• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profile and efficacy of whole-plant corn silage juice against Escherichia coli and Salmonella sp. isolated from feses of diarrheic calves

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profile and efficacy of whole-plant corn silage juice against Escherichia coli and Salmonella sp. isolated from feses of diarrheic calves"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL JUS SILASE JAGUNG DAN KEMAMPUANNYA

DALAM MENGHAMBAT Escherichia coli dan Salmonella sp.

YANG DIISOLASI DARI FESES PEDET DIARE

FRANKY NINTHTAS GURNING

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Profil Jus Silase Jagung dan Kemampuannya dalam Menghambat Escherichia coli dan Salmonella sp. yang Diisolasi dari Feses Pedet Diare adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Franky Ninthtas Gurning

(4)
(5)

RINGKASAN

FRANKY NINTHTAS GURNING. Profil Jus Silase Jagung dan Kemampuannya dalam Menghambat Escherichia coli dan Salmonella sp. yang Diisolasi dari Feses Pedet Diare. Dibimbing oleh NAHROWI dan DEWI APRI ASTUTI.

Masa pre-ruminant merupakan masa krusial dalam pembesaran pedet baik sebagai calon bakalan maupun sebagai induk pengganti. Angka mortalitas yang tinggi pada pedet prerumimant terutama dipicu oleh munculnya peristiwa diare. Bakteri coliform seperti: Escherichia coli dan Salmonella adalah bakteri gram negatif penghuni saluran pencernaan dan umumnya berada dalam jumlah rendah pada ternak normal. Namun, dalam kondisi pedet diare jumlah koloni bakteri

coliform akan lebih banyak dibanding bakteri asam laktat (BAL). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi profile jus silase jagung berumur tujuh puluh hari dan mengkaji aktivitas antibakteri yang dihasilkan dalam menghambat bakteri

Escherichia coli dan Salmonella yang diisolasi dari pedet diare.

Penelitian ini meliputi tiga tahap. Tahap pertama adalah produksi jus silase jagung. Silase jagung dibuat dengan mencacah seluruh batang, bonggol, biji dan daun membentuk ukuran 1-2 cm. Bahan dimasukkan kedalam kantong plastik setebal 0.35 mm yang dilapis double, divakum dan disimpan dalam suhu ruang 25-28 oC. Silase jagung yang telah disimpan selama tujuh puluh hari dipress menggunakan pressan hidrolik untuk mendapatkan jus. Profil jus silase jagung kemudian dievaluasi terhadap kandungan asam-asam organik, jumlah koloni bakteri asam laktat (BAL) dan nilai pH.

Tahap kedua adalah isolasi bakteri Eschericihia coli dan Salmonella sp. dari pedet diare yang ditandai dengan nilai skor feses 3-4. Escherichia coli

diisolasi dengan menggunakan media Levine’s-Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar dan dilanjutkan dengan uji Indol, Methyl-Red, Voges Proskaeur, Sitrat (IMViC), uji pewarnaan gram dan uji hemolisis darah. Sementara itu Salmonella

sp. diisolasi dengan menggunakan media Salmonella Shigella Agar dan dilanjutkan dengan uji IMViC, uji TSIA, pewarnaan gram dan hemolisis darah.

Tahap berikutnya adalah pengujian aktivitas antibakteri jus silase terhadap

Escherichia coli dan Salmonella sp. dengan meggunakan metode difusi sumur agar. Larutan antibiotik komersil VITA Tetra-Chlor® dengan konsentrasi 50 µg/ml digunakan sebagai kontrol. Isolat Escherichia coli dan Salmonella sp. yang digunakan sebagai bakteri uji ditebar dalam media Mueller Hinton Agar dengan ketebalan suspensi setara dengan 1-2 x 108 CFU/ml. Diameter zona bening yang terbentuk diukur setelah pre-inkubasi selama 24 jam pada suhu 4 oC dan dilanjutkan dengan inkubasi 24 jam pada suhu 37 oC.

Jus silase jagung didominasi oleh asam laktat dan asam asetat, konsentrasi masing-masing adalah sebesar 7.71 ± 0.73 mg/ml dan 1.48 ± 0.45 mg/ml. Disamping itu, jumlah koloni BAL jus sebanyak 10.32 ± 9.84 log10 CFU/ml dan

nilai pH sebesar 3.87 ± 0.26.

Jumlah koloni Escherichia coli dari sampel feses lima ekor pedet diare yang digunakan dalam penelitian ini adalah > 3x106 CFU/gram. Melalui proses isolasi ditemukan sebanyak 13 isolat Escherichia coli. Sementara itu bakteri

(6)

Jus silase jagung memperlihatkan aktivitas antibakteri terhadap seluruh isolat Escherichia coli dan Salmonella sp. yang diisolasi dari pedet diare. Jus silase jagung menghasilkan diameter zona bening sebesar 3.0±1.1 mm pada isolat

Escherichia coli dan 4.7±1.7 mm pada isolat Salmonella sp.. Aktivitas antibakteri jus silase jagung dalam penelitian ini lebih besar dibanding 50 µg/ml larutan VITA Tetra-Chlor® (p<0.05) dalam menghambat isolat Salmonella sp. Namun dalam menghambat isolat Escherichia coli, 50 µg/ml larutan VITA Tetra-Chlor® lebih unggul dibanding jus silase jagung (p<0.05).

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa jus yang dihasilkan dari silase jagung berumur tujuh puluh hari yang disimpan pada suhu ruang 25-28 oC mengandung produk asam hasil fermentasi yang didominasi oleh asam laktat dan asam asetat. Disamping itu jus silase jagung memiliki aktivitas antimikroba yang cakap dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.

Kata kunci : aktivitas antibakteri, Escherichia coli, jus silase, pedet diare,

(7)

SUMMARY

FRANKY NINTHTAS GURNING. Profile and Efficacy of Whole-Plant Corn Silage Juice Against Escherichia coli and Salmonella sp. Isolated from Feses of Diarrheic Calves. Supervised by NAHROWI and DEWI APRI ASTUTI.

Pre-ruminant phase of calf is a crucial stage on raising dairy calves. High morbidity and mortality rates commonly found on pre-ruminant calves are triggered by diarrhea occurrence. Coliform bacteria mainly Escherichia coli and

Salmonella are gram negative bacteria and are normal inhabitant of the intestinal tract of many animal species which are usually at low number. However, under diarrheic calves the fecal numbers of coliform exceed lactic acid bacteria (LAB). This research was conducted to study the juice profile of whole corn ensiled for seventy days and its antibacterial activity against Escherichia coli and Salmonella

sp. isolated from diarrheic calves.

This research encompasses three stages. The first stage of this study was to produce the whole-plant corn silage juice. Whole-plant corn with half milk line of kernel maturity was harvested and chopped with 1-2 cm length of cut. The chopped corn was then mixed thoroughly and filled into 0.35 mm double-lined plastic bags and was vacuum-packed and stored at 25-28 oC storage temperature. After seventy day preservation the plastic bag was pressed using hydraulic pressure to obtain the juice. The whole-plant corn silage juice was then evaluated for acid fermentation products, lactic acid bacteria (LAB) numbers and pH level.

The second stage of this study was isolation of Eschericihia coli and

Salmonella sp. from fecal samples of five diarrheic calves with fecal score 3-4.

Eschericihia coli isolation was performed by inoculating the fecal samples on Levine’s-Eosin Methylene Blue (L-EMB) Agar. The isolated colonies were assayed for Indol, Methyl-Red, Voges Proskaeur, Citrate (IMViC), gram staining and blood haemolysis test. In addition Salmonella sp. isolation was performed by inoculating the fecal samples on Salmonella Shigella Agar. The isolated colonies were inoculated on Tripple Sugar Iron (TSI) Agar and assayed for IMViC, gram staining and blood haemolysis test.

The third stage of this study was antibacterial activity determination of the whole-plant corn silage juice against Escherichia coli and Salmonella sp. using agar well diffusion assay. In addition the commercial antibiotic VITA Tetra-Chlor® solution at 50 µg/ml final concentration was used as control treatment.

Escherichia coli and Salmonella sp. isolates used as test organisms were inoculated on Mueller Hinton Agar at 1-2 x 108 CFU/ml suspension. Diameter of inhibition zone was measured after overnight pre-incubation at 4 oC and followed with overnight incubation at 37 oC.

The whole-plant corn silage juice was dominated by lactic and acetic acids which the concentration of lactic and acetic was 7.71 ± 0.73 mg/ml and 1.48 ± 0.45 mg/ml, respectively. Moreover LAB numbers of the whole-plant corn silage juice were 10.32 ± 9.84 log10 CFU/ml and the pH level was 3.87 ± 0.26.

(8)

The whole-plant corn silage juice showed antibacterial activity against all of the test organisms. The diameter mean of inhibition zone of the whole-plant corn silage juice was 3.0±1.1 mm against Escherichia coli and 4.7±1.7 mm against Salmonella sp.. The antibacterial activity of the whole-plant corn silage juice in this study was greater than 50 µg/ml VITA Tetra-Chlor® solution against

Salmonella sp. (p<0.05). The antibacterial activity of the whole-plant corn silage juice against Escherichia coli, however, was lower than 50 µg/ml VITA Tetra-Chlor® solution (p<0.05).

