ABSTRACT
THE EFFECT OF EXTRACT BAY LEAF (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.) ON THE LEVEL OF STARCH HYDROLYSIS, ANTIOXIDANT
ACTIVITY AND SENSORY PROPERTIES OF INSTANT RICE
By
Isnaini Rahmadi
In some Asian countries, diabetes mellitus (DM) is suggested to be close related
to their rice daily intake as rice intake contributes significantly into their blood glucose level. Threrefore, for patient of DM or people who has high risk of digestibility of starch should be lowered. This research aimem to obtain an
optimal concentration of bay leaf extract that produces instant rice with low levels of starch hydrolysis, the high antioxidant activity and sensory properties are
preferred. This research is arranged in a Complete Randomized Block Design (CRBD) with six bay leaf extract concentration, is 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and 25% of the solution volume for cooking. The results showed the addition of the
bay leaf extract did not affect the rate of starch hydrolysis and total of phenol in instant rice, but it is effected on antioxidant activity and sensory properties of
▸ Baca selengkapnya: rempah daun yang mebuat aroma nasi kuning lebih segar dan khas di badingkan dengan nasi putih adalah ..
(2)2
antioxidant activity by 79.44 %, total of phenol about 186.00 ppm GAE, the
percentage of panelists with like criteria to scents about 49.52 %, the taste 59.05 %, color 86.67 % and fluffier 41.90%.
ABSTRAK
PENGARUH EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum(Wight.) Walp.) TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS PATI, AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DAN SIFAT SENSORI NASI INSTAN
Oleh
Isnaini Rahmadi
Di beberapa negara Asia, diabetes mellitus (DM) erat kaitannya dengan jumlah
konsumsi beras harian yang berpengaruh pada kadar gula darah. Agar nasi yang dikonsumsi aman bagi penderita DM, daya cerna atau tingkat hidrolisis patinya harus diturunkan. Penambahan ekstrak daun salam diyakini dapat mempengaruhi
metabolisme pati karena mengandung senyawa polifenol. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh konsentrasi optimal ekstrak daun salam yang menghasilkan nasi instan dengan tingkat hidrolisis pati rendah, aktivitas antioksidan tinggi dan
sifat sensori yang disukai. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan enam konsentrasi ekstrak daun salam, yaitu
0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% terhadap volume larutan untuk pemasakan. Hasil penelitian menunjukkan penambahan ekstrak daun salam tidak berpengaruh terhadap tingkat hidrolisis pati dan total fenol nasi instan, namun berpengaruh
2
karakteristik tingkat hidrolisis pati 15,21 %, aktivitas antioksidan 79,44 % dan
total fenol 186,00 ppm GAE, persentase panelis dengan kriteria suka terhadap aroma sebesar 49,52 %, rasa sebesar 59,05 %, warna sebesar 86,67 % dan
kepulenan sebesar 41,90 %.
PENGARUH EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum(Wight.) Walp.) TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS PATI, AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DAN SIFAT SENSORI NASI INSTAN
Oleh Isnaini Rahmadi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Strukur kimia amilosa dan amilopektin ... 13 2. Daun salam ... 16
3. Proses pembuatan ekstrak daun salam ... 28 4. Proses pembuatan nasi instan dengan penambahan
ekstrak daun salam ... 29 5. Proses pengujian tingkat hidrolisis pati nasi instan... 31
6. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam terhadap tingkat hidrolisis pati nasi instan dan tingkat
hidrolisis pati nasi... 38 7. Letak kerja enzimαamilase dalam mendegradasi pati... 40
8. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam
terhadap aktivitas antioksidan nasi instan ... 42
9. Reaksi radikal DPPH dengan senyawa antioksidan ... 42 10. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam
terhadap total fenol nasi instan ... 43 11. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam
terhadap persentase panelis menyukai aroma nasi instan ... 46 12. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam
terhadap persentase panelis menyukai rasa nasi instan ... 47
13. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam
xi
14. Pengaruh peningkatan konsentrasi ekstrak daun salam terhadap persentase panelis menyukai kepulenan nasi
instan ... 49
15. Pengeringan daun salam dengan sinar matahari tidak langsung... 77
16. Pengayakan daun salam setelah diblender ... 77
17. Proses pemanasan daun salam bubuk... 78
18. Penyaringan ekstrak daun salam ... 78
19. Pemasakan nasi instan menggunakanrice cooker... 78
20. Persiapan pengeringan nasi pada suhu 60oC ... 79
21. Pengeringan nasi pada suhu 60oC ... 79
22. Pengujian sensori nasi instan... 79
23. Persiapan pengukuran kadar glukosa nasi instan ... 80
24. Pengukuran kadar glukosa denganblood glucose test meter... 80
25. Kurva standar glukosa tingkat hidrolisis pati dengan metode enzimatis ... 81
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Tujuan... 4
C. Kerangka Pemikiran ... 4
D. Hipotesis... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Diabetes Mellitus ... 8
B. Beras ... 10
C. Daun Salam (Syzygium polyanthum(Wight.) Walp.) ... 15
D. Daya Cerna Pati ... 18
E. Antioksidan... 20
F. Nasi Instan ... 22
III. BAHAN DAN METODE ... 25
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
B. Bahan dan Alat ... 25
C. Metode Penelitian... 26
D. Pelaksanaan Penelitian ... 27
1. Pembuatan Ekstrak Daun Salam ... 27
2. Pembuatan Nasi Instan... 28
E. Pengamatan... 30
1. Analisis Tingkat Hidrolisis Pati Metode Enzimatis... 30
2. Aktivitas Antioksidan ... 32
3. Analisis Total Fenol ... 33
vi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Tingkat Hidrolisis Pati Nasi Instan ... 38
B. Aktivitas Antioksidan Nasi Instan... 41
C. Total Fenol Nasi Instan ... 43
D. Uji Sensori Nasi Instan... 44
1. Aroma ... 45
2. Rasa... 46
3. Warna... 47
4. Kepulenan ... 49
E. Penentuan Perlakuan Terbaik Nasi Instan ... 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia beras giling per 100 g... 12 2. Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia... 15
3. Pengukuran jumlah glukosa murni (standar) dengan metode
blood glucose test meter... 60
4. Pengukuran jumlah glukosa (metodeblood glucose test meter)
dan kadar air nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam... 60
5. Pengukuran jumlah glukosa (metodeblood glucose test meter)
dan kadar air nasi... 60 6. Jumlah glukosa nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam... 61
7. Jumlah glukosa nasi ... 61 8. Tingkat hidrolisis pati nasi instan dengan penambahan ekstrak daun
salam dengan metode enzimatis ... 61 9. Tingkat hidrolisis pati nasi dengan metode enzimatis ... 62
10. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett test) tingkat
hidrolisis pati nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam.. 62
11. Analisis ragam tingkat hidrolisis pati nasi instan dengan
penambahan ekstrak daun salam ... 63 12. Uji BNT tingkat hidrolisis pati nasi instan dengan penambahan
ekstrak daun salam ... 63 13. Absorbansi sampel nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam pada panjang gelombang 517 nm untuk pengukuran
viii
14. Absorbansi nasi instan (As) dengan penambahan ekstrak daun salam pada panjang gelombang 517 nm untuk pengukuran
aktivitas antioksidan ... 64 15. Absorbansi kontrol DPPH (Ak) pada panjang gelombang 517 nm .. 64
16. Aktivitas antioksidan nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam dengan metode DPPH pada panjang
gelombang 517 nm ... 65 17. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett test) aktivitas
antioksidan nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam ... 65
18. Analisis ragam aktivitas antioksidan nasi instan dengan
penambahan ekstrak daun salam ... 66
19. Uji BNT aktivitas antioksidan nasi instan dengan penambahan
ekstrak daun salam ... 66
20. Absorbansi asam galat (standar total fenol) pada panjang
gelombang 750 nm ... 66
21. Absorbansi total fenol nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam pada panjang gelombang 750 nm... 67 22. Total fenol nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam ... 67 23. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett test) total fenol
nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam ... 68 24. Analisis ragam total fenol nasi instan dengan penambahan
ekstrak daun salam ... 68 25. Uji BNT total fenol nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam... 69 26. Uji sensori aroma nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam... 70
27. Persentase panelis menyukai aroma nasi instan dengan
penambahan ekstrak daun salam ... 71
28. Uji sensori rasa nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam... 72
29. Persentase panelis menyukai rasa nasi instan dengan penambahan
ix
30. Uji sensori warna nasi instan dengan penambahan ekstrak
daun salam... 74
31. Persentase panelis menyukai warna nasi instan dengan
penambahan ekstrak daun salam ... 75
32. Uji sensori kepulenan nasi instan dengan penambahan
ekstrak daun salam ... 76
33. Persentase panelis menyukai kepulenan nasi instan dengan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karanganyar, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 13 Maret 1992, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak
Supardiono dan Ibu Sudarti.
Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar di SDN 2 Karang Anyar yang selesai tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Braja Selebah yang
diselesaikan tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Sribhawono yang diselesaikan tahun 2011. Tahun 2011, penulis mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjalani kuliah, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Mikrobiologi Hasil Pertanian sejak September 2013 hingga Desember 2014 serta
mata kuliah Ilmu Gizi Pangan tahun 2015. Tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik dengan tema “POSDAYA” di Kampung Sidoluhur,
2
“Mempelajari Proses Pengolahan Es Yoghurt dari Susu Sapi Segar di Sentulfresh
Indonesia Kabupaten Bogor Jawa Barat” pada tahun 2014.
Tahun 2013, penulis menjadi Anggota Panitia Khusus Pemilihan Raya (Pansus
Pemira) Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di UKMF Forum Studi Islam (FOSI) Fakultas Pertanian sebagai Kepala Staf
Kesekretariatan periode 2013-2014 dan Dewan Perwakilan Mahasiswa
Universitas Keluarga Besar Mahasiswa (DPMU KBM) Unila sebagai anggota Komisi I periode 2014-2015. Penulis juga aktif di Ikatan Mahasiswa Muslim
Pertanian Indonesia (IMMPERTI) sebagai Kepala Departemen Kajian Isu dan Strategis DPW II (Sumbagsel) periode 2014-2016. Selain itu, penulis juga
menjadi Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Lampung Timur (Ikam Lamtim) periode
SANWACANA
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin. Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Rabb pemilik
alam semesta dan segala isinya yang telah memberikan peluang dan kepercayaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh
Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum(Wight.) Walp.) terhadap Tingkat
Hidrolisis Pati, Aktivitas Antioksidan dan Sifat Sensori Nasi Instan” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr.Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;
2. Ir. Susilawati, M.Si., selaku ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung;
3. Dr. Ir. Sussi Astuti, M. Si., selaku pembimbing pertama atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, nasihat, saran dan arahan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini;
2
5. Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M. Sc., selaku penguji atas segala saran dan nasihat
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
6. Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan, dukungan dan perhatiannya;
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas pengetahuan, bimbingan, dan arahannya;
8. Orang tua dan saudaraku tersayang, terima kasih atas doa, dukungan, nasihat serta kasih sayang yang selalu mengalir selama ini;
9. Keluarga Teknologi Hasil Pertanian, terkhusus angkatan 2011 “Janji Gerhana”, Udin, Rian, Wildan, Oriza, Algi, Yudha, Tesa dan Satria atas
bantuan dan kebersamaannya;
10. Penghuni E3 Griya Kencana (Kak Budi, Kak Isnur, Kak Pandu, Kak Rio, Udin, Fatkhul, Tesa dan Gunawan), atas kebersamaan dan semangatnya; 11. Rekan-rekan keluarga besar FOSI FP, PANSUS U 2013, DPU U KBM Unila
2014-2015, IKAM LAMTIM dan IMMPERTI, atas kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, November 2015 Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Bertambahnya populasi penduduk usia lanjut, perubahan gaya hidup terutama
perubahan pola makan serta berkurangnya kegiatan jasmani menjadi penyebab meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia (Zahtamalet al., 2007). Salah satu penyakit degeratif yang tingkat prevalensinya dari tahun ke
tahun terus meningkat secara signifikan adalah diabetes mellitus (Munadi dan Ardinata, 2008). Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolisme akibat cacat pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Gejala umum yang timbul pada
penderita diabetes diantaranya sering buang air, terdapat gula pada air seni, sering merasa haus yang berlebihan, sering merasa lapar, kekurangan energi, mudah
lelah dan berat badan terus menurun (Prameswari dan Widjanarko, 2014).
Diabetes mellitus menjadi salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan menurunkan mutu sumber daya manusia. Menurut
International Diabetic Federation (IDF)tingkat prevalensi diabetes mellitus
dunia tahun 2013 sebanyak 382 juta kasus atau sekitar 8,4 % dari populasi manusia dewasa. Ditahun yang sama, tingkat prevalensi diabetes mellitus
2
menunjukkan prevalensi diabetes mellitus tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6
%), DKI Jakarta (2,5 %), Sulawesi Utara (2,4 %) dan Kalimantan Timur (2,3 %).
Diabetes mellitus erat hubungannya dengan kontrol glukosa darah. Selain itu, diabetes mellitus juga erat kaitannya dengan zat gizi karbohidrat yang dikonsumsi.
Karbohidrat, terutama pati akan terurai menjadi glukosa dalam sistem pencernaan. Keberadaan glukosa yang berlebih dalam tubuh dapat meningkatkan kadar gula
darah (Munadi dan Ardinata, 2008). Salah satu upaya untuk pencegahan penyakit diabetes mellitus adalah dengan pengaturan pola konsumsi dan pemilihan
makanan yang tepat. Cara memilih pangan yang tepat diantaranya dengan
memilih makanan yang banyak mengandung pati resisten (Birtet al., 2013) dan membatasi konsumsi makanan berkadar pati non resisten tinggi seperti nasi
(Hasanet al., 2011).
Beras telah lama dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Bahkan
beras menjadi bahan pangan pokok yang keberadaannya sulit digantikan oleh sumber karbohidrat lain (Wijayaet al., 2012). Karena itu agar nasi yang
dikonsumsi aman bagi penderita diabetes mellitus, maka daya cerna patinya harus diturunkan. Menurut Himmah dan Handayani (2012), penurunan daya cerna pati beras diharapkan dapat membantu penderita diabetes untuk menjaga kadar gula
mereka meskipun mengonsumsi beras. Dengan demikian, beras yang dikonsumsi dapat berperan sebagai pangan fungsional karena memiliki daya cerna pati rendah
(Herawati, 2011).
3
(Hanhinevaet al., 2010). Senyawa polifenol juga berfungsi sebagai antioksidan
serta mampu menurunkan aktivitas enzim pencernaan (Himmah dan Handayani, 2012). Salah satu contoh senyawa polifenol yang dapat menurunkan daya cerna
adalah tanin (Barroset al., 2012). Tanin dapat membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolimer lain. Senyawa tanin juga diyakini dapat menjadi penghambat enzim yang kuat sehingga senyawa berbagai biopolimer
tidak mudah terdegradasi (Kandraet al., 2004).
Salah satu sumber tanin adalah daun salam (Kharismawatiet al., 2009).
Situmorang (2013) juga memaparkan bahwa daun salam mengandung saponin,
triterpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid, tanin dan minyak atsiri yang terdiri dari sesquiterpen, lakton dan fenol. Karena itu, penambahan ekstrak daun salam
pada pembuatan nasi instan diduga dapat menurunkan daya cerna nasi instan melalui penghambatan aktivitas enzim amilase dan tripsin. Penghambatan ini karena enzim tidak dapat mengenali substrat, seperti pati dan protein akibat
terbentuknya senyawa kompleks antara polifenol dan substrat. Senyawa
kompleks ini menyebabkan pati atau protein tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan (Himmah dan Handayani, 2012).
Secara tradisional daun salam digunakan sebagai obat untuk mengobati penyakit
diare, kencing manis (diabetes mellitus), sakit maag, menurunkan kadar
kolesterol, tekanan darah tinggi serta eksim (Pidrayanti, 2008). Daun salam juga
4
pengaruh penambahan daun salam terhadap daya cerna nasi belum diketahui.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan uji apakah penambahan ekstrak daun salam pada pembuatan nasi instan dapat mempengaruhi daya cerna pati.
Nilai daya cerna pati pada penelitian ini digambarkan oleh tingkat hidrolisis pati oleh enzimα–amilase. Karena daun salam kaya senyawa polifenol, maka perlu dikaji pula apakah penambahan daun salam tersebut berpengaruh terhadap
aktivitas antioksidan dan sifat sensori dari nasi instan yang dihasilkan.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun salam terhadap tingkat hidrolisis pati,
aktivitas antioksidan dan sifat sensori nasi instan.
2. Memperoleh konsentrasi optimal ekstrak daun salam yang menghasilkan nasi instan dengan tingkat hidrolisis pati rendah, aktivitas antioksidan tinggi dan
sifat sensori yang disukai.
C. Kerangka Pemikiran
Beras merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat yang tinggi (Hasanet al., 2012) dan memiliki indeks glikemik tinggi atau
hiperglikemik (Indrasariet al., 2008). Indeks glikemik yang tinggi pada beras menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah dengan cepat dan memicu penyakit
5
yang mengandung amilosa lebih dari 20 % berpotensi untuk dikendalikan daya
cerna patinya (Wijayaet al., 2012) dan dapat digunakan untuk memproduksi pati resisten (Herawati, 2011).
Indeks glikemik dan daya cerna beras dapat diturunkan dengan adanya zat antigizi
melalui proses penghambatan enzim α-amilase. Salah satu metode yang dapat
diterapkan adalah dengan penambahan komponen polifenol. Zat antigizi ini dapat
menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun (Himmah dan Handayani, 2012). Selain itu, polifenol juga dapat bertindak sebagai senyawa antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas
(Tasia dan Widyaningsih, 2014).
Uji fitokimia membuktikan bahwa daun salam mengandung flavonoid, saponin, tanin serta senyawa lain yang tergolong senyawa polifenol (Pidrayanti, 2008). Kandungan senyawa polifenol, terutama tanin dapat mengendapkan protein dan
polisakarida. Polifenol juga mengandung gugus hidroksi dan karboksilat sehingga membentuk kompleks yang kuat antara protein dan polifenol. Enzim α-amilase
adalah protein sehingga pembentukan kompleks ini diharapkan akan menurunkan daya cerna pati beras (Wijayaet al., 2012).
Ikatan yang mungkin terbentuk antara senyawa polifenol dan pati adalah ikatan
kovalen melalui jembatan eter pada C4atau melalui jembatan H+pada pati,
sehingga sisi aktif pati tidak dikenali oleh enzim pencernaan (Wijayaet al.,2012). Semakin banyak senyawa kompleks yang terbentuk maka akan semakin banyak
6
dilakukan oleh Widowati (2007) dengan menggunakan ekstrak teh hijau. Proses
pembuatan beras instan tersebut menggunakan beras varietas Memberamo dengan perendaman dalam ekstrak teh hijau 4 %. Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukan bahwa daya cerna pati tanpa ekstrak teh hijau yaitu 71,18 % dan setelah diproses menjadi nasi fungsional dengan ekstrak teh hijau menurun menjadi 41,39 % dengan kadar fenol 1,68 %.
Senyawa polifenol diyakini memberikan perlindungan terhadap perkembangan kanker, penyakit jantung, diabetes, osteoporosis dan penyakit neurodegeneratif (Pandey and Rizvi, 2009). Hal ini karena senyawa polifenol yang terdapat dalam
tanaman memiliki aktivitas antioksidan (Sreeramuluet al.,2013). Daun salam juga mengandung vitamin A, vitamin C, dan vitamin E yang berperan sebagai
antioksidan (Riansari, 2008). Berdasarkan hal tersebut, penambahan ekstrak daun salam pada nasi instan diharapkan juga dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada nasi tersebut.
Daun salam dikenal masyarakat Indonesia sebagai bumbu masak karena memiliki
keharuman khas dan menambah kelezatan karena mengandung minyak atsiri (Murhadiet al., 2007). Namun daun salam mempunyai rasa yang kelat dan bersifat astringen apabila dikonsumsi (Pidrayanti, 2008). Polifenol juga dapat
menyebabkan bahan pangan berubah menjadi coklat akibat reaksibrowning selama penyimpanan (Yuet al., 2008). Oleh karena itu, penggunaan ekstrak daun
7
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Ekstrak daun salam berpengaruh terhadap tingkat hidrolisis pati, aktivitas antioksidan dan sifat sensori nasi instan.
2. Terdapat konsentrasi optimal ekstrak daun salam yang menghasilkan nasi instan dengan tingkat hidrolisis pati rendah, aktivitas antioksidan tinggi dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia akibat berkurangnya kualitas insulin, sekresi insulin atau kombinasi keduanya serta terjadi perubahan progresif terhadap struktur selβ pankreas
(Prameswari dan Widjanarko, 2014). Diabetes mellitus disebut juga sebagai
penyakit degeneratif karena adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah
(hiperglikemia) dan terdapat gula dalam urin (glukosuria) (Zahtamalet al., 2007).
Gejala umum yang timbul pada penderita diabetes diantaranya sering buang air kecil (poliuria) yang mengakibatkan penderita sering merasa haus yang
berlebihan (polidipsia) dan sering merasa lapar (polifagi). Gejala lain yang dapat dirasakan penderita adalah kekurangan energi, mudah lelah (fatigue) dan berat badan terus menurun (Tera, 2011).
Diabetes mellitus dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Diabetes mellitus tipe I diartikan sebagai tipe diabetes yang bergantung pada insulin atauInsulin Dependent Diabetes Mellitus(IDDM), sedangkan diabetes
9
tipe I mengalami kerusakan sel pankreas yang menghasilkan insulin, akibatnya
sel-selβ pankreas tidak dapat mensekresikan insulin atau hanya mensekresikan insulin dalam jumlah sedikit. Kerusakan pada sel-sel β pankreas disebabkan oleh
peradangan pada pankreas, sehingga tidak dapat membentuk insulin secara normal (Murrayet al., 2003).
Tujuan utama pengobatan diabetes mellitus adalah menghilangkan keluhan,
mencegah timbulnya komplikasi, menurunkan angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup. Pengobatan diabetes mellitus tipe I dilakukan dengan terapi insulin dengan dosis insulin yang diberikan bersifat individual. Pemberian insulin
pada umumnya disuntikkan secara subkutan pada lemak abdomen, lengan atas posterior, atau paha sebelah luar. Pada keadaan tertentu dapat diberikan secara
intramuskular atau intravena (BPOM, 2009). Menurut Prameswari dan
Widjanarko (2014) pemberian obat ini memberikan efek samping sakit kepala, pusing, mual, dan anoreksia serta membutuhkan biaya yang relatif mahal.
Diabetes mellitus tipe II umumnya disebabkan oleh obesitas atau kelebihan berat
badan. Pengobatan diabetes mellitus tipe II dilakukan dengan pengaturan pola makan dan olah raga, namun dapat pula diobati dengan obat-obat antidiabetes. Obat antidiabetes digolongkan menjadi lima kelompok berdasarkan mekanisme
kerjanya. Pertama,sulfonilureayang memiliki mekanisme kerja menstimulasi sel-sel β pankreas, sehingga produksi atau sekresi insulin meningkat. Golongan
kedua adalahbiguanidyang bekerja menghambat glukoneogenesis dan
10
sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam
usus. Keempat adalah golongantiazolidinedionyang bekerja menurunkan kadar glukosa dengan cara meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan
lemak, dan hati. Kelima yaitu golonganmeglitinidyang menstimulus pelepasan insulin dari pankreas segera setelah makan (BPOM, 2009).
Pemberian obat-obat antidiabetik oral umumnya menimbulkan efek samping
seperti sakit kepala, pusing, mual, dan anoreksia serta membutuhkan biaya yang mahal, sehingga beberapa penderita diabetes mellitus memilih mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan cara tradisional menggunakan tanaman herbal
(Prameswari dan Widjanarko, 2014). Cara lain yang dapat dipilih penderita diabetes mellitus adalah dengan mengatur diet makan. Prinsip diet diabetes
mellitus adalah tepat jumlah, jadwal dan jenis (Putro dan Suprihatin, 2012).
B. Beras
Beras merupakan hasil yang diperoleh dari proses penggilingan gabah dari tanaman padi (Oryza sativa) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga serta lapisan bekatulnya telah dipisahkan (SNI
01-6128-2008). Di Indonesia nasi dikonsumsi menjadi pangan pokok, sehingga Indonesia sangat terikat pada keberadaan beras. Berdasarkan data BPS, produksi
padi Indonesia tahun 2011 berjumlah 65.756.904 ton dengan tingkat konsumsi beras penduduk 139 kg per kapita/tahun. Angka ini lebih tinggi dari konsumsi beras per kapita Malaysia (63 kg/tahun), Jepang (60 kg/tahun), China (70
11
Tingginya angka konsumsi beras nasional lantaran beras menjadi bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari budaya pangan nasional (DPR-RI, 2013).
Beras merupakan makanan utama di beberapa negara berkembang dengan
menyumbang 4.000 kJ energi per kapita per hari. Beras juga menyediakan sekitar
20 % total energi per kapita dan 13 % protein bagi penduduk dunia. Di Asia beras menyumbangkan 35 % energi dan 28 % protein, sedangkan di Amerika Selatan 12
% energi dan 9 % protein. Hal ini menunjukkan bahwa beras menjadi sumber pati dan protein bagi penduduk dunia. Pati merupakan kandungan utama beras yang terdapat dalam bagian endosperm berbentuk granula majemuk berukuran 3-10
µm. Protein sebagai komponen kedua dalam beras, di dalam endosperm berbentuk butiran (bodies) dengan ukuran 1-4 µm (Prabowo, 2006).
Komposisi dan sifat biji padi bergantung pada faktor genetik varietas, pengaruh lingkungan dan ragam pengolahannya (Prabowo, 2006). Komposisi kimia
terbesar yang terkandung dalam beras adalah karbohidrat, yaitu sebesar 79 %. Setiap 100 g beras dapat menghasilkan energi sebesar 365 kilo kalori. Beras juga
12
Tabel 1. Komposisi kimia beras giling per 100 g
Keterangan Nilai
Energi Karbohidrat 79 g -Karbohidrat
-Serat pangan Lemak Protein Air
Thiamin (Vit. B1) Riboflavin (Vit. B2) Niasin (Vit. B3)
Asam Pantothenat (B5) Vitamin B6
Folat (Vit. B9) Kalsium Besi Magnesium Mangan Forfor Potassium Seng
1,527 kJ (365 kcal) 79 g
0,12 g 0,66 g 7,13 g 11,62 g
0,070 mg (5 %) 0,049 mg (3 %) 1,6 mg (11 %) 1,014 mg (20 %) 0,164 mg (13 %) 8 μ g (2%) 28 mg (3 %) 0,80 mg (6 %) 25 mg (7 %) 1,088 mg (54 %) 115 mg (16 %) 115 mg (2 %) 1,09 mg (11 %) Sumber: Depkes (1995)
Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah pati dengan struktur tidak bercabang dan merupakan fraksi larut
air. Sedangkan amilopektin adalah pati dengan struktur bercabang, tidak larut air dan cenderung bersifat lengket. Rasio komposisi kedua golongan pati ini sangat
menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera) (Wijayaet al., 2012). Strukur kimia amilosa dan amilopektin
13
Gambar 1. Strukur (a) amilosa dan (b) amilopektin Sumber: Wijayaet al. (2012)
Sifat fisik dan kimiawi beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi
yang dihasilkan (Haryadi, 2008). Parameter yang menentukan mutu tanak (cooking quality) beras meliputi waktu tanak, nisbah penyerapan air (NPA), dan nisbah pengembangan volume (NPV), suhu gelatinisasi beras, konsistensi gel,
kadar amilosa, kekerasan dan kelengketan (Indrasariet al., 2008). Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma nasi dan berkorelasi negatif dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2008). Hasil penelitian
Indrasari dan Mardiah (2011) menunjukkan bahwa kadar amilosa juga berkorelasi terhadap konsistensi gel, yaitu semakin tinggi amilosa maka konsistensi gel pati
akan semakin rendah. Meskipun demikian, kadar amilosa tidak berkorelasi dengan nisbah penyerapan air(NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV).
Beras yang mengandung protein lebih tinggi memerlukan lebih banyak air dan
14
oleh granula pati, dan mengakibatkan lebih lamanya waktu yang diperlukan untuk
penanakan agar gelatinisasi dapat berlangsung sempurna. Penentuan mutu rasa nasi dikenal nasi pera dan nasi pulen. Nasi pera adalah nasi keras dan kering
setelah dingin, tidak lekat satu sama lain dan lebih mengembang daripada nasi pulen. Sedangkan nasi pulen adalah nasi yang cukup lunak walaupun sudah dingin, lengket dengan tingkat kelengketan rendah, antar biji lebih berlekatan satu
sama lain dan mengkilat (Haryadi, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Yahya (2012), daya cerna pati memiliki korelasi positif terhadap indeks glikemik nasi dan berhubungan dengan ukuran partikel.
Semakin kecil ukuran ukuran partikel maka semakin mudah pati terdegradasi dan indeks glikemiknya semakin tinggi. Selain itu, karbohidrat sederhana tidak
seluruhnya memiliki indeks glikemik lebih tinggi daripada karbohidrat kompleks. Pada beras, secara umum respon glikemiknya dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu pangan indeks glikemik rendah (IG<55), indeks glikemik sedang
(55<IG<70) dan indeks glikemik tinggi (IG>70). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik antara lain cara pengolahan, perbandingan amilosa dan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar
lemak dan protein, serta kadar zat antigizi (Wijayaet al., 2012).
Indeks glikemik beras juga dipengaruhi oleh varietas padi dan gabahnya. Beras di pasaran umumnya tidak diketahui jenisnya secara pasti sehingga tidak diketahui
15
ditentukan berdasar perbandingan respon gula darah beras dengan glukosa murni
[image:34.595.114.513.179.428.2]sebagai standar yaitu IG=100 (Yahya, 2012).
Tabel 2. Indeks glikemik beberapa varietas beras giling di Indonesia
Varietas IG (Glukosa=100) Varietas IG (Glukosa=100) Begawan solo Gilirang Sintanur Sarinah Ciliwung Celebes Batang piaman Mekongga Ketonggo Setail Widas IR 64 IR 42 Cisadane Memberamo 98 97 91 90 87 86 80 79 79 74 71 70 69 68 67 Cigeulis Batang lembang Logawa Cande Cibogo Ciherang Aek sibundong Martapura Air tenggulang IR 74 Ciujung IR 36 Margosari Cisokan 64 63 59 59 58 54 53 50 50 49 48 45 39 34
Sumber: Yahya (2012)
C. Daun Salam (Syzygium polyanthum(Wight.) Walp.)
Salam merupakan salah satu tanaman obat yang tergolong dalam kelas
Magnoliopsida, subkelasRosidae, ordoMyrtales, familyMyrtaceae, dan genus
Syzygium, spesiesSyzygium polyanthum(Wight.) Walp atauEugenia polyantha
Wight (Nurcahyati, 2014). Secara morfologi, salam merupakan pohon bertajuk rimbun dengan tinggi mencapai 25 m, batang bulat dengan permukaan licin dan
berakar tunggang. Daun salam memiliki beberapa karakteristik seperti berdaun tunggal, pertulangan menyirip, letak berhadapan, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, dan berwarna hijau (Gambar 2). Daun salam
16
daun 3-8 cm. Bunga salam majemuk tersusun berwarna putih dan harum.
Buahnya merupakan buah buni yang berbentuk bulat dengan diameter 8-9 mm, memiliki rasa sepat dan berwarna hijau saat muda serta warnanya berubah
[image:35.595.244.382.225.338.2]menjadi merah gelap setelah masak. Bijinya berwarna coklat dan berbentuk bulat dengan penampang sekitar 1 cm (Redaksi AgroMedia, 2008).
Gambar 2. Daun Salam (Dewi, 2012).
Secara ilmiah tumbuhan salam ini dikalisifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies :Syzygium polyanthum(Wight.) Walp. (Nurcahyati, 2014).
Daun salam dikenal sebagai bumbu masakan yang penggunaannya banyak
17
myrcetindanmyrcitrin), polifenol, alkaloid, tanin dan minyak atsiri (metil kavikol
dan eugenol), sesquiterpen, lakton, fenol, steroid, sitral, lakton serta karbohidrat (Situmorang, 2013). Selain mengandung senyawa-senyawa aktif, daun salam juga
mengandung beberapa vitamin, diantaranya vitamin C, vitamin A, thiamin, riboflavin, niacin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Bahkan mineral seperti selenium juga terkandung di dalam daun salam (Pidrayanti, 2008).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun salam memiliki khasiat yang besar dalam dunia kesehatan. Tumbuhan herbal ini bermanfaat sebagai alternatif pencegahan terjadinya dislipidemia, khususnya dalam penurunan kadar
trigliserida dalam darah. Sebagai obat, daun salam sering digunakan dengan cara perebusan ataupun dalam bentuk ekstrak. Rebusan daun salam lebih mudah
diaplikasikan di masyarakat dibandingkan dengan penggunaan ekstrak, namun kualitas kandungan bahan aktif lebih tinggi pada ekstrak daun salam (Situmorang, 2013). Selain itu, Studiawan dan Santosa (2005) melaporkan bahwa daun salam
juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan diare, sakit maag, kolesterol tinggi, hipertensi, gastritis, dan diare, mabuk akibat alkohol dan mengobati diabetes mellitus.
Tanin dan flavonoid dalam daun salam termasuk dalam senyawa fenol. Semua
senyawa fenol memiliki cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksi, karboksil, metoksi dan juga struktur cincin bukan aromatik (Salisbury dan Ross,
18
tanin merupakan penghambat enzim yang kuat sehingga tidak mudah terdegradasi
(Manitto, 1992).
Daun salam mengandung senyawa polifenol, terutama tanin yang diduga dapat menurunkan daya cerna pati melalui penghambatan aktivitas enzim amilase dan
tripsin (Himmah dan Handayani, 2012). Kandungan senyawa polifenol dan berbagai vitamin dalam daun salam juga dapat berfungsi sebagai antioksidan
(Riansari, 2008). Daun salam juga berpotensi menjadi bahan pengawet sekaligus menambah aroma bahan pangan karena mengandung minyak atsiri (Murhadiet al., 2007). Kandungan minyak atsiri daun salam sekitar 0,17 % dengan
komponen penting eugenol dan metil kavikol yang diyakini mampu menurunkan kadar gula darah (Suharmiati dan Roosihermiatie, 2012).
D. Daya Cerna Pati
Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis
oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Salah satu bahan pangan yang dijadikan sumber pati bagi masyarakat adalah beras atau nasi. Kandungan pati dan komposisi amilosa atau amilopektin berpengaruh terhadap
daya cerna pati beras atau nasi (Indrasariet al., 2008). Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, terdiri atas amilosa dan amilopektin. Walaupun
tersusun dari monomer yang sama, amilosa memiliki karakteristik fisik yang berbeda dengan amilopektin. Secara struktural, amilosa dan amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik. Namun
19
Ketika pati dicerna, akan dihasilkan gugus monosakarida yaitu glukosa yang siap
diserap oleh tubuh. Semakin tinggi daya cernanya maka akan peningkatan kadar glukosa darah di dalam tubuh. Apabila jumlah insulin yang diproduksi rendah,
maka kondisi ini akan memicu munculnya penyakit diabetes mellitus. Oleh karena itu, harus dilakukan penurunan daya cerna dan aktivitas enzim agar terhindar dari penyakit diabetes mellitus. Penurunan aktivitas enzim ini dapat
menghambat pencernaan pati sehingga sekresi insulin menjadi berkurang. Seiring penurunan daya cerna pati diharapkan dapat membantu para penderita diabetes
untuk menjaga kadar gula karena terbatasnya jumlah insulin yang mampu disekresi (Himmah dan Handayani, 2012).
Semakin menurunnya daya cerna pati menandakan bahwa pati resisten dalam bahan pangan semakin meningkat. Pati resistan (resistant starch/RS) merupakan
fraksi pati yang tahan terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan amilase serta perlakuan pulunase secarain vitro. Pati resisten terbagi menjadi empat tipe, yaitu
RS1, RS2, RS3, dan RS4. RS1 secara fisik dapat diperoleh secara langsung, seperti pada biji-bijian yang tidak diproses RS2 secara alami terdapat di dalam struktur granula, seperti kentang yang belum dimasak, juga pada tepung pisang
dan tepung jagung yang mengandung banyak amilosa. RS3 terbentuk karena proses pengolahan dan pendinginan, seperti pada roti, emping jagung dan kentang
20
RS banyak dikonsumsi karena nilai fungsionalnya. Hidrolisis RS oleh enzim
pencernaan umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga proses produksi glukosa menjadi lebih lambat. Selanjutnya RS berkorelasi dengan
respons indeks glisemik dan secara tidak langsung bernilai fungsional bagi penderita diabetes mellitus. RS juga banyak dimanfaatkan sebagai sumber serat yang berfungsi menurunkan berat badan dan kegemukan. Hal ini terkait dengan
pengendalian sistem hormon untuk mencerna makanan dan mengendalikan rasa lapar. RS juga mengandung cukup banyak amilosa sehingga mempunyai efek
yang baik bagi saluran pencernaan dan metabolisme tubuh (Herawati, 2011).
E. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang melindungi senyawa atau jaringan dari efek destruktif jaringan oksigen atau efek oksidasi dari radikal bebas (Tursimanet al., 2012). Senyawa antioksidan dapat diartikan juga sebagai senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas, dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas (Kumalaningsih,
2006). Antioksidan bertindak sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Apabila dikaitkan dengan radikal bebas yang
dapat menyebabkan penyakit, antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif
(Sofia, 2008).
21
bebas ikut dilepaskan dan pelepasan radikal bebas melebihi batas akan ditangkap
oleh antioksidan. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas yang sifatnya kronis membutuhkan waktu bertahun-tahun dalam prosesnya, misal diabetes,
jantung, darah tinggi, stroke, dan kanker (Steinberg, 2009). Dilain sisi, tubuh tidak memiliki sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen
(Rohdianaet al., 2008). Jika radikal bebas tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak keseluruhan makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid
dan asam nukleat serta dapat merusak sel-sel di dalam tubuh. Dengan adanya antioksidan sebagai salah satu sistem pertahanan tubuh, maka radikal bebas dapat ternetralisir dengan cara menyumbangkan elektron dari antioksidan ke senyawa
radikal bebas (Putraet al., 2013).
Sebagian besar manusia tidak memperoleh asupan antioksidan yang cukup dari makanan yang mereka konsumsi setiap hari. Oleh karena itu perlu upaya yang
dilakukan untuk mendapatkan antioksidan dari luar tubuh (eksogen) untuk mendukung antioksidan dalam tubuh (endogen). Salah satu antioksidan yang sering dijumpai adalah golongan fenolik yang banyak ditemukan hampir di setiap
tumbuhan. Lebih dari 4.000 jenis flavonoid ditemukan diberbagai tumbuhan tingkat tinggi dan tingkat rendah (Marinovaet al., 2005). Hasil penelitian Dewi
(2012), menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder dalam daun salam terbukti berpotensi untuk dioptimalkan menjadi produk antioksidan.
22
(Pandey and Rizvi, 2009). Upaya menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit
pada penderita diabetes mellitus dapat dilakukan dengan mengonsumsi pangan fungsional berbahan baku tanaman obat yang memiliki aktivitas antioksidan
(Safithriet al., 2012). Hal ini karena senyawa antioksidan, terutama senyawa polifenol mampu menangkal radikal bebas (Tasia dan Widyaningsih, 2014). Senyawa radikal bebas apabila terakumulasi dalam jumlah berlebih dapat memicu
penyakit diabetes mellitus (Steinberg, 2009).
F. Nasi Instan
Beras merupakan makanan pokok yang mengandung karbohidrat yang dibutuhkan tubuh. Beras memiliki banyak keunggulan antara lain kandungan karbohidrat,
vitamin dan mineral yang tinggi, serta kandungan amilosa dan amilopektin yang beragam. Secara umum, beras membutuhkan waktu 45-60 menit agar dapat dikonsumsi yang meliputi pencucian, perendaman, pemasakan, dan pengukusan.
Selain itu, beras juga dapat dimasak dengan metodequick cooking ricesehingga menjadi beras instan yang dapat disajikan dalam waktu singkat. Beras instan ini
dibuat menjadiporoussehingga air dan panas lebih cepat terserap ke dalam biji beras sehingga proses gelatinisasi menjadi lebih cepat dan menyebabkan waktu memasak beras juga menjadi lebih cepat. Nasi dapat dikatakan instan adalah
apabila dapat dipersiapkan dalam waktu 1 sampai 5 menit dengan cara persiapan yang sederhana. Setelah dimasak, diharapkan nasi instan tetap mempunyai rasa,
23
Seiring dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan, telah dibuktikan
bahwa beberapa makanan dan komponen makanan memiliki efek fisiologis dan psikologis yang menguntungkan di samping penyediaan kandungan nutrisi dasar.
Hal ini menjadikan fungsi pangan semakin berkembang, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi saja. Akan tetapi, pangan juga bersifat fungsional karena berfungsi untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, memperbaiki
fungsi fisiologis, atau membantu menyembuhkan penyakit. Pangan jenis ini disebut dengan istilah pangan fungsional. Umumnya pangan fungsional dianggap
sebagai bagian pangan yang memiliki fungsi diet dan memiliki komponen aktif yang berguna untuk meningkatkan kesehatan atau mengurangi risiko penyakit. Pangan fungsional termasuk dalam konsep pangan yang tidak hanya penting bagi
kehidupan, tetapi juga sebagai pendukung pencegahan dan mengurangi faktor resiko sakit serta penambahan terhadap fungsi fisiologis tertentu. Kajian
mengenai sifat fungsional pangan yang berkhasiat untuk kesehatan dan kebugaran
semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat (Sugiyonoet al., 2009).
Persyaratan suatu produk dapat dikatakan sebagai pangan fungsional antara lain:
(1) wajib memenuhi kriteria produk pangan; (2) menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan
lain yang ditetapkan; (3) mempunyai manfaat bagi kesehatan yang dinilai dari komponen pangan fungsional berdasarkan kajian ilmiah Tim Mitra Bestari; (4) disajikan dan dikonsumsi sebagai mana layaknya makanan dan minuman; (5)
24
pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang tidak diinginkan
dengan komponen lain (BPOM, 2005).
Pangan fungsional memiliki tiga fungsi dasar yaitu sensori (warna dan
penampilan menarik serta cita rasa yang enak), nutrisional (bergizi tinggi), dan
fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain mencegah timbulnya penyakit, meningkatkan daya
tahan tubuh, meregulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan membantu proses penyembuhan (Muchtadi, 2001). Nasi instan dapat menjadi pangan fungsional bagi penderita diabetes mellitus apabila ditambahkan
komponen aktif yang dapat menurunkan daya cerna patinya (Indrasariet al., 2008). Nasi instan fungsional dangan daya cerna rendah dapat diproduksi dengan
menggunakan ekstrak teh hijau (Widowati, 2007). Hal ini karena teh hijau memiliki komponen aktif seperti senyawa polifenol (Wijayaet al., 2012). Senyawa polifenol dapat menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga
III. BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, serta Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Agustus 2015.
B. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan yaitu beras varietas Ciherang, daun salam dan air.
Beras diperoleh dari petani, Bapak Supardiono di Dusun IV, Desa Karang Anyar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan daun
salam diperoleh dari pekarangan rumah Bapak M. Anwar Kholik di Dusun Muhajirun, Desa Negararatu, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Bahan-bahan lain yang dibutuhkanuntuk analisis antara lain enzim α–amilase (porcin α– amylase, ethanol 96 % (pro analisis), buffer fosfat 0,1 M pH 7, akuades, folin ciocalteu, natrium karbonat (Na2CO3) 2 % dan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).
Alat yang digunakan antara lainrice cookermerk Miyako untuk menanak nasi
26
salam, neraca analitik, oven,kertas saring teknis, dan kain saring. Sedangkan alat
yang digunakan untuk analisis antara lain mikro pipet, labu ukur, erlenmeyer, beaker glass, vorteks,waterbath,rotary evaporator, sonifikator, sentrifugasi,
blood glucose test metermerk Gluco Dr., spectrophotometerdan mangkuk.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) non faktorial dengan tiga kali ulangan. Penelitian dilakukan dengan enam taraf
perlakuan konsentrasi ekstrak daun salam (DS) yaitu 0 % (DS1), 5 % (DS2), 10 % (DS3), 15 % (DS4), 20 % (DS5), dan 25 % (DS6).
Data tingkat hidrolisis pati, aktivitas antioksidan dan total fenol nasi instan
dianalisis dengan analisis ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan.
Kehomogenan data diuji dengan uji Bartlet dan kemenambahan data diuji dengan
uji Tuckey. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5 %. Evaluasi data uji sensori dilakukan dengan menghitung jumlah panelis yang menyukai (skor 4) dan
27
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Ekstrak Daun Salam
Pembuatan ekstrak daun salam dilakukan berdasarkan metode Murhadiet al. (2007), yaitu diawali dengan memilih daun salam segar dari pangkal daun nomor tiga sampai nomor 10 dari pucuk kemudian dikeringkan dengan menggunakan
sinar matahari hingga kering. Daun salam kering selanjutnya dihaluskan
menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk kering daun salam. Agar ukuran
bubuk daun salam lebih seragam, serbuk selanjutnya diayak dengan saringan 60 mesh. Proses ekstraksi daun salam dilakukan berdasarkan penelitian Dewi (2012) yang dimodifikasi. Serbuk kering daun salam yang diperoleh kemudian direbus
pada suhu akuades mendidih selama 10 menit dengan perbandingan 1 g/10 mL. Setelah dingin, ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kain saring sehingga terpisah dengan ampas serbuk daun salam. Setelah
penyaringan selesai, ampas daun salam direbus kembali pada suhu akuades mendidih selama 10 menit dengan jumlah akuades yang sama pada perebusan
pertama. Setelah dingin, dilakukan kembali proses penyaringan dengan kain saring dan simpan pada wadah yang sama dengan hasil ekstraksi pertama. Agar partikel terlarut lebih halus, ekstrak selanjutnya disaring kembali menggunakan
kertas saring. Ekstrak daun salam yang diperoleh selanjunya dimasukkan dalam botol dan disimpan dalam freezer sebelum digunakan. Hasil ekstak yang
28
Gambar 3. Proses pembuatan ekstrak daun salam (Murhadiet al., 2007 dan Dewi, 2012) yang telah dimodifikasi
2. Pembuatan Nasi Instan
Prosedur pembuatan nasi instan mengikuti metode yang digunakan oleh (Rewthonget al., 2011). Beras Ciherang yang sudah dicuci sebanyak 200 g ditambah larutan berupa campuran air dan ekstrak daun salam dengan
perbandingan 2 g beras/3 mL larutan (b/v) atau sebanyak 300 mL larutan. Penambahan ekstrak daun salam sesuai dengan perlakuan, yaitu konsentrasi 0 %
(DS1), 5 % (DS2), 10 % (DS3), 15% (DS4), 20 % (DS5), dan 25 % (DS6) Ekstrak Daun Salam
Daun Salam Segar
Pengeringan (Sinar matahari tidak langsung, t 5 hari)
Daun Salam Kering
Penghalusan (Blender)
1x siklus
Ampas Serbuk Daun Penyaringan II (Kertas saring)
Pendinginan (t 15 menit, suhu ruang)
Penyaringan I (Kain Saring)
Perebusan pada Akuades Mendidih (1 g/10 mL) Serbuk Daun Salam Kering
29
terhadap total volume larutan yang digunakan untuk pemasakan. Setelah itu,
beras ditanak dalamrice cookerselama 15 menit kemudian dibiarkan tetap dalam rice cookerselama 10 menit. Nasi yang diperoleh dicuci menggunakan air bersih
untuk menghindari penggumpalan pada nasi instan. Selanjutnya nasi dikeringkan dengan oven pada suhu 600C selama 24 jam sehingga diperoleh nasi instan kering. Setelah nasi instan kering, untuk mendapatkan nasi yang siap dikonsumsi
dilakukan penanakan kembali menggunakanrice cookerdengan perbandingan 2 g nasi instan/3 mL air (b/v) hingga matang. Diagram alir pembuatan nasi instan
[image:48.595.118.503.323.649.2]dengan penambahan ekstrak daun salam dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses pembuatan nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam (Rewthonget al., 2011)
Analisis: - Tingkat
Hidrolisis Pati - Total Fenol - Aktivitas Antioksidan Uji Sensori: - Aroma - Rasa - Warna - Kepulenan
Nasi Instan Siap
Penanakan (Rice Cooker,2 g Nasi Instan/3 mL Air) Dibiarkan dalamRice Cooker(t 10 menit)
Nasi Instan
Pengeringan (Oven, T 600C, t 24 jam) Pencucian dengan Air Bersih Beras Varietas Ciherang (200 g)
Larutan (300 mL)
30
E. Pengamatan
Parameter yang diamati pada nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam meliputi tingkat hidrolisis pati, aktivitas antioksidan, total fenol dan sifat sensori dengan uji hedonik atau uji tingkat kesukaan.
1. Analisis Tingkat Hidrolisis Pati Metode Enzimatis
a. Pembuatan Kurva Standar Glukosa
Prosedur pembuatan kurva standar glukosan diawali dengan menimbang 1 g glukosa murni dan dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan akuades sampai volume 100 mL sebagai larutan induk. Larutan kemudian diencerkan
sehingga setara dengan 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 mg glukosa murni dalam 100 mL (1 dL). Sampel kemudian diukur jumlah glukosa larutan menggunakan blood glucose test metermerk Gluco Dr pada kode strip 8 sehingga diperoleh
persamaan regresi linier y=ax+c.
b. Penentuan Tingkat Hidrolisis Pati Nasi Instan
Jumlah glukosa nasi instan hasil hidrolis oleh enzim diukur dengan menggunakan alatblood glucose test meter. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan
jumlah glukosa standar sehingga diperoleh kadar glukosa nasi instan yang dapat dinyatakan sebagai jumlah pati yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa. Tahap
awal yang dilakukan pada uji ini adalah dengan dihaluskannya nasi instan dan ditimbang sebanyak 1 g, dimasukan ke dalam tabung sentrifugasi dan
31
denganwaterbathpada suhu 90oC hingga berbentuk gel atau selama 30 menit
sambil divorteks setiap 10 menit agar pati terlarut, diangkat dan didinginkan selama 15 menit. Larutan nasi instan ditambah enzimα–amilase 1 mL dan 1 mL
buffer fosfat 0,1 M pH 7, diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Sampel selanjutnya diencerkan menggunakan akuades hingga volume 50 mL dengan menggunakan labu ukur. Sampel kemudian diukur kadar glukosa larutan
menggunakanblood glucose test meter. Hasil pengukuran jumlah glukosa dibagi dua agar ekuivalen dengan kurva standar. Diagram alir proses pengujian tingkat
[image:50.595.112.512.325.627.2]hidrolisis pati nasi instan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses pengujian tingkat hidrolisis pati nasi instan
Tingkat hidrolisis pati oleh enzimα–amilase diperoleh dengan cara
membandingkan jumlah glukosa yang terhidrolisis dengan berat padatan nasi Pengukuran menggunakanblood glucose test
Pemanasan (Waterbath, T 90oC, t 30 menit
Pengangkatan dan pendinginan (t 15 menit)
Inkubasi (Waterbath, T 37oC, t 30 menit) Pemasukan ke dalam tabung sentrifugasi
Penimbangan Bubuk nasi
instan 1 g
Akuades 9 mL
Enzim amilase 1 mL, buffer
32
intan (berat basah dan berat kering). Tingkat hidrolisis pati basis kering diperoleh
dengan persamaan rumus:
Tingkat Hidrolisis Pati=
( ) × %
Keterangan :
KG = Jumlah glukosan nasi (g/g bahan) BS = Berat sampel nasi instan (g) Ka = Kadar air
2. Aktivitas Antioksidan (Ismailet al., 2012 yang telah dimodifikasi)
Pengukuran persentase aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning atau kuning muda, setelah dilakukan inkubasi selama 30 menit dalam
wadah tertutup. Penentuan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH diawali dengan disiapkannya 2 g bubuk nasi instan yang dimasukan ke dalam tabung
centrifuge dan ditambah 10 mL ethanol 96 %, kemudian divorteks selama 60 detik. Sampel dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit dan selanjutnya larutan hasil ekstraksi nasi instan diuji aktivitas antioksidannya.
Larutan hasil ekstraksi nasi instan dimasukan ke dalam dua tabung reaksi yang
telah ditutup dengan alumunium foil masing-masing sebanyak 3,750 mL. Selain itu, disiapkan pula satu wadah tertutup lain untuk larutan DPPH. Larutan DPPH
33
DPPH masing-masing sebanyak 1,250 mL serta satu tabung yang hanya berisi
larutan DPPH. Setelah itu, sampel diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Larutan selanjutnya dimasukan ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 517 nm menggunakanspektrofotometer. Hasil pengukuran absorbansi larutan DPPH dihitung sebagai Absorbansi kontrol (Ak). Absorbansi larutan sampel yang digunakan sebagai Absorbansi sampel (As) adalah hasil
pengurangan Absorbansi sampel dan laruran DPPH (AsD) oleh Absorbansi sampel dan ethanol 96 % (AsE). Absorbansi sampel (As) yang diperoleh
dibandingkan dengan absorbansi DPPH (Ak) sehingga diperoleh persen aktivitas antioksidannya. Perhitungan persentase aktivitas antioksidan dapat menggunakan rumus (Molyneux, 2004).
As = AsD-AsE
Keterangan :
Ak = Absorbansi kontrol As = Absorbansi sampel
AsD = Absorbansi sampel dan laruran DPPH
AsE = Absorbansi sampel dan ethanol 96 %
3. Analisis Total Fenol (Ismailet al., 2012 yang telah dimodifikasi)
Pengujian total fenol dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan senyawa fenol di dalam nasi instan yang ditambahkan ekstrak daun salam.
34
senyawa fenol ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau (warna reagen
Folin Ciocalteau) menjadi warna biru akibat telah teroksidasi dan mereduksi senyawa fenolik. Pada penelitian ini, nasi instan yang diuji total fenol hanya pada
pembahan ekstrak daun salam sebanyak 0 % (DS1), 5 % (DS2), 15% (DS4) dan 25 % (DS6). Tahapan analisis total fenol diawali dengan disiapkannya 3 g bubuk nasi instan dalam tabung plastik ukuran 30 mL. Bubuk nasi instan selanjutnya
ditambahkan 15 mL ethanol 96 %, divorteks selama 60 detik dan dimasukan ke dalam sonifikator selama 30 menit. Larutan yang diperoleh kemudian dipisahkan
dengan bubuk nasi instan dan disimpan dalam tabung lain. Ditambahkan kembali 15 mL ethanol 96 % ke dalam bubuk nasi yang tertinggal di dalam tabung,
divorteks selama 60 detik dan ulangi proses sonifiasi selama 30 menit. Larutan
yang dihasilkan dipisahkan dengan bubuk nasi instan dan dicampurkan dengan larutan yang dihasilkan pada proses pertama. Larutan kemudian dipekatkan dengan menggunakanrotary evaporatorpada suhu 60oC hingga kering.
Kemudian ditambahkan 1 mL ethanol 96 % dan dipindahkan dalam botol penyimpanan sebelum dianalisis.
Tahapan selanjutnya adalah disiapkan sampel larutan yang diperoleh pada tahap
sebelumnya sebanyak 0,2 mL ditambah dengan 0,2 mL akuades dan 0,2 mL reagen folin ciocalteu, dan kemudian divorteks selama 60 detik. Setelah itu,
ditambah 4 mL larutan natrium karbonat (Na2CO3) 2 %,divorteks kembali selama 60 detik dan didiamkan dalam ruang gelap pada suhu kamar selama 30 menit. Selain itu, dibuat pula blanko dengan prosedur yang sama seperti prosedur untuk
35
Hasilnya diplotkan terhadap kurva standar asam galat dengan menggunakan
persamaan regresi linier. Hubungan antara konsentrasi asam galat dinyatakan sebagai sumbu x dan besarnya absorbansi hasil reaksi asam galat dengan pereaksi
Folin-Ciocalteu dinyatakan sebagai sumbu y. Cara pembuatan larutan asam galat adalah menimbang sebanyak 1 mg bubuk asam galat dan larutkan dalam akuades sampai volume 100 mL. Selanjutnya dibuat seri pengenceran larutan induk asam
galat 0 %, 20 %, 40 %, 60 %, 80 % dan 100 %. Hasilnya dinyatakan ppm GAE yang diperoleh dari persamaan kurva standar yaitu:
y= ax + c
Keterangan :
y = Absorbansi sampel
a = Gradien
x = Konsentrasi ekivalen asam tanat c = Intersef
4. Uji Sensori
Uji tingkat penerimaan konsumen terhadap nasi instan dengan penambahan
ekstrak daun salam dilakukan dengan pengujian sensori menggunakan skala hedonik (kesukaan). Pengujian diawali dengan menyajikan nasi instan yang telah
dimasak dan pada kondisi dingin disajikan kepada panelis menggunakan piring. Sebanyak 35 panelis kemudian diintruksikan untuk menuliskan tingkat kesukaan terhadap nasi instan pada kuisioner. Pengujian menggunakan skala hedonik
36
hedonik yaitu, 1 : sangat tidak suka, 2 : tidak suka, 3 : netral (biasa saja), 4 : suka,
37
KUISIONER Uji Hedonik
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Tanggal :
Sampel : Nasi Instruksi
Di hadapan Anda disajikan enam sampel nasi yang akan dijadikan bahan
konsumsi bagi penderita diabetes mellitus. Silahkan diuji aroma, warna, rasa, dan kepulenan dari masing - masing sampel dengan cara mencicipi sampel satu persatu. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setelah selesai
mencicipi satu sampel. Setelah mencicipi, berikan skor 1–5 sesuai dengan tingkat kesukaan Anda. Setelah selesai, berikan komentar Anda dengan memberikan penilaian dalam ruang yang telah disediakan.
KODE AROMA RASA WARNA KEPULENAN
427 880 133 581 304 184 Keterangan : 1 : Sangat tidak suka 2 : Tidak suka
3 : Netral (biasa saja) 4 : Suka
5 : Sangat suka
Komentar
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penambahan ekstrak daun salam tidak didapatkan hasil yang berbeda pada
tingkat hidrolisis pati dan total fenol nasi instan, namun didapatkan hasil yang berbeda pada aktivitas antioksidan dan sifat sensori nasi instan.
2. Perlakuan terbaik adalah nasi instan dengan penambahan ekstrak daun salam
0 % yang memiliki karakteristik tingkat hidrolisis pati 15,21 %, aktivitas antioksidan 79,44 % dan total fenol 186,00 ppm GAE, persentase panelis dengan kriteria suka terhadap aroma sebesar 49,52 %, rasa sebesar 59,05 %,
warna sebesar 86,67 % dan kepulenan sebesar 41,90 %.
B. Saran
1. Perlu dilakukan pengujian tingkat hidrolisis menggunakan metode multienzim atau menggunakan pereaksi DNS (asam dinitrosalisilat) untuk menentukan
konsentradi produk hasil hidrolisis pati oleh enzim alpa amilase.
2. Perlu dilakukan proses perendaman beras dalam larutan ekstrak daun salam
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2005.Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Diabetes mellitus.Buletin Informasi Produk Terapetik. 19(1): 1-12.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Persyaratan Mutu Beras Giling. SNI 01-6128-2008. www.sisni.bsn.go.id. Diakses pada 02 Juli 2014.
Barros, F., J. M. Awika and L. W. Rooney. 2012. Interaction of Tannins and Other Sorghum Phenolic Compounds with Starch and Effects on In Vitro Starch Digestibility.J. of Agricultural and Food Chemistry. 60(46): 11609-11617.
Birt, D. F., T. Boylston, S. Hendrich, J. L. Jane, J. Hollis, L. Li, J. McClelland, S. Moore, G. J. Phillips, M. Rowling, K. Schalinske, M. P. Scott and E. M. Whitley. 2013. Resistant Starch: Promise for Improving Human Health.J. Food Science and Human Nutrition.4(6): 587-601.
Chakuton, K., D. Puangpropintag and M. Nakornriab. 2012. Phytochemical Content and Antioxidant Activity of Colored and Non-colored Thai Rice Cultivars. J. Asian Journal of Plant Sciences11(6): 285-293.
Departemen Kesehatan. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Puslitbang Gizi, Depkes. Jakarta.
Dewi, R. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksisitas Metabolit Sekunder Daun Salam (Syzygium polyanthumWight.) dan Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifoliaLamk.). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
DPR-RI. 2013. Parlementaria (Majalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). www.dpr.go.id. Diakses pada 02 Juli 2014.
54
Haryadi. 2008.Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hasan, V., S. Astuti dan Susilawati. 2011. Indeks Glikemik Oyek dan Tiwul dari Umbi Garut (Marantha arundinaceae L.), Suweg (Amorphallus
campanullatusBI) dan Singkong (Manihot utillisima).J. Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 6(1): 34-50.
Herawati, H. 2011. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna sebagai Pangan Fungsional.J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 30(1): 31-39.
Himmah, L. F. dan W. Handayani. 2012. Pengaruh Ekstrak Teh Hijau dalam Pembuatan Beras dengan IG Rendah.J. Universitas Negeri Jember. 1(1): 1-3.
Huang, D., B. Ou, and R. L. Prior. 2005. The chemistry behind antioxidant capacity assays.J. of Agricultural and Food Chemistry53:1841-1856.
Indrasari, S. D., E.Y. Purwani, P. Wibowo, dan Jumali. 2008. Nilai Indeks Glikemik Beras Beberapa Varietas Padi.J. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 27(3): 127-134.
Indrasari, S. D. dan Z. Mardiah. 2011. Korelasi Amilosa terhadap Konsistensi Gel, Nisbah Penyerapan Air (NPA) dan Nisbah Pengembangan Volume (NPV) pada Beras Varietas Lokal.Prosiding Seminar Nasional
Kemandirian Pangan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2012, 3 Desember 2011.
Ismail, J., M.R. J. Runtuwene dan F. Fatimah. 2012. Penentuan Total Fenolik dan Uji Aktivitas Antioksidan pada Biji dan Kulit Buah Pinang Yaki (Areca vestiariaGiseke).J. Ilmiah Sains. 12(2) :84-88.
Kandra, L., G. Gyémánt, A. Zajácz, and G. Batta. 2004. Inhibitory Effects of Tannin on Human Salivary Alpha-Amylase.J. Biochem and Biophys Res Commun. 319(4):1265-1271.
Kanopaa, I. U., L. I. Momuata dan E. Suryantoa. 2012. Aktivitas Antioksidan Tepung Pisang Goroho (Musa spp)yang Direndam dengan Beberapa Rempah-Rempah.J. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas San Ratulangi Online1 (1): 29-32.
Kementrian Kesehatan RI. 2013.Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
55
Kumalaningsih, S. 2006.Antioksidan Alami. Trubus Agisarana. Surabaya.
Manitto, P. 1992.Biosintesis Produk Alami. (diterjemahkan oleh Koensoemardiyah) IKIP Semarang Press. Semarang.
Marinova, D, F. Ribarova, and M. Atanassova. 2005. Total Phenolics and Total Flavonoids in Bulgarian Fruits and Vegetables.J. of the Univ of Chem Tech and Metal40(3):255-260.
Monika, P., W. Saputrajaya, C. Liguori, P. S. Widyawati, A. M. Suteja, T. I. P. Suseno. 2013. Aktivitas Antioksidan Beras Organik Varietas Lokal (Putih Varietas Cianjur, Merah Varietas Saodah, Hitam Varietas Jawa).Seminar Nasional : Menggagas Kebangkita Komoditi Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trinojoyo. Madura.
Muchtadi, D. 2001. Potensi Pangan Tradisional sebagai Pangan Fungsional dan Suplemen. Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional Sebagai Basis Industri Pangan Fungsional dan Suplemen Jakarta, 14 Agustus 2001.
Munadi dan D. Ardinata. 2008. Perubahan Kadar Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 yang Terkontrol Setelah Mengkonsumsi Kurma. Majalah Kedokteran Nusantara. 41(1):29-35.
Murray, R. K., D. K. Granner, P. A. Mayes and V. W. Rodwell. 2003.Harper’s Illustrated Biochemistry. Twenty-Sixth Edition. Longe Medical Pub. London.
Murhadi, A. S. Suharyono dan Susilawati. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanta) dan Daun Pandan (Pandanus
amaryllifolius).J. Teknologi dan Industri Pangan. 28(1) : 17-24.
Nurcahyati, E. 2014.Khasiat Dahsyat Daun Salam. Jendela Sehat. Jakarta. Pamungkas, B., B. Susilo dan N. Komar. 2013. Uji Sifat Fisik dan Sifat Kimia
Nasi Instan (IRSOYBEAN) Bersubstitusi Larutan Kedelai (Glycine max).J. Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem.1(3): 213-223.
Pandey, K. B. and S. I. Rizvi. 2009. Plant Polyphenols ss Dietary Antioxidants in Human Health and Disease.J. Oxid Med Cell Longev. 2(5): 270–278. Paulinus, Y. V. G., A. Jayuska, P. Ardiningsih dan R.Nofiani. 2015. Aktivitas
Antioksidan dan Kandungan Total Fenol Fraksi Etil Asetat Buah Palasu (Mangifera caesiaJack). J. Kimia Khatulistiwa. 4(1): 38-41.
56
Prabowo, S. 2006. Pengolahan dan Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik dan Kimia Serta Kualitas Beras.J. Teknologi Pertanian1(2): 43-49.
Prameswari, O. M. dan S. B. Widjanarko. 2014. Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan Wangi terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah dan Histopatologi Tikus Diabetes Mellitus.J. Pangan dan Agroindustri. 2(2):16-27.
Pratiwi, D., S. Wahdaningsih dan Isnindar. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Daun Bawang Mekah (Eleutherine americanaMerr.) dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).J. Traditional Medicine 18(1):9-16
Putra, F. R., Afrizal dan M. Efdi. 2013. Isolasi Triterpenoid dan Uji Antioksidan dari Ekstrak Daun Tempuyung (Sonchus arvensis).J. Kimia Universitas Andalas. 2(1): 54-58.
Putro, P. J, S. dan Suprihatin. 2012. Pola Diit Tepat Jumlah, Jadwal, dan Jenis terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II.J. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. 5(1): 71-81.
Redaksi AgroMedia. 2008.Buku Pintar Tanaman Obat. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Rewthong, O., S. Soponronnarit, C. Taechapairoj, P. Tungtrakul, and S. Prachayawarakorn. 2011. Effects of Cooking, Drying and Pretreatment Methods on Texture And Starch Digestibility of Instant Rice.J. of Food Eng. 103:258-264.
Riansari, A. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) terhadap Kadar Kolesterol Totalserum Tikus Jantan Galur Wistar
Hiperlipidemia. (Artikel Penelitian). Universitas Diponegoro. Semarang.
Robi’a danA. Sutrisno. 2015. Karakteristik Sirup Glukosa Dari Tepung Ubi Ungu
(Kajian Suhu Likuifikasi dan Konsentrasi α-Amilase): Kajian Pustaka.J.
Pangan dan Agroindustri 3(4): 1531-1537.
Rohdiana, D., W. Cahyadi dan T. Risnawati. 2008. Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl) Beberapa Jenis Minuman Teh.J. Teknologi Pertanian.3(2): 79-81.
Safithri, M., F. Fahma, dan P.W. N. Marlina. 2012. Analisis Proksimat dan Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirih Merah yang Berpotensi sebagai Antidiabetes.J. Gizi dan Pangan. 7(1): 43-48.
57
Situmorang, R. 2013. Perbedaan Perubahan Kadar Trigliserida Setelah Pemberian Ekstrak dan Rebusan Daun Salam (Eugenia Polyantha) pada Tikus Sprague Dawley yang Diberi Pakan Tinggi Lemak. (Artikel Penelitian). Universitas Diponegoro. Semarang.
Sofia, D. 2008. Antioksidan dan Radikal Bebas. www.chem-is-try.org. Diakses pada 16 Oktober 2014.
Sreeramulu, D., C. V. K. Reddy, A. Chauhan, N. Balakrishna and M. Raghunath. 2013. Natural Antioxidant Activity of Commonly Consumed Plant Foods in India: Effect