• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN REMAJA USIA 15 – 18 TAHUN DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN KIDUL KOTA SEMARANG"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG

RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN

REMAJA USIA 15

18 TAHUN DALAM MENGHADAPI

BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN

KIDUL KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Alif Purwoko 3201409064 Pendidikan Geografi

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 21 April 2015

Pembimbing I

Drs. Sunarko, M.Pd

NIP. 195207181980031003

Pembimbing II

Drs. Saptono Putro, M.Si

(3)

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu

Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 28 April 2015

Penguji Utama

Penguji I Penguji II

Mengetahui,

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis pada skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, April 2015

Alif Purwoko

NIM. 3201409064

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan

boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu;

Allah Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. 2:216)

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu

telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain (QS. 94:6-7)

 Tetaplah menjadi diri sendiri, dan lakukan sesuatu dengan baik.

Percayalah Allah bersama mu (Penulis)

PERSEMBAHAN

Rasa syukur kepada Allah SWT atas selesainya skripsi ini, saya mempersembahkan kepada:

1. Ayah dan ibundaku, Wahyudi dan Mugiyem serta adik saya Isna Dwi Purwanti yang selalu mengingatkan, mendorong, dan mendoakan saya agar segera menyelesaikan studi saya

2. Teman-teman seperjuangan Jurusan Geografi FIS UNNES angkatan 2009. 3. Rekan-rekan berpetualang dan rekan futsal

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayahNya serta kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir

Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi

Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya

atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses

studi dan juga selama proses penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, selaku ketua Jurusan Geografi Fakultas ILmu

Sosial Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Sunarko, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, masukan, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Saptono Putro, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, masukan, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan

(7)

6. Bapak dan Ibu dosen geografi yang telah memberikan ilmunya, terima kasih

atas segala pengajarannya.

7. Teman-teman Pendidikan Geografi 2009 terima kasih atas dukungan, dan

kerjasamanya.

8. Semua Pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan

namanya satu-persatu terima kasih.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dalam

bidang pendidikan sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang

berkualitas.

Semarang, April 2015

(8)

ABSTRAK

Purwoko, Alif. 2015. Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Geografi, FIS UNNES. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sunarko. M.Pd, Drs. Saptono Putro, M.Si.

Kata kunci: Pengetahuan, Resiko, Bencana Banjir.

Salah satu peran remaja saat terjadi bencana banjir adalah selalu terlibat dalam penyelamatan baik nyawa maupun harta benda, oleh karena itu pengetahuan dalam menghadapi bencana banjir sangat bermanfaat bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir. dan mengetahui besar kecil pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.

Lokasi penelitian di lakukan di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan bantuan tabel penentuan sampel (Isac dan Michael), sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah 206 sampel. Variable bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap remaja, sedangkan variabel terikat adalah kesiapsiagaan remaja. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dan sikap, sedangkan analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi besar kecil pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang resiko bencana banjir terbanyak pada kriteria pengetahuan tinggi yakni 39,8%, sedangkan persentase yang paling sedikit diperoleh pada kriteria pengetahuan sangat rendah yakni 12,1%. Hasil uji simultan menggunakan statistik F diperoleh nilai Fhitung sebesar 177,251. Pada

taraf kesalahan 5% dengan dk 1 = 2 dan dk 2 = 206-2-1 =15 diperoleh Ftabel = 3,04

yang berarti bahwa ada pengaruh secara signifikan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja. Besarnya pengaruh keduanya dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yaitu sebesar 0,636, yang artinya perubahan kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul dalam menghadapi resiko bencana banjir sebesar 63,6% dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap remaja.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Penegasan Istilah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Ranah Kognitif ... 8

2.2 Sikap ... 10

2.3 Remaja ... 14

2.4 Resiko Bencana Banjir ... 16

(11)

2.4.3 Dampak Bencana Banjir ... 20

2.5 Pengertian Kesiapsiagaan ... 20

2.6 Mitigasi Dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 24

2.7 Tindakan-tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir ... 30

2.8 Kerangka Berpikir ... 34 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 49

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 49

4.1.2 Kondisi Fisik ... 51

4.1.3 Kependudukan ... 52

4.1.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Karakteristik Responden ... 54

4.2.2 Pengetahuan Remaja tentang Resiko Bencana Banjir ... 55

4.2.3 Sikap Remaja terhadap Bancana Banjir ... 57

4.2.4 Kesiapsiagaan Remaja dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 50

4.2.5 Analisis Regresi Linier ... 61

4.3 Pembahasan ... 64

4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 64

4.3.2 Pengaruh Sikap Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 66

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 73

Lampiran 2 Kisi-kisi Instrumen ... 81

Lampiran 3 Analisis Instrumen Tes Pengetahuan ... 84

Lampiran 4 Analisis Instrumen Angket Sikap ... 90

Lampiran 5 Analisis Instrumen Angket Kesiapsiagaan ... 93

Lampiran 6 Hasil Tes Pengetahuan ... 96

Lampiran 7 Hasil Angket Sikap ... 102

Lampiran 8 Hasil Angket Kesiapsiagaan ... 108

Lampiran 9 Perhitungan Rata-rata Nilai Variabel Pengetahuan ... 114

Lampiran 10 Perhitungan Rata-rata Nilai Variabel Sikap ... 120

Lampiran 11 Uji Parsial ... 126

Lampiran 12 Uji Simultan ... 128

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Populasi Penelitian (jiwa)... 37

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Perangkat Tes Pengetahuan ... 41

Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda Butir Soal Perangkat Tes Pengetahuan .. 43

Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 44

Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 45

Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Variabel ... 46

Tabel 3.8 Kriteria Sikap ... 47

Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Pedurungan Kidul... 51

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk di Kelurahan Pedurungan Kidul ... 52

Tabel 4.3 Tingkatan Pendidikan di Kelurahan Pedurungan Kidul (dalam Jiwa) ... 53

Tabel 4.4 Kondisi Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Pedurungan Kidul 54 Tabel 4.5 Karakteristik Responden ... 55

Tabel 4.6 Nilai Aspek-aspek Pengetahuan ... 56

Tabel 4.7 Pengetahuan Rata-rata Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang Resiko Bencana Banjir ... 57

Tabel 4.8 Nilai Aspek-aspek Sikap ... 59

Tabel 4.9 Sikap Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang Resiko Bencana Banjir ... 59

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 35

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 50

Gambar 4.2 Diagram Pengetahuan Responden tentang Resiko Banjir ... 57

Gambar 4.3 Diagram Sikap Responden tentang Resiko Banjir ... 60

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam/non alam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24, 2007).

Banjir merupakan bencana besar di dunia. Kejadian dan korban bencana banjir

menempati ururan pertama di dunia yaitu mencapat 55%. Presentase kejadian

banjir di Indonesia mencapai 38% dari seluruh kejadian bencana. Kejadian

longsor mencapai 18% dari seluruh kejadian bencana (Bakornas, 2007).

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24, 2007). Pengetahuan merupakan faktor

utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki

biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam

mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses

manajemen bencana dan didalam konsep bencana yang berkembang saat ini,

pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan

pencegahan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro- aktif, sebelum

terjadinya suatu bencana (LIPI-UNESCO, 2006).

(17)

bahaya, sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumber daya alam,

kurangnya informasi peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan, dan

ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi bencana (Bakornas,

2007). Kesiapsiagaan dikelompokkan menjadi empat parameter yaitu pengetahuan

dan sikap, perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi sumber

daya (LIPI-UNESCO, 2006).

Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi yang rawan banjir, pada bulan

Februari 2014 banjir melanda Kabupaten/Kota terutama yang terletak di bagian

utara Jawa Tengah termasuk Kota Semarang. Berdasarkan data yang dilaporkan

oleh Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) Kota Semarang

tahun 2014, Kecamatan Pedurungan merupakan salah satu wilayah yang sering

terjadi banjir dalam beberapa tahun ini. Kecamatan Pedurungan memiliki sejarah

bencana banjir bandang pada tahun 1990 yang lalu dengan korban yang tidak

sedikit serta menghanyutkan banyak rumah. Beberapa kelurahan yang sering

mengalami banjir adalah Kelurahan Pedurungan Kidul, tercatat rata-rata

ketinggian air di daerah tersebut mencapai 1 meter.

Pengetahuan tentang bencana sudah seharusnya diberikan kepada

masyarakat terutama remaja karena remaja merupakan bagian dari masyarakat

yang memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu upaya

pemerintah dalam meningkatkan keamanan terhadap bencana adalah

mengembangkan pendidikan mengenai resiko bencana pada remaja. Program ini

dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran dan kesiapan remaja yang tinggal di

(18)

seperti pelatihan simulasi bencana, pembentukan organisasi Palang Merah

Remaja, dan kegiatan sosialisasi tentang resiko bencana.

Peran remaja sebagai generasi muda dalam upaya antisipasi maupun

menangani keadaan bencana dianggap sangat penting. Salah satu peran remaja

saat terjadi bencana banjir adalah tanggap darurat, remaja selalu terlibat dalam

penyelamatan baik nyawa maupun harta benda, oleh karena itu pengetahuan

dalam menghadapi bencana banjir sangat bermanfaat bagi remaja. Hasil penelitian

Pangesti (2012:88) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tentang resiko

bencana banjir siswa yang tinggal di daerah rawan banjir lebih baik dibandingkan

siswa yang tinggal di daerah tidak rawan banjir. Firmansyah (2014:7) juga

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan

terhadap bencana banjir dan longsor pada remaja usia 15 – 18 tahun.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam

menghadapi bencana banjir dengan judul Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap

Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18

Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota

Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir di

Kelurahan Pedurungan Kidul.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas memunculkan rumusan masalah sebagai

(19)

1. Bagaimana pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir?

2. Bagaimana sikap remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir?

3. Bagaimana kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi

bencana banjir?

4. Seberapa besar pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan

remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian antara lain yaitu:

1. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang

bencana banjir.

2. Mengetahui sikap remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir.

3. Mengetahui kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi

bencana banjir.

4. Mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan

remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang

bencana banjir serta fenomena alam yang menyangkut tentang

hidrosfer.

b. Diharapkan dari apa yang diteliti dapat diketahui faktor-faktor yang

(20)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat

tentang bencana yang ada di sekitar mereka sekaligus meningkatkan

kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan dan kesiapsiagaan

terhadap bencana, terutama bencana banjir.

b. Bagi Pemerintahan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagi

pemerintah dalam upaya pengembangan pendidikan bencana terutama

dalam meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi bencana banjir.

1.5.Penegasan Istilah

Untuk mewujudkan suatu kesatuan berpikir serta menghindari salah tafsir

maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul penelitian,

adapun istilah yang harus dijelaskan dalam penegasan istilah ini adalah sebagai

berikut.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan

merupakan obyek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka

(overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat

langgeng (Soenaryo, 2002). Istilah pengetahuan dalam penelitian ini

(21)

proses berfikir antara lain pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan

penerapan (C3).

2. Sikap

Sikap merupakan respon baik positif maupun negatif terhadap

sesuatu yang akan terjadi, artinya sikap belum sampai pada suatu tindakan

(Notoadmojo (2005). Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

sikap positif dan negatif remaja usia 15 – 18 tahun jika menghadapi

bencana banjir.

3. Bencana banjir

Bencana banjir merupakan peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

oleh aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga

melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan

rendah disisi sungai. Limpasan yang terus meluap akan menimbulkan

genangan-genangan yang semakin tinggi pada lahan yang lebih rendah

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).

4. Resiko Bencana Banjir

Resiko bencana banjir antara lain berupa kehilangan, kerusakan dan

kerugian. Resiko kehilangan, kerusakan dan kerugian yang dimaksud yaitu

dalam aspek penduduk, pemerintah, ekonomi, sarana dan prasarana, dan

(22)

5. Remaja usia 15 – 18

Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa

kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 tahun

dan berakhir pada usia 19 tahun (Papalia dan Olds, 2001). Dalam

penelitian ini remaja yang dimaksud adalah penduduk Kelurahan

Pedurungan Kidul yang berusia 15, 16, 17, dan 18 tahun pada tahun

2014/2015.

6. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir

Kesiapan individu dalam mengatasi bencana banjir yang ditunjukkan

dengan pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, rencana untuk

keadaan darurat, dan kemampuan untuk memobilitas sumberdaya (UU RI

No. 24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah persiapan remaja dalam upaya antisipasi jika terjadi bencana banjir,

persiapan yang dilakukan meliputi menambah wawasan tentang antisipasi

bencana, menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan

keselamatan seperti obat-obatan, dan mengatur harta benda agar mudah

untuk diselamatkan, serta membuat kesepakatan atau peraturan dalam

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan

obyek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior).

Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002

dalam Saputra, 2008).

Menurut Notoatmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini

terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan

mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak

adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam

jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang

tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan:

1. Pengetahuan (Knowledge), yang disebut C1

Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan

(24)

dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang

dimaksud berkaitan dengan bencana banjir.

Contoh: apakah bencana banjir disebabkan oleh manusia?

2. Pemahaman (Comprehension), yang disebut C2

Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang

berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam

tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami resiko yang dapat

disebabkan bencana banjir.

Contoh : apakah bencana banjir dapat menimbulkan kerugian

materi?

3. Penerapan (Aplication), yang disebut C3

Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu

mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan kesiapsiagaan

dalam menghadapi banjir.

Contoh: apakah persiapan obat-obatan diperlukan guna

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir?

Menurut Triutomo (2007 dalam Saputra, 2008), di Indonesia, masih

banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir.

Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa

dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa

itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk

(25)

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada

kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman

menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada

masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana

(Priyanto, 2006 dalam Saputra, 2008).

Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan

bisa mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui

pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan

penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi

pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan

partisipan mengenai bencana berhubungan dengan tingkat kesiapannya

menghadapi bencana. Dengan pengetahuan akan meningkatkan kemampuan

penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik dari banjir atau bencana lain

(Priyanto, 2006 dalam Saputra, 2008)

Menurut Ma`mun (2007 dalam Saputra, 2008) pengetahuan lingkungan

hidup perlu diberikan kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar

mencintai alam, contoh menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah

kesungai, tidak tinggal dibantaran sungai karena dapat menimbulkan

permasalahan banjir dan lain-lain.

2.2.Sikap

Menurut Notoatmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup

(26)

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,

baik-tidak baik, dan sebagainya).

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau

obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak

langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku

yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons

terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004).

Menurut Notoatmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat positif

dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah

mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan pada sikap

negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak

menyukai obyek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok yaitu:

Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu obyek; Kehidupan emosional atau

evaluasi terhadap suatu obyek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga

komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam

penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap stimulus atau obyek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah

maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Dari atasan-atasan sikap menurut (Krech et al., 1982), (Cambell, 1950), Allpor,

1954), (Cardno, 1955) dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat

(27)

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi

tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat

dijelaskan lagi bahwa merupakan reaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok,

yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek; (2)

kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek; (3)

kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara

bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan

sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang

peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita

bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di

media serta seminar.

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

(28)

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang

menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam berdiskusi mengenai

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang

petugas yang mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai resiko

bencana yang ada didaerah masing-masing serta melakukan mitigasi

terhadap resiko bencana tersebut.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap

dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap

suatu obyek.

Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih

pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah

dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya

akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi

gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu.

Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin

menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana

(29)

Sikap yang baik untuk mencegah banjir yaitu: tidak membuang sampah/

limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase, tidak membangun jembatan

dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran sungai,

tidak tinggal dalam bantaran sungai; tidak menggunakan dataran retensi banjir

untuk permukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukkannya,

menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, menghentikan

praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah

konservasi air dan tanah (Bakornas PB, 2007).

Menurut Yusuf (2005 dalam Saputra, 2008), ada empat faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor

komunikasi dengan orang lain, (3) faktor modal yaitu dengan melalui

mengimitasi, (4) faktor lembaga sosial (Instutional) yaitu sumber yang

mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan teori belajar, (2)

pendekatan teori persepsi, (3) pendekatan teori konsistensi, (4) perdekatan teori

fungsi.

2.3.Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to

grow atau to grow maturity (Gulinko, 1984 dalam Saputra, 2008). Banyak tokoh

yang memberikan denfinisi mengenai remaja, seperti masa remaja adalah masa

transisi atau peralihan dari masa anak ke dewasa, pada masa ini individu banyak

mengalami perubahan-perubahan fisik maupun psikis (Hurlock 1973, Saputra,

2008). Sulit untuk menentukan kapan masa remaja ini dimulai dan kapan masa

(30)

permulaan dari masa remaja terjadi pada saat puberitas, sedangkan akhir dari

masa remaja terjadi pada saat individu sudah dapat memikul tanggung jawab

orang dewasa seperti bekerja dan menikah (Cole, 1984 dalam Saputra, 2008).

Menurut Papalia dan Olds tahun 2001, masa remaja adalah masa transisi

perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya

dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun, sedangkan Anna

Freud (dalam Saputra, 2008) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses

perkembangan seperti perubahan-perubahan yang berhubungan dengan

perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan

orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses

pembentukan orientasi masa depan.

Menurut WHO, definisi remaja lebih bersifat konseptual, dalam definisi

tersebut terdapat tiga kriteria yang diantaranya adalah biologic, psikologik, dan

sosial ekonomi. Ketiga definisi tersebut adalah:

1. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama

kali dia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat dia

mencapai kematangan seksual.

2. Remaja adalh suatu masa dimana individu mengalami perkembangan

psikologik dan pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Remaja adalah suatu masa dimana terjadi sesuatu peralihan dari

ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative

(31)

2.4.Resiko Bencana Banjir

2.4.1. Pengertian Banjir

Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2007).

Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi

muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya

genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang

semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak

dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007)

Menurut Dibyosaputro (1998, dalam Gultom, 2012) Banjir merupakan satu

bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di

sekitar sungai sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan

mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai

daerah sekitarnya.

Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang

(32)

1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas

penyaluransistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah

dan sistem drainase buatan manusia

2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat

pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.

3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia

seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.

4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai

akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan

tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai

yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

2.4.2. Faktor-faktor Penyebab Banjir

Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas

normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai

alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang

ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.

Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama,

tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam

dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga

menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke

dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan

(33)

sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu

berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit

banjir.

Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan

tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi

sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk

kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan

mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007 dalam Gultom, 2012).

Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati (2008, dalam Gultom, 2012),

dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu:

1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:

a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemungkiman dan

industri.

b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah

dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian

bisa menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang

kemudian mengganggu jalannya air.

c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan

banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan

dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan

permungkiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di

Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi

(34)

d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air,

terutama di perumahan-perumahan.

2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:

a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai

atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi

topografi yang cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota

Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.

b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar,

berkelok- kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol

(bottle neck), dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau

(ambal sungai)

3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu:

a. Curah hujan yang tinggi

b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara

sungai atau pertemuan sungai besar.

c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai

Utara Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat

pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka

tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena

sedimentasi yang cukup tinggi.

Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan

manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi,

(35)

Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam

yang dinamis, merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari

alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.

2.4.3. Dampak Bencana Banjir

Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek

dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini:

1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,

tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah

dan penduduk terisolasi.

2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya

dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya

jalannya pemerintahan.

3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak

berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak

dan terganggunya perekonomian masyarakat.

4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,

jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas

umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, obyek wisata,

persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan

tanggul/jaringan irigasi.

2.5.Pengertian Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

(36)

tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan menurut

Carter (1991, dalam Gultom, 2012), tindakan-tindakan yang memungkinkan

pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu

menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna, yang termasuk

dalam tindakan kesiapsiagaan yaitu penyusunan rencana penanggulangan

bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,

kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya

suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi

bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun

kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi

bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen

bencana secara terpadu.

Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan

apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah

menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan

banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang

bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon

yang efektif ketika suatu bencana terjadi.

Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi

memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap

(37)

prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana, sehingga semua

kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.

Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: 1) kemampuan

menilai resiko; 2) perencanaan siaga; 3) mobilitas sumberdaya; 4) pendidikan dan

pelatihan; 5) koordinasi; 6) mekanisme respon; 7) manajemen informasi; 8)

gladi/simulasi.

1. Kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi banjir

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk

kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu tangga

tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran,

lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan

yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian

masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama

bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti

banjir.

2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan

Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai

tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk

melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.

3. Rencana Tanggap Darurat

Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :

a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana

penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi

(38)

b. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi

keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana; adanya

kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sem

entara dalam keadaan darurat.

c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.

1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk

pertolongan pertama keluarga.

2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga

3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan

pertama

4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan

keterampilan evakuasi.

5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat

d. Pemenuhan kebutuhan dasar

e. Peralatan dan perlengkapan

f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana

g. Latihan dan simulasi/gladi.

4. Sistim Peringatan Bencana

Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana

baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk

mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi

penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui

(39)

rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk

menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk

melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Kepala keluarga dapat

melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta

benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk

itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila

mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada

waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang

berada saat terjadinya peringatan.

5. Mobilisasi Sumber Daya

a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam

seminar/pertemuan/pelatihan kesiapsiagaan bencana

b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan

kesiapsiagaan terhadap bencana

c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana

d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan

memantau tas siaga bencana secara reguler.

2.6.Mitigasi dalam Menghadapi Bencana Banjir

Mitigasi untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga

perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak

dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka

(40)

1. Rumah tidak bertingkat

Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan

banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai

yaitu:

a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal

darurat.

b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai

jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat per mukaan

air terus meninggi

c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk

akses naik ke atas atap.

d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengam at banjir). Patok

ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.

e. Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang

atap yang dijadikan tempat tinggal.

f. Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap

untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.

g. Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat

dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi

anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga

dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang

ringan.

(41)

i. Malam ini dapat digunakan lampu minyak goring bekas (jelantah).

Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam

botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.

j. Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah

dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti

ijazah, surat tanah, dan lain-lain.

k. Siapkan kantong plastic besar untuk mengamankan pakaian atau

barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa

ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam

dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam

pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.

l. Buat alat penjernih atau penyaring air sederhana untuk mengambil

air banjir, lalu disaring. Air ini dapat dipakai untuk mencuci dan

mandi. Caranya, gunakan tawas dan kaporit untuk mem percepat

pengendapan lu mpur dan membunuh bakteri.1 sendok teh dan

setengah sendok teh untuk 20 liter air. Masukkan tawas yang

telah ditumbuk halus dan kaporit kemudian aduk sampai merata.

m. Jika sulit mendapatkan air bersih untuk minum, simpan air

mineral kemasan dalam dus atau air mineral yang dikemas dalam

sebuah galon.

n. Sediakan obat-obatan seperti obat gosok, obat sakit kepala,

obat diare, obat masuk angin, obat batuk, obat flu, dan obat-obatan

(42)

o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang

bendera dari bambu. Bendera merah-putih adalah simbol siaga

satu dan rumah masih ada penghuninya. Jika ketinggian air semakin

tinggi (dapat dilihat dari pemantauan patok pengamat banjir),

naikkan bendera merah di bawah bendera merah-putih, artinya

penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our Soul). Dengan

tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para

relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu

berteriak-teriak melalui pengeras suara, tetapi langsung

mendatangi dan mendata jumlah keluarga lalu membagikan

sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda ada kehidupan di

rumah yang terendam banjir.

p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko

tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.

2. Rumah bertingkat

Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak

bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan

jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang

dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan

mencuci dan mem asak. Keluarga apabila akan tetap bertahan di

dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan

melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman

(43)

untuk segera meninggalkan rumah. Adapun menurut Bakornas (2006),

tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen

penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah,

obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada

tempat yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana

datang tiba -tiba dan harus meninggalkan rumah maka

barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.

b. Naikkan alat- alat listrik, barang berharga, buku dan barang

yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi

(melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang

tinggal di kawasan banjir.

c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.

d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan

evakuasi jika terjadi bencana.

e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban

seandainya ada cedera.

f. Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil

dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluar ga.

g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi,

PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan

menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan

(44)

h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat

yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.

i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat

digunakan pada saat bencana.

Persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan

oleh kepala keluarga menurut Yulae lawati (2008), seperti di bawah ini:

a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota

keluarga.

b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang

memadai.

c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya

d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam

plastik atau kotak tahan air.

e. Titipkan photocopy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut

di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang

tidak terkena banjir.

f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum

terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air

banjir.

g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah

h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca

i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau

(45)

2.7.Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir

Masyarakat direpotkan setelah banjir reda dengan kondisi rumah yang

kotor, bau, dan berantakan. Prosedur membersihkan rumah pasca banjir

menurut Mistra (2007) adalah :

1. Banjir sudah reda

Rumah dapat dibersihkan jika banjir sudah reda. Artinya, tidak ada

banjir susulan lainnya. Informasi mengenai kemungkinan ada atau

tidaknya banjir susulan dapat ditanyakan pada pihak-pihak terkait, seperti

pemda dan istitusi terkait lainnya. Cara ini untuk mengantisipasi dan

menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.

2. Gunakan alat pengaman

Alat pengaman yang dimaksud adalah sepatu boot, sarung tangan,

dan masker. Alat-alat ini untuk melindungi penyakit saat membersihkan

rumah akibat banjir.

3. Padamkan listrik

Oleh karena dalam membersihkan rumah menggunakan air dalam

jumlah banyak, sebaiknya benda-benda kelistrikan di dalam rumah

dipadamkan. Jika perlu, sikring juga dimatikan. Sudah bukan rahasia

umum lagi bahwa air dapat menghantarkan bahaya jika dinyalakan saat

rumah dibersihkan menggunakan air.

(46)

Agar udara keluar dari dalam rumah dan udara bersih masuk,

sebaiknya buka semua ventilasi udara, mulai dari jendela, pintu, dan

ventilasi lainnya. Aliran udara dan sinar matahari yang masuk akan

mengurangi kadar kelembaban dalam rumah. Cara ini akan mencegah

timbulnya jamur dan membuat udara lebih bersih.

5. Buang semua makanan yang terkena air banjir

Biasanya banjir membawa“oleh-oleh” berupa sampah yang

berceceran. Bersihkan semua sampah tersebut dan makanan yang terkena

air banjir karena dikhawatirkan terkontaminasi kuman-kuman penyakit.

6. Keluarkan semua perabotan rumah

Agar pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat,

sebaiknya barang- barang perabotan rumah dikeluarkan terlebih dahulu.

Selain itu, perabotan yang basah dapat dijemur sehingga bisa kering

seperti semula. Setelah barang dikeluarkan, bersihkan lantai dari lumpur

dengan menggunakan serokan karet.

7. Cat dinding rumah

Banjir biasanya meninggalkan jejak di dining, terlebih lagi jika

dinding berwarna putih. Jika kotoran yang menempel sedikit, dapat

dibersihkan dengan lap basah. Akan tetapi banyak, dinding dapat di cat

ulang lagi.

8. Sterilkan dengan desinfektan

Walaupun seluruh ruangan sudah dibersihkan dari segala macam

(47)

karena itu, lakukan penyemprotan dengan desinfektan. Desinfektan adalah

zat pembunuh kuman dan bakteri yang banyak digunakan untuk

mensterilkan suatu ruangan.

Menurut Depkes RI (2006), tindakan-tindakan pasca banjir yang dapat

dilakukan keluarga adalah:

1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah

yang terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah/atau ketempat

sampah. Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan

cairan desinfektan.

2. Kuburlah lubang-lubang bekas air.

3. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi, sebaiknya tidak

digunakan dulu, meskipun akan dimasak/ direbus dulu sebelum digunakan.

Check dahulu air yang akan digunakan secara fisik (warna, rasa, bau dll),

sampai dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung

yang beralas keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air

4. Tingkatkan daya tahan tubuh, minumlah supplemen vitamin, konsumsilah

makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup.

5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi

6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi

sayuran yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan.

7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air

(48)

9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya

mandi dan cuci tangan yang bersih.

10.Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang

ada.

Adapun menurut Yulaelawati (2008), tindakan-tindakan pada saat

terjadinya banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah:

1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri

pertolongan pertama jika perlu.

2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti

bayi, lanjut usia dan orang cacat.

3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air

yang tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian.

4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir

5. Dengarkan informasi darurat

6. Ikuti rencana darurat di lingkungan bencana anda.

Menurut Efendi (2009), tindakan pada prabencana dalam menghadapi

bencana meliputi hal-berikut:

1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).

2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota

keluarga lainnya.

3. Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa

(49)

4. Perlu mencatat beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas

kebakaran, rumah sakit dan ambulan.

5. Memberikan informasi tempat alternatif penampungan atau posko-posko

bencana.

6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti

pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterai dan lain-lain

2.8.Kerangka Berpikir

Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada

kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman

menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada

masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana

(Priyanto, 2006).

Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan

seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang

tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam

menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara

yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006).

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka berpikir penelitian

ini adalah variabel independen (variabel bebas) yang terdiri dari pengetahuan dan

sikap diasumsikan dapat mempengaruhi kesiapsiagaan remaja di Kelurahan

Pedurungan Kidul dalam menghadapi bencana banjir yang merupakan variabel

(50)

Gambar 2.1 Kerangka Brpikir Kesiapsiagaan remaja dalam

menghadapi bencana banjir

Angket/Wawancara Tes Pengetahuan

Sikap terhadap resiko bencana banjir Pengetahuan mengenai

resiko bencana banjir

Analisis Regresi Linier Potensi terjadinya bencana banjir

di Kelurahan Pedurungan Kidul

Upaya peningkatan tanggap diri dalam menghadapi bencana banjir

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan di lakukan di Kelurahan Pedurungan Kidul

Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.

3.2.Desain Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode ex post facto yaitu

metode yang digunakan dalam penelitian yang meneliti hubungan sebab akibat

yang tidak dimanipulasi oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan

atas kajian teoritis, bahwa suatu variabel tertentu mengakibatkan variabel tertentu.

Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang bertujuan menemukan

penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal yang menyebabkan

perubahan pada variable bebas yang secara keseluruhan sudah terjadi.

Penelitian ex post facto secara metodis merupakan penelitian eksperimen

yang juga menguji hipotesis tetapi tidak memberikan perlakuan-perlakuan tertentu

karena sesuatu sebab kurang etis untuk memberikan perlakuan atau memberikan

manipulasi. Biasanya karena alasan etika manusiawi, atau gejala/peristiwa

tersebut sudah terjadi dan ingin menelusuri faktor-faktor penyebabnya atau

hal-hal yang mempengaruhinya.

3.3.Populasi

Populasi adalah obyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto,

(52)

15 – 18 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan

Pedurungan Kota Semarang. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan,

populasi remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan

Pedurungan Kota Semarang adalah 743 jiwa.

Tabel 3.1

Populasi Penelitian (jiwa)

No. Usia Laki-laki Perempuan Jumlah %

1 15 Tahun 95 95 190 25,5

2 16 Tahun 92 91 183 24,7

3 17 Tahun 95 94 189 25,5

4 18 Tahun 92 89 181 24,3

Total 374 369 743 100

Sumber: Monografi Kelurahan Pedurungan Kidul, 2014

3.4.Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2009:81). Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan bantuan tabel penentuan sampel (Isac dan Michael

dalam Sugiyono, 2009:87). Jumlah sampel yang diperoleh dari tabel penentuan

sampel adalah 199, karena obyek penelitian mempunyai usia yang berstrata maka

dilakukan teknik proportionate stratified random sampling agar sampel lebih

proportional. Perhitungan sampel adalah sebagai berikut.

15 Tahun = 190/743 X 199 = 50,9 = 51 = 24,7%

16 Tahun = 183/743 X 199 = 49,0 = 49 = 23,7%

17 Tahun = 189/743 X 199 = 50,6 = 57 = 27,6%

18 Tahun = 181/743 X 199 = 48,5 = 49 = 23,7%

(53)

Berdasarkan perhitungan di atas maka yang akan menjadi sampel dalam

penelitian ini adalah 206 remaja yang terdiri dari 51 remaja usia 15 tahun, 49

remaja usia 16 tahun, 57 remaja usia 16 tahun, dan 49 remaja usia 18 tahun.

3.5.Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Variabel bebas / X

Variabel bebas atau independent variable adalah variabel yang diduga

sebagai penyebab timbulnya variabel lain yaitu:

X1= Pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang resiko bencana banjir

dalam ranah kognitif yang meliputi tiga proses berfikir antara lain

pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).

X2= Sikap remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir

meliputi empat aspek sikap antara lain menerima, merespon,

menghargai, dan bertanggungjawab.

2. Variabel terikat / Y

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kesiapsiagaan, yaitu

persiapan yang dilakukan remaja usia 15 – 18 tahun untuk menghadapi

bencana banjir. Indikator dalam menentukan kesiapsiagaan yaitu

persiapan, kebijakan keluarga, dan rencana tanggap darurat.

3.6.Metode Perolehan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang terpenting dalam

(54)

yang telah dirumuskan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Metode Observasi

Metode observasi digunakan untuk mengamati kronologi kejadian

banjir di Kelurahan Pedurungan Kidul.

2. Metode Angket/Kuesioner

Metode angket atau kuesioner digunakan untuk memperoleh data

data sikap remaja usia 15 -18 dalam menghadapi bencana banjir, dan data

persiapan remaja usia 15 – 18 tahun untuk menghadapi bencana banjir di

Kelurahan Pedurungan Kidul.

3. Metode Tes

Metode tes digunakan untuk mengukur pengetahuan remaja usia 15

– 18 tahun tentang resiko bencana banjir.

3.7.Instrumen Penelitian

Analisis instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji validitas instrumen.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010:168). Pengujian validitas instrumen

ini menggunakan pengujian validitas konstruk. Untuk menguji validitas konstruk,

dalam penelitian ini digunakan pendapat ahli (judgment experts). Dalam

penelitian ini ahli yang dimaksud adalah dosen pembimbing skripsi. Instrumen

lembar observasi yang telah dikonsultasikan dan disetujui oleh dosen pembimbing

(55)

Namun sebelum mengajukan pengesahan instrumen terhadap Dosen

pembimbing, instrumen harus melalui tahap uji persyaratan, uji persyaratan dalam

penelitian ini yaitu uji validitas dan reliabilitas.

1. Perangkat tes pengetahuan tentang bencana banjir

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid

atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang

valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006 : 168). Kevalidan

suatu alat ukur berkenaan dengan ketepatannya dalam mengukur apa yang

hendak diukurnya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini berupa

validitas konstruk (bangun pengertian) yaitu validitas yang berhubungan

dengan suatu teori yang dijabarkan pada bab sebelumnya.

Pengukuran validitas instrument tes pengetahuan menggunakan

rumus product moment sebagai berikut.

rxy = ∑ – ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑ (Arikunto, 2010: 213)

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi

N : banyaknya subyek

∑ : jumlah skor item

∑ : jumlah skor total

Hasil perhitungan jika koefisien rxy > rtabel pada α=5% maka

dikatakan butir soal valid. Item-item yang mempunyai koefesien korelasi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Brpikir
Tabel 3.1 Populasi Penelitian (jiwa)
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Perangkat Tes Pengetahuan
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis pada tahun 2007 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel tersebut pada PT Asuransi Bumi

Hasil dari penelitian ini adalah didapatkannya rancangan ulang alat perajangan daun tembakau yang mampu mengatasi rasa nyeri di pinggang dan pegal ditangan pekerja dengan

Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1984, yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku, bahan mentah, barang setengah jadi dan

mendengarkan, merasakan, mencium, mengikuti, segala hal yang terjadi dengan cara mencatat/merekam segala sesuatunya tentang orang atau kondisi suatu fenomena

[r]

Pengolahan jernang yang dilakukan oleh masyarakat yaitu: a) Buah rotan jernang yang terkumpul dilepas dari tandannya.. b) Sampel buah rotan jernang dibungkus dengan aluminium foil

1. Pendidikan aqidah maksudnya, pada dasarnya setiap anak yang lahir di dunia ini sudah memiliki benih aqidah yang benar, akan tetapi aqidah itu akan tumbuh dan

Dengan adanya kesenjangan tersebut, komunikasi interpersonal antara konselor dengan siswa, staf sekolah, dan orang tua masih terjalin baik dan lancar sesuai dengan hasil