wilayah Provinsi Kalimantan Barat menyatakan bahwa tujuan pemanfaatan ruang wilayah antara lain menyelenggarakan peraturan pemanfaatan ruang wilayah yang berwawasan lingkungan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional serta daya dukung lingkungan dan mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan diiringi pengembangan kualitas sumber daya manusia. Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang, ditetapkan beberapa cara, diantaranya adalah pengelolaan kawasan lindung dan pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, serta tata guna sumber daya lainnya. Strategi yang ditetapkan untuk pemeliharaan kawasan lindung sebagai berikut: a. Mengembalikan fungsi kawasan lindung yang telah terganggu secara

bertahap

b. Mengupayakan agar kawasan lindung yang berada di kawasan perbatasan wilayah kabupaten/kota dijadikan suatu kesatuan yang serasi dan terpadu

c. Melaksanakan berbagai kegiatan untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan

d. Pengembangan kerjasama regional penanganan dampak lingkungan

Karakteristik Core Habitat

(43)

27

variabel lingkungan yang merupakan komponen utama pada masing-masing urutannya. Variabel lingkungan yang merupakan komponen utama 1 (KU1c) dengan nilai variability dan eigen value masing-masing sebesar 6,475 dan 23,746%, terdiri atas jarak terdekat ke badan air (JTBA), jarak terdekat ke lahan terbuka (JTBK), jarak terdekat ke hutan mangrove (JTMG), dan jarak terdekat dengan elevasi lebih dari 300 meter. Dapat disimpulkan bahwa SMA memilih

core habitat pada kawasan hutan mangrove pada elevasi lebih dari 300 meter. Jarak rata-rata terdekat ke hutan mangrove yang diperoleh adalah 14,5 km.

Karakteristik kedua (KU2c) yang dihasilkan oleh analisis komponen utama terdiri ada jarak terdekat ke jarak terdekat ke semak belukar rawa (JTSB) dan jarak terdekat ke sawah dan perkebunan (JTSB). Rata-rata jarak terdekat kepada masing-masing karakter adalah 4,5 meter. Karakteristik ketiga (KU3c), variabel lingkungan yang dipilih oleh SMA sebagai habitat musim dingin adalah jarak terdekat ke kemiringan lahan 25-40% dengan rata-rata jarak 7,1 km.

Karakteristik keempat (KU4c) yang diperoleh adalah jarak terdekat ke lahan terbangun dengan jarak rata-rata 15,3 km ke karakteristik tersebut. Pada karakteristik kelima (KU5c), karakteristik keenam (KU6c), dan karakteristik ketujuh (KU7c), variabel lingkungan yang dipilih SMA sebagai habitat musim dinginnya antara lain jarak terdekat ke elevasi 0-300 meter (JTE1), jarak terdekat ke kemiringan lahan 3-8% (JTK2), dan jarak terdekat ke kemiringan lahan (8-15%). Rata-rata jarak terdekat terhadap masing-masing karakteristik antara lain 0.00016275 meter, 1,9 km, dan 2,9 km.

Karakteristik kedelapan (KU8c) yang didapat adalah jarak terdekat ke hutan rawa gambut (JTHR) dengan jarak rata-rata 3,7 km. Pada karakteristik kesembilan (KU9c) dan kesepuluh (KU10c), variabel lingkungan yang dipilih oleh SMA terdiri atas jarak terdekat ke kemiringan lahan 0-3% (JTK1) dan jarak terdekat ke kemiringan lahan 15-25% (JTK3). Rata-rata jarak terdekat yang dihasilkan oleh masing-masing karakteristik antara lain 26,4 km dan 0,3 km.

Karakteristik Edge Habitat

Hasil dari analisis komponen utama (AKU) adalah 13 komponen utama yang dapat menjelaskan 78,027% dari variasi data bagi karakteristik lanskap edge habitat musim dingin di Provinsi Kalimantan Barat (Tabel 5). Variasi karakteristik di edge habitat lebih beragam dikarenakan luas wilayah edge habitat jauh lebih besar dibandingkan dengan core habitat. Di dalam Tabel 5, sel yang memiliki tulisan berwarna merah merupakan variabel lingkungan yang merupakan komponen utama pada masing-masing urutannya. Pada edge habitat,

diidentifikasikan bahwa terdapat dua karakteristik utama (KU1e) sebagai penyusunnya, yaitu jarak terdekat ke semak belukar rawa (JTSB) dan jarak terdekat ke sawah dan perkebunan (JTSH) dengan nilai variability dan eigen value

masing-masing sebesar 6,557 dan 10,955%. Dapat disimpulkan bahwa KU1 yang menyusun edge habitat merupakan suatu bentuk lanskap pertanian dengan rata-rata jarak terdekat terhadap masing-masing karakteristik adalah 7,28 km.

