• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI LOT BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

DENGAN CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK

PENDUGAAN VIGOR BENIH TERHADAP SALINITAS

RIKANIA RENINTA

A24070136

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Evaluasi Lot Benih Kedelai dengan Controlled Deterioration Test (CDT) untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas

Evaluation of Soybean Seed Lot with Controlled Deterioration Test (CDT) to Estimate Seed Vigour under Salinity Stress

Rikania Reninta1, Endang Murniati2, Maryati Sari3

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, A24070136

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

The experiment was conducted at Seed Science and Technology, Department of

Agronomy and Horticulture, in IPB Bogor from February 2011 to June 2011. This research

consisted of three experiment. First experiment was effect of soybean seed varieties and level

of salinity to seed vigour.This research aimed to determine NaCl concentration for evaluate

vigour of soybean seeds. Second experiment was effect of soybean seed varieties

andControlled Deterioration Test (CDT) condition to seed viability. This research aimed to

determine of moisture content of soybean seeds and stress period that can be used on CDT.

Third experiment was to find out the correlation between variable selected saline condition

with variable CDT to estimate vigor of seed. First experiment used Randomized Complete

Block Design with two factors. First factor was five varieties of soybean seed, i.e Rajabasa,

Wilis, Sindoro, Gepak Kuning, and Tanggamus. Second factor was four concentration of

saline condition (0 g/l, 2.56 g/l, 5.12 g/l, 7.68 g/l NaCl). Experiment in salinity stress

condition with 5.12 g/l NaCl concentration was effective to identified varieties of soybean

seeds with characteristic tolerance or sensitive to salinity stress. Second experiment was

CDT, used combination of three level seed moisture content (15%, 20%, 25%) and three level

stress period (0 h, 24 h, 48 h) at 45oC with RH 100%. Condition of 15% moisture content

with 24 h stress period was the best condition for correlation testing with various variable of

salinity at concentration 5.12 g/l NaCl. Correlation analysis indicated no correlation

relationship between selected level of saline condition with VCDT. It case, CDT in this

research cannot used for estimate vigor of saline stress in soybean seeds.

(3)

RINGKASAN

RIKANIA RENINTA. Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas. (Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI dan MARYATI SARI).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat toleransi benih kedelai terhadap salinitas, menentukan kondisi kadar air benih kedelai dan lama penderaan yang dapat digunakan pada Controlled Deterioration Test (CDT), dan untuk mengetahui korelasi antara vigor kekuatan tumbuh terhadap salinitas dengan CDT. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan. Percobaan pertama yaitu penentuan konsentrasi NaCl untuk simulasi cekaman salinitas. Percobaan kedua yaitu pengaruh lot benih dan kondisi CDT (tingkat kadar air benih serta lama penderaan) terhadap viabilitas. Percobaan ketiga yaitu uji korelasi antara berbagai tolok ukur percobaan I pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l dan VCDT hasil percobaan

II. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan Februari-Juni 2011.

Percobaan I menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah varietas kedelai yakni: Rajabasa, Wilis, Sindoro, Gepak Kuning, dan Tanggamus. Faktor kedua adalah kondisi salinitas menggunakan larutan NaCl dengan konsentrasi 2.56 g/l, 5.12 g/l, dan 7.68 g/l.

(4)

3

tolok ukur percobaan I pada konsentrasi NaCl 5.12 g/l dikorelasikan dengan VCDT

hasil percobaan II.

Percobaan penderaan pada kondisi salinitas dengan konsentrasi 5.12 g NaCl/l dapat digunakan untuk mengidentifikasi varietas benih kedelai yang toleran dan peka terhadap kondisi salin. Varietas yang paling toleran yaitu varietas Tanggamus, kemudian diikuti dengan varietas Sindoro, Wilis, Rajabasa, dan Gepak Kuning.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi tingkat kadar air dan lama penderaan pada percobaan Controlled Deterioration Test (CDT) mempengaruhi performa perkecambahan kedelai. Kadar air 15% dengan lama penderaan 24 jam merupakan kondisi paling tepat untuk mengevaluasi vigor benih. Pada percobaan ini, diperoleh pengelompokkan varietas yang memiliki VCDT tinggi dan VCDT

rendah. Varietas yang memiliki VCDT tinggi adalah varietas Sindoro dan Gepak

Kuning, sementara varietas yang memiliki VCDT yang lebih rendah adalah

Rajabasa, Tanggamus, dan Wilis.

Analisis korelasi menunjukkan tidak satupun tolok ukur yang menunjukkan adanya hubungan antara VKTsalin konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan

VCDT kadar air 15% dan lama penderaan 24 jam. Hal ini menunjukkan percobaan

(5)

EVALUASI LOT BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

DENGAN CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK

PENDUGAAN VIGOR BENIH TERHADAP SALINITAS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RIKANIA RENINTA

A24070136

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi :

EVALUASI LOT BENIH KEDELAI

(GLYCINE MAX (L.) MERR.) DENGAN

CONTROLLED DETERIORATION TEST

UNTUK PENDUGAAN VIGOR BENIH

TERHADAP SALINITAS

Nama

:

RIKANIA RENINTA

NIM

: A24070136

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Endang Murniati, MS) (Maryati Sari, SP, MSi.) NIP. 19471006 198003 2 001 NIP. 19700918 200003 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP.19611101 198703 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul “Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr) dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, IPB Darmaga, Bogor. Penelitian ini disponsori oleh PT Indofood Sukses Makmur, Tbk dalam kerangka program Indofood Riset Nugraha 2011.

Selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Endang Murniati MS dan Maryati Sari, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Endang Murniati, MS selaku pembimbing akademis penulis yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

4. Kepada PT Indofood Sukses Makmur, Tbk yang melalui program Indofood Riset Nugraha 2011 yang telah memberikan dukungan finansial untuk pelaksanaan penelitian.

5. Kepada kedua orangtua serta adiku (Lira Wigiana) dan seluruh keluarga di Bandung, Bogor, Cirebon, Subang, dan Kuningan atas kasih sayang, doa, dan dorongannya, baik secara moril dan materil.

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB atas ilmu dan pengalamannya.

(8)

iv

9. Kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 44 atas segala keceriaan, pengalaman, persahabatan, dan bantuannya.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi dan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Juni 1989. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Sugiatna Sumawikarta dan Ibu Euis Wiarsih.

Tahun 2001 penulis lulus dari SDPN Sabang Bandung, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMPN 28 Bandung, Jawa Barat. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 12 Bandung pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui USMI. Selanjutnya tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Tanaman Kedelai ... 4

Vigor Benih dan Uji Vigor Benih ... 4

Pengaruh Salinitas terhadap Perkecambahan Benih ... 5

Controlled Deterioration Test ... 6

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu Percobaan ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Pelaksanaan ... 9

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum ... 16

Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman Salinitas ... 17

Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Benih ... 24

Korelasi antara Berbagai Tolok Ukur Percobaan I pada Konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (15%/24 jam) ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati. ... 17 2. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Tingkat Salinitas

terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati ... 18 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih

dan Kondisi CDT (Kadar Air dan Lama Penderaan) terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati. ... 24 4. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT

(Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap

Persentase Kecambah Normal (%)... 25 5. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT

(Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap

Kecepatan Tumbuh (%/etmal) ... 27 6. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT

(Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Berat Kering Kecambah Normal ... 28 7. Pengaruh Faktor Tunggal Lot Benih dan Kondisi CDT

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 2.56 g NaCl/l ... 19 2. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi Varietas Rajabasa ... 38

2. Deskripsi Varietas Wilis ... 39

3. Deskripsi Varietas Sindoro ... 40

4. Deskripsi Varietas Gepak Kuning ... 41

5. Deskripsi Varietas Tanggamus ... 42

6. Perhitungan Konsentrasi Larutan NaCl dengan Rumus Ayers dan Westcot (1976). ... 43

7. Proses Peningkatan KA Benih pada Percobaan CDT. ... 43

8. Kondisi Viabilitas Awal Benih Bahan Penelitian ... 44

9. Data Rata-Rata Kadar Air Benih Setelah Perlakuan CDT ... 44

10.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas terhadap Persentase Kecambah Normal ... 44

11.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas terhadap Kecepatan Tumbuh... 45

12.Analisis Ragam Pengaruh Varietas Dan Kondisi Salinitas terhadap Panjang Akar ... 45

13.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas terhadap Panjang Hipokotil ... 45

14.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas terhadap Bobot Kering Kecambah Normal ... 46

15.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT terhadap Persentase Kecambah Normal ... 46

16.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT terhadap Kecepatan Tumbuh... 46

17.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT terhadap Panjang Akar ... 47

18.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT terhadap Panjang Hipokotil ... 47

19.Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT terhadap Bobot Kering Kecambah Normal ... 47

(14)

x

21.Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (KCT) KA 15%/24 jam ... 48

22.Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan

Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (PA) KA 15%/24 jam ... 48

23.Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan

Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (PH) KA 15%/24 jam ... 48

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan sumber protein nabati utama di Indonesia. Selain dikonsumsi secara langsung, kedelai menghasilkan protein dan minyak untuk industri makanan dan industri pakan ternak. Kebutuhan kedelai nasional Indonesia saat ini mencapai 2 349 000 ton pada tahun 2009 dan diperkirakan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk (Atman, 2009), sementara impor kedelai Indonesia mencapai 1 265 182 ton pada tahun 2009 (BPS, 2010).

Produksi kedelai di Indonesia cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, jumlah produksi kedelai Indonesia mencapai 747 611 ton dengan luas lahan 580 534 hektar. Tahun 2007, jumlah tersebut menurun secara tajam menjadi 592 534 ton dengan luas lahan 459 116 hektar. Tahun 2008, produksi kedelai mengalami kenaikan sebesar 775 710 ton dengan luas lahan 590 956 hektar. Tahun 2009, produksi kedelai kembali naik menjadi 974 512 ton dengan luas lahan 722 791 hektar (BPS, 2010).

Melihat begitu pentingnya kedelai bagi industri pangan di Indonesia, maka peningkatan produksi baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi perlu dilakukan. Salah satu upaya ekstensifikasi yang dapat dilakukan adalah penggunaan lahan sub-optimum. Pemanfaatan lahan sub-optimum membutuhkan benih kedelai yang bermutu dan mempunyai vigor yang tinggi. Benih yang bervigor tinggi ditandai dengan kemampuan benih tersebut untuk tumbuh normal pada kondisi yang suboptimum. Menurut Harris et al. (2000), kualitas benih (viabilitas dan vigor) memiliki pengaruh besar terhadap produksi tanaman. Penggunaan benih bervigor tinggi diharapkan akan meningkatkan produktivitas, sehingga dapat meningkatkan produksi dan mengurangi impor kedelai dari luar.

(16)

2

menunjukkan meningkatnya salinitas menurunkan perkecambahan, panjang radikula dan plumula, serta bobot segar pada berbagai jenis kultivar kecambah canola (Brassica napus L.).

Penggunaan benih kedelai yang mempunyai vigor tinggi terhadap salinitas dan penanaman kedelai pada lahan-lahan salin diharapkan mampu meningkatkan produksi kedelai di Indonesia. Meningkatnya produksi kedelai dalam negeri akan menurunkan tingkat ketergantungan Indonesia terhadap pasokan kedelai impor, dan diharapkan mampu mensejahterakan petani kedelai di Indonesia.

Uji vigor benih yang spesifik lingkungan sangat dibutuhkan untuk mengetahui vigor benih. Metode uji vigor benih yang telah banyak digunakan adalah Accelerated Aging Test (AAT) dan Controlled Deterioration Test (CDT). Dilihat dari metode percobaan yang dilakukan, CDT hampir sama dengan AAT. Perbedaannya menurut Venter (2000), pada metode CDT kadar air benih ditentukan terlebih dahulu sebelum didera menggunakan water bath. Benih juga dikemas dengan kantong alumunium foil untuk mencegah benih menyerap air dari lingkungan luar. Menurut Rodo dan Filho (2003), metode CDT dapat digunakan untuk menentukan vigor benih pada kondisi sub-optimum pada benih bawang

(Allium cepa) dengan perlakuan kadar air 24%, lama penderaan 24 jam, dan suhu

penderaan 45oC.

Metode uji vigor dengan CDT ini telah banyak digunakan sebagai simulasi uji vigor benih terhadap berbagai kondisi suboptimum, sehingga CDT diharapkan dapat menjadi tolok ukur vigor benih yang bersifat general. Metode CDT telah digunakan untuk menguji potensi fisiologis benih bawang (Rodo dan Filho, 2003), menguji ketahanan benih Dalbergia nigra dan Dimorphandra mollis terhadap penyimpanan (Chavez dan Usberti, 2004), menguji ketahanan benih kedelai pada kondisi di lapang (Changrong et al., 2007), dan mempelajari perlakuan priming

(17)

Tujuan

1. Menentukan konsentrasi NaCl yg tepat untuk mengevaluasi vigor benih spesifik terhadap salinitas.

2. Menentukan kondisi CDT (kadar air dan lama penderaan) yang efektif untuk membedakan vigor kekuatan tumbuh benih.

3. Mengetahui korelasi antara tolok ukur viabilitas pada kondisi salin dengan VCDT.

Hipotesis

1. Diperoleh konsentrasi NaCl yang tepat untuk membedakan vigor benih terhadap salinitas.

2. Terdapat kondisi CDT (kadar air benih dan lama penderaan) yang efektif untuk membedakan vigor benih.

3. Terdapat korelasi antara VKT hasil pengujian pada kondisi salin

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kedelai

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam tanaman kelas Dicotyledoneae, famili Leguminoceae, genus

Glycine dan species Glycine max. Tanaman kedelai mempunyai batang pendek

(30-100 cm), memiliki 3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat seringkali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2007).

Bunga kedelai termasuk tipe bunga sempurna dengan warna bunga ungu dan putih. Penyerbukan terjadi saat mahkota bunga masih tertutup dan menyerbuk sendiri (selfpolinated). Kedelai mulai berbunga setelah berumur 30-50 hari, dimana kuntum bunga tersusun dalam rangkaian bunga (Sumarno dan Harnoto, 1983). Sekitar 60% bunga akan rontok sebelum membentuk polong. Polong pertama muncul pada umur 10-14 hari setelah bunga pertama. Waktu yang diperlukan untuk pembentukkan polong adalah 21 hari. Satu tanaman kedelai dapat menghasilkan polong hingga mencapai 400 polong. Setiap polong berisi 1-5 biji dengan bentuk biji bulat pipih hingga bulat lonjong (Rukmana dan Yuniarsih, 2001). Menurut Suprapto (2001), biji kedelai berkeping dua dan terbungkus oleh kulit biji. Warna kulit biji bervariasi yaitu kuning, hitam, hijau, dan coklat. Di Indonesia, bobot biji bervariasi antara 6-30 gram per 100 butir.

Vigor Benih dan Uji Vigor Benih

(19)

menyimpulkan bahwa vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi tidak optimum atau sub optimum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih antara lain faktor genetik, faktor fisiologis, dan faktor eksternal. Faktor genetik yang mempengaruhi vigor benih adalah pola dasar perkecambahan dan pertumbuhan yang merupakan bawaan genetik dan berbeda antara satu spesies dengan spesies lain. Faktor fisiologis yang mempengaruhi vigor benih adalah semua proses fisiologis yang merupakan hasil kerja komponen pada sistem biokimia benih. Faktor eksternal yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan pada saat memproduksi benih, baik ketika panen, pengolahan, penyimpanan, dan penanaman kembali (Bedell, 1998). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perbedaan vigor benih menurut Powell (2006) adalah penuaan benih akibat kemunduran, kerusakan pada saat imbibisi, dan kondisi lingkungan pada saat pengembangan benih, serta ukuran benih.

Pengujian benih perlu dilakukan untuk mengetahui vigor benih. Metode uji vigor benih dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu uji pada kondisi stress, uji biokimia, serta uji pertumbuhan dan evaluasi kecambah. Uji pada kondisi stress antara lain metode pengusangan cepat fisik (Accelerated Ageing Test), metode pengusangan cepat terkontrol (Controlled Deterioration Test), dan metode uji suhu dingin. Uji biokimia benih antara lain uji konduktivitas listrik (Venter, 2000).

Metode uji vigor yang dilakukan harus memenuhi beberapa syarat yaitu murah, mudah dilakukan, tepat guna, bersifat objektif, dapat dikembangkan, dan berkorelasi dengan pertumbuhan benih di lapang (Copeland dan McDonald, 2004). Tolok ukur yang digunakan pada uji vigor benih antara lain keserempakan tumbuh benih, kemampuan benih berkecambah pada kondisi lingkungan yang sub-optimum, serta kemampuan benih berkecambah setelah benih tersebut disimpan (ISTA, 2010).

