• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan masukan bahan organik dan logam merkuri terhadap struktur komunitas dan produktivitas sekunder larva trichoptera di Sungai Ciliwung (Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan masukan bahan organik dan logam merkuri terhadap struktur komunitas dan produktivitas sekunder larva trichoptera di Sungai Ciliwung (Jawa Barat)"

Copied!
339
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN MASUKAN BAHAN ORGANIK DAN

LOGAM MERKURI TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS

DAN PRODUKTIVITAS SEKUNDER LARVA TRICHOPTERA

DI SUNGAI CILIWUNG (JAWA BARAT)

JOJOK SUDARSO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DESERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Keterkaitan Masukan Bahan Organik dan Logam Merkuri Terhadap Struktur Komunitas dan Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera di Sungai Ciliwung (Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 2 Februari 2013

(3)

ABSTRACT

JOJOK SUDARSO. Effect of Organic Compound and Mercury on Community Structure and Secondary Productivity Trichoptera Larvae in Ciliwung River (West Java) under direction of YUSLI WARDIATNO, DANIEL DJOKOSETIYANTO and WORO ANGGRAITONINGSIH.

Ciliwung River is one of the big rivers in West Java Province which is polluted by organic compound and mercury. Pollution in Ciliwung River could disturb the ecological balance of Trichoptera larvae. The purpose of this study was to reveal the influence of organic compound and mercury contamination on community structure, ecology feeding, secondary productivity of Trichoptera larvae and establish a local biocriteria using multimetric concept. Research was conducted in six stations on high gradient Ciliwung River segment. Trichoptera larvae were collected using surber net with five replications in each study sites. High of organic pollution, mercury contamination, and habitat degradation could decrease number of genus Trichoptera larvae (7-2), diversity index (2.8-0 bits per individu), while increase secondary productivity of Cheumatopsyche sp. larvae (5.9-81.5 g m-2 year-1). Ecology feeding was dominated by filtering collector while disturbance was increasing. Four biological metrics (total taxa number, scores of Stream Invertebrate Grade Number-Average (SIGNAL), % abundance of three dominant taxa, number of sensitive taxa) was successfully created to be a local biocriteria which was called Trichoptera biotic index (IBT). Range the index values were 26-28 classified as least disturbance, 118 low disturbance, 7-16 medium disturbance, and 4-6 severe disturbance. Development and refinement of IBT in the future can be used to monitor and evaluate rivers quality in Indonesia especially for high gradient river.

(4)

JOJOK SUDARSO. Keterkaitan Masukan Bahan Organik dan Logam Merkuri Terhadap Struktur Komunitas dan Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera di Sungai Ciliwung (Jawa Barat). Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO, DANIEL DJOKOSETIYANTO dan WORO ANGGRAITONINGSIH.

Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap ekosistem sungai telah mendorong berkembangnya konsep indikator biologi guna mengetahui status kesehatan dari sebuah ekosistem. Salah satu biota yang memiliki potensi sebagai indikator biologi perairan adalah larva Trichoptera. Penggunaan hewan tersebut sebagai indikator biologi didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: 1). Salah satu penyusun terbesar dari komunitas makrozoobentos pada ekosistem sungai, 2) Distribusi yang luas, 3) Kelimpahan relatif tinggi, 4). Respon terhadap kualitas lingkungan bervariasi dari perubahan morfologi hingga perilaku, 5). Keanekaragaman spesies relatif tinggi (± 13.000 spesies), 6). Siklus hidup relatif panjang dengan lima tahap instar, 7). Peran penting dalam rantai makanan, 8). Ukurannya yang relatif besar (1-3 cm), 9). Tubuh relatif keras sehingga mudah dalam melihat abnormalitas, dan 10). Waktu identifikasi hewan tersebut relatif lebih singkat. Kondisi tersebut diatas merupakan potensi yang besar bagi larva Trichoptera untuk dikembangkan sebagai penyususn biokriteria lokal yang adaptif guna diterapkan di daerah tropis khususnya di Indonesia.

Salah satu sungai yang akan dijadikan model dalam penyusunan biokriteria dan penelitian tentang produktivitas sekunder larva Trichoptera adalah Sungai Ciliwung. Sungai Ciliwung termasuk dalam sungai besar di Jawa Barat yang memiliki aspek penting bagi sektor pertanian (irigasi), industri, maupun bahan baku air minum. Kondisi bagian hulu (Gunung Mas) dari sungai tersebut relatif masih terjaga dengan baik sehingga minim mengalami gangguan akibat aktivitas antropogenik. Berdasarkan kajian ekologis yang dilakukan BPLHD Provinsi Jawa Barat tahun 2006 menunjukkan kualitas Sungai Ciliwung di bagian Hulu (Cisarua) hingga hilir (Ancol) telah mengalami pencemaran organik yang tinggi (DO dari 8 - 0,2 mg/l, TOM dari 0,02-0,1 mg/l, TSS dari 0,01-0,6 mg/l). Sungai tersebut juga tercemar oleh logam merkuri (0,23-0,30 ppb), bisfenol A (0,46-0,83 µg/l) dan alkil fenol (33,2-191,4 µg/l) yang cukup tinggi.

(5)

komunitas larva Trichoptera. Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan (Oktober 2010-Mei 2011) dengan enam titik stasiun pengamatan. Enam lokasi yang digunakan selama penelitian meliputi: 1). Stasiun Gunung Mas yang terdiri dari dua situs pengamatan (St 1. dan 2) yang berfungsi sebagai situs rujukan (gangguan minimal). 2) Stasiun Kampung Pensiunan (St.3) mewakili daerah yang sudah mengalami gangguan oleh aktifitas perkebunan teh. 3) Stasiun Kampung Jog-jogan (St.4) mewakili daerah dari adanya aktivitas pertanian, pemukinan penduduk, dan perkebunan.4) Stasiun Katulampa (St 5) mewakili daerah dari pengaruh aktivitas pemukimam penduduk, perkotaan, maupun penambangan batu. 5) Stasiun Cibinong (St.6) mewakili daerah dengan sumber pencemar relatif kompleks (limbah domestik, perkotaan, dan industri).

Hasil analisis keanekaragaman taksa (genus) larva Trichoptera dengan menggunakan indeks Shanon-Wiener (H’) di Stasiun Gunung Mas sebesar = 1,98-2,8 bits per individu dan indek keseragaman (E) = 0,66-0,9. Kondisi ini mengindikasikan tingkat keanekaragaman taksa Trichoptera dalam kategori sedang dan penyebaran jumlah individu tiap jenisnya relatif merata (tidak ada taksa tertentu yang mendominasi populasi). Adanya aktivitas antropogenik di Stasiun Kampung Pensiunan hingga Stasiun Cibinong mengakibatkan kecenderungan menurunnya nilai indeks keanekaragaman (H’) = 0-2 bits per individu dan indeks keseragaman (E) = 0-0,8. Kondisi ini menunjukkan adanya kecenderungan struktur komunitas menjadi kurang stabil, tingkat keanekaragaman dari sedang hingga rendah, dan penyebaran jumlah individu tiap jenisnya menjadi tidak merata (ada kecenderungan terjadi dominasi oleh taksa tertentu misalnya oleh Cheumatopsyche sp.

Hasil pengukuran biomassa, produktivitas sekunder, dan cohort P/B larva hydropsychid Cheumatopsyche sp. menunjukkan biomassa hewan tersebut di bagian hulu (Stasiun Gunung Mas) hingga Stasiun Cibinong cenderung meningkat (0,09-0,29 gr.m-2). Produktivitas sekunder juga menunjukkan kecenderungan meningkat dari Stasiun Gunung Mas hingga Kampung Jog-jogan (5,9-26,9gr m-2 tahun-1) dan terlihat menurun di Stasiun Katulampa (8,15 gr m-2 tahun-1). Di Stasiun Cibinong produktivitas sekunder Cheumatopsyche sp. meningkat kembali hingga 81,5 gr.m-2.tahun-1. Pola yang sama dengan produktivitas sekunder juga diamati pada nilai cohort P/B yaitu kecenderungan meningkat dari Stasiun Gunung Mas hingga Kampung Jog-jogan (33,9-63,7) dan menurun di Stasiun Katulampa (12,1). Nilai cohort P/B di Stasiun Cibinong meningkat kembali hingga 93,4. Tingginya produktivitas sekunder, biomassa dan cohort P/B larva

(6)

Hasil seleksi metrik biologi dan normalisasi dengan persentil empat metrik biologi terpilih (Jumlah skor SIGNAL, jumlah taksa, % kelimpahan 3 taksa dominan, jumlah taksa sensitif) dihasilkan indek biologi baru dengan nama indeks biotik Trichoptera (IBT). Pada contoh kasus Sungai Ciliwung didapatkan nilai kisaran dari indeks tersebut yaitu: 26-28 dalam kategori belum/sedikit mengalami gangguan (Situs Rujukan), 17-18 kategori gangguan ringan (Kampung Pensiunan), 7-16 kategori gangguan sedang (Kampung Jog-jogan dan Katulampa), dan 4-6 kategori gangguan berat (Cibinong). Indeks IBT juga relatif sensitif (r >0,5) dalam mencerminkan gangguan pada ekosistem sungai akibat pencemaran organik, gangguan pada habitat, dan kontaminasi logam Hg.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(8)

KETERKAITAN MASUKAN BAHAN ORGANIK DAN

LOGAM MERKURI TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS

DAN PRODUKTIVITAS SEKUNDER LARVA

TRICHOPTERA DI SUNGAI CILIWUNG (JAWA BARAT)

JOJOK SUDARSO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi. M.Sc.

Dr. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumbanbatu, M.Agr

(10)

Judul Disertasi : Keterkaitan Masukan Bahan Organik dan Logam Merkuri Terhadap Struktur Komunitas dan Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera di Sungai Ciliwung (Jawa Barat)

Nama : Jojok Sudarso NIM : C261090061

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Yusli Wardiatno, M.Sc.

Prof.Dr. Ir. Daniel Djokosetiyanto

Anggota Anggota

Prof. Dr. Woro Anggraitoningsih

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr.Ir. Enan M. Adiwilaga Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya, serta shalawat dan salam tetap tercurah pada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian disertasi yang berjudul “Keterkaitan Masukan

Bahan Organik dan Logam Merkuri Terhadap Struktur Komunitas dan

Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera: Studi Kasus Sungai Ciliwung-Jawa

Barat”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya pada ketua komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno,

M.Sc dan anggota komisi pembimbing: Prof. Dr. Ir. Daniel Djokosetiyanto dan

Ibu Prof. Dr. Woro Anggraitoningsih yang telah meluangkan waktunya dalam

memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian. Ucapan terima kasih

disampaikan pada Dr. Tri Widiyanto M.Si sebagai Kapuslit Limnologi-LIPI yang

telah memberikan ijin pada peneliti untuk melakukan penelitian di Puslit

Limnologi-LIPI. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada tim penguji tertutup

(Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc. dan Dr. Majariana Krisanti, M.Si) dan tim

penguji terbuka (Dr. Tri Widiyanto M.Si dan Prof. Dr. Djamar T.F. Lumbanbatu,

M.Agr) yang telah banyak memberikan koreksi pada desertasi ini. Terima kasih

juga disampaikan kepada ayah (Bapak Purnomo), ibu (Ny. Sudarmasih), istriku

(Fitria Handayani), keluarga besar Bapak Iskandar Setjodihardjo, dan segenap staf

pegawai di Puslit Limnologi LIPI atas segala doa dan dorongan semangat dalam

menyelesaikan studi di IPB.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih pada Kementrian Riset

dan Teknologi yang telah memberikan beasiswa pada promofendus guna

menempuh pendidikan doktor dan segenap dosen Fakultas Perikanan IPB yang

telah memberikan bekal ilmu pada penulis selama kuliah di pascasarjana.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

(12)

perbaikan tulisan ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para

pembacanya dan kemajuan IPTEK di Indonesia. Aamiin

Bogor, 2 Februari 2013

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang Jawa Timur tanggal 12 Juni 1972 sebagai

anak ke tiga dari pasangan Bapak Purnomo dan Ibu Sudarmasih. Pendidikan

sarjana S1 ditempuh di Jurusan Biologi Universitas Brawijaya Malang dan lulus

tahun 1995. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Studi Pengelolaan

Sumber Daya Alam dan Lingkungan IPB melalui beasiswa LIPI dan menamatkan

kuliah tahun 2009. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan di tahun yang sama (2009)

melalui beasiswa dari Kementrian Ristek.

Penulis bekerja di Puslit Limnologi-LIPI Cibinong-Bogor mulai tahun

1996 hingga sekarang dan posisi terakhir dalam jabatan fungsional sebagai

Peneliti Muda. Bidang penelitian yang ditekuni dan menjadi tanggung jawab

penulis sebagai peneliti adalah bioassessment dan ekologi makrozoobentos.

Publikasi yang telah dihasilkan dari penelitian desertasi ini adalah:

“Pengaruh Aktivitas Antropogenik di Sungai Ciliwung Terhadap Komunitas

Larva Trichoptera” dalam Jurnal Manusia dan Lingkungan tahun 2012 volume 19

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. xv

DAFTAR GAMBAR ……… xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

i 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 4

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 5

1.4. Kebaruan Penelitian ..……….. 5

2. KERANGKA TEORI 2.1. Ekobiologi Trichoptera ……… 7

2.2. Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera ………. 12

2.3. Faktor Lingkungan Penting Dalam Mengatur Komunitas dan Produktivitas sekunder larva Trichoptera ………. 13

2.4. Kompleksitas Respon Tingkatan Organisasi Biologi Terhadap Pemaparan Logam Berat ………. 20

2.5. Kerangka Pemikiran ……… 23

3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode/Desain Penelitian ………. 24

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 24

3.3. Variabel (yang ditera dan kerja)………. 25

3.4. Teknik Pengumpulan Data ……… 27

3.5. Metode Pengukuran ………... 29

3.6. Analisis Data ………. 31

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Sungai Ciliwung ………... 41

4.2. Telaah Kualitas Fisik Air Sungai Ciliwung ………... 42

4.3. Telaah Kualitas Habitat ……….. 50

4.4. Telaah Kualitas Kimia Sungai Ciliwung ……… 51

4.5. Telaah Kualitas Biologi ………. 66

4.6. Pengaruh Masukan Bahan Organik dan Struktur Komunitas terhadap Ekologi Feeding Larva Trichoptera …... 68

(15)

4.8. Produktivitas Sekunder Larva Trichoptera

(Cheumatopsyche sp.) ………….………... 78

4.9. Penyusunan Biokriteria dengan Menggunakan Konsep Multimetrik ………..……… 83

4.10. Aplikasi Indek Biotik Trichoptera (IBT) dalam Mendukung Pengelolaan Sungai Ciliwung ……... 90

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……….………... 93

5.2. Saran ……….…………..…… 93

DAFTAR PUSTAKA ……… 95

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Titik koordinat lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung. 25

2. Kriteria penilaian gangguan terhadap habitat yang diadopsi dari

protokol US-EPA (1999) ……… 27

3. Parameter lingkungan yang diukur dalam penelitian …………. 30 4. Kriteria indeks kimia Kirchoff (1991) guna menggolongkan

status pencemaran organik ……….. 32

5. Klasifikasi status pencemaran logam di sedimen dari Chen et

al. (2005) ……… 32

6. Sistem penilaian kualitas lingkungan dengan menggunakan interaksi antara indeks keanekaragaman dengan variabel

lingkungan ………... 35

7. Keterangan nilai skor untuk prediksi gangguan ekologi pada

sungai ……….. 35

8. Kandidat metrik biologi yang digunakan untuk diskriminasi

tingkat gangguan ekologi pada sungai Ciliwung ……… 38

9. Perubahan tutupan lahan di DAS Ciliwung dari tahun

2000-2008 (Anonim 2011) ……….. 42

10. Gambaran kondisi umum lokasi penelitian ………. 43

11. Status gangguan ekologi akibat pencemaran di Sungai

Ciliwung ……….. 70

12. Korelasi ranking Spearman antara indeks keanekaragaman dan

keseragaman dengan variabel lingkungan ……….. 70

13. Biomassa, produktivitas sekunder, dan cohort P/B dari larva

Cheumatopsyche sp di Sungai Ciliwung……….. 80

14. Kemampuan diskriminasi masing-masing metrik biologi dalam

mencerminkan gangguan di Sungai Ciliwung ……… 84

15. Uji masing-masing metrik antara situs rujukan dengan situs uji dengan menggunakan analisis non parametrik Mann-Whitney

U-test ………. 85

16 Tahap scoring dalam penyusunan biokriteria (Indeks biotik

Trichoptera) ………. 88

17 Korelasi rangking Spearman antara indeks biotik Trichoptera

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Siklus hidup dari larva Trichoptera ……… 7

2. Bentuk dewasa dari Trichoptera. Dari kiri atas ke samping kanan: Hydrobiosidae (Atopsyche), Calamoceratidae (Phylloicus), Xiphocentronidae (Xipocentron), dan

Leptoceridae (Nectopsyche) di pojok kanan bawah ……… 7

3. Morfologi kepala Tricoptera dewasa ………. 8 4. Bentuk morfologi kepompong dari Trichoptera ……… 9

5. Larva Hydropsychidae yang hidup dalam kondisi normal, warna insang trachea tampak pucat (kiri) dan penghitaman

warna pada bagian insang (kanan) ……… 15

6. Proses gangguan oleh toksisitas logam pada seluruh tingkatan

organisasi biologi ……… 21

7. Diagram alir pendekatan pemecahan masalah ……… 23 8. Peta lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung …………. 26

9. Evaluasi sensitifitas metrik. Kotak kecil merupakan nilai median, sedangkan kotak besar merupakan kisaran IQ

(persentil ke 25 hingga 75). a) tidak ada IQ yang overlap, b). IQ overlap tetapi kedua nilai median tidak ada yang overlap, c).IQ overlap dengan satu nilai median yang overlap, d). IQ

sebagian besar overlap atau kedua nilai median overlap ……… 39 10. Hasil pengukuran suhu air di setiap stasiun pengamatan ……… 44

11. Hasil pengkuran kecepatan arus di setiap stasiun pengamatan .. 45

12. Komposisi substrat dasar di masing-masing stasiun pengamatan 46 13. Nilai turbiditas di masing-masing stasiun pengamatan ………. 47

14. Hasil pengukuran konduktivitas di masing-masing stasiun

pengamatan ……… 48

15. Konsentrasi CPOM (gr berat kering/m2) di masing-masing

stasiun pengamatan ……… 49

16. Status gangguan yang terjadi pada sungai Ciliwung

berdasarkan indeks habitat ………. 50

17. Hasil pengukuran pH air di masing-masing stasiun pengamatan 52

18. Konsentrasi DO dan COD di masing-masing stasiun

pengamatan ……… 53

19. Konsentrasi amonium di air pada masing-masing stasiun

pengamatan ………. 54

20. Konsentrasi nitrogen-nitrat di air pada masing-masing stasiun

pengamatan ………. 55

21. Konsentrasi ortofosfat di air pada masing-masing stasiun

(18)

22. Hasil analisis kesadahan (mg/l setara CaCO3) di

masing-masing stasiun pengamatan ……… 57

23. Konsentrasi C dan N pada seston di masing-masing stasiun

pengamatan ……… 58

24. Konsentrasi TOM di air dan indeks kimia pada masing-masing

stasiun pengamatan ……… 60

25. Konsentrasi logam merkuri di air pada masing-masing stasiun

pengamatan ……… 61

26. Konsentrasi logam merkuri sedimen pada masing-masing

stasiun pengamatan. Tanda bar menunjukkan standar deviasi. 62

27. Status pencemaran logam merkuri pada masing-masing stasiun

pengamatan ………. 63

28. Konsentrasi logam merkuri (ppm) di tubuh larva Trichoptera 64

29. Nekrosis pada insang abdominal larva Cheumatopsyche sp. di

Stasiun Cibinong ……… 65

30. Hubungan antara jumlah invidu larva Trichoptera yang mengalami nekrosis pada insang dengan kontaminasi

merkuri di Stasiun Cibinong ……….……. 66 31. Rerata kelimpahan perifiton di Sungai Ciliwung ……… 67

32. Sebaran nilai indeks keanekaragaman (H’) dan indeks

keseragaman di Sungai Ciliwung (E) ………. 69

33. Nilai rerata dari tipe ekologi feeding di setiap stasiun pengamatan. (Om = omnivora, GC = gatherer collector, Car =

carnivora, Sc= scraper, Sh = shredder, FC = filtering

collector) ……… 72

34. Grafik biplot antara faktor lingkungan dengan tipe ekologi

feeding larva Trichoptera dengan menggunakan analisis

komponen utama ……… 73

35. Grafik triplot hasil ordinasi komunitas Trichoptera dengan

variabel lingkungan di Sungai Ciliwung ……… 75

36. Perkembangan instar larva Cheumatopsyche sp di setiap bulan

pada masing-masing stasiun pengamatan ……….. 79

37. Data curah hujan dari Bulan Agustus 2010 hingga Mei

2011………..……….. 80

38. Hubungan antara konsentrasi bahan organik (TOM) di perairan dan meningkatnya logam merkuri mampu mendorong

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

I Isian Penilaian yang digunakan dalam penghitungan indeks habitat .. 108

II Foto situasi lokasi pengamatan ……… 115

III Rerata kelimpahan total perifiton (sel/cm2) ……… 117 IV Komposisi dan kelimpahan rerata (idv/m2

120 ) dari larva Trichoptera di Sungai Ciliwung ……….. V Hubungan lebar kepala dengan berat tubuh larva Cheumatopsyche

sp. Pada masing-masing stasiun pengamatan ……… 122 VI Penghitungan produktivitas sekunder larva Cheumatopsyche sp. di

masing-masing stasiun pengamatan ……… 125

VII Metrik biologi dari Larva Trichoptera dalam mencerminkan

gangguan pada Sungai Ciliwung ………. 131

(20)

1.1 Latar Belakang

Pengaruh aktivitas antropogenik terhadap ekosistem sungai telah

mendorong berkembangnya konsep indikator biologi guna mengetahui status

kesehatan dari sebuah ekosistem akuatik (Norris & Thoms 1999; Dziock et al.

2006). Konsep indikator biologi merujuk pada penggunaan hewan atau tumbuhan

sebagai instrumen guna menilai kondisi kualitas lingkungan yang lampau,

sekarang, dan akan datang. Salah satu biota yang memiliki potensi sebagai

indikator biologi perairan adalah larva Trichoptera. Penggunaan hewan tersebut

sebagai indikator biologi didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu: 1). Salah

satu penyusun terbesar dari komunitas makrozoobentos pada ekosistem sungai

(Wiggins 1996; Vuori &Kukkonen 1996). 2) Distribusinya yang luas (Mackay &

Wiggins 1979), 3) Kelimpahannya relatif tinggi, 4). Respon terhadap kualitas

lingkungan bervariasi yang ditunjukkan dengan perubahan morfologi,

kemampuan akumulasi bahan polutan, maupun perilaku (Sola & Prat 2006), 5).

Keanekaragaman spesies yang relatif tinggi hingga ± 13.000 spesies (Holzenthal

2009) dan 89 spesies hidup di Sulawesi Utara (Geraci & Morse 2008), 6). Siklus

hidup relatif panjang dengan lima tahap instar (Wiggins 1996), 7). Peran penting

dalam rantai makanan sebagai dekomposer dan mangsa bagi burung maupun ikan,

8). Ukurannya relatif besar yaitu 1-3 cm dengan berat mencapai 30-100 mg (Vuori

& Kukkonen 1996; Berra et al. 2006), 9). Tubuh relatif keras sehingga

memudahkan dalam melihat abnormalitas/kecacatan, dan 10). Waktu untuk

identifikasi hewan relatif lebih singkat (Vuori & Kukkonen 1996).

Aktivitas antropogenik dapat secara dramatik mengubah regim dari input

bahan organik, nutrien, maupun logam berat ke ekosistem sungai melalui

perubahan penggunaan lahan maupun urbanisasi (Singer & Battin 2007).

Pencemaran organik dan logam berat di ekosistem sungai telah diketahui

memberikan dampak negatif bagi stabilitas komunitas larva Trichoptera (Winner

et al.1980; Chakona et al. 2009). Pengaruh bahan polutan pada makrozoobentos

(21)

hilangnya spesies yang tergolong sensitif (Timm et al. 2001; Chakrabarty & Das

2006) yang pada akhirnya dapat menurunkan atau mengubah produktivitas

sekunder dan biomassa organisme yang tergolong sensitif terhadap pencemaran

(Carlise & Clements 2003). Sedangkan efek tidak langsung berupa modifikasi

dari interaksi spesies dan penurunan kualitas makanan (Courtney & Clements

2002). Pada skala yang lebih luas dapat mempengaruhi siklus perombakan materi

organik, rantai makanan, maupun integritas ekologi perairan secara keseluruhan

(Dahl et al. 2004). Chatzinikolaou et al. (2008) mendefinisikan integritas ekologi

pada sungai sebagai adanya gangguan minimal dari kondisi alami di situs

rujukannya (reference site).

Produktivitas sekunder merupakan bagian dari dinamika populasi yang

memberikan pemahaman tentang proses transfer materi dan energi yang terjadi

mulai tingkatan individu, populasi, maupun dalam ekosistem. Pada produktivitas

sekunder mengukur pertumbuhan somatik terakhir dan merupakan bentuk ukuran

aliran energi yang melalui suatu populasi. Penelitian tentang pengaruh aktivitas

antropogenik di sungai terhadap produktivitas sekunder makrozoobentos masih

jarang dilakukan. Hal ini dapat dilihat pada penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya yaitu: kontaminasi pestisida (Lugthart & Wallace 1992), logam Zn

(Carlise & Clements 2003), dan urbanisasi (Shieh et al. 2002). Informasi

mengenai produktivitas sekunder larva Trichoptera yang hidup di daerah tropis

yang dihubungkan dengan aktivitas antropogenik di Sungai Ciliwung masih

belum tersedia, oleh sebab itu penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut perlu

pengkajian lebih lanjut.

Keberadaan larva Trichoptera di daerah tropis seperti Indonesia belum

secara optimal dikaji dan dikembangkan sebagai indikator biologi perairan.

Penggunaan hewan tersebut sebagai indikator perairan masih terbatas dan hanya

sebagai komponen dari indeks biologi yang sudah ada misalnya indeks

Ephemeroptera Plecoptera dan Trichoptera (EPT) dan family biotic index (FBI).

Pengembangan biokriteria yang hanya melibatkan komunitas Trichoptera masih

jarang dilakukan dan belum dikaji secara mendalam, dibandingkan dengan biota

lainnya (larva capung/Odonata) yang sudah lebih dahulu digunakan dalam

(22)

Dengan kondisi tersebut, merupakan suatu potensi yang besar dari larva

Trichoptera untuk dikembangkan sebagai biokriteria lokal yang adaptif guna

diterapkan di daerah tropis di masa mendatang.

Sungai Ciliwung termasuk dalam salah satu sungai besar di daerah Jawa

Barat yang memiliki aspek penting bagi sektor pertanian (irigasi), industri,

maupun bahan baku air minum untuk daerah Jakarta (Kido et al. 2009).

Berdasarkan kajian ekologis yang dilakukan oleh BPLHD Jawa Barat tahun 2006

menunjukkan kualitas Sungai Ciliwung di bagian Hulu (Cisarua) hingga hilir

(Ancol) telah mengalami pencemaran organik yang relatif tinggi (DO dari 8 mg/l -

0,2 mg/l, TOM dari 0,02 mg/l - 0,1 mg/l, TSS dari 0,01 - 0,6 mg/l). Penelitian

Kido et al. (2009) menunjukkan sungai tersebut juga tercemar oleh logam merkuri

(0,23-0,30 ppb), bisphenol A (0,46-0,83 µg/l) dan alkil fenol (33,2-191,4 µg/l)

yang cukup tinggi. Adanya kontaminasi logam merkuri di Sungai Ciliwung dapat

menjadi isu utama dari sisi lingkungan maupun kesehatan, karena logam tersebut

memiliki daya toksisitas akut dan kronis yang tergolong tinggi bagi sebagian

besar makhluk hidup. Toksisitas akut pada biota air dapat menyebabkan kematian,

sedangkan pada konsentrasi sub letal/kronis menyebabkan: penurunan

kemampuan mencari makan, menghindari pemangsa, berkembang biak,

pertumbuhan maupun penyimpangan tingkah laku (Bank et al. 2007). Konsentrasi

merkuri di air yang mencapai 0,26 ppb dapat menimbulkan toksisitas kronis bagi

ikan fathead minnow (US-EPA 1986).

Sumber pencemar yang berpotensi menurunkan kualitas air Sungai

Ciliwung berasal dari sistem drainase dari masukan limbah rumah tangga,

pertanian/sawah, peternakan, dan industri (Kido et al. 2009). Adanya pencemaran

yang terjadi di Sungai Ciliwung dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan

ekologi dari larva Trichoptera dan berpotensi menurunkan integritas ekologi

sungai tersebut secara keseluruhan.

1.2 Perumusan Masalah

Kondisi kualitas air Sungai Ciliwung pada saat ini telah mengalami

pencemaran oleh bahan organik (biodegradable) maupun kontaminasi logam

(23)

Adanya pencemaran di Sungai Ciliwung dikhawatirkan mampu menyebabkan

gangguan ekologi bagi larva Trichoptera yang pada akhirnya dapat menurunkan

integritas ekologi dari sungai tersebut. Larva Trichoptera menduduki posisi

penting dalam rantai makanan sebagai mangsa dan pemakan bahan organik

(bahan organik partikel kasar/CPOM, bahan organik partikel halus/FPOM) di

sungai. Oleh sebab itu keberadaan hewan tersebut sangat dibutuhkan guna

mendukung kehidupan biota lainnya agar tetap lestari, proses transfer enegi dapat

berjalan secara normal, dan produktivitas hewan tersebut mencukupi guna

keberlanjutan ekologi di Sungai Ciliwung.

Pemantauan kualitas sungai di Indonesia hingga saat ini umumnya masih

didominasi oleh pengukuran kualitas fisik dan kimianya saja, dan belum secara

rutin mengintegrasikan parameter biologi seperti makrozoobentos. Disamping itu

indeks biologi yang digunakan selama ini masih banyak mengadopsi dari luar

negeri, yang kadangkala kriteria yang dihasilkan belum tentu cocok untuk

diterapkan di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Kondisi demikian

merupakan suatu peluang untuk dapat dikembangkan suatu biokriteria lokal guna

menentukan status gangguan ekologi di sungai-sungai di Jawa Barat yang

memiliki kesamaan ekoregion.

Larva Trichoptera merupakan salah satu komponen penting dari komunitas

makrozoobentos yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai indikator biologi

perairan guna mencerminkan adanya gangguan ekologi akibat aktivitas

antropogenik di Sungai Ciliwung. Respon yang ditimbulkan oleh hewan tersebut

akibat masukan bahan organik dan logam merkuri di Sungai Ciliwung antara lain

rendahnya jumlah taksa dan kelimpahan yang tergolong sensitif, dan adanya

dominansi oleh jenis taksa tertentu. Adanya ketidakstabilan ekologi dari struktur

komunitas larva Trichoptera ini diduga disebabkan oleh :

1. Penurunan kualitas perairan akibat pencemaran oleh bahan organik dan

kontaminasi logam merkuri.

2. Rusak atau berubahnya kondisi habitat yang salah satunya disebabkan oleh

rendahnya ketersediaan materi/substrat kasar (CPOM) sebagai bahan pembuat

(24)

Adanya permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian

tentang peran masukan bahan organik dan kontaminasi logam merkuri beserta

beberapa variabel lingkungan penting lainnya dalam mempengaruhi produktivitas

sekunder maupun struktur komunitas dari larva Trichoptera. Dari karakteristik

dan sensitifitas masing-masing metrik biologi (kekayaan taksa dan komposisi,

toleransi terhadap polutan, atribut populasi, ekologi feeding) larva Trichoptera

pada berbagai tingkatan pencemaran organik dan kontaminasi logam merkuri,

maka dapat dibuat sebuah biokriteria lokal guna menilai status gangguan ekologi

yang terjadi di Sungai Ciliwung.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari dilakukan penelitian ini adalah: 1). Mendeskripsikan struktur

komunitas dan proporsi komposisi ekologi feeding larva Trichoptera berdasarkan

gradien konsentrasi bahan organik dan logam merkuri di Sungai Ciliwung, 2).

Mengetahui produktivitas sekunder larva Trichoptera (Cheumatopsyche sp.) di

Sungai Ciliwung, dan 3). Menyusun sebuah biokriteria lokal dari komunitas larva

Trichoptera guna mengkategorikan status gangguan ekologi di Sungai Ciliwung

dengan menggunakan konsep multimetrik.

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1). alat/tools dalam

mengkategorikan status gangguan ekologi di sungai akibat pencemaran maupun

perubahan habitat yang terjadi di Sungai Ciliwung. 2). evaluasi tingkat

keberhasilan pengelolaan lingkungan yang telah diambil dalam mengatur

masuknya bahan polutan dari aktivitas antropogenik di Sungai Ciliwung.

1.4 Kebaruan penelitian

Kebaruanpenelitian ini adalah informasi mengenai produktivitas sekunder

larva Trichoptera di perairan tropis khususnya di Indonesia dan dihasilkannya

biokriteria lokal dari komunitas larva Trichoptera dengan pendekatan konsep

multimetrik guna mengkategorikan status gangguan ekologi di Sungai

(25)

II. KERANGKA TEORI

2.1 Ekobiologi Trichoptera

Trichoptera atau yang lebih dikenal sebagai lalat caddis (caddisfly)

merupakan insekta yang dalam daur hidupnya melibatkan dua ekosistem yang

berbeda yaitu ekosistem akuatik (perkembangan dari telur hingga pupa) dan

ekosistem terestrial (dewasa). Serangga dari Ordo Trichoptera merupakan salah

satu serangga yang bertipe holometabolous (metamorfosis sempurna). Hewan

tersebut memiliki lima tahap perkembangan larva hingga menjadi pupa. Siklus

hidup dari hewan tersebut secara ringkas dapat dilihat dalam Gambar 1. Ditinjau

dari waktu generasi dalam setahunnya, maka serangga Trichoptera memiliki

waktu generasi dari multivoltine (beberapa generasi dalam setahun) hingga satu

kali dalam setahun (univoltine). Contoh dari lamanya siklus hidup yang ekstrim

dari larva Trichoptera adalah Brachycentrus yang berukuran relatif besar dan

mempunyai waktu siklus hidup hingga tiga tahun (Hershey & Lamberti 1998).

Larva Trichoptera tinggal di dalam air kurang lebih selama dua bulan dan

kemudian bermetamorfosis menjadi lalat seperti ngengat. Trichoptera dewasa

umurnya kurang lebih selama dua minggu hingga dua bulan dan aktif di malam

hari. Trichoptera dewasa terbang untuk melakukan kawin dan meletakkan telur di

dasar sungai atau di permukaan tanaman air submerged. Lama periode antara telur

dan tahap larva memakan waktu sekitar 10-12 hari. Tahap pupa umumnya

berlangsung dua hingga tiga minggu dan dalam tahap ini, pupa biasanya berenang

menuju permukaan. Tahap dewasa umumnya muncul dari bulan April sampai

November, namun dapat bervariasi berdasarkan spesiesnya (Hall 2012).

Hewan Trichoptera merupakan salah satu penyusun tujuh ordo Insekta

terbesar di seluruh dunia. Di seluruh dunia diperkirakan jumlah spesies dari

Trichoptera mencapai 50.000 dengan 45 famili dan 600 genus yang telah

diketahui (Holzenthal 2009). Trichoptera dewasa yang hidup terestrial sepintas

(26)

dekat dengan Ordo Lepidoptera (kupu-kupu) yang keduanya termasuk dalam

super ordo Amphiesmenoptera atau “sayap melipat ke samping” (Gambar 2).

Gambar 1. Siklus hidup dari larva Trichoptera (Hall 2012)

Pada Trichoptera dewasa, kedua pasang sayap dan tubuh yang ditutupi

dengan rambut atau tambahan sisik. Warna lalat caddis dewasa biasanya coklat

atau abu-abu yang kurang menarik perhatian, sebagai bentuk adaptasi untuk

bersembunyi di siang hari pada vegetasi riparian. Sejumlah spesies memiliki

warna cerah antara lain kuning, oranye, hijau, perak, biru, atau berwarna-warni.

Hewan dewasa dapat mempunyai panjang tubuh bervariasi dari beberapa

milimeter (Famili Hydroptilidae dan beberapa spesies Glossosomatidae) hingga

4,5 cm di Famili Phryganeidae (terbesar).

(27)

Trichoptera dewasa mudah diketahui dengan adanya sejumlah fitur

morfologi tambahan. Bagian mulut mereduksi, mandible tidak ada atau sangat

kecil dan bersifat nonfunctional, tetapi maxillary dan labial palps tampak jelas

(Gambar 3). Fitur utama dari mulut Trichoptera adalah haustellum yang

merupakan struktur unik terdiri dari penyatuan labium (prelabium) dan hipofaring

membentuk proboscis pendek yang digunakan untuk menyerap air atau cairan

gula (Holzenthal 2009).

Gambar 3. Morfologi kepala Tricoptera dewasa (Holzenthal 2009).

Larva Trichoptera hidup dalam air dan membangun sarang yang bersifat

portabel, kecuali beberapa famili yang hidup bebas. Kapsul kepala berkembang

dengan baik dan tersklerotisasi sempurna. Antena sangat pendek dan terdiri dari

segmen tunggal, meskipun pada Famili Leptoceridae dan beberapa Hydroptilidae

memiliki antena yang panjang dan mencolok. Seperti kebanyakan dari larva

holometabolous, hewan tersebut memiliki mulut tipe pengunyah yang terdiri dari

labrum kecil, sepasang mandible yang berkembang dengan baik dan pendek,

maxillae kompak, dan sebuah labium. Mandible pada shredders dan herbivora

lebih lebar, dengan gigi pemotong pada ujungnya, sedangkan pada kelompok

scraper lebih memanjang pada keseluruhan tepi. Pada larva predator seperti di

genus Oecetis, gigi apikal lebih meruncing.

Segmen toraks terlihat jelas perbedaannya dan masing-masing ada

sepasang kaki. Pada beberapa Famili Hydrospychidae dan Hydroptilidae bagian

mesonotum dan metanotum tersklerotisasi dengan baik, tetapi dalam Famili

lainnya di bagian toraks (mesonotum dan metanotum) sepenuhnya membran atau

(28)

terpendek dan kaki belakang terpanjang. Larva dari beberapa Famili

Brachycentridae memiliki rambut di kaki tengah dan belakang yang digunakan

untuk menyaring partikel makanan dari arus air. Bagian abdomen terdiri dari 10

segmen dan sepenuhnya membran yang biasanya terlihat telanjang kecuali

beberapa setae yang tersebar. Abdomen pada larva Hydropsychidae tertutup padat

oleh rambut pendek atau sisik berambut dan sepasang proleg anal yang pendek

dan cakar yang kuat (Holzenthal 2009).

Tipe pupa Trichoptera termasuk dalam jenis exarate, dengan antena, kaki,

dan perkembangan sayap bebas dari tubuh. Antena terletak di belakang atas dari

dada dan perut. Pada spesies dengan antena yang panjang, dan melingkar sekitar

ujung dari abdomen. Toraks tidak mengalami modifikasi, tetapi kaki toraks sering

memiliki rambut renang. Pada bagian abdomen akhir terdapat sepasang

pemanjangan /processes anal (Gambar 4).

Gambar 4. Bentuk morfologi pupa dari Trichoptera (Holzenthal 2009).

Taksonomi dan identifikasi dari hewan Trichoptera secara rinci telah

dijelaskan dalam Clifford (1991) dan Wiggins (1996). Salah satu contoh

taksonomi dari serangga Trichoptera dari spesies Hydropsyche pellucidula

sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Trichoptera Famili : Hydropsychidae Genus : Hydropsyche

(29)

Larva Trichoptera umumnya dapat hidup pada habitat lotik maupun lentik

dan banyak spesies dari hewan tersebut memakan alga (Keiper 2002). Hampir

keseluruhann famili dari larva Trichoptera hidup pada ekosistem air mengalir

(running water), namun banyak spesies yang terbatas distribusinya di sepanjang

gradien continuum sungai. Adanya suksesi longitudinal yang berkaitan dengan

spesies seringkali terjadi pada sempitnya/overlap dari zone sungai yang dapat

diamati dari beberapa famili antara lain: Hydropsychidae, Polycentropodidae,

Glossosomatidae, Limnephelidae, dan Rhyacophilidae. Pada habitat sungai yang

bersifat temporer, larva Trichoptera biasanya hidup dengan cara menggali lubang

pada substrat yang basah guna menghindari kondisi kekeringan. Pada sungai

dengan cukupnya tutupan vegetasi riparian dapat berfungsi menyediakan

partikulat organik kasar (coarse particulate organic matter/ CPOM) dari jatuhan

daun maupun ranting ke perairan, yang dapat mempengaruhi distribusi larva

Trichoptera. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada komposisi dari larva

Trichoptera yang bertipe feeding Shredder untuk mendominasi perairan. Larva

Trichoptera lainnya (filtering collector dan scraper) di bagian hilir membutuhkan

suhu yang lebih hangat untuk pertumbuhan dengan cara memakan alga berfilamen

dan partikulat organik halus (fine particulate organic matter/ FPOM) (Mackay &

Wiggins 1979; Cummins & Klug 1979).

Larva Trichoptera umumnya dijumpai pada permukaan batuan dari dasar

sungai atau danau (Mackay & Wiggins 1979). Sebagian besar larva Trichoptera

lebih menyukai hidup pada tipe perairan dangkal (5-10 cm) dengan air yang

mengalir di atas permukaan batuan dan sedikit spesies yang ditemukan pada

substrat halus di bagian air yang dalam (Urbanic et al. 2005). Hewan tersebut

untuk memperoleh makanan biasa menggunakan jaring perangkap mirip sutera.

Beberapa spesies larva Trichoptera sering hidup dalam seludang pelindung guna

mempertahankan diri dari predator maupun sebagai adaptasi perilaku terhadap

arus air (Mackay & Wiggins 1979).

2.2 Produktivitas sekunder larva Trichoptera.

Produktivitas sekunder secara umum didefinisikan sebagai pembentukan

(30)

sekunder tahunan merupakan jumlah dari biomassa total yang diproduksi oleh

sebuah populasi selama satu tahun. Kondisi ini termasuk produktivitas yang

tersisa pada akhir tahun dan yang hilang selama periode tersebut. Hilangnya

produktivitas ini termasuk kematian (misalnya oleh penyakit, parasitisme,

kanibalisme, predasi), hilangnya jaringan yang tersisa (misalnya oleh molting,

kelaparan), dan emigrasi. Satuan dari produktivitas sekunder dapat berupa:

Kcal.m-2/tahun or KJ/m2

Secara umum pendugaan produktivitas sekunder dikelompokkan menjadi

dua kategori yaitu: teknik kohort dan non kohort. Teknik kohort digunakan ketika

populasi memungkinkan mengikuti sebuah kohort (misalnya: individu yang

menetas dari telur dengan selang waktu yang relatif singkat dan laju

pertumbuhannya relatif sama) sepanjang waktu. Ketika sejarah hidup lebih

komplek, maka tehnik non kohort sering digunakan. Sebagai sebuah kohort yang

berkembang sepanjang waktu, adanya penurunan kelimpahan secara umum

disebabkan oleh kematian & peningkatan berat individu dikarenakan

pertumbuhan. Interval produksi (misalnya waktu diantara dua data sampling)

dapat mudah dihitung secara langsung dari data lapangan melalui metode

penambahan sesaat (increment-summation method) sebagai produk dari rerata

kelimpahan antara dua data sampling (

/tahun (satuan energi), berat kering/ berat kering bebas

abu, atau unit karbon mirip pada studi produktivitas primer. Standar konversi dari

masing-masing satuan yaitu: 1gr berat kering ≈ 6 gr berat basah ≈ 0,9 gr berat

kering bebas abu ≈ 0,5 gr C ≈ 5 Kcal ≈21 KJ (Benke & Huryn 2007).

Produktivitas sekunder dapat menyediakan informasi gabungan pada pertumbuhan

individu dan keberlangsungan hidup populasi dan dianggap mewakili jumlah

energi yang tersedia untuk tingkatan trofik yang lebih tinggi (Jin & Ward 2007).

Oleh sebab itu produktivitas sekunder seringkali dikaitkan dengan teori

bioenergetik. Pada teori bioenergetik biasanya membahas transformasi energi di

dalam dan di antara organisme, yang difokuskan pada aliran energi diantara

spesies melalui konsumsi sepanjang rantai makanan (Benke 2010).

) dan peningkatan berat individu (ΔW)

yaitu x ΔW. Asumsi dari teknik kohort ini adalah satu generasi pertahun (Benke

(31)

estimasi interval ditambah dengan biomassa awal. Secara matematis dapat

digambarkan sebagai berikut:

Teknik non kohort digunakan ketika sejarah kehidupan sebuah populasi

bersifat lebih kompleks atau tidak mengikuti sebagai kohort dari data lapangan.

Metode tersebut membutuhkan independensi dari waktu perkembangan atau laju

pertumbuhan biomassa. Salah satu metode umum yang digunakan pada teknik

non kohort adalah metode frekwensi-ukuran (size frequency method) yang

sebelumnya dikenal sebagai metode Hynes & Coleman (1968). Metode tersebut

mengasumsikan sebuah rerata distribusi frekuensi-ukuran yang ditentukan dari

sampel yang dikumpulkan sepanjang tahun mengikuti suatu kurva mortalitas

untuk sebuah rata-rata kohort. Benke (1979) telah melakukan koreksi dari metode

Hynes & Coleman (1968) dengan cara mengalikan nilai produktivitas yang telah

dihasilkan dengan sebuah faktor koreksi yaitu 365/CPI (cohort production

interval) ketika hewan tersebut memiliki waktu generasi yang lebih dari sekali

bereproduksi dalam jangka waktu satu tahun (multivoltine). CPI umumnya

ditetapkan dari rerata waktu (dalam hari) yang dibutuhkan dari mulai menetas

hingga mencapai ukuran akhir. Kadangkala faktor koreksi tersebut menggunakan

bulan dibandingkan dengan menggunakan hari yang rumusnya adalah sebagai

berikut: 12/CPI (Benke & Huryn 2007).

2.3 Faktor Lingkungan Penting Dalam Mengatur Komunitas dan Produktivitas sekunder larva Trichoptera.

Kualitas air dapat mempengaruhi nilai produktivitas sekunder dari larva

Hydropsychidae terutama yang hidup di daerah yang belum mengalami gangguan

dari aktivitas antropogenik. Hal ini berkaitan dengan cukupnya nutrien yang

terkandung dalam air dalam mendorong pertumbuhan alga atau perifiton yang

berfungsi sebagai makanan larva Trichoptera. Ross &Wallace (1983) melakukan

penelitian pada Famili Hydropsychidae di Sungai Appalachian Selatan (elevasi

600 m) menunjukkan produktivitas dari larva tersebut berkisar 23-983 mg berat

(32)

rendahnya nilai nutrisi di bagian hulu sungai yang mengurangi kualitas makanan

detritus, pertumbuhan alga, dan produktivitas dari invertebrata kecil lainnya yang

dimakan oleh larva hydropsychid sebesar 72%. Konsentrasi sebagian besar ion di

sungai tersebut relatif rendah yaitu < 1 mg/l, nitrat 0,03 mg N/l, fosfat

0,001-0,002 mg P/l, dan pH 6,6-6,8.

Dalam hubungannya dengan faktor kimia di perairan, larva Trichoptera

dapat dijumpai dari perairan yang belum tercemar hingga tercemar berat. Sebagai

contoh genus Hydropsyche dan Cheumatopsyche relatif sensitif terhadap air yang

tercemar (Chakona et al. 2009) dan keberadaan hewan tersebut akan meningkat

kembali di bagian hilir ketika kualitas airnya meningkat (Mackay & Wiggins

1979). Stuijfzand et al. (1999) menggunakan larva Hydropsyche sp. untuk

evaluasi kualitas air Sungai Rhine dan Sungai Meuse. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa distribusi dan kelangsungan hidup larva Hydropsyche sp.

cukup tinggi di Sungai Rhine dan hampir tidak ada yang hidup di Sungai Meuse.

Hal ini erat kaitannya dengan rendahnya kualitas air Sungai Meuse yang

ditunjukkan dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut (1,7 mg/l) dan

tingginya konsentrasi amonium (4,1 mg/l), di-isopropylether (60 µg/l), flourida

(1,3 mg/l), dan diuron (0,8 µg/l) sebagai faktor pembatas utama, di samping faktor

fisik lainnya seperti kecepatan arus.

Redell et al. (2009) menunjukkan larva Oligostomis ocelligera (Famili

Phryganeidae) mampu bertahan dalam kondisi lingkungan akuatik yang ekstrim

(air masam tambang) akibat aktivitas antropogenik penambangan. Larva tersebut

mampu hidup pada pH yang rendah (2,58 – 3,13), konsentrasi sulfat (542 mg/l),

logam berat Fe (12 mg/l), Mn (14 mg/l), dan Al (16 mg/l) yang tinggi. Mackay &

Wiggins (1979) menyebutkan larva Helicopsyche borealis dapat hidup pada

sumber mata air panas dengan kandungan hidrogen sulfida yang tinggi dan sungai

yang menerima buangan limbah domestik. Hewan tersebut telah dilaporkan

mampu mentolerir adanya kebocoran dari tangki bensin yang masuk ke dalam

sungai yang mengakibatkan sebagian besar makrozoobentos yang ada mengalami

drifting (penghanyutan) atau kematian. Larva Hydropsyche betteni dan

Brachycentrus americanus mampu bertahan hidup pada nilai pH yang rendah

(33)

Penelitian yang dilakukan Clements (1994) di bagian hulu Sungai

Arkansas, Colorado menunjukkan hasil yang berlawanan dengan Stuijfzand et al.

(1999). Sungai yang mendapat masukan dari air asam tambang dalam kategori

tercemar sedang hingga berat didominasi oleh larva Chironomid Othocladiinae

dan Trichoptera. Beasley &Kneale (2004) menyebutkan larva Trichoptera Famili

Hydropsychidae relatif toleran terhadap kontaminasi logam berat Cu, Cd, dan Pb

di perairan. Peningkatan dominansi makrozoobentos pada beberapa spesies Famili

Chironomidae dan Hydropsychidae merupakan sinyal awal dari meningkatnya

kontaminasi logam (Winner et al. 1980; Luoma & Carter 1991; Canfield et al.

1994).

Hydropsychid merupakan salah satu penyusun larva Trichoptera yang

umum dijumpai dan memiliki peran penting di sungai terutama dalam aliran

energi, nutrisi, dan jaring-jaring makanan. Sejarah kehidupan hewan tersebut

bervariasi dari univoltine hingga multivoltine yang dipengaruhi oleh faktor

lingkungan yang turut berkontribusi dalam mengatur produktivitas sekundernya

(Alexander & Smock 2005). Gurtz & Wallace (1986) menyebutkan faktor

lingkungan seperti ukuran partikel, kecepatan arus, kelimpahan dan kualitas

makanan, serta lokasi mikro pada habitat memiliki peran besar dalam mengatur

produktivitas larva hydropsychid. Alexander & Smock (2005) telah mengkaji

produktivitas sekunder tahunan dari larva hydropsychid Cheumatopsyche analis

di Sungai Upham Brook Virginia dapat mencapai 18,2 g/m2

Tingginya pencemaran di ekosistem air tawar telah diketahui dapat

meningkatkan insiden abnormalitas morfologi dari hewan air tawar. Abnormalitas

morfologi dari serangga akuatik telah lama digunakan dalam studi yang berkaitan

dengan pengaruh polutan toksik di ekosistem akuatik (Wiederholm 1984;

Warwick 1985; Dickman et al. 1992; Bisthoven et al. 1998). Respon subletal

berupa kecacatan insang dan anal papilae dari larva Trichoptera telah dipelajari

secara mendalam guna pengembangan indikator biologi perairan khususnya dalam

bidang biomarker. Biomarker secara umum didefinisikan sebagai substansi yang

digunakan sebagai indikator dari suatu proses biologi. Abnormalitas pada insang /thn. Tingkat toleransi

hewan tersebut cukup luas dari kualitas air yang belum terpolusi hingga tercemar

(34)

trachea, organ regulasi ion, dan anal papilae dapat menunjukkan adanya

gangguan pada respirasi dan fungsi pengaturan ion pada individu (Vuori &

Kukkonen 1996). Adanya perubahan morfologi dari insang larva Hydropsychidae

berupa penghitaman warna, reduksi dari anal papilae dan insang abdominal ketika

larva tersebut dipaparkan dengan menggunakan logam berat: kadmium, tembaga,

aluminium (Vuori & Kukkonen 1996), dan chromium (Leslie et al. 1999).

Munculnya penghitaman warna dan kelainan pada insang ini umumnya dijumpai

pada larva instar terakhir atau yang lebih tua (Vuori & Kukkonen 2002).

Camargo (1991) mengamati adanya gangguan berupa penonjolan dan

penghitaman warna pada anal papilae dan insang abdominal pada larva

Hydropsyche pellucidula yang dipaparkan dengan air yang terklorinasi. Jumlah

cabang-cabang pada insang abdominal mengalami reduksi hingga menjadi

potongan tunggal yang pendek. Adanya penghitaman warna insang di larva

Trichoptera dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Larva Hydropsychidae yang hidup dalam kondisi normal, warna insang trachea tampak pucat (kiri) dan penghitaman warna pada bagian insang (kanan). (Disadur dari Vuori & Kukkonen 2002).

Pengaruh fisik berupa gangguan pada habitat terhadap komunitas

Trichoptera telah dipelajari secara mendalam oleh Camargo (1991) dan Takao et

al. (2006). Takao et al. (2006) menyebutkan bahwa kecepatan aliran dan fluktuasi

dari debit sungai merupakan pengendali utama dari organisasi biologi yang ada

dalam sistem lotik. Tingginya arus sungai dapat menyebabkan perubahan pada

populasi larva Trichoptera dengan cara menghanyutkan semua individu atau

(35)

(1991) menunjukkan dampak negatif dari pembangunan dam bendungan air di

Rio Duraton (Spanyol) pada komunitas Hydropsychidae berupa menurunnya

kekayaan taksa, keanekaragaman spesies, dan dominansinya. Biomassa total dan

kelimpahan larva Hydropsychidae juga mengalami penurunan di bawah dam

secara langsung. Semakin jauh dari bangunan dam, kelimpahan total dan

biomassa menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian hulu sungai. Hal ini

mungkin erat kaitannya dengan peningkatan ketersediaan suplai makanan dan

habitat di daerah tersebut. Kelimpahan Cheumatopsyche lepida, Hydropsyche sp.

dan H. pellucidula secara signifikan menurun di bagian hilir, namun H. siltalai, H.

exocellata dan H. bulbifera mengalami peningkatan secara drastis.

Chakona et al. (2009) menggunakan komunitas larva Trichoptera guna

mendeteksi gangguan ekosistem sungai akibat deforestasi dan aktivitas pertanian

di dua daerah tangkapan (DAS) yaitu Nyaodza-Gachegache dan Chimanimani

(Zimbabwe). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perubahan dalam

komposisi genus akibat perubahan pada tata guna lahan dan geomorfologi. Genus

Anisocentropus, Dyschimus, Lepidostoma, Leptocerina, Athripsodes,

Parasetodes, Aethaloptera, Hydropsyche, dan Polymorphanisus keberadaannya

terbatas pada daerah hutan yang belum mengalami gangguan dengan karakteristik

rendahnya suhu, kekeruhan, konsentrasi silt (lanau), dan tingginya elevasi,

oksigen terlarut, dan transparansi. Sedangkan kelimpahan larva Hydroptila

cenderung menyukai habitat yang sudah mengalami gangguan khususnya di

daerah pertanian. Hilangnya beberapa genus larva Trichoptera (Hydropsyche,

Lepidostoma, Macrostemum) yang tergolong sensitif di daerah yang mengalami

deforestasi kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya material tanaman

yang masuk pada sungai sebagai bahan makanan bagi larva tersebut maupun

disebabkan rusaknya habitat akibat sedimentasi.

Suhu dan pergerakan air memainkan peran penting dalam proses fisiologi

pernafasan dengan mengendalikan ketersediaan oksigen terlarut. Larva

Trichoptera mampu menempati habitat hampir seluruh kisaran temperatur lotik,

termasuk mata air dingin dan panas. Sebagai contoh Eobrachycentrus gelidae

mampu hidup di mata air pegunungan yang bersuhu 2° C. Apatania muliebris

(36)

ekstrem lainnya, Oligoplectrum echo dan Helicopsyche borealis dapat hidup pada

sungai termal yang mencapai suhu 34° C atau lebih (Mackay & Wiggins 1979).

Larva Trichoptera memiliki preferensi atau kekhususan tertentu terhadap

kisaran kecepatan arus air. Spesies yang telah beradaptasi dengan ekosistem air

mengalir dapat mengalami stress dalam respirasinya ketika ditempatkan pada air

menggenang. Hewan tersebut dapat mentoleransi konsentrasi oksigen terlarut

yang rendah dan suhu air yang meningkat ketika hidup dalam arus air yang

mengalir secara cepat. Stimulus untuk memilin/membuat jala sangat ditentukan

oleh kecepatan minimum arus air. Jala yang dibentuk untuk menangkap makanan

pada arus air yang deras cenderung memiliki mata jala yang kasar dan jalinan

yang kuat guna menahan kuatnya arus, berlindung terhadap predator, dan sebagai

tempat untuk mengkaitkan anchor larva agar tidak hanyut. Sedangkan larva yang

hidup pada arus air lambat, mata jalanya terlihat lebih halus dan berukuran besar

(Mackay & Wiggins 1979).

Substrat dasar sungai dapat memberikan pengaruh pada distribusi dan

kelimpahan hewan avertebrata lotik dan hewan tersebut mampu merespon

terhadap gangguan. Faktor yang mempengaruhi spesifikasi substrat terhadap

kelimpahan atau produktivitas sekunder dari organisme makrozoobentos antara

lain: ukuran partikel, kecepatan arus, kestabilan fisik, dan ketersediaan makanan.

Oleh sebab itu produktivitas sekunder dari serangga akuatik dapat berubah secara

signifikan pada substrat yang berbeda (Gurtz & Wallace 1986).

Substrat merupakan materi yang ada di dasar sungai yang didistribusikan

oleh arus air akibat erosi di daerah substrat mineral kasar dan daerah endapan

sedimen halus yang banyak mengandung bahan organik. Ke dua daerah tersebut

mampu mendukung tumbuhan atau alga berfilamen yang menempel pada batu

yang dapat dianggap sebagai substrat pada habitat lotik. Larva Trichoptera

cenderung memilih substrat kasar sebagai respon terhadap derasnya arus air

daripada ukuran substrat (Mackay & Wiggins 1979).

Pemilihan substrat juga didasarkan pada mekanisme feeding larva

Trichoptera. Perilaku larva yang hidup di permukaan batu mungkin strategi untuk:

a). mendapatkan makanan berupa diatom, lumut, Cladophora dan Podostemum,

(37)

Trichoptera menjadi pupa di bagian bawah batu. Hal ini mungkin strategi dari

hewan tersebut pada saat musim panas yang rentan terhadap penurunan level air,

dan perlindungan dari predator seperti ikan. Spesies lain yang hidup pada substrat

yang lebih halus dapat beradaptasi dengan cara menggali lubang pada daerah yang

berarus lambat dan endapan sedimen. Larva sericostomatid genus Agarodes dan

Fattigia membuat liang yang portable dari bahan butiran pasir guna memberikan

perlindungan dan tidak menghambat untuk melakukan penggalian. Beberapa

spesies dari larva Sericostoma. tidak menggali liang dan tampak aktif di

permukaan kerikil hanya pada saat malam hari (Mackay & Wiggins 1979).

Tipe substrat dapat mempengaruhi kelimpahan larva Trichoptera, sehingga

secara langsung akan berpengaruh pada produktivitas sekundernya. Sebagai

contoh studi yang dilakukan oleh Jin & Ward (2007) pada larva Glossosoma

nigrior yang hidup di sungai kecil Collier USA menunjukkan pada habitat kerikil

mendukung kelimpahan dan biomassa G. nigrior secara substansial lebih besar

dibandingkan dengan habitat bed rock. Pada habitat kerikil dapat mencapai

rata-rata kelimpahan 147 m-2 (kisaran: 0-607 m-2) dibandingkan pada bed rock dengan

kelimpahan 15 m-2 (kisaran: 0-306 m-2). Rata-rata biomassa di habitat kerikil

mencapai rata-rata 13 mg (kisaran: 0-39 mg AFDM m-2) dibandingkan pada

bagian bed rock dengan rata-rata 3 mg, (kisaran: 0-22 mg AFDM m-2).

Produktivitas sekunder larva tersebut mencapai 115 mg AFDM m–2

Fenomena berbeda ditunjukkan pada dua larva hydropsychid yaitu

Parapsyche cardis dan Diplectrona modesta yang memiliki preferensi berbeda

terhadap substrat. Larva hydropsychid memiliki preferensi yang kuat terhadap

spesifikasi substrat antara lain ukuran partikel, kecepatan arus air, kelimpahan

lumut, dan lokasi mikro substrat. Larva Trichoptera yang bertipe penyaring

(filtering collector) relatif sensitif terhadap perubahan kualitas dan kuantitas

makanan di sepanjang hulu sungai sebagai akibat adanya gangguan di daerah

tangkapannya. Oleh sebab itu larva hydropsychid merupakan spesies yang cocok

untuk pengujian terhadap perbedaan diantara sungai, produksi, dan kelimpahan

dalam kaitannya dengan substrat yang spesifik. Produktivitas dan kelimpahan dari

P. cardis secara signifikan lebih tinggi pada rock face > cobble riffle > kerikil > dengan P/B =

(38)

pasir. Sedangkan distribusi D. modesta relatif sama diantara tipe substrat dan

kadangkala sifatnya tidak stabil (kelimpahan dan produktivitas kadang kala lebih

tinggi di cobble atau rock face) diantara sungai. Rendahnya kelimpahan dari D.

modesta pada bagian cobble mungkin disebabkan oleh rendahnya kelimpahan

lumut yang dapat berfungsi menyediakan cukupnya mikrohabitat bagi hewan

tersebut dibandingkan pada bagian rock face yang relatif tebal (Gurtz & Wallace

1986).

Ukuran partikel dari makanan diduga juga turut berpengaruh pada

kelimpahan dan pergeseran dari spesies larva hydropsychid, walaupun pengaruh

dari ukuran partikel itu sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipahami secara

pasti. Sebagai contoh produktivitas dan kelimpahan larva Hydropsyche

menunjukkan lebih tinggi (2,5 g/m2/tahun dan 156 ind/m2) pada bagian hilir (1 km

setelah dam) dibandingkan dengan larva Cheumatopsyche yang jauh berlimpah

setelah di bawah Dam Upham Brook-Virginia (18,2 g/m2/tahun dan 2490 ind/m2

2.4. Kompleksitas Respon Tingkatan Organisasi Biologi Terhadap Pemaparan Logam Berat.

).

Diduga meningkatnya pertumbuhan, kelimpahan, dan produktivitas dari larva

hydropsychid umumnya disebabkan oleh peningkatan makanan pada kolom air

berupa fitoplankton dan zooplankton. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dari

pori-pori lubang jaring hydropsychid dalam menyaring ukuran partikel yang

terhanyut pada kolom air yang semakin ke arah hilir semakin lebih kecil. Ukuran

pori-pori jaring larva Hydropsyche menunjukkan lebih besar dibandingkan dengan

larva Cheumatopsyche. Faktor lain yang turut mempengaruhi dalam distribusi

larva hydropsychid tersebut antara lain suhu, kecepatan arus, substrat, dan

interaksi biotik (Alexander & Smock 2005).

Logam merkuri termasuk dalam jenis logam yang sangat beracun dan

memiliki kemampuan untuk akumulasi pada makhluk hidup dan biomagnifikasi

pada rantai makanan. Unsur merkuri mudah menguap dan tidak mudah larut

dalam air, sehingga logam ini cenderung untuk menguap. Merkuri terdapat di

seluruh alam namun demikian distribusinya tidak merata. Kandungan merkuri

(39)

30 – 500 ppb, dan dalam batuan vulkanik antara 10-100 ppb (Keckes &

Mienttinen, 1972).

Toksisitas umumnya didefinisikan sebagai munculnya efek biologi yang

merugikan. Biasanya satu tingkat organisasi biologi saja yang dipilih dalam

mempelajari sebuah efek/pengaruh toksikan ke makhluk hidup. Toksisitas logam

di alam dapat berpengaruh pada seluruh tingkat organisasi biologi (seluler hingga

populasi). Toksisitas dapat melibatkan suatu reaksi penggantian dan kegagalan

interaksi dari suatu mekanisme yang lebih komplek. Gambar 6 memperlihatkan

urutan pengaruh toksisitas logam terhadap seluruh tingkatan organisasi biologi

dari paling rendah (seluler) hingga paling tinggi (populasi). Proses detoksifikasi

dan kompensasi terjadi pada masing-masing tingkat organisasi biologi. Efek

merugikan dari logam terjadi ketika mekanisme kompensasi dan detoksifikasi

berlebih pada pengaruh sekunder. Semakin besar pemaparan logam, maka

semakin panjang reaksi ke bagan bagian bawah yang akan diproses. Biasanya

reaksi kontaminasi logam spesifik paling mudah diidentifikasi pada tingkatan

organisasi biologinya yang paling rendah. Kompleksitas semakin tinggi mulai dari

bagan di bagian atas hingga bagan bagian bawah (Luoma 1995).

Konsentrasi merkuri anorganik yang menyebabkan toksisitas akut

terhadap biota avertebrata umumnya berkisar antara 5 hingga 5600 µg Hg/L, sedangkan terhadap ikan berkisar antara 150 hingga 900 µg Hg/L. Pada alga nilai LC50 pada 24 jam antara 9 hingga 27 µg Hg/L (CCME 2002). Toksisitas kronis

merkuri di avertebrata memiliki sensitivitas hampir sama dengan di ikan.

Konsentrasi merkuri anorganik yang dapat menimbulkan efek (Effect

concentration, EC50) pada avertebrata berkisar antara 1,28 sampai 12,0 µg Hg/L.

(40)

Tingkat organisasi biologi Pengaruh sekunder Pengaruh primer

Molekuler/biokimia (individu) Detoksifikasi Bioakumulasi - Lisosom

- Metallothionin

Detoksifikasi berlebih

Mengubah atau mengganggu proses biokimia

Fisiologi Detoksifikasi - Aklimatisasi

- Adaptasi siklus reproduksi

Kompensasi berlebih

Stress fisiologi - Lemahnya individu - Menghambat reproduksi - Mudah stress

Organisme (spesies) Detoksifikasi

- Kelulushidupan pada dewasa

Kompensasi berlebih

Individu tidak dapat lolos hidup atau reproduksi

Populasi Detoksifikasi - Rendahnya toleransi - Imigrasi

- Struktur umur

Kompensasi berlebih

Hilangnya spesies

Komunitas - Dominansi dan kelimpahan meningkat - Kekayaan taksa menurun

- Ekologi feeding berubah

Integritas ekologi menurun

[image:40.595.82.510.66.722.2]
(41)

2.5 Kerangka Pemikiran

Masuknya beban polutan dari aktivitas antropogenik di Sungai Ciliwung

seperti bahan organik, logam merkuri, dan substansi lainnya dapat mempengaruhi

kualitas air dan kelayakan habitat bagi kehidupan biota akuatik. Penguraian bahan

organik berupa nutrien yang ada di perairan diperlukan guna pertumbuhan

perifiton dan seston (plankton) guna membentuk biomassa yang berfungsi sebagai

sumber makanan bagi larva Trichoptera. Kehidupan larva Trichoptera sangat

dipengaruhi oleh kualitas air, ketersediaan pakan (seston), perifiton, maupun

ketersediaan habitat (misalnya materi organik kasar/CPOM) yang berfungsi

sebagai sarang maupun sumber energi. Adanya interaksi dari empat komponen di

atas akan menentukan pola adaptasi dari larva Trichoptera yang dicirikan dari

struktur komunitas dan ekologi feedingnya.

Bentuk proses adaptasi dari struktur komunitas dan ekologi feeding dapat

dilihat dari jumlah kekayaan taksa (genus) dan komposisinya, sifat toleran atau

sensitivitasnya terhadap bahan polutan, atribut populasi, tipe kebiasaan feeding

dalam mendapatkan makanan, maupun suksesnya dalam bereproduksi atau

melanjutkan keturunan (produktivitas sekunder). Adanya pengelompokan stasiun

pengamatan dan karakterisasi spesies indikator sepanjang gradien lingkungan

dapat dibuat suatu biokriteria lokal yang didasarkan pada konsep multimetrik

guna mengkategorikan status gangguan ekologi di Sungai Ciliwung. Biokriteria

yang baru dihasilkan diharapkan mampu digunakan untuk evaluasi suksesnya

program pengelolaan Sungai Ciliwung yang telah dilakukan. Diagram alir

pendekatan dalam proses pemecahan masalah pada penelitian ini secara rinci

(42)
[image:42.792.77.707.83.498.2]
(43)
(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode/Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan survei

post facto. Dasar sistematik penelitian adalah keterkaitan antara masukan bahan

organik dan logam berat merkuri di Sungai Ciliwung dengan struktur komunitas

dan produktivitas sekunder larva Trichoptera.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam waktu delapan bulan (Oktober 2010-Mei

2011) yang mengambil lokasi di beberapa titik dari ruas Sungai Ciliwung. Waktu

pengambilan sampel dilakukan setiap akhir bulan (tanggal 29 atau 30) dan

diusahakan ketika debit air sungai relatif rendah (tidak hujan). Lokasi sampling

ditetapkan secara purposive yang didasarkan pada pertimbangan beban dan

sumber pencemar yang masuk pada masing-masing stasiun. Pengamatan mulai

dari site/situs yang sedikit mengalami gangguan (reference site/ situs rujukan)

hingga situs yang sudah diprediksi telah mengalami gangguan sedang atau berat

(test site/ situs uji). Pemilihan lokasi sampling juga didasarkan pada pertimbangan

kesamaan kondisi ekoregion yang masih termasuk dalam gradien tinggi dan

banyaknya substrat batuan yang tertanam di dasar sungai. Secara teknis di

lapangan, sungai yang masih termasuk dalam gradien tinggi ditetapkan dari

persentase keberadaan batuan cobble (Ф 64-256 mm) di dasar sungai lebih dari

30% dan kecepatan arus lebih dari 0,5 m/detik (Komunikasi pribadi: Michael T.

Barbour, 2004, Tetra Tech Inc, Owings Mills, Madison, USA). Faktor kedalaman

sungai yang masih ± 50 cm juga turut memudahkan saat pengambilan sampel

dengan menggunakan alat jala surber.

Lokasi yang digunakan selama penelitian dalam menyusun biokriteria

maupun produktivitas sekunder larva Trichoptera adalah:

1. Stasiun Gunung Mas yang terdiri dari dua situspengamatan(St. 1 dan 2) yang

berfungsi sebagai situs rujukan pada bagian hulu dengan kondisi habitat yang

(45)

2. Stasiun Kampung Pensiunan (St. 3) mewakili daerah yang sudah mengalami

gangguan oleh aktifitas perkebunan teh.

3. Stasiun Kampung Jog-jogan (St. 4) mewakili daerah dari adanya aktivitas

pertanian, pemukinan penduduk, dan perkebunan.

4. Stasiun Katulampa (St. 5) mewakili daerah dari adanya aktivitas pemukimam

penduduk, perkotaan, maupun penambangan batu.

5. Stasiun Cibinong (St. 6) mewakili daerah dengan sumber pencemar yang relatif

lebih kompleks (limbah domestik, perkotaan dan industri).

[image:45.595.74.488.0.812.2]

Titik koordinat dan peta lokasi pengambilan sampel secara rinci disajikan pada

T

Gambar

Gambar 6. Proses gangguan oleh toksisitas logam pada seluruh tingkatan
Gambar 7. Diagram alir pendekatan pemecahan masalah
Tabel 1 dan Gambar 8 .
Gambar 8. Peta lokasi pengambilan sampel di Sungai Ciliwung
+7

Referensi

Dokumen terkait

tinggi.Seorang yg memiliki kreativitas dan jiwa inovator tentu berfikir untuk mencari dan menciptakan peluang yg baru agar lebih baik dari sebelumnya...

[r]

Pengendalian sosial (social control) adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa

Jika suatu tim dalam 8 kali pertandingan menang 6 kali, seri 1 kali, dan sisanya kalah, maka poin yang diperoleh tim tersebut adalah.... Pada kejadian diatas yang

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) reduksi data (2) penyajian data dan (3) kesimpulan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Seftiane dan Handayani, 2011:51) memperoleh hasil bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan, dari beberapa

Bisa kita lihat bahwa nilai gap semuanya negatif akan tetapi nilai kesenjangan yang paling tinggi yaitu untuk maksud perjalanan sekolah (-0.6) apabila besarnya

Mencatatsecaratertibdanteraturseluruhbarangmilikdaerah yang berada di Sekolah yang berasaldari APBD dan Non APBD maupunperolehan lain yang sahkedalamKartuInventaris(KIB),