• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB I"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat dari lembaga formal maupun non formal (Kasan, 2005). Melalui pendidikan akan diperoleh manusia berkualitas secara utuh, yaitu yang bermutu dalam seluruh dimensinya: kepribadian, intelektual, dan kesehatannya (Indarto dan Masrun, 2004). Pendidikan di Indonesia menuangkan hal tersebut ke dalam tujuan pendidikan nasional dimana ingin mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU no. 2 tahun 1989, bab 2 pasal 4). Salah satu wujud pendidikan untuk membentuk manusia yang berkualitas adalah melalui proses belajar.

(2)

menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif. Proses belajar yang dilakukan oleh seseorang akan membantunya mengembangkan diri dengan baik dan mencapai penyesuaian diri yang baik dengan dunia luar (Purwanto, 1990). Dalam suatu proses belajar terdapat sebuah materi yang akan disampaikan, dan apabila telah diterima dengan baik akan menjadi sebuah konsep yang akan diingat (Irwanto, 1983). Menurut Sukmana (2004), konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik. Sementara itu, Hermawan (2008) menyebutkan bahwa materi pelajaran, guru dan siswa merupakan komponen terpenting dalam suatu proses belajar. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa peserta didik dalam hal ini siswa merupakan salah satu bagian terpenting dan menjadi akar dari konsep belajar.

(3)

Kelas reguler berisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata, dan tidak memperoleh pelayanan secara khusus. Pelayanan yang diperoleh sama dengan siswa yang lain, dan tidak ada penambahan rentang waktu belajar, siswa masuk diseleksi berdasarkan standar yang sudah ada, tanpa ada seleksi khusus (Fauziah, 2009). Sedangkan menurut Silalahi (2006), kelas unggulan adalah kelas yang menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

(4)

konseling yang berkualitas, pembinaan kreativitas, dan disiplin, serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya dan yang terakhir pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Pengelompokan beberapa jenis kelas di dunia pendidikan ini, tidak lain adalah untuk membantu siswa agar siswa mampu mengembangkan potensi belajarnya berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya (Munandar, 2004). Misalnya saja pada siswa yang berbakat/ unggul memerlukan pelayanan khusus, yaitu memerlukan pelayanan akademik yang lebih menantang, lebih bervariasi, dan mendalam (Hisyam & Suyata, 2000). Menurut Munandar (1999), jika seorang siswa berbakat/ unggul tidak mendapatkan pelayanan khusus, dapat menyebabkan siswa berbakat/ unggul menjadi berprestasi dibawah kemampuan yang dimilikinya. Ketika seorang siswa sudah mendapatkan pelayanan pembelajaran sesuai dengan potensi dan bakatnya, hal ini diharapkan dapat menghasilkan suatu prestasi belajar yang baik (Hisyam & Suyata 2000). Untuk mencapai sebuah prestasi belajar yang baik, setiap siswa baik siswa kelas reguler maupun kelas unggulan memerlukan suatu proses belajar.

(5)

tertentu (Irwanto, 1997). Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian (Irwanto, 1997). Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar (Irwanto, 1997). Prestasi belajar menurut Sudjana (2001) adalah hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.

(6)

memiliki peringkat 10 terbawah dari siswa satu kelas (Akbar 1998).

Kegagalan yang terus menerus pada diri siswa dapat menyebabkan siswa sering kali merasa menyerah dan merasa bahwa semua yang dilakukan tidak akan membawa perubahan terhadap prestasi belajarnya. Perasaan menyerah dengan cepat yang disebabkan kegagalan yang dialami sebelumnya ini sering disebut dengan istilah learned helplessness (Marhaeni, 2007). Kegagalan tersebut membuat orang yang mengalami learned helplessness selalu berfikir akan selalu gagal, sehingga mereka cepat menyerah dengan tantangan yang datang padanya (Marhaeni, 2007).

(7)

akan menyerah dengan begitu saja setelah kegagalan yang berulang.

