• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE TUGAS AKHIR

Disusun dan Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya

Disusun Oleh :

Anang Wahyulianto (20133020007)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN OTOMOTIF & MANUFAKTUR

POLITEKNIK MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

xi

1.2. Identifikasi Masalah ... 2

(3)

xii

2.4. Pengertian Sistem Pengecatan ... 9

2.5. Teknik Penyemprotan ... 11

2.6. Penggunaan Air Spray Gun ... 14

2.7. Pengelasan ... 16

BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Diagram Penelitian ... 29

3.2 Alat dan Bahan ... 30

3.3 Konsep Perancangan ... 37

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Perancangan ... 42

4.2. Perhitungan Rancangan ... 43

4.3. Proses Pengujian Inventor ... 52

4.4. Proses Pembuatan Engine ... 54

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 64

5.2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(4)
(5)
(6)
(7)

viii

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ENGINE STAND COROLA 4A-FE ANANG WAHYULIANTO

20133020007

ABSTRAK

Pada saat ini kegiatan perancangan dan pengujian sebuah desain produk tidak dapat dipisahkan dari penggunaan program – program komputer. Berbagai program komputer, seperti AutoCad, SAP, ANSYS, Midas, StandPro, dan Abaqus, sudah sering digunakan untuk mempermudah dalam melakukan analisis maupun perancangan.

Metode yang digunakan “Perancangan dan pembuatan Engine Stand Corola 4A-FE” dari proses desain rancangan awal menggunakan software AutoCAD 2013, perhitungan secara manual kekuatan desain rancangan, pembuatan rangka engine stand, dan proses finising.

Hasil proses desain awal engine stand menggunakan software AutoCAD 2013 dengan menggunakan unit satuan ukur milimeter (mm), desain dibuat berdasarkan

sketch gambar racangan awal. Setelah gambar rancangan awal dengan menggunakan AutoCAD 2013, hasil perhitungan beban pada masing-masing tumpuan dudukan mesin dengan asumsi beban total dari engine seberat 450 Kg dapat dilihat dari diagram SFD, BMD, dan NFD pada masing-masing dudukan mesin.

(8)

ix

DESIGN AND MANUFACTURE OF ENGINE STAND COROLA 4A-FE ANANG WAHYULIANTO

20133020007

ABSTRACK

At this time the activities of the design and testing of a product design can not be separated from the use of computer programs. Various computer programs such as, AutoCad, SAP, ANSYS, Midas, StandPro, dan Abaqus, it has often been used to facilitate the analysis and design.

The method used “DESIGN AND MANUFACTURE OF ENGINE STAND COROLA 4A-FE” the initial draft of the design process using software AutoCAD 2013, manual calculation design power design, manufacture engine stand, and finishing process.

The results of the initial design process engine stand using AutoCad 2013 software using millimeter unit, design created by the initial sketch design image. After the initial design drawings using AutoCAD 2013load calculation result in each engine cradle footstool assuming a total load of 450 kg engine can be viewed programs SFD, BMD, and NFD on each engine cradle.

(9)

1 1.1. Latar Belakang

Pada proses pembuatan rancangan dan pengujian desain engine stand dapat

di uji menggunakan software komputer, seperti AutoCad, SAP, ANSYS, Midas,

StandPro, dan Abaqus, sudah sering digunakan untuk mempermudah dalam

melakukan analisis maupun perancangan.

Pada pembuatan engine stand mahasiswa membahas mengenai proses

pembuatan proses perancangan desain menggunakan software AutoCAD, dan

Inventor. Dengan adanya program AutoCAD maka desain rancangan dapat

dirancang sehingga kita dapat mengetahui bentuk desain rancangan awal yang

akan kita buat.

Setelah desain awal dari rangka yang akan dibuat selesai maka tahapan

selanjutnya adalah proses pembuatan rangka. Proses pembuatan rangka yang tidak

tepat akan menpersulit proses kerja dan dapat menyebabkan material terbuang

dikarenakan perencaan yang salah. Oleh karena itu dalam setiap perancangan dan

pembuatan rangka dari sebuah mesin perlu melalui tahapan-tahapan agar rangka

yang akan dibuat sesuai dengan desain awal yang telah direncanakan.

Teknologi pada otomotif seperti sekarang ini mengalami kemajuan dan

perkembangan yang sangat pesat. Seperti kemajuan teknologi pada mesin, chasis,

bodi dan tidak ketinggalan pula dalam bidang pengecatannya. Pada engine stand

(10)

pada rangka sehingga engine stand terlihat lebih menarik.Untuk itu perlu

dilakukannya tahap-tahap maupun perencanaan yang matang agar mendapatkan

hasil yang maksimal dalam pengecatan

1.2. Identifikasi Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Indentifikasi masalah dalam tugas

akhir Engine Stand Corola 4A-FE antara Lain :

1. Belum adanya rancangan desain awal dari engine stand Corola 4A-FE

yang akan dibuat.

2. Belum adanya proses pembuatan rancang bangun engine stand corola

4A-FE yang tepat agar proses pembuatan rangka berjalan dengan baik.

3. Sering terjadi kegagalan dalam proses pengecatan dikarenakan

persiapan permukaan yang kurang tepat dan proses pengecatan yang

salah.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas maka permasalahan ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mendesain rancangan awal dari engine stand corola

4A-FE yang akan dibuat?

2. Bagaimana proses pembuatan rangka dari engine stand corola 4A-FE

yang akan dibuat?

3. Bagaimana proses finising dari rancang bangun engine stand corola

(11)

1.1. Batasan Masalah

Untuk mempermudah fokus pembahasan dalam penyusunan tugas akhir ini,

maka penulis perlu membuat batas masalah. Batasan masalah tugas akhir ini

antara lain:

1. Pada tugas akhir hanya membahas mengenai proses pembuatan Stand

Engine Corola 4A-FE dari desain awal hingga proses pengecatan

2. Tidak membahas kekuatan material.

3. Tidak melakukan pengujian secara manual baik itu uji tarik, tekan dan

bending pada desain.

4. Software yang digunakan pada desain menggunakan AutoCAD 2013.

5. Perhitungan kekuatan desain dilakukan menggunakan rumus beban statis.

6. Hanya menghitung kekuatan pada baut dudukan mesin menggunakan

rumus.

1.2. Tujuan

Tujuan " Engine Stand Corola 4A-FE " adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui proses desain awal stand engine dari Engine Stand Corola

4A-FE menggunakan AutoCAD.

2. Mengetahui proses pembuatan rangka dari engine stand Corola 4A-FE.

3. Mengetahui proses finishing pada rangka engine stand Corola 4A-FE

(12)

1.3. Metodologi

Metode yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah :

1. Praktik langsung ialah suatu metode dalam memperoleh data dengan

cara pelaksanaan tugas akhir itu sendiri.

2. Konsultasi ialah suatu metode untuk memperoleh data dengan cara

mewawancarai secara langsung dosen pembimbing terhadap tugas akhir

yang dilakukan.

3. Studi kepustakaan ialah suatu metode dengan cara membaca buku-buku

kuliah, literatur majalah dan sumber-sumber lainnya yang mendukung

dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir.

1.4. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, ringkas, teratur dan mudah

dimengerti maka disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut :

1. Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah,

rumusan masalah, metodologi dan sistematika penulisan.

2. Dasar Teori

Berisi tentang kajian pustaka, Perhitungan desain, Pengelasan, dan

proses pengecatan

3. Proses Pembuatan rangka engine stand

Berisi tentang proses pembuatan rancangan secara 2D dan 3D,

proses pembutan rangka engine stand, dan Pengecatan rangka engine

(13)

4. Pembahasan

Membahas tentang prosedur Perhitungan kekuatan desain secara

manual menggunakan rumus, hasil proses pembuatan rangka engine

stand, hasil proses pengecatan pada rangka engine stand, dan

membahas tentang evaluasi dan kendala.