(44)

ke elevasi 300-800 meter (JTE3) dan jarak terdekat ke elevasi 800-1000 meter (JTE4e) sehingga dapat disimpulkan bahwa KU2e edge habitat adalah jarak terdekat ke elevasi 300-1000 meter. Rata-rata jarak terdekat ke masing-masing karakter adalah 0,003 meter.

Karakteristik keempat (KU4e), kelima (KU5e), dan keenam (KU6e) yang telah diperoleh yaitu jarak terdekat ke perkebunan kelapa sawit (JTST) dan jarak terdekat ke lahan terbuka (JTBK), jarak terdekat ke kemiringan lahan 8-15% (JTK3), dan jarak terdekat ke hutan rawa gambut (JTHR). JTST memiliki rata-rata 32,9 km. JTK3 memiliki rata-rata 3,4 km. JTHR memiliki rata-rata 3,8 km. Karakteristik ketujuh yang diperoleh adalah jarak terdekat ke elevasi lebih dari 1000 meter dengan jarak rata-rata 26,3 km.

Untuk karakteristik kedelapan (KU8e), kesembilan (KU9e), dan kesepuluh (KU10e), masing-masing hasil yang diperoleh adalah jarak terdekat ke lahan terbangun (JTBG), jarak terdekat ke kemiringan lahan 0-3% (JTK1), dan jarak terdekat ke kemiringan lahan 3-8% (JTK2). Rata-rata jarak untuk KU8 adalah22,6 km sedangkan rata-rata jarak KU9 dan KU10 adalah 4,6 km dan 2,7 km. Jarak terdekat ke elevasi 0-300 meter merupakan karakteristik kesebelas (KU11e) dengan rata-rata jarak 0,01 meter. Karakteristik keduabelas (KU12e) yang didapat adalah jarak terdekat ke hutan lahan kering (JTHK) dengan rata-rata 7,7 km. Karakteristik terakhir (KU13e) yang dihasilkan adalah jarak terdekat ke kemiringan lahan 15-25% (JTK4) dengan rata-rata 3,4 km.

Perbandingan Karakteristik Lanskap Habitat Musim Dingin di Kalimantan Barat dengan Kalimantan Selatan

(45)

29

Tabel 5. Karakteristik Core Habitat Musim Dingin di Kalimantan Barat Variabel

JTBA : Jarak Terdekat ke Badan Air JTBG : Jarak Terdekat ke Lahan Terbangun JTBK : Jarak Terdekat ke Lahan Terbuka JTHK : Jarak Terdekat ke Hutan Lahan Kering JTHR : Jarak Terdekat ke Hutan Rawa Gambut JTMG : Jarak Terdekat ke Hutan Mangrove

JTPS : Jarak Terdekat ke Pertanian/ Semak/Perkebunan JTSB : Jarak Terdekat ke Semak Belukar Rawa JTSH : Jarak Terdekat ke Sawah

JTST : Jarak Terdekat ke Perkebunan Kelapa Sawit

(46)

