• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Learned Helplessness Siswa yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah di Kelas Regular dan Kelas Unggulan T1 802007075 BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

12 A. Learned Helplessness

1. Pengertian Learned Helplessness

Kondisi learned helplessness menurut Abramson et. al (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003) yaitu perasaan kurang mampu mengendalikan lingkungannya yang membimbing pada sikap menyerah atau putus asa dan mengarahkan pada atribusi diri yang kuat bahwa dia tidak memiliki kemampuan. Selanjutnya menurut Peterson, Maier, & Seligman dalam (Cemalcilar et. al, 2003), learned helplessness adalah suatu keadaan ketika pengalaman dengan kejadian yang tidak dapat dikontrol mengarah pada harapan bahwa kejadian – kejadian di masa mendatang akan tidak dapat dikontrol juga.

Menurut Seligman (dalam Miller, 2006), learned

helplessness adalah kecenderungan untuk

mengatribusikan kejadian sebagai:

(2)

b. Secara keseluruhan pervasif: dijelaskan bahwa keyakinan akan kegagalan akan menyebabkan kegagalan di semua aspek kehidupannya tidak terkecuali pada situasi yang spesifik (ketidakberdayaan atau helplessness di generalisasi pada semua situasi). c. Permanen: dijelaskan bahwa sesuatu itu memiliki

jangka waktu dan tidak akan berubah (ketidakberdayaan atau helplessness akan menjadi kronik).

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa learned helplessness adalah kondisi dimana seseorang merasa menyerah dan putus asa terhadap kejadian yang sedang dialaminya yang disebabkan kegagalan yang dialami sebelumnya, ditambah lagi dengan kecenderungan dirinya untuk mengatribusikan kejadian tersebut sebagai sesuatu yang bersifat internal, permanen dan menyeluruh.

2. Proses Terjadinya Learned Helplessness

(3)

gambaran komponen dasar learned helplessness yang dikemukakan oleh Seligman (1975):

Gambar.1. Proses Terjadinya learned helplessness

Individu memiliki informasi yang tidak tentu mengenai hasil dari responnya terhadap suatu peristiwa. Informasi ini merupakan informasi yang berasal dari lingkungan individu (informasi objektif) dimana respon dan hasil dari respon merupakan dua hal yang berdiri sendiri, bukan informasi yang berasal dari individu sendiri (informasi subyektif).

Informasi yang tidak tentu tersebut selanjutnya akan diproses dan ditransformasikan di kognitifnya. Komponen representasi kognitif (sistem kepercayaan) tersebut akan membangun pengharapan yang salah mengenai hasil dari responnya terhadap suatu peristiwa. Individu merasa bahwa respon yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula. Tetapi, pada kenyataannya respon yang baik tidak selalu diiringi oleh

Informasi yang tidak tentu mengenai apa yang akan terjadi

Representasi kognitif (belajar, pengharapan, persepsi dan kepercayaan)

(4)

hasil yang baik pula. Pengharapan yang salah tersebut akan menyebabkan individu tidak memiliki kontrol terhadap suatu peristiwa dimana respon dan hasil merupakan dua hal yang bebas.

Individu yang tidak memiliki kontrol terhadap suatu peristiwa akan mengalami penurunan motivasi, kognitif dan emosional. Ketiga penurunan tersebut akan memunculkan learned helplesseness (ketidakberdayaan yang dipelajari) mengenai bagaimana perilaku individu yang akan datang.

3. Efek Learned Helplessness

Seligman (dalam Muluk, 1995) mengemukakan tiga hal sebagai akibat learned helplessness sebagai berikut :

a. Jika seseorang sering mengalami kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrolnya, hal ini akan berakibat pada penurunan motivasi individu untuk bertingkah laku dengan cara tertentu yang sebenarnya dalam situasi tertentu dapat merubah hasil akhir dari suatu kejadian.

(5)

c. Pengalaman yang berulang-ulang dengan kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrol akan mengarah pada perasaan tidak berdaya.

Individu-individu akan mengatribusikan ketidak berdayaan pada diri mereka sendiri atau pada kejadian-kejadian khusus dan orang-orang dilingkungan sekitarnya.

4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Learned Heplessness

Sebuah studi menemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi tingkat learned helplessness siswa di sekolah adalah tingkat kemarahan ketika pekerjaan dianggap kurang berarti, kurangnya kontrol atas proses kerja dan kurangnya interaksi yang positif di sekolah (Mykletun, dalam Qutaiba, 2011).

Penelitian lain oleh Edelwich et al (dalam Qutaiba, 2011) menyebutkan bahwa ukuran sekolah telah dilihat sebagai salah satu kontributor utama learned helplessness, karena mengarah kepada perasaan kurangnya perhatian dan keterlibatan, yang pada gilirannya dapat membawa siswa pada tingkat learned helplessness.

(6)

kegagalannya disebabkan oleh ketidakmampuannya dan bukan karena bahwa mereka kurang berusaha untuk mencapai yang lebih baik, akan cenderung menimbulkan perasaan helplessness pada diri anak. Sementara itu menurut Qutaiba (2011) bahwa ada banyak variabel yang mempengaruhi learned helplessness diantaranya faktor otonomi, dukungan, self-efficacy dan strategi penanggulangan.

5. Komponen Learned Heplessness

Teori learned helplessness lebih lanjut dirumuskan dengan menggunakan helpless attribution style. Mengacu pada teori learned helplessness dari Martin Seligman, ada tiga komponen yang mempengaruhi atribusi prestasi anak di sekolah (Nolen-Hoeksema et al, 1986) yaitu:

(7)

memiliki nilai ujian yang baik oleh karena gurunya memberikan instruksi dengan baik mencerminkan locus of control eksternal. Dalam dimensi ini diperkirakan bahwa atribusi internal untuk peristiwa-peristiwa yang buruk akan berhubungan dengan hilangnya harga diri berikutnya.

2. Globalitas: peristiwa yang terjadi dapat dikaitkan untuk menjadi sangat spesifik (hanya berlaku untuk satu atau beberapa situasi) atau menjadi global (mempunyai efek yang luas pada kehidupan individu). Jika anak mempersepsikan hasil buruk sebagai lebih global, ia akan mengharapkan peristiwa negatif terjadi lebih sering selama beberapa bidang hidupnya. Menghubungkan peristiwa buruk dengan faktor global akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan beradaptasi, sedangkan menghubungkan peristiwa untuk penyebab yang lebih spesifik akan menyebabkan kemampuan adaptasi yang rendah bisa dikurangi.

(8)

berharap hasil buruk akan terulang lagi di masa depan. Dalam dimensi ini diperkirakan bahwa atribusi stabil menyebabkan berkurangnya adaptasi yang kronis akibat peristiwa buruk yang tidak terkendali.

B. Jenis Kelas

Setiap siswa mempunyai bakat dan minatnya masing-masing, untuk itu maka mereka perlu ditempatkan pada kelas yang tepat. Oleh karena itu dikenal adanya pengelompokan jenis kelas dalam dunia pendidikan. Tujuannya adalah untuk membantu para siswa agar mampu mengembangkan potensi belajarnya berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya (Munandar, 2004). Ada beberapa jenis kelas, diantaranya kelas umum atau lebih dikenal dengan sebutan kelas reguler dan kelas unggulan (Hisyam & Suyata, 2000). Berikut uraian dari kedua jenis kelas tersebut.

1) Kelas Reguler

a. Pengertian Kelas Reguler

(9)

kelas reguler adalah suatu kelas yang memiliki program pendidikan nasional yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat missal yaitu beorientasi pada kualitas/ jumlah untuk dapat melayani sebanyak-banyaknya siswa usia sekolah (Latifah, dalam Hawadi 2004). Sebagai pendidikan nasional, kelas regular dirancang, dilaksanakan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional.

(10)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelas regular adalah kelas yang menyelenggarakan program pendidikan nasional yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat masal dan lebih heterogen dalam hal potensi, bakat dan IQ serta biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah.

b. Tujuan Kelas Reguler

Tujuan pendidikan kelas regular sama dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).

(11)

1) Peningkatan iman dan taqwa 2) Peningkatan akhlak mulia

3) Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik

4) Keragaman potensi daerah dan lingkungan 5) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional 6) Tuntutan dunia kerja

7) Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

8) Agama

9) Dinamika perkembangan global dan

10) Persatuan nasional dan nilai- nilai kebangsaan

c. Karakteristik Kelas Reguler

Mudyahardji (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa karakteristik dalam kelas regular ini meliputi :

1) Rentan Waktu Belajar

Waktu belajar berlangsung selama kurang lebih 7 jam dalam sehari.

2) Lingkungan Pendidikan

(12)

pendidikan secara teknis pendidikan ini berlangsung di kelas/ruangan.

3) Bentuk Kegiatan

Isi pendidikan berlangsung tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum. Kegiatan pendidikan lebih berorientasi pada kegiatan guru sehingga guru mempunyai peranan yang sentral. Kegiatan pendidikan terjadwal, tertentu waktu dan tempat.

4) Bentuk Pengajaran

Dalam kelas regular ini, menggunakan bentuk pengajaran klasikal atau group-oriented instruction yaitu menganggap semua siswa sama-sama memperoleh pengajaran yang sama dan perbedaan yang ada di antara mereka dianggap tidak penting.

5) Tujuan

(13)

terakomodasinya kebutuhan serta minat siswa. Selain itu, pengajaran klasikal menjadi siswa yng relatif mempunyai nalar yang cepat dibanding temannya tidak terlayani secara baik, sehingga potensi yang dimilikinya tidak dapat berkembang secara optimal. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membuat program kelas unggulan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

2) Kelas Unggulan

a. Pengertian Kelas Unggulan

Silalahi (2006) menyatakan bahwa kelas unggulan adalah kelas yang menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan bakat dan kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

(14)

yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu. Selanjutnya menurut Suhartono dan Ngadirun (2009), kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk memberikan pelayanan belajar yang memadai bagi siswa yang benar-benar mempunyai kemampuan yang luar biasa.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelas unggulan adalah kelas yang dirancang untuk sejumlah siswa yang memiliki kemampuan, bakat, kreativitas dan prestasi yang menonjol dibandingkan dengan siswa lainnya kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya tambahan materi pada mata pelajaran tertentu.

b. Dasar Konseptual Kelas Unggulan

Dasar penyelenggaraan kelas unggulan menurut Ward (dalam Hamalik, 2002) pada dasarnya diperuntukkan bagi anak-anak yang berbakat, dengan alasan:

(15)

anak-anak normal agar dia dapat berkembang lebih baik.

2) Keberhasilan pendidikan bagi anak-anak dan pemuda yang berbakat memberikan peluang yang lebih besar kepada mereka untuk memberikan dukungan dan sumbangan terhadap masyarakat. 3) Selama ini sistem pendidikan di sekolah-sekolah

(16)

c. Tujuan Kelas Unggulan

Menurut Silalahi (2006), tujuan penyelenggaraan kelas unggulan diantaranya:

1) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

2) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

3) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik.

4) Mengembangkan potensi yang dimiliki sekolah. 5) Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi

persaingan di dunia pendidikan dengan menciptakan keunggulan kompetitif.

Wilardjo (2011) mengungkapkan tujuan pelaksanaan kelas unggulan adalah ”memberi kesempatan kepada siswa yang memiliki kecerdasan di atas normal untuk mendapat pelayanan khusus, sehingga mempercepat pengembangan bakat dan minat yang dimilikinya”. Sementara itu, menurut Sagala (2003) bahwa tujuan diselenggarakannya kelas khusus bagi siswa yang memiliki kemampuan yang menonjol adalah:

(17)

2) Ada kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. 3) Menimbulkan perasaan bebas dalam belajar

sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan tujuan dari penyelenggaraan kelas unggulan adalah:

1) Dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.

2) Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

3) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik.

4) Mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. 5) Menimbulkan perasaan bebas dalam belajar.

d. Karakteristik Kelas Unggulan

(18)

1) Masukan diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria yang dapat dipertanggung-jawabkan.

2) Sarana dan prasarana menunjang untuk pemenuhan kebutuhan belajar dan penyaluran minat dan bakat siswa.

3) Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata.

4) Memiliki kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang unggul, baik dari segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komiten dalam melaksanakan tugas.

5) Kurikulum yang diperkaya, yakni melakukan pengembangan dan improvisasi kurikulum secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar.

6) Rentang waktu belajar di sekolah yang lebih panjang dibandingkan kelas lain dan tersedianya asrama yang memadai.

7) Proses pembelajaran yang berkualitas dan hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada siswa, lembaga, maupun masyarakat.

(19)

yang berkualitas, pembinaan kreativitas, dan disiplin, sistem asrama, serta kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

9) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan bahasa yang agak berbeda Supriyono (2004), merincikan karakteristik kelas unggulan adalah:

1) Masukan atau raw input adalah peserta didik yang diseleksi secara baik dengan menggunakan kriteria dan prosedur yang dapat dipertanggungjwabakan yang mampu membedakan antara anak yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau memiliki bakat yang istimewa dengan anak yang hanya memiliki kecerdasan normal. Kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar dan hasil psikotest.

2) Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta didik, baik dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler.

(20)

4) Guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi pelajaran, penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam melaksanakan tugas.

5) Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya, dengan tetap berpegang pada kurikulum nasional yang baku, dilakukan pengayaan yang optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi.

6) Jumlah jam waktu belajar di sekolah yang lebih lama dibandingkan kelas lain pada umumnya. 7) Proses belajar mengajar yang bermutu dan

hasilnya selalu dapat dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, lembaga maupun masyarakat.

8) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari.

(21)

1) Unggul Potensi siswa

Unggul potensi siswa maksudnya ialah ”siswa yang tergabung dalam kelas unggulan memiliki kapasitas sangat baik sehingga dengan suntikan sedikit saja mereka langsung termotivasi untuk belajar mandiri, sesuai dengan potensi unggulannya”.

Potensi siswa bisa dilihat dari berbagai dimensi. Perspektif paling poluler dewasa ini adalah faktor kecerdasan. Ada beberapa kategori kecerdasan yang lazim dikemukakan untuk kepentingan pembelajaran:

a) Kecerdasan verbal linguistik (word smart) adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif.

b) Kecerdasan logis matematis (number smart), melibatkan ketrampilan mengolah angka atau kemahiran menggunakan logika atau akal sehat. c) Kecerdasan spasial (picture smart) adalah

kecerdasan gambar dan visualisasi.

(22)

e) Kecerdasan musical (music smart) melibatkan kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi musik, mempunyai kepekaan akan irama atau sekedar menikmati musik. f) Kecerdasan antar pribadi (people smart),

melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.

g) Kecerdasan intrapribadi (self smart) adalah kecerdasan memahami diri sendiri, mengetahui siapa diri sendiri.

h) Kecerdasan naturalis (nature smart) melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita, burung, bunga, pohon, hewan dan fauna serta flora lain.

Proses menentukan siswa kelas unggulan melalui: seleksi administratif, seleksi potensi kecerdasan siswa, deskripsi hasil seleksi potensi, penentuan siswa kelas unggul menyusun standar aktivitas siswa unggulan, orientasi siswa kelas unggul, pelaksanaan kelas unggul.

2) Unggul Kompetensi Guru

(23)

penguatan ketegasan yang mendidik, serta menguasai secara teknis alat-alat pembelajaran seperti, kurikulum, teknologi pendidikan, alat bantu pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan peni-laian hasil pembelajaran. Keunggulan kepribadian guru terletak pada terdapat tidaknya alat pendidikan dalam karakternya. Sifat-sifat guru dengan alat pendidikan ini memantapkan dirinya sebagai pendidik. Alat pendidikan ini sangat mendukung keberhasil-annya mewujudkan kompetensi menguasai alat pembelajaran. Penguasaan pembelajaran tanpa alat pendidikan mengakibatkan pembelajaran tidak efektif membangun karakter positif maupun motivasi belajar siswa”.

3) Unggul Program Pembelajaran

Unggul program pembelajaran maksudnya ialah rancangan pembelajaran efektif mewujudkan hasil belajar prima sesuai dengan tujuan kelas unggulan.

4) Unggul Sarana Prasarana

(24)

dengan perkembangan teknologi informasi. Tersedia ruangan perpustakaan, ruang baca yang memadai, ruang diskusi, ruang multimedia, laboratorium sesuai kebutuhan, serta sarana prasarana lain yang dibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran, seni dan olah raga.

5) Unggul Kemitraan

Unggul kemitraan maksudnya ialah sekolah, masyarakat, komite sekolah, maupun pemerintah memiliki visi dan semangat yang sama untuk membangun pendidikan bermutu di sekolah. 6) Unggul Dukungan Dana

Unggul dukungan dana maksudnya ialah tersedianya dana serta penggunaan yang relevan untuk kepentingan dukungan kegiatan dan tujuan kelas unggulan.

Dari beberapa pendapat tentang karakteristik kelas unggulan di atas, dapat disimpulkan karakteristik kelas unggulan adalah:

1) Siswa di dalam kelas merupakan siswa terpilih hasil seleksi.

2) Kelas memiliki fasilitas yang menunjang untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa.

(25)

4) Kepala sekolah di kelas unggulan merupakan kepala sekolah yang profesional.

5) Guru yang mengajar memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas mengajar.

6) Kurikulum kelas unggulan dikembangkan untuk menunjang belajar siswa.

7) Kelas unggulan memiliki rentang waktu belajar yang lebih panjang.

8) Dalam kelas unggulan, proses pembelajaran memiliki kualitas yang tinggi.

9) Kelas unggulan mendapatkan dukungan dari orang tua siswa.

10) Kelas unggulan ditunjang dengan pendanaan yang memadai.

11) Siswa diberikan perlakuan tambahan di luar jam belajar.

12) Siswa diberikan pembinaan kemampuan kepemimpinan.

(26)

C. Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik Rendah

1. Pengertian Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik Rendah

Winkel (1996) memberikan definisi prestasi belajar yaitu suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Sedangkan menurut Nasution (1996), prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Menurut Gunarso (1993), prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar, usaha belajar tersebut kemudian akan menunjukkan hasil belajar bisa tinggi bisa rendah.

(27)

afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan memiliki prestasi akademik rendah jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tesebut. Sementara itu menurut Akbar (1998), prestasi belajar dikatakan rendah adalah bila seseorang memiliki peringkat 10 terbawah dari siswa satu kelas.

Prestasi belajar dapat diukur melalui tes prestasi belajar. Menurut Anwar (2005), tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Tes pretasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestai belajar dapat berbentuk ulangan harian, tes formatif, tes sumatif ataupun UAN.

(28)

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Siswa Memiliki Prestasi Akademik Rendah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa memiliki prestasi akademik yang rendah. Faktor-faktor itu antara lain (Suharnini dan Purwandari, 1999):

a. Kondisi fisik

Kondisi fisik siswa yang tidak menunjang dalam mencapai prestasi belajar, seperti gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan persepsi, penyakit dan mal-nutrisi.

b. Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan yang tidak menunjang anak belajar, antara lain keadaan keluarga, masyarakat dan keadaan serta pengajaran di sekolah yang tidak memadai. Kurangnya perhatian dan kurangnya waktu belajar, kondisi lingkungan yang kurang sehat juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan siswa mempunyai prestasi belajar yang rendah.

c. Kondisi psikologis

(29)

D. Learned Helplessness Siswa Yang Memiliki Prestasi Akademik Terendah Di Kelas Reguler Dan Kelas Unggulan

Sekolah sebagai lembaga pendidikan (formal) berusaha memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas bagi siswanya. Dengan melakukan pengelompokan beberapa jenis kelas di dunia pendidikan, maka akan membantu siswa dalam mengembangkan potensi belajarnya berdasarkan bakat dan minat yang dimilikinya (Munandar, 2004). Ada beberapa jenis kelas di dunia pendidikan, diantaranya kelas umum atau lebih dikenal dengan sebutan kelas reguler dan kelas unggulan (Hisyam & Suyata, 2000). Dengan pengelompokan kelas ini diharapkan setiap proses pembelajaran dapat berhasil secara optimal, yaitu ditandai dengan hasil belajar yang tinggi (Surakhmad, 2001).

(30)

optimal sesuai dengan tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang tinggi (Supriyono, 2004).

Sebuah kelas unggulan merupakan kelas yang berisi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Siswa yang masuk pada kelas unggulan ini, sebelumnya merupakan siswa yang memang memiliki prestasi belajar atau hasil belajar yang tinggi. Siswa yang memiliki hasil belajar yang tinggi biasanya memiliki efikasi diri yang tinggi. Hal ini disebabkan karena efikasi diri akan berpengaruh pada motivasi akademik, belajar dan prestasi (Pajares dan Schunk, 2002). Selain itu efikasi diri berpengaruh pada cara bagaimana orang berpikir, merasakan, memotivasi diri mereka, dan bagaimana bertindak (Bandura, 1994). Mereka dengan efikasi diri yang tinggi akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi saat memperoleh keberhasilan dalam belajar. Mereka percaya bahwa hal itu disebabkan oleh kerasnya usaha dan kegigihan. Oleh karena itu, mereka akan memandang tugas yang sulit bukanlah ancaman melainkan sebuah tantangan dan mereka merasa mampu untuk melakukan tugas tersebut.

(31)

mereka bisa saja berada pada prestasi akademik terendah di dalam kelas, atau berada pada peringkat 10 terendah. Siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas unggulan ketika mengalami sebuah kegagalan, ia akan merespon kegagalan tersebut sebagai motivasi untuk lebih giat dalam belajar, tetap berpikir positif dan menghadapi kegagalan sebagai sebuah tantangan dan sebagai kesempatan (Sunawan, 2005). Hal ini dikarenakan ia memiliki efikasi diri yang tinggi. Dengan adanya efikasi diri yang tinggi tersebut selanjutnya akan mengarahkan siswa tersebut untuk mengatribusi keberhasilan atau kegagalan mereka dalam belajar, pada kurangnya usaha dan rendahnya kemampuan. Seorang siswa dengan efikasi diri yang tinggi cenderung untuk percaya akan kemampuan yang ia miliki dan itu tercermin melalui performa mereka dalam proses belajar (Sunawan, 2005).

(32)

akan mendatangkan kesuksesan di kemudian hari, kondisi seperti ini berpengaruh pada prestasi belajar selanjutnya.

Hal berbeda dapat saja diperlihatkan pada kelas reguler yang berisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata, dan tidak memperoleh pelayanan secara khusus. Pelayanan yang diperoleh sama dengan siswa yang lain, dan tidak ada penambahan rentang waktu belajar, siswa masuk diseleksi berdasarkan standar yang sudah ada, tanpa ada seleksi khusus (Fauziah, 2009). Dalam kelas reguler ini kegiatan pendidikan sudah terjadwal ,tertentu waktu dan tempat, bentuk pengajaran yang digunakan adalah klasikal atau group-oriented instruction yaitu menganggap semua siswa sama-sama memperoleh pengajaran yang sama dan perbedaan yang ada diantara mereka dianggap tidak penting (Mudyahardji 2002).

(33)

berada pada peringkat 10 terendah. Siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler ketika mengalami sebuah kegagalan, ia akan merespon kegagalan tersebut dengan kurang atau tidak termotivasi untuk lebih giat dalam belajar (Sunawan, 2005). Hal ini dikarenakan ia memiliki efikasi diri yang rendah. Ia akan memiliki tingkat frustrasi dan frekwensi menyerah lebih tinggi (Marhaeni, 2008). Ini menunjukkkan bahwa siswa tersebut memiliki tingkat learned helplessness yang tinggi. Hal ini didukung dengan pendapat Elliot (2000) yang menyatakan bahwa learned helplessness menempatkan individu pada kondisi frustrasi dan mereka akan menyerah dengan begitu saja setelah kegagalan yang berulang.

(34)

menyerah dan merasa bahwa apa yang dilakukan tidak akan membawa perubahan yang lebih baik. Perasaan menyerah dengan cepat yang disebabkan kegagalan yang dialami sebelumnya ini sering disebut dengan istilah learned helplessness (Marhaeni, 2007). Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara singkat dapat disimpulkan bahwa siswa yang berprestasi akademik terendah di kelas unggulan mempunyai kecenderungan learned heplessness yang lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang berprestasi akademik terendah di kelas reguler.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan kajian teori yang telah dijabarkan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis empirik penelitian sebagai berikut: ”Terdapat perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan kelas unggulan.” Adapun hipotesa statistiknya adalah sebagai berikut:

Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan learned helplessness siswa yang memiliki prestasi akademik terendah di kelas reguler dan kelas unggulan.

Referensi

Dokumen terkait

Observasi dilakukan oleh guru kelas V, dari hasil observasi yang dilakukan guru kelas V diperoleh masukan dalam proses pembelajaran, yaitu peserta didik masih bingung dengan

4) Mampu mengarahkan peserta didik kepada hal-hal yang positif dan menghindari hal-hal yang sifatnya destruktif yang akan merusak moral dan kepribadian peserta didik

Banyaknya peserta didik yang memiliki gaya belajar visual ini menunjukkan bahwa peserta didik kelas XI program IPS SMA Kristen 1 Salatiga memiliki ciri dan perilaku yang

Dalam penelitian ini kesulitan yang sering dialami peserta didik pada materi bentuk pangkat dan akar yaitu peserta didik masih mengalami kesalahan pemahaman konsep

Berdasarkan penelitian Arief pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pendengaran hanya 11 %, peserta didik dipandang tuntas belajar jika ia mampu menguasai minimal 65% dari

Peneliti bertanya jawab kepada para peserta masing-masing, memperoleh masukan agar pada tahapan kegiatan yang akan dijalani dapat berlangsung dengan lancar.. Peserta

Kognitif : Peserta didik dapat mengerti tentang Kelenturan yang Bersifat Spontan dari aspek berpikir divergen.. Afektif : Peserta didik dapat menghasilkan aneka jenis

peserta didik dalam proses belajarnya yang berhubungan dengan kehidupan nyata.. dan memberikan kebebasan pada peserta didik dalam aktivitas