• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penatakelolaan minawisata bahari di Kepulauan Spermonde Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Propinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penatakelolaan minawisata bahari di Kepulauan Spermonde Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Propinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PERILAKU PETANI JAGUNG

DI PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD IKBAL BAHUA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pemimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2010

(3)

iii

Agents’ Performance and their Impacts on Corn Farmers’ Behavior in Gorontalo. Under direction of AMRI JAHI, PANG S ASNGARI, AMIRUDDIN SALEH and I GUSTI PUTU PURNABA.

Agricultural Extension Agents had to demonstrate excellent job performance so as to convince the national as well as the local development policy makers to allocate sufficient funds for sustaining agricultural extension activities to support agricultural and rural development. In this relation, the objectives of this study were to: (1) identify internal factors affecting the agricultural extension agents’ performance in promoting corn production in Gorontalo province, (2) determine the joint effects of such factors and the agents’ performance on corn farmers’ behavior, (3) assess the extent of relationship amongst those factors affecting the agents’performance in promoting the corn production, and (4) determine the impact of the agents’ performance on the corn farmers’ behavior. The study was designed as an ex post facto research. Data were collected from a randomly selected sample consisted of 118 agents and 236 corn farmers. They were interviewed in February through April 2010. The data obtained were analyzed following the Structural Equation Model (SEM) procedure. The findings demonstrated that the agents’ characteristics, competencies, motivation and self-reliance affected the agents’ performance significantly as indicated by the following coefficients: -0,30, 0,88, 0,22 and -0,31

significant at α = 0,05. The R2

of the four variables was 0,74 significant at

α = 0,05 also. Therefore, the joint effects of the four variables on the agents’

performance was 74%. The rest 26 % were the effects of the other variables that were not observed in this study. Further, the direct impact of the agents’

performance on the corn farmers’ behavior was 0,83, significant at α = 0,05. So,

every single unit increase of the agents’ performance would improve a 0,83 unit of the corn farmers’ behavior. The R2 of the effect of the agents’ performance on

the corn farmers’ behavior was 0,69, also significant at α = 0.05. This indicated

the extent of the agents’ performance affected the corn farmers’ behavior was 69%; whereas the rest 31% was other variables’ effects excluded in this study.

(4)

iv

Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo yang memunyai lima kabupaten dan satu kota dari bulan Pebruari sampai April 2010. Pertimbangan lokasi penelitian, karena (1) Gorontalo adalah provinsi yang memrogramkan agropolitan dengan tanaman utama adalah jagung, (2) jumlah penyuluh pertanian didominasi oleh penyuluh pertanian tanaman pangan dan (3) petani di Provinsi Gorontalo pada umumnya berusahatani jagung sebagai tanaman utama untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Unit analisis pada penelitian ini adalah penyuluh pertanian dengan jumlah populasi sebanyak 481 orang. Untuk kebutuhan data pendukung penelitian, dilibatkan sebanyak 236 orang petani binaan penyuluh pertanian yang terpilih menjadi sampel. Berdasarkan rumus Slovin (Sevilla, 1993) sampel penelitian ditetapkan berjumlah 118 orang penyuluh pertanian, dengan sebaran sampel setiap kabupaten/kota adalah: Kabupaten Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung di Provinsi Gorontalo. Di bawah bimbingan Amri Jahi, Pang S Asngari, Amiruddin Saleh dan I Gusti Putu Purnaba.

Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada pembangunan. Kini pembangunan daerah harus bertumpu pada kemampuan sendiri untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh dari berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah, pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah.

Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah.

Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh pertanian berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai dengan potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat.

(5)

v dilakukan dengan cara contoh acak proporsional.

Jenis penelitian yang digunakan adalah ex post facto, yaitu bentuk penelitian yang menilai peristiwa yang telah terjadi atau penilaian kondisi faktual di lapangan. Peubah-peubah penelitian meliputi peubah bebas (X) dan peubah terikat (Y). Peubah bebas (X), terdiri dari: karakteristik penyuluh, kompetensi penyuluh, motivasi penyuluh dan kemandirian penyuluh. Peubah terikat (Y), terdiri dari: kinerja penyuluh pertanian dan perilaku petani. Metode yang digunakan adalah metode survei melalui wawancara dan pengisian kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian. Koefisien pengaruh masing-masing peubah, yaitu: -0,30; 0,88; 0,22 dan -0,31

yang nyata pada α = 0,05, koefisien determinasi pengaruh bersama keempat peubah tersebut pada kinerja penyuluh pertanian sebesar 74 persen, yang nyata

pada α = 0,05. Dampak pengaruh kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani jagung adalah 69 persen dengan koefisien pengaruh sebesar 0,83

yang nyata pada α = 0,05. Artinya peningkatan satu satuan kinerja penyuluh

berdampak pada perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik sebesar 0,83 satuan, yaitu peningkatan pada kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.

Kesimpulan penelitian adalah: (1) faktor-faktor internal yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian adalah: umur, masa kerja, jumlah petani binaan, kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan kepemimpinan penyuluh, pengembangan potensi diri, kebutuhan untuk berafiliasi, kemandirian intelektual dan kemandirian sosial. Semua faktor internal tersebut berpengaruh nyata pada peningkatan kinerja penyuluh pertanian; (2) karakteristik, kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh berpengaruh tidak langsung dan nyata pada perubahan perilaku petani jagung, sedangkan kinerja penyuluh pertanian melalui dimensi mengapresiasi keragaman budaya dan pengelolaan informasi penyuluhan pertanian berpengaruh langsung dan nyata pada perilaku petani; (3) derajat hubungan antar peubah karakteristik dan kemandirian penyuluh, motivasi dan kompetensi penyuluh tergolong lemah dan tidak berbeda nyata. Derajat hubungan antar peubah kompetensi dan kemandirian penyuluh tergolong kuat, sedangkan derajat hubungan antar peubah kompetensi dan motivasi penyuluh, serta derajat hubungan antar peubah motivasi dengan kemandirian penyuluh tergolong lemah; (4) kinerja penyuluh pertanian berdampak pada perubahan perilaku petani jagung melalui dimensi kompetensi petani dan partisipasi petani jagung.

(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

vii

PADA PERILAKU PETANI JAGUNG

DI PROVINSI GORONTALO

MOHAMAD IKBAL BAHUA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada

Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

Nama : Mohamad Ikbal Bahua NIM : I361070031

Program Mayor : Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Pang S. Asngari Anggota

Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS Anggota

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA Anggota

Mengetahui

Koordinator Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

ix

karunia dan ridho-Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sesuai dengan

waktu dan prosedur yang direncanakan. Judul disertasi ini adalah “ Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku

Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” merupakan penelitian yang berguna untuk

pengembangan sumberdaya manusia penyuluh yang berdampak pada peningkatan

kinerja penyuluh pertanian untuk membantu petani melaksanakan usahatani.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc,

Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, Bapak Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Bapak

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan saran dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih pula

penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku koordinator

Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah memberikan arahan

dan bimbingan pada proses perkuliahan. Para penyuluh pertanian dan petani di

Provinsi Gorontalo yang telah memberikan informasi data selama proses

penelitian diucapkan terima kasih. Kepada M. Hatta Jamil, Yohanis Kamagi,

Sapar dan Narso sebagai teman seperjuangan penulis ucapkan terima kasih dan

tetap berdoa, berusaha dan bersabar untuk meraih kesuksesan. Seluruh mahasiswa

Gorontalo yang belajar di IPB penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya

selama ini. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada mama,

papa, isteri dan anak, serta saudara-saudara penulis atas segala dukungan dan doa

serta kasih sayangnya selama ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu per satu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis

menempuh pendididikan doktoral di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2010

(10)

x

kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Hi. Hamzah Bahua dan Ibu

Nurhaida Takuwa. Tahun 1997 penulis menikah dengan Heni Jusuf dan telah

dikaruniai seorang anak bernama Arliawan Safriansyah Pratama Bahua.

Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di

Gorontalo. Pendidikan Sarjana Pertanian (SP) ditempuh pada tahun 1991 di

Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi

Manado, lulus pada tahun 1995. Pendidikan Magister Sains (M.Si) ditempuh pada

tahun 2003 di Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin Makassar, lulus pada tahun 2005. Tahun 2007 penulis diterima

sebagai mahasiswa doktoral pada Sekolah Pascasarjana IPB atas bantuan

beasiswa (BPPS) dari Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia.