Tabel 6.Karakteristik Edge Habitat Musim Dingin di Kalimantan Barat Variabel

Lingkungan KU1e KU2e KU3e KU4e KU5e KU6e KU7e KU8e KU9e KU10e KU11e KU12e KU13e

JTBA 0.088 -0.059 0.004 0.473 -0.083 0.053 -0.186 0.117 0.090 0.183 0.082 0.098 -0.174 JTBG 0.234 -0.046 0.002 0.162 -0.040 0.081 0.010 0.912 0.010 0.044 0.087 0.136 -0.056 JTBK 0.213 -0.096 0.002 0.740 -0.009 0.090 -0.133 0.245 0.124 0.162 0.179 0.177 -0.113 JTE1 0.282 -0.043 0.001 0.204 0.036 0.080 -0.140 0.096 0.094 0.073 0.886 0.103 -0.047 JTE2 -0.138 0.222 -0.008 -0.174 0.021 -0.019 0.241 -0.075 -0.120 -0.115 -0.069 -0.068 0.199 JTE3 -0.002 0.001 1.000 0.001 -0.002 -0.001 0.002 0.001 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.001 JTE4 -0.002 0.001 1.000 0.001 -0.002 -0.001 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000 -0.001 0.001 JTE5 -0.134 0.104 0.007 -0.203 0.009 -0.062 0.912 0.009 -0.071 -0.033 -0.130 -0.057 0.030 JTHK 0.312 -0.079 -0.003 0.213 -0.007 0.130 -0.064 0.158 -0.010 0.000 0.108 0.871 -0.080 JTHR 0.092 -0.002 -0.001 0.092 0.022 0.976 -0.052 0.069 -0.018 -0.001 0.062 0.094 -0.010 JTMG -0.040 0.139 0.004 -0.028 0.008 0.080 0.097 -0.048 -0.063 -0.100 0.000 -0.023 0.053 JTPS 0.303 -0.089 0.001 0.184 -0.022 0.073 -0.110 0.246 0.119 0.032 0.176 0.150 -0.106 JTSB 0.931 -0.065 -0.003 0.158 0.020 0.060 -0.077 0.126 0.063 0.089 0.136 0.140 -0.072 JTSH 0.931 -0.065 -0.003 0.158 0.020 0.060 -0.077 0.126 0.063 0.089 0.136 0.140 -0.072 JTST 0.252 -0.081 0.001 0.861 0.035 0.088 -0.170 0.068 0.138 0.194 0.135 0.133 -0.043 JTK1 0.174 -0.108 0.001 0.268 0.031 -0.003 -0.036 0.049 0.947 0.145 0.074 -0.001 -0.101 JTK2 0.098 -0.086 0.000 0.151 0.046 -0.021 -0.066 0.011 0.180 0.879 0.079 -0.006 -0.043 JTK3 0.029 0.035 -0.004 0.011 0.995 0.021 0.007 -0.031 0.040 0.022 0.025 -0.005 0.030 JTK4 -0.118 0.135 0.002 -0.090 0.037 -0.012 0.029 -0.055 -0.043 -0.085 -0.042 -0.067 0.931

JTK5 -0.089 0.257 -0.002 -0.080 -0.015 0.043 0.097 -0.031 -0.105 -0.138 -0.002 -0.039 0.242 JTK6 -0.127 0.869 0.003 -0.119 0.053 -0.004 0.118 -0.054 -0.108 -0.110 -0.046 -0.080 0.164

Eigenvalue 6.857 2.138 2.000 1.318 1.199 0.980 0.917 0.806 0.757 0.720 0.568 0.532 0.502

Variability

(%) 10.955 4.690 9.524 9.110 4.818 4.890 5.047 5.050 5.016 4.665 4.626 4.466 5.171

(47)

31

Keterangan :

JTBA : Jarak Terdekat ke Badan Air JTBG : Jarak Terdekat ke Lahan Terbangun JTBK : Jarak Terdekat ke Lahan Terbuka JTHK : Jarak Terdekat ke Hutan Lahan Kering JTHR : Jarak Terdekat ke Hutan Rawa Gambut JTMG : Jarak Terdekat ke Hutan Mangrove JTPS : Jarak Terdekat ke Pertanian/ Semak/Perkebunan

JTSB : Jarak Terdekat ke Semak Belukar Rawa JTSH : Jarak Terdekat ke Sawah

JTST : Jarak Terdekat ke Perkebunan Kelapa Sawit

JTE1 : JarakTerdekat ke Elevasi 0-300 meter JTE2 : Jarak Terdekat ke Elevasi 300-500 meter JTE3 : Jarak Terdekat ke Elevasi 500-700 meter

JTE4 : Jarak Terdekat ke Elevasi 700-1000 meter JTE5 : Jarak Terdekat ke Elevasi lebih dari 1000 meter

JTK4 : Jarak Terdekat ke Kemiringan Lahan 15-25%

JTK5 : Jarak Terdekat ke Kemiringan Lahan 25-40%

(Two Tailed) Alpha Kesimpulan Hasil

(48)

Hipotesis : 

H : Variabel Tidak Berbeda Nyata

1

H : Variabel Berbeda Nyata

Tabel 8. Hasil Uji T-student Variabel Lingkungan Edge Habitat di Kalimantan

Tailed) Alpha Kesimpulan Hasil

JTBA 349.673 1.960 < 0.0001 0.05 Tolak Ho Variabel Berbeda Nyata

H : Variabel Tidak Berbeda Nyata

1

(49)