5. Penutup

(14)

6

2.1. Kajian Pustaka

Bayu Agung Setiawan (2015) melakukan rancang bangun dan proyek akhir

engine stand Toyota yaris, pelaksanaan perakitan telah dilaksanakan agar dalam

perakitan komponen EFI Toyota yaris tidak terjadi kesalahan dalam

pemasangannya dan komponen EFI dapat terpasang dengan baik dan benar,

sehingga sistem EFI pada engine Toyota yaris setelah dirakit dapat bekerja secara

optimal. Hasil Analisis yang di peroleh setelah melakukan pembuatan engine

stand Toyota yaris di peroleh dimensi 115 cm x 85 cm x 87 cm. Dari perhitungan

manual nilai tegangan yang terjadi pada batang penumpu A sebesar 36,13

N/mm2, penumpu B sebesar 17,91 N/mm2, dan penumpu C sebesar 22,62

N/mm2, Perhitungan sambungan kekuatan las pada tumpuan engine pada rangka

sebesar 3,19 Mpa

Diyanto Mira (2012) membuat prototype engine stand mesin diesel komatsu

series 114 mengatakan untuk merancang sebuah engine stand perlu dilakukan

perhitungan rangka, perhitungan las, dan perhitungan pegas pada rangka engine

stand. hasil dari pembuatan engine stand diesel antara lain panjang total (p) =

3750 mm, lebar (b) = 1000 mm, Tinggi (t) = 2173 mm. Desain dari rancangan

engine stand ini mampu menahan beban sebesar 1020,75 kg.

Ahmad Mustaqim (2012) melakukan rancangan alat/mesin pengerol pipa

(15)

sistem transmisi yang digunakan adalah gear sprocket dan rantai. Gear sprocket

yangdigunakanada4buah menggunakan dayamotorlistriksebesar1HPdengan

kecepatan 1400 rpm. Mengatakan untuk Keamanan bagi operator diutamakan

sepertipadabagiankomponenyang berputardiberipenutupdanbagianrangkaian

elektrikditempatkanpada posisiyang aman yaitu disamping dan ditutup. Rangka

mesin terbuat dari bahan dasar plat siku berukuran 40 mm x 40 mm x 4 mm

dengan jenis baja St 42. Bahan dasar poros menggunakan besi As St 37 dengan

ukuran diameter1 in.

2.2. Pemilihan Bahan dan Proses

Pemilihan bahan yang ada di sekitar manusia jarang sekali dipikirkan.

Orang yang merancang rumah, mobil, aircraft, clothing, furniture dan produk lain

atau sistem memberikan banyak perhatian untuk memilih bahan yang

dipergunakannya. Pemilihan bahan ini dapat membuat atau merusak

kelangsungan hidup perusahaan. Plastik terdiri dari ratusan jenis yang kisarannya

dari sangat lunak sampai yang benar-benar keras, murah sampai sangat mahal dan

transparan sampai yang tak tembus cahaya (Opaque). Kayu juga dapat digunakan

dalam banyak variasi, berkisar dari sangat lunak, ringan sampai yang sangat berat

dan keras. Logam dikombinasikan dengan unsur logam lain atau non logam yang

dikenal sebagai paduan (alloy) termasuk beberapa variasi baja (besi dan karbon),

aluminium alloy, brass (copper dan zinc). Baja adalah produksi logam yang paling

umum yang dapat ditemukan dalam kerangka mobil, rel dan roda kereta dan

(16)

2.3. Baja Karbon

Baja merupakan salah satu jenis logam yangbanyak digunakan dengan unsur

karbon sebagai salah satu dasar campurannya. Di samping itu baja juga

mengandung unsur-unsur lain seperti Sulfur (S), Fosfor (P), Silikon (Si), Mangan

(Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat

dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja

karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan

unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah

kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam

campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara mengklasifikasikan baja.

Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

A.Baja karbon rendah

Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran

baja karbon kurang dari 0,3%. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena

kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit.

B.Baja karbon menegah

Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%C–0,6%C (medium carbon

steel) dan dengan kandungan karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan

sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon

sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon

(17)

C.Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mengandung 0,6%C– 1,5%C dan memiliki kekerasan

tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak

tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan

regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan

panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan

terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas.

2.3.1. Baja karbon ST 37

Baja karbon rendah (ST 37) memiliki kandungan karbon kurang dari 0,3 %.

Baja ini sering dipakai juga untuk konstruksi-konstruksi mesin yang saling

bergesekan seperti roda gigi, poros, dll karena sangat ulet. Namun kekerasan

pemukaan dari baja tersebut tergolong rendah sehingga sebelum digunakan untuk

konstruksikonstruksi yang disebutkan di atas, maka perlu dimodifikasi atau

memperbaiki sifat kekerasan pada permukaannya. Baja karbon rendah ini tidak

dapat dikeraskan secara konvensional tetapi melalui penambahan karbon dengan

proses carburizing. Jenis baja karbon ST 37 untuk keperluan pembuatan

komponen mesin yang distandarkan menurut kekuatan tarik mempunyai kekutan

tarik 37-45 Kg/mm2

2.4. Pengertian Sistem Pengecatan

Pengecatan (painting) adalah suatu proses aplikasi cat dalam betuk cair pada

sebuah obyek, untuk membuat lapisan tipis yang kemudian untuk memuat lapisan

yang keras atau lapisan cat. Fungsi dari pengecatan itu sendiri dapat dilihat

(18)

2.4.1.Jenis Cat

Dalam proses pengecatan, jenis cat dapat digolongkan menjadi beberapa

macam. (Gunadi, 2013)

1. Heat Polymerization (jenis bakar)

Heat polymerization adalah tipe one component yang mengeras apabila

dipanaskan pada temperatur tinggi kira-kira 1400C (2840F). Cat jenis ini

apabila dipanaskan pada suhu antara 1400C, maka suatu reaksi kimia

berlangsung di dalam resin, mengakibatkan cat mengerin g dan struktur

hubungan menyilang yang dihasilkan begitu rapatnya sehingga setelah cat

mengering seluruhnya cat tidak akan larut oleh thiner .

2. Jenis Urethane (Jenis Two Component )

Cat ini disebut urethane karena alkhohol (OH) yang terkandung di

dalam komponen utama dan isocyanate yang terkandung di dalam hardener

bereaksi membentuk struktur hubungan menyilang (cross lingking) yang

disebut tingkatan urethane . Cat ini menghasilkan kemampuan coating yang

baik termasuk ketahanan kilap, cuaca, solvent, serta tekstur yang halus.

Akan tetapi cat ini pengeringannya lambat sehingga diperlukan alat

pengering ( drying equipment) untuk mengeringkan dengan benar.

3. Jenis Lacquer (Solvent Evaporation)

Cat jenis ini mengering dengan cepat sehingga mudah penggunaannya,

tetapi tidak banyak digunakan sebanyak yang tersebut di atas, karena tidak

(19)

2.5. Teknik Penyemprotan

Kunci keberhasilan dalam pengecatan tergantung pada teknik

penyemprotan. Betapa pun bagusnya cat tidak akan menjamin terwujudnya hasil

pengecatan yang baik jika tanpa adanya pengetahuan tentang teknik

penyemprotan. (Gunadi, 2013)

2.5.1.Persiapan Cat

Beberapa langkah yang harus dikerjakan sebelum pengulasan cat warna

pada benda kerja, yaitu teknik mencampur, mengaduk, dan menyaring cat.

Sebelum cat disemprotkan ke benda kerja harus diaduk terlebih dahulu agar

kekentalannya merata di semua bagian cat (homogen). Pengadukan harus

dilakukan karena dalam keadaan diam zat warna (pigmen ) akan cenderung

mengendap. (Gunadi, 2013)

2.5.2.Pencampuran pengeras cat (Hardener)

Dalam pencampuran cat dengan hardener kadarnya harus tepat. Apabila

kadarnya kurang menyebabkan hasilnya pengecatan mudah retak, kurang

mengkilap, kekerasan kurang, daya tahan minyak kurang bagus dan akan

mengkerut bila di cat ulang. Jika terlalu banyak menimbulkan ketidak sempurnaan

pengeringan, ketahanan air berkurang dan menimbulkan blister bintik air dalam

lapisan cat. (Gunadi, 2013)

2.5.3.Pencampuran Pengencer Cat ( Thinner)

Pemakaian thiner yang salah menyebabkan sifat, mutu dan daya tahan

menjadi berubah atau bahkan tidak bias digunakan sama sekali. Pengenceran akan

(20)

pemilihan dan pengukuran viskositas cat salah dapat menimbulkan problem, yaitu

thinner yang terlalu cepat mengering menyebabkan permukaan kasar, cat

berlubang jarum atau berkulit jeruk. Bila terlalu lambat kering cat akan meleleh,

warna belang -belang, bekas goresan amplas terlihat, cat tipis dan kering kurang

sempurna. Untuk cat yang terlalu kental, permukaan akan menjadi kasar, kering

kurang, lubang jarum, bekas goresan amplas terlihat, cat tipis dan penurunan daya

kilap. Jika terlalu encer maka menyebabkan cat akan meleleh, warna belang

-belang, bekas goresan amplas terlihat, cat tipis dan kering yang kurang sempurna.

Viskositas yang dianjurkan untuk top coat antara 16,5 – 19 cc/detik dan cat primer

sebesar 20-21 cc/detik. Cat yang telah tercampur selanjutnya diuji kekentalannya

dengan viscometer atau mencocokkan warna cat dengan warna pada tutup kaleng

atau petunjuk warna (liflet) . Flow rate (aliran rata -rata pada fluida) untuk top

coat antara 800 -1000 cc/menit. Perbandingan yang terlalu pekat akan

menghasilkan warna yang terkesan gelap dari pada warna pada kertas petunjuk

dan perbandingan yang terlalu encer memberikan kesan lebih terang. Kemudian

campuran disaring, biasanya dengan filter nylon dengan ukuran ≠300 mesh.

(Gunadi, 2013)

2.5.4.Operasi Penyemprotan

Ada beberapa hal yang harus d iperhatikan dalam pengoperasian spray gun

yaitu (Gunadi, 2013):

1. Pengaturan Alat Semprot

Sebelum melakukan pengecatan hendaknya mengatur besar kecilnya

(21)

kembang penyemprotan agar diperoleh hasil yang optimum. Bila pen

yetelan tidak dilakukan dengan baik, maka hasil pengecatan tidak akan

sempurna. Permukaan menjadi tidak rata, meleleh, kasar, kurang mengkilap

dan cacat-cacat lain . Sedangkan tekanan kerja angin untuk pengecatan

sebesar 50-60 Psi atau 4,5 Kg/cm2

2. Gerak Alat Semprot

Gerak alat semprot harus tegak lurus dengan permukaan yang akan

disemprot bila tidak akan berakibat kurang ratanya ketebalan cat yang

dihasilkan Untuk mencapai ketebalan yang sama dapat dilakukan pola

tumpang tindih ( over lapping) sebesar 50%.

3. Kecepatan Gerak Alat Semprot

Kecepatan gerak alat semprot hendaknya stabil, baik dengan arah

horizontal maupun vertical. Jika pelan cat akan meleleh, bika kecepatan

geraknya cepat maka hasil pengecatan kurang rata. Jika kecepatan geraknya

tidak stabil akan dihasilkan cat yang tidak rata dan kurang mengkilap.

Kecepatan gerak spray gun harus konstan, yang dianjurkan kira-kira 1200

mm/detik (12 ft/detik) .

4. Jarak Penyemprotan

Untuk penyemprotan pada masing -masing cat berbeda, tergantung dari

proses obyek yang dicat. Bila terlalu dekat, cat akan meleleh dan bila

dilakukan pada pengecatan metalik akan menimbulkan problem

belang-belang (partikel metaliknya mengepul). Bila jaraknya terlalu jauh

(22)

teratur akan mengakibatkan hasil pengecatan tidak rata dan kurang

mengkilap. Jarak spray gun secara umum sebesar 15 -20 cm, untuk jenis

Acrylic Lacquer : 15 -10 cm dan Enamel : 20 -25 cm.

2.6. Penggunaan Air Spray Gun. 2.6.1.Teknik Memegang Spray Gun

Gambar 2.1. Cara Memegang Spray Gun (Astra Motor, 1995)

Spray gun dipegang dengan tangan kanan. yaitu dengan cara spray gun

ditahan den gan ibu jari, telunjuk dan kelingking, sedangkan trigger ditarik

dengan jari tengah dan jari manis.

2.6.2.Teknik Menggunakan Spray Gun

Agar menghasilkan pengecatan yang baik maka gerakan spray gun harus

diatur. Beberapa hal yang mempengaruhi gerakan hasil pengecatan :

1. Jarak spray gun yaitu jika terlalu dekat maka cat akan mengumpul dan

meleleh. Pada jarak yang jauh maka volume cat yang disemprotkan

sedikit sehingga lapisan yang dihasilkan akan tipis dan kasar. Jarak

(23)

Gambar 2.2. Jarak Penyemprotan (Astra Motor, 1995)

2. Sudut spray gun yaitu spray gun harus tegak lurus pada bidang yang

dicat pada saat dilakukan penyemprotan dan dilakukan secara

konsisten.

Gambar 2.3. Gerakan Horisontal (Astra Motor, 1995)

3. Kecapatan langkah spray gun yaitu kecepatan gerakan spray gun.

Apabila terlalu lambat maka lapisan yang dihasilkan akan tebal dan

dapat meleleh, jika terlalu cepat maka akan menghasilkan lapisan yang

tipis. Biasanya kecepatan langkah yang baik antara 900-1200 mm/detik.

4. Overlapping (pola tumpang tindih) yaitu agar permukaan penyemprotan

rata. Pada saat cat disemprotkan maka bagian tepi lebih tebal daripada

bagian tengah sehingga digunakan pola tumpang tindih agar permukaan

(24)

Gambar 2.4. Bentuk Pengabutan (Astra Motor ,1995)

Gambar 2.5. Gerakan Over Lapping (Astra Motor ,1995)

2.7. Pengelasan

2.7.1.Pengertian Pengelasan

Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang

didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian

bahan yang disambung. Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat

menahan kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis.

Namun kelemahan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro

bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari

bahan yang dilas.

Sebagian besar logam akan berkarat (korosi) ketika bersentuan dengan

(25)

alumunium mempunyai lapisan putih di permukaannya. Pemanasan dapat

mempercepat proses korosi tersebut. Jika karat, kotoran, atau material lain ikut

tercampur ke dalam cairan logam lasan dapat menyebabkan kekroposan deposit

logam lasan yang terbentuk sehingga menyebabkan cacat pada sambungan las

Las Busur Listrik atau yang biasa disebut SMAW (Shielded Metal Arch

Welding) merupakan jenis pengelasan yang menggunakan bahan tambah

terbungkus atau elektroda atau yang biasa disebut busur listrik. Busur listrik

digunakan untuk melelehkan kedua logam yang akan disambung. Terjadinya

nyala busur listrik tersebut diakibatkan oleh perbedaan tegangan listrik antara

kedua kutub. Perbedaan tegangan listrik tersebut biasa disebut dengan tegangan

busur nyala. Besar tegangan busur nyala ini antara 20 volt sampai 40 volt. Untuk

penyalaannya, elektroda digesekkan pada logam terlebih dahulu agar terjadi

percikan sehingga busur elektroda akan menyala. Setelah elektroda menyala atur

jarak dari logam dengan elektroda dan atur pula sudut pengelasannya. Antara

ujung elektroda dengan permukaan logam akan terjadi busur nyala. Suhu busur

nyala ini biasanya mencapai 5000 ° C.(Riswan D, 2010):

Elektroda RD 260 adalah kawat las tipe titania tinggi yang hanya untuk

pengelasan vertical /tegak lurus. Kawat las ini memiliki penetrasi yang dangkal

(26)

Gambar 2.6. Prinsip Kerja Las Listrik (Riswan D, 2010)

2.7.2.Klasifikasi Proses Las

Sambungan las adalah ikatan dua buah logam atau lebih yang terjadi karena

adanya proses difusi dari logam tersebut. Proses difusi dalam sambungan las dapat

dilakukan dengan kondisi padat maupun cair. Dalam terminologi las, kondisi

padat disebut Solid state welding (SSW) atau Presure welding dan kondisi cair

disebut Liquid statewelding (LSW) atau Fusionwelding.

Proses SSW biasanya dilakukan dengan tekanan sehingga proses ini disebut

juga Presure welding . Proses SSW memiliki beberapa kelebihan, diantaranya

adalah dapat menyambung dua buah material atau lebih yang tidak sama, proses

cepat, presisi, dan hampir tidak memiliki daerah terpengaruh panas ( heat affected

zone / HAZ). Namun demikian SSW juga mempunyai kelemahan yaitu persiapan

sambungan dan prosesnya rumit, sehingga dibutuhkan ketelitihan sangat tinggi.

LSW merupakan proses las yang sangat populer di kalangan masyarakat

kita, sambungan las terjadi karena adanya pencairan ujung kedua material yang

disambung. Energi panas yang digunakan untuk mencairkan material berasal dari

busur listrik, tahanan listrik, pembakaran gas, dan juga beberapa cara lain

(27)

material dengan cara ini mempunyai persyaratan material harus sama, karena

untuk mendapatkan sambungan yang sempurna suhu material harus sama, jika

tidak proses penyambungan tidak akan terjadi. Kelebihan metode pengelasan ini

adalah proses dan persiapan sambungan tidak rumit, biaya murah, pelaksanaannya

mudah. Kelemahannya adalah memerlukan juru las yang terampil, terjadinya

HAZ yang menyebabkan perubahan sifat bahan, dan ada potensi kecelakaan dan

terganggunya kesehatan juru las. (Riswan D, 2010)

2.7.3.Reaksi Kimia Selama Proses Las

Dalam proses LSW bagian dari logam yang dilas harus dipanasi sampai

mencair. Pemanasan logam dengan temperature yang sangat tinggi ini dapat

megakibatkan terjadinya reaksi kimia antara logam tersebut dengan oksigen dan

nitrogen yang ada dalam udara. Jika selama proses las cairan logam las ( welding

pool) tidak dilindungi dari pengaruh udara, maka logam akan bereaksi dengan

oksigen dan nitrogen membentuk Oxides dan Nitrides yang dapat menyebabkan

logam tersebut menjadi getas dan keropos karena adanya kotoran (slag

inclutions), sedangkan kandungan unsur Karbon dalam logam akan membentuk

gas CO yang dapat mengakibatkan adanya rongga dalam logam las (caviety).

Reaksi kimia lainnyapun bisa terjadi dalam cairan logam las (welding pool).

Gas hidrogen dan uap air juga dapat menyebabkan cacat las (welding defect).

Hidrogen yang bereaksi dengan Oxides yang ada dalam logam dasar dapat

menyebabkan terjadinya uap yang mengakibatkan terjadnya porositas pada logam

(28)

2.7.4.Melindungi Cairan Logam Las dari Pengaruh Udara Luar

Tipe energi panas yang digunakan untuk pencairan logam dan teknik

pelindungan cairan logam las sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi

kimiawi dalam deposit logam lasan. Ketika nyala oksidasi dalam las karbit

Oxy-acetylene welding/ OAW akan merubah besi menjadi Oxides sehingga deposit las

keropos karena Oxides tersebut tercampur di dalamnya. Untuk mengelas baja

karbon akan lebih baik bila digunakan nyala netral. Pengelasan logam dengan

OAW, cairan logam dilindungi dari udara luar oleh reduksi gas hasil pembakaran

gas Acetylene.

Dalam teknik pengelasan SMAW , proses pelindungan logam lasan

dilakukan dua tahap. Ketika logam las dalam kondisi cair di lindungi oleh

bermacam-macam gas hasil pembakaran elektroda las dan ketika sedang

membeku cairan ini dilindungi oleh lapisan terak yang terbentu dari fluks yang

membeku.

2.7.5.Perubahan Sifat Logam Setelah Proses Las

Pencairan logam saat pengelasan menye babkan adanya perubahan fasa

logam dari padat hingga mencair. Ketika logam cair mulai membeku akibat

pendinginan cepat, maka akan terjadi perubahan struktur mikro dalam deposit

logam las dan logam dasar yang terkena pengaruh panas Heat Affected Zone.

Struktur mikro dalam logam lasan biasanya berbentuk columnar, sedangkan pada

daerah HAZ terdapat perubahan yang sangat bervariasi. Sebagai contoh,

(29)

pengelasan struktur mikronya tidak hanya pearlite, tetapi juga terdapat bainite dan

martensite.

Gambar 2.7 Struktur Mikro Baja Karbon (G Nieman, 1996)

2.7.6.Distribusi Temperatur Pengelasan

Distribusi temperatur pada logam dasar yang sangat bervariasi telah

menyebabkan berbagai macam perlakuan panas terhadap daerah HAZ logam

tersebut. Logam lasan mengalami pemanasan hingga termperatur 1500 oC dan

daerah HAZ bervariasi mulai 200 °C hingga 1100 °C (lihat Gambar 2.8).

Temperatur 1500 °C pada logam lasan menyebabkan pencairan dan ketika

membeku membentk struktur mikro columnar. Temperatur 200° C hingga 1100°

C menyebabkan perubahan struktur mikro pada logam dasar baik ukuran maupun

bentuknya. (G Nieman, 1996)

(30)

Gambar 2.9. Perlakuan Panas Logam Las (G Nieman, 1996)

2.7.6.Distorsi Sambungan Las Akibat Panas

Setiap logam yang dipanaskan mengalami pemuaian dan ketika pendinginan

akan mengalami penyusutan. Fenomena ini menyebabkan adanya ekspansi dan

konstraksi pada logam yang dilas. Ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas

ini menurut istilah metalurgi dinamakan distorsi.

Gambar 2.10. Struktur Makro Sambungan Las (G Nieman, 1996)

Distorsi dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu: 1) distorsi longitudinal,

2) distorsi transfersal, dan 3) distorsi angular. Distorsi longi tudinal terjadi akibat

adanya ekspansi dan konstraksi deposit logam las di sepanjang jalur las yang

menyebabkan tarikan dan dorongan pada logam dasar yang dilas. Distorsi

transfersal terjadi tegak lurus terhadap jalur las yang dapat mengakibatkan tarikan

(31)

burung yang biasanya terjadi karena pengelasan di satu sisi logam dasar. (G

Nieman , 1996)

Gambar 2.11. Macam-macam Distorsi (G Nieman, 1996)

2.7.7.Ruang Lingkup Pekerjaan Las

Industri manufaktur tidak dapat terlepas dari penyambungan logam.

Penyambungan logam dilakukan dengan berbagai tujuan, diantaranya adalah

untuk membuat suatu barang yang tidak mungkin di lakukan dengan teknik lain,

memudahkan pekerjaan, serta dapat menekan biaya produksi. Proses

penyambungan logam yang banyak digunakan dalam industri manufaktur adalah

las. Pengelasan logam merupakan pilihan yang cukup tepat. Pengelasan tidak

membutuhkan waktu lama, konstruksi ringan, kekuatan sambungan cukup baik,

serta biaya relatif murah.

Penerapan sambungan las sangat luas. Sambungan las banyak digunakan

pada konstruksi jembatan, gedung, industri otomotif, industri peralatan rumah

tangga, bahkan industri barang dengan bahan plastikpun banyak menggunakan

(32)

Gambar 2.12. Sambungan Las pada Pipa (Riswan D, 2010)

2.7.8.Pengaruh Posisi Proses Las Terhadap Keterampilan Juru Las

Sebagaian besar pekerjaan las dilakukan dengan proses LSW (Liquid state

welding) atau proses las dalam kondisi cair. Proses las yang dilakukan dengan

kondisi cair ini, posisi saat pengelasan berlangsung sangat berpengaruh terhadap

bentuk deposit logam las yang terbentuk. Tidak semua juru las mahir di semua

posisi, posisi di bawah tangan (down hand) merupakan posisi ya ng paling mudah

untuk dilakukan, namun ketika mengelas pipa logam dengan posisi miring akan

sangat sulit dilakukan. Juru las yang dapat melakukan pengelasan ini adalah juru

las kelas satu yang dilengkapi dengan sertifikat standar internasional.

Dalam dunia industri posisi las diberi kode tertentu agar pada saat

pengelasan dilakukan tidak terjadi kekeliruan menentukan juru las dan prosedur

pengelasan. Ada dua sistim pengkodean yang banyak dikenal, yaitu sistim yang

ditetapkan oleh American Welding Society (AWS) dan sistim International

Standard Organisation (ISO).

Berdasarkan kode yang ditetapkan oleh AWS, posisi las dikaitkan pada jenis

teknik sambungan las, jika sambungan berkampuh ( groove ) maka kode posisinya

(33)

over-head 4G, pipa dengan sumbu horisontal 5G, dan pipa mi ring 45° 6G. Jika

sambungan las tidak berkampuh/tumpul ( fillet ) maka kodenya adalah F, untuk

posisi down-hand 1F, horisontal 2F, vertikal 3F, dan over-head 4F.

Sistim kode posisi las yang ditetapkan ISO berbeda dengan AWS. Kode

posisi las menurut ISO didasarkan pada posisi elektroda saat pengelasan

dilakukan, untuk pengelasan plat diberi kode PA, PB, PC, PD , dan PE, sedangkan

pengelasan pipa naik PF dan pipa turun PG. (Riswan D, 2010)

Gambar 2.13. Kode ISO Posisi Las Flat (Riswan D, 2010)

Gambar 2.14. Kode ISO Posisi Las Pipa (Riswan D, 2010)

2.7.9.Klasifikasi Bentuk Sambungan Las

Ada beberapa bentuk dasar sambungan las yang biasa dilakukan dalam

penyambungan logam, bentuk tersebut adalah butt joint, fillet joint, lap joint edge

joint, dan out-side corner joint. Berbagai bentuk dasar sambungan ini dapat dilihat

(34)

Gambar 2.15. Berbagai Bentuk Sambungan Las (Riswan D, 2010)

2.7.10.Beberapa Variabel yang Berkaitan dengan Pekerjaan Las.

Penyambungan logam dengan proses pengelasan tidak dapat dilakukan

sembarangan, banyak variabel yang harus diperhatikan agar kualitas sambungan

sesuai standar yang dipersyaratkan oleh suatu lembaga internas ional yang

berkaitan dengan pekerjaan las. Variabel tersebut adalah bahan, proses, metode,

keselamatan dan kesehatan kerja, peralatan, sumber daya manusia, lingkungan,

serta pemeriksaan kualitas sambungan las.

Dalam proses pengelasan logam, bahan yang akan disambung harus

diidentifikasi dengan baik. Dengan dikenalinya bahan yang akan dilas, dapat

ditentukan prosedur pengelasan yang benar, pemilihan juru las ya ng sesuai, serta

pemilihan mesin dan alat yang tepat .

(35)

Metode pengelasan logam yang meliputi prosedur pengelasan, prosedur

perlakuan panas, desain sambungan, serta teknik pengelasan disesuaikan dengan

jenis bahan, peralatan, serta posisi peng elasan saat sambungan las dibuat. Aspek

efektifitas, efisiens i proses, dan pertimbangan ekonomis berkaitan erat dengan

pemilihan peralatan las. Pengelasan logam stainless steel akan berkualitas bagus

jika menggunakan las TIG, namun akan lebih murah bila ddilas dengan las listrik,

sehingga pemilihan mesin dan peralatan las sebaiknya disesuaikan dengan tujuan

pengelasan serta biaya operasionalnya.

Dalam pelaksanaan pekerjaan las dibutuhkan Sumber daya manusia yang

memenuhi kualifikasi sesuai standar yang ada. Kualifikasi harus mengikuti

standar-standar internasional seperti International Institut of Welding (IIW),

American Welding Society (AWS) , dan masih banyak lembaga-lembaga

international di bidang pengelasan logam yang lain. Berdasarkan standar

International Institut of Welding (IIW), profesi las terdiri dari WeldingEngineer

(WE), Welding Technologist (WT), Welding Practitioneer (WP), serta Welder

(W). Profesi Welding Engineer mempunyai tugas untuk menentukan prosedur

pengelasan dan prosedur pengujian. Seorang WeldingTechnologist bertugas untuk

menterjemahkan prosedur-prosedur tersebut kepada profesi las yang mempunyai

level di bawahnya.

Untuk melatih juru las ( Welder ) dibutuhkan seorang Welding

Practititoneer dan yang melakukan pengelasan adalah Welder (juru las).

Lingkungan pada waktu pengelasan dilakukan merupakan faktor yang

(36)

lingkungan sangat ekstrim, diperlukan prosedur khusus agar kualitas sambungan

terjamin dengan baik. Pengelasan kapal yang terpaksa dilakukan di dalam air

memerlukan mesin las yang dilengkapi dengan satu unit peralatan yang dapat

melindungi elektroda dari sentuhan air.

Disamping itu juga dibutuhkan Welder yang sesuai dengan pekerjaan

tersebut, pengelasan dalam air cukup sulit dilakukan karena adanya tekanan gas

pelindung terhadap dinding kapal. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) juga

perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pengelasan. Seorang juru las tidak

dapat bekerja dengan baik jika dia tidak menggunakan pakaian dan peralatan

keamanan kerja yang pada gilirannya sambungan las yang dihasilkan akan

berkualitas tidak baik. Disamping itu jika peralatan K3 kurang memadahi apabila

terjadi kecelakaan tidak dapat diantisipasi secara tepat dan cepat. Sambungan las

yang telah dibuat harus diperiksa agar dapat diketahui kualitasnya. Sambungan las

harus dibongkar jika terjadi cacat-cacat yang melampaui batas yang

dipersyaratkan. Pemeriksaan dilakukan oleh seorang Welding Inspector (WI).

Pemeriksaan las menggunakan uji visual, sinar-X, Ultrasonic, serta masih banyak

(37)
(38)

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang di gunakan untuk pembuatan Engine Stand Mesin EFI

Toyota Corolla meliputi beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk membuat

proses perancangan Engine Stand tersebut antara lain :

3.2.1.Alat

Pada penbuatan Engine Stand Mesin EFI Toyota Corolla peralatan yang

digunakan adalah biasanya alat tersebut digunakan pada bengkel – bemgkel dan

digunakan pada industri, adapun peralatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Mesin gerinda tangan

Mesin gerin da adalah Jenis mesin ini cenderung memiliki ukuran yang

kecil dengan mata gerinda sedang. Karena bentuknya yang kecil mesin ini

bisa dibawa kemana-mana dengan mudah. Mesin ini lebih sering digunakan

untuk perataan permukaan, seperti misalnya membuang beram hasil

pengeboran, pemotongan, menghilangkan hasil lasan, dan lain sebagainya.

Gambar 3.2. Gerinda Tangan

2. Mesin gerinda potong

Jenis mesin ini memliki ukuran yang sedang dengan mata gerinda tipis

(39)

Gambar 3.3. Gerinda Potong

3. Mesin gerinda duduk

Mesin gerinda ini memiliki mata gerinda yang tebal, dan ukuran mesin

ini cenderung besar. Mesin ini berfungsi sebagai pengasah atau pembuat

sudut mata potong pada peralatan potong seperti halnya mata bor, pisau

frais, pahat bubut, dan alat potong lainnya.

Gambar 3.4. Gerinda Duduk

4. Mistar siku

Mistar siku merupakan sebuah alat ukur yang berbentuk siku dengan

spesifikasi yaitu daun dan blok yang terbuat dari baja. Fungsi dari mistar

siku ialah untuk membuat garis-garis sejajar dan untuk mengeset benda

(40)

Gambar 3.5. Mistar Siku

5. Roll meter

Roll meter adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur benda

kerja yang panjangnya melebihi ukuran dari mistar baja, atau dapat

dikatakan untuk mengukur benda-benda yang panjang.

Gambar 3.6. Roll Meter

6. Mesin las busur listril (SMAW)

Las Busur Listrik atau yang biasa disebut SMAW (Shielded Metal Arch

Welding) merupakan jenis pengelasan yang menggunakan bahan tambah

terbungkus atau elektroda atau yang biasa disebut busur listrik. Busur listrik

digunakan untuk melelehkan kedua logam yang akan disambung.

Terjadinya nyala busur listrik tersebut diakibatkan oleh perbedaan tegangan

listrik antara kedua kutub. Perbedaan tegangan listrik tersebut biasa disebut

(41)

sampai 40 volt. Untuk penyalaannya, elektroda digesekkan pada logam

terlebih dahulu agar terjadi percikan sehingga busur elektroda akan

menyala. Setelah elektroda menyala atur jarak dari logam dengan elektroda

dan atur pula sudut pengelasannya. Antara ujung elektroda dengan

permukaan logam akan terjadi busur nyala. Suhu busur nyala ini biasanya

mencapai 5000 ° C.

Gambar 3.7. las smaw

7. Ragum

Ragum adalah suatu alat penjepit untuk menjepit benda kerja yang akan

dikikir, dipahat, digergaji, di tap, di snei, dan lain lain. Ragum ini dibuat

dengan cara di cor dan dituang untuk ragum ukuran besar. Cara

penggunaannya dengan cara memutar tangkai (handle) ragum. Maka mulut

ragum akan menjepit atau membuka/melepas benda kerja yang sedang

dikerjakan.

(42)

8. Kaca las

Kaca las akan melindungi mata dari sinar las yang menyilaukan, sinar

ultra violet, dan infra red. nyala-nyala ini akan mampu merusak penglihatan

mata juru las, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan.

Gambar 3.9. Kaca Las (Risman D, 2010)

9. Palu terak

Palu terak adalah alat untuk membersihkan terak dari hasil pengelasan.

Dalam menggunakan palu terak ini jangan sampai membuat luka pada hasil

pengelasan maupun pada base metalnya. karena luka bekas pukulan adalah

merupakan cacat pengelasan. Palu terak sebelum digunakan dicek

ketajamannya dan kondisinya. Apabila sudah tumpul, maka harus

ditajamkan dengan menggerindanya. Setelah selesai menggunakannya,

tempatkan palu terak pada tempatnya secara rapi.

(43)

10. Masker

Untuk mengurangi dampak dari asap yang ditimbulkan pada saat proses

pengelasan benda kerja.

Gambar 3.11. Masker (Risman D,2010)

11. Toolbox

Alat untuk membantu dalam proses pemasangan objek yang

menggunakan pengikat baut.

Gambar 3.12. Toolbox

12. Kikir

Kikir terbuat dari baja karbon tinggi yang ditempa dan disesuaikan

dengan ukuran panjang, bentuk, jenis dan gigi pemotongnya. Adapun fungsi

utama dari kikir adalah untuk mengikir dan meratakan permukaan benda

kerja, Ukuran panjang sebuah kikir adalah panjang badan ditambah dengan

(44)

Gambar 3.13. Kikir (Risman D, 2010)

13. Spraygrun

Spray Gun Adalah suatu peralatan pengecatan yang menggunakan

udara kompresor untuk mengaplikasikan cat yang diatomisasikan pada

permukaan benda kerja .

Gambar 3.14. Spray grun (Astra Motor, 1995)

14. Kompresor

Gambar 3.15. Kompresor (Astra Motor, 1995)

Alat mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan fluida

(45)

untuk mengalirkan atau kebutuhan proses dalam suatu system proses yang

lebih besar (dapat system fisika maupun kimia contohnya pada

pabrik-pabrik kimia untuk kebutuhan reaksi). Secara umum kompresor dibagi

menjadi dua jenis yaitu dinamik dan perpindahan positif.

3.3. Konsep Perancangan

Konsep perancangan Engine Stand Toyota Corolla 4A-FE di antara lain :

3.3.1.Pembuatan Desain Rangka Engine Stand

Pembuatan desain dari rangka engine stand corola 4A-FE didesain

menggunakan AutoCAD 2013, dimana prosesnya meliputi pengaturan unit

gambar, sketsa awal, penggambaran 2D dan 3D.

3.3.2.Langkah Pembuatan Rangka Engine Stand. 1. Mempersiapkan alat dan bahan

Pertama mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam prosen

pembuatan engine stand, supaya mudah untuk mengerjakan.

2. Memotong Material

Memotong pipa silinder, besi siku L, plat besi di potong sesuai dengan

ukuran rancangan pembuatan stand.

3. Menyambung material rangka

Material yang sudah di potongi disambung menggunakan las listrik.

4. Memasang dudukan roda

Setelah membuat dudukan roda selesai langkah selanjutnya dipasang pada

rangka dan di las menggunakan las listrik.

(46)

Dipasang pada rangka dengan posisi ukuran sama dengan dudukan engine

kemudian di las menggunakan las listrik.

6. Merapikan rangka

Setelah perancangan rangka selesai perlu perapian pada sambungan las

karena terjadi terak pada sambungan las maka perlu di bersihkan menggunakan

gerinda supaya rapi.

7. Dilakukan proses finishing

3.3.3.Langkah Pengecatan Pada Rangka Engine Stand 1. Persiapan Permukaan

Persiapan permukaan merupakan tahap awal dalam proses pengecatan

Tujuan dilakukannya persiapan p ermukaan adalah untuk (Anonim, 1995):

 Melindungi permukaan logam dan mencegah karat.

 Meningkatkan daya rekat.

 Mengembalikan bentuk asli dengan mengisi lubang dan goresan.  Mencegah penyerapan material cat pada saat pengecatan.

 Menilai perluasan permukaan

2. Langkah-langkah persiapan permukaan

 Mengelupas lapisan yang lama

Ciri-ciri lapisan cat yang rusak :

1) Cat mengalami bintik-bintik dan berkerut.

2) Lapisan cat terlalu tebal

(47)

3. Pendempulan

Tujuan pendempulan mengembalikan permukaan boda yang tidak rata

karena kerusakan dengan menutup permukaan bodi dengan menggunakan

dempul. Langkah -langkah pendempulan (Astra Motor, 1995):

 Melakukan pengamplasan pada bagian yang akan dilakukan

pendempulan dengan amplas grit 80.

 Membersihkan bagian tersebut dari debu dan kotoran minyak.  Mencampur dempul dengan hardener .:

 Melakukan pendempulan sedikit demi sedikit dengan

menggunakan spatula. Apabila permukaannya luas maka

menggunakan jidar.

 Setelah selesai dilakukan pendempulan maka didiamkan 20 -30

menit agar dempul kering.

 Setelah dempul kering dilakukan pengamplasan dengan Special

masking cover

4. Aplikasi surfacer (Epoxy)

Proses untuk menutup goresan amplas. Langkah-langkah aplikasi

surfacer adalah sebagai berikut:

 Membersihkan bagian yang didempul dengan dicuci.

 Mencampur dengan surfacer dengan thiner dan hardener.  Menyemprotkan surfacer pada bagian yang didempul

 Menunggu beberapa saat agar kering sebelum dilakukan

(48)

 Mengeringkan surfacer.

5. Proses Pengecatan

Pengertian proses pengecatan adalah suatu proses pemberian warna

yang sesuai dengan warna panel yang tidak mengalami kerusakan. Ada

beberapa persiapan sebelum melakukan proses pengecatan, antara lain

(Astra Motor, 1995) :

 Panel yang akan dicat harus dicuci dengan air yang bersih.

 Membersihkan peralatan yang digunakan untuk proses pengecatan

seperti spray gun.

 Membuat campuran biasanya untuk menyamakan cat yang asli.

Mengukur kekentalan cat, perbandingan cat ádalah 1: 1 (cat : thin

ner ) atau sesuai spesifikasi dari merk cat.

 Aplikasi pengecatan, setelah semua persiapan selesai maka

dilakukan proses pengecatan. Proses pengecatan dilakukan 2-3 kali

penyemprot an. Langkah -langkahnya yaitu : a. Menyemprotkan

cat tipis-tipis dahulu tetapi rata kemudian tunggu 10-15 menit agar

kering, dan b. Kemudian pada penyemprotan kedua jumlah cat

dikurangi kemudian thiner ditambah sehingga campuran lebih

encer dari yang pertama. Proses pengecatan harus memperhatikan

overlapping dan jarak pengecatan agar hasil maksimal.

Setelah proses pengecatan selesai ditunggu beberapa menit agar cat

kering kemudian disemprotkan pernis agar cat lebih mengkilap.

(49)

untuk penyemprotan pernis dilakukan secara bertahap biasanya 2 kali

penyemprotan yaitu tipis -tipis dahulu kemudian ditunggu 2-3 menit

kemudian dilakukan penyemprotan kedua dengan lapisan yang lebih tebal.

3.3.4. Pemasangan Engine

Setelah cat mengering engine dipasang pada rangka dan di tempatkan pada

bracket. Engine sudah naik perakitan kabel, setting engine, dan memasang

(50)

42

4.1. Proses Perancangan

Dalam suatu pembuatan alat diperlukan perencanaan yang matang agar

hasilnya optimal dan efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga. Dalam metode

perencanaan, hal-hal yang dilakukan yaitu pembuatan gambar dan pemilihan

komponen yang tepat dengan memperhatikan kekuatan bahan, penampilan dan

harga dari komponen tersebut.

Dalam proyek akhir ini peralatan yang dihasilkan yaitu Engine Stand Corola

4A-FE. Secara garis besar bahan yang dibutuhkan adalah bahan rangka dan

komponen-komponen pelengkap. Bahan-bahan untuk pembuatan rangka berupa

besi profil U ISALC 50 x 30 x 3. Sedang komponen pelengkapnya berupa panel

speedometer, roda, dudukan baterai, dudukan tangki bahan bakar, dudukan

radiator dan lain sebagainya.

(51)

4.2. Perhitungan Rancangan

4.2.1.Dudukan Depan (Pandangan samping)

Gambar 4.2. Dudukan Mesin Depan

Dengan Asumsi :

1. Bahan rangka yang digunakan adalah ST-37 .

2. Berat mesin adalah 450 kg dengan 3 tumpuan sehingga setiap tumpuan

menerima beban 150 kg .

3. Tumpuan yang digunakan pada perhitungan rancangan dianggap

tumpuan rol dan sendi.

4. V adalah gaya lintang sepanjang batang tumpuan, dimana V = 0 (benda

setimbang).

(52)

Reaksi-reaksi tumpuan dengan persamaan statika ƩMA = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (0) + (150) . (40) – (RBV) . (80) = 0…………... Pers (1)

0 + 0 + 6000 – 80 RBV = 0

80 RBV = 6000

RBV = 75 kg

ƩMB = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (80) – (150) . (40) – (RBV) . (0) = 0

0 + 80 RAV -6000 – 0 = 0

80 RAV = 6000

RAV = 75 kg

Pengecekan Hasil Perhitungan ƩV = 0

150 - RAV - RBV = 0………. Pers (2)

150 – 75 – 75 = 0

0 = 0 (ok)

SFD

SFAC = RAV = 75 kg

SFCB = - RBV = - 75 kg

(53)

BMD

BMA = 0

BMB = 0

BMC = RAV . 40 cm

= 75 kg .40 cm

= 3000 kg/cm

Gambar 4.5. Diagram Momen Bending Dudukan Motor Bagian Depan

NFD

Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka

besarnya gaya normal adalah nol.

Gambar 4.6. Diagram Gaya Normal Dudukan Motor Bagian Depan

4.2.2.Dudukan Belakang (Pandangan Depan)

(54)

Gambar 4.8. Struktur Balok Dudukan Motor Belakang

Reaksi-reaksi tumpuan dengan persamaan statika

ƩMA = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (0) +(150) . (23) + (150) . (62) – (RBV) . (80)=0

0 + 0 + 3450 + 9300 – 80 RBV = 0

80 RBV = 12750

RBV = 159.37 kg

ƩMB = 0

(RAH) . (0) + (RAV) . (80) - (150) . (57) - (150) . (18) + (RBV) . (0)=0

0 + 80 RAV +8550 + 2700 = 0

80 RAV = 11250

RAV = 140.62 kg

Pengecekan Hasil Perhitungan

Ʃv = 0

150 + 150 - RAV - RBV = 0……… Pers ( 3 )

150 + 150 – 159,37 + 140,62 = 0

300 – 300 = 0

0 = 0 (ok)

(55)

SFD

SFAC = RAV = 140,62 kg

SFCB = - RBV = - 159,37 kg

Gambar 4.9. Diagram Gaya Geser Dudukan Motor Belakang

BMD

BMA = 0

BMB = 0

BMG = (RAV) . ( 23 )

= 140,62 . 23

= 3234,26 kg.cm

BMF = (RAV) . ( 80 ) – (150) . (57)

= (140,62 x 80) – (150 x 57)

= 11249,6 – 8550

= 2699.6 kg.cm

(56)

 NFD

Karena tidak ada gaya yang bekerja searah dengan sumbu batang, maka

besarnya gaya normal adalah nol.

Gambar 4.11. Diagram Gaya Normal Pada Dudukan Motor Belakang

4.2.3.Perhitungan Rancangan Baut

Beban maksimal terjadi pada tiga baut pada saat stand digerakkan. Adapun

dari pengukuran didapatkan data baut M 14, sehingga tegangan dan beban

maksimal dapat dihitung sebagai berikut :

Keterangan :

N : Jumlah baut

L : Jarak titik tengah ke E

L1 : Jarak baut 1 dari E

L2 : Jarak baut 3 & 4 dari E

W : Beban total

(57)

Ws1 : Beban geser pada baut pertama

Ws2 : Beban geser pada baut kedua

s : Tegangan geser

Beban yang diterima tiap baut diasumsikan = ±150 kg maka : Wtot = 450 kg

Gambar 4.12. Penampang Rangka Dari Samping

(58)

. ……… Pers( 7 )

s =

s =

s =

s = 42,96 N/mm2

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh tegangan geser ( s) sebesar 42,96

N/mm2 dan hasil perhitungan tersebut berada dibawah tegangan geser standar

yang diijinkan dari material baut ST 37 yaitu sebesar 240 N/mm2 (lihat table).

4.2.4. Perhitungan Rancangan Las

Gambar 4.13. Las Beban Eksentrik

(59)

Dimana :

A = luas penampang las

s = tebal las

M = momen bending

L = panjang pengelasan

Z = modulus sambungan las

= tegangan tarik

P = gaya

= tegangan geser

e = jarak beban dengan tumpuan

Diketahui :

P = 150 kg = 1500 N

e = 335 mm

S = 5 mm

l = 30 mm

Luas penampang pengelasan

A = 2 x 0.707 x s x I ………... Pers (8)

A = 2 x 0.707 x 5 x 30

(60)

Tegangan tarik yang terjadi pada daerah pengelasan adalah

= ………... Pers ( 9 )

=

= 7,072 N/mm2

Momen bending yang terjadi adalah :

M = Mg= 3.450 kg.mm ………. ……...Pers (10)

Modulus sambungan las adalah :

Z = [ ]………. Pers (11)

Proses pengujian inventor dilakukan untuk mengetahui kekuatan desai

rancangan dudukan engine stand yang akan dibuat, proses pengujian inventor

adalah pengujian stress analisis pada desain. Hasil pengujian inventor pada desain

(61)

4.3.1.Dudukan depan

Dari hasil analisis pada dudukan depan dengan gaya defleksi yang diberikan

sebesar 150 N, kontruksi dari desain mampu menahan beban yang diberikan

dengan titik gaya terbesar pada desain terdapat pada sambungan pipa dengan

besar gaya 3,49 mm.

Gambar 4.14. Hasil Pengujian Dudukan Depan

4.3.2.Dudukan belakang

Dari hasil analisis pada dudukan belakang dengan gaya defleksi yang

diberikan sebesar 150 N, kontruksi dari desain mampu menahan beban yang

diberikan dengan titik gaya terbesar pada desain terdapat pada sambungan pipa

dengan besar gaya 0.19 mm. Gaya yang dihasilkan pada kontruksi ini cukup kecil

karena desain yang baik dengan diberikannya penopang tambahan pada bawah

(62)

Gambar 4.15. Hasil Uji Dudukan Belakang

4.4. Proses Pembuatan Engine Stand

Adapun langkah-langkah pembuatan rangka adalah sebagai berikut :

1. Memotong pipa bulat dengan panjang 110 cm sebanyak 4 batang.

2. Memotong pipa bulat dengan panjang 80 cm sebanyak 5 batang .

3. Memotong pipa bulat dengan panjang 37 cm sebanyak 2 batang .

4. Memotong besi profil U 30x20x3 dengan panjang 23 cm sebanyak

1batang .

5. Memotong besi profil U 30x20x3 dengan panjang 18 cm sebanyak 1

batang .

6. Memotong besi profil L dengan panjang 80 cm sebanyak 3 batang .

7. Memotong besi profil L dengan panjang 5 cm sebanyak 4 batang .

(63)

8. Mengelas material yang telah dipotong seperti gambar di bawah

Gambar 4.17. Proses Penyambungan Bahan Dengan Las

9. Membuat penyangga / penahan dudukan mesin

10. Mengelas penyangga / penahan dudukan mesin

Gambar 4.18. Penyangga Dudukan Mesin

11. Memotong plat besi ukuran 62 cm x 5 cm x 0.5 cm sebanyak 2 batang

12. Mengebor plat besi ukuran 62 cm x 5 cm x 0.5 cm untuk dudukan

(64)

Gambar 4.19. Penyangga Dudukan Radiator

13. Mengelas plat besi ukuran 62 cm x 5 cm x 0.5 cm pada rangka untuk

dudukan radiator

14. Menggerinda kotoran-kotoran bekas las dan membuat chamfer pada

bagian ujung material yang runcing

Gambar 4.20. Proses Pengerindaan

15. Memotong plat besi tebal 10 mm dengan ukuran 5 cm

16. Mengemal plat sesuai lubang pada dudukan roda

17. Mengebor potongan plat untuk dudukan baut roda

18. Mengelas potongan plat besi pada bagian pojok bawah dari rangka

(65)

Gambar 4.21. Dudukan Roda Engine Stand

19. Memasang roda-roda pada dudukannya

20. Mengebor rangka untuk dudukan engine mounting

4.5. Proses Pengecatan Engine Stand

Proses pengecatan merupakan suatu proses pemberian warna yang sesuai

dengan warna yang diinginkan. Berikut merupakan tahap-tahap yang harus

dilakukan dalam proses pengecatan:

1. Persiapan Permukaan

Persiapan permukaan dalam pengecatan adalah pekerjaan yang

terpenting, karena bagaimanapun hati-hatinya saat pengecatan dilakukan,

tanpa adanya persiapan permukaan yang baik akan mengalami banyak

kegagalan. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil pengecatan yang

(66)

Gambar 4.22. Persiapan Permukaan Yang Akan Dicat

2. Pendempulan dan Pengamplasan

Pendempulan yaitu mengembalikan permukaan bodi yang tidak rata

karena kerusakan dengan menutup permukaan bodi dengan menggunakan

dempul. Setelah dilakukan pendempulan langkah selanjutnya a dalah proses

pengamplasan dempul bertujuan untuk menghaluskan permukaan dempul.

Langkah-langkah pendempulan dan pengamplasan :

 Membersihkan debu, kotoran, minyak dan karat yang ada pada bagian

yang akan didempul.

 Mencampur dempul dengan hardener , hardener yang dipakai 2-3% dari

volume dempul. Bila kurang akan mudah mengelupas setelah dempul

tersebut kering.

 Mendempul janglah langsung tebal, karena akan menimbulkan

pori-pori yang seharusnya tidak diinginkan, lebih baik mendempul sedikit

(67)

Gambar 4.23. Pendempulan

 Dalam pengamplasan dempul, janganlah menggosok berskala besar.

Pengamplasan yang baik adalah dengan cara menggosok arah berputar

dan kertas amplas yang dipakai secara berurutan dari ukuran #60, #80

dan # 120 hal ini dapat dilakukan dengan mesin.

 Bila dilakukan dengan tangan, sistem pengamplasan kering dilakukan

secara bertahap memakai kertas amplas ukuran #180 dan #240. Dan

untuk sistem pengamplasan basah dapat memakai kertas amplas ukuran

#180, #240 dan #320.

 Setelah selesai pengamplasan dengan sempurna, bilaslah dengan air

bersih dan keringkan. Hindari melakukan pengamplasan yang

(68)

3. Aplikasi surfacer

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

 Sebelum dilakukan pengecatan, terlebih dahulu membersihkan

permukaan yang akan di cat surfacer agar debu-debu y ang nempel di

pori -pori dempul hilang.

 Mencampur epoxy, hardener, dan thiner dengan perbandingan 1 : 1 : 1

( thiner : epoxy : hardener ). Setelah itu masukkan ke dalam spray gun .

 Mengaplikasikan lapisan cat surfacer pertama keseluruh area dempul,

sampai are a itu nampak basah.

Gambar 4.24. Pengaplikasian surfacer

 Mebiarkan waktu tunggu sebentar hingga thinner didalam surfacer

menguap.

 Mengaplikasikan 2-3 lapisan surfacer.

 Membiarkan kering di udara selama 90 sampai 120 menit

 Mengamplas surfacer dengan amplas #600 - #1000.

4. Aplikasi Top Coat

(69)

 Membersihkan permukaan dari oli dengan mengguanakn kainlap yang

bersih dengan dibasahi sabun. Kemudian bersihkan permukaan dari

debu dengan menggunakan air.

 Mencampur cat dengan hardener dan thinner secara tepat, sehingga

diperoleh viskositas yang cocok.

 Menyemprotkan 2-3 lapis top coat dengan selang waktu 2 -5 menit

antar lapisan.

Gambar 4.25. Peng aplikasian Top Coat

 4) Setelah proses pengecatan selesai ditunggu agar cat kering kemud

ian disemprot kan pernis agar cat lebih mengkilap. Perbandingan

campuran pernis 2:1 (pernis : hardener ) dan 5-10% thinner . Untuk

penyemprotan pernis dilakukan secara bertahap dan biasanya 2 kali

penyemprotan yaitu tipis-tipis dahulu kemudian ditunggu beber apa saat

kemudian dilakukan penyemprotan kedua dengan lapisan yang lebih

(70)

Gambar 4.26. Penyemprotan Pernis

 Setelah selesai biarkan cat mengering dengan menggunakan pemanasan

oven atau diamkan agar benar -benar kering.

4.6. Pembahasan

Pembahasan pembuatan tugas akhir “Perancangan dan Pembuatan Engine

Stand Corola 4A-FE” dari proses desain rancangan awal menggunakan software

AutoCAD 2013, perhitungan secara manual kekuatan desain rancangan,

pembuatan rangka engine stand, dan proses finising mengahasilkan beberapa

pembahasan antara lain:

1. Desain engine stand

Proses desain awal engine stand menggunakan software AutoCAD

2013 dengan menggunakan unit satuan ukur milimeter (mm), desain dibuat

berdasarkan sket gambar racangan awal. Setelah gambar rancangan awal

dengan menggunakan AutoCAD 2013 selesai, maka tahap selanjutnya

perhitungan beban statis pada desain rangka engine stand. Dari hasil

perhitungan beban pada masing-masing tumpuan dudukan mesin dengan

(71)

dapat menahan beban statis yang di berikan oleh mesin, hal ini dapat dilihat

dari diagram SFD, BMD, dan NFD pada masing-masing dudukan mesin.

2. Proses pembuatan rangka engine stand

Proses pembuatan rangka pada engine stand corola 4A-FE melalui

beberapa tahapan, tahapan pertama pemotongan bahan berupa pipa bulat,

pipa U 30x20x3, dan plat, setelah proses pemotongan bahan selesai maka

proses selanjutnya adaalah proses pengelasan, dan terakhir adalah proses

pengerindaan bekas pengelasan.

3. Proses finising (pengecatan)

Proses finising pada rangka engine stand berjalan dengan baik, hal ini

terbukti tidak terdapat cacat pada pengecatan, proses pengecatan meliputi

tahap persiapan permukaan, pendempulan, aflikasi cat surface, top coat, dan

(72)

64

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan proyek tugas akhir “Perancangan dan Pembuatan

Engine Stand Corola 4A-FE“ beserta laporannya penulis dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perancangan engine stand motor Corola 4A-FE telah berhasil

diselesaikan menggunakan software autoCAD 2013 dan dari

perhitungan sederhana dari perhitungan beban statis desain dari rangka

menggunakan inventor engine stand mampu menopang beban dari

engine dengan baik, gaya yang dihasilkan dudukan depan 3,49 mm dan

dudukan belakang 0.19 mm.

2. Proses pembuatan rangka pada engine stand corola 4A-FE melalui

beberapa tahapan, tahapan pertama pemotongan bahan berupa pipa

bulat, pipa U 30x20x3, dan plat, setelah proses pemotongan bahan

selesai maka proses selanjutnya adaalah proses pengelasan, dan terakhir

adalah proses pengerindaan bekas pengelasan.

3. Proses finising pada rangka engine stand berjalan dengan baik, hal ini

terbukti tidak terdapat cacat pada pengecatan, proses pengecatan

meliputi tahap persiapan permukaan, pendempulan, aflikasi cat surface,

(73)

5.2. Saran

Selama proses pembuatan Tugas Akhir yaitu “Perancangan dan Pembuatan

Engine Stand Corola 4A-FE“, penulis masih memiliki beberapa kendala-kendala

baik menyangkut masalah teknis maupun masalah non-teknis. Oleh karena itu,

penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan pengujian yang lebih dalam mengenai kekuatan dari

material yang digunakan. Sebelum merancang stand perlu menggambar

stand terlebih dahulu penelitian bahan untuk mengetahui hasil analisa

software inventor dan perlu pengujian tarik, tekan, bending.

2. Perlu adanya perawatan berkala terhadap engine stand untuk menjaga

kondisi dari engine stand agar tetap dalam kondisi prima.

3. Perlu adanya prosedur penggunaan engine stand yang baku sesuai SOP

Gambar

Gambar 2.9. Perlakuan Panas Logam Las (G Nieman, 1996)
Gambar 2.11. Macam-macam Distorsi (G Nieman, 1996)
Gambar 2.12. Sambungan Las pada Pipa (Riswan D, 2010)
Gambar 2.14. Kode ISO Posisi Las Pipa (Riswan D, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cara kerja sistem pemasukan dan pengeluaaran pada engine 1 TR-FE. Pemeriksaan dan perwatan pada sistem pemasukan

Hasil yang dicapai setelah dilakukannya perbaikan pada engine stand Toyota kijang 5K yang pada kondisi awalnya mati dapat hidup kembali dengan baik dan dapat digunakan lagi

Pada penelitian ini, juga dilakukan optimasi kondisi proses (kecepatan pengadukan dan temperatur) adsorpsi logam Fe dengan zeolit 4A untuk mendapatkan kemampuan

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN GAME SURVIVAL HORROR “I FOUND YOU” MENGGUNAKAN UNITY 3D GAME ENGINE..

Analisis Sistem Pemasukan Dan Pengeluaran Pada Engine 1 Tr-Fe Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu..

Dalam rekondisi pada sistem pengapian engine stand Timor S515i T2 ini terlebih dahulu dilakukan identifikasi awal memeriksa percikan bunga api pada busi dan kabel tegangan tinggi

Rancangan desain fisik FTTH Buah Batu Square menggunakan OptiSystem yang telah disusun berdasarkan desain jaringan yang telah dibuat di worksheet AutoCad dan juga hasil

Setelah pemilihan konsep langkah yang dilakukan adalah perancangan alat yang diawali dengan design portable conveyor dengan menggunakan software autocad dan perhitungan