Kondisi frustrasi digambarkan dengan kondisi dimana seseorang belajar untuk mempercayai bahwa dia putus asa, mempercayai bahwa dia tidak memiliki kontrol pada situasi yang dihadapi, dan apapun yang dia lakukan adalah sia-sia. Gambaran keadaan tersebut ditemukan tinggi pada mahasiswa dengan hasil belajar rendah, namun rendah pada mahasiswa dengan hasil belajar tinggi (Elliot, 2000). Temuan ini juga sejalan dengan Deiner dan Dweck (dalam Slavin, 2006), yang menyatakan bahwa learned helplessness mempengaruhi aktivitas siswa dalam mempelajari sesuatu khususnya bahasa kedua. Sementara itu menurut Marhaeni (2007) bahwa siswa yang berada pada kondisi learned helplessness yang tinggi tidak akan berusaha melakukan hal-hal dengan lebih baik. Mereka enggan berusaha karena mereka memiliki persepsi bahwa mereka hanya akan berakhir pada kegagalan.

(8)

membuang waktu karena mereka meyakini bahwa mereka akan mengalami kegagalan. Selain itu menurut Cullen (1985) seorang anak yang sering mengalami kegagalan pada masa lalu akan cenderung mengaitkan kegagalan dengan kemampuan rendah. Dengan demikian siswa yang berprestasi akademik rendah menganggap diri mereka tidak mampu berprestasi, mereka menganggap kegagalan yang dialami karena memang mereka tidak mampu, atau tidak memiliki kemampuan lebih untuk memiliki prestasi yang tinggi (Marsh, 1984).

Kondisi di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dweck (1978), seorang siswa yang terbiasa gagal, yang dimaksud disini adalah siswa yang memiliki prestasi akademik rendah yang berada di kelas regular, ketika mengalami kagagalan akan merespon merendahkan kemampuan mereka pada saat mengalami kegagalan, tidak mencoba memecahkan masalah, tetapi menujukkan keraguan diri, dan pada akhirnya kinerja mereka memburuk dan seringkali tidak bisa memecahkan masalah, apalagi jika masalah yang dihadapi terkait dengan kegagalan sebelumnya.

(9)

merespon mengarah pada peningkatan situasi dalam menghadapi kegagalan, suasana hati tetap positif dan mereka tetap percaya dengan kemampuan dan akan berusaha lebih baik, mereka melihat kegagalan sebagai tantangan dan sebagai kesempatan belajar, bukan sebagai dakwaan dari kemampuan mereka. Jika hal ini terus dibiarkan maka learned heplessness akan mengakibat tekanan yang besar bagi siswa yang berakibat pada redahnya harapan akan masa depan yang sukses atau yang baik. Selain itu menurut Borkowski et al (1990), Paris & Winograd (1990), Valas (2001), bahwa learned heplessness dapat menurunkan harga diri dan meningkatkan kecenderungan depresi.

Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan maka dalam penelitian ini penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan kelas unggulan.

B. Rumusan Masalah

(10)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitain ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas unggulan dan kelas regular.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan manfaat yang berarti terhadap perkembangan ilmu psikologi khususnya ilmu psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan terutama yang berkaitan dengan perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas unggulan dan kelas regular.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Dapat dijadikan rujukan untuk mengambil kebijakan yang terkait dengan cara memperlakukan siswa agar siswa kelas unggulan maupun siswa kelas reguler terhindar dari perasaan learned helplessness.

b. Bagi siswa

(11)

mengetahui bagaimana harus bersikap ketika merasa gagal dalam prestasi belajarnya.

c. Bagi Orang Tua

Referensi

Dokumen terkait

Risalah Lelang (Materi Penjelasan, Ketentuan lainnya serta tanya jawab dalam acara penjelasan lelang) merupakan lampiran Berita Acara Penjelasan Lelang. Berita

Upaya-upaya yang dilakukan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah adalah dengan mengembangkan sarana dan prasarana perikanan

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI)

Hasil Evaluasi Aritmatik ini bukan merupakan pengumuman hasil pelelangan umum, namun merupakan salah satu proses evaluasi. Selanjutnya evaluasi penawaran masih dilanjutkan

Indah Mustikawati Universitas Negeri Yogyakarta Sri Pujiningsih Universitas Negeri Malang Sukirno Universitas Negeri Yogyakarta Dwi Palupi Universitas Islam Indonesia Sukanti

2014 PADA SKPD KECAMATAN BOGOREJO. NO KODE DPA

Warnanya sama dengan transkrip nilai akademik dari unviersitas, namun dengan desain yang agak berbeda…”koq pas saya wisuda dulu belum diberi yang kayak gini sih Pak..saya mau dong