33

PEMBAHASAN

Karakteristik Habitat Musim Dingin SMA di Kalimantan Barat

Migrasi adalah bagian utama dari siklus kehidupan dari banyak burung pemangsa di dunia dengan tujuan untuk bertahan hidup. Hal ini dikarenakan persediaan makanan di habitat berkembangbiaknya tidak mencukupi lagi akibat pengaruh cuaca sehingga mereka harus bermigrasi menuju ke daerah yang memiliki persediaan makanan yang lebih mencukupi. Menurut Hutto (1985) terdapat dua faktor yang mempengaruhi pemilihan habitat suatu spesies, yaitu faktor intrinsik (dari dalam habitat) seperti ketersediaan makanan dan keterlindungan dari predator serta faktor ekstrinsik (dari luar habitat) seperti bantuan angin dan arah angin. Kebutuhan burung dalam berkembang biak dan bertahan hidup terdiri atas ketersediaan makanan, tempat untuk berkembang biak, tempat untuk beristirahat sementara, dan bernyanyi (Hutto 1985).

Pada habitat musim dinginnya, kebutuhan SMA yang utama adalah ketersediaan makanan dan tempat beristirahat sementara. Makanan utama SMA adalah larva lebah dan tawon yang jatuh ke permukaan tanah, lubang pohon, bahkan diambil langsung dari sarangnya (ARRCN 2012). Selain itu juga, SMA mengkonsmsi lebah dewasa, tawon dewasa, lalat, dan serangga lainnya serta mamalia kecil, reptil, telur, dan burung-burung kecil. Suku dayak Mate-Mate di Kalimantan Barat menginformasikan bahwa terdapat enam spesies pohon utama yang merupakan pohon inang dari lebah madu (de Jong 2000). Menurut Harmonis et al. (2006), koloni lebah Apis dorsata didapati bersarang pada beberapa jenis pohon seperti Banggeris (Koompassia exelsa), Rambai Laut (Sonneratia caseolaris), Lomu/Jelemu (Canarium dichotomum), Nyawai (Ficus variegata), Meranti (Shorea sp.), Kapur (Dryobalanops sp.), Keruing Dipterocarpus sp.), Bangkirai (Shorea laevifolia), Rengas (Gluta renghas), Kapuk (Ceiba petandra), Karet (Hevea brasiliensis), Laban (Vitex pubescens), Perupuk (Lophopetalum sp.), Putat (Planchonia valida), Kejawi dan Panggang. Banggeris merupakan pohon inang yang paling dominan di seluruh lokasi penelitian dan pohon ini dikenal sebagai pohon madu (bee trees).

Habitat musim dingin SMA tersusun atas core dan edge habitat. Kedua habitat ini memiliki karakteristik yang berbeda.

1. Karakteristik Core Habitat di Kalimantan Barat

(50)

adalah larva lebah dan tawon-tawonan. Menurut Harmonis et al. (2006), rambai laut atau Sonneratia caseolaris adalah pohon inang bagi koloni lebah yang termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae yang berada di daerah pesisir dengan tipe hutan bakau. Pada tahun 2009, kondisi hutan mangrove di Provinsi Kalimantan Barat memiliki total luas 153,327 hektar (BPKH Wilayah III Pontianak 2011). Elevasi lebih dari 300 meter didefinisikan sebagai kawasan yang didalamnya terdapat jenis-jenis pohon inang yang disukai oleh koloni lebah.Pohon inang yang disukai lebah umumnya tergolong ke dalam famili Dipterocarpaceae (Harmonis et al. 2006). Dipterocarpaceae merupakan sekelompok tumbuhan pada daerah beriklim basah dan tumbuh pada ketinggian dibawah 1000 meter serta memiliki ukuran sangat besar dengan ketinggian pohon mencapai 70-85 meter (Wikipedia 2012).

Hasil KU2c merupakan kawasan lanskap pertanian dengan jenis penutupan lahan sawah dan semak belukar rawa. Lanskap pertanian merupakan suatu bentuk lanskap yang penting bagi habitat SMA. Hal ini dikaitkan dengan keberadaan makanan SMA, yaitu larva lebah. Koloni suatu lebah membutuhkan nektar dari bunga untuk membangun sarangnya. Nektar tersebut diperoleh lebah dari tanaman liar atau tanaman berbunga yang ada pada suatu lahan pertanian.

Hasil KU3c adalah kawasan yang memiliki karakteristik kemiringan lahan pegunungan (25-40%). Pegunungan merupakan rangkaian jajaran yang dibatasi oleh dataran tinggi atau dataran yang melewati punggung gunung atau Lembah (Wikipedia 2012). Habitat SMA dapat ditemukan pada kawasan dataran rendah, hutan pegunungan, serta lembah sungai dan bersarang pada pohon-pohon tinggi (ARRCN 2012). Karakteristik lanskap ini merupakan karakteristik lanskap yang dapat membentuk thermal wind yang membantu SMA untuk terbang. Angin termal ini merupan kombinasi antara variasi landform dan cuaca yang baik (ARRCN 2012).

Hasil KU4c merupakan lanskap yang berdekatan dengan aktifitas manusia.

Burung migran dapat digolongkan sebagai spesies “fugitive”, yaitu spesies yang

mampu bertahan dan beradaptasi di suatu habitat baru dalam jangka waktu yang relatif singkat (MacArthur et al. diacu dalam Rappole dan Jones 2003). Menurut Rappole dan Jones (2003), salah satu kategori yang menjadi habitat dari spesies

fugitive” adalah kawasan hutan hujan tropis sebagai habitat musim dinginnya. Sebagian besar burung migran tidak menggunakan kawasan hutan hujan tropis sebagai habitat musim dinginnya karena kawasan tersebut telah ditempati oleh burung non-migran yang telah memiliki territorial kekuasannya sehingga burung migran terpaksa untuk memilih habitat sekunder, marginal, bahkan habitat yang sudah tidak alami lagi.

(51)

35

Gambar 21. Luas Area Penutupan Lahan Core Habitat Musim Dingin SMA di Kalimantan Barat

Karakteristik keenam (KU6c) dan karakteristik ketujuh (KU7c) yang merupakan kawasan dengan kemiringan lahan agak datar dan bergelombang. Kedua karakter tersebut erat kaitannya variasi bentukan lahan yang mempengaruhi thermal wind atau angin termal. Burung pemangsa menggunakan angin termal dan udara vertikal untuk meluncur dan melambung untuk melintasi jarak yang jauh dengan pengeluaran energi minimal (Bildstein 2006). Angin termal ini merupan kombinasi antara variasi landform dan cuaca yang baik (ARRCN 2012).

Karakteristik kedelapan diinterpretasikan sebagai kawasan hutan rawa gambut. Hutan rawa gambut merupakan bentuk kekayaan ekologi yang khas di Kalimantan Barat (BPHK Wilayah III Pontianak 2011). Hutan rawa primer yang ada di provinsi ini seluas 28.007 ha dan 1.582.922 ha sebagai hutan rawa sekunder. Karakteristik penutupan lahan hutan rawa gambut ini berkaitan dengan kecukupan makanan dari SMA karena pada hutan rawa gambut didapati beberapa spesies Dipterocarpaceae yang merupakan pohon inang dari lebah madu, seperti Koompasia spp. dan Dipterocarpus spp.

Karakteristik kesembilan (KU9c) dan karakteristik kesepuluh (KU10) diinterpretasikan sebagai kawasan dengan kemiringan lahan berbukit dan datar. Kedua karakter tersebut merupakan karakteristik yang berhubungan dengan

thermal wind yang terbentuk atas variasi kemiringan lahan. 2. Karakteristik Edge Habitat di Kalimantan Barat

Gambar

Gambar 1. Data Satellite Tracking SMA  yang Memilih Habitat Musim Dingin di
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 4. Mekanisme Satellite Tracking dengan ARGOS (Sumber : Yamaguchi
Gambar 5. Lokasi Penelitian (Provinsi Kalimantan Barat)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Click to view Web Link, click Chapter 6, Click Web Link from left navigation, then click Multifunction Peripherals below Chapter 6.. Other

Setelah dilakukan pemeriksaan darah rutin dan PT/ APTT , pada tanggal 19 Maret 2012 pasien dirawat dengan diagnosis kerja suspek TB laring + radang kronis paru

In the present study, AlNH 4 (SO 4 ) 2 .12H 2 O as a major component for phenolic compounds precipitation was added to the extraction buffer in order to chemical coagulation

Dalam penelitian ini, KOSamf dapat dimodifikasi dengan memfungsionalisasi gugus aldehid yang terdapat pada rantai ujung KOSamf melalui reaksi reduktif

Hadhrat Masih Mau’ud as juga mengatakan di tempat lain bahwa pembicara mereka bukan berpikir bagaimana agar pidato kuliah mereka harus mengesankan hati para pendengar dan

Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang tertuang dalam empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relasi, dan maksim cara dalam acara

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, kenikmatan dan hidayah-Nya sehingga sampai saat ini masih bisa beribadah kepada- Nya, serta penulis

Bagaimana dengan kecukupan jumlah atau kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan di elemen 1: kebijakan dan kepemimpinan di proyek X pada tahun 2014. Apakah