Pada tahun 2001 penulis diangkat sebagai PNS (dosen) pada Fakultas

Pendidikan MIPA Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri

Gorontalo (sekarang Universitas Negeri Gorontalo). Tahun 2002 dan 2006 penulis

pernah menjadi ketua Program Studi Diploma 3 Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Negeri Gorontalo. Berbagai pendidikan dan pelatihan yang

berhubungan dengan kompetensi dosen pernah penulis ikuti, antara lain pelatihan

kompetensi dosen pertanian di Akademi Pertanian Yogyakarta tahun 2002.

Sampai dengan saat ini selain dosen tetap pada Fakultas Pertanian Universitas

Negeri Gorontalo, sejak tahun 2008 penulis tercatat sebagai salah satu dosen luar

(11)

xi

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

Definisi Istilah ... 7

TINJAUAN PUSTAKA ... 14

Pengertian Kinerja ... 14

Penilaian Kinerja ... 15

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja ... 19

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Individu ... 21

Kinerja Penyuluh Pertanian ... 24

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian .... 28

Karakteristik Penyuluh Pertanian ... 28

Kompetensi Penyuluh Pertanian ... 30

Motivasi Penyuluh Pertanian ... 36

Kemandirian Penyuluh Pertanian ... 42

Hubungan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh Pertanian ... 47

Karakteristik Penyuluh Pertanian ... 47

Kompetensi Penyuluh Pertanian ... 53

Motivasi Penyuluh Pertanian ... 54

Kemandirian Penyuluh Pertanian ... 55

Peran Penyuluh Pertanian pada Kegiatan Petani Jagung ... 56

Perilaku Petani ... 57

Hubungan Kinerja Penyuluh dengan Perilaku Petani ... 58

Konsep Usahatani ... 59

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 62

Kerangka Berpikir ... 62

(12)

xii

Populasi ... 73

Sampel ... 73

Data dan Instrumentasi ... 74

Data ... 74

Instrument ... 75

Validitas Instrumen ... 76

Reliabilitas Instrumen ... 76

Pengumpulan Data ... 77

Analisis Data ... 77

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79

Hasil Penelitian ... 79

Kinerja Penyuluh Pertanian ... 79

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian Penyuluh pada Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Pengembangan Usahatani Jagung ... 85

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perilaku Petani Jagung ... 86

Hubungan antar Peubah Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian Penyuluh Pertanian ... 87

Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku Petani Jagung ... 89

Pembahasan ... 90

Pengaruh Karakteristik pada Kinerja Penyuluh Pertanian ... 90

Pengaruh Kompetensi pada Kinerja Penyuluh Pertanian ... 93

Pengaruh Motivasi pada Kinerja Penyuluh Pertanian ... 95

Pengaruh Kemandirian pada Kinerja Penyuluh Pertanian ... 98

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi dan Kemandirian pada Kinerja penyuluh pertanian ... 100

Pengaruh Karakteristik, Kompetensi, Motivasi, Kemandirian dan Kinerja Penyuluh Pertanian pada Perubahan Perilaku Petani ... 104

(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(14)

xiv

1. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian ... 27

2. Rancangan pengujian model penelitian studi kinerja penyuluh ... 70 pertanian

3. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural ... 72

4. Ukuran populasi penyuluh pertanian di Provinsi Gorontalo ... 73

5. Ukuran sampel penyuluh pertanian tiap kabupaten/kota ... 74

6. Dekomposisi pengaruh antar peubah/sub peubah model kinerja

penyuluh pertanian ... 84

7. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi,

motivasi dan kemandirian pada kinerja penyuluh pertanian ... 85

8. Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah karakteristik, kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian

pada perilaku petani ... 86

9. Arah, koefisien dan t-hitung hubungan peubah karakteristik,

kompetensi, motivasi dan kemandirian penyuluh pertanian ... 88

10.Koefisien dan t-hitung pengaruh peubah kinerja penyuluh pertanian

(15)

xv

1. Hubungan kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya ... 22

2. Hubungan karakteristik individu dengan kompetensi ... 31

3. Hirarki kebutuhan Maslow ... 37

4. Program development using the Logic Model ... 64

5. Pengembangan usahatani jagung dengan pendekatan model logika ... 65

6. Alur hubungan antar peubah penelitian ... 66

7. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ... 71

8. Estimasi seluruh parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ... 79

9. Estimasi parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ... 81

(16)

xvi

1. Rumus syntax seluruh peubah penelitian dengan lisrel 8.30 ... 120

2. Output lisrel parameter model struktural kinerja penyuluh pertanian ... 121

3. Fungsi produksi pada usahatani jagung sebelum adanya kompetensi dan partisipasi petani ... 134

4. Fungsi produksi pada usahatani jagung sesudah adanya kompetensi dan partisipasi petani ... 136

5. Kuesioner penelitian untuk penyuluh pertanian ... 138

6. Kuesioner penelitian untuk petani binaan ... 176

(17)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:

(1) Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA

(Dosen Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor)

(2) Dr. Ir. Lukman Effendy, M.Si

(Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:

(1) Dr. Ir. H. Teddy Rachmat Muliady, MM

(Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelatihan Multimedia, Pusat Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan Pertanian-PPMKP-BPSDMP Kementrian Pertanian)

(2) Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi daerah telah membawa perubahan pada sistem pemerintahan di

Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik. Perubahan ini berdampak pada

pembangunan. Kini pembangunan daerah bertumpu pada kemampuan sendiri

untuk memperoleh pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut diperoleh dari

berbagai sumber seperti pajak, restribusi dan lain-lain. Di banyak daerah,

pertanian masih menjadi prime mover untuk meningkatkan produktivitas

usahatani dan pendapatan masyarakat. Pembangunan pertanian membutuhkan

penyuluh untuk mendidik petani agar mengadopsi teknologi pertanian dalam

meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Dengan cara ini penyuluh

membantu pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah.

Dalam hubungan ini evaluasi kinerja penyuluh sebagai suatu bentuk

akuntabilitas kepada penyedia dana publik dan pembuat kebijakan pembangunan

daerah maupun nasional diperlukan. Kedua pengambil kebijakan utama tersebut

harus selalu diyakinkan bahwa penyuluh telah melakukan tugas dan fungsinya

sesuai dengan amanat undang-undang dan peraturan pemerintah.

Kinerja penyuluh yang baik perlu untuk meyakinkan pembuat kebijakan

dan anggaran pembangunan agar tetap mengalokasikan cukup dana untuk

membiayai penyuluhan dalam menunjang pembangunan daerah. Penyuluh

pertanian harus berusaha mengembangkan program penyuluhan yang sesuai

dengan potensi daerah dan permintaan pasar untuk memenuhi berbagai macam

kebutuhan masyarakat. Kinerja penyuluh pertanian yang baik berdampak pada

perbaikan kinerja petani dalam meningkatkan produksi usahatani. Kinerja

penyuluh ini terarah pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani dalam

melaksanakan usahatani.

Informasi tentang kinerja penyuluh perlu juga untuk memertahankan

motivasi kerja penyuluh. Penyuluh yang fokus pada prestasi kerja mereka akan

berusaha untuk tidak sekedar mempertahankan prestasi tersebut, akan tetapi untuk

lebih meningkatkan capaian-capaian yang telah diraih.

(19)

Prestasi kerja penyuluh yang baik juga berguna bagi supervisor penyuluh,

antara lain untuk mempromosikan para penyuluh itu kejenjang yang lebih tinggi,

gaji yang lebih besar dan tanggungjawab/wewenang yang lebih luas.

Informasi yang diperoleh dari evaluasi kinerja penyuluh itu dapat juga

menunjukkan kelemahan yang masih ada dalam diri penyuluh pada berbagai

aspek. Dalam hubungan ini supervisor dapat memotivasi penyuluh untuk

memperbaiki diri mereka, apakah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang

spesifik penyuluhan, pelatihan teknik pertanian, studi mandiri atau melanjutkan

pendidikan formal kejenjang yang lebih tinggi.

Selain itu evaluasi kinerja penyuluh pertanian dapat menunjukkan

kompetensi penyuluh dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh petani,

baik teknologi budidaya, harga, akses pasar dan permodalan maupun kebijakan

pembangunan pertanian di wilayah kerja penyuluh. Dalam hubungan ini penyuluh

harus memiliki kemampuan menyusun rencana pembelajaran yang akan

diimplementasikan melalui metode dan media pembelajaran yang efektif dan

efisien sesuai dengan jumlah kebutuhan masyarakat.

Penyuluh pertanian mempunyai tugas pokok dan fungsi yang harus

dilakukan untuk mencapai kinerja yang baik. Penyuluh yang berkinerja baik dapat

memosisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator dan dinamisator yang

berdampak pada perubahan perilaku petani dalam berusahatani. Untuk itu

penyuluh harus memiliki berbagai kemampuan, antara lain: kemampuan

berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap mandiri dan mampu menempatkan

dirinya sesuai dengan karakteristik petani. Kinerja penyuluh ini diharapkan

menjadi acuan bagi pembuat kebijakan dan penyedia dana publik untuk

meningkatkan kompetensi dan motivasi penyuluh dalam membantu pemerintah

daerah meningkatkan PAD.

Pembangunan pertanian di Provinsi Gorontalo ditetapkan melalui Program

Agropolitan Berbasis Jagung yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan

petani dan pendapatan asli daerah (PAD). Produksi jagung Gorontalo melalui

Program Agropolitan sampai tahun 2009 berdasarkan data dari BPS Gorontalo

(2010) mencapai 800.000 ton pipilan kering, dengan tingkat produktivitas

(20)

daerah yang mengarah pada pengembangan sistem agribisnis yang berkelanjutan.

Hal ini membutuhkan dukungan penyuluh untuk menyebarluaskan program

agropolitan sampai ke tingkat petani.

Penyuluh pertanian harus berusaha mengembangkan program agropolitan

melalui sistem pembelajaran yang mengarah pada peningkatan produktivitas

usahatani jagung dan pelestarian ekosistem pertanian secara berkelanjutan.

Pembudidayaan jagung dan penggunaan pupuk kimia serta pestisida secara

besar-besaran oleh petani akan berdampak pada menurunnya kesuburan tanah. Hal ini

menyebabkan kerusakan lingkungan yang akan mengakibatkan erosi di Provinsi

Gorontalo.

Manfaat yang diperoleh dengan diketahuinya kinerja penyuluh pertanian,

antara lain: (1) tersusunnya program penyuluhan pertanian sesuai dengan

kebutuhan petani, (2) tersusunnya rencana kerja penyuluhan pertanian di wilayah

kerja masing-masing, (3) terdiseminasinya informasi teknologi pertanian secara

merata sesuai dengan kebutuhan petani, (4) terwujudnya kemitraan usaha antara

petani dan pengusaha yang saling menguntungkan dan (5) meningkatnya

pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah.

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa, kinerja penyuluh pertanian

perlu diperhatikan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pertanian.

Aktivitas penyuluhan harus diawali dengan penyusunan program, memandu dan

memfasilitasi petani melakukan indentifikasi dan analisis wilayah, merumuskan

rencana aksi, melaksanakan program aksi dan mengakhirinya dengan

mengevaluasi pelaksanaan program penyuluhan. Proses tersebut menuntut kinerja

penyuluh pertanian yang baik sebagai manifestasi dari pelaksanaan tugas pokok

dan fungsinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor

yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku

Petani Jagung di Provinsi Gorontalo,” perlu dilakukan. Hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan kinerja penyuluh pertanian

secara berkelanjutan yang akhirnya akan berdampak pada perubahan perilaku

(21)

Masalah Penelitian

Peningkatan kinerja penyuluh pertanian, mutlak ditingkatkan ke arah

profesi yang mandiri dengan jatidiri penyuluhan yang profesional. Untuk itu

diperlukan peran dan posisi penyuluh pertanian sebagai penyedia jasa pendidikan,

konsultan agribisnis, mediator pedesaan, pemberdaya dan pembela petani.

Penyuluh pertanian dalam merencanakan program penyuluhan harus berusaha

melibatkan petani dan mampu menganalisis potensi wilayah untuk merumuskan

tujuan penyuluhan sesuai dengan keinginan petani. Perencanaan program

penyuluhan yang tidak memperhatikan kebutuhan dan keinginan petani akan

berdampak pada proses pembelajaran yang tidak optimal, sehingga petani hanya

menjadi obyek yang harus mengikuti kemauan penyuluh.

Kinerja penyuluh pertanian yang baik, mengharapkan penyuluh pertanian

yang memiliki peran strategis, yaitu menjadi moderator dan fasilitator antara

pemerintah, swasta, petani dan masyarakat. Penyuluh pertanian diharapkan

mampu berkontribusi positif dalam pembangunan nasional, perekonomian

nasional yang berdayasaing dalam kancah perdagangan internasional dan

mewujudkan kemampuan daerah untuk mengelola pembangunan yang hasilnya

dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Kenyataannya, tidaklah mudah untuk mencapai kinerja penyuluh yang

baik. Kendala dalam menghasilkan kinerja penyuluh pertanian yang baik,

berkaitan erat dengan perubahan-perubahan, seperti: kebijakan pemerintah,

perekonomian global, masalah sosial dan kultur masyarakat. Selain itu keadaan

internal penyuluh pertanian, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi

dan kemandirian dapat menyebabkan kinerja penyuluh menjadi rendah. Kinerja

penyuluh yang tidak dikelola dengan baik, akan berdampak pada keadaan petani

yang tidak kreatif, inovatif, takut mengambil resiko dan tidak mandiri. Petani

mengembangkan usahatani tanpa adanya bantuan teknologi pertanian yang

spesifik lokasi dan bimbingan pengelolaan usahatani yang baik sesuai

perkembangan pasar dan permintaan masyarakat. Pada saat ini kinerja penyuluh

pertanian masih rendah, karena tidak memiliki kompetensi, motivasi dan

(22)

Uraian di atas, menimbulkan suatu pertanyaan tentang tingkat kinerja

penyuluh pertanian saat ini di Provinsi Gorontalo dan apa dampak kinerja

penyuluh tersebut pada perilaku petani jagung di Provinsi Gorontalo? Secara

khusus masalah penelitian ini ialah sebagai berikut:

(1) Faktor-faktor internal apa yang berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian

dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi Gorontalo?

(2) Berapa besar pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian

pada perilaku petani dalam berusahatani jagung di Provinsi Gorontalo?

(3) Bagaimana derajat hubungan faktor-faktor internal yang berpengaruh pada

kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usahatani jagung di Provinsi

Gorontalo?

(4) Berapa besar dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku

petani jagung di Provinsi Gorontalo?

Tujuan Penelitian

Kinerja penyuluh pertanian yang baik tidak hanya berdampak pada

perilaku petani jagung, melainkan juga pada peningkatan produktivitas usahatani

jagung yang akhirnya akan memperbaiki pendapatan dan kesejahteraan petani.

Keberhasilan penyuluh pertanian dalam melaksanakan perannya untuk

meningkatkan kompetensi dan partisipasi petani berhubungan erat dengan

faktor-faktor internal penyuluh, seperti: karakteristik individu, kompetensi, motivasi dan

kemandirian penyuluh. Faktor-faktor tersebut dapat mempunyai hubungan

langsung maupun tidak langsung pada kinerja penyuluh pertanian maupun

perubahan perilaku petani jagung.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan kinerja

penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di Provinsi

Gorontalo.

(2) Mengaji pengaruh faktor-faktor internal dan kinerja penyuluh pertanian pada

(23)

(3) Mengaji derajat hubungan faktor-faktor internal yang dapat meningkatkan

kinerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan usahatani jagung di

Provinsi Gorontalo.

(4) Mengaji dampak kinerja penyuluh pertanian pada perubahan perilaku petani

jagung di Provinsi Gorontalo.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi ilmiah untuk

pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan terutama mengenai karakteristik,

kompetensi, motivasi, kemandirian dan kinerja penyuluh pertanian sebagai salah

satu upaya dalam memotivasi penyuluh pertanian untuk melaksanakan tugas

pokok dan fungsinya sebagai agen pembaruan dalam mewujudkan pembangunan

pertanian yang bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan petani. Beberapa butir

penting kegunaan penelitian ini antara lain:

(1) Bermanfaat bagi lembaga penyuluhan dalam merumuskan kebijakan tentang

tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian.

(2) Dapat memberikan kontribusi kebaruan pada bidang pengembangan

sumberdaya manusia khususnya penyuluh pertanian yang mempunyai tugas

fungsional di lapangan dalam memberikan informasi ilmiah yang efektif dan

efisien, baik dalam bentuk informasi teknis maupun manajemen usahatani.

(3) Dapat dijadikan dasar kebijakan dalam peningkatan dan pembinaan karir

penyuluh pertanian, serta menjadi pedoman dalam sistem rekrutmen penyuluh

pertanian oleh pemerintah pusat dan daerah.

(4) Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu

penyuluhan pembangunan untuk kepentingan masyarakat.

(5) Sebagai kontribusi bagi calon peneliti untuk mengembangkan model

peningkatan kinerja penyuluh dalam mewujudkan program pembangunan

(24)

Definisi Istilah

Untuk menjelaskan makna peubah-peubah yang diamati dalam penelitian ini

perlu dibuat operasional tentang peubah-peubah tersebut.

(1) Karakteristik adalah peubah tentang individu seorang penyuluh yang

mendasari tingkah lakunya dalam melaksanakan tugas. Peubah-peubah

tersebut meliputi:

(1.1) Umur ialah usia penyuluh sejak dilahirkan sampai ulang tahun terdekat

pada saat penelitian ini dilaksanakan.

(1.2) Pendidikan formal, yaitu tahun mengikuti pendidikan formal dari SD

sampai perguruan tinggi. Diukur dari jumlah tahun mengikuti

pendidikan formal sampai saat penelitian dilaksanakan.

(1.3) Pelatihan fungsional, yaitu pelatihan yang berhubungan dengan

metodologi penyuluhan. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan

fungsional yang pernah diikuti dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

(1.4) Pelatihan teknis, yaitu pelatihan budidaya dari penanaman sampai pasca

panen. Diukur berdasarkan jumlah pelatihan teknis yang pernah diikuti

dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

(1.5) Masa kerja, yaitu jumlah waktu (bulan atau tahun) yang sudah dialami

oleh penyuluh untuk melaksanakan tugas dan perannya sebagai

penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan lamanya seseorang bekerja

(berprofesi) sebagai penyuluh pertanian hingga saat penelitian

dilaksanakan.

(1.6) Wilayah tugas, yaitu letak topografi wilayah penyuluh pertanian

bertugas. Diukur berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut.

(1.7) Cakupan wilayah kerja, yaitu luas wilayah administrasi yang menjadi

wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan jumlah desa

yang menjadi wilayah kerja.

(1.8) Jumlah petani binaan, yaitu jumlah petani jagung yang dibina pada

hamparan wilayah kerja penyuluh pertanian. Diukur berdasarkan

jumlah petani yang dilayani oleh penyuluh.

(1.9) Frekwensi interaksi dengan petani, yaitu banyaknya pertemuan dengan

(25)

tanam. Diukur berdasarkan banyaknya jumlah pertemuan dengan

petani.

(2) Kompetensi adalah jumlah skor kemampuan yang harus dimiliki penyuluh

pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yang terdiri dari sebelas

aspek kemampuan, yaitu:

(2.1) Kemampuan melakukan aksi sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor

kemampuan menganalisis komunitas, (2) skor kemampuan menetapkan

prioritas masalah, (3) skor kemampuan merancang kegiatan aksi, (4)

skor kemampuan melaksanakan aksi dan (5) skor tingkat kemampuan

mengevaluasi kegiatan aksi.

(2.2) Kemampuan mengapresiasi keragaman budaya. Diukur berdasarkan:

(1) skor kemampuan memahami keragaman nilai-nilai sosial

masyarakat tani, (2) skor kemampuan memahami keragaman

adat-istiadat dan (3) skor kemampuan memahami keragaman etika dan

moral.

(2.3) Kemampuan merencanakan program penyuluhan. Diukur berdasarkan:

(1) skor kemampuan mengumpulkan data sumberdaya dan potensi

wilayah kerja, (2) skor kemampuan merumuskan tujuan program

penyuluhan, (3) skor kemampuan menetapkan masalah, (4) skor

kemampuan menetapkan cara mencapai tujuan, (5) skor kemampuan

melaksanakan penyuluhan dan (6) skor kemampuan mengevaluasi

kegiatan penyuluhan.

(2.4) Kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal sesuai kebutuhan petani.

Diukur berdasarkan (1) skor kemampuan mengidentifikasi sumberdaya

yang tersedia dan (2) skor kemampuan mengidentifikasi kebutuhan

petani.

(2.5) Kemampuan mengelola informasi penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1)

skor kemampuan membuat media penyuluhan, (2) skor kemampuan

menggunakan komputer untuk mencari dan menyampaikan informasi

(26)

(2.6) Kemampuan membangun hubungan interpersonal. Diukur berdasarkan:

(1) skor kemampuan membangun kemitraan usaha dan (2) skor

kemampuan membangun jejaring usaha.

(2.7) Kemampuan menyelenggarakan penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1)

skor kemampuan menerapkan falsafah penyuluhan, (2) skor kemampuan

menerapkan prinsip penyuluhan dan (3) skor kemampuan menerapkan

etika penyuluhan.

(2.8) Kemampuan kepemimpinan. Diukur berdasarkan: (1) skor kemampuan

menerapkan gaya kepemimpinan, (2) skor kemampuan keterampilan

memimpin dan (3) skor kemampuan menumbuhkembangkan kelompok

tani.

(2.9) Kemampuan manajemen organisasi. Diukur berdasarkan (1) skor

kemampuan mengidentifikasi peran dan fungsi Deptan dan Pemda pada

penyuluhan pertanian, (2) skor kemampuan mengidentifikasi peluang

pengembangan diri dan (3) skor kemampuan mengidentifikasi peluang

pengembangan karier.

(2.10)Kemampuan profesionalisme penyuluh. Diukur berdasarkan (1) skor

kemampuan menumbuhkan komitmen pada etos kerja, (2) skor

kemampuan menumbuhkan komitmen pendidikan berkelanjutan (3) skor

kemampuan memahami visi, misi dan tujuan penyuluhan dan (4) skor

kemampuan melakukan kerjasama dengan peneliti.

(2.11)Kemampuan bidang keahlian teknis. Diukur berdasarkan (1) skor

kemampuan mengenal benih, pupuk dan pestisida, (2) skor kemampuan

mengolah lahan jagung, (3) skor kemampuan menanam jagung, (4) skor

tingkat kemampuan memelihara tanaman jagung, (5) skor kemampuan

memanen jagung, (6) skor tingkat kemampuan menyimpan hasil panen

jagung, (7) skor kemampuan memasarkan hasil dan (8) skor kemampuan

mengakses pada lembaga permodalan, pemasaran dan dinas pertanian.

(3) Motivasi adalah jumlah skor yang diperoleh dari penyuluh pertanian, yang

menggambarkan faktor pendorong penyuluh pertanian untuk melakukan tugas

(27)

(3.1) Pengembangan potensi diri. Diukur berdasarkan skor harapan atau

keinginan penyuluh pertanian dalam rangka meningkatkan kualitas diri

(mengikuti pendidikan formal, pelatihan, uji coba lapang teknologi

spesifik lokasi dan lain-lain) untuk menjadi lebih baik.

(3.2) Pengakuan dari petani binaan. Diukur berdasarkan skor harapan atau

keinginan penyuluh menjadi tumpuan petani berkonsultasi mencari

solusi, dihargai keberadaannya dan mendapat respons yang baik dari

petani.

(3.3) Penghasilan. Diukur berdasarkan skor harapan atau keinginan penyuluh

dapat memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga.

(3.4) Kebutuhan untuk berprestasi (Need for Achievement). Diukur

berdasarkan (1) skor keinginan akan berprestasi, (2) skor keinginan

untuk berkompetisi dan (3) skor ketidaktergantungan terhadap gaji atau

imbalan.

(3.5) Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affiliation). Diukur berdasarkan

(1) skor keinginan untuk diterima orang lain di lingkungan penyuluh

tinggal dan bekerja, (2) skor keinginan untuk dihormati, (3) skor

keinginan untuk maju dan tidak gagal dan (4) skor tingkat keinginan

untuk ikutserta (berpartisipasi).

(3.6) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power). Diukur berdasarkan (1)

skor keinginan untuk menduduki jabatan penting dan (2) skor keinginan

untuk bersaing dalam mendapatkan pengaruh.

(4) Kemandirian adalah jumlah skor yang menunjukkan kecenderungan dari

seorang penyuluh pertanian menggunakan kemampuan diri sendiri untuk

menyelesaikan tugas yang menjadi tanggungjawabnya, yang terdiri dari:

(4.1) Kemandirian intelektual. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian

merencanakan usahatani, (2) kemandirian menentukan lahan budidaya,

(3) skor kemandirian menentukan cara berproduksi, (4) skor

kemandirian menentukan keputusan pemecahan masalah petani dan (f)

skor kemandirian menentukan pasar untuk pemasaran hasil usahatani.

(4.2) Kemandirian sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian menjaga

(28)

petani jagung, (3) skor kemandirian menjaga hubungan dengan

kelompok tani di luar petani jagung, (4) skor kemandirian menjalin

hubungan dengan kelompok pemimpin dan (5) skor kemandirian

mengembangkan strategi adaptasi.

(4.3) Kemandirian emosional. Diukur berdasarkan: (1) skor melepas

ketergantungan dari otoritas keluarga, (2) skor melepas ketergantungan

dari ikatan patron-klien, (3) skor melepas ketergantungan dari ritual

kepercayaan lokal, (4) skor melepas ketergantungan dari sifat fatalistik

dan (f) skor mengatasi kemungkinan adanya konflik dengan

mengembangkan budaya kerjasama.

(4.4) Kemandirian ekonomi. Diukur berdasarkan: (1) skor kemandirian

menggunakan aset yang berguna untuk biaya produksi usahatani, (2)

skor kemandirian memanfaatkan biaya produksi usahatani, (3) skor

kemandirian melakukan diversifikasi usahatani, (4) skor kemandirian

memanfaatkan pendapatan usahatani dan (5) skor kemandirian gemar

menabung.

(5) Kinerja penyuluh adalah jumlah skor pada hasil kerja penyuluh pertanian

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, yang terdiri dari:

(5.1) Melaksanakan aksi sosial. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil analisis

komunitas, (2) skor hasil penetapan masalah, (3) skor hasil rancangan

kegiatan, (4) skor hasil pelaksanaan dan (5) hasil evaluasi kegiatan.

(5.2) Mengapresiasi keragaman budaya. Diukur berdasarkan: (1) skor materi

penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal dan (2) skor media

penyuluhan yang sesuai dengan kearifan lokal.

(5.3) Merencanakan program penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil

pengumpulan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, (2) skor

rumusan tujuan program penyuluhan, (3) skor hasil penetapan masalah,

(4) skor cara mencapai tujuan, (5) skor hasil pelaksanaan penyuluhan

dan (6) skor hasil evaluasi kegiatan penyuluhan.

(5.4) Memanfaatkan sumberdaya lokal sesuai dengan kebutuhan petani.

Diukur berdasarkan (1) skor hasil identifikasi sumberdaya yang tersedia

(29)

(5.5) Mengelola informasi penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil

pembuatan media penyuluhan, (2) skor hasil penggunaan komputer

untuk mencari dan menyampaikan informasi dan (3) skor hasil

penggunaan metode belajar.

(5.6) Membangun hubungan interpersonal. Diukur berdasarkan: (1) skor

membangun kemitraan usaha dan (2) skor membangun jejaring usaha.

(5.7) Menyelenggarakan penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil

penerapan falsafah penyuluhan, (2) skor hasil penerapan prinsip

penyuluhan dan (3) skor hasil penerapan etika penyuluhan.

(5.8) Menerapkan kepemimpinan. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil

penerapan gaya kepemimpinan, (2) skor hasil penerapan keterampilan

memimpin dan (3) skor hasil menumbuhkembangkan kelompok tani.

(5.9) Manajemen organisasi. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil identifikasi

peran dan fungsi Deptan dan Pemda, (2) skor hasil identifikasi peluang

pengembangan diri dan (3) skor hasil identifikasi peluang karir.

(5.10)Mengembangkan profesionalisme penyuluhan. Diukur berdasarkan: (1)

skor hasil penumbuhan komitmen pada etos kerja, (2) skor hasil

penumbuhan komitmen pendidikan berkelanjutan, (3) skor hasil

pemahaman visi, misi dan tujuan penyuluhan dan (4) skor hasil

melakukan kerjasama dengan peneliti.

(5.11)Menerapkan bidang keahlian teknis. Diukur berdasarkan: (1) skor hasil

pengenalan benih, pupuk dan pestisida, (2) skor hasil pengolahan lahan

jagung, (3) skor hasil penanaman jagung, (4) skor hasil pemeliharaan

jagung, (5) skor hasil panen jagung, (6) skor hasil pasca panen jagung,

(7) skor pemasaran hasil dan (8) skor hasil akses pada lembaga

permodalan, pemasaran dan dinas pertanian.

(6) Perilaku petani adalah jumlah skor kemampun petani berusahatani jagung dan

berpartisipasi dalam kelompok tani, yang terdiri dari:

(6.1) Kompetensi petani pada budidaya jagung. Diukur berdasarkan tingkat

kemampuan petani: (1) skor memilih benih jagung yang baik, (2) skor

menggunakan pupuk, (3) skor menggunakan pestisida, (4) skor

(30)

tanaman jagung, (7) skor memanen jagung (8) skor melakukan pasca

panen jagung, (9) skor mengidentifikasi masalah usahatani, (10) skor

mencari solusi penyelesaian masalah, (11) skor melaksanakan kegiatan

pemecahan masalah usahatani, (12) skor mengembangkan kemitraan

usaha.

(6.2) Partisipasi petani dalam kelompok tani. Diukur berdasarkan: (1) skor

aktif berpartisipasi membayar iuran anggota, (2) skor partisipasi hadir

saat pertemuan dan (3) skor partisipasi dalam memberikan sumbangan

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) adalah hasil kerja atau prestasi kerja seseorang

dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Yuchtman

dan Seashore (1967) mendefinisikan kinerja sebagai kemampuan suatu organisasi

yang memanfaatkan lingkungannya untuk mengakses sumber-sumber daya yang

terbatas. Lebih lanjut Yuchtman dan Seashore menjelaskan kinerja adalah sebuah

pengukuran yang mencakup persepsi dari berbagai stakeholder dalam organisasi.

Pengukuran tersebut mencakup keberhasilan pekerjaan dalam mencapai tujuan

organisasi. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa, kinerja merupakan perilaku

yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respons pada pekerjaan

yang diberikan kepadanya yang dilihat atas dasar hasil kerja, derajat kerja dan

kualitas kerja.

Bernardin dan Russel (1993) mendefinisikan kinerja sebagai catatan hasil

kerja individu yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan

individu selama periode waktu tertentu.Cardy et al.,(1995) menjelaskan bahwa,

kinerja dipandang sebagai bagian dari fungsi sistem kerja dari karakateristik

seorang pekerja (karyawan), karena karakteristik pekerja diasumsikan memiliki

pengaruh besar terhadap kinerja hal ini didasari pada perbedaan-perbedaan

individu dalam melaksanakan pekerjaan sehingga memengaruhi kinerja. Gibson

(1996) memahami kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan

kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi. Mangkunegara

(2001) menjelaskan bahwa, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Yuchtman dan Seashore (1967) dan Gruneberg (1979), kinerja

merupakan suatu kemampuan atau keberhasilan kerja individu dalam suatu

organisasi sesuai dengan pekerjaan yang diberikan kepadanya untuk mencapai

tujuan organisasi. Yuchtman dan Seashore (1967) lebih menekankan pada

persepsi pekerjaan berbagai stakeholder dalam organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi. Persepsi individu inilah yang diukur atau dinilai oleh pimpinan

organisasi. Misalnya persepsi tentang perencanaan dan implementasi program

(32)

kerja. Gruneberg (1979) menekankan respons individu pada pekerjaan. Kinerja

merupakan perilaku yang diperagakan oleh individu tersebut dalam melaksanakan

pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi yang ditentukan oleh hasil kerja,

derajat kerja dan kualitas kerja.

Menurut Bernardin dan Russel (1993) dan Cardy et al.,(1995) kinerja

adalah hasil kerja yang merupakan fungsi dari sistem kerja. Kinerja dipengaruhi

oleh karakteristik individu pada periode waktu tertentu. Bernardin dan Russel

(1993) lebih mengarah pada fungsi-fungsi pekerjaan dalam suatu organisasi,

seperti: kegiatan belajar-mengajar, kegiatan penyuluhan, kegiatan pemasaran dan

lain-lain, sedangkan Cardy et al.,(1995) lebih mengarah kepada sistem kerja

seorang pekerja (karyawan) yang dipengaruhi oleh karakteristiknya.

Gibson (1996) dan Mangkunegara (2001) memiliki pemahaman yang

sama tentang kinerja. Kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan oleh organisasi

dari individu untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson (1996) lebih menekankan

pada perilaku dan kinerja individu dalam organisasi, misalnya: kinerja individu

dalam merencanakan kegiatan pelatihan, seminar, lokakarya dan lain-lain.

Mangkunegara (2001) lebih mengarah pada kualitas dan kuantitas hasil kerja

individu dalam organisasi sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang diberikan

organisasi pada individu yang bersangkutan, contoh: standar kerja, target kerja

dan implementasi kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka kinerja (performance) dapat

didefinisikan sebagai aksi atau perilaku individu yang berupa bagian dari fungsi

kerja aktualnya dalam suatu organisasi, yang sesuai dengan tugas dan tanggung

jawabnya dalam periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan organisasi yang

mempekerjakannya.

Penilaian Kinerja

Kinerja organisasi ditentukan oleh penilaian kinerja individu dalam

melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Penilaian prestasi kerja

dilakukan dengan membandingkan kerja yang telah dilaksanakan seseorang (job

(33)

Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian

hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerja.

Belows (1961) mendefinisikan penilaian kinerja adalah suatu pengukuran

periodik atas hasil kerja seorang karyawan pada suatu organisasi, dilakukan oleh

atasannya atau seseorang yang ditunjuk untuk mengamati atau menilai prestasi

karyawan, contohnya kinerja di bidang perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Beach (1970) mendefinisikan penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis

atas prestasi seorang karyawan dan potensinya untuk pengembangan organisasi.

Misalnya: kinerja karyawan tersebut dalam mengembangkan program kerja dan

potensi individu itu menyusun tindak lanjut program tersebut.

Menurut Blanchard dan Spencer (1982), penilaian kinerja ialah proses

kegiatan organisasi mengevaluasi seorang karyawan. Esensinya, supervisor secara

formal melakukan evaluasi terus menerus. Kebanyakan mereka mengacu pada

kinerja sebelumnya dan hendak mengetahui apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Ketika kinerja karyawan tidak memenuhi syarat, maka manajer atau supervisor

harus mengambil tindakan, demikian juga apabila kinerja karyawan baik, maka

perilakunya perlu dipertahankan. Muchinsky (1993) mendefinisikan penilaian

kinerja adalah suatu peninjauan yang sistematis prestasi kerja individu untuk

menetapkan efektivitas kerja.

Bittel dan Newsroom (1996) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah

suatu evaluasi formal dan sistematis tentang seberapa baik seseorang melakukan

tugasnya dan menjalankan perannya sesuai dengan tujuan organisasi. Barry

(1997) menjelaskan bahwa, penilaian kinerja merupakan bentuk tanggungjawab

manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi dan tujuan organisasi

sebagai usaha menanamkan kepercayaan diri dan menunjukkan harapan karyawan

didasarkan pada proses manajemen kinerja yang berhubungan dengan hasil kerja

karyawan, yang meliputi: kreativitas, kepercayaan, moral dan motivasi yang dapat

memperkuat hubungan komunikasi antara manajer dan karyawan. Penilaian

kinerja (performance appraisal) ini pada dasarnya merupakan faktor kunci guna

mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien.

Menurut Amstrong (1998), penilaian kinerja merupakan kegiatan yang

(34)

diperbaiki dan kelebihan bekerja untuk dikembangkan, agar setiap karyawan

mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pekerjaannya guna mencapai tujuan

organisasi. Oleh karena itu aspek-aspek yang dinilai harus sesuai dengan hal-hal

yang seharusnya dikerjakan, sebagaimana terdapat pada deskripsi pekerjaan.

Simamora (1999) menyatakan bahwa, penilaian kinerja adalah proses

penilaian hasil kerja yang digunakan manajemen untuk memberikan informasi

kepada karyawan secara individual, tentang mutu hasil pekerjaannya dari sudut

kepentingan perusahaan. Hwang-Sun Kang (2003) menggunakan kriteria

workload, efficiency, effectivines dan productivity untuk penilaian kinerja.

Workload merupakan beban kerja yang berhasil diselesaikan. Efficiency

menunjukkan perbandingan antara input dan output. Effectivines menunjukkan

perbandingan antara output dan outcome yaitu tingkat ketercapaian hasil akhir

setelah output diperoleh. Productivity menunjukkan jumlah hasil yang dicapai

pada kurun waktu tertentu.

Belows (1961) dan Beach (1970) memahami bahwa, penilaian kinerja

perlu dilakukan periodik dan sistematis pada prestasi seorang karyawan dalam

melakukan pekerjaannya. Penilaian dilaksanakan oleh atasan atau seseorang yang

ditunjuk oleh organisasi untuk mengevaluasi kinerja karyawannya. Belows (1961)

lebih mengarah pada penilaian kinerja individu pada suatu organisasi secara

periodik, sedangkan Beach (1970) lebih mengarah pada potensi yang diberikan

oleh karyawan dalam pengembangan organisasi.

Blanchard dan Spencer (1982), Muchinsky (1993) serta Bittel dan

Newsroom (1996) memiliki pemahaman yang sama tentang penilaian kinerja.

Menurut mereka penilaian kinerja adalah proses evaluasi yang dilakukan oleh

organisasi secara sistematis dan formal tentang hasil kerja dari seorang karyawan

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan organisasi.

Blanchard dan Spencer (1982) lebih menekankan pada evaluasi kinerja

karyawan sebelumnya dan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan

selanjutnya, hal ini berhubungan dengan penghargaan ataupun sanksi yang akan

diberikan kepada karyawan tersebut. Contoh: pemberian penghargaan kenaikan

jabatan atau pemberian sanksi penundaan kepangkatan. Lain halnya dengan

(35)

karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Misalnya efektivitas melakukan

perencanaan, menentukan prioritas program kerja dan mengimplementasikannya.

Bittel dan Newsroom (1996) lebih mengarah pada evaluasi formal tentang

seberapa baik seseorang melakukan tugas dan perannya sesuai dengan tujuan

organisasi.

Menurut Barry (1997) dan Amstrong (1998), penilaian kinerja ialah

bentuk tanggungjawab manajemen untuk memastikan karyawan memahami misi

dan tujuan organisasi yang difokuskan pada pengungkapan kelebihan dan

kekurangan karyawan dalam bekerja. Barry (1997) lebih mengarah pada

tanggungjawab manajemen dalam menanamkan kepercayaan diri karyawan untuk

memahami misi dan tujuan organisasi. Amstrong (1998) lebih mengarah pada

pengungkapan kelebihan dan kekurangan karyawan dalam bekerja. Kelebihan

karyawan dapat dikembangkan secara berkelanjutan untuk memperbaiki

kekurangan yang dilakukan selama pelaksanaan tugasnya.

Simamora (1999) dan Hwang-Sun Kang (2003) memahami bahwa,

penilaian kinerja merupakan informasi pihak manajemen kepada karyawan

tentang kualitas hasil pekerjaannya, yang penilaiannya didasarkan pada workload,

efficiency, effectivines dan productivity dalam pelaksanaan tugas organisasi.

Simamora (1999) lebih mengarah pada kepentingan perusahaan, karena karyawan

hanya menerima informasi keberhasilan pelaksanaan tugasnya dan tidak

mengetahui sejauh mana kinerja mereka untuk meningkatkan karir diperusahaan.

Hwang-Sun Kang (2003) lebih memahami pada efektivitas, efisiensi dan

produktivitas karyawan dalam melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan

beban kerjanya. Karyawan secara langsung dapat mengetahui kemampuan yang

telah mereka hasilkan untuk kemajuan organisasi dan pengembangan karir

mereka.

Berdasarkan uraian di atas, maka penilaian kinerja dapat didefinisikan

sebagai metode sistematis berdasarkan peraturan dan standar pekerjaan dengan

kriteria penilaian workload, efficiency, effectivnes dan productivity selama periode

tertentu yang dilakukan oleh organisasi untuk mengetahui prestasi kerja,

kontribusi, potensi dan nilai dari pekerjaan karyawan. Penilaian kinerja sebagai

(36)

pimpinan, manajer atau orang-orang yang diberi wewenang sebagai landasan

pengembangan misi dan tujuan organisasi.

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Organisasi, baik pemerintah maupun swasta menggunakan penilaian

kinerja atau prestasi kerja bagi individu pegawai atau karyawan mempunyai

tujuan dan manfaat sebagai langkah administratif dan pengembangan organisasi.

Ivancevich et al., (1987) mengemukakan bahwa, bagi pihak manajemen

kinerja karyawan sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti: promosi

jabatan, pengembangan karier, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi dan

kebutuhan pelatihan. Cherrington (1995) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian

kinerja antara lain mengidentifikasi kebutuhan latihan (training) untuk

kepentingan karyawan, agar tingkat kemampuan dan keahliannya pada suatu

pekerjaan dapat ditingkatkan dan diintegrasikan pada perencanaan sumberdaya

manusia.

Haidee (1995) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja adalah

memberikan umpan balik pada karyawan secara regular untuk menggali prestasi

kerja dan memperkuat perilaku karyawan yang dapat dipergunakan untuk

memecahkan masalah pada masa yang akan datang berdasarkan prestasi dan

wawasan karyawan tentang tujuan organisasi. Menurut George dan Jones (1996),

manfaat penilaian kinerja adalah untuk penyesuaian kompensasi, keputusan

penempatan dan pengembangan karir dan memberikan kesempatan kerja yang

adil, sehingga karyawan dapat memperbaiki kinerjanya. Hal ini akan berdampak

pada perbaikan perencanaan dan pengembangan organisasi untuk menghadapi

tantangan masa depan.

Menurut Gomez (2001), secara administratif organisasi atau perusahaan

dapat menjadikan tujuan penilaian kinerja sebagai acuan atau standar di dalam

membuat keputusan yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan karyawan,

termasuk untuk promosi pada jenjang karir yang lebih tinggi, pemberhentian dan

penghargaan atau penggajian. Pengembangannya adalah untuk memotivasi dan

meningkatkan keterampilan kerja, termasuk pemberian konseling untuk

(37)

Nawawi (2003) menjelaskan bahwa, tujuan penilaian kinerja adalah untuk

memberikan informasi mengenai kondisi keahlian yang kurang atau tidak dikuasai

karyawan sehingga berpengaruh pada efisiensi, efektivitas dan produktivitasnya

dalam bekerja. Hasil tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis

kebutuhan pelatihan, baik pada tingkat organisasi, tingkat unit kerja maupun

dalam analisis individual.

Ivancevich et al., (1987) dan Cherrington (1995) memandang tujuan dan

manfaat penilaian kinerja merupakan kebutuhan karyawan dalam meningkatkan

kemampuan dan keahliannya pada suatu pekerjaan serta membantu pihak

manajemen dalam mengambil keputusan untuk pengembangan organisasi.

Ivancevich et al., (1987) lebih mengarah pada pihak manajemen dalam membantu

merencanakan pengembangan organisasi. Misalnya pengembangan karir, mutasi,

PHK, penyesuaian kompensasi (gaji) dan kebutuhan pelatihan karyawan.

Cherrington (1995) mengarah pada integrasi pengembangan kemampuan individu

dan perencanaan yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi sumberdaya manusia.

Misalnya kemampuan dan fungsi SDM pada perencanaan program, implementasi

program dan evaluasi program untuk mencapai tujuan organisasi.

Haidee (1995), George dan Jones (1996) menjelaskan bahwa tujuan dan

manfaat penilaian kinerja adalah bentuk umpan balik pada karyawan secara

reguler dalam memaparkan kelebihan dan kekurangan dari kinerja karyawan.

Karyawan dapat mengetahui secara jelas akan kekurangan dan kelebihannya

dalam melaksanakan pekerjaan untuk memecahkan masalah pada masa yang akan

datang sesuai dengan tujuan organisasi. Haidee (1995) lebih mengarah pada

umpan balik secara reguler untuk menggali prestasi kerja dan memperkuat

perilaku karyawan. George dan Jones (1996) lebih memahami pada kemampuan

organisasi merencanakan kebutuhan sumberdaya manusia sesuai kemampuannya.

Misalnya perencanaan penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan dan

memperbaiki desain pekerjaan.

Gomez (2001) dan Nawawi (2003) memahami tujuan dan manfaat

penilaian kinerja adalah untuk memberikan informasi tentang kondisi

keterampilan atau keahlian seorang karyawan, sehingga dapat dijadikan acuan

(38)

perencanaan kebutuhan SDM. Gomez (2001) lebih memahami pada acuan atau

standar dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan

karyawan. Nawawi (2003) lebih mengarah pada informasi tentang kondisi

keahlian dari seorang karyawan dalam melaksanakan tugas secara efektif, efisien

dan produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dan

manfaat penilaian kinerja ialah sebagai acuan atau standar di dalam membuat

keputusan yang berhubungan dengan prestasi kerja dan umpan balik organisasi

pada kemampuan dan keahlian karyawan. Hal ini dapat membantu pihak

manajemen untuk memotivasi dan meningkatkan kualitas kerja karyawan

berdasarkan prestasi dan wawasannya pada tujuan organisasi.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Individu

Menurut Gibson (1996), terdapat tiga faktor yang berpengaruh pada

kinerja individu, yaitu: faktor individu, psikologis dan organisasi. Faktor individu

yang berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: kemampuan, keterampilan, latar

belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi. Faktor

psikologis, yaitu: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan

kerja. Faktor organisasi, yaitu: struktur organisasi, desain pekerjaan,

kepemimpinan dan sistem penghargaan.

Robbins (1996) menjelaskan bahwa, kinerja merupakan fungsi interaksi

antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan

atau opportunity (O), yaitu kinerja Performance (P) = ƒ (A x M x O). Artinya:

kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Faktor

kesempatan adalah tingkat kinerja yang tinggi, sebagian merupakan fungsi dari

tidak adanya rintangan-rintangan yang menghambat karyawan itu. Meskipun

seseorang mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi

penghambat. Berdasarkan hal tersebut, kinerja adalah kesediaan seseorang atau

kelompok untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai

(39)

Atmosoeprapto (2000) menyatakan bahwa, kinerja (performance)

merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan yang dapat menimbulkan efek

sinergik bagi individu. Kemampuan yang tinggi dan didukung oleh motivasi yang

tinggi akan memberikan keragaan produktivitas yang lebih baik yang ditentukan

oleh aspek perilaku individu, yaitu: kognitif, psikomotor dan afektif.

Mangkunegara (2001) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang dapat

berpengaruh pada kinerja individu, yaitu: faktor kemampuan dan motivasi. Faktor

kemampuan, berupa: kemampuan pengetahuan dan keterampilan, sedangkan

faktor motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

Hal serupa dijelaskan pula oleh Mathis dan Jackson (2001) bahwa, faktor-faktor

yang memengaruhi kinerja seseorang yaitu: kemampuan, motivasi, dukungan

yang diterima, pekerjaan dan hubungan dengan organisasi.

Lusthaus et al.,(2002) menyatakan bahwa, kinerja organisasi dipengaruhi

oleh tiga faktor, yaitu: kapasitas organisasi, motivasi organisasi dan lingkungan

organisasi yang saling terkait satu sama lain seperti pada Gambar 1.

Kapasitas organisasi merupakan kemampuan suatu organisasi untuk

menggunakan sumberdaya yang tersedia. Motivasi organisasi menunjukkan

kepribadian dasar organisasi dan lingkungan eksternal merupakan faktor kunci di

dalam menentukan tingkat ketersediaan sumberdaya dan kesenangan yang mana

suatu organisasi dapat menyelesaikan kegiatannya (Teddy Rachmat Muliady,

2009).

Gambar 1. Hubungan kinerja dengan faktor-faktor yang memengaruhinya Lingkungan

Organisasi

Kapasitas Organisasi Motivasi

Organisasi

(40)

Siagian (2002) menjelaskan bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi

kinerja individu melalui rumus P = M x K x T, yakni P adalah Performance atau

kinerja, M adalah Motivasi, K adalah Kemampuan, dan T adalah Tugas yang

tepat. Pandangan ini didasarkan pada rumus: The right man in the right place,

doing the right job at the right time, and getting the right pay. Hal ini dapat

diartikan bahwa penempatan orang yang tepat pada tugas yang tepat, pada waktu

yang tepat dan memperoleh imbalan yang tepat akan berdampak pada peningkatan

kepuasan kerja yang akhirnya akan bermuara pada kesediaan seseorang

meningkatkan produktivitas kerja.

Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) menjelaskan bahwa, imbalan

atau insentif akan berpengaruh pada kinerja seseorang, hal ini berhubungan

dengan motivasi kerja seseorang dalam melaksanakan tugas organisasi. Pihak

manajer dituntut untuk menciptakan suasana organisasi yang dapat memotivasi

karyawan untuk lebih produktif melalui sistem imbalan yang didasarkan pada

struktur organisasi, desain pekerjaan, proses komunikasi di lingkungan kerja dan

kepercayaan antara karyawan dan pihak manajer organisasi.

Menurut Gibson (1996), Robbins (1996) dan Atmosoeprapto (2000),

faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja individu yaitu: faktor individu,

psikologis, organisasi, kemampuan, keterampilan, motivasi dan kesempatan

dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson (1996) lebih

mengarah pada faktor-faktor yang bersifat umum, seperti: faktor individu,

psikologis dan organisasi. Robbins (1996) dan Atmosoeprapto (2000) memandang

lebih kearah faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan yang dapat

mengembangkan potensi diri karyawan dalam meningkatkan produktivitas kerja

untuk mencapai tujuan organisasi.

Mangkunegera (2001), Mathis dan Jackson (2001) serta Lusthaus et al.,

(2002) berpendapat bahwa, faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu

antara lain: motivasi kerja, lingkungan organisasi, kemampuan, hubungan antar

individu dan tingkat pekerjaan. Mangkunegara (2001), Mathis dan Jackson (2001)

lebih menekankan pada faktor kemampuan pengetahuan dan keterampilan,

(41)

yang dilaksanakan. Lusthaus et al.,(2002) lebih mengarah pada lingkungan

organisasi, motivasi organisasi dan kapasitas organisasi.

Siagian (2002), Kopelman dan Timpe (Cokroaminoto, 2007) berpendapat

bahwa, faktor-faktor yang berpengaruh pada kinerja individu didasarkan pada

motivasi, kemampuan, tugas dan imbalan yang diterima individu dalam

melaksanakan tugas organisasi. Siagian (2002) lebih mengarah pada motivasi,

kemampuandan tugas yang tepat pada pekerjaan individu. Kopelman dan Timpe

(Cokroaminoto, 2007) menekankan pada imbalan atau insentif yang diterima oleh

individu selama melaksanakan pekerjaan yang pada akhirnya akan memengaruhi

motivasi kerja individu untuk mencapai tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja

individu dapat dipengaruhi oleh: (1) kemampuan dan keterampilan, (2) imbalan

atau penghargaan, (3) tingkat sosial, (4) pengalaman kerja, (5) sikap dan

kepribadian, (6) pendidikan, (7) motivasi kerja dan (8) lingkungan internal dan

eksternal organisasi. Faktor-faktor tersebut akan berdampak pada keunggulan

kompetitif (competitive advantage)maupun keunggulan komparatif (comparative

advantage) pada kinerja seseorang dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena

itu penilaian kinerja individu harus dilaksanakan secara teratur, akurat dan

berkesinambungan.

Kinerja Penyuluh Pertanian

Penyuluh merupakan mitra sejajar bagi petani yang mempunyai peran

strategis dalam pembangunan pertanian. Dalam menjalankan peran tersebut,

penyuluh mempunyai tugas pokok dan fungsi yang menjadi acuan dalam

melakukan penyuluhan. Secara konvensional peran penyuluh hanya dibatasi pada

kewajibannya menyampaikan dan memengaruhi masyarakat sasaran untuk

mengadopsi inovasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya peran penyuluh

selain menyampaikan inovasi pertanian juga berperan sebagai penghubung antara

pemerintah dengan masyarakat sasaran.

Lippitt et al., (1958) menjelaskan bahwa, peran penyuluh adalah

mengembangkan kebutuhan untuk perubahan berencana, menggerakkan dan

(42)

tokoh masyarakat dalam merencanakan perubahan sesuai tahapan pembangunan

pertanian. Chamala dan Shingi (1997) berpendapat bahwa, pemberdayaan dapat

menjadi tugas pokok dan fungsi penyuluhan dalam menolong warga masyarakat,

antara lain: (1) mampu mengorganisasikan masyarakat desa dan mengelola

kelompok tani, (2) mampu mengembangkan sumberdaya manusia dan memberi

makna baru pada pengembangan kecakapan teknis dan kecakapan manajemen dan

(3) mampu memecahkan masalah dan mendidik petani dengan jalan memadukan

pengetahuan asli mereka dan pengetahuan modern.

Menurut Haryadi et al., (2001), kinerja penyuluh pertanian merupakan

eksistensi penyuluh dalam memahami keterkaitan tugas dan kebutuhan dasar

program penyuluhan pertanian yang ditunjang oleh motivasi kerja untuk mencapai

tujuan lembaga penyuluhan. Bryan dan Glenn (2004) menyatakan bahwa,

penyuluh dalam memenuhi misinya sebagai agen perubahan perlu memperluas

dan mengembangkan program penyuluhan yang relevan dan berkualitas sebagai

upaya memenuhi kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya.

North Carolina Cooperative Extension (2006) menyatakan bahwa, kinerja

penyuluh dapat dilihat dari kemampuannya mendesain program penyuluhan yang

meliputi: (1) memahami komponen-komponen dasar program pendidikan non

formal dan mengembangkan program secara partisipatif berdasarkan kebutuhan

masyarakat, agroekosistem dan potensi sumberdaya lokal, (2) mampu

mempublikasikan teknologi terapan dan mengkomunikasikan informasi terbaru

melaui penyusunan materi penyuluhan yang spesifik lokasi dan (3) mampu

menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat dalam membangun jaringan

usaha yang dinamis dan berkelanjutan. Muhammad Bansir (2008) berdasarkan

penelitiannya menjelaskan bahwa, kinerja penyuluh merupakan hasil kerja yang

dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status kerja, kondisi kerja yang

menyenangkan dan kebijakan organisasi penyuluhan.

Lippitt et al., (1958) dan Chamala dan Shingi (1997) memahami bahwa,

kinerja penyuluh pertanian merupakan peran penyuluh dalam melakukan

perubahan berencana dan memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian

masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan memecahkan masalahnya.

Gambar

Tabel 1. Komponen dan indikator kinerja penyuluh pertanian
Gambar 3. Hirarki kebutuhan Maslow
Gambar 4. Program development using the Logic Model
Gambar 5.  Pengembangan usahatani jagung dengan pendekatan model logika
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti dalam kasus di atas jika dilihat dari maksimal hukuman yang ada dalam undang-undang hukuman yang dijatuhkan pada Abid Hasan sudah cukup memberikan efek

Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa yang mempengaruhi dari bentuk analisis isi berita kriminal pada rubrik kriminal surat kabar Harian Vokal edisi Februari

Desain file merupakan perancangan basis data yang akan menampung data entri sehingga dapat dibaca dari program yang telah dirancang, adapun desain file kamus Bahasa Jepang

Zato bi lahko rekli, da internet služi kot nekakšen pospeševalec pri razmahu terorizma in predvsem teroristov samotarjev, saj posamezniki v internetnem okolju iščejo podporo s

Namun sejalan dengan prinsip green tourism dan pro poor tourism, pengembangan pariwisata harus memberikan keuntungan langsung dan dilarang merugikan masyarakat disekitar

Perusahaan Bisnis Tunggal Tingkat Korporasi / Bisnis Strategi Produksi Operasi / Litbang Strategi Keuangan / Akunting Strategi Pemasaran Strategi Hubungan Karyawan.

Anda boleh meletakkan beberapa bola tenis di dalam pengering yang akan menggerakkan isi dan memastikan pengeringan yang efisien.. Dengan cara ini, kuilt dan bantal anda akan

Prinsip kerja XRF dapat dijelaskan sebagai berikut, Selama proses jika x-ray mempunyai energi yang cukup maka elektron akan terlempar dari kulitnya yang