Pengaruh Salinitas terhadap Perkecambahan Benih

(20)

6

tidak mencukupi untuk mencuci kandungan garam dari akar tanaman (Schmidhalter dan Oertli, dalam Mavi dan Demir, 2005). Tanah yang salin dapat menyebabkan buruknya perkecambahan dan pembentukkan bibit (Afzal et al., 2005). Hasil penelitian Jamil dan Rha (2007) menunjukkan, kondisi lingkungan salin menyebabkan penurunan persentasi perkecambahan, rata-rata panjang akar, dan bobot segar kecambah pada benih bit (Beta vulgaris L. cv. Tianjin qing pielan).

Menurut Kim (1998), salinitas tanah ditetapkan dengan mengukur daya hantar listrik (DHL) dalam mmhos/cm pada ekstrak jenuh tanah. Tanah salin dicirikan oleh DHL melebihi 4 mmhos/cm yang diukur pada suhu 25oC. Pemilihan nilai kritis untuk DHL pada 4 mmhos/cm dilaporkan didasarkan atas kemungkinan tingkat kerusakan tanaman akibat garam.

Perkecambahan benih dan awal pertumbuhan tanaman merupakan tahapan yang paling peka terhadap cekaman salinitas pada hampir semua jenis tanaman pangan (Sivritepe et al., 2003; Ashraf dan Foolad, 2005). Salinitas dapat menunda pertumbuhan awal, menurunkan rata-rata dan meningkatkan ketidakseragaman pada perkecambahan, mengurangi tanaman yang tumbuh dan hasil panen (Ashraf dan Foolad, 2005). Kondisi lingkungan yang salin juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan benih berbagai komoditas. Hasil penelitian yang dilakukan Afzal et al. (2005), menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh terhadap penurunan persentase perkecambahan, berat segar dan kering tunas dan akar, serta menghambat penyerapan berbagai nutrisi pada benih gandum (Triticum aestivim).

Ketahanan terhadap salinitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor fisiologis (Flowers, 2004). Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Bybordi dan Tabatabaei (2009) terhadap lima kultivar kanola yaitu Elite, Fornax, Licord, Okapi, dan SLM046. Hasil penelitian menunjukkan setiap kultivar memiliki ketahanan yang berbeda terhadap salinitas, dimana kultivar SLM046 lebih toleran terhadap salinitas dibandingkan dengan kultivar yang lain.

Controlled Deterioration Test

(21)

penyerapan air pada setiap sampel benih. Benih yang masih dalam kondisi baik, penyerapan airnya tentu akan berbeda dengan benih yang kondisinya sudah tidak baik. Kondisi ini dapat menyebabkan kondisi kemunduran benih yang berbeda, sehingga dibutuhkan standarisasi hasil perkecambahan setelah pengusangan (Rodo dan Filho, 2003).

Metode uji pengusangan cepat benih atau Accelerated Ageing Test (AAT) merupakan pengujian benih vigor benih dengan memberikan perlakuan suhu dan RH tinggi selama beberapa waktu. Ketika pengujian dilakukan, benih akan menyerap kelembaban dari lingkungan, bersamaan dengan tingginya suhu lingkungan, sehingga menyebabkan kemunduran benih secara cepat (ISTA, 2010).

Controlled Deterioration Test (CDT) pada prinsipnya sama dengan AAT.

Hal yang membedakan adalah teknik pengusangan yang digunakan serta adanya penetapan kadar air. Menurut Matthews (1980), pada metode pengusangan cepat fisik menggunakan alat pengusangan cepat, kadar air benih tidak sama antar lot benih sehingga kecepatan penyerapan air berbeda-beda, sedangkan pada metode pengusangan cepat terkontrol kadar air dibuat sama sesuai dengan perlakuan kadar air yang telah ditentukan. Setelah itu, benih diusangkan dengan cara dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 40-45oC. Menurut Copeland dan McDonald (2004), pada metode AAT benih diimbibisi pada kondisi suhu yang tinggi (41o) dengan RH 100% selama beberapa waktu (tiga sampai empat hari). Menurut metode CDT yang sudah di validasi ISTA (2010) pada benih

Brassica spp., benih dinaikkan kadar airnya hingga mencapai 20%, kemudian

dilakukan cekaman pada suhu tinggi (45oC) menggunakan water bath selama 24 jam.

Metode Controlled Deterioration Test (CDT), membutuhkan waktu, kadar air, dan suhu pengusangan yang berbeda-beda antar komoditas, sehingga dalam pengembangannya perlu diteliti terlebih dahulu kadar air, waktu, dan suhu yang tepat. Hasil penelitian Lanteri (1996), penggunaan CDT selama 4 hari pada suhu 45oC dan kadar air 9.5% dapat digunakan untuk menguji vigor benih cabe

(Capsicum annum L.). Hasil penelitian Filho et al. (2001), menggunakan CDT

(22)

8

digunakan untuk menguji vigor benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Hal ini juga didukung oleh penelitian Rodo dan Filho (2003), yang menunjukkan bahwa CDT selama 24 jam pada suhu 45oC dan kadar air 24% dapat digunakan untuk menguji potensi fisiologis benih bawang (Allium cepa). Penelitian Chaves dan Usberti (2004) menunjukkan, bahwa perlakuan CDT selama 5 hari pada suhu 65oC dan kadar air 15% dapat digunakan untuk menguji vigor benih Dalbergia

nigra dan Dimorphandra mollis terhadap penyimpanan. Hasil penelitian Silva dan

Vieira (2010) menunjukkan, CDT selama 24 jam pada suhu 45oC dan kadar air 22% dapat digunakan untuk menguji vigor benih bit (Beta vulgaris).

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011.

Bahan dan Alat

Benih sumber kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berupa lima lot benih dari lima varietas kedelai yaitu Rajabasa, Wilis, Sindoro, Gepak Kuning, dan Tanggamus yang diperoleh dari BB BIOGEN dan BPTP Propinsi Banten. Karakteristik masing-masing varietas kedelai dapat dilihat pada Lampiran 1-5. Benih dipanen pada bulan Desember 2010. Bahan lain yang digunakan pada penelitian ini adalah NaCl, aquades, kertas merang, kertas amplop, kertas label, kantung alumunium foil, dan plastik.

Peralatan yang digunakan adalah neraca digital, oven, desikator, wadah untuk pengukuran kadar air, waterbath, alat pengecambah benih IPB 72-1, alat pengepres kertas, pipet, sealer, dan semprotan air.

Metode Pelaksanaan

Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan, yaitu:

Percobaan I. Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman Salinitas

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi salin yang efektif untuk mengevaluasi vigor benih terhadap salinitas pada beberapa lot benih. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lot benih dengan 5 taraf yaitu:

(24)

10

Faktor kedua adalah kondisi salinitas yang digunakan. Kondisi salinitas ini mengggunakan daya hantar listrik (DHL) sebagai taraf. Perlakuan ini terdiri dari 4 taraf yaitu:

S0 = kontrol

S1 = 2.56 g NaCl/l ~ 4 mmhos/cm S2 = 5.12 g NaCl/l ~ 8 mmhos/cm S3 = 7.68 g NaCl/l ~ 12 mmhos/cm

Perlakuan kondisi cekaman menggunakan simulasi larutan NaCl. Perhitungan konsentrasi larutan NaCl dilakukan dengan pendekatan rumus Ayers dan Westcot (1976) dalam Montana State University (2003) dapat dilihat pada Lampiran 6.

Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 20 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan, sehingga diperoleh 80 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 50 butir benih. Model percobaan yang akan digunakan adalah:

Yijk = µ + k + i + j + ( )ij + ijk (i = 1, 2, 3,....n. k = 1, 2, 3) Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor lot benih dan taraf ke-j faktor kondisi tingkat salinitas.

µ : Nilai tengah umum k : Pengaruh kelompok ke-k

i : Pengaruh taraf ke-i faktor lot benih

j : Pengaruh taraf ke-j faktor kondisi tingkat salinitas

( )ij : Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor lot benih dengan taraf ke-j faktor kondisi tingkat salinitas

ijk : Galat percobaan

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova), apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test

(25)

Percobaan II. Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan) terhadap Viabilitas

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi kadar air benih dan lama penderaan yang efektif untuk CDT. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama adalah lot benih dengan 5 taraf yaitu:

D1 = Varietas Rajabasa D4 = Varietas Gepak Kuning D2 = Varietas Wilis D5 = Varietas Tanggamus D3 = Varietas Sindoro

Faktor kedua adalah kondisi Controlled Deterioration Test(CDT) yang merupakan kombinasi kadar air dan lama penderaan, dengan 9 taraf yaitu:

P1 = KA 15% penderaan 0 jam P6 = KA 20% penderaan 48 jam P2 = KA 15% penderaan 24 jam P7 = KA 25% penderaan 0 jam P3 = KA 15% penderaan 48 jam P8 = KA 25% penderaan 24 jam P4 = KA 20% penderaan 0 jam P9 = KA 25% penderaan 48 jam P5 = KA 20% penderaan 24 jam

Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 45 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan, sehingga diperoleh 180 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 50 butir benih.

Model percobaan yang akan digunakan adalah:

Yijk = µ + k + i + j + ( )ij + ijk (i = 1, 2, 3,....n. k = 1, 2, 3) Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor lot benih dan taraf ke-j faktor kondisi CDT (kadar air benih serta periode penderaan).

µ : Nilai tengah umum k : Pengaruh kelompok ke-k

i : Pengaruh taraf ke-i faktor lot benih

j : Pengaruh taraf ke-j faktor kondisi CDT(kadar air dan periode penderaan) ( )ij : Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor lot benih dengan taraf ke-j

(26)

12

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova), apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test

(DMRT) pada taraf kesalahan 5%.

Percobaan III. Uji Korelasi antara Berbagai Tolok Ukur Percobaan I pada Konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan VCDT Hasil Percobaan II Berbagai tolok ukur percobaan I pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l dikorelasikan dengan VCDT hasil percobaan II. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan analisis korelasi sederhana.

Tingkat hubungan antara VKTsalin dengan VCDT ditentukan oleh nilai

koefisien korelasi. Setelah analisis korelasi, dilakukan juga analisis regresi linier sederhana. Persentase VCDT difungsikan sebagai faktor X dan tolok ukur VKTsalin

sebagai faktor Y dalam persamaan regresi ini. Persamaan regresi yang digunakan adalah:

Yi = + Xi

Keterangan : Yi = Tolok ukur VKTsalin = Intersep

= Kemiringan atau gradient Xi = VCDT

Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran Kadar Air Awal

Cara untuk mengetahui kadar air awal (initial moisture content) benih, dilakukan dengan menggunakan metode oven suhu rendah dengan kisaran suhu 103±2 oC selama 17 jam (ISTA, 2010). Wadah untuk mengukur kadar air (KA) beserta dengan tutup ditimbang (M1). Kemudian dimasukkan contoh kerja ke dalam cawan dan ditimbang bersama tutupnya (M2). Setelah di oven selama 17 jam, dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30-45 menit, kemudian timbang (M3). Penetapan kadar air (KA) dihitung dengan cara:

KA (%) = × 100%

dimana:

M1 = berat wadah untuk mengukur KA + tutup (g)

(27)

Pengukuran kadar air ini dilakukan secara duplo atau diulang 2 kali pada masing-masing lot benih.

Pengujian Ketahanan Benih terhadap Salinitas

NaCl ditimbang sesuai dengan perlakuan yaitu 2.56 g NaCl/l, 5.12 g NaCl/l, dan 7.68 g NaC/l untuk mendapatkan kondisi DHL sebesar 4 mmhos/cm, 8 mmhos/cm, dan 12 mmhos/cm. Selanjutnya NaCl dilarutkan dengan aquades. Substrat media kertas merang dilembabkan menggunakan larutan NaCl tersebut. Sesudah itu benih dari masing-masing lot sebanyak 50 butir setiap ulangan diuji dengan menggunakan media tersebut dengan metode UKDdp. Kemudian benih dikecambahkan pada alat pengecambah benih IPB 72-1.

Controlled Deterioration Test

Benih dikelompokkan berdasarkan perlakuan yang akan dilakukan, yaitu kadar air benih 15%, 20%, dan 25%. Tahapan selanjutnya, 50 butir benih tersebut dimasukkan ke dalam kantung alumunium foil dan ditambahkan aquades di atas timbangan hingga mencapai bobot benih pada kadar air yang diinginkan. Bobot benih pada kadar air yang diinginkan diperoleh berdasarkan perhitungan:

W2 = × W1

Dimana:

A = Kadar air awal benih (%)

B = Kadar air benih yang diinginkan (%) W1 = Bobot awal benih yang telah diketahui (g)

W2 = Bobot benih dengan kadar air yang diinginkan (g)

Alumunium foil yang berisi benih dan aquades sesuai perlakuan selanjutnya di sealed kemudian dikocok perlahan agar air merata ke seluruh benih, lalu dimasukkan ke dalam refrigerator bersuhu 4oC dan didiamkan selama 24 jam agar benih dapat berimbibisi dan mencapai kadar air kesetimbangan yang diinginkan (ISTA, 2010). Proses peningkatan kadar air benih dapat dilihat pada Lampiran 7.

(28)

14

dan didinginkan, selanjutnya diuji KA nya dan dikecambahkan menggunakan kertas merang. Metode yang digunakan adalah UKDdp dan dikecambahkan pada alat pengecambah benih IPB 72-1.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada seluruh lot benih dari setiap perlakuan. Karakter yang diamati yaitu:

1. Jumlah kecambah normal, ciri-ciri yang terlihat sesuai dengan karakteristik kecambah normal. Pengamatan dilakukan pada 3 dan 5 hari setelah tanam (HST).

2. Persentase kecambah normal, dihitung dari jumlah kecambah normal pada pengamatan I (3 HST) dan II (5 HST) terhadap jumlah benih yang ditanam pada perlakuan tersebut dikali 100%. Rumus penghitungan persentase kecambah normal:

KN (%) = × 100%

Keterangan:

KN = persentase kecambah normal (%)

KN I = kecambah normal pada pengamatan pertama (3 HST) KN II = kecambah normal pada pengamatan kedua (5 HST)

3. Kecepatan tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari terhadap

persentase kecambah normal dibagi dengan etmal. Nilai etmal kumulatif dimulai saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan dan dihitung dengan rumus penentuan kecepatan tumbuh (Sadjad et al., 1999).

KCT = !

Keterangan:

KCT = kecepatan tumbuh

N = persentase jumlah kecambah normal

(29)

4. Bobot kering kecambah normal (BKKN), kecambah normal tanpa kotiledon pada tiap-tiap satuan percobaan di keringkan dengan cara dioven selama 3 hari pada suhu 60oC kemudian ditimbang. Pengamatan dilakukan pada 5 HST.

5. Panjang hipokotil (PH).

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 80-88%. Kadar air awal benih sebelum mendapat perlakuan adalah 8.5-12.5%. Keterangan lebih lengkap mengenai viabilitas awal benih dapat dilihat pada Lampiran 8.

Pengamatan pada proses CDT menunjukkan kadar air yang dicapai pada peningkatan kadar air sebelum dilakukan penderaan pada suhu 45oC secara umum sesuai dengan yang telah ditentukan. Kadar air yang dicapai berada pada kisaran 15±2%, 20±2%, dan 25±2%. Data kadar air benih setelah perlakuan kondisi CDT dapat dilihat pada Lampiran 9. Suhu water bath pada percobaan ini cukup stabil, yaitu 45±1oC.

Pertumbuhan cendawan pada media perkecambahan masih sering ditemukan pada percobaan CDT. Kodisi ini terjadi akibat pertumbuhan cendawan pada benih-benih yang digunakan pada penelitian ini. Pertumbuhan cendawan tersebut mempengaruhi hasil yang didapat dengan mengurangi kemungkinan benih yang dapat berkecambah normal. Cendawan paling banyak tumbuh pada percobaan CDT, pada perlakuan kadar air 25% dan lama penderaan 48 jam. Semua varietas menunjukkan respon yang sama pada perlakuan ini, yaitu benih yang ditanam tidak dapat tumbuh karena terinfeksi cendawan.

(31)

Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman Salinitas

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tingkat salinitas terhadap tolok ukur persentase kecambah normal (KN), kecepatan tumbuh (KCT),

bobot kering kecambah normal (BKKN), panjang akar (PA), dan panjang hipokotil (PH) ditunjukkan pada Tabel 1. Pengaruh lot benih (varietas) dan tingkat salinitas menunjukkan interaksi yang nyata pada tolok ukur KN, KCT, dan

BKKN; dan sangat nyata pada tolok ukur PA dan PH. Faktor varietas dan perlakuan salinitas masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua tolok ukur percobaan. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi salinitas terhadap kelima tolok ukur yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 10-14.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati.

Tolok Ukur VSalinitas

Varietas (V)

Perlakuan Salinitas (S)

Interaksi

(VxS) KK (%)

KN (%) ** ** * 4.742

KCT (%/etmal) ** ** * 1.994

PA (cm) ** ** ** 11.716

PH (cm) ** ** ** 11.041

BKKN (gram) ** ** * 5.593

Keterangan: **)=berpengaruh sangat nyata p 0.01; *)=berpengaruh nyata p 0.05; tn=tidak nyata; seluruh data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

Nilai tengah pengaruh interaksi antara lot benih (varietas) dengan berbagai tolok ukur perlakuan salinitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan masing-masing varietas memiliki respon yang berbeda terhadap konsentrasi NaCl yang diberikan. Pada kondisi optimum (0 g NaCl/l), nilai KN, KCT, PA, PH, dan

BKKN antara varietas Rajabasa, Wilis, dan Tanggamus tidak berbeda nyata. Varietas Sindoro dan Gepak Kuning memiliki nilai KN, KCT, PA, PH, dan BKKN

yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ketiga varietas yang lain, tetapi tidak berbeda nyata satu sama lain.

(32)

18

Tabel 2. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati

Varietas Tingkat salinitas (g/l)

0 2.56 5.12 7.68

Kecambah Normal (%)

Rajabasa 88ab 83ab 47f 7 ij

Wilis 89ab 77a-d 62de 7 ij

Sindoro 74bcd 79abc 65cde 16 hi

Gepak Kuning 75bcd 58ef 31g 4 j

Tanggamus 94a 88ab 80abc 25 hi

Kecepatan Tumbuh (%/etmal)

Rajabasa 27.03a 22.03bc 10.80e 1.55 h

Wilis 28.43a 22.30bc 15.87d 1.45 h

Sindoro 22.07bc 33.03bc 16.20d 3.20 gh

Gepak Kuning 22.22bc 14.62d 6.90f 0.80 h

Tanggamus 30.53a 26.48ab 21.23c 5.45 fg

Panjang Akar (cm)

Rajabasa 14.65a 13.07ab 10.88abc 0.00 h

Wilis 12.52ab 10.84abc 9.44bc 5.64 d

Sindoro 12.84ab 11.59abc 11.10abc 4.15 d

Gepak Kuning 12.06abc 11.85abc 8.40c 0.00 h

Tanggamus 13.00ab 12.34ab 11.07abc 0.19 bc

Panjang Hipokotil (cm)

Rajabasa 10.78ab 7.96b-e 5.57ef 0.00 h

Wilis 10.50abc 7.77cde 5.72def 4.61 f

Sindoro 11.46a 8.13bcd 5.76def 2.40 g

Gepak Kuning 10.42abc 7.57de 5.11f 0.00 h

Tanggamus 10.48abc 8.01b-e 5.86def 3.94 f

BKKN (gram)

Rajabasa 0.95a 0.71bcd 0.41gh 0.00 i

Wilis 0.76bc 0.61c-f 0.37h 0.09 i

Sindoro 0.68cde 0.50fgh 0.36h 0.02 i

Gepak Kuning 0.52e-h 0.43gh 0.12i 0.00 i

Tanggamus 0.88ab 0.79abc 0.57d-g 0.07 i

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

[image:32.595.109.515.119.663.2]
(33)

varietas lainnya. Varietas Tanggamus masih memiliki KN yang paling tinggi dibandingkan dengan keempat varietas lain yaitu 88%, dan KN terendah dimiliki oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 58%. Pada tolok ukur KCT, varietas Sindoro

memiliki nilai KCT yang tinggi yaitu 33.03%/etmal, dan KCT terendah dimiliki

oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 14.62%/etmal. Kondisi ini menunjukkan pada perlakuan konsentrasi 2.56 g NaCl/l, belum membuat benih tercekam. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Farid (2006), yaitu varietas kedelai yang tahan terhadap cekaman NaCl menunjukkan nilai indeks dari tolok ukur yang diamati tetap tinggi dibanding varietas dengan ketahanan sedang dan rentan pada konsentrasi yang memperlihatkan keragaman terbesar untuk masing-masing tolok ukur. Performa perkecambahan benih pada konsentrasi 2.56 g NaCl/l dapat dilihat pada Gambar 1.

[image:33.595.104.508.28.842.2]

Keterangan: a) Rajabasa, b) Wilis, c) Sindoro d) Gepak Kuning, e)Tanggamus

Gambar 1. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 2.56 g NaCl/l.

Pada kondisi lingkungan tumbuh yang salin, adaptasi tanaman pada saat tahap perkecambahan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Kaymakanova, 2009). Cekaman salinitas dapat menghambat pertumbuhan tanaman melalui dua mekanisme karena efek osmotik atau defisit air karena salinitas; dan efek

garam-a

e

c

d

(34)

20

garam spesifik atau kelebihan ion NaCl (Sobhanian, 2010). Peningkatan konsentrasi NaCl yang diberikan menyebabkan penurunan persentase kecambah normal dan KCT yang berbeda pada masing-masing varietas.

Bila konsentrasi NaCl ditingkatkan menjadi 5.12 g NaCl/l, dua varietas yaitu Rajabasa dan Gepak Kuning menurun secara nyata KN, KCT, dan PH nya.

Hal ini menunjukkan bahwa kedua varietas tersebut kurang toleran dibandingkan ketiga varietas yang lain, yaitu Wilis, Sindoro, dan Tanggamus. Pada larutan NaCl konsentrasi 5.12 g NaCl/l setara dengan 4mmhos/cm menurut Kim (1998), sudah mencerminkan kondisi tanah salin. Perbedaan ketahanan terhadap salinitas antar varietas terlihat sangat nyata pada tingkat salinitas ini. Varietas Tanggamus memiliki KN yang paling tinggi yaitu 80%, sedangkan varietas Gepak Kuning memiliki KN terendah yaitu 31%.

Selain tolok ukur KN, pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l juga telah terjadi penurunan KCT secara nyata. Menurut Sadjad (1993), tolok ukur KCT

mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi

kondisi lapangan yang suboptimum. Semakin tinggi nilai KCT semakin tinggi pula

vigor benih tersebut. Varietas Tanggamus menunjukkan nilai KCT tertinggi yaitu

21.23%/etmal, sedangkan KCT terendah dimiliki oleh varietas Gepak Kuning,

yaitu 6.90%/etmal.

Kondisi salinitas konsentrasi 7.68 g NaCl/l menunjukkan bahwa tidak ada satu pun varietas yang toleran terhadap cekaman ini. Kondisi ini terlihat dari kisaran KN yang sangat rendah, yaitu 4-25%. Varietas Tanggamus memiliki KN yang paling besar pada tingkat salinitas ini, yaitu 25%, dan varietas Gepak Kuning memiliki KN terendah yaitu 4%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khan et al. (2009), yaitu salinitas dapat menurunkan akhir persentase perkecambahan pada benih cabai (Capsicum annuum L.).

(35)

salinitas dapat mengganggu keseimbangan air pada tanaman (Sastry dan Gupta, 2009). Salinitas dapat mempengaruhi perkecambahan benih dengan menciptakan potensial osmotik sehingga mencegah penyerapan air, atau menyebabkan efek racun dari ion terhadap viabilitas embrio (Lianes et al. dalam Kaymakanova 2009). Hal ini dapat menyebabkan proses perkecambahan benih terganggu, bahkan dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah.

Selain tolok ukur viabilitas seperti KN dan KCT, cekaman salinitas juga

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kecambah. Interaksi antara varietas dan perlakuan salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap PA dan PH, serta berpengaruh nyata terhadap BKKN. Kondisi ini terlihat dari semakin tinggi konsentrasi NaCl yang diberikan, akar dan hipokotil semakin memendek. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afzal et al.

(2005), yaitu salinitas berpengaruh terhadap penurunan persentase perkecambahan, berat segar dan kering tunas dan akar, serta menghambat penyerapan berbagai nutrisi pada benih gandum (Triticum aestivum).

Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi 5.12 g NaCl/l belum mempengaruhi penurunan PA secara nyata. Kondisi ini terlihat dari nilai PA pada perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan nilai PA pada kontrol (konsentrasi 0 g NaCl/l). Penurunan panjang akar baru terlihat pada perlakuan konsentrasi 7.68 g NaCl/l, dimana panjang akar telah menurun secara tajam pada semua varietas. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Bernstein dan Kafkafi (2002), bahwa akumulasi garam dalam tanah dapat menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan akar akibat efek osmotik yang menyebabkan efek defisit air atau kelebihan ion-ion akibat salinitas. Menurut Wang dan Yamauchi (2006), kelebihan garam dapat mempengaruhi orientasi pertumbuhan sel akar (anisotropi pertumbuhan). Perubahan anisotropi pertumbuhan sel menyiratkan bahwa NaCl dapat mempengaruhi pertumbuhan akar.

(36)

22

toleran dan yang peka terhadap kondisi salinitas terlihat jelas pada perlakuan tingkat salinitas ini.

Pengamatan terhadap PH menunjukkan bahwa konsentrasi salinitas 5.12 g NaCl/l mampu menurunkan panjang rata-rata hipokotil secara nyata. Semua varietas menunjukkan, PH pada konsentrasi salinitas ini panjangnya hanya setengah dari PH perlakuan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sobhanian (2010), bahwa cekaman salinitas dapat memperpendek hipokotil kedelai. Tidak terdapat perbedaan yang mencolok pada hipokotil antara varietas satu dengan yang lain, yaitu panjang hipokotil rata-rata semua varietas berada pada kisaran 5 cm. Sehingga disimpulkan, bahwa PH kurang relevan jika dijadikan sebagai tolok ukur untuk menentukan varietas yang peka dan toleran terhadap salinitas.

Kondisi yang sama juga terjadi pada bobot kering kecambah normal (BKKN). Semua varietas menunjukkan penurunan BKKN yang nyata pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l terhadap kontrol (konsentrasi 0 g NaCl/l). Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Nevez et al., (2005) terhadap kedelai

(Glycine max (L.) Merr.) dimana cekaman salinitas dapat mengurangi

perkecambahan, pertumbuhan akar, dan bobot biomasa secara nyata sebagai respon terhadap konsentrasi NaCl yang diberikan. Performa perkecambahan pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l dapat dilihat pada Gambar 2.

[image:36.595.112.497.506.714.2]

Keterangan: a) Rajabasa, b) Wilis, c) Sindoro. d) Gepak Kuning, e)Tanggamus

Gambar 2. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 5.12 g NaCl/l. e

d

c b

(37)

Peningkatan konsentrasi NaCl sebanyak 7.68 g NaCl/l telah memberikan kondisi cekaman yang berat terhadap semua varietas. Hasil terlihat dari rendahnya rata-rata PA, PH, dan BKKN. Varietas yang paling tahan pada konsentrasi NaCl ini adalah varietas Tanggamus dengan nilai rata PA 9.19 cm dan nilai rata-rata PH 3.94 cm. Sementara untuk tolok ukur BKKN, nilai rata-rata-rata-rata tertinggi dimiliki oleh varietas Wilis, yaitu sebesar 0.09 gram.

Perbedaan performa benih masing-masing varietas terhadap berbagai perlakuan konsentrasi NaCl menunjukkan adanya pengaruh genetik yang mempengaruhi performa benih tersebut. Suatu genotipe akan memberikan tanggapan yang berbeda pada lingkungan yang berbeda, demikian pula genotipe yang berbeda akan memberikan tanggapan yang berbeda bila ditanam pada lingkungan yang sama (Nakamura et al., 2004). Menurut Farid (2006), gen yang mengatur karakter tersebut pada dasarnya berbeda sehingga pada lingkungan yang sama fenotipe tanaman yang diekspresikan juga berbeda. Jika terdapat perbedaan antara dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dan dapat diukur maka perbedaan itu berasal dari variasi genotipe kedua tanaman tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap tolok ukur KN, KCT, PA, PH dan BKKN karena pengaruh lot benih (varietas) dan tingkat

salinitas yang diberikan, diperoleh hasil bahwa konsentrasi 5.12 g NaCl/l merupakan tingkat salinitas yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih kedelai terhadap cekaman salinitas. Kondisi ini terlihat pada varietas yang peka, dimana penurunan nilai berbagai tolok ukur telah mencapai lebih dari 50% bila dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amirjani (2010), yang melakukan penelitian tentang efek cekaman salinitas terhadap pertumbuhan, komposisi mineral, kandungan prolin, dan enzim antioksidan pada benih kedelai (Glycine max L. Merr). Menurut Amirjani, konsentrasi 5.85 g NaCl/l dapat menurunkan pertumbuhan tanaman kedelai yang peka terhadap kondisi salin sampai 47% dan biomasa tanaman sampai 54% bila dibandingkan dengan kontrol.

(38)

24

Varietas yang paling toleran yaitu varietas Tanggamus, kemudian diikuti dengan varietas Sindoro, Wilis, Rajabasa, dan Gepak Kuning.

Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Benih

Hasil rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi antara lot benih (varietas) dan faktor kondisi CDT (kadar air dan lama penderaan) berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur KN, KCT, dan BKKN.

Interaksi antara varietas dan faktor kondisi CDT tidak berpengaruh terhadap PA dan PH. Faktor tunggal varietas dan perlakuan CDT masing-masing memberikan pengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati, kecuali pada PA dan BKKN varietas berpengaruh nyata. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi CDT terhadap kelima tolok ukur yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 15-19.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air dan Lama Penderaan) terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati.

Tolok ukur VCDT

Varietas Kondisi CDT Interaksi KK (%)

KN (%)1) ** ** ** 6.95

KCT (%/etmal)1) ** ** ** 2.67

PA (cm)2) * ** tn 12.68

PH (cm)2) ** ** tn 11.31

BKKN (gram)1) * ** ** 6.17

Keterangan: **)=berpengaruh sangat nyata p 0.01; *)=berpengaruh nyata p 0.05; tn=tidak nyata; 1)data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2; 2)data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+6)1/2

(39)
[image:39.595.112.511.124.326.2]

Tabel 4. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Persentase Kecambah Normal (%)

Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan)

Varietas

Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus

15%/0 jam 92 a 83abc 85abc 84abc 85abc

15%/24 jam 20 de 6g 71abc 63c 25def

15%/48 jam 7 g 0g 38d 29def 1g

20%/0 jam 80 abc 74abc 87ab 77abc 76abc

20%/24 jam 13 fg 5g 29def 9g 16efg

20%/48 jam 1 g 0g 1g 0g 0g

25%/0 jam 76 abc 75abc 74abc 66bc 73abc

25%/24 jam 2 g 1g 15efg 5g 0g

25%/48 jam 0 g 0g 0g 0g 0g

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

Secara umum pada percobaan CDT ini, seluruh tolok ukur yang diamati menunjukkan respon yang beragam terhadap variasi perlakuan peningkatan kadar air dan lama waktu penderaan, tetapi dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air yang diberikan, semakin rendah persentase kecambah normal (KN) yang dihasilkan. Peningkatan kadar air dan lama penderaan yang semakin lama akan semakin menurunkan viabilitas dan vigor benih. Menurut Powell dan Matthews (2005) dalam metode CDT, ketelitian dalam mencapai kadar air yang sama pada lot benih sangat dibutuhkan, sebelum benih tersebut mengalami deteriorasi secara cepat pada suhu tinggi (45oC). Laju peningkatan kelembaban benih juga berbeda antar lot, sehingga menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan pada setiap lot benih (Ariyanti, 2011).

(40)

26

Berdasarkan data pada Tabel 4, kondisi CDT pada kondisi kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam telah terjadi penurunan KN yang nyata pada tiga varietas yaitu Rajabasa, Wilis, dan Tanggamus. Masing-masing varietas menunjukkan respon yang berbeda terhadap perlakuan CDT yang diberikan. Pada perlakuan CDT tersebut, varietas Sindoro menunjukkan KN yang paling tinggi diantara kelima varietas yaitu 71%. Varietas yang menunjukkan DB yang paling rendah adalah Wilis yaitu 6%.

Persentase kecambah normal (KN) untuk semua tingkat kadar air 15%, 20% dan 25% dengan lama penderaan 48 jam menunjukkan benih untuk semua varietas sangat tercekam dengan kondisi CDT tersebut. Hasil ini ditunjukkan oleh kelima, yaitu Rajabasa, Wilis, Gepak Kuning, Sindoro, dan Tanggamus, tidak ada yang berkecambah normal (KN 0%). Kondisi CDT kadar air dan lama penderaan 25%/48 jam menunjukkan, tidak ada satupun varietas benih yang dapat berkecambah. Kondisi ini terjadi karena semakin lama benih dicekam dan semakin tinggi kadar air yang diaplikasikan pada benih, maka benih tersebut akan semakin cepat kehilangan vigornya. Hasil penelitian ini didukung oleh analisis yang dilakukan oleh Kruse (1999), yang menyatakan bahwa perbedaan vigor antar lot benih terlihat semakin jelas dengan semakin lamanya penderaan benih berdasarkan asumsi penyebaran normal.

Penelitian CDT dengan berbagai tingkat lama penderaan dengan suhu tinggi telah banyak dilakukan. Penelitian Ali et al. (2003) menunjukkan penderaan selama 48 jam telah menghambat daya berkecambah benih padi dan menurunkan vigornya. Penelitian yang dilakukan Modarresi dan Van Damme (2003) pada benih gandum juga menunjukkan penderaan benih pada suhu 45oC selama 72 jam dengan kadar air 20% dan 22% telah mematikan semua benih. Suhu tinggi menyebabkan perubahan biokimia dan fisiologis pada tanaman. Lama waktu penderaan pada suhu tinggi juga sangat penting dalam pertumbuhan bagi kelangsungan hidup tanaman. Semakin lama waktu penderaan suhu tinggi yang diberikan pada benih, semakin cepat pula benih` tersebut mati (Sastry dan Gupta, 2009).

(41)

dari tiga tolok ukur indikator kekuatan tumbuh (VKT). Menurut Sadjad et al.

(1999), VKT adalah kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi sub-optimum

dan optimum. VKT memiliki tiga tolok ukur, yaitu vigor spesifik, kecepatan

[image:41.595.108.515.218.397.2]

tumbuh, dan keserempakan tumbuh .

Tabel 5. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Kecepatan Tumbuh (%/etmal)

Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan)

Varietas

Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus

15%/0 jam 26.4ab 24.5abc 26.3abc 23.4a-d 26.7 a 15%/24 jam 7.5fg 1.8ij 20.4cde 15.9e 6.5 f-i 15%/48 jam 1.6j 0.0j 9.8f 6.8fgh 0.2 j

20%/0 jam 22.1a-d 21.7a-d 26.0abc 20.2cde 23.5 a-d

20%/24 jam 2.9g-j 1.2j 7.2fg 2.0hij 3.7 g-j 20%/48 jam 0.3j 0.0j 0.3j 0.0j 0.0 j

25%/0 jam 22.8a-d 20.7b-e 22.0a-d 17.8de 22.1 a-d 25%/24 jam 0.5j 0.2j 4.3g-j 1.1j 0.0 j 25%/48 jam 0.0j 0.0j 0.0j 0.0j 0.0 j Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf

5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

Kecepatan tumbuh (KCT) benih pada semua kondisi kadar air yaitu 15%,

20%, dan 25% tanpa penderaan (0 jam) menunjukkan hasil yang cenderung seragam pada semua varietas, yaitu pada kisaran 17.8-26.7%/etmal. Nilai-nilai tersebut menunjukkan kondisi benih awal semua varietas yang masih cukup baik.

Berdasarkan data pada Tabel 5, kondisi CDT kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam telah terjadi penurunan kecepatan tumbuh (KCT) yang nyata. Kondisi

ini terlihat dari rata-rata nilai KCT benih yang rendah. Hasil ini juga menunjukkan,

kondisi CDT tersebut dapat digunakan untuk membedakan antar varietas yang toleran dengan yang peka terhadap kondisi CDT dengan tolok ukur KCT. Pada

kondisi CDT tersebut, varietas Sindoro menunjukkan nilai KCT yang paling tinggi

diantara kelima varietas yaitu 20.4%/etmal. Varietas yang menunjukkan KCT yang

paling rendah adalah Wilis yaitu 1.8%/etmal.

Kecepatan tumbuh (KCT) pada tingkat kadar air yaitu 15%, 20%, dan 25%

(42)

28

yang tumbuh pada kondisi kadar air dan lama penderaan 20%/48 jam. Kondisi kadar air dan lama penderaan 25%/48 jam, semua varietas menunjukkan nilai KCT

0%/etmal.

Selain pada KN dan KCT, interaksi antara varietas dengan kondisi CDT

(kadar air dan lama penderaan) juga berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah normal (BKKN). Tabel 6 menunjukkan penurunan BKKN sudah terlihat nyata pada perlakuan kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam pada semua varietas kecuali varietas Sindoro. Varietas Sindoro memiliki nilai BKKN paling tinggi yaitu 0.46 g, sementara varietas Wilis memiliki nilai BKKN yang paling rendah yaitu 0.03 g.

Tabel 6. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Berat Kering Kecambah Normal

Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan)

Varietas

Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus

15%/0 jam 0.85a 0.71ab 0.55 bcd 0.56bcd 0.68ab

15%/24 jam 0.28fgh 0.03jk 0.46 de 0.30fg 0.19ghi 15%/48 jam 0.04jk 0.03jk 0.18 ghi 0.16hij 0.04jk

20%/0 jam 0.65bc 0.57bcd 0.49 cde 0.42def 0.64bc 20%/24 jam 0.04jk 0.03jk 0.12 ijk 0.07ijk 0.05jk

20%/48 jam 0.00k 0.00k 0.02 k 0.02k 0.01k

25%/0 jam 0.46de 0.52bcd 0.48 cde 0.36ef 0.55bcd 25%/24 jam 0.00k 0.00k 0.11 ijk 0.01k 0.00k 25%/48 jam 0.00k 0.00k 0.00 k 0.00k 0.00k Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf

5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

(43)
[image:43.595.108.517.108.703.2]

Tabel 7 menunjukkan, varietas yang memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap penderaan CDT memiliki rata-rata PA dan PH yang lebih tinggi dibanding dengan varietas lain. Varietas yang paling toleran terhadap penderaan CDT adalah varietas Sindoro, dengan rata-rata PA 7.78 cm dan rata-rata PH 7.43 cm. Penurunan PA dan PH paling nyata terjadi pada varietas Wilis.

Tabel 7. Pengaruh Faktor Tunggal Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air dan Lama Penderaan) terhadap Panjang Akar dan Panjang Hipokotil

Kondisi CDT (KA/Lama Penderaan)

Varietas

Rata-rata

Rajabasa Wilis Sindoro Gepak Kuning Tanggamus

Panjang Akar (cm)

15%/0 jam 13.89 12.49 11.71 12.19 12.80 12.62 a

15%/24 jam 11.13 7.29 11.52 9.34 7.77 9.41 b

15%/48 jam 5.29 2.05 7.81 6.68 4.95 5.36 c

20%/0 jam 12.49 12.29 12.03 11.53 12.67 12.20 a

20%/24 jam 6.28 4.02 6.31 4.27 6.55 5.49 c

20%/48 jam 0.00 0.00 2.23 2.24 0.95 1.08 de

25%/0 jam 11.85 10.76 12.03 10.94 11.33 11.38 ab

25%/24 jam 0.00 0.00 6.34 4.12 1.00 2.29 d

25%/48 jam 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 e

Rata-rata 6.77 ab 5.43 b 7.78 a 6.81 a 6.45 ab

Panjang Hipokotil (cm)

15%/0 jam 9.25 10.85 11.33 9.57 10.48 10.30 a

15%/24 jam 8.21 5.01 9.92 7.86 7.70 7.74 b

15%/48 jam 2.96 1.13 7.02 5.57 3.93 4.12 c

20%/0 jam 9.48 9.61 10.82 9.21 10.24 9.87 a

20%/24 jam 4.83 3.50 6.01 3.75 5.50 4.72 c

20%/48 jam 0.00 0.00 3.73 1.73 0.98 1.29 de

25%/0 jam 9.90 8.88 12.33 9.67 9.75 10.10 a

25%/24 jam 0.00 0.00 5.74 3.59 1.40 2.13 d

25%/48 jam 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 e

Rata-rata 4.96 bc 4.33 c 7.43 a 5.65 b 5.55 b

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+6)1/2

(44)

30

didera pada kadar air yang semakin tinggi dan periode penderaan yang semakin lama (Ariyanti, 2011).

Berdasarkan hasil pengamatan pada semua tolok ukur, baik yang memiliki interaksi nyata antara kondisi CDT dan varietas (KN, KCT, BKKN), maupun faktor tunggal kondisi CDT dan varietas terhadap tolok ukur (PA, PH), dapat dikelompokkan varietas yang memiliki VCDT tinggi dan VCDT rendah. Varietas

yang memiliki VCDT tinggi adalah varietas Sindoro dan Gepak Kuning, sementara

varietas yang memiliki VCDT yang lebih rendah adalah Rajabasa, Tanggamus, dan

Wilis.

Kecenderungan penurunan nilai masing-masing tolok ukur akibat pengaruh interaksi varietas dan kondisi CDT, menjadi dasar untuk menentukan perlakuan yang akan diuji korelasinya dengan berbagai tolok ukur pada konsentrasi salinitas 5.12 g NaCl/l. Penurunan nilai-nilai tolok ukur VCDT pada

kadar air 15%, 20%, dan 25% dengan lama penderaan 0 jam tidak menunjukkan penurunan yang nyata karena belum dilakukan penderaan. Perlakuan 20%, dan 25% dengan lama penderaan 48 jam juga menunjukkan semua nilai-nilai tolok ukur VCDT sudah sangat rendah. Kondisi CDT pada penelitian ini yang dianggap

paling tepat untuk diuji korelasinya dengan berbagai tolok ukur pada percobaan salinitas adalah kadar air 15% dengan lama penderaan 24 jam.

Dasar pemilihan kondisi yang tepat untuk CDT adalah kondisi CDT yang tolok ukur pembedanya paling banyak dapat membedakan vigor antar varietas. Selain itu juga, disesuaikan berdasarkan pada efektifitas dan efisiensi waktu dalam pelaksanaan. Umumnya, lama penderaan 24 jam lebih banyak dipilih dibandingkan dengan 48 jam dan 72 jam. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada benih bawang (Rodo dan Filho, 2003) dan bit (Silva dan Vieira, 2010) yang menyatakan bahwa lama penderaan 24 jam merupakan waktu penderaan yang paling tepat untuk percobaan CDT.

Korelasi antara Berbagai Tolok Ukur Percobaan I pada Konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (15%/24 jam)

(45)

ukur pada perlakuan simulasi cekaman salinitas pada konsentrasi NaCl terpilih, yaitu 5.12 g/l yang dikorelasikan dengan tolok ukur viabilitas pada percobaan kondisi CDT. Berdasarkan percobaan II, kombinasi CDT yang mampu membedakan vigor benih antar varietas adalah perlakuan kadar air dan lama penderaan 15%/24 jam. Korelasi antara Vsalinitas pada konsentrasi NaCl 5.12 g/l

dengan VCDT pada kombinasi perlakuan tersebut ditampilkan pada Lampiran

20-24.

Hasil analisis korelasi antara Vsalinitas pada konsentrasi NaCl 5.12 g/l

dengan VCDT pada kombinasi perlakuan 15%/24 jam menunjukkan seluruh uji

korelasi menunjukkan tidak ada hubungan erat antara Vsalinitas dengan VCDT pada

seluruh tolok ukur. Menurut Sarwono (2006), koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan dan arah hubungan dua variabel acak. Hasil ini menunjukkan tidak adanya keeratan hubungan tolok ukur KN, KCT, PH, dan BKKN pada

kondisi salinitas 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (15%/24 jam)tersebut. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa percobaan CDT yang dilakukan pada penelitian ini tidak dapat menduga vigor ketahanan benih terhadap salinitas.

Metode CDT selama ini dikembangkan untuk menguji vigor berbagai jenis benih untuk dikorelasikan dengan berbagai aspek. Penelitian yang dilakukan oleh Rodo dan Filho (2003), yaitu menggunakan metode CDT untuk mengevaluasi potensi fisiologis pada bawang (Allium cepa). Penelitian Mavi dan Demir (2005) menunjukkan metode CDT dapat digunakan untuk menguji vigor dan toleransi benih terhadap cekaman salinitas pada benih winter squash (Cucurbita maxima). Hasil penelitian Changrong et al. (2007), juga menunjukkan metode CDT sangat bermanfaat bagi evaluasi ketahanan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap pelapukan di lapang.

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Percobaan penderaan pada kondisi salinitas dengan konsentrasi NaCl 5.12 g/l terbukti efektif untuk mengidentifikasi varietas benih kedelai yang toleran. Varietas yang paling toleran yaitu varietas Tanggamus, kemudian diikuti dengan varietas Sindoro, Wilis, Rajabasa, dan Gepak Kuning. 2. Kadar air 15% dengan lama penderaan 24 jam dan suhu penderaan 45oC

merupakan kondisi paling tepat untuk menguji vigor benih kedelai dengan menggunakan metode CDT. Varietas yang memiliki VCDT tinggi adalah

varietas Sindoro dan Gepak Kuning, sementara varietas yang memiliki VCDT yang lebih rendah adalah Rajabasa, Tanggamus, dan Wilis.

3. Analisis korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan antara VKTsalin

konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan VCDT kadar air 15% dan lama penderaan

24 jam. Hal ini menunjukkan percobaan CDT pada penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menguji ketahanan benih terhadap kondisi cekaman salinitas.

Saran

1. Percobaan CDT dengan kondisi kadar air 15% dengan lama penderaan 24 jam tidak dapat digunakan untuk menguji ketahanan benih terhadap salinitas dengan konsentrasi NaCl 5.12 g/l.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Afzal, I., S.M.A. Basra, dan A. Iqbal. 2005. The effects of seed soaking with plant growth regulators on seedling vigor of wheat under salinity stress. J. Stress. Physiol. Biochem. 1(1):6-14.

Alan, O., and B. Eser. 2007. Pepper seed yield and quality in relation to fruit position on the mother plant. Pak. J. Biol. Sci. 10(23):4251-4255.

Ali, M. G., R. E. L. Naylor, and S. Matthews. 2003. The effect of ageing (using controlled deterioration) on the germination at 21oC as an indicator of physiological quality of seed lots of fourteen Bangladeshi rice (Oryza

sativa L.) cultivars. Pak. J. Biol. Sci 6(10): 910-917.

Amirjani, M. R. 2010. Effect of salinity stress on growth, mineral composition, Proline content antioxidant enzymes of soybean. Am. J. Plant. Physiol. 5(6):350-360.

Ariyanti, V. 2011. Metode Pengusangan Cepat Terkontrol untuk Mengidentifikasi Secara Dini Genotipe Padi Gogo (Oryza sativa L.) Toleran Kekeringan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hal. Ashraf, M. and M.R. Foolad. 2005. Pre-sowing seed treatment – a shotgun

approach to improve germination, growth and crop yield under saline and non-saline conditions. Adv. Agron. 88:223-271.

Atman. 2009. Strategi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua. 8(1): 39-45.

Badan Pusat Statistik. 2010. Luas panen-produktivitas-produksi tanaman kedelai Indonesia. http://www.bps.go.id. [24 Januari 2011].

Balitkabi. 2005. Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 154 hal.

Bedell, P.E. 1998. Seed Science and Technology: Indian Forestry Species. Allied Publishers Limited. New Delhi. 346p.

Bernstein, N., U. Kafkafi. 2002. Root growth under salinity stress, p. 787-805. In

Y. Waisel, A. Eshel, and U. Kafkafi (Eds). Plant Roots, The Hidden Half: 3d Edition. Marcel Dekker. New York.

Bybordi, A., and J. Tabatabaei. 2009. Effect of salinity stress on germination and seedling properties in Canola cultivars (Brassica napus L.). Not. Bot. Hort. Agrobot. Cluj. 37 (1):71-76.

(48)

34

Gambar

Tabel 2. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati
Gambar 1. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 2.56 g NaCl/l.
Gambar 2. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 5.12 g NaCl/l.
Tabel 4. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Persentase Kecambah Normal (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

The effective interest rate is the rate that exactly discounts estimated future cash receipts or payments (including all fees and points paid or received that form

Abstract We examined behaviour management problems as predictors of psychotropic medication, use of psychiatric consultation and in-patient admission in a group of 66 adults

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melakukan pengamatan kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan dan jenis lamun, melakukan pemetaan sebaran lamun menggunakan

Pengembangan dan pelaksanaan program dlakukan melalui kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait seperti lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), Pusat

[r]

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pembubuhan cap sidik jari atau cap ibu jari dipersamakan dengan tanda tangan yang dasar hukumnya Pasal 1874 KUHPerdata. Notaris

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari ke empat bank BUMN yang paling baik kinerjanya adalah Bank BRI dan yang paling buruk kinerjanya adalah Bank BTN baik dilihat

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “