• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Tabungan Rumah Tangga Di Provinsi Dki Jakarta Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Determinan Tabungan Rumah Tangga Di Provinsi Dki Jakarta Tahun 2010"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten

menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track

strategy: pro-growth (pro pertumbuhan), pro-job (pro penciptaan lapangan kerja),

dan pro-poor (pro kemiskinan). Track pertama, dilakukan dengan meningkatan

pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua,

menggerakkan sektor riil untuk menciptakan lapangan kerja. Track ketiga,

merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk

mengurangi kemiskinan. Pembangunan nasional terus diarahkan untuk mencapai

tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, guna menurunkan tingkat kemiskinan

dan menciptakan kesempatan kerja (RPJM Nasional, 2010).

Program pembangunan pro-growth, pro-job, dan pro-poor ini

memerlukan biaya yang sangat besar. Kebijakan pembiayaan diarahkan pada

penggunaan sumber-sumber pembiayaan yang stabil dan berkelanjutan,

serta beban dan risiko seminimal mungkin. Sumber pembiayaan domestik

relatif aman terhadap resiko fluktuasi perekonomian global, dibandingkan dengan

sumber pembiayaan luar negeri. Salah satu sumber pembiayaan domestik berasal

dari tabungan nasional atau disingkat dengan tabungan. Tabungan terdiri dari

tabungan pemerintah dan tabungan swasta/masyarakat. Tabungan

swasta/masyarakat dapat dibagi menjadi tabungan perusahaan (swasta dan

(2)

Menurut data BPS bahwa selama kurun waktu 2004-2009 total tabungan

bruto cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata setahun sebesar 26,62

persen. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 53,25 persen.

Pada tahun 2008 tabungan bruto perusahaan tumbuh sebesar 53,25 persen, rumah

tangga sebesar 40,52 persen dan pemerintah 36,05 persen. Sedangkan, pada tahun

2009 terjadi penurunan pertumbuhan pada masing-masing sub sektor,

pertumbuhan perusahaan sebesar 25,64 persen, rumah tangga 17,60 persen dan

pemerintah minus 32,25 pesen. Kondisi ini disebabkan oleh adanya krisis global

yang melanda hampir di seluruh kawasan dunia termasuk Indonesia. Penurunan

pertumbuhan pada sub sektor pemerintah pada tahun 2009 disebabkan karena

adanya peningkatan pengeluaran rutin pemerintah.

Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009

(3)

Demikian pula bila dilihat secara level, tabungan bruto selama periode

2004-2009 tabungan bruto terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 total

tabungan bruto mengalami peningkatan hingga 1.738,24 triliun rupiah. Sedangkan

jika dilihat secara sektoral, tabungan perusahaan (swasta dan perusahaan

pemerintah) merupakan level paling tinggi, yaitu sebesar 1.025,85 triliun rupiah

kemudian diikuti rumah tangga sebesar 398,81 triliun dan pemerintah sebesar

155,24 triliun dan sisanya tabungan sektor keuangan.

Tabel 1.1. Tabungan bruto menurut sektor, 2004-2009 (triliun rupiah)

Sektor Tahun

2004 2005 2006 2007 2008*) 2009**) A. BUKAN

KEUANGAN 505,63 737,22 832,94 953,15 1.385,07 1.579,89 1. Pemerintah 101,8 108,81 181,08 168,66 229,47 155,24 2. Perusahaan 265,16 436,64 471,60 543,14 816,47 1.025,85 - Pemerintah 83,93 3,83 3,71 40,59 64,48 52,35 - Swasta +) 181,22 432,80 467,89 502,55 751,99 973,49 3. Rumah Tangga 138,61 191,77 180,26 241,34 339,13 398,81 B. KEUANGAN 74,05 73,45 53,68 28,64 87,38 119,15 4. Bank ++) 70,59 62,65 44,87 9,26 68,77 78,45 5. Bukan Bank 3,46 10,80 8,82 19,39 18,61 40,69 C. LUAR NEGERI (27,38) (71,94) (38,46) 2,78 36,38 39,19 6. Luar Negeri (27,38) (71,94) (38,46) 2,78 36,38 39,19

JUMLAH 552,29 738,73 848,17 984,57 1.508,83 1.738,24 Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009

*) angka sementara +) terdiri dari perusahaan swasta non finansial **) angka sangat sementara ++) termasuk Bank Sentral

Peranan sub sektor perusahaan terhadap total tabungan bruto merupakan

yang terbesar dibandingkan lainnya. Kontribusi tabungan sub sektor perusahaan

mencapai nilai tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar 59,11 persen. Namun

selama periode 2006-2008 peranan sub sektor perusahaan terhadap pembentukan

tabungan bruto mengalami penurunan, dan kembali meningkat di tahun 2009.

(4)

penurunan, tahun 2007 sebesar 17,13 persen, 15,21 persen (2008), dan 8,93

persen (2009). Penurunan pada tahun 2007-2008 disebabkan oleh adanya

percepatan pembayaran utang pemerintah ke IMF, sedangkan penurunan pada

tahun 2009 lebih disebabkan karena adanya peningkatan pengeluaran rutin

pemerintah.

Tabel 1.2. Struktur tabungan bruto menurut sektor, 2004-2009 (persen)

Sektor Tahun

2004 2005 2006 2007 2008*) 2009**) A. BUKAN

KEUANGAN 91,55 99,80 98,21 96,81 91,80 90,89 1. Pemerintah 18,44 14,73 21,35 15,21 15,21 8,93 2. Perusahaan 48,01 59,11 55,60 55,17 54,11 59,02 - Pemerintah 15,20 0,52 0,44 4,12 4,27 3,01 - Swasta +) 32,81 58,59 55,17 51,04 49,84 56,00 3. Rumah Tangga 25,10 25,96 21,25 24,51 22,48 22,94 B. KEUANGAN 13,41 9,94 6,33 2,91 5,79 6,85 4. Bank ++) 12,78 8,48 5,29 0,94 4,56 4,51 5. Bukan Bank 0,63 1,46 1,04 1,97 1,23 2,34 C. LUAR NEGERI (4,96) (9,74) (4,53) 0,28 2,41 2,25 6. Luar Negeri (4,96) (9,74) (4,53) 0,28 2,41 2,25

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Neraca arus dana, BPS, 2004-2009

*) angka sementara +) terdiri dari perusahaan swasta non finansial **) angka sangat sementara ++) termasuk Bank Sentral

Peranan tabungan rumah tangga terhadap total tabungan bruto selama

periode 2004-2009 cenderung bergerak stabil dikisaran angka 21-26 persen. Pada

tahun 2004 peranan tabungan rumah tangga mencapai 25,10 persen dan

meningkat menjadi 25,96 persen di tahun 2005. Namun peranannya kembali

menurun pada tahun 2006. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya kenaikan

BBM yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Namun setahun

(5)

capaian sebesar 24,51 persen. Pada tahun 2008 dan 2009 secara nominal,

tabungan rumah tangga mengalami kenaikan, namun berdasarkan kontribusinya

terjadi penurunan. Hal ini disebabkan kontribusi tabungan perusahaan pada

tahun-tahun tersebut mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga kontribusi sub sektor

rumah tangga mengalami penurunan.

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai

potensi menghimpun dana masyarakat. Dana yang dihimpun dari masyarakat

disebut juga dana pihak ketiga. Menurut data Bank Indonesia tahun 2010 bahwa

Provinsi DKI Jakarta memiliki simpanan masyarakat pada bank umum dan BPR

paling tinggi diantara 33 provinsi yaitu sebesar 895,98 triliun rupiah (posisi

Desember 2010). Tabel 1.3. menunjukkan lima provinsi yang memiliki proporsi

simpanan masyarakat pada bank umum dan BPR terhadap total simpanan

masyarakat terbesar. Proporsi simpanan masyarakat DKI Jakarta yang paling

tinggi sebesar 44,73 persen tahun 2010 diikuti Provinsi Jawa Timur dan Jawa

Barat.

Tabel 1.3. Proporsi simpanan masyarakat terhadap total simpanan masyarakat, 2005 – 2010

Provinsi Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta 45,65 43,48 42,43 42,16 42,77 44,73 Jawa Timur 11,00 10,82 10,59 10,62 10,98 10,30 Jawa Barat 9,44 9,39 9,14 9,13 9,10 9,01 Jawa Tengah 5,76 5,76 5,77 5,74 5,69 5,42 Sumatera Utara 5,07 5,04 5,14 5,28 5,31 5,08 Sumber: Bank Indonesia, 2010

Menurut hasil survei BPS yang dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta

(6)

13,43 persen (dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR sebesar 15,59 persen).

Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari

pendapatan rumah tangga. Salah satu penyebabnya adalah besarnya biaya hidup di

Jakarta. Kecilnya proporsi tabungan rumah tangga terhadap pendapatan

menunjukkan berarti ada indikasi bahwa simpanan masyarakat tersebut

didominasi oleh perusahaan swasta (Survei Khusus Tabungan dan Investasi

Rumah Tangga, 2010).

Masih rendahnya proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga,

sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis variabel-variabel yang

memengaruhi tabungan rumah tangga. Penelitian ini juga perlu dilakukan karena

sampai saat ini perilaku dan model tabungan rumah tangga relatif sulit untuk

diketahui, karena selalu mengalami perubahan. Menurut Keynes (1936),

pendapatan merupakan faktor utama dalam menentukan tabungan domestik

maupun tabungan rumah tangga. Modigliani dan Brumberg (1954) dengan life

cycle hypothesis, menyebutkan bahwa tabungan akan dipengaruhi siklus umur

manusia. Pada masa usia dibawah 15 tahun, karena tidak ada pendapatan, tingkat

tabungan akan negatif. Dalam periode produktif (15-65 tahun), orang berpotensi

memiliki tabungan karena pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan

konsumsinya. Sedangkan pada kelompok usia lanjut (65 tahun ke atas) tabungan

yang ada akan digunakan untuk masa pensiun. Oleh karena itu, tabungan akan

dipengaruhi oleh faktor demografi dan sosial ekonomi.  

Berbagai studi mengenai pengaruh demografi dan kondisi sosial ekonomi

(7)

Brata (1999) menganalisis tentang perilaku tabungan rumah tangga pada industri

kecil di Bantul pada tahun 1996. Hasil analisis menunjukkan bahwa tabungan

rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh pendapatan rumah

tangga, pendidikan, jenis kelamin dan tipe industri. Touhami et al (2009) juga

meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga rural dan urban di Morocco.

Hasil penelitian menunjukkan variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga,

jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja, jenis kelamin kepala rumah

tangga, hanya signifikan di daerah urban. Sedangkan di daerah rural hanya

variabel pendapatan berdampak pada tabungan.

Oleh karena itu, relevan dilakukan penelitian yang menganalisis

variabel-variabel yang memengaruhi tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun

2010. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara dan provinsi yang

memiliki potensi tabungan yang cukup besar karena jumlah penduduknya yang

besar. Analisis determinan tabungan rumah tangga ini diharapkan dapat berguna

untuk keperluan kebijakan di masa yang akan datang, sebagai upaya untuk

mengintensifkan tabungan rumah tangga dan memobilisasikannya ke dunia

perbankan (sebagai fungsi intermediasi), kemudian disalurkan ke sektor investasi

dalam meningkatkan output perekonomian nasional.

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan tabungan rumah tangga selama tahun 2004-2009 cenderung

bergerak fluktuasi dikisaran angka minus 6 sampai 41 persen. Pada tahun 2005

(8)

menurun tajam sebesar minus 6 persen di tahun 2006. Penurunan tersebut

disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang menyebabkan penurunan daya beli

masyarakat. Namun setahun kemudian di tahun 2007 tabungan rumah tangga

kembali mengalami peningkatan sebesar 33,88 persen. Pada tahun 2008 tabungan

bruto sub sektor rumah tangga mengalami kenaikan, namun tahun 2009

mengalami penurunan.

Tabungan rumah tangga mengalami kenaikan secara nominal, tetapi pada

tahun 2008 dan 2009 kontribusinya terhadap total tabungan bruto menurun. Hal

ini disebabkan kontribusi tabungan perusahaan pada tahun-tahun tersebut

mengalami kenaikan cukup tinggi sehingga kontribusi rumah tangga mengalami

penurunan.

Dana yang terhimpun oleh lembaga keuangan berupa simpanan

masyarakat (perusahaan dan rumah tangga) Provinsi DKI Jakarta di BPR dan

bank umum cukup besar yaitu 895,98 triliun (posisi Desember 2010). Namun,

survei BPS menunjukkan bahwa proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah

tangga di Provinsi DKI Jakarta relatif rendah, hanya sebesar 13,43 persen

(dibawah rata-rata 16 provinsi sampel SKTIR 2010 sebesar 15,59 persen).

Pengeluaran konsumsi makanan dan non makanan sebesar 77,74 persen dari

pendapatan rumah tangga.

Tabungan rumah tangga merupakan selisih antara pendapatan rumah

tangga dan pengeluaran rumah tangga, atau bagian pendapatan rumah tangga yang

(9)

dimaksud adalah dalam bentuk uang (rupiah) dan tidak termasuk aset, karena aset

diasumsikan tetap.

Menurut Modigliani dan Brumberg (1963) pendapatan bukan merupakan

satu-satunya variabel penentu utama tabungan rumah tangga. Variabel lain yang

ikut menentukan besarnya tabungan rumah tangga antara lain adalah demografi

dan kondisi sosial ekonomi. Variabel demografi yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dependency ratio. Variabel sosial ekonomi meliputi umur, pendidikan,

sumber pendapatan utama rumah tangga.

Dengan demikian, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum perilaku tabungan rumah tangga DKI Jakarta

tahun 2010 ?

2. Apakah pendapatan, umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber

pendapatan utama rumah tangga akan berpengaruh signifikan terhadap

tabungan rumah tangga ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran umum perilaku tabungan rumah tangga di DKI

Jakarta tahun 2010

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga di

(10)

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah untuk :

1. Memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan

sumbangan pemikiran kepada pengambil keputusan dalam usaha

memobilisasi tabungan yang berkaitan dengan pola tabungan rumah tangga.

2. Memperkaya penelitian, khususnya tentang perilaku dan model tabungan

rumah tangga di Indonesia khususnya Provinsi DKI Jakarta.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel

pendapatan, umur, pendidikan, dependency ratio dan sumber pendapatan utama

terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010. Penelitian

ini menggunakan data primer Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah

Tangga (SKTIR) 2010. Data yang digunakan meliputi pendapatan rumah tangga

yang merupakan penjumlahan dari seluruh pendapatan anggota rumah tangga

dalam setahun, umur kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga,

dependency ratio rumah tangga dan sumber pendapatan utama rumah tangga yang

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori

Tinjauan pustaka dimulai dari teori tentang hubungan antara pendapatan

dengan tabungan. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa hasil penelitian empiris

yang menemukan faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga yang

dikembangkan dari hubungan antara pendapatan dengan tabungan seperti

dependency ratio rumah tangga, umur, tingkat pendidikan kepala rumah tangga

dan sumber pendapatan utama rumah tangga.

2.1.1. Pengertian Tabungan

Tabungan adalah output yang tersisa setelah permintaan konsumen dan

pemerintah terpenuhi (Mankiw, 2007).

S = Y – C – G (2.1)

dimana S adalah tabungan, Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsumsi dan

G adalah pengeluaran pemerintah. Tabungan terbagi atas dua yaitu tabungan dari

sektor swasta dan tabungan dari pemerintah.

S = (Y – T – C) + (T – G) (2.2)

(Y – T – C) adalah disposable income dikurangi konsumsi merupakan tabungan

swasta (private saving). (T – G) adalah penerimaan pemerintah dikurangi

(12)

Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 2.1. Fungsi konsumsi

Pendapatan disposibel yang diterima rumah tangga sebagian besar

digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung. Dengan demikian kita

dapat menyatakan:

Y = C + S Æ S = Y - C (2.3)

S = Y – (Co +cY) (2.4)

S = Y – Co – cY (2.5)

S = - Co + (1 – c)Y (2.6)

dimana Co adalah konsumsi autonomous dan (1-c) adalah kecenderungan

menabung. Jika setiap tambahan pendapatan disposibel dialokasikan sebagai

tambahan konsumsi dan tabungan, maka:

∂Yd=∂C + ∂S (2.7)

jika kedua sisi persamaan dibagi dengan ∂Yd, maka MPC

1 Konsumsi, C

(13)

∂Yd/∂Yd = ∂C/∂Yd +∂S/∂Yd (2.8)

MPC + MPS = 1 (2.9)

MPS = 1-MPC (2.10)

Dapat dikatakan setiap tambahan penghasilan disposibel akan digunakan

untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan

menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan menabung disebut Marginal

Propensity to Save, disingkat MPS. Sedangkan rasio tingkat tabungan dengan

pendapatan disposibel disebut kecenderungan menabung rata-rata (Average

Propensity to Save), disingkat APS.

2.1.2. Tabungan Rumah Tangga

Mc Connell dan Brue (1999), menyebutkan tabungan rumah tangga

sebagai personal saving, yang dinyatakannya sebagai bagian pendapatan setelah

pajak yang tidak dibelanjakan. Tabungan adalah bagian pendapatan yang tidak

dibayarkan pada pajak atau digunakan untuk pembelian barang-barang konsumsi,

tetapi yang dimasukkan dalam rekening bank, polis asuransi, pengumpulan dana

bersama, obligasi, dan saham serta aset keuangan lainnya. Alasan menabung

adalah untuk berjaga-jaga dan spekulasi. Rumah tangga menabung untuk

menyediakan simpanan terhadap hal-hal yang tak terduga, membiayai pendidikan

anak, biaya hidup setelah pensiun dari pekerjaan atau hanya untuk jaminan

keuangan. Spekulasi dapat digunakan oleh rumah tangga, misalnya dengan

(14)

Menurut Keynes dalam tulisan Browning dan Lusardi (1996) ada 8 motif

dalam menabung yaitu :

1. Precaution (tindakan pencegahan), berimplikasi pada menambah cadangan

untuk menghadapi keadaan yang tidak terduga;

2. Foresight (tinjauan masa depan), untuk mengantisipasi perbedaan antara

pendapatan dengan pengeluaran belanja di masa depan (the life cycle motive);

3. Calculation (perhitungan), ingin memperoleh keuntungan (bunga uang);

4. Improvement (perbaikan), meningkatkan standar hidup untuk waktu yang lama;

5. Independence (kebebasan), menunjukkan adanya kebutuhan akan kebebasan

dan memiliki kekuasaan untuk melakukan sesuatu;

6. Enterprise (usaha), adanya kebebasan untuk menanamkan uang ketika ia

memungkinkan (mendukung);

7. Pride (kebanggaan), lebih tertuju pada menempatkan uang untuk ahli waris

(the bequest motive); dan

8. Avarice (keserakahan harta) atau kekikiran yang sesungguhnya.

Sedangkan Browning dan Lusardi (1996) menambahkan adanya

down-payment motive, yaitu keinginan (hasrat) untuk mengakumulasikan keseluruhan

uang untuk digunakan sebagai alat pembayaran terhadap barang yang mahal dan

tahan lama seperti rumah atau mobil.

Salah satu yang penting menurut teori ekonomi tentang tabungan adalah

hipotesis life cycle yang dikemukakan oleh Modigliani dan Brumberg (1963),

dimana individu menabung untuk pegangan di akhir kehidupannya saat mereka

(15)

mendorong individu menabung adalah keinginan mengakumulasikan uang untuk

digunakan saat ia pensiun. Sedangkan pengembangan dari hipotesa ini adalah the

permanent income (Friedman, 1957), dimana motivasi menabung adalah untuk

warisan (Bequest motive).

2.1.3. Teori Hubungan Pendapatan dengan Tabungan

Hubungan antara tabungan dengan pendapatan telah banyak dirumuskan

oleh beberapa ahli ekonomi. Secara umum hal ini dapat dikelompokkan menjadi

dua bagian besar, yaitu: fungsi pendapatan absolut Keynesian dan hipotesis non

Keynesian.

Fungsi pendapatan Keynesian menyatakan bahwa tabungan berhubungan

erat dengan pendapatan absolut. Pendapatan absolut didefinisikan sebagai

pendapatan nasional yang terjadi saat ini atau current income, bukan pendapatan

yang terjadi sebelumnya (Yt-1), bukan pula pendapatan yang diramalkan terjadi di

masa yang akan datang (Yt+1). Pendapatan itu sendiri berupa pendapatan domestik

bruto (PDB) atau juga pendapatan domestik bruto perkapita dan tabungan

masyarakat perkapita. Keynes menggunakan konsep pendapatan domestik bruto

dan tabungan domestik bruto.

Fungsi tabungan non keynesian dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kategori yaitu: (1) hipotesis pendapatan relatif, (2) hipotesis pendapatan permanen

dan (3) hipotesis life cyle. Teori pendapatan relatif (Relative Income Hypothesis)

yang dikembangkan James Duesenberry. Teori ini lebih memperhatikan aspek

(16)

perubahan pendapatan dalam jangka pendek akan berbeda dibanding dalam

jangka panjang. Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis perubahan pendapatan yang

dialami. Karena itu, rumah tangga mempunyai preferensi/ fungsi konsumsi, yang

disebut fungsi konsumsi jangka pendek dan jangka panjang.

Tabungan dan konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh pendapatan

tertinggi yang pernah dicapainya. Jika pendapatan berkurang, konsumen tidak

akan banyak mengurangi pengeluarannya tetapi tetap mempertahankan konsumsi

yang tinggi tersebut dan mengurangi besaran tabungannya. Apabila pendapatan

bertambah lagi, maka konsumsi mereka akan bertambah dengan pertambahan

yang tidak begitu besar, berbeda dengan tabungan yang akan bertambah semakin

besar. Kondisi ini akan berlanjut terus sampai tingkat pendapatan tertinggi yang

pernah tercapai terulang lagi (Mikesell dan Zinser, 1973).

Teori pendapatan permanen (Permanent Income Hypothesis) yang

diajukan oleh Milton Friedman. Permanent Income Hypothesis menyatakan

bahwa tingkat konsumsi mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan

permanen (permanent income)

C = λYp

dimana:

C = konsumsi

Yp = pendapatan permanen

λ = faktor proporsi (λ > 0)

Pendapatan permanen adalah tingkat pendapatan rata-rata yang

(17)

dari pendapatan upah/gaji (expected labour income) dan nonupah/nongaji

(expected income from assets). Pendapatan permanen akan meningkat bila

individu menilai kualitas dirinya (human wealth) makin baik, mampu bersaing di

pasar. Dengan keyakinan tersebut ekspektasinya tentang pendapatan juga akan

meningkat jika individu menilai kekayaannya (non-human wealth) meningkat.

Sebab dengan itu, pendapatan nonupah (non-labour income) diperkirakan.

Pendapatan saat ini tidak selalu sama dengan pendapatan permanen.

Kadang pendapatan saat ini lebih besar daripada permanen. Kadang-kadang

sebaliknya yang menyebabkannya adalah adanya pendapatan tidak permanen

yang besar berubah-ubah. Pendapatan ini disebut pendapatan transitori (transitory

income).

Yd = Yp + Yt

dimana:

Yd = pendapatan disposibel saat ini

Yp = pendapatan permanen

Yt = pendapatan transitori

Model siklus hidup (Life Cycle Hypothesis) dikembangkan oleh Franco

Modigliani, Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa

kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan model

Keynes, model ini mengakui bahwa faktor yang dominan pengaruhnya terhadap

tingkat konsumsi adalah pendapatan disposibel. Hanya saja, model siklus hidup

ini mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

(18)

berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya. Model siklus hidup

ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode yaitu: periode belum

produktif, periode produktif dan periode tidak produktif lagi.

Periode belum produktif berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah,

hingga pertama kali bekerja, biasanya berkisar usia nol hingga dua puluh tahun.

Pada periode ini umumnya manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain

yang telah berpenghasilan. Periode produktif umumnya berlangsung dari usia

sekitar dua puluhan tahun hingga usia enam puluhan tahun. Selama periode ini,

tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai

puncaknya pada usia sekitar lima puluhan tahun. Setelah itu tingkat pendapatan

mulai menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi. Periode tidak

produktif lagi berlangsung setelah usia manusia melebihi enam puluh tahun.

Ketuaan yang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk mendapat penghasilan.

Pola konsumsi manusia seperti huruf C, maka akan terjadi dissaving

(mengurangi tabungan) ketika usia muda dan usia lanjut. Sedangkan pada usia

produktif, terjadi peningkatan saving. Namun mereka berpendapat bahwa dalam

jangka panjang rata-rata tabungan (expected saving) E(S) = 0.

Konsumsi seseorang dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pendapatan saat ini,

kekayaan yang terakumulasi (akibat tabungan masa lalu) dan harapan penghasilan

di masa depan. Jika pendapatan pada masa yang akan datang semakin tinggi (usia

(19)

Dissaving Dissaving

akan mengurangi konsumsinya pada saat penghasilannya mulai menurun (usia

produktif ke usia lanjut).

Sumber: Modigliani-Brumberg-Ando, 1963 Gambar 2.2. Life cyle hypothesis

Hal sama terjadi pada orang yang memiliki kekayaan yang banyak

(akumulasi tabungan, warisan, dan lain-lain), akan mengkonsumsi lebih banyak

dibandingkan orang yang tidak memiliki kekayaan, sehingga terlihat pada saat

usia lanjut konsumsi masih tetap tinggi, karena adanya akumulasi kekayaan yang

dikumpulkan pada saat masih produktif (konsumsi > saving).

2.1.4. Faktor Yang Memengaruhi Perilaku Tabungan Rumah Tangga

Beberapa penelitian yang manganalisis perilaku tabungan rumah tangga

menggunakan teori yang menjelaskan hubungan antara tabungan dengan

pendapatan, untuk kemudian dikembangkan dengan memasukkan beberapa Saving

C,Yd 

Yd 

(20)

variabel independen lain antara lain: umur, pendidikan, dependency ratio dan

sumber pendapatan utama rumah tangga .

Menurut life cyle hypothesis, umur memengaruhi tabungan rumah tangga.

Apabila dalam perekonomian proporsi populasi dari umur yang masuk sebagai

tenaga kerja tinggi, maka tingkat tabungan rumah tangga juga tinggi, karena orang

yang bekerja akan menabung untuk masa pensiun. Jika rasio pensiunan lebih

besar daripada jumlah yang bekerja, maka tingkat tabungan privat menjadi

rendah. Sebab pensiunan pada umumnya tidak menabung tetapi justru melakukan

dissaving.

Pada umumnya orang akan produktif pada usia 20-55 dan apabila

digambarkan akan mengikuti kurva kuadratik. Mula-mula produktivitas rendah,

kemudian naik dari waktu ke waktu sampai ke puncak dan akhirnya menurun

seiring bertambahnya umur. Naik dan turunnya produktivitas tersebut sama

dengan naik dan turunnya pendapatan. Jadi semakin produktif seseorang maka

pendapatan semakin tinggi. Apabila pendapatan semakin tinggi dan tingkat

konsumsi relatif tetap, maka akan meningkatkan jumlah tabungan.

Keterkaitan dengan pendidikan dapat dijelaskan melalui teori human

capital. Salah satu model yang terdapat dalam teori human capital adalah model

keuntungan pendidikan. Model ini memiliki asumsi bahwa seluruh penghasilan

seseorang merupakan proksi dari produktivitas yang dimilikinya. Produktivitas ini

dianggap sebagai fungsi dari keahlian dan ketrampilan yang diperoleh dari

(21)

human capital menganggap tenaga kerja sebagai pemegang kapital yang tercermin

dalam ketrampilan, pengetahuan dan kemampuan (produktivitas) kerjanya.

Teori human capital memberikan pengaruh terhadap perkembangan

penelitian tentang tabungan rumah tangga. Teori human capital dihubungkan

dengan pengaruh tingkat pendidikan kepala rumah tangga terhadap tabungan

rumah tangga. Pendidikan kepala rumah tangga diukur dengan lama sekolah

formal yang ditempuh dalam tahun.

Selain pendidikan, tabungan dipengaruhi oleh rasio beban ketergantungan

(dependency ratio) dalam rumah tangga. Todaro (2000) menyatakan bahwa salah

satu ciri umum dari negara berkembang adalah beban ketergantungan yang tinggi.

Penduduk yang berusia lanjut yaitu diatas 64 tahun dan anak-anak yang berusia di

bawah 15 tahun secara ekonomis disebut sebagai beban ketergantungan. Mereka

merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban

tanggungan angkatan kerja produktif yang berumur antara 15 hingga 64 tahun.

Beban ketergantungan (dependency ratio) dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

DR = PDUK/PUK

dimana,

DR = dependency ratio, disebut juga sebagai tingkat beban yang harus ditanggung

setiap penduduk produktif. Semakin besar nilainya adalah semakin buruk.

PDUK = Penduduk diluar usia kerja

(22)

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang menganalisis perilaku tabungan rumah tangga,

menggunakan teori yang menjelaskan hubungan antara tabungan dengan

pendapatan, untuk kemudian dikembangkan dengan memasukkan beberapa

variabel independen lain yang memengaruhi tabungan rumah tangga. Alasan yang

digunakan oleh para ahli untuk menambahkan variabel lain diantaranya

dikemukakan oleh Kelley dan Williamson (1968) dan Leff (1968), Brata (1999),

Sutarno (2005), Epriyani (2008) dan Touhami et al (2009).

Kelley dan Williamson (1968) melakukan penelitian di DI Yogyakarta,

dengan menggunakan data umur kepala rumah tangga, pendapatan rumah tangga

dengan pendapatan per jumlah anggota keluarga (Y/N) dan sumber pendapatan

utama rumah tangga (petani dan non petani) dimana Y adalah jumlah pendapatan

rumah tangga dan N adalah ukuran keluarga. Metode yang digunakan model

simple linear saving function. Tujuan penelitian untuk menganalisis nilai MPS

pada tiap umur kepala rumah tangga dengan klasifikasi kelompok umur.

Penelitian ini menguji perilaku tabungan pada kelompok umur dengan regresi

pendapatan per kapita terhadap pendapatan keluarga per kapita. Pada rumah

tangga yang tumbuh lebih tua, pendapatan tenaga kerja turun secara proporsional

dengan kekayaan non-manusia, sebab kekayaan digunakan untuk konsumsi pada

umur pensiun. Data untuk kekayaan non-manusia tidak tersedia untuk tes ini.

Oleh karena itu, model akan memprediksi bahwa MPS pendapatan meningkat

pada rumah tangga yang lebih tua. MPS meningkat dari 0,05 untuk kelompok

(23)

Untuk rumah tangga di pedesaan MPS meningkat dari 0,13 menjadi 0,76. Hasil

penelitiannya juga menunjukkan perbedaan jenis pekerjaan kepala rumah tangga

berdasarkan sumber pendapatan utama petani dan non petani berpengaruh

terhadap tabungan per jumlah anggota rumah tangga.

Leff (1968) melakukan penelitian di Brazil, bertujuan menganalisis dan

mengidentifikasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tabungan.

Metode yang digunakan Multiple Regression. Leff meregresikan rasio tabungan

kotor (LnS/Y) dan tabungan per kapita (LnS/Pop), dengan variabel bebas:

pendapatan per kapita (LnY/Pop), kenaikan pendapatan per kapita (g), persentase

populasi umur kurang atau sama dengan 14 tahun (LnD1), persentase populasi

umur lebih atau sama dengan 65 tahun (LnD2), dan total dependency ratio

D1+D2 (LnD3). Hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan per kapita

berpengaruh positif terhadap tabungan per kapita. Sedangkan, D1 mempunyai

nilai negatif tiga kali lebih besar untuk negara kurang berkembang daripada

negara maju. Proporsi dari populasi dengan umur kurang dari 14 tahun lebih besar

negara kurang berkembang daripada negara maju.

Brata (1999) menganalisis tentang perilaku tabungan rumah tangga

pedesaan pada industri kecil di Bantul pada tahun 1996, dengan jumlah responden

sebesar 96. Tujuan penelitian untuk mengetahui bentuk akumulasi tabungan

rumah tangga dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat tabungan rumah

tangga. Akumulasi tabungan dibedakan dalam bentuk aset riil dan aset finansial,

sedangkan estimasi faktor-faktor yang berpengaruh dilakukan dengan pendekatan

(24)

(pendapatan dikurangi pengeluaran konsumsi), pendapatan rumah tangga, umur,

pendidikan, jenis kelamin responden (wanita=0, laki-laki=1), jenis industri

(agriculture-based industries=0; non agriculture-based industries=1), role of

industry in household income (main income source= 1, non main income source

=0). Metode yang digunakan Multiple Regression. Hasil analisis menunjukkan

bahwa tabungan rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh

pendapatan rumah tangga, pendidikan, jenis kelamin, dan tipe industri.

Sutarno (2005) meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga

pedesaan di Kecamatan Delanggu Kabupaten Klaten, dengan jumlah responden

sebesar 93. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku menabung rumah

tangga di pedesaan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode penelitian

dengan Regresi Berganda (Ordinary Least Square). Variabel yang digunakan

adalah pendapatan per jumlah anggota rumah tangga, pendidikan kepala rumah

tangga, rasio beben ketergantungan, bagian konsumsi dari total pendapatan,

dummy jenis pekerjaan kepala rumah tangga berdasarkan pendapatan utama petani

dan non petani (petani=1, nonpetani=0). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kecenderungan menabung rumah tangga sebesar 27 persen dan 41 persen dari

total rumah tangga 98 di Kecamatan Delanggu tidak menyimpan sisa pendapatan

di lembaga keuangan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tabungan/jumlah

anggota rumah tangga adalah pendapatan/jumlah anggota rumah tangga (+);

bagian konsumsi dari total pendapatan rumah tangga (-) dan jenis pekerjaan (-).

Epriyani (2008) melakukan penelitian di 16 kecamatan di Kota Semarang

(25)

memilih dan menentukan model tabungan rumah tangga yang baik dan

menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap model tabungan rumah

tangga dengan pendekatan life cycle hypothesis dan permanent income hypothesis

dan sintesis life cycle hypothesis-permanent income hypothesis. Metode yang

digunakan adalah model log-linier. Hasilnya menunjukkan bahwa tabungan

rumah tangga dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh variabel pendapatan

permanen, pendapatan sementara, pendidikan kepala rumah tangga dan jenis

pekerjaan serta dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh umur kepala rumah

tangga, dependency ratio dan ekspektasi rasional terhadap inflasi.

Touhami et al (2009) meneliti tentang perilaku menabung rumah tangga

rural dan urban di Morocco. Penelitian dilakukan di daerah Essouira (urban) dan

Bouaboud (rural) dengan jumlah sampel masing-masing 300 rumah tangga.

Variabel yang digunakan pendapatan disposibel kepala rumah tangga (pendapatan

tahunan dalam satuan dirham), jenis kelamin kepala rumah tangga (1= kepala

rumah tangga laki-laki, 0 = kepala rumah tangga perempuan), interaksi gender

income, umur (dan umur2) kepala rumah tangga, jumlah art rumah tangga, jumlah

art yang tidak bekerja, jumlah art yang bekerja, kepemilikan land and livestock di

daerah rural. Metode penelitian yang digunakan Multiple Regression. Hasil

penelitian menunjukkan variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga,

jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja, jenis kelamin kepala rumah

tangga, hanya signifikan di daerah urban. Sedangkan di daerah rural hanya

variabel pendapatan berdampak pada tabungan. Hipotesis life cycle, hasilnya tidak

(26)

2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Program pembangunan ekonomi Indonesia triple track strategy:

pro-growth (pro pertumbuhan), pro-job (pro penciptaan lapangan kerja), dan pro-poor

(pro kemiskinan) memerlukan sumber dana. Kebijakan pembiayaan

diarahkan pada penggunaan sumber-sumber pembiayaan yang memiliki beban

dan resiko yang rendah. Tabungan nasional merupakan salah satu sumber

pembiayaan domestik relatif aman dibandingkan sumber pembiayaan luar negeri.

Selama periode tahun 2004-2009 tabungan bruto mengalami pertumbuhan

rata-rata sebesar 26,62 persen per tahun. Pertumbuhan tabungan rumah tangga

mengalami penurunan dari 40,52 persen tahun 2008 menjadi 17,60 persen tahun

2009. Kontribusi tabungan rumah tangga terhadap tabungan bruto juga mengalami

penurunan dari 24,51 persen (2007) menjadi 22,48 persen (2008) dan 22,96

persen (2009).

Berdasarkan data Bank Indonesia tahun 2010, Provinsi DKI Jakarta

merupakan provinsi yang mempunyai simpanan masyarakat terbesar di bank

umum dan BPR diantara 33 provinsi di Indonesia. Walaupun demikian, SKTIR

2010 Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa proporsi tabungan terhadap

pendapatan rumah tangga hanya sebesar 13,43 persen. Oleh karena itu, perlu

dianalisis seberapa besar pengaruh variabel-variabel berikut ini terhadap tabungan

rumah tangga di DKI Jakarta tahun 2010.

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, faktor-faktor yang

(27)

rumah tangga, umur, pendidikan, dependency ratio, sumber pendapatan utama

rumah tangga. Maka kerangka pemikiran penelitian terlihat dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kerangka pemikiran Faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga:

• Pendapatan rumah tangga • Umur kepala rumah tangga • Pendidikan kepala rumah tangga • Dependency ratio dalam rumah

tangga

• Sumber pendapatan utama rumah tangga

Strategi peningkatan tabungan rumah tangga

Program pembangunan triple track strategy: pro-growth, pro-job, dan pro-poor memerlukan dana yang besar 

Tabungan nasional merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Simpanan masyarakat (perusahaan dan rumah tangga) DKI Jakarta di bank unun dan BPR cukup besar.

Tabungan rumah tangga adalah bagian dari tabungan masyarakat. SKTIR 2010 menunjukkan proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga DKI Jakarta sebesar 13,43 persen. 

(28)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang ingin dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap tabungan rumah

tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

2. Umur kepala rumah tangga berpengaruh positif terhadap tabungan rumah

tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

3. Pendidikan kepala rumah tangga berpengaruh positif terhadap tabungan

rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

4. Dependency Ratio dalam rumah tangga berpengaruh negatif terhadap

tabungan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010

5. Sumber pendapatan utama rumah tangga bersumber dari upah/gaji atau

nonupah/nongaji berpengaruh terhadap tabungan rumah tangga di Provinsi

(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data

sekunder. Data primer berupa data primer (cross section) Survei Khusus

Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) Tahun 2010 yang dilaksanakan

di 16 provinsi. Pengumpulan data SKTIR 2010 dilakukan melalui wawancara

langsung antara petugas pencacah dengan responden. Kegiatan pengumpulan data

dilakukan Maret-April 2010. Kegiatan SKTIR dirancang untuk memperoleh data

tentang bagaimana rumah tangga menciptakan tabungan, berapa besarnya, serta

bagaimana tabungan tersebut dikelola.

Data primer yang dikumpulkan antara lain keterangan anggota rumah

tangga, pendapatan yang diperoleh anggota rumah tangga yang bekerja sebagai

pengusaha dan buruh/karyawan, pengeluaran makanan dan non makanan,

pendidikan dan umur anggota rumah tangga. Data sekunder meliputi data

penunjang yang diperoleh dari buku, laporan SKTIR 2010, jurnal, publikasi

Neraca Arus Dana dan lain-lain.

Sampel adalah bagian populasi (rumah tangga) di Provinsi DKI Jakarta.

Jumlah responden sebanyak 600 rumah tangga yang tersebar di 5 kota yaitu

dengan rincian sampel sebagai berikut: 131 responden berdomisili di Jakarta

Selatan, 140 responden di Jakarta Timur, 90 responden di Jakata Pusat, 129

(30)

Tabel 3.1. Sebaran sampel SKTIR di DKI Jakarta, 2010

Kota Banyaknya Sampel (n) Populasi (N) 1. Jakarta Selatan 131 506.961 2. Jakarta Timur 140 627.111 3. Jakarta Pusat 90 235.862 4. Jakarta Barat 129 537.936 5. Jakarta Utara 110 399.101

Total 600 2.311.535

Sumber: data primer diolah

Kerangka sampel untuk pemilihan rumah tangga terpilih SKTIR 2010

adalah daftar rumah tangga hasil listing Susenas 2009 pada setiap blok sensus

terpilih. Rancangan sampel yang digunakan adalah rancangan sampel dua tahap.

Tahap pertama dilakukan di BPS Pusat dan tahap kedua dilakukan di BPS

Provinsi. Tahap pertama, dari kerangka sampel blok sampel dipilih sejumlah blok

sensus secara sistematik sampling. Sampel terpilih merupakan blok sensus yang

mudah aksesnya dan konsentrasi rumah tangganya tinggi. Tahap kedua, dari

kerangka sampel rumah tangga dipilih 10 rumah tangga secara sistematik

sampling. Tahapan pemilihan sampel rumah tangga di daerah sebagai berikut:

1. Pemberian tanda cek (√) untuk setiap setiap baris nama kepala rumah tangga

2. Hitung interval penarikan sampel (I) untuk pemilihan rumah tangga, yaitu:

I = Banyaknya rumah tangga hasil listing / 10

Interval penarikan sampel dihitung sampai dua angka di belakang koma.

3. Dengan menggunakan Tabel Angka Random, tentukan angka random

pertama (R1). Angka random pertama harus lebih kecil atau sama dengan

interval sampel (I)

4. Gunakan interval sampel untuk menentukan angka random pemilihan sampel

(31)

R2 = R1 + I ; R3 = R1 + 2I ; ...R10 = R1 + 9I

5. Apabila rumah tangga terpilih benar-benar tidak dapat ditemui saat

pencacahan, maka penggantian rumah tangga sampel dapat dilakukan dengan

rumah tangga dari kelompok pengeluaran yang sama dan terdekat serta belum

terpilih untuk kelompok pengeluaran yang lain.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Rumah tangga yaitu seorang/sekelompok orang yang mendiami sebagian atau

seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu

dapur atau pengurusan kebutuhan bersama sehari-hari di bawah satu

pengelolaan (BPS, 2005).

2. Tabungan rumah tangga dalam penelitian ini merupakan selisih antara

pendapatan rumah tangga dan pengeluaran rumah tangga, dalam bentuk uang

(rupiah) dinyatakan dalam rupiah per tahun.

3. Pendapatan rumah tangga mencakup seluruh pendapatan semua anggota

rumah tangga responden, baik pendapatan yang berasal dari bekerja/berusaha,

maupun pendapatan lain diluar bekerja/berusaha.

4. Umur kepala rumah tangga adalah jumlah tahun yang telah dijalani

responden, dihitung sejak kelahiran sampai saat penelitian dilaksanakan,

diukur dalam satuan tahun

5. Kepala rumah tangga/keluarga adalah orang yang bertanggung jawab

(32)

6. Pendidikan kepala rumah tangga merupakan jenjang pendidikan yang pernah

dicapai oleh responden secara formal, diukur dalam satuan tahun.

7. Dependency ratio merupakan rasio ketergantungan yang menunjukkan

seberapa besar beban yang ditanggung oleh anggota rumah tangga yang

bekerja, diproksi dengan jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja

dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja. Secara matematis

cara perhitungannya menggunakan rumus:

DR = PDUK/PUK

PDUK adalah jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja dan PUK

adalah jumlah anggota rumah tangga yang bekerja.

8. Dummy berdasarkan sumber pendapatan utama rumah tangga bersumber

upah/gaji dan nongaji, pada rumah tangga ke-i (dinotasikan dengan: Di)

diukur dengan nilai 1 jika rumah tangga penerima upah/gaji dan 0 jika bukan

rumah tangga nonupah/nongaji.

3.2. Alat Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear klasik dengan metode

OLS (Ordinary Least Square) dengan menggunakan program SPSS for Windows

versi 16.0. Metode analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variable-variabel independen terhadap tabungan rumah tangga.

Dalam Gujarati (2003) bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi

ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel

(33)

dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi)

variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam

pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan atau variabel bebasnya.

3.2.1. Model Penelitian

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang terbaik dari

beberapa model tabungan rumah tangga yang dicoba. Fungsi tabungan rumah

tangga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Si = bo + b1Yi + b2AGEi + b3EDi + + b4DRi + b5Di + ui

dimana:

S = tabungan

b0 = konstanta

b1 – b5 = koefisien regresi

Yi = pendapatan rumah tangga per tahun (ribu rupiah)

AGEi = umur kepala rumah tangga (tahun)

EDi = tingkat pendidikan kepala rumah tangga (tahun)

DRi = dependency ratio (persen)

Dummyi = dummy sumber pendapatan utama rumah tangga, 1 = rumah tangga

penerima upah/gaji, 0 = jika rumah tangga nonupah/nongaji

ui = disturbance term

Bentuk dari model regresi linear berganda yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan variabel independen yang

(34)

LnSi = bo + b1LnYi + b2LnAGEi + b3LnEDi + + b4DRi + b5Dummyi + ui

dimana:

LnS = tabungan

b0 = konstanta

b1 – b5 = koefisien regresi

LnYi = pendapatan rumah tangga per tahun (persen)

LnAGEi = umur kepala rumah tangga (persen)

LnEDi = tingkat pendidikan kepala rumah tangga (persen)

DRi = dependency ratio (persen)

Dummyi = dummy sumber pendapatan utama rumah tangga, 1 = rumah tangga

penerima upah/gaji, 0 = jika rumah tangga nonupah/nongaji

ui = disturbance term

3.2.2. Pengujian Penduga Parameter

Pengujian parameter penduga dilakukan untuk mendapatkan nilai

parameter penduga yang dapat mewakili populasi sehingga mengurangi kesalahan

dalam pembuatan keputusan.

1. Koefisien Determinasi (R2)

Untuk mengetahui sejauh mana kebaikan suai suatu garis regresi dalam

mencocokkan sekumpulan data, diperlukan suatu ukuran yang dinamakan

koefisien determinasi. Dalam Gujarati (2003) menyatakan bahwa koefisien

determinasi merupakan ukuran seberapa baik garis regresi mencocokkan data (a

(35)

persentase total variasi dalam variabel tak bebas yang dijelaskan oleh

peubah-peubah bebas secara bersama-sama dalam model regresi.

dengan : SSE = jumlah kuadrat error

SSR = jumlah kuadrat regresi

SST = jumlah kuadrat total

R2 merupakan besaran non negatif dengan batas 0≤ R2≤1. Apabila R2

mempunyai nilai 1 berarti suatu model cocok sempurna, sedangkan R2 yang

bernilai 0 berarti model regresi yang ada tidak menjelaskan sedikitpun variasi

dalam variabel tak bebas.

Dalam membandingkan dua model regresi atau lebih dengan

menggunakan R2 harus diperhitungkan banyaknya variabel bebas yang ada dalam

model. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan koefisien

determinasi alternatif yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (R2adjusted).

Koefisien determinasi yang disesuaikan berarti disesuaikan dengan derajat

bebasnya.

2. Uji Signifikansi Secara Keseluruhan (Overall Test/ F-tests)

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap

variabel tidak bebas adalah dengan menggunakan uji statistik F, dengan hipotesis

(36)

Ho : β1=β2=β3=…=βk=0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh

signifikan terhadap variabel tidak bebas.

H1 : βj ≠ 0 (j=1,2,…,k), artinya minimal ada satu variabel ke-j yang

berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas.

Statistik uji:

dengan : SSR = jumlah kuadrat regresi

SSE = jumlah kuadrat error

sama variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel tidak

bebas.

3. Uji Signifikansi Secara Parsial (Partial Test/ T-tests)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial

terhadap variabel tidak bebas, dengan hipotesisnya sebagai berikut:

Ho : βj = 0, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k

(37)

H1 : βj ≠ 0, artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas ke-k

terhadap variabel tak bebas.

Statistik uji:

variabel bebas ke-k terhadap variabel tak bebas.

 

3.2.3. Pengujian Asumsi Model (Uji Klasik)

Untuk mendapatkan estimator yang tidak bias, linier, dan mempunyai

varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimators = BLUE), kita dapat

menggunakan metode OLS. Adapun beberapa asumsi yang harus dipenuhi

sebelum menggunakan metode OLS adalah sebagai berikut:

1. E(εt) = 0, untuk tiap tiap t = 1, 2, …, n

artinya rata-rata error term sama dengan nol.

2. cov(εt ,εj) = 0, untuk tiap t ≠ j

artinya tidak ada korelasi antara error term dengan yang lainnya atau disebut

tidak ada autokorelasi.

3. εt ~ N(0, σε2)

artinya untuk setiap error term mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0

dan varian 2

ε σ .

(38)

artinya setiap error term mempunyai varian sama atau mempunyai penyebaran

yang sama (homoskedastis)

1. Pemeriksaan Kenormalan

Pemeriksaan kenormalan bertujuan untuk melihat distribusi dari error

term. Untuk mendeteksi normalitas, dapat dilakukan dengan melihat penyebaran

error term pada sumbu diagonal grafik. Jika error term menyebar disekitar garis

diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi

asumsi normalitas. Dalam hal ini dapat digunakan plot persentil-persentil (P-P

plot).

2. Pemeriksaan Heteroskedastisitas

Varian dari error term adalah konstan. Pelanggaran terhadap asumsi

homoskedastisitas disebut dengan heteroskedastis. Asumsi ini diuji dengan

membuat sketergram antara residual kuadrat dengan nilai prediksi variabel

dependen. Jika sebaran data tidak membentuk suatu pola, maka dapat dikatakan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 2003).

3. Pemeriksaan Autokorelasi

Dalam analisis deret waktu, observasi sebelumnya dapat berkorelasi

dengan observasi sesudahnya. Hal ini terutama terjadi pada data bulanan,

triwulanan, kwartalan, tahunan dan sebagainya. Pendeteksian autokorelasi dapat

dilakukan dengan statistik d Durbin-Watson sebagai berikut:

- Hipotesis

Ho: Tidak ada autokorelasi

(39)

- Statistik uji:

(2) d > 4-dL : menolak Ho, berarti ada autokorelasi negatif.

(3) dU < d < 4-dU : menerima Ho.

(4) dL < d < dU : pengujian tidak meyakinkan

(5) 4-dL < d < 4-dU: pengujian tidak meyakinkan

dengan dL dan dU masing-masing merupakan batas bawah dan batas atas pada

tabel Durbin-Watson.

4. Multikolinieritas

Asumsi yang harus dipenuhi lainnya adalah tidak adanya kolinieritas atau

korelasi antara variabel independennya. Untuk mengetahui ada tidaknya

multikolinieritas, dengan melihat nilai tolerance > 0,1 (10%) dan nilai VIF < 10,

(40)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Kekayaan/ Wealth Rumah Tangga

Kekayaan/ wealth rumah tangga dapat berupa tabungan dalam bentuk

uang dan aset fisik. Tabungan rumah tangga bukan hanya sebagai sisa atau selisih

antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta dalam bentuk uang, tetapi

bisa dalam bentuk aset fisik, misalnya bangunan tempat tinggal, lahan, alat

produksi, atau perhiasan.

Tabel 4.1. Kekayaan/ wealth rumah tangga di DKI Jakarta, 2010

Jenis Kekayaan Nilai (ribu rupiah) Persentase

Tabungan 4.587.740 86,51

Bangunan tempat tinggal 332.215 6,26 Bangunan fasilitas tempat tinggal 121.800 2,30 Lahan bangunan tempat tinggal 17.000 0,32

Emas batangan 45.275 0,85

Alat produksi 199.110 3,75

Jumlah 5.303.140 100,00

Sumber: data primer diolah

Tabungan dalam bentuk uang selama setahun sebesar 4,6 miliar atau 86,51

persen dari total kekayaan rumah tangga. Penambahan aset fisik selama setahun

sebesar 715 juta atau sekitar 13,49 persen dari total kekayaan rumah tangga.

Bangunan tempat tinggal sebesar 332 juta rupiah (6,26 persen), alat produksi

sebesar 199 juta (3,75 persen), bangunan fasilitas tempat tinggal sebesar 122 juta

(2,30 persen), emas batangan sebesar 45 juta (0,85 persen) dan lahan bangunan

sebesar 17 juta (0,32 persen). Penambahan alat produksi terdiri dari penambahan

alat angkutan/kendaraan bermotor, bangunan bukan tempat tinggal, lahan untuk

(41)

4.2. Perilaku Tabungan Rumah Tangga

Data 600 responden di DKI Jakarta, 64,17 persen menabung di keuangan

seperti bank, kantor pos, koperasi, bapertarum dan lembaga keuangan lainnya.

Rumah tangga umumnya menyimpan uangnya di bank, 264 memiliki rekening di

bank, 11 di kantor pos dan koperasi, 2 di bapertarum dan 150 di lembaga

keuangan lainnya. Rumah tangga di DKI Jakarta sudah menyadari budaya

menabung di lembaga keuangan. Situasi ini juga didukung oleh kemajuan

perbankan dalam melayani masyarakat.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.1. Banyaknya rumah tangga yang menabung di lembaga keuangan Provinsi DKI Jakarta, 2010

Jumlah tabungan di lembaga keuangan sebesar 3,56 miliar. Besarnya

tabungan rumah tangga di bank sebesar 3,2 miliar, 58,41 persen ditabung oleh

rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 100-500 juta per tahun dan 30,05

persen oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 50-100 juta.

Besarnya tabungan rumah tangga di koperasi sebesar 29,4 juta, 57,57 persen

ditabung oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun 20-50 juta per

(42)

50-100 juta. Sedangkan besarnya tabungan di lembaga keuangan lainnya sebesar 346

juta, 36,82 persen ditabung oleh rumah tangga yang tingkat pendapatan per tahun

100-500 juta per tahun dan 32,48 persen oleh rumah tangga yang tingkat

pendapatan per tahun 20-50 juta.

Tabel 4.2. Nilai rata-rata tabungan rumah tangga di lembaga keuangan menurut pendapatan di DKI Jakarta, 2010 (ribu rupiah)

Pendapatan (juta/tahun) Bank Koperasi Bapertarum Lainnya

<20

Standar Deviasi 15.036,96 439,76 73,84 1.883,72

Sumber: data primer diolah

Ket: ( ) untuk proporsi tabungan rumah tangga

Tabungan yang tersimpan di bank umumnya bersumber dari perdagangan

besar dan eceran sebesar 19,84 persen dan 14,63 persen dari industri pengolahan.

Tabungan yang tersimpan di koperasi umumnya bersumber dari mereka yang

bekerja di sektor administrasi pemerintahan sebesar 28,58 persen dan industri

pengolahan sebesar 16,06 persen. Tabungan yang tersimpan di lembaga keuangan

selain bank, koperasi dan bapertarum juga bersumber dari mereka yang bekerja di

sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 26,39 persen dan industri

pengolahan sebesar 15,85 persen. Tenaga kerja yang bekerja di sektor jasa

pendidikan, kesehatan, kebudayaan, hiburan dan perorangan lainnya 12,90 persen

(43)

Tabel 4.3. Nilai rata-rata tabungan rumah tangga di lembaga keuangan menurut lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (ribu rupiah)

Lapangan Usaha Bank Koperasi Bapertarum Lainnya

1 Pertanian, kehutanan dan perikanan

2 Pertambangan dan penggalian 32.500 (2,13)

3 Industri pengolahan 4.753,03 (14,63)

4 Pengadaan air, pengelolaan sampah

5 Konstruksi 2.954,17 (2,90)

6 Perdagangan besar dan eceran 4.557,74 (19,84)

7 Transportasi dan pergudangan 6.439,29 (8,85)

8 Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum

9 Informasi dan komunikasi 8.070,00 (2,64)

10 Jasa keuangan dan asuransi 9.847,22 (5,80)

11 Real estat 22.785,71 (5,22)

12 Jasa profesional, ilmiah dan teknis

13 Jasa persewaan 8.178,38 (9,91)

14 Administrasi pemerintahan 23.000,00 (4,52)

15 Jasa pendidikan 7.713,46 (6,57)

16 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial

17 Kebudayaan, hiburan dan rekreasi

18 Kegiatan jasa lainnya 1.430,25 (3,79)

19 Jasa perorangan yang melayani rumah tangga Sumber: data primer diolah

(44)

4.3. Karakteristik Rumah Tangga

Karakteristik rumah tangga meliputi pendapatan rumah tangga, umur

kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah

tangga, dependency ratio dan sumber utama pendapatan rumah tangga. Analisis

deskripsi tentang karakteristik rumah tangga adalah sebagai berikut:

4.3.1. Pendapatan Rumah Tangga

Tingkat kesejahteraan rumah tangga antara lain tercermin dari pendapatan

rumah tangga. Oleh karena itu, penghasilan yang diterima oleh seluruh anggota

rumah tangga atas aktivitas ekonominya selama setahun diperhitungkan sebagai

pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah tangga dapat berasal dari

upah dan gaji, kegiatan usaha rumah tangga, kepemilikan faktor produksi,

maupun pendapatan lainnya dalam bentuk transfer dan imputasi pendapatan.

Proporsi tabungan terhadap penerimaan rumah tangga di Provinsi DKI

Jakarta tahun 2010 sebesar 13,43 persen. Pengeluaran untuk konsumsi mencapai

77,74 persen dari penerimaan rumah tangga. Sedangkan sisanya 8,83 persen

digunakan sebagai transfer keluar seperti mengirim uang, membayar premi

asuransi kesehatan dan transfer lainnya.

Rata-rata pendapatan rumah tangga di Provinsi DKI Jakarta dalam setahun

berkisar sekitar 56,89 juta rupiah per tahun atau 4,74 juta rupiah per bulan. Jika

rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,02, maka rata-rata pendapatan

per kapita Provinsi DKI Jakarta dalam sebulan sekitar 1,18 juta rupiah.

Berdasarkan sumber pendapatan utamanya, rumah tangga di Provinsi DKI

(45)

tangga yang sumber pendapatan utamanya berasal dari upah/gaji sebanyak 72,5

persen, sedangkan 27,5 persen berasal dari surplus usaha dan pendapatan

kepemilikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar rumah tangga di daerah

perkotaan adalah rumah tangga buruh/karyawan yang umumnya bergerak di

sektor jasa dan industri. Sedangkan rumah tangga usaha didominasi oleh usaha

rumah tangga (sektor informal).

Rata-rata pendapatan rumah tangga buruh/karyawan per tahun sebesar

54,84 juta rupiah dan rumah tangga usaha sebesar 62,32 juta rupiah. Sedangkan

rata-rata tabungan rumah tangga buruh/karyawan per tahun sebesar 7,02 juta

rupiah dan tabungan rumah tangga usaha sebesar 9,29 juta rupiah. Tabungan

rumah tangga usaha lebih besar dibanding rumah tangga buruh/karyawan. Hal ini

sejalan dengan besarnya pendapatan rumah tangga usaha lebih besar dibanding

rumah tangga buruh/karyawan. Dengan kata lain, besarnya pendapatan

menentukan tabungan rumah tangga.

Sebagian besar anggota rumah tangga bekerja pada kegiatan jasa

pemerintah dan swasta (24,17 persen) dan industri pengolahan (14,83 persen).

Rata-rata pendapatan dan tabungan tertinggi adalah rumah tangga yang bekerja di

sektor real estat sebesar 164,40 juta rupiah dan 19,93 juta rupiah per tahun

kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 133,96 juta

rupiah dan 17,02 juta rupiah per tahun. Sedangkan rata-rata pendapatan dan

tabungan paling rendah adalah rumah tangga yang bekerja di sektor jasa

perorangan yang melayani rumah tangga sebesar 21,5 juta rupiah dan 1,57 juta

(46)

Tabel 4.4. Proporsi tabungan terhadap pendapatan rumah tangga menurut lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (persen)

Lapangan Usaha

1 Pertanian, kehutanan dan perikanan

43.013,00 4.937,40 11,48

2 Pertambangan dan penggalian 133.955,00 17.022,50 12,71

3 Industri pengolahan 50.289,61 7.136,30 14,19

4 Pengadaan air, pengelolaan sampah

25.203,44 3.739,56 14,84

5 Konstruksi 40.177,40 4.845,17 12,06

6 Perdagangan besar dan eceran 56.952,46 7.644,84 13,42

7 Transportasi dan pergudangan 55.025,19 7.162,71 13,02

8 Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum

61.004,15 10.304,04 16,89

9 Informasi dan komunikasi 94.781,80 15.895,10 16,77

10 Jasa keuangan dan asuransi 91.512,94 14.358,61 15,69

11 Real estat 164.395,90 19.931,43 12,12

12 Jasa profesional, ilmiah dan teknis

118.930,80 18.595,40 15,64

13 Jasa persewaan 65.821,30 7.863,32 11,95

14 Administrasi pemerintahan 89.503,33 12.680,00 14,17

15 Jasa pendidikan 74.376,35 8.729,27 11,74

16 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial

73.316,71 9.719,06 13,26

17 Kebudayaan, hiburan dan rekreasi

60.644,33 6.718,67 11,08

18 Kegiatan jasa lainnya 34.611,88 4.134,57 11,95

19 Jasa perorangan yang melayani rumah tangga

21.500,00 1.574,62 7,32

(47)

Rumah tangga yang bekerja di sektor penyediaan akomodasi dan makan

minum dan sektor informasi dan komunikasi memiliki proporsi tabungan terhadap

pendapatan sebesar 16 persen. Sedangkan, rumah tangga yang bekerja di sektor

jasa perorangan yang melayani rumah tangga memiliki proporsi tabungan

terhadap pendapatan sebesar 7,32 persen.

4.3.2. Umur Kepala Rumah Tangga

Menurut hipotesis life cycle umur juga memengaruhi besarnya tabungan

rumah tangga. Pada usia produktif umumnya pendapatan seseorang meningkat

dan selanjutnya tabungannya akan meningkat pula.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.2. Hubungan umur kepala rumah tangga terhadap pendapatan dan tabungan di DKI Jakarta, 2010

Berdasarkan umur kepala rumah tangga, rata-rata pendapatan terus

bergerak naik sampai pada umur 60-65 tahun, kemudian di umur diatas 65 tahun

(48)

juta rupiah di umur kurang dari 30 tahun menjadi 11,12 juta diatas 65 tahun. Hal

ini didorong oleh semakin besar keinginan menabung sebagai persiapan di hari

tua.

4.3.3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga

Berdasarkan data sampel rumah tangga menurut pendidikan kepala rumah

tangga, 12,64 persen tamat universitas, 4,83 persen tamat akademi, 34,94 persen

tamat SMA, 19,54 persen tamat SMP, 22,07 persen tamat SD dan 5,98 persen

tidak tamat SD. Data rinci pendidikan kepala rumah tangga dapat dilihat di

Gambar 4.4.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.3. Persentase kepala rumah tangga menurut pendidikan di DKI Jakarta, 2010

Perbandingan rumah tangga buruh/karyawan dan rumah tangga usaha

dilihat menurut distribusi pendidikan kepala rumah tangga dapat dilihat dalam

Gambar 4.4. Kepala rumah tangga usaha dan buruh/karyawan umumnya lulusan

(49)

banyak, yaitu sebesar 21-22 persen. Kepala rumah tangga lulusan universitas di

rumah tangga buruh/karyawan lebih banyak yaitu sebesar 12,64 persen daripada

rumah tangga usaha hanya sebesar 7,27 persen. Sedangkan, lulusan SMP lebih

banyak di rumah tangga usaha yaitu sebesar 27,27 persen daripada rumah tangga

buruh/karyawan sebesar 19,54 persen.

Sumber: data primer diolah

Gambar 4.4. Perbandingan pendidikan kepala rumah tangga buruh/ karyawan dan usaha di DKI Jakarta, 2010

Kepala rumah tangga yang tidak tamat SD umumnya bekerja di sektor

perdagangan besar dan eceran dan kegiatan jasa lainnya. Kepala rumah tangga

yang tamat SD umumnya bekerja di sektor industri pengolahan dan konstruksi.

Kepala rumah tangga yang tamat SMP sampai universitas umumnya bekerja di

(50)

Tabel 4.5. Proporsi pendidikan kepala rumah tangga menurut lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (persen)

Lapangan Usaha Tidak

tmt SD SD SMP SMA

Aka- demi

Univer-sitas

1 Pertanian, kehutanan dan

perikanan 0,00 0,00 2,44 0,51 0,00 1,59

2 Pertambangan dan

penggalian 0,00 2,50 0,00 0,51 0,00 0,00 3 Industri pengolahan 12,50 27,50 20,33 17,26 14,81 12,70

4 Pengadaan air,

pengelolaan sampah 0,00 5,00 1,63 1,52 0,00 1,59 5 Konstruksi 9,38 22,50 4,07 6,09 0,00 1,59

6 Perdagangan besar dan

eceran 28,13 20,00 21,95 24,37 25,93 30,16

7 Transportasi dan

pergudangan 6,25 0,00 6,50 6,60 3,70 3,17

12 Jasa profesional, ilmiah

dan teknis 0,00 2,50 0,81 2,03 7,41 3,17 13 Jasa persewaan 3,13 0,00 6,50 6,60 7,41 6,35

14 Administrasi

pemerintahan 0,00 2,50 0,81 1,02 0,00 3,17 15 Jasa pendidikan 6,25 0,00 0,81 5,08 3,70 7,94

16 Jasa kesehatan dan

kegiatan sosial 0,00 0,00 2,44 3,05 3,70 4,76

17 Kebudayaan, hiburan dan

rekreasi 0,00 0,00 0,00 0,51 0,00 0,00 18 Kegiatan jasa lainnya 18,75 0,00 20,33 13,71 11,11 4,76

19 Jasa perorangan yang

melayani rumah tangga 3,13 12,50 3,25 1,02 0,00 1,59 Sumber: data primer diolah

Hubungan antara pendidikan dan pendapatan terhadap tabungan

(51)

pendapatan dan tabungannya. Rata-rata pendapatan rumah tangga di Provinsi DKI

Jakarta dalam setahun berkisar sekitar 56,89 juta dan tabungan sebesar 7,6 juta

rupiah. Rata-rata tabungan yang kepala rumah tangga yang lulusan universitas

sebesar 16,6 juta per tahun, lulusan sekolah menengah atas sebesar 8,1 juta per

tahun, lulusan SMP sebesar 6,1 juta per tahun dan lulusan SD 4,6 juta per tahun.

Secara rata-rata pendidikan kepala rumah tangga dan tabungan rumah tangga

menunjukkan hubungan yang positif. Semakin tinggi pendidikan kepala rumah

tangga, semakin tinggi pula tabungannya.

Tabel 4.6. Hubungan pendidikan kepala rumah tangga terhadap rata-rata pendapatan dan tabungan di DKI Jakarta, 2010

Pendidikan Rata-rata Tabungan (ribu rp)

Rata-rata Pendapatan (ribu rp) Tidak Tamat SD 4.410,66 32.409,26

SD 4.562,92 38.061,41

SMP 6.074,39 47.188,62

SMA 8.150,85 56.636,22

Akademi 8.069,82 79.547,37

Universitas 16.662,54 117.013,6

Rata-rata 7.646,23 56.893.650

Standar Deviasi 9.664,01 49.419,74

Sumber: data primer diolah

4.3.4. Dependency Ratio

Dependency ratio merupakan rasio antara jumlah anggota rumah tangga

yang tidak bekerja dengan jumlah anggota rumah tangga yang bekerja. Persentase

rumah tangga yang memiliki nilai dependency ratio kurang dari satu sebanyak

23,33. Hal ini menunjukkan bahwa masih sedikit rumah tangga yang membatasi

jumlah anaknya. Oleh karena itu, program keluarga berencana (KB) perlu terus

(52)

jumlah anaknya menjadi dua. Apabila kedua orang tua bekerja, maka besarnya

dependency ratio menjadi kurang atau sama dengan satu.

Besarnya dependency ratio akan menentukan jumlah pengeluaran

konsumsi rumah tangga. Semakin tinggi dependency ratio, maka pengeluaran

konsumsi rumah tangga juga semakin tinggi. Apabila pendapatan rumah tangga

relatif konstan, besarnya dependency ratio akan mengurangi jumlah tabungan.

Sumber: data primer diolah

(53)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

Analisis ini dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel independen

yang diduga memengaruhi variabel dependen (tabungan rumah tangga)

dimasukkan ke dalam persamaan regresi. Adapun variabel independen terdiri dari

pendapatan rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, umur kepala rumah

tangga, dependency ratio dan variabel dummy rumah tangga buruh/karyawan

(penerima upah/gaji) dan usaha (nonupah/nongaji). Dengan menggunakan

program SPSS 16.0, diperoleh hasil koefisien setiap variabel bebasnya adalah

sebagai berikut:

LnS = -3,154+1,027LnY+ 0,164LnAGE+ 0,062LnED-0,0006D-0,160Dummy + µ

Hasil output SPSS dapat dilihat dari Tabel 5.1. berikut:

Tabel 5.1. Coefficientsa faktor-faktor yang memengaruhi tabungan rumah tangga

Model

Gambar

tabel Durbin-Watson.
Tabel 4.1. Kekayaan/ wealth rumah tangga di DKI Jakarta, 2010
Tabel 4.2. Nilai rata-rata tabungan rumah tangga di lembaga keuangan  menurut pendapatan di DKI Jakarta, 2010 (ribu rupiah)
Tabel 4.3. Nilai rata-rata tabungan rumah tangga di lembaga keuangan menurut  lapangan usaha di DKI Jakarta, 2010 (ribu rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta yaitu suku bunga, inflasi, lag PDRB, dan tingkat upah secara

Selain melakukan uji emisi dilapangan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyiapkan bengkel layanan uji emisi di seluruh Wilayah DKI Jakarta Melalui kegiatan tersebut

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok rumah tangga atas perkotaan, variabel bebas: pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, umur kepala rumah tangga,

Kecilnya proporsi tabungan rumah tangga terhadap pendapatan menunjukkan berarti ada indikasi bahwa simpanan masyarakat tersebut didominasi oleh perusahaan swasta (Survei

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah status ke- pemilikan rumah dan jumlah anak dalam keluarga berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga di

Persentase rumah tangga dengan kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian dengan status tahan pangan sebesar 31,9 persen dari total rumah tangga dengan

Dalam kaitan tersebut maka premerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini BPLHD Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pengambilan sampel kualitas udara ambien

LAPORAN KEUANGAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN ANGGARAN 2012.. PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA