• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemupukan N, P, Dan K Terhadap Kandungan Klorofil, Karoten, Dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max.(L.) Merr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemupukan N, P, Dan K Terhadap Kandungan Klorofil, Karoten, Dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max.(L.) Merr.)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Effect of N, P, and K Fertilization on Chlorophyll, Carotene Content, and Seed Storability Vigor in Soybean Seeds (Glycine Max.(L.) Merr.)

Abstract

Success of a development program on soybean production must not be separated from the quality of seeds used. Moreover, seeds determine the success of soybean production up to 95%. Therefore, it is necessary to study the effect of N, P, K fertilization on the chlorophyll and carotene content, and seed vigor on soybean in order to look for a correlation between them. The research was conducted at IPB Experiment Station in Leuwikopo and Seed Technology Laboratory, IPB on February until July 2011. The design used in this experiment was Split Plot Design. The first factor was soybean varieties (Anjasmoro and Detam 1). The second factor was NPK fertilization (without fertilizer, NPK, NP, NK, and PK). Observations included vegetative observations and production of seed, chlorophyll and carotene content, potential viability, and storability vigor of the seeds.

The results of this research showed that there was a relationship between fertilization variations factor of N, P and K significantly affect chlorophyll and carotene content which determine seed quality. Detam 1 showed that chlorophyll and carotene content was higher than Anjasmoro. Detam 1 was fertilized NK contained highest carotene (8.31 mol/100gram), whereas Detam 1 without fertilizer showed the lowest ones (1.80 mol/100gram). The highest chlorophyll content presented in Detam 1 without fertilization (4,61 mol/100gram), while the lowest was Detam 1 with NK fertilization (0.89 mol/100gram). Treatment of varieties and fertilizer affect on storability vigor of soybean seeds through chemical deterioration. Application Detam 1 without fertilizer showed highest vigor storability up to (72%), whereas Anjasmoro without fertilizer treatment has lowest vigor storability (13.33%.) Electroconductivity is not affected by the provision of fertilizer and varieties but affected by the interaction of both. Correlation was found between chlorophyll content toward seed storability vigor0.75371*.

(3)

WIWID WIJAYANTO. Pengaruh Pemupukan N, P, dan K terhadap Kandungan Klorofil, Karoten, dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine Max.(L.) Merr.) (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan MOHAMMAD RAHMAD SUHARTANTO)

Permasalahan produktivitas kedelai tidak terlepas akibat dari penggunaan benih kedelai yang kurang baik. Kondisi ini terutama disebabkan oleh rendahnya daya simpan benih kedelai, sehingga ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul di pasaran tidak selalu ada. Berawal dari kondisi tersebut, diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki daya simpan benih kedelai. Klorofil merupakan pigmen hijau yang berperan dalam proses fotosintesis. Klorofil tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga pada benih yang berperan dalam pengisian dan pembentukan benih. Kandungan klorofil yang tinggi pada benih dilaporkan berpengaruh negatif terhadap daya simpan benih. Hal ini disebabkan karena klorofil merupakan sumber oksigen singlet yang berperan dalam proses oksidasi dan menghasilkan radikal bebas yang mampu merusak sel hidup. Karoten merupakan salah satu antioksidan yang mampu mengikat radikal bebas. Kandungan karoten yang tinggi

pada benih, diharapkan mampu meningkatkan daya simpan benih sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan. Pemupukan N, P, dan K dilaporkan dapat

mempengaruhi kandungan klorofil dan karoten tanaman. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih dalam mengenai pengaruh pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten serta hubungannya dengan vigor benih kedelai. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki mutu benih kedelai.

(4)

pemupukan P dan K atau biasa disebut dengan metode “minus one test”. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan vegetatif tanaman dan produksi benih, viabilitas potensial benih, vigor daya simpan benih, kandungan klorofil dan karoten benih.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara pengaruh varietas dan perlakuan pemupukan terhadap kandungan klorofil benih (sebelum masak fisiologi). Kandungan klorofil benih tertinggi dihasilkan dari pertanaman Detam 1 tanpa pemupukan (4.61 mol/100gram) pada pengukuran sebelum masak fisiologi. Perlakuan pemupukan pada kedua varietas (sebelum masak fisiologi) justru menurunkan kandungan klorofil benih. Pemupukan N dan K mengakibatkan kandungan klorofil benih yang sangat rendah pada Varietas Anjasmoro (0.94 mol/100gram) dan Detam 1 (0.89 mol/100gram) pada

pengukuran sebelum masak fisiologi. Kandungan klorofil benih saat masak fisiologi berkorelasi positif terhadap vigor daya simpan benih pada tolok ukur

vigor etanol dengan nilai korelasi sebesar r = 0.754*, tetapi secara individual pada masing-masing varietas tidak diperoleh korelasi antara kandungan klorofil dengan vigor daya simpan benih kedelai.

(5)
(6)

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Maryati Sari, SP, MSi Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MS NIP.19700918 200003 2 001 NIP. 19630923 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Ag. NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

Judul : PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K TERHADAP KANDUNGAN KLOROFIL, KAROTEN, DAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine Max.(L.) Merr.)

Nama : WIWID WIJAYANTO

(7)

Wiwid Wijayanto dilahirkan di Klaten pada tanggal 17 Juni 1989. Anak keenam dari delapan bersaudara, buah hati dari pasangan Sumadi Mangku Widodo dan Rumiyati. Sebagai pelajar, Penulis menempuh pendidikan di TK

Bowan 2 selama satu tahun, SD Bowan 2 selama enam tahun hingga tamat. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Polanharjo Klaten dan

diteruskan ke SMAN 1 Karanganom yang masing-masing ditempuh selama tiga tahun. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, tepatnya di Departemen Agonomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian melalui Undangan Seleksi Masuk IPB.

Penulis mulai aktif berorganisasi sejak SMA yaitu sebagai anggota Musyawarah Perwakilan Kelas (MPK) SMAN 1 Karanganom. Hal ini berlanjut hingga di bangku kuliah yaitu berkiprah sebagai Ketua Komisi Eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian IPB periode 2008/2009, Anggota BP 2 (Majelis Wali Amanat/MWA) Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Keluarga Mahasiswa (KM) IPB periode 2008/2009, Wakil Ketua DPM KM IPB periode 2009/2010, Ketua BP 2 MWA periode 2009/2010, dan menjadi Koordinator Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura (HIMAGRON) periode 2010/2011.

Selain aktif berorganisasi, Penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan acara yaitu sebagai Manajer Tim Basket B27/28 pada tahun 2007, Panitia Java Cup pada tahun 2007, Anggota divisi Pembuatan Aturan PEMIRA (Pemilihan Raya) Ketua BEM Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2008, anggota divisi Humas Panitia Open House pada tahun 2008, Ketua Pelaksana Jemput Aspirasi BP MWA IPB tahun 2008, Panitia Masa Perkenalan Fakultas Pertanian 2009, Panitia Masa Perkenalan Departemen divisi Komisi Disiplin pada tahun 2009, Ketua Tim Desa Kaligiri KKP FAPERTA IPB 2010 dan terakhir sebagai Koordinator Kabupaten

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT

Tuhan bagi alam semesta berkat nikmat iman, rahmat, dan ridhoNya

sehingga Skripsi dengan judul “PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K TERHADAP KANDUNGAN KLOROFIL, KAROTEN, DAN VIGOR DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI (Glycine Max.(L.) Merr.)” ini dapat terselesaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh varietas dan pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten benih serta vigor benih. Selain itu, skripsi ini disusun untuk melengkapi kewajiban dalam menempuh tugas belajar pada Program Sarjana Pertanian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis tidak lupa menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada beberapa pihak yang telah dengan sukarela dan ikhlas membantu dalam penyusunan Skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda tercinta Sumadi Mangku Widodo yang selalu memberikan motivasi serta ilmu-ilmu yang berharga di setiap diskusi, kepada ibunda tercinta Rumiyati yang selalu memberikan pelajaran moral dan kasih sayang yang berharga bagi penulis, serta kakak-kakaku Mas Eko, Mbak Dwi, Mbak Tri, Mbak Retno dan adikku Candra dan Lucky yang selalu memberikan semangat dan bantuan yang tak ternilai.

2. Maryati Sari, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi pertama atas perhatian, motivasi, dan arahannya dalam membimbing penulis

menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MS selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas perhatian dalam membimbing, memberikan banyak ilmu dan perspektif baru kepada penulis agar dapat menyusun skripsi dengan baik.

4. Dr. Ir. Sudrajat, MS selaku dosen penguji yang banyak memberikan telaah dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan karya tulis ini.

5. Spesial untuk “Guru” saya, panutan hidup dan pemberi semangat. Terima

(9)

untuk berjuang di tempat yang jauh dari keluarga inti di Klaten.

7. Sopia dan Fitri sebagai teman satu bimbingan Skripsi dan teman Studi Pustaka penulis yang selalu memberikan semangat dan saling menguatkan satu sama lain dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Mas Imam Yogi, Mas Andri, Mas Nazrul, Teh Naila, Mbak Ditta, Zessy ABL, Ria, dan seluruh keluarga besar Dewan Transformatif dan Dewan Centriod, terima kasih atas semangat yang selama ini diberikan kepada Penulis.

9. Terima kasih kepada seluruh teman-teman AGH yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih kawan atas semangat dan kebersamaan yang diberikan selama ini.

Semoga semua yang kita cita-cita kan tercapai, amin.

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap ilmu serta penerapan pembelajaran, khususnya bagi Mayor Agonomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2012

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………... vii

DAFTAR LAMPIRAN………... viii

PENDAHULUAN……….. 1

Latar belakang……… 1

Tujuan……… 3

Hipotesis………. 3

TINJAUAN PUSTAKA………. 4

Deskripsi Kedelai………... 4

Pemupukan………. 5

Vigor Daya Simpan Benih………. 8

Pengusangan Benih Secara Kimia………. 9

Klorofil………... 10

Karoten………... 11

BAHAN DAN METODE………... 13

Tempat dan Waktu………. 13

Bahan dan Alat………... 13

Metode Penelitian………... 13

Pelaksanaan Penelitian………... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN………... 20

KondisiUmum………... 20

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai………. 21

Produksi Benih Tanaman Kedelai……….. 25

Kandungan Klorofil, Karoten, dan Mutu Benih Kedelai………... 27

Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai………. 34

Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan Benih pada Masing-Masing Varietas Benih Kedelai………. 36

KESIMPULAN DAN SARAN………... 37

Kesimpulan………. 37

Saran………... 38

DAFTAR PUSTAKA………. 39

(11)

Nomor Halaman

1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1………... 15

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif Tanaman

Kedelai……….. 21

3. Pengaruh Varietas dan Pemupukan N, P, dan K terhadap Tinggi

Tanaman Kedelai……….. 22

4. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun Tanaman Kedelai………… 23

5. Sidik Ragam Pengujian Produksi Benih Kedelai………. 25

6. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Produksi Benih…………. 25

7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Kandungan Klorofil dan

Karoten Benih Kedelai………. 27

8. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan terhadap Kandungan Klorofil Benih Kedelai saat Masak Fisiologi………. 28

9. Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok Ukur Kandungan Klorofil dan Karoten Pada Sebelum dan Sesudah Masak

Fisiologi……… 30

10. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Viabilitas Potensial dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai……….. 31

11. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Daya Berkecambah Benih

Kedelai……….. 32

12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Varietas dan Pemupukan terhadap Tolok Ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik……….. 32

13. Korelasi kandungan klorofil dan karoten Benih terhadap tolok ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik………. 35

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Deskripsi Varietas Anjasmoro………...……. 46

2. Deskripsi Varietas Detam 1………...…... 47

3. Layout Denah Penelitian………..……... 48

4. Kriteria Benih Sebelum Masak Fisiologis dengan Pendekatan Pemanenan

Kedelai Edamame………..……... 49

5. Analisis Kandungan Klorofil dan Karoten………..……… 50

(13)

Latar belakang

Kedelai (Glicine max L. Merr) merupakan komoditas pangan penting setelah padi dan jagung. Kandungan protein yang tinggi pada kedelai berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Hingga saat ini penelitian kedelai di Indonesia yang meliputi penanganan plasma nutfah, teknologi produksi benih, pemuliaan, hingga pemasaran masih terus dikembangkan. Permintaan kedelai yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan belum dapat dipenuhi dari produk dalam negeri, menyebabkan peningkatan impor produk pertanian ini. Menurut Badan Pusat Statistik (2012), kebutuhan konsumsi kedelai untuk masyarakat Indonesia meningkat setiap tahunnya. Produksi kedelai di tahun 2010 sebesar 907 031 ton dan pada tahun 2011 menurun menjadi 870 068 ton. Bahkan BPS mencatat selama tahun 2011 Indonesia mengimpor kedelai hingga 2.08 juta ton atau senilai US$ 1.24 miliar, untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional yang mencapai 2.9 juta ton. Masih rendahnya produksi nasional antara lain disebabkan rendahnya rata-rata produktivitas di tingkat petani yang hanya sekitar 1.3 ton/ha (Balitbang Pertanian, 2008). Besarnya ketergantungan terhadap impor tersebut mendorong pemerintah untuk menggalakkan swasembada kedelai.

Permasalahan produktivitas kedelai tersebut tidak terlepas akibat dari penggunaan benih kedelai yang kurang baik. Benih yang digunakan petani pada

umumnya merupakan produksi sendiri sehingga mutu benih kurang diperhatikan. Padahal, keberhasilan dalam teknis budidaya kedelai salah satunya ditentukan oleh faktor benih. Suharno (2006) menyatakan bahwa peranan benih dalam budidaya kedelai menentukan produksi hingga 95%. Kondisi ini terutama disebabkan oleh rendahnya daya simpan benih kedelai, sehingga ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul di pasaran tidak selalu ada. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan suatu upaya untuk memperbaiki daya simpan benih kedelai.

Bojović dan Stojanović (2005) menyatakan bahwa perlakuan pemupukan

(14)

2

ujung batang dan biji gandum yang ditanam pada tanah yang tidak dipupuk menunjukkan nilai terendah dibanding semua perlakuan pemupukan N, P, dan K.

Klorofil diperlukan dalam pembentukan benih, namun tidak diharapkan dalam tahap pemasakan benih karena akan berpengaruh negatif terhadap mutu benih, terutama daya simpan benih. Pada umumnya, penurunan kandungan klorofil menjadi kriteria kematangan buah atau kemasakan benih. Kandungan klorofil pada benih tomat mengalami penurunan sejalan dengan proses kemasakan buah hingga tidak terdeteksi lagi pada stadia perkembangan buah lewat dari 57-60 HSB (Hari Setelah Berbunga) (Suhartanto, 2002). Mortensen et al.(1997) menyatakan bahwa klorofil merupakan sumber oksigen singlet (1O2) yang berperan dalam proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas tersebut akan menyerang molekul lain disekitarnya. Proses ini dapat berjalan

berantai dan merusak molekul lainnya, hingga mengakibatkan kematian sel. Menurut Treves dan Perl (1992), klorofil benih merupakan sumber oksigen singlet

(1O2) yang berperan dalam proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan dapat merusak sel.

Antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menghambat/memperlambat proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Salah satu jenis antioksidan adalah golongan karotenoid seperti likopen dan karoten yang terdapat pada buah dan sayuran (Paiva et al., 1999). Howard et al. (2000) mengemukakan bahwa

kandungan pigmen karoten dan β-karoten pada cabe berfungsi sebagai antioksidan. Mortensen et al. (1997) menyatakan bahwa antioksidan mampu mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat diminimalkan. Kandungan karoten dalam benih diharapkan daya simpan benih akan meningkat, sehingga viabilitas benih dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama.

(15)

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh varietas dan pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten benih kedelai serta hubungannya dengan vigor daya simpan benih.

Hipotesis

1. Penggunaan kombinasi pupuk N, P, dan K yang berbeda mempengaruhi kandungan klorofil dan karoten benih serta vigor benih kedelai

2. Terdapat interaksi antara pengaruh varietas dan pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten serta vigor benih kedelai

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kedelai

Kedelai merupakan komoditas pangan yang mengandung protein nabati dan sangat penting karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, serta harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani. Di Indonesia, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan seperti tahu, tempe, susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan (Damardjatiet al., 2005).

Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri atas akar tunggang (primer) dan akar serabut (sekunder). Akar tunggang umumnya tumbuh pada kedalaman lapisan olah tanah yang tidak terlalu dalam yaitu 30 – 50 cm, bahkan dapat mencapai kedalaman hingga lebih dari 2 m pada kondisi lahan optimal. Akar serabut tumbuh hingga kedalaman tanah 20 – 30 cm. Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang terdapat bintil –

bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas/nitrogen (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin dalam bintil akar berhubungan dengan jumlah nitrogen yang

difiksasi. Bintil akar efektif mampu menfiksasi N dari udara dan mengkonversi N menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman kedelai (Rao, 1994).

Pertumbuhan tanaman kedelai memiliki dua tipe pertumbuhan batang, yaitu determinit dan indeterminit. Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio, sedangkan bagian atas poros berakhir dengan epikotil yang amat pendek dan hipokotil merupakan bagian batang kecambah. Bagian batang kecambah di bagian atas kotiledon adalah epikotil. Titik tumbuh epikotil akan membentuk daun dan kuncup ketiak. Batang dapat membentuk 3–6 cabang, berbentuk semak dengan tinggi 30–100 cm (Lamina, 1989).

(17)

berwarna cerah dengan jumlah yang bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0.0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi antara 3-20 buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 3-4 kali lipat dari varietas yang berbulu normal (Irwan, 2006). Tanaman kedelai yang sudah tua akan mengalami kerontokan pada daun–daunnya.

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yaitu dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik). Bunga tanaman kedelai berwarna ungu dan putih. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong (Rukmana dan Yuyun, 1996). Fachruddin (2000) menyatakan bahwa tanaman kedelai di Indonesia mulai berbunga pada umur 30–50 hari.

Buah kedelai berbentuk polong dan setiap polong berisi 1-4 biji. Bentuk

biji pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar dan bulat agak pipih, dengan besar dan bobot biji kedelai antara 5-30 g per 100 biji. Ukuran biji

diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6-10 g per 100 biji), biji sedang (11-12 g per 100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih per 100 biji). Warna biji bervariasi antara kuning, hijau, coklat dan hitam. Embrio terbentuk di antara keping biji (Lamina, 1989).

Pemupukan

Pupuk Nitrogen (N)

Sumber utama unsur hara nitrogen sebenarnya cukup banyak terdapat di atmosfer yaitu lebih kurang 79.2% dalam bentuk N2 bebas. Unsur N baru dapat digunakan oleh tanaman setelah mengalami perubahan ke bentuk yang terikat. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk anion seperti nitrat (NO3-) dan ammonium (NH4+) yang dapat memberikan efek pada fungsi metabolisme dalam respirasi dan fotosintesis. Hasibuan (2008) menyatakan bahwa bahan pembuatan pupuk N adalah nitrogen dalam bentuk amoniak (NO3).

(18)

6

tanaman menjadi kuning sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Lazureanu et al., 2007). Selain itu, Follet dan Muphy (1989) menyatakan bahwa nitrogen dapat memicu pertumbuhan daun kedelai dan dari hasil fotosintesis akan menghasilkan gula melalui proses respirasi di sel. Percobaan Pian (1981) menunjukkan bahwa pemupukan N dapat meningkatkan kandungan protein kasar dalam biji sehingga berat jenis biji akan meningkat. Peningkatan berat jenis tersebut akan menaikkan mutu benih yang diukur berdasarkan daya kecambah dan kekuatan tumbuhnya.

Hara nitrogen tidak hanya diperoleh dari tanah secara langsung, tetapi juga dapat diperoleh melalui proses simbiosis antara tanaman dengan bakteri tertentu. Bakteri Rizhobium mampu mengikat nitrogen bebas dari udara sehingga menyebabkan terbentuknya bintil-bintil akar pada tanaman kedelai. Bakteri Rizhobium akan memperoleh makanan dari tanaman kacang-kacangan itu dan

sebagai gantinya organisme ini menyediakan nitrogen bagi tanaman kacang-kacangan tersebut. Diperkirakan hampir 2 juta ton nitrogen ditambat setiap tahun

oleh bakteri kacang-kacangan di Amerika Serikat (Foth, 1994)

Pupuk urea merupakan pupuk buatan senyawa organik dari CO(NH2)2dan berbentuk butiran bulat kecil yang mengandung kadar N sekitar 45%-46%. Urea larut sempurna dalam air dan tidak mengasamkan tanah. Pupuk urea mampu meningkatkan kandungan klorofil daun, sehingga mampu meningkatkan hasil fotosintesis. Pupuk urea juga berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah cabang), namun penggunaan pupuk urea yang berlebih mengakibatkan dominasi fase vegetatif sehingga fase generatif biasanya berjalan lambat. Pada kondisi tersebut, umur tanaman menjadi lebih lama sehingga waktu panen tanaman juga menjadi lebih lama (Hasibuan, 2008). Engelstad (1985) menyatakan bahwa pengaruh N dalam tanaman terutama pada biji-bijian serealia merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan protein. Sebagian dari protein disimpan dalam biji untuk digunakan oleh bibit baru setelah berkecambah.

(19)

Pada umumnya tanaman menyerap unsur pospor dalam bentuk senyawa pospat H2PO4 dan PO4-.. Pospat di dalam tanah mudah tersedia pada pH tanah antara 5.5-7.0. Jika pH tanah lebih atau kurang dari kisaran tersebut maka serapan P akan menyusut (Hasibuan, 2006).

Salah satu pupuk yang mengandung unsur P adalah SP-36, yang mengandung 36% P2O5 (Lukiwati et al., 2000). Pengaruh pospor dalam pembentukan pigmen hijau pada daun tanaman dipengaruhi oleh faktor konsentrasi. Pospor mempengaruhi stabilitas klorofil pada tanaman, terutama pada kondisi cuaca yang kurang menguntungkan (Bojović dan Stojanović, 2005). Selain itu, unsur P juga diperlukan untuk pembentukan dan aktivitas bintil akar yang maksimal. Pada leguminosae unsur P diperlukan lebih banyak bagi

pertumbuhan bintil akar dibandingkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil uji tanaman leguminosae yang maksimal diperlukan

penambahan unsur P dalam bentuk pupuk yang cukup (Islami dan Hadi, 1995). Menurut Lowe dalam Mugnisyah dan Nakamura (1986), unsur P dapat meningkatkan kandungan protein dan bobot biji yang selanjutnya meningkatkan vigor dan ketahanan simpan benih.

Tanaman kedelai memerlukan unsur P dalam setiap masa pertumbuhannya. Periode penggunaan P terbesar dimulai pada pembentukan polong sampai kira-kira 10 hari biji berkembang penuh. Hal ini disebabkan karena P banyak terdapat di dalam sel-sel tanaman yang berperan dalam metabolisme sel, terutama pengisian buah (Lakitan, 2004). Defisiensi fospor dapat menghambat pertumbuhan tanaman, pemasakan buah dan biosintesis klorofil, yang menyebabkan tanaman itu mengalami perubahan warna gelap-hijau dan pengisian polong yang kurang maksimal (Bojović dan Stojanović, 2005).

Pupuk Kalium (K)

(20)

8

dalam memperkuat bagian-bagian tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Fungsi kalium dalam berbagai reakasi biokimia meliputi: sebagai aktivator metabolisme, aktivator enzim, dan aktivator transportasi metabolisme (Lingga dan Marsono, 2004). Selain itu, kalium dapat mengurangi kepekaan tanaman terhadap keterbatasan air. Secara fisiologi, ion K berfungsi untuk mengatur pergerakan stomata pada guide cells dalam aktivitas transpirasi yang berhubungan dengan cairan sel. Bila kandungan ion K disekitar stomata tinggi, maka sel-sel stomata akan menutup. Melalui fungsi K+disekitar stomata tersebut, laju transpirasi dapat dikendalikan sehingga keseimbangan cairan tanaman dapat terjaga dengan baik (Wuryaningsihet al.,1997)

Kadar K total dalam tanah tergantung pada jenis tanah yaitu berkisar antara 0,01% sampai 4%. Namun, hanya 2% dari jumlah tersebut dalam bentuk

larutan maupun K yang dapat dipertukarkan, sedangkan 98% sisanya berbentuk mineral atau K struktural yang tidak tersedia bagi tanaman (Blake et al., 1999).

Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Ion K didalam tanah sangat dinamis, karena itu mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan pH rendah (Novizan, 2002).

Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal saat ini adalah Kalium Klorida (KCl). Kalium klorida merupakan salah satu jenis pupuk kalium yang juga termasuk pupuk tunggal. KCl bersifat higroskopis dan bereaksi agak asam. (Novizan, 2002). Pupuk kalium yang banyak digunakan di Indonesia saat ini adalah KCl dengan kadar 60% K2O dan khlor.

Vigor Daya Simpan Benih

Salah satu kendala yang dihadapi dalam penyediaan benih bermutu adalah masalah penyimpanan. Penyimpanan benih dimaksudkan untuk menjaga viabilitas benih agar tetap baik untuk ditanam pada musim tanam yang direncanakan. Selama penyimpanan, benih mengalami kemunduran karena faktor internal benih

maupun lingkungan penyimpanan.

(21)

simpan ialah suatu parameter vigor benih yang ditunjukkan dengan kemampuan benih untuk dapat disimpan dalam keadaan sub optimum. Vigor benih saat disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi umur simpannya (Justice dan Bass, 2002).

Benih yang bermutu memiliki daya simpan yang tinggi, sehingga mampu disimpan dalam periode waktu yang panjang. Benih kedelai cepat mengalami kemunduran di dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak dan proteinnya relatif tinggi (Tatipata et al., 2004). Kemunduran benih kedelai tersebut secara langsung berpengaruh terhadap vigor benih. Benih kedelai yang telah mengalami penurunan vigor akan menunjukkan jumlah perkecambahan di lapangan yang rendah. Sukarman dan Raharjo (2000) mengemukakan bahwa verietas kedelai

berbiji kecil dan berkulit gelap lebih toleran terhadap deraan fisik dibanding verietas yang berbiji besar dan berkulit terang.

Pemupukan N, P, dan K pada benih Rosela berpengaruh pada ketahanan benih terhadap penyakit dan daya simpan benih. Benih rosella dengan daya simpan terbaik dihasilkan dari pertanaman rosela dengan dosis pemupukan 40 kg N/ha, 92 kg P2O/ha dan 100 kg K2O/ha (Hasanah, 1982).

Pengusangan Benih Secara Kimia

Pian (1981) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar etanol dalam benih, maka aktivitas enzim semakin menurun. Akibatnya, terjadi denaturasi protein yang menyebabkan menurunnya integritas membran. Oleh karena itu, kebocoran membran meningkat seiring meningkatnya kadar etanol dalam benih.

Etanol merupakan senyawa organik non polar yang bersifat dehidrasi. Etanol mampu menyerap air yang meliputi koloid protein yang selanjutnya mengalami denaturasi (Harrow dan Muzur dalam Saenong dan Sadjad, 1984).

Etanol dapat mendenaturasi protein dalam konsentrasi tertentu. Mekanisme denaturasi protein tersebut disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen pada

(22)

10

terganggu. Proses ini akan menyebabkan hilangnya integritas dan meningkatkan permeabilitas membran (Yudkin dan OfforddalamSaenong, 1986).

Klorofil

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan

bakteri fotosintetik. Pada daun, senyawa ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga kimia.

Dalam proses fotosintesis, klorofil mampu memanfaatkan energi matahari dan memicu fiksasi CO2menjadi karbohidrat. Karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan molekul organik lainnya.

Jackson dan Volkdalam Osman (2010) menyatakan bahwa unsur kalium diperlukan untuk pembentukan klorofil a dan mengaktifkan enzim yang terlibat dalam sintesis klorofil a. Menurut Castelfranco dan Beale (1983), peningkatan klorofil b mungkin dipengaruhi adanya peningkatan klorofil a, karena klorofil a merupakan prekursor untuk sintesis klorofil b. Aly (2005) mengemukakan bahwa perlakuan tanah nutrisi N, P, K, dan Mg dapat meningkatkan klorofil a dan karoten daun. Menurut Bojović dan Stojanović (2005), kandungan klorofil

tertinggi diperoleh pada daun dan biji gandum yang dipupuk dengan N dan P. Aktifitas klorofil juga berperan dalam organogenesis karena berpengaruh saat fase generatif tanaman (Simova et al., 2001). Kandungan klorofil tertinggi pada tanaman terjadi pada awal fase pembungaan. Klorofil benih sangat berpengaruh dalam masa pengisian dan pembentukan benih (Bewley dan Black

dalam Suhartanto, 2002). Menurut Sugimoto et al. (2002), pada benih kedelai yang sedang berkembang (belum mencapai masak fisiologi) klorofil dalam kotiledon melakukan aktifitas fotosintesis. Singa et al. dan Asokanthan et al.

(23)

untuk menghasilkan benih kedelai yang baik.

Apuya dalam Suhartanto (2003) mengemukakan bahwa pertumbuhan normal embrio Arabidopsis thaliana membutuhkan kloroplas yang normal pula. Mutasi pada gen chaperonin-60α, gen pengatur perkembangan kloroplas, akan menghasilkan menghasilkan embrio yang abnormal yang akan berkembang menjadi kecambah yang abnormal pula. Pada benih kedelai, kandungan klorofil dalam benih mencapai maksimal saat 40 hari setelah proses pembungaan. Kandungan klorofil ini akan menurun setelah 45 hingga 50 hari setelah pembungaan (Saioet al. dalamSuhartanto, 2002).

Kandungan klorofil pada benih menurun seiring kematangan benih. Penurunan kandungan klorofil tersebut dapat menjadi kriteria kemasakan benih.

Kandungan klorofil dan kemasakan benih dipandang berkorelasi negatif. Kandungan klorofil yang terlalu tinggi pada benih yang disimpan menyebabkan

penurunan viabilitas benih secara cepat. Hal ini dikarenakan klorofil merupakan sumber primer oksigen singlet yang berperan dalam proses oksidasi. Proses oksidasi ini akan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak membran dan makromolekul benih lainnya sehingga menyebabkan penurunan viabilitas benih (Suhartanto, 2002). Penurunan klorofil pada masa simpan dipandang menguntungkan.

Karoten

Karoten merupakan pigmen alami yang terdapat pada tanaman, alga dan sintesia mikrooorganisme. Kandungan karoten mengalami peningkatan seiring kematangan buah. Pepkowitz (2006) melaporkan bahwa kandungan karoten pada bawang merah meningkat dari 0.4 mg pada bawang yang masih berwarna hijau, meningkat menjadi 13.1 mg pada bawang yang sudah berwarna merah (masak

fisiologi), meningkat sebesar 3 175 persen dari kandungan awal.

(24)

12

elektron, tanpa menjadi radikal bebas yang aktif. Kehadiran radikal bebas ditandai dengan adanya penyakit degeneratif dan dapat mematikan sel. Apabila dalam proses fisiologi melibatkan antioksidan, maka kerusakan sel dapat diminimalkan. Milleret al.(1996) menambahkan bahwa kemampuan karoten untuk menetralkan radikal bebas disebabkan adanya dua kutub polar (carbonyl dan hydroxyl). Karoten dengan sebelas ikatanconjugateganda adalah penangkap yang lebih aktif daripadaxanthophyll.

Keberadaan karoten dalam benih kedelai dimungkinkan dapat menjaga viabilitas benih kedelai selama penyimpanan. Karoten mampu mengikat radikal bebas yang merusak sel benih akibat proses oksidasi, sehingga kerusakan benih yang mengakibatkan penurunan viabilitas benih dapat diminimalkan. Howard et

al. (2000) menyatakan bahwa pada cabe, kandungan pigmen karoten dan ß-karoten berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi benih dari radikal bebas. Kehadiran antioksidan pada benih dipandang sebagai suatu zat yang dapat

menghambat/memperlambat proses deteorasi. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa golongan karotenoid yang paling efektif dalam mengendalikan radikal bebas adalah likopen (Di Mascioet al.1989).

Sinuraya (2007) menyatakan bahwa masak fisiologi cabai rawit varietas Rama tercapai pada tingkat kemasakan 50 HSBM (hari setelah bunga mekar). Pada fase tersebut, benih mengalami perubahan dan perkembangan fisiologi seperti kadar air minimum, bobot kering benih maksimum, dan total kandungan karotenoid benih maksimum. Selanjutnya Alan dan Eser (2008) menyatakan bahwa daya berkecambah dan vigor benih maksimum cabai rawit merah dan cabai rawit pedas tercapai pada tingkat kemasakan 60 HSBM (saat masak fisiologi). Setelah lewat tingkat kemasakan (80 HSBM) kualitas benih mengalami penurunan yang signifikan.

(25)

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Agustus 2011. Penanaman dilaksanakan di Laboratorium Lapang IPB yang terletak di Leuwikopo Darmaga, Bogor, sedangkan pengujian benih dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Laboratorium Analisis Tanaman dan Kromatogafi Departemen Agonomi dan Hortikultura IPB, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih kedelai Varietas Anjasmoro dan

Detam 1 yang diperoleh dari Balai Besar Biogen Bogor. Deskripsi varietas disajikan pada lampiran 1 dan 2. Bahan lain yang digunakan antara lain: pupuk

kandang kotoran sapi, pupuk urea (46% N), pupuk SP-36 (36% P2O5) dan pupuk KCl (60% K2O), kapur pertanian (kaptan) yang mengandung senyawa CaCO3 95%, acetris (aseton dan tris 1% pH 7.8, 80:20), etanol 96%, kertas merang, plastik, air destilata.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini: alat pertanian, spektrofotometer tipe UV-1800, centrifuge, oven, timbangan digital, alat pengusangan kimia, alat pengecambah benih (APB) IPB72-1 danelectric conductivity metermodel 30.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) yang disusun secara Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Petak utama merupakan varietas benih kedelai yang terdiri dari: varietas Anjasmoro

(V1) dan Detam 1 (V2). Anak petak merupakan variasi pemupukan yang digunakan terdiri atas: tanpa pemupukan tambahan (P0), pupuk N, P, dan K (P1),

(26)
(27)

dilakukan dengan metode alur dengan jarak 5 cm dari baris tanaman dan kedalaman antara 5-10 cm. Penyulaman tidak dilakukan untuk menghindari tingkat kemasakan yang berbeda. Penyiangan dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma yang dilakukan pada 3, 5 dan 7 MST. Roguing dilakukan sebanyak tiga kali pada saat berumur dua minggu, pada awal berbunga, dan pada saat menjelang panen. Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali. Pemanenan pertama dilakukan pada 85 hari setelah tanam (HST) dan pemanenan kedua dilakukan pada 91 HST dengan kadar air sekitar 18-20% . Brangkasan kedelai yang telah panen dijemur di bawah matahari hingga polong mudah pecah. Benih dibersihkan dari kotoran dan dikeringkan hingga kadar air sekitar 8-10%.

Tabel 1. Kriteria Panen Kedelai Varietas Anjasmoro dan Detam 1

Varietas Anjasmoro Varietas Detam 1

Pengamatan terhadap pertumbuhan pertanaman kedelai dilakukan setiap minggu mulai dari 2 hingga 6 minggu setelah tanam (MST). Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi: tinggi tanaman dan jumlah daun per tanaman. Selain itu, pengamatan juga dilakukan terhadap faktor produksi benih tanaman kedelai. Peubah yang diamati untuk produksi antara lain: bobot 100 butir, bobot benih per tanaman dan bobot benih per petak.

(28)

16

Pengamatan Bobot benih per tanaman. Pengamatan bobot benih per tanaman dilakukan dengan memanen setiap sampel tanaman pengamatan dan dilakukan penimbangan bobot benih yang dihasilkan.

Pengamatan Bobot benih per petak. Pengamatan bobot benih per petak dilakukan dengan memanen setiap petak pertanaman kedelai kecuali tanaman pinggir dan dilakukan penimbangan bobot benih yang dihasilkan.

Pengamatan Kadar Air

Prosedur pengujian kadar air kedelai dilakukan dengan menggerus benih kedelai dengan ginder dan masukkan ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobotnya. Benih dimasukan kedalam cawan lalu ditimbang. Benih dan cawan yang telah ditimbang kemudian dimasukkan dalam oven bersuhu tinggi konstan

(130OC - 133OC) selama 1 jam. Benih yang telah dioven disimpan dalam desikator selama 10 menit kemudian timbang beratnya dengan timbangan digital,

2 digit dibelakang koma dalam satuan gram. Kadar air benih dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = × 100%

Keterangan: M1: berat cawan

M2: berat benih kedelai dan cawan sebelum di oven M3: berat benih kedelai dan cawan setelah di oven

Proses Pengujian Kandungan Klorofil dan Karotenoid

Pengujian kandungan klorofil dan karoten dilakukan dengan menggunakan metode chromatogaphy dengan melakukan pendekatan seperti yang digunakan Sims dan Gamon (2002) yaitu menggunakan aseton dan tris 1% pH 7.8 (80:20) sebagai absorbannya. Hal ini dikarenakan sifat kimia karoten dan klorofil yang tidak dapat larut dalam air, melainkan larut dalam aseton, alkohol dan benzena sehingga untuk pengukuran klorofil dan karoten harus dilarutkan dalam aseton terlebih dahulu.

Prosedur penentuan kandungan klorofil dan karoten dilakukan saat benih kedelai masak hijau, sebelum masak fisiologis (Lampiran 4) pada saat benih

(29)

mencapai masak fisiologis. Pengukuran ini dilakukan dengan menggerus benih kedelai pada saat pengukuran klorofil sebelum masak fisiologi dan ditimbang sebanyak 3 g (kadar air ± 58%) kemudian dilarutkan dengan aseton 96% sebanyak 2 ml. Pada pengukuran klorofil dan karoten saat masak fisiologi dilakukan penepungan terlebih dahulu dan ditimbang sebanyak 3 g (kadar air tepung 8-9%) kemudian dilarutkan dengan aseton 96% sebanyak 2 ml. Larutan ini kemudian disentrifuse selama 10 menit dengan kecepadan 14 000 rpm. Sebanyak 2 ml hasil sentrifuse (supernatant) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan penyinaran dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 470 nm, 537 nm, 647 nm, dan 663 nm (Sims dan Gamon, 2002). Skema analisis kandungan klorofil dan karoten disajikan pada Lampiran 5.

Pada setiap pengukuran panjang gelombang dicatat nilai absorbansinya

kemudian melakukan perhitungan dengan rumus :

a (mol/100g) =(0.01373 × 663) (0.000897 × 537) (0.0003046 × 647)Fp × Vol total berat sampel × 100

b (mol/100g) =(0.02405 × 647) (0.004305 × 537) (0.0005507 × 663)Fp × Vol total berat sampel × 100

Karoten (mol/100g) =( 470) (17.1 × (Klo a + Klo b) 9.479 × Antosianin)(Fp × Vol total)/119.26 berat sampel × 100

Pengujian Viabilitas Potensial Benih

Viabilitas Potensial diperoleh berdasarkan tolok ukur daya berkecambah benih. Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah persentase kecambah normal pada pengamatan pertama yang dilakukan pada hari ke 3 dan pengamatan kedua pada hari ke 5 setelah penanaman. Kriteria kecambah normal pada kedelai adalah memiliki sistem perakaran yang baik terutama akar primer, perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan-jaringannya, dan pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau. Daya berkecambah (DB) diukur berdasarkan persentase kecambah normal menggunakan rumus sebagai berikut:

DB (%) =Jumlah kecambah normal hitungan 1 dan 2

(30)

18

Pengujian Vigor Daya Simpan Benih

Pengusangan Cepat dengan Menggunakan Etanol. Pada umumnya pengusangan mengunakan larutan etanol merupakan metode skrining yang lebih efektif dibandingkan dengan metode lainnya (Delouche dan Baskin dalam Addai dan Kantanka, 2006). Ocran dalam Addai dan Katanka (2006) melakukan perendaman benih kedelai dalam 20% cairan etanol dan cairan metanol selama dua jam. Dalam penelitiannya ia menyimpulkan bahwa perendaman dengan cairan etanol memberikan indikasi baik pada vigor daya simpan beberapa varietas kedelai dibanding cairan metanol.

Metode pengusangan cepat dilakukan secara kimia dengan teknik perendaman benih menggunakan larutan etanol dengan konsentrasi 20%. Benih terlebih dahulu dilembabkan pada kertas merang selama 12 jam. Benih yang telah dilembabkan

kemudian direndam dalam glassjar yang berisi larutan etanol selama 2 jam dengan perbandingan 50 butir kedelai dimasukan dalam 100 ml larutan etanol.

Benih yang telah direndam kemudian ditiriskan dan dibilas dengan air mengalir selama 5 menit kemudian dikecambahkan dengan Uji Kertas Digulung didirikan dalam Plastik (UKDdP) pada germinator tipe IPB 72-1. Jumlah persentase kecambah normal pada pengamatan hitungan pertama (3 HST) dan hitungan kedua (5 HST) disebut Vigor Etanol. Nilai vigor etanol merupakan pendugaan terhadap vigor daya simpan benih.

Pengujian Daya Hantar Listrik (DHL)

(31)

aquabides selama 24 jam, disaring, kemudian cairan perendam benih diambil untuk pengukuran DHL dengan menggunakan alat electric conductivity meter model 30. Sebagai blanko, digunakan air bebas ion yang juga disimpan dalam

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penanaman kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut. Lahan yang digunakan merupakan lahan tegalan bekas pertanaman kacang tanah dengan jenis tanah Latosol. Benih yang ditanam mempunyai viabilitas yang baik ditunjukkan dengan perkecambahan dan pertumbuhan yang serempak.

Produksi benih dilakukan di lapang selama 3 bulan mulai dari awal bulan Maret sampai dengan awal bulan Juni 2011. Selama penelitian, curah hujan cukup tinggi sehingga di daerah penelitian mendapatkan pasokan air yang melimpah. Namun demikian, penyiraman masih dilakukan selama tanam hingga tanaman berumur 2 minggu setelah tanam akibat terjadi musim kemarau saat awal tanam.

Gulma yang banyak ditemui di lapang antara lain: Ageratum conyzoides,

Oxalis barrelieri, Boreria alata, dan Mimosa pigra. Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada 3, 5, dan 7 MST. Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman kedelai selama penelitian antara lain: belalang (terutama dari jenis Valanga sp.), kepik hijau (Nezara viridula) dan kepik polong (Riptortus

linearis). Serangan hama tidak mengganggu pertanaman secara luas, sehingga tidak diperlukan pengendalian hama. Pada area pertanaman juga ditemukan penyakit seperti karat daun dan virus mosaik kuning, namun intensitas

serangannya sangat rendah. Pengendalian penyakit dilakukan dengan pencabutan pada tanaman yang terserang dan membuangnya.

Pengamatan keadaan vegetatif tanaman di lahan dimulai saat 2 MST hingga 6 MST, saat tanaman memasuki masa generatif. Tanaman kedelai mulai berbunga pada 35 HST, hal ini sesuai dengan deskripsi varietas (Balitkabi, 2008). Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali karena tingkat kemasakan antar petak yang tidak sama. Panen pertama dilakukan pada umur tanaman 85 HST sedangkan panen kedua dilakukan pada 91 HST.

(33)

sering berawan hingga hujan lebat. Namun demikian, untuk menjaga mutu benih diusahakan tidak terkena air hujan. Proses pengeringan dilakukan hingga diperoleh benih kedelai dengan kadar air 8-10% sesuai dengan standar aman penyimpanan benih kedelai (Lampiran 5).

Benih yang telah dikeringkan selanjutnya disimpan dengan menggunakan plastik dan dimasukan ke dalam karung. Area penyimpanan merupakan ruang berpendingin dengan suhu antara 14oC-17oC. Hal ini dilakukan untuk menjaga viabilitas benih agar tetap baik selama proses penyimpanan.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai

Pupuk merupakan unsur hara tambahan yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, sehingga secara umum dapat berpengaruh pada pertumbuhan, kualitas tanaman dan produksi. Pemupukan berimbang merupakan salah satu faktor penting dalam memproduksi benih bermutu. Hasil rekapitulasi sidik ragam mengenai pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan N, P dan K terhadap variabel tinggi tanaman dan jumlah daun kedelai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif Tanaman Kedelai

Keterangan ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

(34)

22

Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman kedelai selama pengukuran mulai 2 hingga 6 MST. Pada tolok ukur jumlah daun tanaman kedelai, varietas berpengaruh nyata hanya pada 2 dan 3 MST. Pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman maupun jumlah daun tanaman kedelai (Tabel 2).

Pengukuran tinggi tanaman dan penghitungan jumlah daun dilakukan hingga tanaman berumur 6 minggu setelah tanam. Hal ini disebabkan karena pada umur ini semua asimilat masih digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan belum digunakan dalam proses pembentukan benih (generatif). Pada fase pertumbuhan ini, tanaman kedelai membutuhkan hara tanaman yang cukup untuk mendukung pertumbuhannya dan mempersiapkan diri untuk memasuki periode generatif. Pertumbuhan tanaman pada periode tersebut harus diperhatikan untuk memastikan

tanaman mampu menghasilkan benih dengan mutu yang baik. Data pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman menunjukkan sebaran data yang baik. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai Koefisien Keragaman (KK) yang kecil (<20%). Hanafiah (2001) menyatakan bahwa koefisien keragaman yang baik pada penelitian dengan kondisi heterogen (di lapang) adalah maksimal 20%. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan tinggi kedua varietas tanaman kedelai disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Varietas dan Pemupukan N, P, dan K terhadap Tinggi Tanaman Kedelai

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.

Detam 1 9.28b 12.98b 24.45b 33.38b 43.63b

Pemupukan

Tanpa Pemupukan 10.63 15.28 29.65 39.91 51.75

N, P, dan K 10.69 15.44 30.77 41.89 54.46

N dan P 10.46 15.66 30.75 41.45 52.04

N dan K 10.60 15.10 28.66 38.97 51.36

(35)

Karakteristik tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kedelai kedua varietas kedelai memiliki perbedaan. Pertumbuhan tinggi tanaman kedelai berlangsung dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan tinggi tanaman pada semua perlakuan termasuk kontrol (tanpa pemupukan) (Tabel 3). Pengukuran terhadap tinggi tanaman kedelai menunjukkan bahwa pertumbuhan pada varietas Anjasmoro berkembang lebih cepat dibanding varietas Detam 1. Tanaman kedelai Anjasmoro memiliki karakteristik batang yang lebih tinggi (59.27 cm) daripada Detam 1 (43.63 cm) pada 6 MST (Tabel 3). Hal ini sesuai deskripsi Balitkabi (2008) yang menunjukkan Varietas Anjasmoro lebih tinggi dibanding Detam 1. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun tanaman kedelai disajikan pada Tabel 4.

Pertumbuhan jumlah daun pada kedua varietas kedelai berlangsung

dengan baik. Pengaruh pemupukan hanya dijumpai pada pengamatan jumlah daun pada 2 dan 3 MST. Meskipun kedua Varietas Anjasmoro dan Detam 1 berbeda

dalam pertumbuhan vegetatif tetapi tidak ada perbedaan respon antara kedua varietas tersebut terhadap perlakuan pemupukan. Hal ini dapat dilihat dari hasil sidik ragam yang menunjukkan tidak ada interaksi antara varietas dengan pemupukan (Tabel 1).

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun Tanaman Kedelai

Perlakuan Umur tanaman (MST)

2 3 4 5 6

--- helai---Varietas

Anjasmoro 1.79a 3.25a 5.95 9.01 13.60

Detam 1 1.17b 2.72b 5.79 9.71 13.52

Pemupukan

Tanpa Pemupukan 1.40 2.98 5.85 9.17 13.77

N, P, dan K 1.53 2.99 5.91 9.96 14.54

N dan P 1.54 3.08 6.11 9.89 13.65

N dan K 1.36 2.93 5.76 8.92 12.71

P dan K 1.57 2.96 5.72 8.85 13.12

(36)

24

Pertumbuhan tanaman merupakan pertambahan ukuran tanaman yang meliputi pertambahan panjang, diameter, dan luas tanaman (Harjadi, 1993). Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain: umur, hereditas dan keadaan tanaman. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya, kelembaban, dan nutrisi (hara) tanaman (Gardneret al.,1991).

Dwidjoseputro (1994) menyatakan bahwa daun merupakan bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat penting. Fotosintat yang dihasilkan daun akan berpengaruh pada pembentukan daun dan organ tanaman yang lain. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), tanaman yang mempunyai daun yang lebih banyak pada awal pertumbuhannya, tanaman akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi dari tanaman dengan jumlah daun yang

lebih rendah. Jumlah daun tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan jaringan tanaman yang lain.

(37)

Produksi Benih Tanaman Kedelai

Pengujian mengenai produksi benih dilakukan dengan pengukuran terhadap bobot benih per tanaman, bobot benih per petak dan bobot 100 butir. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap produksi masing-masing varietas dalam produksi benih. Sidik ragam pengujian produksi benih kedelai disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sidik Ragam Pengujian Produksi Benih Kedelai

Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)

V P V*P

Bobot benih/tanaman ** tn tn 11.72

Bobot benih/petak tn tn tn 24.61

Bobot 100 butir ** tn tn 4.40

Keterangan ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

V = Varietas; P = Pemupukan; V*P = Interaksi antar faktor KK = Koefisien keragaman

Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur bobot benih per tanaman dan bobot 100 butir. Pada penelitian ini perlakuan pemupukan dan interaksinya tidak berbeda nyata pada pengujian hasil benih kedelai (Tabel 5). Hal ini diduga kandungan hara tanah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman, tidak hanya dalam hal pertumbuhan tanaman tetapi juga untuk berproduksi. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap produksi benih disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Produksi Benih

Perlakuan Bobot benih per

(38)

26

Tabel 6 menunjukkan bahwa benih kedelai Anjasmoro memiliki bobot 100 butir (13.33 g) lebih berat dibanding Detam 1 (11.15 g). Hasil ini sesuai dengan deskripsi yang disampaikan Balitkabi (2008) yang menyatakan bahwa varietas Anjasmoro memiliki bobot 100 butir (15.3 g) yang lebih tinggi dibanding Detam 1 (14,84 g). Pada pengukuran bobot benih per tanaman, Varietas Anjasmoro juga lebih unggul dibanding Detam 1. Setiap tanaman kedelai varietas Anjasmoro mampu menghasilkan benih kedelai sebesar 11.42 g, sedangkan tanaman kedelai varietas Detam 1 hanya menghasilkan benih seberat 9.09 g.

Perbedaan bobot benih per tanaman kedua varietas kedelai diduga disebabkan oleh faktor vegetatif tanaman (Tabel 6). Varietas Anjasmoro memiliki karakteristik batang tanaman yang lebih tinggi dan jumlah daun yang lebih banyak (2 dan 3 MST) dibanding dengan Detam 1. Hal ini mempengaruhi pembentukan

dan pengisian benih kedelai. Pertumbuhan vegetatif yang lebih baik akan mendukung translokasi asimilat dari source ke sink. Tanaman yang memiliki

tinggi dan jumlah daun yang lebih banyak, maka jumlah fotosintat (source) yang ditransfer ke buah atau biji (zink) akan lebih besar dibanding tanaman yang lebih rendah dan memiliki sedikit daun (Salisburry dan Ross, 1995).

Pada saat pengisian buah, hasil fotosintat daun lebih banyak ditranslokasikan ke zink daripada digunakan untuk proses pertumbuhan dan pembentukan daun (Hopkins, 1995). Hal ini memacu terjadinya proses penuaan daun yang ditandai dengan absisi, gugurnya organ vegetatif maupun generatif tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Pada tanaman kedelai, proses tersebut terjadi saat pengisian polong antara 7 hingga 13 MST.

Gardner et al., (1991) menambahkan bahwa pada saat pengisian polong, maka polong akan menjadi daerah penyaluran asimilasi. Sebagian besar asimilasi akan digunakan untuk meningkatkan bobot biji. Pembentukkan polong tergantung pada tingkat kelembaban tanah dan penyediaan unsur hara terutama fosfor dan kalsium untuk proses pembuahan dan pemasakan biji.

(39)

serta berat bahan kering dan bobot biji per tanaman. Hal ini disebabkan bahwa unsur pospor banyak terdapat didalam sel tanaman berupa unit-unit nukleotida yang merupakan ikatan yang mengandung pospor sebagai RNA dan DNA yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. Aplikasi unsur P pada tanaman dimungkinkan dapat menghasilkan bobot benih yang lebih tinggi dibanding variasi pemupukan yang lainnya.

Pada penelitian ini, pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap komponen produksi. Hal ini diduga kandungan hara tanah terutama N, P dan K sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman kedelai selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Kandungan Klorofil, Karoten dan Mutu Benih Kedelai

Kandungan klorofil tanaman tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga ditemukan pada benih dan buah yang berperan dalam proses fotosintesis tanaman.

Menurut Sugimoto et al. (2002), saat benih belum mencapai masak fisiologi, klorofil dalam kotiledon benih kedelai melakukan aktifitas fotosintesis. Saioet al. dalam Suhartanto (2002) menyatakan bahwa kandungan klorofil dalam benih kedelai mencapai maksimal saat 40 hari setelah proses pembungaan dan mengalami penurunan setelah 45 hingga 50 hari setelah pembungaan. Kandungan klorofil benih yang tinggi saat masak fisiologi justru akan menyebabkan rendahnya mutu benih terutama menurunkan daya simpan benih. Hasil sidik ragam mengenai kandungan klorofil dan karoten benih disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Kandungan Klorofil dan Karoten Benih Kedelai

Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)

V P V*P

Klorofil

Sebelum masak fisiologis ** ** ** 1.62

Saat masak fisiologis ** tn tn 5.69

Karoten

Saat masak fisiologis tn tn ** 16.97

Keterangan ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

(40)

28

Pengujian terhadap kandungan korofil dan karoten dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten benih serta hubungannya dengan vigor daya simpan benih. Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara varietas dengan pemupukan terhadap kandungan klorofil benih (sebelum masak fisiologi) dan kandungan karoten (saat masak fisiologi). Perlakuan varietas hanya berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil benih sedangkan, pemupukan berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil benih kedelai hanya sebelum masak fisiologi. Pengaruh perlakuan secara lebih teliti dilihat melalui uji lanjut Duncan pada taraf 5% yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan terhadap Kandungan Klorofil Benih Kedelai Saat Masak Fisiologi

Perlakuan

Klorofil

saat masak fisiologi (mol/100g sampel*) Varietas

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.*Kadar air sampel 8-9%

(41)

Kandungan klorofil yang tinggi pada benih saat masak fisiologi akan meningkatkan radikal bebas dalam benih akibat proses oksidasi sel. Hal ini dikarenakan bahwa klorofil merupakan sumber oksigen singlet (1O2) yang sangat reaktif terhadap proses oksidasi. Treves dan Perl (1992) menyatakan bahwa klorofil benih merupakan sumber oksigen singlet (1O2) yang berperan dalam proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan dapat merusak sel.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kandungan klorofil varietas Detam 1 (0.59 mol/100g sampel) saat masak fisiologi lebih tinggi dibanding Anjasmoro (0.10 mol/100g sampel) (Tabel 8). Perbedaan kandungan klorofil antar varietas pernah diteliti Wahyuni (2011) yang menunjukkan bahwa kedelai yang berkulit hitam (Cikuray, Detam 1 dan Detam 2) cenderung memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dibanding kedelai berkulit kuning (Wilis, Anjasmoro dan

Tanggamus). Namun demikian, interaksi antara varietas dengan pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten baru akan dilihat pada penelitian ini.

Kandungan klorofil benih sebelum masak fisiologi pada Detam 1 lebih tinggi dibanding Anjasmoro (Tabel 9). Kandungan klorofil benih tertinggi diperoleh dari pertanaman Detam 1 tanpa pemupukan sebesar 4.61 mol/100g sampel. Perlakuan pemupukan pada kedua varietas justru menurunkan kandungan klorofil benih sebelum masak fisiologi. Hal ini berbeda dengan penelitian Bojović dan Stojanović (2005) yang menyatakan bahwa perlakuan tanpa pemupukan pada

tanaman gandum menunjukkan kandungan klorofil terendah.

Pemupukan N dan K (tanpa P) pada varietas Anjasmoro (0.94 mol/100g sampel) dan Detam 1 (0.89 mol/100g sampel) menunjukkan kandungan klorofil yang rendah dibanding variasi pemupukan lainnya (Tabel 9). Bojović dan

Stojanović (2005) menyatakan bahwa kandungan klorofil tanaman mengalami

(42)

30

terhadap stabilitas molekul klorofil tanaman, terutama saat cuaca kurang menguntungkan.

Kandungan karoten benih saat masak fisiologi dipengaruhi oleh interaksi antara perakuan varietas dan pemupukan. Perlakuan pemupukan pada Anjasmoro tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap kandungan karoten benih. Pemupukan pada Anjasmoro justru cenderung menurunkan kandungan karoten benih. Pada Varietas Detam 1, pemupukan mampu meningkatkan kandungan karoten benih. Pemupukan N dan K pada tanaman Detam 1 menghasilkan benih dengan kandungan karoten tertinggi sebesar 8.31 mol/100g sampel (Tabel 9).

Hasil percobaan pada Detam 1 ini sesuai dengan penelitian Bojović dan

Stojanović (2005) yang menyatakan bahwa pemupukan N dan K pada tanaman

gandum mampu menghasilkan kandungan karoten pada biji dan daun lebih tinggi

daripada variasi pemupukan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan karoten Detam 1 lebih responsif terhadap pemupukan sementara

Anjasmoro kurang responsif. Interaksi antara varietas dan pemupukan terhadap kandungan klorofil pada pengukuran sebelum masak fisiologi dan karoten saat masak fisiologi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok Ukur Kandungan Klorofil dan Karoten Pada Sebelum dan Saat Masak Fisiologi

Variasi Pemupukan Varietas

Anjasmoro Detam 1

Klorofil Sebelum Masak Fisiologi (mol/100g sampel *)

Tanpa Pemupukan 1.49 c 4.61 a

N, P, dan K 1.42 d 1.03 f

N dan P 1.11 e 2.39 b

N dan K 0.94 g 0.89 h

P dan K 1.13 e 1.45 d

Karoten Saat Masak Fisiologi (mol/100g sampel**)

Tanpa Pemupukan 5.41 b 1.80 c

N, P, dan K 2.68 bc 4.45 bc

N dan P 4.01 bc 4.54 bc

N dan K 3.13 bc 8.31 a

P dan K 3.80 bc 4.47 bc

(43)

Pengujian mutu benih sangat penting untuk memastikan bahwa hasil produksi lapang menghasilkan benih dengan standar mutu yang baik. Benih yang memiliki mutu yang baik akan memiliki viabilitas potensial yang baik dan vigor daya simpan yang tinggi. Dengan demikian, saat benih ditanam akan mampu tumbuh dan berproduksi normal meskipun setelah melewati masa penyimpanan yang relatif lama. Hasil sidik ragam mengenai viabilitas potensial dan vigor daya simpan benih disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Viabilitas Potensial dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai

Keterangan * = berpengaruh nyata pada taraf 5% ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

V = Varietas; P = Pemupukan; V*P = Interaksi antar faktor KK = Koefisien keragaman

Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang menggambarkan potensi hidup benih dari lot benih. Potensi hidup benih tersebut diamati pada perkecambahan dengan kondisi optimum. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah benih (DB), namun pemupukan maupun interaksinya dengan

varietas tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB.

(44)

32

Tabel 11. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai

Keterangan: Angka-angka yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%.

Secara umum, viabilitas potensial benih cukup tinggi karena seluruhnya memiliki nilai DB diatas 80%. Varietas Detam 1 memiliki daya berkecambah (86.93%) lebih tinggi dibanding benih Anjasmoro (80.00%). Pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap Daya Berkecambah benih kedelai, namun berpengaruh nyata terhadap vigor daya simpan benih berdasarkan vigor etanol (Tabel 10). Interaksi antara pemupukan dan varietas terhadap vigor daya simpan benih disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Varietas dan Pemupukan terhadap Tolok Ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik

Variasi Pemupukan Varietas

Rataan

Anjasmoro Detam 1

---VigorEtanol

(%)---Tanpa Pemupukan 13.33 b 72.00 a 42.67

N, P, dan K 21.33 b 57.33 a 39.33

Tanpa Pemupukan 139.34 b 127.93 b 133.64

N, P, dan K 134.28 b 139.51 b 136.90

N dan P 172.88 a 108.68 b 140.78

N dan K 107.57 b 118.01 b 112.79

P dan K 126.44 b 125.31 b 125.88

Rataan 136.10 123.89

(45)

Berdasarkan tolok ukur vigor etanol, Varietas Detam 1 (vigor etanol 64.53%) memiliki vigor daya simpan yang lebih tinggi daripada Anjasmoro (vigor etanol 29.87%). Kandungan karoten benih Detam 1 yang lebih tinggi dibanding varietas Anjasmoro diduga berhubungan dengan vigor etanol, mengingat nilai vigor etanol Detam 1 yang juga lebih tinggi dibanding varietas Anjasmoro. Hal ini diduga bahwa kandungan karoten benih yang tinggi pada benih mampu meningkatkan vigor daya simpan benih. Pemupukan berimbang merupakan salah satu faktor penting dalam memproduksi benih bermutu. Pertanaman Anjasmoro dengan pemupukan yang tepat (pemupukan P dan K) mampu memiliki vigor daya simpan (berdasarkan Vigor Etanol) yang tinggi (64%) seperti Detam 1 (54.67-72.00%) (Tabel 12).

Mugnisyah dan Nakamura (1984) menyatakan bahwa unsur P dapat

meningkatkan bobot biji yang selanjutnya dapat meningkatkan daya simpan benih. Kadar P dalam tanah berkorelasi positif dengan kandungan P-total dalam

biji, makin tinggi kadar P dalam biji vigor benih semakin tinggi. (Coopeland dan McDonald, 1976). Zuhry dan Islan (2007) menambahkan bahwa pemberian pupuk pospat berpengaruh pada indeks vigor dan uji hitung pertama selama perkembangan biji. Unsur K dari KCl berpengaruh terhadap penguatan sel-sel benih terutama pada kulit benih sehingga tidak rentan terhadap pengaruh lingkungan yang mengakibatkan kerusakan benih.

Pengaruh pemupukan pada kedua varietas terhadap Daya Hantar Listrik menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata. Pemupukan N dan P (tanpa K) pada Anjasmoro menghasilkan benih dengan nilai DHL tertinggi 172.88 µmhos/cm/g, sedangkan pemupukan N dan K pada Anjasmoro mampu menghasilkan benih dengan nilai DHL terendah sebesar 107.57 µmhos/cm/g. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman Anjasmoro yang dipupuk N dan K memiliki tingkat kebocoran membran sel yang rendah.

(46)

(Serrato-34

Valentiet al.,1993). Unsur K selain diperlukan untuk pertumbuhan tanaman juga berperan sebagai bahan penyusun mineral fitin dan memperbaiki integitas membran sel dan kulit biji (McDougal et al., 1996). Pada tanaman kacang tanah, pemberian K dapat meningkatkan kandungan K dalam biji dan meningkatkan viabilitas benih. Kadar K yang tinggi dalam biji dapat menurunkan kapasitas absorsi air dan kelarutan gula, sehingga benih yang dihasilkan mempunyai viabilitas tinggi dan perkembangan jamur selama penyimpanan lebih rendah. Rendahnya kelarutan gula dalam biji menunjukkan integitas membran biji cukup tinggi (Abdul Baki, 1969).

Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai

Pada tanaman tomat, kandungan klorofil benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambah. Artinya semakin tinggi kandungan klorofil benih tomat maka semakin rendah daya berkecambahnya (Suhartanto, 2003). Kandungan klorofil yang tinggi pada benih dinilai negatif karena (1) kandungan klorofil berkorelasi dengan tingkat kemasakan (Suhartanto, 2002), (2) klorofil merupakan sumber oksigen singlet yang menyebabkan radikal bebas selama respirasi benih (Mortensen et al., 1997). Benih yang mengandung radikal bebas akan mengalami kerusakan membran sel yang lebih cepat dibanding benih yang memiliki membran yang masih baik. Kerusakan ini akan menyebabkan masuknya penyakit maupun cendawan yang dapat menurunkan vigor benih.

Kandungan karoten pada benih diharapkan mampu meningkatkan vigor daya simpan benih. Senyawa karoten yang merupakan antioksidan mampu mengikat radikal bebas yang dapat merusak sel benih melaui donor elektron, sehingga daya simpan benih meningkat. Berkaitan dengan pengujian Daya Hantar Listrik (DHL), kandungan karoten berperan dalam menjaga stabilitas membran sel benih. Menurut Bosland dan Votava (1999), karotenoid memiliki peranan penting

(47)

kandungan klorofil dan karoten benih terhadap tolok ukur vigor etanol dan daya hantar listrik disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Korelasi kandungan klorofil dan karoten Benih terhadap tolok ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik

Tolok Ukur Koefisien Korelasi (r)

VigorEtanol Daya Hantar Listrik Klorofil

Sebelum Masak Fisiologi r = 0.404tn r = -0.134tn

Saat Masak Fisiologi r = 0.754* r = -0.309tn

Karoten

Saat Masak Fisiologi r = 0.168tn r = -0.095tn Keterangan * = nyata

tn = tidak nyata

Uji korelasi antara klorofil dengan vigor daya simpan benih menunjukkan adanya hubungan positif dan erat (r = 0.754*) antara kandungan klorofil dengan vigor daya simpan berdasarkan tolok ukur vigor etanol. Hasil uji korelasi ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kandungan klorofil berkorelsi negatif terhadap mutu benih terutama daya simpan benih.

Suhartanto (2002) menyatakan bahwa pada umumnya klorofil benih berkorelasi negatif terhadap vigor daya simpan benih. Saat proses pembentukan benih, kandungan klorofil menurun hingga saat masak fisiologi dan stabil mendekati nol. Pada fase ini kandungan klorofil sangat rendah bahkan belum tentu terukur. Kandungan klorofil saat masak fisiologi yang sangat rendah pada benih kedelai (0.10-0.59 mol/100g) saat pengukuran memungkinkan adanya pergerakan molekul yang tidak stabil dan menyebabkan gangguan pengukuran, sehingga nilai yang terbaca pada alat merupakan hasil noisesemata.

Pada penelitian ini, kandungan karoten benih tidak berkorelasi dengan vigor daya simpan benih (Tabel 13). Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang

Gambar

Tabel 9. Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok
Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Varietas dan Pemupukan
Tabel 9. Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok
Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Varietas dan Pemupukan

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan diharuskan menyediakan imbalan pensiun mínimum yang diatur dalam Undang- undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), yang merupakan kewajiban imbalan

Koefisien korelasi dengan nilai positif menunjukkan bahwa arah hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan keterikatan kerja adalah positif.Hasil tersebut dapat

in patients with recent stroke or transient ischemic attack and no coronary heart disease, only lower baseline HDL-C predicted the risk of recurrent stroke.. substantial amount

Badan Usaha Milik Negara adalah bentuk badan hokum yang tunduk pada hukum Indonesia1. Tujuan BUMN sendiri ialah membangun ekonomi sosisal menuju tercapainya masyarakat yang adil

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melakukan pengamatan kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan dan jenis lamun, melakukan pemetaan sebaran lamun menggunakan

Abstract We examined behaviour management problems as predictors of psychotropic medication, use of psychiatric consultation and in-patient admission in a group of 66 adults

Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang

Berdasarkan pembacaan semiotika terhadap kumpulan puisi Kerygma &amp; Martyria karya Remy Sylado ditemukan risalah religius penyair yang meliputi (1) Risalah religiusitas