The results showed that the juice obtained from well preserved whole-plant corn silage contains acid fermentation products dominated by lactic and acetic acids. Moreover the juice possesses antimicrobial agents which are capable of inhibiting the growth of Escherichia coli and Salmonella sp.

Key words: antibacterial activity, diarrheic calves, Escherichia coli, Salmonella

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

PROFIL JUS SILASE JAGUNG DAN KEMAMPUANNYA

DALAM MENGHAMBAT Escherichia coli dan Salmonella sp.

YANG DIISOLASI DARI FESES PEDET DIARE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)

HALAMAN PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : Profil Jus Silase Jagung dan Kemampuannya dalam Menghambat

Escherichia coli dan Salmonella sp. yang Diisolasi dari Feses Pedet Diare

Nama : Franky Ninthtas Gurning NIM : D152090041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Ketua

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad dan karuniaNya sehingga karya ilmiah yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Agustus 2012 telah berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih penulis ialah Profil Jus Silase Jagung dan Kemampuannya dalam Menghambat

Escherichia coli dan Salmonella sp. yang Diisolasi dari Feses Pedet Diare.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Nahrowi MSc dan Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama proses penelitian sampai penulisan tesis ini, serta Bapak Dr Ir Suryahadi MSc yang telah memberi saran dan masukan. Terimakasih juga disampaikan oleh penulis kepada peternakan sapi tapos-Bogor, Laboratorium Center for Hazard Chemical Studies-Bogor, Laboratorium Mikrobiologi klinis FKH IPB, Laboratorium Ilmu dan Nutrisi Pakan Fapet IPB yang telah mengijinkan pengambilan dan analisa sampel penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman yang telah membantu pelaksanaan penelitan ini: Yunita Fristiyanwati, Sulaiman Purba, Sahat Maharis Parsaulian Gultom, Gito, Sunggul Simanjuntak, Purwo Siswoyo dan Wenny Silvia. Terimakasih kepada ayah dan ibu serta seluruh keluarga atas segala dukungan, harapan dan doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Esherichia coli 3

2.2 Salmonella 3

2.3 Dinding Sel Bakteri Gram Negatif 4

2.4 Bakteri Asam Laktat 4

2.4.1 Antibakteri Bakteri Asam Laktat (BAL) 5

2.5 Fermentasi Silase 6

3 METODE 7

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 7

3.2 Persiapan dan Evaluasi Jus Silase 7

3.3 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. 8 3.4 Uji Aktivitas Antibakteri Jus Silase terhadap Escherichia coli dan

Salmonella sp. 11

3.5 Analisa Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

4.1 Profil Jus Silase Jagung 12

4.2 Isolasi dan identifikasi Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. 14

4.3 Aktivitas Antibakteri Jus Silase 18

4.4 Kandungan Jus terhadap Aktivitas Antibakteri 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

5.1 Simpulan 25

5.2 Saran 25

6 DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 30

(16)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik Escherichia coliSalmonella sp dan berdasarkan uji IMViC 10

2 Profil jus silase berumur 70 hari 12

3 Identifikasi isolat bakteri Escherichia coli dari sampel feses lima ekor

pedet pre-ruminant yang mengalami diare 15

4 Identifikasi isolat bakteri Salmonella dari sampel feses lima ekor pedet

pre-ruminant yang mengalami diare 17

5 Diameter zona bening (mm) jus silase jagung dan VITA Tetra-Chlor terhadap Escherichia coli dan Salmonella sp. 18 6 Acuan diameter zona bening BAL terhadap bakteri Escherichia coli

dan Salmonella 19

DAFTAR GAMBAR

1 Aktivitas antibakteri jus silase jagung dan VITA Tetra-Chlor® terhadap

isolat Eshcerichia coli 19

2 Aktivitas antibakteri jus silase jagung dan VITA Tetra-Chlor® terhadap

isolat Salmonella sp 20

3 Mekanisme kerja antibakteri produk asam dari hasil fermentasi 22 4 Kandungan jus silase jagung (100, 50, 25 dan 12.5 %) dan 50 µg/ml

VITA Tetra-Chlor terhadap aktivitas antibakteri pada Escherichia coli 23 5 Kandungan jus silase jagung (100, 50, 25 dan 12.5 %) dan 50µg/ml

VITA Tetra-Chlor terhadap aktivitas antibakteri pada Salmonella sp. 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Konsentrasi produk asam fermentasi jus silase jagung (mg/ml) berumur 70 hari yang disimpan dalam suhu ruang penyimpan 25-28 oC dengan

menggunakan HPLC 30

2 Nilai pH jus silase jagung berumur 70 hari yang disimpan dalam suhu

ruang penyimpan 25-28 oC 30

3 Bahan kering silase jagung (%) berumur 70 hari yang disimpan dalam

suhu ruang penyimpan 25-28 oC 31

4 Jumlah koloni bakteri asam laktat (CFU/ml) dari lima sampel jus silase

yang diinokulasi pada media MRS agar 32

5 Jumlah koloni (CFU/g) bakteri Escherichia coli dan Salmonella dari lima ekor sampel feses pedet pre-ruminan diare 32 6 Pertumbuhan koloni Escherichia coli pada media Eosin Methylene Blue

agar 33

7 Pertumbuhan koloni Salmoonella sp. dalam media Salmonella Shigella

agar 33

(17)

10 Aktivitas antibakteri jus silase jagung (100, 50, 25 dan 12.5 %) dan 50 µg/ml VITA-Tetra Chlor® terhadap isolat bakteri Escherichia coli

setelah pre-inkubasi 4 oC dan inkubasi 37 oC 35 11 Uji-t aktivitas antibakteri jus silase jagung vs 50 µg/ml VITA

Tetra-Chlor® terhadap Escherichia coli 38

12 ANOVA dan uji jarak Duncan aktivitas antibakteri jus silase jagung (100, 50, 25 dan 12.5 %) dan 50 µg/ml VITA Tetra-Chlor® terhadap

Escherichia coli 38

13 Aktivitas antibakteri jus silase jagung (100, 50, 25 12.5 %) dan 50 µg/ml VITA Tetra-Chlor®terhadap bakteri Salmonella sp. setelah pre-inkubasi

4 oC dan inkubasi 37 oC 39

14 Uji-t aktivitas antibakteri jus silase jagung vs 50 µg/ml VITA

Tetra-Chlor® terhadap Salmonella sp. 41

15 ANOVA dan uji Duncan aktivitas antibakteri jus silase jagung (100, 50, 25 dan 12.5 %) dan 50µg/ml VITA Tetra-Chlor® terhadap Salmonella sp.

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembesaran pedet pre-ruminant umumnya memiliki berbagai kendala, baik dilihat dari keterbatasan pakan yang dapat dikonsumsi akibat keterbatasan fungsi organ pencerna, maupun tantangan besar mikroorganisme penyebab infeksi akibat sistem kekebalan tubuh yang belum bekerja optimal. Mikroflora saluran pencernaan pada ternak pedet pre-ruminant sangat sensitif dan kontaminasi bakteri-bakteri patogen juga sering terjadi (Krehbiel et al. 2003; Guilloteau et al.

2009).

Gejala-gejala akibat adanya gangguan saluran pencernaan umumnya ditandai dengan peristiwa diare dan pemendekan atau kerusakan sturuktur vili akibat invasi bakteri. Diare menyumbang sebesar 52.2 % penyebab kematian ternak pedet pre-ruminant (Davis dan Drackley 1998; NAHMS 2010). Populasi bakteri asam laktat (BAL) pada pedet normal lebih tinggi dibanding coliform.

Namun pedet yang mengalami peristiwa diare akan memiliki populasi BAL yang rendah dibanding coliform. (Abu-Tarboush et al. 1996; Newman dan Jaques 1995).

Pencegahan penyakit pada pedet umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotik dosis rendah dalam pakan. Antimicrobial growth promoter (antibiotik pemacu pertumbuhan) telah terbukti efektif meningkatkan produktivitas ternak dengan menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dan efisiensi pakan yang lebih baik. Hal ini dapat diterangkan bahwa penggunaan antibiotik dalam dosis rendah atau subterapi mampu menghambat infeksi endemik subklinis, mengurangi produksi metabolit oleh bakteri usus seperti: ammonia dan mengurangi persaingan nutrient terhadap mikroba sehingga mengurangi ongkos metabolis (Visek 1978). Akan tetapi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan antibiotik jangka waktu panjang menyebabkan resistensi terhadap produk ternak yang dihasilkan sehingga tidak aman untuk dikonsumsi.

Bakteri asam lakat (BAL) sebagai salah satu agen biopreservative telah banyak dilaporkan berperan penting dalam menghambat bakteri-bakteri patogen. Penggunaan BAL menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba melalui aktivitas metabolitnya seperti: produk asam-asam organik, hidrogen peroksisa (H2O2),

reuterin dan bakteriosin (Piard dan Desmazeaud 1991 dan 1992). Van Winsen et al. (2002) melaporkan bahwa pakan yang difermentasi oleh BAL mampu mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh Salmonella. Pada pakan silase, BAL menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri perusak bahan seperti Clostridia dan bakteri patogen seperti Escherihcia coli, (McDonald et al. 1991; Bach et al. 2002 ; Duniere et al. 2011).

(20)

2

Escherichia coli (in vitro) (Harahap 2009). Lebih lanjut dilaporkan bahwa hasil ekstrak asam organik dalam bentuk garam organik silase mampu memperbaiki saluran usus yang ditantang dengan Salmonella thypimurium (Negara 2009).

Adanya hasil positif penggunaan feed additive asal silase pada ternak broiler memiliki potensi untuk digunakan pada ternak pedet pre-ruminant. Sampai saat ini informasi penggunaan feed additive silase pada ternak pedet pre-ruminant masih terbatas dilaporkan. Sehingga dianggap perlu untuk dilakukan kajian penggunaan

feed additive silase sebagai alternatif antibiotik pemacu pertumbuhan yang potensial dalam meningkatkan produktivitas ternak pedet pre-ruminant.

1.2 Perumusan Masalah

Pedet pre-ruminan merupakan ternak yang rentan terhadap kematian dan serangan penyakit yang ditandai dengan sistem pencernaan dan kekebalan tubuh yang belum bekerja optimal. Angka mortalitas pedet yang tinggi terutama dipicu oleh gangguan saluran pencernaan akibat dominasi bakteri coliform, seperti:

Escherichia coli dan Salmonella. Penggunaan antibiotik dosis subterapi dapat meningkatkan produktivitas ternak dengan menekan timbulnya infeksi dan mengurangi ongkos metabolis. Akan tetapi, dampak negatif yang dapat ditimbulkan dalam jangka waktu panjang menyebabkan resistensi sehingga tidak aman untuk dikonsumsi. Terkait dengan hal tersebut perlu dicari feed additive

alternatif antibiotik agar dapat menghasilkan produk ternak yang lebih aman.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelititan ini adalah mengevaluasi profile jus yang dihasilkan dari silase jagung yang berumur tujuh puluh hari yang disimpan pada suhu ruang 25-28oC. Selain itu mengkaji kemapuan antibakteri jus yang dihasilkan dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. yang diisolasi dari pedet diare.

1.4 Manfaat Penelitian

(21)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Esherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri gram negatif, family enterobakter, berbentuk batang, motil, fakultatif anaerob. Ciri koloni Escherichia coli yang tumbuh pada media Eosin Methylene agar adalah berwarna kilau metalik hijau. Disamping itu akan menghasilkan reaksi indol (+), Metil red (+), Voges Proskauer (-) dan Indol (-) (Cowan dan Steel 1981; FDA 1998).

Escherichia coli merupakan salah satu bakteri penghuni saluran pencernaan dan tidak berbahaya pada inangnya, namun kelompok tertentu dari Escherichia coli patogen dapat muncul dan menyebabkan gangguan pada ternak. Jenis

Escherichia coli yang menyebabkan diare pada pedet dapat terdiri dari

Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Enteropatogenic Escherichia coli

(EPEC) dan Enterohemorrage Escherichia coli (EHEC) (Scott et al. 2004). Pedet diare yang disebabkan oleh Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) adalah penyakit akibat infeksi bakteri (Acre 1985). ETEC memiliki atribut virulensi khusus sehingga dapat berkoloni pada usus halus. ETEC menghasilkan enterotoxin yang menyebabkan hipersekresi cairan kedalam lumen usus. ETEC menyebabkan penyakit coliseptisemia dengan menyerang sistem sirkulasi darah dan organ-organ dalam (Nagy dan Fekete 1999). Selain itu ETEC menyebabkan

colibasillosis yaitu bakteri menempel permukaan mukosa usus halus dan masuk kedalam sirkulasi darah (Acre 1985). ETEC yang ditemui pada pedet diare umumnya adalah memiliki antigen ETEC K99 dan ETEC 41 dengan jenis toksin yang dihasilkan adalah molekul protein berukuran kecil STa (Heat stable) dan STb (Heat labile) (Dreyfus et al. 1983).

Enteropatogenic Escherichia coli (EPEC) menyebabkan diare yang juga ditandai dengan adanya demam dan muntah pada ternak (Scott et al. 2004). EPEC tidak menghasilkan enterotoksin seperti ETEC namun memiliki penempelan karakteristik yang menyebabkan perlukaan dan pemendekan mikrovili usus (Dreyfus et al. 1983). EPEC menyebabkan vili kehilangan kemampuan dalam menyerap air, menggangu permeabilitas paraseluler dan merusak transport ion.

Enterohemorrage Escherichia coli (EHEC) disebut juga dengan Escherichia coli yang menghasilkan shiga toxin. EHEC menempel pada sel-sel epitel dengan mengekspresikan gen T3SS dan menyebabkan perlukaan seperti EPEC. EHEC menyebabkan gejala-gejala parah seperti diare yang bercampur darah dan sindrom uremik hemolitik (Scott et al. 2004).

2.2 Salmonella

(22)

4

Metil red (+), Voges Proskauer (-) dan Indol (+) serta menggunakan glukosa sebagai sumber karbonnya dan disertai dengan produksi H2S pada media Triple

Sugar Iron Agar. (Cowan dan Steel 1981; FDA 1998).

Penyakit klinis akibat infeksi Salmonella dikenal dengan salmonellosis

(Jones et al. 2004). Spesies Salmonella yang sering menyebabkan penyakit pada pedet adalah Salmonella enterica, Salmonella dublin dan Salmonella typhimurium

(Gardner et al. 2004). Salmonella sering menyebabkan peristiwa gangguan pernafasan dan kematian mendadak. Kasus Salmonelosis sering ditemui dengan tingkat kontaminasi tinggi dari lingkungan. Salmonella menyebabkan enteritis dengan masa inkubasi satu sampai empat hari (Gardner et al, 2004).

2.3 Dinding Sel Bakteri Gram Negatif

Bakteri memiliki dinding sel untuk melindungi kerusakan sel dari lingkungan terhadap terkanan osmotik dan memelihara bentuk sel. Hal ini dapat diperlihatkan melalui plasmolisis, dengan mengisolasi partikel selubung sel setelah sel bakteri mengalami kerusakan secara mekanik, atau dengan penghancuran oleh lisozim (Fardiaz 1992).

Membran sel bakteri yang tersusun oleh asam lipoteikoat (LTAs) merupakan polimer gliserolfosfat yang menembus membrane sitoplasma (Matsumoto et al. 2006). Asam teikuronat (TAs) adalah polimer terdiri dari N-asetylgalaktosamine (galNac) dan glucoronic acid (GlcUA) dan terikat sebagai unit pengulangan disakarida. Sementara itu asam teikuronat tidak mengandung fosfat tetapi terdapat sebagai polimer polianionik bersifat asam yang disebabkan oleh karboksil dari asam uronat. Asam teikuronat berikatan melalui N-asetilglukosamin-1- fosfodiester kepada grup hidroksil C-6 asam muramat (Alakomi 2007).

Dinding sel bakteri Gram-negatif memiliki tiga lapis pembungkus, yaitu : membran terluar (outer membran) yang menyelimuti periplasma, lapisan tengah yang merupakan dinding sel atau lapisan murein yang terdapat ruang periplasma, dan membran plasma (Matsumoto et al. 2006). Membrane terluar dan peptidoglikan terhubung satu sama lain dengan lipoprotein-lipoprotein dan membran terluar termasuk porin-porin yang mengijinkan masukknya molekul-molekul kecil hidrofobik (Alakomi 2007).

2.4 Bakteri Asam Laktat

(23)

5 menyebabkan heksosa menjadi piruvat. Terminal elektron akseptor dalam jalur glikolisis adalah piruvat yang dikurangi menjadi laktat (McDonald 1991).

BAL tipe heterofermentatif menggunakan jalur fosfat pentosa (Pentose Phosphate Pathway) dalam menggunakan glukosa sehingga NADPH dihasilkan akibat glukosa dioksida menjadi ribose 5-fosfat. Jalur fosfat pentose terjadi dalam sitosol sel. Setelah diangkut kedalam sel, glukokinase memfosforilase glukosa menjadi 6-P (glukosa 6-fosfat) (McDonald 1991).

2.4.1 Antibakteri Bakteri Asam Laktat (BAL)

BAL merupakan agen biopreservasi yang banyak digunakan dalam industri makanan untuk mencegah kerusakan bahan selama penyimpanan. Applikasi BAL juga dapat mencegah terjadinya penyebaran bakteri patogen dalam bahan (food borne pathogen) (Bach et al. 2002; Duniere et al. 201). BAL dapat mengahasilkan senyawa-senyawa bersifat antimikroba seperti: laktat, asetat, format (Short Chain Fatty Acids), Hidrogen peroksida (H2O2), bakteriosin, asetoin, 2-3-butanadiol dan

asetaledhida (Piard dan Desmazeaud 1991 dan 1992).

Produk asam organik seperti asam-asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acids) yang dihasilkan oleh fermentasi BAL mencegah timbulnya kontaminasi oleh bakteri Salmonella (Brook et al. 2001; Van Winsen et al. 2002). Mekanisme kerja antimikroba asam-asam lemak rantai pendek terutama disebabkan oleh banyaknya senyawa-senyawa asam yang tidak berdissosiasi. Asam-asam lemak rantai pendek dalam bentuk tidak berdissosiasi bersifat lipofilik dan mampu menembus membrane sel dan merusak aktivitas metabolit sel bakteri gram negatif (Mroz et al. 2006; Russel 1992).

Selain menghasilkan produk asam hasil fermentasi, BAL dalam menghambat bakteri gram negatif juga dapat menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen peroksida (H2O2) (Piard dan Desmazeaud 1991). BAL menghasilkan

hidrogen peroksida (H2O2) akibat adanya oksigen yang menyebabkan terjadinya

reaksi flavoprotein oksidasi atau nicotinamida adenin hidroxy dinucleotida (NADH) peroksida. Sifat antimikroba hidrogen peroksida berasal dari okidasi sulfhydril yang menyebabkan denaturasi dari sejumlah enzim. Selain itu hidrogen peroksida adalah senyawa antimikroba berbobot molekul kecil yang dengan mudah dapat menembus membrane sel sehingga meningkat permeabilitas membrane, bereaksi dengan komponen internal sel, pelepasan komponen-komponen intraseluler dan menyebabkan kematian sel (Finnegan et al. 2010).

Reuterin merupakan antimikroba terhadap bakteri gram negatif yang dihasilkan dari gliserol dehidratase yang mengkonversi gliserol menjadi reuterin.

Reuterin diidentifikasi sebagai -hydroxypropioanaldehida dan bersifat larut pada

pH netral (Piard dan Desmazeaud 1992). Antimikroba reuterin bekerja dengan memodifikasi thiol group (RSH) pada molekul kecil dan protein sehingga menyebabkan stress oksidatif dalam sel (Schaefer et al. 2010).

(24)

6

acidophilin, bulgarican, helveticins, lactacins dan plantaricins. Nisin merupakan senyawa seperti antibiotik yang memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti: Listeria, Staphylococcus and Clostridium (Abee

et al. 1995).

2.5 Fermentasi Silase

Silase merupakan bahan pakan berkadar air tinggi yang dihasilkan melalui fermentasi asam laktat secara alamiah. Tujuan bahan pakan dijadikan silase adalah untuk mengawetkan bahan pakan agar ketersediaanya dapat terjaga. Bahan pakan yang disilasekan dengan baik adalah dapat menghambat aktivitas organisme-organisme yang tidak berguna seperti organisme-organisme aerob dan family enterobacteriae (McDonald 1991).

Terdapat beberapa jenis mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi silase (ensilase). Organisme efifit yang terdapat dalam bahan pakan silase dapat berupa Fungi (Yeast dan Mold), Clostridia, Listeria dan bakteri asam laktat (BAL). Genus BAL yang sering ditemukan dalam silase terdiri atas jenis

Lactobacilli, Lactococci, Enterococci, Pediococci, Streptococci dan Leuconostocs

(Lin et al. 1992).

Prinsip pembuatan silase adalah pencapain kondisi anaerob dengan cara pencacahan, pemasukan dan pemadatan bahan kedalam silo dan penutupan silo untuk mencegah masuknya kembali udara. Prinsip selanjutnya adalah menghambat aktivitas mikroorganisme yang tidak berguna baik dengan mempercepat perkembanangan BAL maupun penambahan senyawa kimia (McDonald 1991).

(25)

7

3

METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilangsungkan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2012. Tempat penelitian dilangsungkan pada Peternakan Sapi Tapos, Laboratorium Kandang – Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Mikrobiologi – Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Laboratorium Center for Hazard Chemical Studies (CHCS) – Bogor.

3.2 Persiapan dan Evaluasi Jus Silase

3.2.1 Fermentasi Silase dan Produksi Jus Silase

Fermentasi silase dalam penelitian ini dilakukan dengan tanpa perlakuan pelayuan dan penambahan bahan additive. Bahan silase yang digunakan berasal dari jagung muda ditandai dengan warna biji yang belum kuning. Seluruh jagung yang terdiri atas batang, daun dan biji dipanen pada pagi hari (pukul 09.00 WIB) dan dipotong membentuk ukuran 1-2 cm dengan menggunakan chopper. Bahan kemudian diaduk hingga merata dan dimasukkan kedalam kantong plastik setebal 0,35 mm dan dilapis double. Kantong plastik kemudian divakum untuk mengurangi kandungan udara dalam kantong plastik dan diikat kencang dengan karet pengikat. Kantong plastik yang telah terikat kemudian dimasukkan kedalam tong-tong penampung dan ditutup rapat. Tong-tong penampung kemudian didiamkan selama tujuh puluh hari dalam suhu ruang penyimpanan 25-28 oC untuk melangsungkan fermentasi silase (ensilase). Jus silase dalam penelitian ini diperoleh dengan mengepress kemasan plastik dengan menggunakan pressan hidrolik . Sampel yang digunakan sebanyak sepuluh kemasan yang diambil secara acak dalam tong-tong penampung.

3.2.2 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Jus Silase

Penghitungan jumlah koloni bakteri asam laktat (BAL) jus dilakukan dengan menggunakan metode total plate count (Edwards 2006). Sebanyak 1 ml sampel jus silase dipipet kedalam 9 ml buffered peptone water (BPW) (setara dengan 101) dan kemudian divortex. Pengenceran dilakukan hingga pengenceran 1010 dan divortex. Sebanyak 1 ml dari masing-masing pengenceran kemudian dipipet kedalam cawan petri. Sebanyak 18-20ml De Man Rogosa Sharpe (MRS) agar yang telah dicairkan pada suhu 45±1 oC ditambahkan kedalam cawan. Campuran kemudian diratakan dengan menggerakkan cawan membentuk angka delapan pada bidang yang datar. Cawan kemudian diinkubasi dalam inkubator dengan posisi cawan terbalik selama 18-24 jam pada suhu 36±1 oC. Setelah masa inkubasi cawan kemudian dikeluarkan dan dilakukan pencatatan pertumbuhan koloni BAL.

3.2.3 Pengukuran pH dan Kandungan Asam-asam organik Jus Silase

(26)

8

membandingkan larutan standar dan kemudian dilakukan pengukuran pada setiap sampel uji.

Kandungan asam-asam organik jus silase jagung yang diukur dalam penelitian ini adalah asam laktat, format, asetat, propionat dan butirat dengan menggunakan alat HPLC (AOAC, 2002). Sampel jus sebanyak 10 ml diperoleh kemudian dibilas dengan 25 ml 95 % alkohol dan eter, ditambahkan 9 ml akuades sambil diaduk pada kertas saringnya dan selanjutnya ditambahkan asam 1 ml 5M H2SO4 dan didekantasi supernatant atau disaring dengan 0,5 µ

miliphore. Sebanyak 20 µ l kemudian diinjeksikan kedalam HPLC dan dibandingkan dengan standar dengan kondisi sebagai berikut:

Column : 10 µ silica column/organic acid column Φ= 0.5 cm, L= γ0 cm; Flow rate : 1 ml/minute, isocratic

Mobile phase: methanol dengan 5 M H2SO4

Detector : Absorbance detector 254 nm

3.3 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.

Feses pedet yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah pedet yang memiliki nilai skor feses 3-4. Kategori nilai skor feses berdasarkan Larson et al. (1977) adalah sebagai berikut:

1 = normal : feses yang dikeluarkan berbentuk utuh dan menyatu pada lantai 2 = soft : feses yang dikeluarkan tidak berbentuk utuh dan agak menyebar contoh: es krim

3 = runny : feses yang dikeluarkan menyebar dengan 6 mm contoh: adonan kue

4 = watery : feses yang dikeluarkan adalah cairan dan semuanya menyebar contoh: jus jeruk

Pengambilan sampel dilakukan secara aseptik dari lima ekor sapi pedet pre-ruminan pada Peternakan Sapi Tapos-Bogor dengan cara steril swab dimasukkan kedalam rectum dan diputar dan sebanyak 50 gram feses diambil dari masing-masing pedet. Sampel kemudian ditempatkan kedalam media transport yang mengandung NaCl fisiologis dan buffer phosphate water. Bagian atas tabung kemudian ditutup dengan menggunakan kapas dan diberi label.

(27)

9 kemudian diinkubasi pada inkubator suhu 36±1 oC dengan posisi cawan terbalik selama 24-48 jam. Ciri koloni Escherichia coli yang tumbuh kemudian diamati dengan membentuk warna kilap logam (metalik). Kolini bakteri yang tersangka

Escherichia coli kemudian disubkultur ke dalam media nutrien agar. Kultur selanjutnya dilakukan uji konfirmasi berupa uji: IMViC (indol, Methyl-red, Voges-Proskauer, Sitrat), perwanaan gram dan tipe hemolisis pada agar darah (Cowan dan Steels 1981; FDA 1998).

Isolat Salmonella sp. diperoleh dengan cara 1 ml feses yang telah diencerkan degan buffer peptone water diinokulasi pada media selektif 18-20 ml Salmonella Shigella (SS) Agar yang telah dicairkan pada suhu 45±1 oC. Koloni bakteri Salmonella sp. yang tumbuh setelah inkubasi suhu 36±1 oC selama 24-48 jam kemudian diamati dengan ciri koloni membentuk warna transluen dan bintik hitam pada sentral koloni. Koloni bakteri yang tersangka Salmonella sp. disubkultur pada nutrein agar dan selanjutnya dilakukan uji IMViC, uji TSIA, pewarnaan gram dan tipe hemolisis pada agar darah (Cowan dan Steels 1981; FDA 1998).

Uji Indol Uji Indol digunakan untuk mendeteksi kemampuan organisme bakteri dalam menghasilkan indol dari asam amino triptofan oleh enzim tryptophanase. Produksi indol dideteksi dengan menggunakan regen Kovac dimana indol akan bereaksi dengan aldehida dalam regen kovac untuk menghasilkan warna merah pada broth. Satu sengkelit (ose) bakteri diinokulasi dalam tabung berisi tryptone broth kemudian diinkubasi 24 pada suhu 36±1 oC. Setelah inkubasi ditambahkan 0,3 ml reagan Kovac kedalam tabung dan dikocok selama 10 menit. Jika reaksi positif maka cincin merah akan terbentuk pada lapisan atas. Sedangkan jika warna jingga menunjukkan reaksi indol negatif.

Uji Methyl-red (Merah metil) Uji methyl red digunakan untuk mendeteksi kemampuan suatu organisme bakteri dalam menghasilkan produk-produk asam dari fermentasi glukosa. Metil adalah sebuah pH indikator dimana broth tetap

berwarna merah pada pH ≤4,4. Satu sengkelit (ose) bakteri uji diinokulasi pada

glukosa fosfat broth dan diinkubasi 96 jam pada suhu 36±1 oC. Kemudian 5 ml dipindahkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 tetes merah metil dan dikocok. Hasil reaksi negatif terhadap Methyl red akan menghasilkan warna kuning sedangkan jika positif akan menghasilkan warna merah.

(28)

10

Uji Sitrat Uji sitrat digunakan untuk mendeteksi kemampuan organisme bakteri dalam menggunakan gula sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Penggunaan sitrat melibatkan enzim sitratase yang menyederhanakan (breakdown) sitrat menjadi oksaloasetat dan asetat. Oksaloasetat kemudian disederhanakan menjadi firuvat dan CO2. Produksi Na2CO3 dan NH3 akibat

penggunaan sodium sitrat dan garam ammonia akan menghasilkan pH alkalin. Hal ini akan menghasilkan perubahan warna media dari hijau menjadi biru. Satu sengkelit (ose) kultur bakteri diinokulasi pada Simmon sitrat dan diinkubasi selama 96 jam pada suhu 36±1 oC. Jika organisme memiliki kemampuan menggunakan sitrat maka terjadi warna biru (reaksi positif) sedangkan jika terjadi warna hijau menunjukkan reaksi negatif. Karakteristik bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. berdasarkan uji IMViC diterangkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Karakteristik Escherichia coli dan Salmonella sp. berdasarkan uji IMViC

Jenis Uji Escherichia coli Salmonella sp.

Indol + -

Metyl-red + +

Voges – Proskauer - -

Sitrat - +

Uji Pewarnaan Gram Kultur bakteri uji ditempatkan pada kaca alas dan diteteskan NaCl, kemudian dikeringkan dan difiksasi dengan panas. Isolat kemudian diwarnai dengan crystal violet-ammonium oxalate selama satu menit. Setelah satu menit dicuci, ditiriskan dan dibubuhkan larutan Lugol (Gram’s iodine) selama 1 menit kemudian dicuci dengan air dan ditiriskan. Penghilanngan warna kemudian dicuci dengan alkohol 95 % selama 30 detik dan kemudian

dicuci dengan air dan dibubuhkan Hucker’s counterstain (larutan safranin) selama

10-30 detik kemudian dicuci dengtan air, ditiriskan, serap dengan kertas saring dan dikeringkan. Pengamatan pewarnaan gram kultur bakteri dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 100 kali.

Uji TSIA Uji TSI Agar dilakukan dengan cara menggoreskan pada bagian miringnya (slant) dan menusukkan pada bagian tegaknya (butt). Tabung media TSIA kemudian diinkubasi pada suhu 36±1 oC selama 24 jam. Bakteri yang memfermentasi ketiga jenis gula dalam medium TSI akan menghasilkan asam-asam yang mengubah warna medium. Jika bakteri memfermentasi dominan laktosa akan menghasilkan warna kuning (slant)/ kuning (butt) sedangkan bakteri yang tidak memfermentasi laktosa akan menghasilkan warna pink (slant)/ kuning (butt) dan kuning/kuning (butt). Jika bakteri menggunakan thiosulfat anion sebagai akseptor elektron terminal maka akan terjadi produksi H2S. Gas H2S yang

(29)

11 3.4 Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Escherichia coli danSalmonella sp.

3.4.1 Pembuatan inokulum bakteri uji.

Masing-masing isolat Escherichia coli dan Salmonella sp. yang telah didapatkan diinokulasi pada Mueller Hinton broth dan diinkubasi pada 36±1 oC selama 24 jam. Suspensi masing-masing isolat bakteri dibuat dan kemudian dibandingkan dengan standar kekeruhan McFarland 0,5 (setara dengan 1-2 x 108 CFU/ml).

3.4.2 Pembuatan larutan antibiotik

Antibiotik dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol dalam uji zona bening terhadap bakteri uji. Antibiotik yang digunakan adalah antibiotik komersil VITA Tetra-Chlor® dengan setiap kapsul mengandung 50 mg tetracycline HCl dan 10 mg Erythromycin. Larutan antibiotik dibuat dengan melarutkan satu kapsul VITA Tetra-Chlor® dengan aquades sehingga didapatkan konsentrasi antibiotik sebesar 50 µg/ml.

3.4.3 Uji Difusi Sumur Agar

Media yang digunakan dalam pengujian aktivitas zona adalah Muller Hinton Agar. Sebanyak 25-30 ml media Muller Hinton Agar yang telah dicairkan suhu 45±1 oC dituang kedalam cawan petri dengan dimensi 15x100 mm dan permukaan media diratakan dengan putaran angka delapan dan didiamkan hingga mengeras. Sebanyak 0.5 ml suspensi dipipet kedalam media MHA dan diratakan dengan menggunakan spatula steril. Setelah media mengeras lubang sumur (borer) berdiameter 5 mm dibuat sebanyak 5 lubang dalam setiap cawan. Sebanyak 0.05 ml MHA cair dipipet kedalam bagian dasar lubang sumur dan 0,1 ml larutan antibiotik dan 100, 50, 25 dan 12.5 % jus silase dipipet kedalam lubang sumur. Cawan kemudian di preinkubasi dalam posisi terbalik pada suhu 4 0C selama 24 dan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 36±1 oC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk kemudian diamati dan dicatat untuk masing-masing preparat. Pengukuran uji difusi sumur dalam penelitian ini diulang sebanyak 2 kali.

3.5 Analisa Data

Data diameter zona bening yang terbentuk dalam pengujian aktivitas antibakteri jus silase dan Vita-Tetra-chlor® terhadap bakteri Escherichia coli dan

(30)

12

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Jus Silase Jagung

Silase merupakan bahan pakan berkadar air tinggi yang dihasilkan oleh fermentasi asam laktat secara alamiah. Selama fermentasi silase (ensilase) berlangsung akan terjadi akumulasi cairan akibat adanya aktivitas-aktivitas mikroorganisme baik yang menguntungkan maupun yang tidak berguna atau perusak. Mikroorganisme yang tidak berguna seperti: Clostridia, Listeria dan

Enterobactericeae dapat dihambat pertumbuhannya dengan pencapaian kondisi anaerob, produksi asam fermentasi dan senyawa-senyawa antagonis oleh bakteri asam laktat (BAL) sehingga kerusakan maupun kehilangan bahan dapat dihindari.

Produk metabolit yang terdapat dalam cairan dapat digunakan untuk menentukan tipe fermentasi yang terjadi selama ensilase (McDonald et al. 1991). Jus silase yang dihasilkan melalui pengepressan dalam penelitian ini merupakan cairan yang dihasilkan dari ensilase jagung selama 70 hari yang disimpan dalam suhu ruang 25-28 oC. Profil jus silase yang dihasilkan diterangkan dalam Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Profil jus silase jagung berumur 70 hari

Item Rataan ± Standar deviasi

Bakteri asam laktat (Log10 CFU/ml) 10.32 ± 9.84

Jagung yang disilasekan dengan baik umumya memiliki nilai pH berkisar 3.7 sampai 4.2 (Kung dan Shaver 2001). Nilai pH silase jagung yang terdiri atas beberapa jenis hibrida yang berumur sembilan bulan memiliki nilai pH berkisar 3.62 sampai 3.92 (Pang et al. 2011). Sementara itu Cherney et al. (2004) melaporkan silase jagung dengan berbagai jenis hibrida yang berumur 90 hari memiliki pH 3.9. Dalam penelitian ini nilai pH yang dihasilkan adalah 3.87.

Nilai pH silase jagung yang rendah dalam penelitian ini diikuti dengan dominasi asam laktat. Selain itu asam asetat memiliki konsentrasi tertinggi dari jenis asam volatile fatty acids (VFA). Jumlah konsentrasi asam laktat dan asetat melebihi dari jumlah total asam format, propionat dan asam butirat (9,19 mg/ml vs 0,81 mg/ml).

Berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Cherney et al. (2004) dan Pang

(31)

13 Saccharolytic dan Proteolytic. Clostridia tipe saccharolytic menghasilkan asam butirat dengan pemecahan senyawa asam laktat dan gula sederhana, sementara tipe proteolitik melalui katabolisme asam-asam amino dan senyawa amina. Asam propionat juga ditemukan dalam penelitian ini. Bakteri yang mampu menghasilkan priopionat adalah Propionibacterium dan Clostridia (Seglar, 2003). Produk asam yang dihasilkan oleh Propionibacterium adalah dominan asam propionat. Sementara itu asam propionat yang dihasilkan oleh Clostridia adalah berasal dari jenis Clostridium propionicum yang mengkonversi asam laktat menjadi asam propionat (McDonald et al. 1991). Dari kedua jenis bakteri tersebut, asam propionat yang dihasilkan dalam jumlah kecil dalam penelitian ini diduga dihasilkan oleh bakteri Clostridia.

Kandungan asam butirat dan asam propionat yang rendah dalam penelitian ini dapat mencerminkan bahwa aktivitas Clostridia hanya terjadi pada fase awal ensilase dimana ditandai dengan pH mendekati normal dalam silo (Seglar, 2003).

Clostridia adalah bakteri yang tidak toleran terhadap kondisi asam dimana tumbuh optimum pada pH 7 sampai 7,4 dan akan terhambat pada pH 4,2 (McDonald et al. 1991). Sementara nilai pH jus silase yang diperoleh adalah 3,87 yang mana lebih rendah dari pH minimal untuk menghambat pertumbuhan

Clostridia.

Pertumbuhan atau perkembangan BAL pada silase dan BAL pada cairan yang dihasilkan adalah bersifat pararel (McDonald et al. 1991). Jumlah koloni BAL jus silase jagung dalam penelitian ini adalah 10.32 ± 9.84 CFU/ml. Jumlah koloni BAL yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih besar dari yang dilaporkan oleh Pang et al. (2011) yang mana silase jagung yang berumur sembilan bulan memiliki jumlah koloni sebesar 107 sampai 108 CFU/gram. Jumlah koloni BAL yang tinggi terdapat dalam jus silase jagung dalam penelitian ini diduga memiliki tingkat viabilitas tinggi karena mampu bertahan dengan kondisi asam (pH ≤γ,87). Spesies BAL yang tahan terhadap kondisi asam pada silase jagung yang telah dilaporkan adalah Lactobacillus plantarum, Lactobacillus gaserri, Lactobacillus brevis, Lactobacillus paraplantarum, Weissella cibaria, Weissella confusa (Lin et al. 1992 dan Pang et al. 2011). Dalam hal ini jus silase jagung penelitian ini juga diduga dapat terdiri dari berbagai spesies BAL.

Jus silase jagung yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki nilai pH yang rendah. Lebih lanjut jenis produk asam yang dihasilkan didominasi oleh asam laktat dan asetat. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kung dan Shaver (2001); Cherney et al. (2004) dan Pang et al. (2011). Akan tetapi jumlah koloni BAL yang ditemukan lebih besar dari yang dilaporkan oleh Pang et al. (2011). Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat kematangan jagung yang digunakan. Jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung muda yang ditandai dengan garis susu sebesar setengah bagian biji (half milk line stage of kernel maturity). Jagung muda memiliki kandungan karbohidrat larut air (KLA) yang tinggi dibandingkan dengan jagung yang memasuki fase dewasa. Semakin tinggi kandungan KLA dan kadar air bahan yang disilasekan maka ketersediaan substrat untuk merangsang pertumbuhan atau perkembangan BAL akan semakin cepat (Jonshon et al. 2003).

(32)

14

dicapai akan menentukan pertumbuhan mikroorganisme aerob. Pada kondisi anaerob persaingan antara mikroorganisme aerob dan mikroorganisme anaerob dalam menggunakan KLA akan semakin kecil. Disamping itu BAL adalah agen biopreservasi yang bersifat aerotolerant, dalam fase awal ensilase BAL efifit (endogenus) memiliki populasi yang rendah, namun dengan pencapaian kondisi anaerob dan diikuti dengan ketersediaan substrat akan tumbuh atau berkembang dengan cepat (Lin et al. 1992).

Profil jus silase jagung dalam penelitian ini dibandingkan dengan hasil beberapa karakteristik fermentasi silase jagung mencerminkan bahwa jagung diawetkan dengan baik. Tipe fermentasi yang terjadi selama 70 hari adalah fermentasi asam laktat. Hal ini dikonfirmasi oleh tingginya aktivitas BAL dengan nilai pH yang rendah maupun jumlah koloni BAL yang dihasilkan.

4.2 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Escherichiacoli dan Salmonella sp.

Bakteri coliform adalah bakteri penghuni saluran pencernaan dan umumnya berada dalam jumlah kecil pada ternak normal (kurang dari 102-4 CFU/gram). Namun pada pedet yang mengalami gangguan saluran pencernaan akan terjadi domiasi bakteri coliform dengan jumlah koloni coliform melebihi jumlah bakteri asam laktat dalam feses (Abu-Tarboush et al. 1996; Newman dan Jaques 1995). Cray et al. (1998) melaporkan bahwa jumlah koloni coliform pada pedet yang mengalami gangguan saluran pencernaan lebih besar dari 105 CFU/gram feses. Dari lima sampel feses pedet pre-ruminan diare yang digunakan dalam penelitian ini terlihat bahwa jumlah koloni Escherichia coli yang merupakan bagian dari bakteri coliform berada dalam jumlah yang tinggi yaitu lebih besar dari 3 x 106 CFU/gram (Lampiran 5).

Isolasi merupakan suatu cara untuk memisahkan mikroorganisme tertentu sehingga diperoleh biakan murni atau tidak tercampur dengan jenis organisme lain. Ciri koloni Escherichia coli yang tumbuh pada media Levine’s - Eosin Methylene Blue agar adalah berwarna kilau metalik hijau. Disamping itu akan menghasilkan reaksi indol (+), Metil red (+), Voges Proskauer (-) dan Indol (-) (Cowan dan Steel 1981; FDA 1998).

Hasil uji identifikasi menunjukkan bahwa dari 23 isolat yang diujikan dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 13 isolat positif Escherichia coli. Isolat

Escherichia coli terdiri atas: E.C.1.1.1, E.C.1.4.1, E.C.3.2.1, E.C.1.3.1, E.C.1.3.2, E.C.1.2, E.C.2.3.1, E.C.2.2.1, E.C.2.2.2, E.C.2.1.1, E.C.2.1.2, E.C.2.4.1 dan E.C.3.1.1 (Tabel 4.2).

Uji hemolisis dapat menentukan tipe hemolisis suatu organisme bakteri dalam media agar darah seperti: alpa (α), beta ( ) dan gamma ( ). Tipe alpa ditandai dengan adanya zona hemolisis kecil disekitar pertumbuhan koloni dan warna kecoklatan disekitar tipe koloni. Pada tipe beta zona hemolisis terlihat jelas dan terang disekitar koloni, sedangkan tipe gamma tidak menghasilkan adanya hemolisis disekitar koloni.

Bakteri patogen dapat dibedakan berdasarkan tipe hemolisis yang dihasilkan yaitu bakteri patogen akan menghasilkan zona hemolisis tipe beta. Isolat

(33)

15

coli pada sampel feses pedet diare dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa dari 13 isolat Escherihcia coli yang diperoleh terdapat sebanyak lima jenis isolat tipe patogen (34.5 % total Escherichia coli) (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Identifikasi isolat bakteri Escherichia coli dari sampel feses lima ekor pedet pre-ruminant yang mengalami diare

Isolat E. coli IMViCa) Pewarnaan Gramb)

Salmonella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, famili dari kelompok enterobactericeae. Ciri koloni tumbuh Salmonella pada media Salmonella Shigella agar adalah tidak berwarna (colorless) disertai bintik hitam pada sentral koloni. Disamping itu pada uji biokimia Salmonella akan menghasilkan reaksi indol (-), Metil red (+), Voges Proskauer (-) dan Indol (+) serta menggunakan glukosa sebagai sumber karbonnya dan disertai dengan produksi H2S pada media Triple Sugar Iron Agar. (Cowan dan Steel 1981; FDA

1998).

(34)

16

dan SP 1.2.1. Sedangkan tipe hemolisis beta yang diperoleh adalah sebanyak tiga isolat yaitu SP 1.1.1, SP 3.1.1 dan SP 3.2.2 (33.3 % total isolat Salmonella sp.) (Tabel 4.3).

(35)

17

Tabel 4.3 Identifikasi isolat bakteri Salmonella sp. dari sampel feses lima ekor pedet pre-ruminant diare

Isolat

IMViCa Tripple Sugar Iron Agar Pewarnaan

Gramb

Tipe Hemolisisb I M Vi C

Perubahan warna bagian miring/tegak

Produksi H2S

Tipe isolate

S.P.1.1.1 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.1.1.2 - + - + Merah/Hitam + Sukrose Fermentor TD TD

S.P.1.2.1 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.1.2.2 - + - - Merah/Kuning - Glukosa Fermentor TD TD

S.P.1.3.1 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.1.3.2 - + - - Merah/Kuning - Glukosa Fermentor TD TD

S.P.1.4.1 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B α

S.P.1.4.2 - + - - Merah/Kuning - Glukosa Fermentor TD TD

S.P.3.1.1 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.3.1.2 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.3.1.3 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.3.2.1 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.3.2.2 - + - + Merah/Kuning + Glukosa Fermentor (-) B

S.P.3.2.3 - + - - Merah/Kuning - Glukosa Fermentor TD TD

S.P.3.3.1 - + - + Merah/Hitam + Sukrose Fermentor TD TD

S.P.3.3.2 - + - + Merah/Hitam + Sukrose Fermentor TD TD

S.P.3.4.1 - + - + Merah/Hitam + Sukrose Fermentor TD TD

(36)

18

4.2 Aktivitas Antibakteri Jus Silase

Jus silase jagung yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan cairan dari hasil fermentasi anaerob. Produk asam asam organik hasil fermentasi yang terkandung dalam jus silase didominasi oleh asam laktat dan asetat yang merupakan hasil penggunaan senyawa karbohidrat larut air oleh BAL. Selain itu populasi BAL yang tinggi dalam jus silase menandakan bahwa BAL dapat mengatasi kompetisi dengan mikroorganisme yang tidak berguna dalam ensilase.

Uji aktivitas antibakeri jus silase terhadap bakteri Escherchia coli dan

Salmonella sp. yang diisolasi dari pedet diare dalampenelitian ini menggunakan metode diffusi sumur. Besarnya aktivitas antibakteri dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk setelah pre inkubasi 24 jam suhu 4 oC dan inkubasi 24 jam suhu 37 oC diterangkan pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Diameter zona bening (mm) jus silase dan VITA Tetra-Chlor terhadap

Escherichia coli dan Salmonella sp.

Bakteri UjiA Jus Silase VITA Tetra-Chlor® (50 µg/ml)

Escherichia coli 3.0±1.1b 5.7±1.1a

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa antibiotik VITA Tetra-Chlor® yang digunakan sebagai kontrol dalam penelitian ini memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda (p<0.05) dibanding jus silase jagung. VITA Tetra-Chlor® lebih unggul dibanding jus silase jagung dalam menghambat Escherichia coli. Konsentrasi larutan antibiotik VITA Tetra-Chlor® sebesar 50 µg/ml menghambat Escherichia coli dengan menghasilkan diameter zona bening rata-rata sebesar 5.7±1.1 mm. Sedangkan jus silase jagung menghambat Escherchia coli dengan menghasilkan diameter zona bening sebesar 3.0±1.1 mm.

Pada pengujian bakteri Salmonella sp., jus silase jagung memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda (p<0.05) dengan antibiotik VITA Tetra-Chlor®. Namun dalam hal ini jus silase jagung lebih unggul dibanding antibiotik VITA Tetra-Chlor. Jus silase jagung menghambat bakteri Salmonella sp. dengan menghasilkan diameter zona bening sebesar 4.7±1.7 mm. Sedangkan konsentrasi 50 µg/ml larutan VITA Tetra-Chlor® menghasilkan diameter zona bening sebesar 2.6±0.7 mm.

(37)

19

Pengujian aktivitas antibakteri jus silase jagung dan antibiotik VITA Tetra-Chlor® dari isolat Eshcerichia coli dan Salmonella sp. menghasilkan diameter zona bening yang tidak sama (Gambar 4.1 dan 4.2). Hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan isolat uji yang digunakan dalam penelitian ini. Meskipun demikian dapat dilihat bahwa jus silase jagung menghambat seluruh isolat diujikan.

Gambar 4.1 Aktivitas antibakteri jus silase jagung ( ) dan VITA Tetra-Chlor®( ) terhadap isolat Eshcerichia coli

(38)

20

Jus silase jagung memiliki aktivitas antibakteri yang lebih rendah dibanding dengan VITA Tetra-Chlor® dalam menghambat isolat Escherichia coli. Dari tiga belas isolat Escherichia coli yang diuji antibiotik VITA Tetra-Chlor® menghasilkan diameter zona bening yang lebih besar dibanding jus silase kecuali pada isolat E.C.1.1.1 dan E.C.1.3.2 yang mana menghasilkan diameter zona bening yang sama.

Meskipun aktivitas antibakteri jus silase jagung yang dihasilkan dalam menghambat isolat Escherichia coli lebih rendah dibanding dengan antibiotik VITA Tetra-Chlor®, namun persentase yang dihasilkan cukup baik. Persentase aktivitas antibakteri jus silase terhadap 50 µg/ml larutan VITA Tetra-Chlor® dari tertinggi sampai terendah adalah masing-masing sebesar 75 % (4.5 vs 6 mm) pada isolat E.C.2.2.2; 71 % (2.5 vs 3.5 mm) pada isolat E.C.1.3.1; 64 % (4.5 vs 7 mm)

Aktivitas antibakteri jus silase jagung lebih unggul dibanding 50 µg/ml antibiotik VITA Tetra-Chlor® dalam menghambat Salmonella sp.. Dari sembilan isolat Salmonella sp yang diuji, jus silase jagung menghasilkan diameter zona bening yang lebih besar pada tujuh isolat Salmonella sp. dibanding VITA Tetra-Chlor® (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Aktivitas antibakteri jus silase jagung ( ) dan VITA Tetra-Chlor®( ) terhadap isolat Salmonella sp.

Jus silase jagung memiliki aktivitas antibakteri lebih besar dibanding 50 µg/ml larutan antibiotik VITA Tetra-Chlor® pada isolat S.P.3.1.3 (7 vs 1.5 mm); S.P.3.1.1 (5 Vs 2.5mm); S.P.1.3.1 (5 Vs 3 mm); S.P.1.1.1 (3.5 Vs 2 mm); S.P.3.1.2 (6.5 Vs 3.5 mm); S.P.3.2.1 (4.5 Vs 2 mm) dan S.P.1.2.1 (5.5 Vs 2.5 mm). Sedangkan pada isolat S.P.1.4.1 dan S.P.3.2.2 persentase aktivitas antibakteri jus

(39)

21 silase jagung terhadap 50 µg/ml larutan antibiotik VITA Tetra-Chlor® adalah sebesar 86 dan 83 %. Sementara itu aktivitas antbakteri jus silase terbaik terdapat pada isolat S.P.3.1.3 (7 vs 1,5 mm).

Antibiotik VITA Tetra-Chlor® yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi tetracycline HCl dan Erythromycin. Antibiotik yang digunakan memiliki spektrum luas baik terhadap organisme gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerja antibiotik yang digunakan bekerja dengan cara menghambat sintesa protein sub-unit 30S dan 50S dalam ribosom bakteri sehingga memblok askses aminoacyl-tRNA pada sisi akseptor pada kompleks mRNA-ribosome (Chopra dan Roberts 2001).

Kontaminasi pakan akibat mikroorganisme (food born pathogen) umumnya sering terjadi dimana bakteri-bakteri patogen dalam pakan dapat tumbuh dan berkembang. Hal ini berdampak terhadap siklus penyebaran mikoorganisme patogen pada ternak dan produk ternak yang dihasilkan. Namun pakan yang difermentasi mampu mencegah terjadinya food born pathogen (Scholten et al.

1999; Heres et al. 2003). Sementara itu pakan yang disilasekan dapat memutus penyebaran mikroorganisme patogen dengan tidak ditemukannya E. coli tipe patogen penyebab haemorrhagic colitis, haemolitic uremic syndrome, thrombotic thrombocytopenic purpura (E. coli O157: H7 dan E. coli O26) yang ditanam sebanyak 105 CFU/gram (Bach et al. 2002; Dunierre 2011).

Jus silase jagung dalam penelitian ini merupakan cairan yang dihasilkan dari ensilase jagung yang dilangsungkan dengan baik yang ditandai dengan pH rendah dan karakteristik produk asam fermentasi yang dihasilkan. Hasil pengujian aktivitas antibakteri memperlihatkan bahwa BAL silase tidak hanya mampu mengatasi kompetisi dengan mikroorganisme yang tidak berguna selama ensilase, namun juga menghambat seluruh isolat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. yang diisolasi dari pedet diare.

(40)

22

Pembuatan Daftar Isi

Gambar 4.3 Mekanisme kerja antibakteri produk asam dari hasil fermentasi (Russell 1992)

Mekanisme kerja antibakteri produk asam fermentasi terutama pada bakteri gram negatif juga tidak hanya disebabkan oleh besarnya asam organik yang tidak berdissosiasi untuk mempeneterasi dinding sel bakteri. Membrane terluar bakteri gram negatif terdiri dari lapisan lipopolisakarida (LPS) yang tersusun atas lipid A dan rantai heteropolisakarida yang menonjol bersifat hidrofilik (Alakomi et al. 2007). Bakteri gram negatif memiliki pertahanan hambatan permeabilitas yang terdapat pada membran terluar sel sehingga mampu mencegah makromolekul-makromolekul antimikroba, seperti bakteriosin, enzim dan senyawa antibiotik yang bersifat hidrofobik. Alakomi et al. (2000) melaporkan bahwa kematian bakteri gram negatif oleh asam-asam lemak rantai pendek disebabkan adanya gangguan integritas dinding sel bakteri. Asam organik yang memiliki bobot molekul kecil larut air seperti asam laktat mampu melepaskan lipopolisakarida dari membran sel bakteri sehingga merusak sistem pertahanan luar bakteri gram negatif.

4.3 Kandungan Jus terhadap Aktivitas Antibakteri

Asam laktat dan asam asetat yang ditandai dengan pH rendah terkandung dalam jus silase jagung dalam penelitian ini merupakan produk asam yang mendominasi dalam jus silase (Tabel 4.1). Hal ini mengindikasikan bahwa antibakteri yang dihasilkan dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan

Salmonella sp. disebabkan oleh kandungan produk asam hasil fermentasi silase. Pengaruh kandungan jus silase jagung dan 50 µg/ml larutan antibiotik VITA Tetra-Chlor® terhadap diameter zona bening yang terbentuk pada bakteri

Escherichia coli dan Salmonella sp. diterangkan pada Gambar 4.4 dan 4.5. Keterangan: pH↓: pH eksternal bakteri

pH↑: pH internal bakteri

RCOOH: asam dalam bentuk tidak terionisasi

(41)

23

Gambar 4.4 Kandungan jus silase jagung (100, 50, 25 dan 12.5 %) dan 50 µg/ml VITA Tetra-Chlor terhadap aktivitas antibakteri pada

Escherichia coli

Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa kandungan jus silase jagung yang berbeda berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri yang dihasilkan (P<0.05) dalam menghambat Escherichia coli. Jus silase jagung yang diencerkan sebanyak 50 % menurunkun aktivitas antibakteri dengan diameter zona bening yang terbentuk lebih kecil dibanding tanpa pengenceran. Namun kandungan jus silase jagung dari 12.5 % sampai 50 % tetap menghambat bakteri Escherichia coli dan menghasilkan aktivitas yang sama dengan diameter zona bening yang dihasilkan tidak berbeda.

Kandungan jus silase jagung yang berbeda juga mempengaruhi aktivitas antibakteri yang dihasilkan (P<0.05) dalam menghambat Salmonella sp.. Jus silase jagung yang diencerkan menjadi 50 % mengalami penurunan aktivitas antibakteri dengan diameter zona bening yang terbentuk lebih kecil dibanding tanpa pengenceran. Akan tetapi kandungan jus silase dari 25 % hingga 50 % tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda dalam menghambat bakteri Salmonella sp.. Begitu pula pada jus silase jagung yang diencerkan hingga 12.5 % memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan diameter zona bening yang tidak berbeda dengan jus silase jagung yang diencerkan 25 % (Gambar 4.5).

(42)

24

Gambar 4.5 Kandungan jus silase jagung (100, 50, 25, dan 12.5 %) dan 50 µg/ml VITA Tetra-Chlor terhadap aktivitas antibakteri pada

Salmonella sp.

Dari Gambar 4.4 dan 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pengenceran jus silase jagung menyebabkan penurunan aktivitas antibakteri yang dihasilkan. Akan tetapi jus silase jagung yang diencerkan dalam penelitian ini tidak selalu diikuti dengan penurunan aktivitas antibakteri. Aktivitas antibakteri jus silase jagung yang diencerkan 25 % tidak berbeda dengan jus silase jagung yang diencerkan 50 % atau 12.5 % dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.

Pengaruh pengenceran akan menyebabkan penurunan konsentrasi asam dan pH baik jenis asam lemah maupun asam kuat sehingga akan mempengaruhi efikasi sebagai antimikroba. Kandungan 12.5 % jus silase jagung memiliki konsentrasi asam laktat setara dengan 10.7 mmol/l dan asam asetat 3.1 mmol/l asam asetat.

Brook et al. (2001) melaporkan bahwa konsentrasi asam laktat sebesar 70 mmol/l akan bersifat bakteriostatis, sedangkan konsentrasi diatas 100 mmol/l akan bersifat baktersidal terhadap bakteri Salmonella. Jika dibandingkan dengan konsentrasi minimal asam laktat yang dibutuhkan untuk menghambat Salmonella

maka kandungan asam yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah dari sifat

bakteriostatis.

Russell (1992) berpendapat bahwa pH sangat menentukan aktivitas antibakteri produk asam organik yang dihasilkan dalam fermentasi. Sementara itu Alakomi et al. (2000) melaporkan bahwa asam laktat pH 3.6 dengan konsentrasi 10 mmol/l menyebabkan bakteriolisis pada bakteri gram negatif seperti:

Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella Typhimurium. Pada penelitian ini jus silase yang diencerkan sebesar 12.5 % memiliki konsentrasi asam laktat setara dengan 10.7 mmol/l dan nilai pH setara dengan 4.3 (dengan asumsi larutan asam laktat murni).

(43)

25

glucose-repressed oxidative system, glutamate-dependent system, dan arginine dependent system.

Berdasarkan hasil pada gambar 4 dan 5 aktivitas antibakteri jus silase dalam penelitian ini diduga tidak hanya disebabkan oleh produk asam-asam organik hasil fermentasi yang dihasilkan oleh BAL, namun juga dapat disebabkan oleh efek sinergis produk asam-asam organik dengan faktor-faktor antibakteri lain yang dihasilkan oleh BAL yang tidak diamati dalam penelitian ini. Lindgren et al.

(1990) melaporkan bahwa asam organik merupakan produk metabolit utama yang dihasilkan oleh BAL bersifat antimikroba dalam fermentasi anaerob. Akan tetapi kompetisi BAL dengan mikrooganisme lain dalam fermentasi diikuti dengan adanya produk-produk metabolit lain seperti Hydrogen peroksida, Diacetil dan bakteriosin. Sementara itu Piard dan Desmazeaud. (1991 dan 1992) melaporkan bahwa selain menghasilkan produk asam organik, BAL dalam menghambat bakteri-bakteri gram negatif juga menghasilkan Hidrogen peroksida (H2O2) dan

Reuterin.

5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa jus dari silase jagung yang diawetkan dengan baik mengandung produk feed additive

berupa BAL dan asam-asam organik hasil fermentasi yang didominasi oleh asam laktat dan asetat. Jus silase jagung memperlihatkan aktivitas antibakteri yang lebih besar dibanding 50 µg/ml laruan antibiotik VITA Tetra-Chlor® dalam menghambat Salmonella sp. Disamping itu feed additive jus silase jagung cakap dalam menghambat Escherichia coli dan Salmnella sp. yang diisolasi dari pedet diare.

5.2 Saran

Gambar

Tabel 4.2  Identifikasi isolat bakteri Escherichia coli dari sampel feses lima ekor
Tabel 4.3  Identifikasi isolat bakteri Salmonella sp. dari sampel feses lima ekor pedet pre-ruminant diare
Tabel. 4.5  Acuan diameter zona bening BAL terhadap bakteri Escherichia coli
Gambar 4.3 Mekanisme kerja antibakteri produk asam dari hasil fermentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji FTIR dari starch-g-polyacrylamide dengan metode grafting to melalui teknik polimerisasi larutan telah terbukti bahwa starch-g-polyacrylamide merupakan

Kedua mata pelajaran tersebut sering disebut sebagai (science). Secara ideal, pembelajaran IPA dan Matematika mesti mengembangkan kognisi, efeksi, dan psikomotor

peauagut ea I PEDA dan penyet

1) Dengan adanya semangat kerja yang tinggi dari karyawan maka pekerjaan yang diberikan kepadanya atau ditugaskan kepadanya.. akan dapat diselesaikan dengan waktu

3 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-Undang Perdata (BW), cet.1, (Jakarta: PT.. sengketa yang merupakan tanah peninggalan pewaris.

(3) Pemberian tugas bagi guru yang tidak memenuhi beban kerja minimum 24 jam tatap muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan bersama oleh kepala

Dalam penjualan buku dan alat tulis pada beberapa toko buku salah satunya toko buku modern kudus belum menerapkan sistem komputerisasi sehingga sering terjadi

menyatakan bahwa sistem layanan terbuka merupakan sistem yang memberikan.. kebebasan kepada pengguna untuk memilih langsung bahan pustaka