KAJIAN PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN
ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUATAN BUAH
PISANG AMBON DENGAN METODE
PENTAHAPANSUHU
OLEH
:
ABSTRAK
KASMA ISWARI. Kajian Penyimpanan dan Penggunaan Etilen untuk Pematangan Buatan Buah Pisang Ambon dengan Metode Pentahapan Suhu. Dibimbing oleh Dr.
Ir Sutrisno, M.Agr dan Dr. Ir. Suroso, M. Agr.
Suhu penyimpanan dan pemeraman m e m p e n g h mutu buah pisang Ambon. Penggunaan bahan untuk inisiasi pematangan (trigger) diperlukan agar kematangan buah seragam d m tidak terjadi kegagalan dalam pematangan buah. Dalam penelitian ini dipelajari laju respirasi dan analisis mutu buah pada tiga kondisi suhu penyimpanan, yaitu 10°C, 15°C dan suhu ruang dan dua konsentrasi etilen untuk
pemeraman yaitu 100 dan 200 ppm. Disamping itu juga Qpelajari metode
pentahapan suhu selama pemeraman serta mengembangkan model simulasi pendugaaan laju respirasi selama penyimpanan dan pemeraman dengan pendekatan
Arrhenius dan Sinus. Validasi model diukur dengan tingkat kesalahan model (Root
Mean Square Error atau RMSE) dan nilai korelasi (r) antara data pengamatan
dengan data prediksi. Dilakukan analisis sidik ragam antar perlakuan dan uji lanjut
dengan Beda Nyata Jujur ( BNJ) pada taraf nyata 5%, selain itu data juga disajikan
dalam bentuk kurva.
Penyimpanan buah pisang pada suhu 15°C sebelum pemeraman merupakan
kondisi terbaik bila dibandingkan dengan penyimpanan buah pada suhu 10 "C dan
suhu ruang. Konsentrasi etilen tidak memberikan pengaruh yang nyata baik terhadap
fisik maupun kimia buah. Pemeraman dengan metode pentahapan suhu dan
menggunakan 100 ppm etilen setelah mengalami periode penyimpanan pada suhu 15°C memberikan mutu buah (kekerasan, kecerahan warna, derajat kuning dan total padatan terlarut) lebih baik dibandingkan tanpa pentahapan suhu.
Laju respirasi selama penyimpanan buah mendekati garis rata dengan
persamaan y = c, Qmana c = 6.61 ml COz/kg/jam. Penyimpanan 2 hari sebelum
pemeraman puncak klimakterik tercapai setelah 48 jam, 4 hari=45 jam; 6 hari
penyimpanan = 42 jam; 8 hari = 39 jam dan 10 hari = 33 jam. Model simulasi
pendugaan waktu untuk mencapai klimakterik respirasi menghasilkan persarnaan y =
53.67 e - 0.0446 t , sedangkan untuk pendugaan pola laju respirasi diperoleh persamaan
LA
241
Dengan menggunakan model ini diduga toleransi penyimpanan buah pisang sampai 30 hari, setelah itu produsen Qharuskan melakukan pematangan buah agar sampai di tangan konsumen buah masih layak dikonsumsi dalam arti mutunya masih dalam keadaan prima. Model yang dibangun cukup valid dengan tingkat kesalahan
(RMSE) berkisar antara 5.21-6.29 ml C02/kg/jam dan korelasi (r) antara data
pengamatan dengan data prediksi berdasarkan lama penyimpanan berkisar antara 0.78-0.86.
y = Rs
+
(Rk-
Rs)SIN (X-t) *I80SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul :
KAJIAN PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUATAN BUAH PISANG AMBON DENGAN METODE
PENTAEAPAN SUHU
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan
dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 2 Oktober 2002
as ha
IswariKAJIAN PENYIMPANAN DAN PENGGUNAAN
ETILEN UNTUK PEMATANGAN BUATAN BUAH
PISANG AMBON DENGAN METODE
PENTAHAPAN SUHU
KASMA ISWARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANlAN BOGOR
Judul Tesis : Kajian Penyimpanan dan Penggunaan Etilen untuk Pematangan Buatan Buah Pisang Ambon dengan Metode Pentahapan Suhu
Nama Mahasiswa : Kasma Iswari
NRP : P24500010
Program Studi : Teknologi Pascapanen (TPP)
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Sutrisno, M.Ag. Ketua
Dr. Ir. Suroso, M.Aw AWPta
Mengetahui,
Penulis dilahirkan di Taluk Kabupaten Pesisir Selatan (Sumatera Barat) pada tanggal 23 Agustus 1956 sebagai anak ke tiga dari pasangan M. Kasim dan Raminis Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Mahaputra Muhammad Yamin Jurusan Budidaya Pertanian di Solok Sumatera Barat. Lulus pada tahun 1993. Pada tahun 2000, penulis diterima di Program Studi Teknologi Pasca panen pada Program Pascasqana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang Qpilih dalarn penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2002 ini ialah suhu penyimpanan dan penjadwalan pematangan buah pisang menggunakan model simulasi, dengan judul Kajian Penyimpanan dun Penggunaan Etilen Untuk Pematangan Buatan Buah Pzsang
Ambon Dengan Metode Pentahapan Suhu.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr dan Bapak Dr.Ir. Suroso, M.Agr selaku pembimbing yang telah memberikan saran, masukkan dan pengarahan dari sejak awal hingga selesai penulisan tesis ini, serta kepada Bapak Dr.Ir. Rohani Hasbullah, MSi sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan masukkan demi sempurnanya penulisan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, suamiku (Syahlil) d m anak-anakku (Firmansyah, Alva MarQansyah dan Gema Febriansyah) serta seluruh keluarga dan rekan-rekan, atas segala doa dan dorongannya.
Semoga tesis ini bermanfaat.
DAFTAR
IS1Halaman ...
PRAKATA
DAFTAR IS1 ...
... DAFTAR TABEL
... DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN ...
PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ...
TINJAUAN PUSTAKA ... Botani Tanaman Pisang ... Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang ...
Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematmgan ...
Laju Respirasi ... Penyimpanan ...
... Pematangan Buatan
Model Matematika Respirasi Buah dan Sayum ...
BAHAN DAN METODE ... Tempat dan Waktu ...
... Metode Penelitian ... Penelitian Lapangan ... Penelitian Laboratorium ... Pendekatan Model Pendugaan Pola Laju Respirasi
I-IASIL DAN PEMBAHASAN ... Penelitian Lapangan ...
Status Pascapanen Pisang di Tingkat Pedagang ... ... Laju Respirasi
Penelitian Laboratorium ... Penympanan ...
... Pematangan Buatan
...
Metode Pemaaman
Klimaktenk Respirasi Selama Penyimpanan dan Pemeraman
.
.... Pengembangan Model Simulasi Pendugaan Laju Respirasi
DAFTAR TABEL
Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g
daging buah segar) ...
Indeks kematangan buah pisang ...
Suhu Pemeraman Pisang Menurut Catalytic Generators (2002) ... ., ...
Status pascapauen pisang pada tiga pausahaan pemeraman ... di Bogor
Organoleptik dan anahsis beberapa parameter mutu buah
pisang Ambon hasil pemeraman pada tiga perusahaan (A,
B dan C) ...
Mutu buah pisang dari pengemposan, pentahapan suhu dan
pisang impor. ...
... Warna (nilai Lab ) buah pisang setelah penyimpanan Pengaruh interaksi suhu penyimpanan dengan konsentrasi
...
etilen terhadap kekerasan buah setelah pemeraman
Pengaruh suhu penyimpanan dan konsentrasi etilen
terhadap warna buah setelah pemeraman dengan pentahapan suhu ...
Uji organoleptik (penampakan dan warna, rasa, aroma dan tekstur) buah pisang Ambon setelah pemeraman ...
Pengaruh metode pemeraman dan konsentrasi etilen
terhadap kekerasan, TPT dan warna buah pisang Ambon ...
Pengaruh metode pemeraman terhadap Indek Kematangan ... (IK) buah pisang Ambon
Hubungan Lama penyimpanan buah pisang Ambon dengan lama waktu untuk pencapaian klimakterik ...
Simulasi pendugaan waktu pencapaian puncak klimaktaik
buah pisang Ambon berdasarkan lama penyimpanan ...
DAFTAR GAMBAR
1 Indek Kematangan buah pisang menurut Catalytic Generators 11
(2002)
. .
. . ..
.
.
. . ..
. . .. . . .
. . ..
. . ..
. . .. .
. . .. . .
..
. . . .. . . .
. . .. .
.
. . . ,.
. . .2 Pengaruh etilen terhadap respirasi buah k h a k t a i k dan non- 2 1
klimakterrk.
.
. . .. . . .
. . . .. . .
. . .. .
..
. . . ..
. . .. .
. . .. . .
. . .. .
. . ..
. . .3 Diagram alir pelaksanaan penyimpanan dan pemeraman 28
pisang Ambon di Laboratorium ...
4 Diagram alir pascapanen pisang pada tiga perusahaan 40
pemeraman . . .
.
. . ..
.. .
. . .. . .
. . . ..
. . ..
. . .. . .
. . . ..
..
. . .. . .
. . .. .
. . .. .
. .5 Perubahan konsentrasi C02 dan 0 2 selama pemeraman 45
buah pisang Ambon di pengemposan Ciawi ... .
6 Laju respirasi buah pisang Ambon selama pemeraman 45
di pengemposan Ciawi
.
... ... ... ... ., ... ...7 Perubahan suhu selama proses pemeraman buah pisang 46
Ambon dipengemposan Ciawi ... ... ...
8 Perubahan konsentrasi etilen selama pemeraman buah pisang 47
Ambon di pengemposan Ciawi ...
9 Perubahan kekerasan buah pisang setelah pemeraman ....
.. .
... 4810 Perubahan total padatan terlarut setelah pemeraman . .
..
. .. .. . .. . . 4911 Perbandingan mutu buah pisang setelah pemeraman asal 51
pengemposan, pentahapan suhu dan pisang impor ...
12 Konsentrasi C02 dan 0 2 selama penyimpanan buah pisang 53
Ambon pada suhu 10°C.
..
.... . . .
. . .. . .
. .. . . .
. . . .. . .
. .. . .
. .. . .
. . . .. . .
13 Konsentrasi C02 dan O2 selama penyimpanan buah pisang 55
Ambon pada suhu 15OC. . .... ... .... ...
.
.... .... ... ... . .+...14 Konsentrasi CO2 dan 0 2 selama penyimpanan buah pisang 55
Ambon pada suhu ruang (OC). ... ...
.
... ... ... ... ....15 Laju respirasi buah pisang ambon selama penyimpanan pada 56
Perubahan kekerasan buah pisang Ambon selama ... penyimpanan pada tiga kondisi suhu
Perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan pada .
.
tiga kondisl suhu ...
Perubahan susut bobot buah pisang Ambon selama penyimpanan ...
Pengaruh suhu penyimpanan dan konsentrasi etilen untuk ... pemeraman buah pisang Ambon
Puncak klimakterik respirasi pisang Ambon selama dua hari ... penyimpanan, dilanjutkan dengan pemeraman.
Puncak klmakterik respirasi pisang Ambon selama empat hari
penyimpanan, dilanjutkan dengan pemeraman ...
Puncak klimakterik respirasi pisang Ambon selama enam ban
penyimpanan, kemudian dilakukan pemeraman.. ...
Puncak klimakterik respirasi pisang Ambon selama delapan hari penyimpanan, kemudian diperam ...
Puncak klimakterik respirasi buah pisang Ambon selama 10 ... hari penyimpanan, kemudian diperam
Hubungan lama penyimpanan dengan lama . . waktu
klimakterik respnasl.. ...
Simulai pendugaan waktu klimakterik buah pisang Ambon
...
berdasarkan lama penyimpanan..
Pendekatan laju respirasi dengan model Sin ...
Laju respirasi berdasarkan lama penyimpanan ...
Pendugaan bentuk pola laju respirasi selama periode penyirnpanan dan pemeraman ...
DAFTAR LAMPIRAN
Konsentrasi C02, O2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama pemeraman 24 jam di pengemposan pisang Ciawi ...
Perubahan suhu selama 24 jam pemeraman buah pisang di
... pengemposan pisang Ciawi
Konsentrasi etilen buah pisang Ambon selama pemeraman ...
24 jam di pengemposan pisang Ciawi
Kekerasan buah pisang Ambon sebelum dan setelah
pemeraman di pengemposan pisang Ciawi ...
Total padatan talarut buah pisang ambon setelah
...
pemeraman di pengemposan pisang Ciawi
Konsentrasi C02 dan 0 2 buah pisang Ambon pada tiga
...
kondisi suhu penyimpanan di Laboratorium (%)
Laju respirasi buah pisang Ambon pada tiga kondisi
... suhu penyimpanan
Kekerasan buah pisang ambon selama penyimpanan pada ... tiga kondisi suhu & Laboratorium
Analisis sid~k ragam warna ( Nilai L*) buah pisang Ambon
setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu ...
Andisis sidik ragam warna ( Nilai a*) buah pisang ambon ... setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu
Analisis sidik ragam warna ( Nilai b*) buah pisang ambon ... setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu
Total padatan terlarut pisang Ambon selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu di Laboratorium ("brix) ... Susut bobot pisang ambon selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu di Laboratorium (%) ...
Analisis sidrk ragam kekerasan buah pisang Ambon setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu dan setelah dilakukan
...
Analisis sidik ragam warna (nilai L*) buah pisang Ambon setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu dan setelah ... dilakukanpemeraman di Laboratorium
Analisis sidik ragam warna (nilai a*) buah pisang Ambon setelah penyimpanan pada tiga konhsi suhu dan setelah ... dilakukan pemeraman di Laboratorium
Analisis sidik ragam warna (nilai b*) buah pisang Ambon setelah penyimpanan pada tiga kondisi suhu dan setelah dilakukan pemeraman di Laboratorium ...
Analisis sidik ragam kekerasan buah pisang Ambon setelah ... pemeraman dengan tahapan suhu di Laboratorium
Konsentrasi C02, 0 2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama dua hari (48 jam) penyimpanan dan pemeraman ...
Konsentrasi C02, 0 2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama empat hari (96 jam) penyimpanan dan kemudian
dipemeram ...
Konsentrasi C02, 0 2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama enam hari (144 jam) penyimpanan dan kemudian
... dipemeram
Konsentrasi C02, O2 dan laju respirasi buah pisang Ambon
selama delapan hari (1 92 jam) penyimpanan dan kemudian dipemeram ...
Konsentrasi C02, O2 dan laju respirasi buah pisang ambon selama sepuluh hari (240 jam) penyimpanan dan kemudian ... dipemeram
Pengukwan laju respirasi buah pisang di pengemposan Ciawi ...
Gas Analiyzer Shunadzu untuk pengukuran laju respirasi ... Pengukwan laju respirasi buah pisang di lemari pendingin . .
Pengukuran laju respirasi buah pisang pada suhu ruang ...
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produksi pisang dari tahun ketahun semalun meningkat. Tahun 1997 produksi 3 057 081 ton, tahun 1998 meningkat menjadi 3 176 749 ton, sedangkan tahun 2000 mencapai 3 746 962 ton (BPS 1998 2000). Angka ini menunjukkan bahwa pisang dapat djadikan sebagai komoditi andalan Indonesia dalam meningkatkan pendapatan negara.
Namun ha1 yang terjah tidaklah demiluan, sampai saat ini kenyataannya pisang masih belurn menjadi komoditi andalan Indonesia, yang dibuktikan dengan ekspor pisang semakin menurun, tahun 1999 volume ekspor pisang segar termasuk pisang olahan (plantain) mencapai 76 086. 832 ton dengan nilai ekspor US$ 11 102 482 (BPS 1999), sedangkan tahun 2000 ekspor pisang menurun menjadi 2 105. 654 ton dengan nilai ekspor US$ 412 805 (BPS 2000), berarti Indonesia kehlangan sebesar US$ 10 689 677 dalam satu tahun belakangan ini.
Rendahnya mutu disebabkan oleh penanganan pasca panen buah pisang belum dilakukan secara baik dan benar oleh petani, pedagang ataupun eksportir. Berdasarkan hasil survai dan penelitian lapangan di Bogor, usaha pemeraman sudah dilakukan pedagang pengurnpul dalam skala besar, dimana usaha ini secara bisnis cukup mendatangkan keuntungan. Narnun demikian hingga saat ini belurn dilakukan teknik-teknik penanganan pascapanen yang benar dalam ha1 pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan, sehingga mutu yang dihasilkan sangatlah rendah apabila dibandingkan dengan mutu pisang impor. Oleh sebab itu pisang hasil pemeraman dari Bogor ini pada urnurnnya hanya dapat dijual di pasar tradsional dan tidak dapat masuk ke pasar-pasar institusi misalnya, swalayan, super market, apalagi pasar ekspor.
Sejak panen sampai ke tempat pemasaran atau negara tujuan ekspor, pisang memerlukan manajemen pengontrolan suhu, kelembaban
dm
pemberian etilensecara ketat dan optimum sehingga pada saat sampai di tempat pemasaran atau negara tujuan, pisang menjadi matang seragam dengan warna yang cerah, dan rasa tetap enak. Kriteria ini akan dapat terpenuhi dengan sempurna apabila produsen mampu memprediksi batas toleransi penyimpanan, kapan saat pemberian etilen yang tepat agar buah masih berada pada kondisi yang prima. Untuk itu diperlukan suatu model matematika yang merupakan model simulasi pendugaan laju respirasi dan saat tercapainya Mimakterik respirasi, sehingga dengan model itu nantinya produsen dapat menduga toleransi penyimpanan dan saat yang tepat melakukan pemeraman.
Pisang merupakan buah yang memiliki respon yang besar terhadap suhu. Suhu rendah menyebabkan chilling injury, sedangkan suhu tinggi menyebabkan buah cepat
matang tetapi tidak seragam dan cepat rusak. Dalam ha1 ini Kader (2002)
merekomendasikan suhu selama penyimpanan dan transportasi adalah 13-14 "C,
dengan RH 90-95%. Sedangkan suhu optimum selama pematangan 18-25"C, RH 90-
95%, dengan konsentrasi etilen 100-200 ppm (Reid 1992). Selanjutnya Reid (1 992)
menyatakan suhu pemeraman diatas 25°C menyebabkan tumbuhnya bakteri, serta
dapat meningkatkan laju pembusukan buah, sedangkan diatas 30 "C proses
pematangan terhambat. Suhu pemeraman yang terlalu rendah dapat menyebabkan
daging buah rusak pada saat matang (Syabari 1989).
Pemeraman buatan (urtlficrl ripenrq) pada pisang Ambon, merupakan ha1 yang
sangat penting dalam proses pematangannya, karena tanpa pemeraman akan terjadi
pematangan yang tidak seragam dan bahkan sering terjadi kegagalan pematangan
yang ditandai dengan kakunya daging buah, rasa yang masih sepat, walaupun
kulitnya sudah berwarna kuning (kuning kusam yang tidak merata).
Sistem yang telah berkembang pesat di negara-negara maju, umumnya
merupakan kombinasi antara sistem penyimpanan dingin dengan sistem pemeraman
dengan pentahapan suhu dan pemberian gas etilen sebagai pemicu (trigger) untuk
mengatur pematangan. Penelitian dan pengembangan secara komersial telah berhasil
diterapkan di luar negeri untuk beberapa buah-buahan, terutama buah pisang,
mangga, ape1 dan pear. Sedangkan sampai saat ini pengembangannya di Indonesia
terutama untuk buah-buahan tropika seperti pisang dan sejenisnya masih sangat
sedikit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh minimnya data penunjang dalam
Berdasarkan ha1 tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi optimum selama penyimpanan dan pentahapan suhu selama pemeraman, kelembaban dalam ruang simpan, konsentrasi etilen sebagai pemicu dalam pematangan dan mengembangkan model simulasi pendugaan laju respirasi, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan sebagai data penunjang dalam permcangan sistem penyimpanan dan pematangan secara komersial dalam rangka meningkatkan mutu pisang Indonesia.
B. Hipotesis
Suhu penyimpanan, konsentrasi etilen dalam proses pematangan buatan, pentahapan suhu selama pemeraman akan berpengaruh terhadap kualitas buah baik fisik maupun secara kimia.
C. Tujuan
Penelitian secara umurn bertujuan untuk perbaikan mutu buah pisang Arnbon sesuai kriteria mutu ekspor. Sedangkan tujuan yang lebih khusus adalah untuk mengetahui status pasca panen pisang ditingkat pedagang/pengusaha, menentukan laju respirasi, suhu optimum penyimpanan sebelurn pemeraman, konsentrasi dilen optimum untuk pemeraman, mengetahui pengaruh pentahapan suhu, dan mengembangkan model simulasi pendugaan laju respirasi.
D. Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
1. Botani Tanaman Pisang
Pisang termasuk tanaman yang mudah beradaptasi dengan lingkungan yang beragam. Di Indonesia tanaman ini dapat tumbuh dari dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 2000 m dari permukaan laut (Munajim 1988 dan Rukmana 1999), namun untuk turnbuh dengan baik diperlukan lingkungan turnbuh yang sesuai. Pisang tumbuh baik di daerah tropis yang beriklim basah dengan curah hujan 1400- 2500 rnrn per tahun yang merata sepanjang tahun. Tanah liat yang mengandung kapur dan tanah aluvial dengan pH antara 4.5 - 7.5, serta suhu sekitar 27 OC sangat baik dan merupakan kondisi optimum untuk tanaman pisang (Subakti dan Supriyanto
1996).
Sejak mulai ditanam sampai berbuah dan dipetik, tanaman pisang memerlukan waktu kira-kira satu tahun. Setelah pohon induk berbuah dan dipetik, anak pohon pisang mulai berbunga. Tiga atau empat bulan kemudian pemetikan buah pisang yang kedua dapat dilakukan. Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 5-10 kg buah, dimana dalarn satu pohon hanya dapat menghasilkan satu tandan (Rukmana 1999).
sebab itu saat ini untuk skala ekspor produsen dituntut untuk memanen pisang dengan
umur panen optimum yaitu berkisar 100-115 hari setelah bunga mekar, dengan memodifikasi ruang simpan dan teknik pemeraman sehingga pematangan dapat
ditunda darn matang pada saat yang diinginkan.
Tanaman pisang diklasifikasikan ke &lam famili Musuceae, srdo Scitaminue.
Famili Musaceae mempunyai dua genera, yaitu Musa dan Ensete. Semua kultivar
yang dapat dimakan dikelompokkan ke dalam genus Musa, sedangkan yang
dimainfaatkan sebagai bahan penghasil serat, tepung, dan sebagai saywan yang
dimasak dikelompokkan ke d a l m Ensete (Palmer 1971).
Menurut Samson (1992) pisang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelas besar
berdasarkan golongan yang dapat dimakan yaitu: (1) pisang yang dapat dimakan
langsung (banana) terdiri dari dua jenis yaitu Musa paradtstaca var. sapientum (L)
kuntze (Ad sapientum var. purudisiuca Baker) clan h h u nana Lour (Adchinensis
sweet, M. cavendish Lamb), dan ( 2 ) yang urnumnya dimakan setelah dimasak terlebih
dahulu atau disebut pisang kue (plantain), yaitu Musa paradisiaca var. normalis.
Samson (1992) dan Edison et (11. (1996) mengatakan bahwa pisang yang enak
dimakan yang ada sekarang ini adalah hasil turunan h i d m spesies liar, hlusa
acumrnata yang mempunyai genom A dengan Musa balbisiana yang mempunyai
genom B. Persilangan alami satu dengan laimya menghasilkan beragarn jenis, yaitu
AAB, ABB, AAAB, AABB, dan ABBB. Berdasarkan susmm genom tersebut
pisang dibagi dalam 7 kelompsk , yaitu diploid AA, triplsid AAA, tetraplsid AAAA,
Pisang Ambon (Gros Michel) terrnasuk pisang meja (desert banana)
digolongkan ke dalam genom triploid AAA yang merupakan persilangan dari M.
acum~nata dengan Macuminata. Tinggi pohon 2.5 m - 3.0 m dengan lingkar batang
0.4m - 0.6 m, berwarna hijau dengan bercak kehitaman. Panjang daun mencapai 2.1
m
-
3 m, lebar 40 cm- 60 cm, berwarna hijau. Panjang tandan buah 40-50 cm,merunduk dan berbulu halus. Jantung berbentuk bulat telur, ujung kelopak jantung
lancip, kelopak berwarna ungu sebelah luar dan merah jambu sebelah dalam. Sisir
buah berjumlah 7-10 sisir dan tiap sisir berjumlah 10-16 buah. Buah berbentuk
silinder, sedikit melengkung, panjang dan tidak berbiji. Kulit buah agak tebel(2.4-3.0
mm) dan warna daging buah putih atau putih kekuning-kuningan, rasanya manis dan
beraroma. Berbunga pada urnur 1 1
-
12 bulan, dan buah masak 4-5 bulan setelahberbunga (Rukmana 1999).
2. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pisang
Komponen utama penyusun buah pisang adalah air yang mencapai 75% pada
buah yang telah matang. Karbohidrat merupakan komponen penyusun kedua setelah
air, kandungannya sekitar 20-25% ( Simmonds 1966). Gula penyusun pada setiap
tingkat pematangan secara garis besarnya terdapat dalarn rasio glukosa: fruktosa :
sukrosa adalah 20: 15: 65. Satu-satunya jenis gula lain yang ditemukan dalam jurnlah
sedikit adalah maltosa dalam kultivar Gros Michel dan trisakarida, fizlktosil sukrosa
dalam kultivar Cavendish (Forsyth 1980).
Jenis karbohidrat lain dalarn buah pisang adalah serat kasar dan pektin. Serat
pisang mengmdung 0.5 % lignin, 0.21 % selulosa d m 0.12% hemiselulosa, pektin 0.5-0.7% (Loescke 1950).
Senyawa lain yang terdapat dalarn pisang adalah tanin yang menyebabkan rasa
sepat pada buah pisang mentah (Loescke 1950). Selama proses pematangan buah
pisang, kandungan tanin mulai menurun pada saat timbulnya warm kulit pisang dari
hijau menjadi kuning selama pematangan. Menurunnya kandungan tanin ini dapat
diketahui dari berkurangnya rasa sepat pada pisang mentah (Simmond 1966).
Pisang matang kaya akan vitamin dan mineral antara lain vitamin beta- karotin,
vitamin B2, viramin B6, niasin clan vitamin C. Sedangkan mineral utama yang
terdapat dalam pisang adalah fosfor, kalium, dan besi. Komposisi berbagai jenis
pisang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (tiap 100 g daging buah segar)
I
Kandungan giziI
Jenis P i s a ~ gKalori (kal)
I
Air, " I
(g)
1
721
65.81
671
59.11
64.2Surnber: Direktorat Gizi Depkes R.I(l992)
Disamping itu pisang matang juga mengandung komponen volatil yang
Ambon
99
Vit. B1 (mg)
Vit. C (mg.)
senyawa arsrnatik (Nursen 1970 dulum Forsyth 1980). McCarihy et ul(1963) clukczm
Forsyth (1980) menyatakan bahwa flavor seperti pisang ditentukan oleh ester amil
dari asam asetat, propionat dan butirat. Sebelumnya ioesecke (1950) juga
rnerzjelasks~f-l bahwa u t u k pembent-&an aroma pisang mel2oatkm1 lebih ciari 350
macam senyawa volatil.
3. Perubahan Fisik dan Kimia Selama Proses Pematangan
Menurut Prabha dan Bhagyalakshmi (19981, selama proses pematangan
daging buah dan kulit menjadi lunak karena terjadinya peiubahan komposisi dinding
sel, dimana dinding sel menipis, ruang mtar sel aembesar. Total. kandmgm gula
larut meningkat dari 1.8 menjadi 19% seiring dengan menurunya kandungan pati
selama pematangan. Protopektin yang banyak terdapat dalarn buah yang masiin
mer~tah, diubah meiljabi pektin yang larut selaf~~a proses pematangan bmh sehir~gga
menyebabkan perubahan tekstur pa& buah (Winarno dan Aman 1981, Prabha dan
Bhagyaiakshi 1998). Forsyth ( 1980) menambahkan bahwa, selama proses
pematangan buah pisang, fraksi pektin larut air meningkat sedangkan pektin yang
tidak larut (protopektin) menurun.
Etilen rnerupakan senyawa hidrokarbon tick& jenuh yang pacia suhu k m a r
berbentuk gas, dihasilkan buah dan sayuran selama proses pematangan dan dapat
mempercepat proses pematangan. Fembentuiran etiien terjadi pada saat
praklimakterik &PI menirlgkat koauernirauiiya pa& saat pui~eak Mimaktefrik
(Winamo dim Aman 198 1). Menurut Burg &n Burg (1969) dakum Kader (1985),
menyatakan bahwa jurnlah COz yang tingg merupakan penghambat yang kompetitif
dari kerja etilen sebab gas ini menunda kematangan buah dengan menggantikan etilen
dari tempat reseptomya. Oksigen justru dibutuhkan untuk mengaktifkan ke rja etilen sehingga jika konsentrasi 0 2 diturunkan menjadi 2-5% maka produksi etilen dapat
berkurang menjadi setengahnya.
Selama proses pematangan buah pisang, berat dagng buah akan meningkat sebanding dengan meningkatnya kadar air, tetapi berat kulit buah akan menurun sehingga nisbah daging
-
buah dan kulit- buah akan meningkat. [image:160.574.68.477.0.794.2]Menurut Satuhu (1990), selama proses pematangan te rjadi perubahan warna kulit buah pisang mulai dari hijau ketika masih mentah hingga menjadi kuning pada matang penuh dan akhirnya busuk. Deskripsi tingkat kematangan tersebut dapat digolongkan sesuai indeks kematangan sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 2. Indeks kematangan buah pisang
I
Indeks1
Keterangan1
Kematangan I
I
Sumber: Satuhu (1990)
Hiiau masih mentah I1
111
Selain knteria Satuhu (1990), Catalytic Generators (2002) juga memberikan kriteria indek kematangan buah berdasarkan warna kulit buah (Gambar 1).
Index 1 2 3 4 5 6 7
Warna Bjau Hijau Lebih Lebih Hijau Kuning Kuning dengan sedikit banyak banyak pada bercak coklat kuning hijau dari kuning ujung
[image:161.599.116.500.75.314.2]kuning dari hijau buah
Gambar 1. Indek Kematangan buah pisang menurut Catalytic Generators (2002)
4. Laju Respirasi Buah Pisang
Sebagai bahan hidup, buah pisang masih tetap melakukan kegiatan
metaboliknya walaupun telah dipisahkan dari tumbuhan induknya sesudah panen.
Diantara proses metabolisme yang terjadi, respirasi (pernapasan) merupakan kegiatan
metabolik yang amat penting. Secara sederhana, proses respirasi dapat dlje1aska.n
sebagai proses oksidasi dari glukosa dengan menggunakan oksigen (02) dari udara
serta melepaskan karbondioksida (C02), air (H20) dan sejumlah energi, seperti
digambarkan pada persamaan berikut :
C6HI2o6
+
6 0 2-
6C02+
6H20+
673 kcalUntuk mengukur laju respirasi dapat dilakukan dengan mengukur perubahan
kandungan gula, jumlah ATP, jumlah 0 2 yang diserap dan jumlah CO2 yang
dengan menglutung laju konsumsi 0 2 dan produksi C02 adalah cara yang lebih sederhana dan praktis (Pantastico 1993). Untuk tujuan pengukuran laju respirasi tersebut diperlukan sampel gas sebagai hasil clan kegiatan respirasi. Sampel gas dapat diperoleh dari gas dalam jaringan (internal) atau dari gas yang ditimbulkan oleh jaringan (eksternal). Pengukuran laju respirasi dengan mengambil sarnpel gas secara internal telah dilakukan oleh Salveit (1982) dalam Hasbullah (1996). Diban&ngkan dengan cara internal, pengambilan sampel gas secara eksternal lebih sederhana dan tidak merusak bahan. Terdapat dua metode dalam pengambilan sampel gas secara eksternal, yaitu metode statis (sistem tertutup) dan metode dinamis (sistem terbuka).
Dalam metode sistem tertutup bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup dimana gas CO;? yang dihasilkan terakumulasi dan gas Oz yang dikonsumsi menjadi berkurang konsentrasinya. Laju respirasi dihitung dengan mengetahui berat bahan, volume bebas wadah dan perbedaan konsentrasi setelah waktu tertentu.
Mannapperuma dan Singh (1987) dalam Hasbullah (1996) membuat persarnaan respirasi metode sistem tertutup pada suhu tertentu dengan satuan ml/kg/jam seperti pada persamaan (la) dan (lb). Sedangkan Haggar et al. (1992) membuat persamaan laju respirasi seperti pada persamaan (2a) dan (2b).
Vdxl R1= -- Wdt Vdx2 R2=- Wdt
dxl MlPV Rl=--
dimana :
Laju respirasi (mllkgjam) Konsentrasi gas (%) Waktu ('jam)
Berat molekul (kglmol)
Tekanan dalam respiration chamber (Pa) Volume bebas respiration chamber (ml) Konstanta gas (8.3 14 Jlmol-IS)
Berat bahan (kg) Suhu (K)
Subsht 1 dan 2 masing-masing menyatakan gas 0 2 dan C 0 2 .
Laju respirasi hpengaruhi oleh umur panen, suhu penyimpanan, komposisi udara, serta adanya luka dan komposisi kimia bahan. Hal yang menyebabkan laju respirasi lebih cepat adalah suhu penyimpanan yang tinggi, umur panen yang muda,
ukuran buah yang lebih besar, adanya luka pada buah, dan kandungan gula yang tinggi pada awal produk. Setiap peningkatan suhu 10 OC maka laju respirasi akan meningkat 2 kali lipat, tetapi diatas suhu 35°C laju respirasi menurun akibat aktifitas enzim terganggu sehingga mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Winarno dan Aman 1981).
konsumsi 0 2 rendah pada awalnya (praklimakterik), diikuti dengan kenaikan yang mendadak (peningkatan klimakterik), tahap maksimurn (puncak klimakterik), dan tahap penurunan (postklimakterik). Penelitian Dominguez dan Vendrell (1993) pada pisang Dwarf Cavendish menunjukkan adanya peningkatan laju respirasi dan laju produksi etilen pada proses pemasakan buah. Dalam waktu 48 jam, produksi CO2 meningkat dengan tajam dari 30 pg C 0 2 /g bobot segarljam pada saat pra
-
klimakterik hingga mencapai 120 pg C02 /g bobot segarljam pada saat puncak klimakterik, kemudian turun hingga menjadi 90pg C02 /g bobot segarljam pada saat lewat klimakterik. Laju respirasi pada saat puncak klimakterik ternyata empat kali lebih besar dibandingkan dengan pada saat pra klimakterik. Peningkatan produksi etilen buah pisang terjadi sebelum atau bersamaan dengan saat terjadinya repirasi klimakterik. Namun demikian menurut Dominguez dan Vendrell (1993), puncak produksi etilen tercapai 24 jam sebelurn terjadinya respirasi klimakterik.COz/kg/jam, pada suhu 15 "C laju respirasinya 12-40 ml C02/kg/jam, sedangkan
pada suhu 18°C laju respirasinya 15-60 ml C02/kg/jam. Peningkatan suhu sampai
20°C meningkatkan laju respirasi menjadi 20-70 ml C02/kg/jam.
Selama proses respirasi, beberapa perubahan fisik, kemik dan biologik terjadi misalnya proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah-buahan akibat degradasi pektin pada kulit buah, serta
berkurangnya bobot karena kehilangan air. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah-buahan akan mengalami pelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang ditandai oleh hilangnya nilai gizi dan faktor mutu buah-buahan tersebut (Winarno dan Aman 1981).
5. Penyimpanan
Usaha memperpanjang urnur simpan buah-buahan segar pada prinsipnya adalah menekan serendah mungkin kegiatan respirasi setelah panen, karena meniadakan sama sekali respirasi ini adalah tidak mungkin. Banyak metode yang dapat diterapkan untuk menurunkan respirasi tersebut dan yang umurn digunakan adalah penyimpanan dingin karena sederhana dan efektif. Metode ini bekerja pada prinsip menurunkan laju reaksi oksida selama respirasi. Namun demikian penyimpanan dingm harus dilakukan pada suhu yang tepat karena adanya kemungknan kerusakan komoditi selama penyimpanan akibat suhu rendah (chilling injury), karena tiap jenis buah-buahan memiliki batas ketahanan tertentu pada suhu dingin. Hal ini perlu
Laju respirsi sangat tergantung pada kondisi lingkungan tempat buah-buahan tersebut disimpan, dimana suhu adalah salah satu faktor yang sangat penting. Untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan suhu penyimpanan sebesar 10°C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2 sampai 2.5 kalinya (Kays 1991). Pengontrolan suhu dalam rangka pengendalian laju respirasi dari produk sangat penting artinya sehubungan dengan usaha memperpanjang umur simpan dari suatu komoditas yang disimpan.
Eliyasmi (1993) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penyimpanan pisang Raja Serai dengan teknik MAS dengan komposisi gas CO 2-5% 0 2 2-4% pada
suhu 14-15 OC dan RH 85-95% + KrnnO, dapat memeperpanjang umur simpan sampai dengan 26 hari, sementara pada suhu kamar umur simpan pisang hanya bertahan 4 hari. Suhu rendah dibawah 14' C menyebabkan chilling injury. Palmer (1971) menyatakan bahwa penyimpanan pisang hijau pada suhu antara -1 OC
-
' 7 ' ~ menyebabkan buah pisang luka setelah 12 jam. Beberapa pisang dapat tahan pada suhu 10-1 1°c selama 2 minggu, tetapi yang lainnya memperlihatkan kerusakan pada beberapa jam saja. Penylmpanan pada suhu 7' C selama 2 minggu, akan menyebabkan kemunduran mutu daging buah, timbulnya bercak hitam dan twunnya penerimaan konsumen (Winarno 1993).Kader (1988) menyatakan bahwa pisang yang disimpan pada suhu 12-1 5% OC, dengan konsentrasi 0 2 dan CO;! sebesar 2-5%, memberikan hasil yang memuaskan.
Wardlaw (1940) dalam Pantastico (1993) menyatakan bahwa konsentrasi 0 2 dan CO2 sebesar 5% pada suhu 11.6 "C, memberikan hasil yang baik untuk buah pisang Gross Michael yang disimpan selama 20 hari. Efendi (1993) berhasil menyimpan pisang Lampung hingga mencapai 69.4 hari pada suhu penyimpanan 15°C. Mianto (2001) melaporkan hasil penelitiannya bahwa penyimpanan pisang dibawah suhu 10
O C sampai hari ke-8 menyebabkan buah pisang belum menjadi matang dan penarnpilannya menjadi rusak dengan adanya tanda-tanda chilling injury.
6. Pematangan Buatan
Pematangan buatan (artificial ripening) dapat diartikan sebagai suatu usaha rnengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses pematangan alami. Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat memenuhi permintaan pasar terhadap buah yang masak optimum pada saat yang terjadwal, bisa diartikan mempercepat atau memperlambat proses pematangan tersebut.
Untuk mempercepat proses pematangan, yang dalam ha1 ini adalah mempercepat proses respirasi, dapat dilakukan dengan jalan menaikan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa menimbulkan kerusakan buah-buahan tersebut. Proses menaikan suhu untuk pematangan ini biasanya dikenal dengan tahap pematangan (ripening) pada penanganan pasca panen buah-buahan, dimana tingkat suhu pernatangan inipun sangat khas untuk tiap jenis buah (Tucker 1993).
Pematangan buah pear varietas La France Sutrisno (1994) menyarankan melakukan pengkondisian dengan menaikan suhu penyimpanan dari 1°C menjadi 5°C
selama 5 hari sebelurn dilakukan pematangan dengan dosis etilen sebesar 200 ppm dengan suhu pemeraman bertahap 15"C, 13°C dan 10°C masing-masing selama 2 hari.
Catalytic Generators (2002), memberikan jadwal pentahapan suhu pemeraman 4 - 8 hari. Namun pada jadwal tersebut tidak dijelaskan keunggulan mutu buah hasil
pemeraman dengan pentahapan suhu clan indek kematangan yang dicapai pada setiap tingkat penjadwalan (Tabel 3).
[image:168.572.51.485.0.798.2]Keterangan:
Tabel 3. Suhu Pemeraman Pisang Menurut Catalytic Generators (2002)
Etilen untuk pemeraman 100-1 50 ppm
Setelah 24 jam ventilasi ruangan pemeraman dibuka selama 15-20 menit Suhu transportasi buah 58 O F
Jadwal pemeraman (hari)
Amano et al. (1993) melakukan penelitian pemeraman pisang, dlmana suhu suhu ("C)
Proses pematangan pisang yang dilakukan pada kisaran suhu 13.9-32.2 CO berpengaruh terhadap mutu, tingkat pembentukan kulit luar, kesegaran, kekerasan
daging buah dan kehilangan berat (Sabari 1989 ). Menurut Satuhu (1990) suhu pemeraman yang terlalu tinggi dapat menghasilkan warna kulit pisang yang kusam, cepat rusak clan flavor yang kurang baik. Berdasarkan hasil penelititan Dasuki (1989) buah pisang yang diperam pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar selama 4 hari akan mengalami kelainan fisiologis pada hari keempat setelah disimpan. Suhu
pemeraman yang terlalu rendah dapat menyebabkan daging buah rusak
poda
saat matang, disarnping pengaruh rangsangan etilen terhadap respirasi menjadi berkurang. Keadaan suhu yang menurun menyebabkan berkurangnya tingkat respon etilen yang sebanding dengan penununan tingkat respirasi.Gas etilen (C2&) adalah salah satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai pemicu (trigger) proses pematangan, dimana jumlah dan waktu yang tepat dalam pemberiannya juga sangat khas untuk tiap jenis buah-buahan Metode pematangan dengan pemberian etilen ini secara tradisional telah banyak dilakukan oleh petani atau pedagang buah-buahan, yang dikenal dengan istilah "pengkarbitan" atau "pengemposan" karena menggunakan bahan karbid sebagai penghasil gas etilen.
Efek fisiologik dan biokemik dari etilen terhadap produk terpanen antara lain adalah menaikan laju respirasi; menaikan aktivitas enzim misalnya polygalakturonase, perixidase, lipoxidase, alpha amilase, polyphenol oxidase dan phenylalanin ammonialyase (PAL) dan proses-proses fisiologik lainnya. Baik
Klimakterik
Waktu
Non- klimakterik
Waktu
[image:171.565.81.473.68.689.2]7. Model Matematika Respirasi Buah dan Sayuran
Model matematika secara luas dapat didefinisikan sebagai forrnulasi atau
persamaan yang mengungkapkan segi utama suatu sistem atau proses fisika dalam
istilah matematika (Chapra 1991).
Pendekatan matematis umumnya dilakukan melalui dua tahapan pokok yaitu :
1) Penyusunan persamaan matematis yang dapat mendekati peristiwa yang ditinjau
(pemodelan) dan 2) Penyelesaian persamaan-persamaan matematis yang telah
disusun. Tahapan pertama memerlukan penguasaan konsep-konsep dasar peristiwa
yang ditinjau, pemahaman konsep matematika, kemampuan imajinasi dan
kemampuan menyederhanakan (asumsi). Tahapan kedua dapat dilakukan secara
analitis atau secara numerik dengan operasi aritmatika. Cara analitis memerlukan
kemampuan yang tinggi dalam manipulasi matematis dan terbatas hanya untuk model
matematika sederhana. Sebaliknya cara numeris hanya memberikan jawaban
pendekatan (aproksimasi), namun tidak memerlukan kemampuan matematika yang
tinggi melainkan memerlukan jumlah hitungan yang lebih banyak dengan bantuan
komputer (Chapra 199 1).
Beberapa peneliti telah merumuskan model matematika untuk pendugaan
konsentrasi 02, C02 dan laju respirasi pada penyimpanan buah segar. Gane (1936)
dulum Simmonds (1966) merumuskan laju respirasi (mg CO2/kg/jarn) pra klimakterik
buah pisang setelah periode penyimpanan &ngin pada skala suhu 0-20 "C dapat
dihubungkan secara eksponensial terhadap suhu ("C ) yaitu log R = 0.843+ 0.0348T7
segar pada ruang penyimpanan tertutup dengan memakai prinsip kinetika enzim.
Cameron et al. (1994) dengan model pendugaan respirasi dan tekanan parsial 0 2
kemasan sebagai fimgsi terhadap suhu. Model tersebut menggunakan persamaan
Michaelis-Menten untuk mendeskripsikan hubungan laju konsumsi 0 2 terhadap
konsentrasi 0 2 dan teori Arrhenius sebagai penghubung terhadap suhu. Berdasarkan
persamaan tersebut diperoleh hasil pendugaan bahwa kemasan MA dengan jenis film
yang memiliki energi aktivasi terhadap perrneabilitas 0 2 yang sangat tinggr (misalnya
> 70 Wmol) akan mengalami respirasi anaerob pada selang suhu 0-25°C. Namun
belum banyak yang merumuskan model respirasi pada pematangan buah.
Model matematika yang dikembangkan untuk pendugaan konsumsi O2 dan
produksi C02 umumnya dalam kemasan modified atmosfir, sebagian besar disusun
berdasarkan proses difusi dengan pendekatan hikum Fick tentang pindah massa akibat gradien konsentrasi massa dari konsentrasi tinggi ke rendah (Cameron et al. 1995). Hal tersebut disebabkan oleh karena proses respirasi buah segar dalam kemasan modified atmosfir sangat dipengaruhi oleh difusi udara dari dan keluar kemasan. Namun kondisi tersebut sulit diterapkan pada kondisi pematangan buatan dengan sistem tertutup (closed system), seperti yang banyak dilakukan dalarn praktek pematangan buatan secara komersial. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan modifikasi dan analisa beberapa model yang cocok untuk mewakili sistem
BAHAN DAN METODE
a. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di Sindang Barang-Loji dan desa Banjar Sari Caringin Kecamatan Ciawi Bogor, sedangkan penelitian laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB; Laboratorium Rekayasa Proses Pangan-Pusat Antar Universitas (PAU), IPB dan Balai Penelitian Bioteknologi Pertanian (BALITBIO). Penelitian dilaksanakan dari Januari sampai dengan Juli 2002.
b. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang Arnbon yang diperoleh dikebun rakyat di Caringin Bogor. Pisang dipanen pada urnur 16 minggu setelah bunga mekar (tingkat ketuaan penuh), diusahakan tingkat ketuaan buah seragam. Bahan-bahan lain adalah gas etilen, benlate 50, lilin, dan lain-lain yang menunjang untuk terlaksananya penelitian ini.
c. Alat
termometer untuk pengukur suhu, parafilm, kamar pendingin, chamber, dan alat serta perlengkapan untuk uji organoleptik.
Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian
Penelitian terdiri dari dua kelompok utama yaitu: A. Penelitian lapangan dan B. Penelitian Laboratorium. Penelitian lapangan terdiri dari: 1). Penentuan laju respirasi, suhu, kelembaban dan perubahan kandungan etilen di lapangan dan 2). Analisis sampel di laboratorium. Penelitian di laboratoriurn terdiri dari lima tahap yaitu: 1) Penyimpanan, 2) Pematangan buatan, 3) Metode pemeraman, 4) Klimakterik respirasi dan 5) Pengembangan model simulasi pendugaan laju respirasi selama penyimpanan dan pemeraman.
A. Penelitian Lapangan
1. Pengamatan Perlakuan Pascapanen
Penelitian lapangan dilakukan untuk mengetahui tindakan pasca panen terutama proses pemeraman buah pisang Arnbon yang berlangsung btingkat pengusaha atau pedagang di Sindang Barang-Loji dan desa Banjar Sari kecamatan Ciawi- Bogor.
fisiologis yang terjadi selama proses pemeraman yaitu mengenai laju respirasi,
kandungan etilen, suhu dan kelembaban. Buah hasil pengemposan dibawa ke
laboratorium untuk dianalisa sifat fisik dan kimianya.
2. Laju Respirasi, Perubahan Suhu, Kelembaban dan Kandungan Etilen
Pengamatan dilakukan terhadap laju respirasi buah pisang selama proses
pemeraman yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi C02 dan 0 2 . Disamping
itu pengamatan juga dilakukan terhadap perubahan suhu, kelembaban dan konsentrasi
gas etilen yang dihasilkan selama proses pemeraman 24 jam.
Kedalam lubang pemeraman Qmasukkan dua buah slang dengan diameter 5
mm, ujung slang lainnya dimunculkan dipermukaan tanah kemudian dihubungkan
dengan aerator untuk mengsap gas, dan aerator dihubungkan dengan cosmotektor
untuk mengukur kandungan gas C02 dan 0 2 (Lampiran 25). Dari slang juga
dilakukan pengambilan gas etilen dengan menggunakan suntikan 10 ml, kemudian
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang ditutup rapat dengan karet (veno ject tube)
dan parafilm. Sarnpel dianalisa di Balai Bioteknologi Pertanian Bogor dengan
menggunakan Gas Cromatographi. Pengamatan kandungan C02 dan 0 2 dilakukan
sekali 2 jam, sedangkan gas etilen diambil sekali 4 jam.
Pengukuran suhu dilakukan dengan Hybrid recorder DR 130 yang dilengkapi
dengan termokopel. Sepuluh ujung termokopel dimasukkan ke dalam lubang
pemeraman, alat diprogramkan untuk memunculkan data sekali dua jam, data
B. Penelitian Laboratorium 1. Penentuan Laju Respirasi
Penentuan laju respirasi dilakukan selama penyimpanan dan pemeraman. Pengukuran respirasi penyimpanan berlangsung selama 200 jam, bertujuan untuk menentukan konswnsi O2 dan produksi COz buah pisang Arnbon selama penyimpanan. Data laju respirasi yang diperoleh diplotkan dalam suatu kurva berupa pola respirasi.
Pisang yang sudah dipanen, segera sisirannya dilepaskan dari tandannya dan tangkainya diberi kertas koran agar getah tidak menempel pada buah. Selanjutnya buah dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan.
Untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan cendawan atau mikroorganisme lainnya, buah pisang direndam dalam larutan benlate 0.0 1 % selama 1 menit. Setelah itu ditiriskan dan selanjutnya buah ditempatkan dalam chamber yang dilengkapi dengan blower. Untuk menjaga kelembaban didasar chamber diberi kapas yang sudah dilembabkan, kemudian chamber ditempatkan dalam lemari pendingin masing-masing bersuhu 10 dan 15 O C (Lampiran 27), sebagai kontrol chamber juga ditempatkan di suhu ruang (Lampiran 28), kelembaban dipertahankan antara 90-95%. Chamber yang digunakan terbuat dari Acknlic dengan ketebalan 1 cm dan kerangkanya terbuat dari besi. Dalam chamber dimasukkan dua buah slang
untuk melewatkan gas C02 dan 0 2 kemudian dihubungkan dengan alat gas Analyzer
Penentuan laju respirasi selama proses pematangan (ripening) dilakukan setelah diperoleh suhu optimum penyimpanan, dan konsentrasi etilen yang optimum untuk pemeraman. Untuk lebih jelas prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada diagram alir berikut ini (Gambar 3).
Buah Pisang Arnbon Segar
Pembersihan Dan Penyisiran
I
PenimbanganI
Pengukuran Laju Respirasi
7-7
Penyimpanan Pada 3 Suhu: 10' C, 15' C, Dan Suhu Ruang RH 90-95%.
v
Pemeraman 2 Kons. Etilen: 100 p
f'
m,
200 ppm. Teknik Pemeraman : 1) Suhu Bertahap 25 C( Hari 1) 22 'C HariKe-2), 2 0 ' ~ (Hari Ke-3) dan 1 8 ' ~ (Hari Ke-4) .
2) Suhu Tidak Bertahap
L
Simulasi Penyimpanan dan pemeraman:Pengukuran Laju Respirasi selama penyimpanan (2,4,6,8,10 hari) pada suhu 1 5 ' ~ dan pemeraman dengan suhu
bertahap, trigger dengan 100 ppm etilen I
[image:178.578.72.466.80.693.2]Dibiarkan Diruang Terbuka Pisang Sudah Matang I
Penentuan laju respirasi pada tahap ini bertujuan untuk menentukan puncak klimakterik dari respirasi buah pisang Arnbon selama penyimpanan dan pemeraman. Pengukuran laju respirasi dilakukan masing-masing pada 2, 4, 6, 8 dan 10 hari selama periode penyimpanan dingin dan pengukuran juga dilakukan selama periode pemeraman. Penentuan laju respirasi pada proses pemeraman berlangsung pada suhu bertahap selama empat hari. Hari pertama suhu 25" C, hari kedua suhu diturunkan menjadi 22" C, hari ketiga pada suhu 20°C, dan hari ke-empat pada suhu 18
"
C. 2.PenyimpananPerlakuan penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan sebelurn dilakukan pematangan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 10 ,15 O C dan suhu ruang dengan RH 90-95%, berlangsung selama 10 hari. Pada tahap ini ditentukan suhu optimum penyimpanan.
Pisang yang sudah Ipanen, segera sisirannya dilepaskan dari tandannya dan tangkainya diberi kertas koran agar getah tidak menempel pada buah. Selanjutnya buah dicuci dengan air mengalir selanjutnya dlkering angnkan. Untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan cendawan atau mikroorganisme lainnya, buah pisang direndam dalam larutan benlate 0.0 1 % selama 1 menit.
3. Pematangan Buatan (arhpcial ripening)
Pematangan buatan bertujuan agar buah pisang matang seragam dengan kondisi yang baik dalam arti tidak cepat lunak. Pisang yang sudah disimpan pada suhu 10 OC
15 OC, dan suhu ruang, ditempatkan masing-masing ke dalam kotak kaca berukuran 30x 50 x 20 cm kedap udara, kemudian disuntikkan gas etilen dengan konsentrasi
100, dan 200 ppm. Pematangan berlangsung dengan pentahapan suhu. Hari pertama
pematangan, suhu ditingkatkan menjadi 25 OC dan diturunkan secara bertahap setiap
hari selarna 4 hari yaitu 22 OC, 20°c, dan 18'~. Selanjutnya pisang dibiarkan pada
udara terbuka. Pada tahap ini ditentukan konsentrasi etilen yang optimum untuk
pematangan.
Pengamatan dan Analisis
Variabel yang diamati adalah laju respirasi, susut bobot, kekerasan buah,
warna, total padatan terlarut, indek kematangan, dan uji organoletik terhadap rasa,
aroma, warna dan tingkat penerimaan panelis.
a. Laju respirasi
Laju respirasi diukur berdasarkan gas COz yang dihasilkan buah pisang dengan
menggunakan alat gas analyzer yang dinyatakan dalam ml C02 /kg bahanljam. Laju
respirasi dihitung dengan menggunakan rumus yang dikutip dari Mannapperuma dan
Singh (1987) sebagai berikut:
valx
1
R I = -
Wdt
valx
2
R2
=-
Wdt
Dimana :
R = laju respirasi, mllkdjam
x = konsentrasi gas, %
t = waktu, jam
V = volume bebas respiration chamber, ml
W = berat komoditas, kg
Pengukuran kandungan gas pada penylmpanan Qlakukan setiap enam jam, selama 10 hari sedangkan pengukuran kandungan gas selama proses pematangan dilakukan sekali 3 jam Pengukuran laju respirasi dilakukan tiga kali ulangan.
b. Susut bobot
Pengukuran terhadap susut bobot dilakukan berdasarkan prosentase penurunan bobot bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Untuk mengukur susut bobot digunakan rumus sebagai berikut:
(4)
Susut bobot (%) = W - Wa x 100% W
Dimana:
W = Bobot bahan awal penyimpanan (gram)
Wa = Bobot bahan akhir penyimpanan (gram)
c. Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan sesudah penyimpanan dan pemeraman dengan menggunakan Rheometer. Alat di setting dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalam penekanan 15 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/m, dengan diameter prob 5 mm. Bahan ditekan pada bagan pangkal, tengah dan ujung buah.
d. Warna
a menunjukkan warna merah bila nilainya positif, abu-abu bila nilai no1 dan hijau
apabila nilainya negatif. Sedangkan nilai hunter b apabila positif menunjukkan warna
kuning, no1 menunjukkan abu-abu
dan
nilai negatif menunjukkan warna biru. Berikutdisajikan rumus untuk mendapatkan nilai L a b (Hunter 1958, Billmeyer 1951
dalam Mohsenin 1984).
Standar warna yang digunakan untuk pisang setelah penyimpanan sebelurn
pemeraman adalah warna hijau Y= 45.80, x = 0.3320, dan y = 0.4080. Sedangkan
untuk pisang setelah diperam adalah warna kuning Y = 68.30, x = 0.4200 dan y =
0.4380.
Penentuan warna buah pisang dilakukan dengan mengukur buah utuh pada
bagian pangkal, tengah dan ujung buah yang dilakukan tiga kali ulangan setiap
pengarnatan.
e. Indek Kematangan (IK)
Penentuan Indek kematangan
(IK)
dilakukan dengan menentukan waktu (hari)yang dibutuhkan untuk mencapai IK tertentu dari masing-masing perlakuan.
IK
f. Uji Organoleptik
Cita rasa diuji secara organoleptik untuk tujuan konsumer preference terhadap pisang yang berwarna kuning 100% (Larmond 1977). Jumlah panelis yang digunakan 15 orang, dimana bahan disajikan secara acak dengan memberikan kode. Panelis diminta untuk memberikan penilaian berdasarkan skala hedonik terhadap rasa manis, warna, aroma, tekstur dan tingkat penerimaan.
Data yang diperoleh dikumpulkan dalam bentuk tabel dan nilai yang diberikan seperti forrnulir uji organoleptik berikut ini.
FORMULIR UJI ORGANOLEPTIK
Panelis : Komoditi : Pisang Arnbon
Pekerjaan: Tanggal :
Berilah tanda x dalam kotak dibawah ini dengan kesan anda
Skor
Amat sangat suka Sangat suka Suka
Agak suka Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
Kode sampel : Terima Kasih
g. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat Refraktometer. Pasta buah ditempatkan pada prisma refraktometer yang sudah Qstabilkan pada suhu 2s0c, lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan prisma refiaktometer dibersihkan dengan alkohol. Angka Refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (" brix).
4. Pendekatan Model Pendugaan Pola Laju Respirasi
Model pendugaan respirasi disusun berdasarkan data respirasi selarna penyimpanan dan pematangan buatan dengan pentahapan suhu. Pada penelitian ini diamati pengaruh perbedaan lama penyimpanan dingin pada buah pisang sebelum dilakukan pematangan buatan dengan pentahapan suhu dan injeksi etilen. Perlak