PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG
RESIKO BENCANA BANJIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN
REMAJA USIA 15
–
18 TAHUN DALAM MENGHADAPI
BENCANA BANJIR DI KELURAHAN PEDURUNGAN
KIDUL KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Alif Purwoko 3201409064 Pendidikan Geografi
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 21 April 2015
Pembimbing I
Drs. Sunarko, M.Pd
NIP. 195207181980031003
Pembimbing II
Drs. Saptono Putro, M.Si
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 28 April 2015
Penguji Utama
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis pada skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, April 2015
Alif Purwoko
NIM. 3201409064
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu;
Allah Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui. (QS. 2:216)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain (QS. 94:6-7)
Tetaplah menjadi diri sendiri, dan lakukan sesuatu dengan baik.
Percayalah Allah bersama mu (Penulis)
PERSEMBAHAN
Rasa syukur kepada Allah SWT atas selesainya skripsi ini, saya mempersembahkan kepada:
1. Ayah dan ibundaku, Wahyudi dan Mugiyem serta adik saya Isna Dwi Purwanti yang selalu mengingatkan, mendorong, dan mendoakan saya agar segera menyelesaikan studi saya
2. Teman-teman seperjuangan Jurusan Geografi FIS UNNES angkatan 2009. 3. Rekan-rekan berpetualang dan rekan futsal
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayahNya serta kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir
Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi
Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya
atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses
studi dan juga selama proses penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Subagyo, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, selaku ketua Jurusan Geografi Fakultas ILmu
Sosial Universitas Negeri Semarang.
4. Drs. Sunarko, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, masukan, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Saptono Putro, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, masukan, arahan dan dukungan dalam menyelesaikan
6. Bapak dan Ibu dosen geografi yang telah memberikan ilmunya, terima kasih
atas segala pengajarannya.
7. Teman-teman Pendidikan Geografi 2009 terima kasih atas dukungan, dan
kerjasamanya.
8. Semua Pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan
namanya satu-persatu terima kasih.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dalam
bidang pendidikan sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang
berkualitas.
Semarang, April 2015
ABSTRAK
Purwoko, Alif. 2015. Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18 Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Geografi, FIS UNNES. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Sunarko. M.Pd, Drs. Saptono Putro, M.Si.
Kata kunci: Pengetahuan, Resiko, Bencana Banjir.
Salah satu peran remaja saat terjadi bencana banjir adalah selalu terlibat dalam penyelamatan baik nyawa maupun harta benda, oleh karena itu pengetahuan dalam menghadapi bencana banjir sangat bermanfaat bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir. dan mengetahui besar kecil pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.
Lokasi penelitian di lakukan di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan bantuan tabel penentuan sampel (Isac dan Michael), sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah 206 sampel. Variable bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap remaja, sedangkan variabel terikat adalah kesiapsiagaan remaja. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis distribusi frekuensi tingkat pengetahuan dan sikap, sedangkan analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi besar kecil pengaruh tingkat pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang resiko bencana banjir terbanyak pada kriteria pengetahuan tinggi yakni 39,8%, sedangkan persentase yang paling sedikit diperoleh pada kriteria pengetahuan sangat rendah yakni 12,1%. Hasil uji simultan menggunakan statistik F diperoleh nilai Fhitung sebesar 177,251. Pada
taraf kesalahan 5% dengan dk 1 = 2 dan dk 2 = 206-2-1 =15 diperoleh Ftabel = 3,04
yang berarti bahwa ada pengaruh secara signifikan pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan remaja. Besarnya pengaruh keduanya dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi yaitu sebesar 0,636, yang artinya perubahan kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul dalam menghadapi resiko bencana banjir sebesar 63,6% dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap remaja.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
SARI ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Penegasan Istilah ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Ranah Kognitif ... 8
2.2 Sikap ... 10
2.3 Remaja ... 14
2.4 Resiko Bencana Banjir ... 16
2.4.3 Dampak Bencana Banjir ... 20
2.5 Pengertian Kesiapsiagaan ... 20
2.6 Mitigasi Dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 24
2.7 Tindakan-tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir ... 30
2.8 Kerangka Berpikir ... 34 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 49
4.1.1 Lokasi Penelitian ... 49
4.1.2 Kondisi Fisik ... 51
4.1.3 Kependudukan ... 52
4.1.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 54
4.2 Hasil Penelitian ... 54
4.2.1 Karakteristik Responden ... 54
4.2.2 Pengetahuan Remaja tentang Resiko Bencana Banjir ... 55
4.2.3 Sikap Remaja terhadap Bancana Banjir ... 57
4.2.4 Kesiapsiagaan Remaja dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 50
4.2.5 Analisis Regresi Linier ... 61
4.3 Pembahasan ... 64
4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 64
4.3.2 Pengaruh Sikap Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul terhadap Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana Banjir ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian ... 73
Lampiran 2 Kisi-kisi Instrumen ... 81
Lampiran 3 Analisis Instrumen Tes Pengetahuan ... 84
Lampiran 4 Analisis Instrumen Angket Sikap ... 90
Lampiran 5 Analisis Instrumen Angket Kesiapsiagaan ... 93
Lampiran 6 Hasil Tes Pengetahuan ... 96
Lampiran 7 Hasil Angket Sikap ... 102
Lampiran 8 Hasil Angket Kesiapsiagaan ... 108
Lampiran 9 Perhitungan Rata-rata Nilai Variabel Pengetahuan ... 114
Lampiran 10 Perhitungan Rata-rata Nilai Variabel Sikap ... 120
Lampiran 11 Uji Parsial ... 126
Lampiran 12 Uji Simultan ... 128
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Populasi Penelitian (jiwa)... 37
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Perangkat Tes Pengetahuan ... 41
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda ... 43
Tabel 3.4 Hasil Uji Daya Beda Butir Soal Perangkat Tes Pengetahuan .. 43
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Soal ... 44
Tabel 3.6 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 45
Tabel 3.7 Kriteria Tingkat Variabel ... 46
Tabel 3.8 Kriteria Sikap ... 47
Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan Pedurungan Kidul... 51
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk di Kelurahan Pedurungan Kidul ... 52
Tabel 4.3 Tingkatan Pendidikan di Kelurahan Pedurungan Kidul (dalam Jiwa) ... 53
Tabel 4.4 Kondisi Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Pedurungan Kidul 54 Tabel 4.5 Karakteristik Responden ... 55
Tabel 4.6 Nilai Aspek-aspek Pengetahuan ... 56
Tabel 4.7 Pengetahuan Rata-rata Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang Resiko Bencana Banjir ... 57
Tabel 4.8 Nilai Aspek-aspek Sikap ... 59
Tabel 4.9 Sikap Remaja Usia 15 – 18 Tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul tentang Resiko Bencana Banjir ... 59
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 35
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 50
Gambar 4.2 Diagram Pengetahuan Responden tentang Resiko Banjir ... 57
Gambar 4.3 Diagram Sikap Responden tentang Resiko Banjir ... 60
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam/non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24, 2007).
Banjir merupakan bencana besar di dunia. Kejadian dan korban bencana banjir
menempati ururan pertama di dunia yaitu mencapat 55%. Presentase kejadian
banjir di Indonesia mencapai 38% dari seluruh kejadian bencana. Kejadian
longsor mencapai 18% dari seluruh kejadian bencana (Bakornas, 2007).
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24, 2007). Pengetahuan merupakan faktor
utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki
biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga dalam
mengantisipasi bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses
manajemen bencana dan didalam konsep bencana yang berkembang saat ini,
pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan
pencegahan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro- aktif, sebelum
terjadinya suatu bencana (LIPI-UNESCO, 2006).
bahaya, sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan sumber daya alam,
kurangnya informasi peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan, dan
ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi bencana (Bakornas,
2007). Kesiapsiagaan dikelompokkan menjadi empat parameter yaitu pengetahuan
dan sikap, perencanaan kedaruratan, sistem peringatan dan mobilisasi sumber
daya (LIPI-UNESCO, 2006).
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi yang rawan banjir, pada bulan
Februari 2014 banjir melanda Kabupaten/Kota terutama yang terletak di bagian
utara Jawa Tengah termasuk Kota Semarang. Berdasarkan data yang dilaporkan
oleh Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) Kota Semarang
tahun 2014, Kecamatan Pedurungan merupakan salah satu wilayah yang sering
terjadi banjir dalam beberapa tahun ini. Kecamatan Pedurungan memiliki sejarah
bencana banjir bandang pada tahun 1990 yang lalu dengan korban yang tidak
sedikit serta menghanyutkan banyak rumah. Beberapa kelurahan yang sering
mengalami banjir adalah Kelurahan Pedurungan Kidul, tercatat rata-rata
ketinggian air di daerah tersebut mencapai 1 meter.
Pengetahuan tentang bencana sudah seharusnya diberikan kepada
masyarakat terutama remaja karena remaja merupakan bagian dari masyarakat
yang memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu upaya
pemerintah dalam meningkatkan keamanan terhadap bencana adalah
mengembangkan pendidikan mengenai resiko bencana pada remaja. Program ini
dimaksudkan untuk menimbulkan kesadaran dan kesiapan remaja yang tinggal di
seperti pelatihan simulasi bencana, pembentukan organisasi Palang Merah
Remaja, dan kegiatan sosialisasi tentang resiko bencana.
Peran remaja sebagai generasi muda dalam upaya antisipasi maupun
menangani keadaan bencana dianggap sangat penting. Salah satu peran remaja
saat terjadi bencana banjir adalah tanggap darurat, remaja selalu terlibat dalam
penyelamatan baik nyawa maupun harta benda, oleh karena itu pengetahuan
dalam menghadapi bencana banjir sangat bermanfaat bagi remaja. Hasil penelitian
Pangesti (2012:88) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tentang resiko
bencana banjir siswa yang tinggal di daerah rawan banjir lebih baik dibandingkan
siswa yang tinggal di daerah tidak rawan banjir. Firmansyah (2014:7) juga
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kesiapsiagaan
terhadap bencana banjir dan longsor pada remaja usia 15 – 18 tahun.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam
menghadapi bencana banjir dengan judul ” Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap
Tentang Resiko Bencana Banjir Terhadap Kesiapsiagaan Remaja Usia 15 – 18
Tahun Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Pedurungan Kidul Kota
Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
pengetahuan terhadap kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi bencana banjir di
Kelurahan Pedurungan Kidul.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas memunculkan rumusan masalah sebagai
1. Bagaimana pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir?
2. Bagaimana sikap remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir?
3. Bagaimana kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi
bencana banjir?
4. Seberapa besar pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan
remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian antara lain yaitu:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang
bencana banjir.
2. Mengetahui sikap remaja usia 15 – 18 tahun tentang bencana banjir.
3. Mengetahui kesiapsiagaan remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi
bencana banjir.
4. Mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap kesiapsiagaan
remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir.
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang
bencana banjir serta fenomena alam yang menyangkut tentang
hidrosfer.
b. Diharapkan dari apa yang diteliti dapat diketahui faktor-faktor yang
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat
tentang bencana yang ada di sekitar mereka sekaligus meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pengetahuan dan kesiapsiagaan
terhadap bencana, terutama bencana banjir.
b. Bagi Pemerintahan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan bagi
pemerintah dalam upaya pengembangan pendidikan bencana terutama
dalam meningkatkan pengetahuan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana banjir.
1.5.Penegasan Istilah
Untuk mewujudkan suatu kesatuan berpikir serta menghindari salah tafsir
maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan judul penelitian,
adapun istilah yang harus dijelaskan dalam penegasan istilah ini adalah sebagai
berikut.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan
merupakan obyek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka
(overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat
langgeng (Soenaryo, 2002). Istilah pengetahuan dalam penelitian ini
proses berfikir antara lain pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan
penerapan (C3).
2. Sikap
Sikap merupakan respon baik positif maupun negatif terhadap
sesuatu yang akan terjadi, artinya sikap belum sampai pada suatu tindakan
(Notoadmojo (2005). Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
sikap positif dan negatif remaja usia 15 – 18 tahun jika menghadapi
bencana banjir.
3. Bencana banjir
Bencana banjir merupakan peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
oleh aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga
melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan
rendah disisi sungai. Limpasan yang terus meluap akan menimbulkan
genangan-genangan yang semakin tinggi pada lahan yang lebih rendah
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007).
4. Resiko Bencana Banjir
Resiko bencana banjir antara lain berupa kehilangan, kerusakan dan
kerugian. Resiko kehilangan, kerusakan dan kerugian yang dimaksud yaitu
dalam aspek penduduk, pemerintah, ekonomi, sarana dan prasarana, dan
5. Remaja usia 15 – 18
Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa
kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 tahun
dan berakhir pada usia 19 tahun (Papalia dan Olds, 2001). Dalam
penelitian ini remaja yang dimaksud adalah penduduk Kelurahan
Pedurungan Kidul yang berusia 15, 16, 17, dan 18 tahun pada tahun
2014/2015.
6. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir
Kesiapan individu dalam mengatasi bencana banjir yang ditunjukkan
dengan pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana, rencana untuk
keadaan darurat, dan kemampuan untuk memobilitas sumberdaya (UU RI
No. 24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah persiapan remaja dalam upaya antisipasi jika terjadi bencana banjir,
persiapan yang dilakukan meliputi menambah wawasan tentang antisipasi
bencana, menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
keselamatan seperti obat-obatan, dan mengatur harta benda agar mudah
untuk diselamatkan, serta membuat kesepakatan atau peraturan dalam
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan
obyek yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka (overt behavior).
Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002
dalam Saputra, 2008).
Menurut Notoatmodjo (2005), Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan
mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam
jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang
tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan:
1. Pengetahuan (Knowledge), yang disebut C1
Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan
dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang
dimaksud berkaitan dengan bencana banjir.
Contoh: apakah bencana banjir disebabkan oleh manusia?
2. Pemahaman (Comprehension), yang disebut C2
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang
berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam
tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami resiko yang dapat
disebabkan bencana banjir.
Contoh : apakah bencana banjir dapat menimbulkan kerugian
materi?
3. Penerapan (Aplication), yang disebut C3
Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu
mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan kesiapsiagaan
dalam menghadapi banjir.
Contoh: apakah persiapan obat-obatan diperlukan guna
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir?
Menurut Triutomo (2007 dalam Saputra, 2008), di Indonesia, masih
banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir.
Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa
dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa
itu sebagai takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk
Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada
kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada
masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana
(Priyanto, 2006 dalam Saputra, 2008).
Riset yang dilakukan di New Zealand memperlihatkan bahwa perasaan
bisa mencegah bahaya gempa bumi dapat ditingkatkan dengan intervensi melalui
pengisian kuesioner pengetahuan tentang gempa bumi yang di follow up dengan
penjelasan-penjelasan yang ditujukan untuk menghilangkan gap atau miskonsepsi
pengetahuan tentang gempa bumi. Hasil riset menunjukkan bahwa pengetahuan
partisipan mengenai bencana berhubungan dengan tingkat kesiapannya
menghadapi bencana. Dengan pengetahuan akan meningkatkan kemampuan
penduduk mempersiapkan diri dengan lebih baik dari banjir atau bencana lain
(Priyanto, 2006 dalam Saputra, 2008)
Menurut Ma`mun (2007 dalam Saputra, 2008) pengetahuan lingkungan
hidup perlu diberikan kepada anak-anak dan keluarga sehingga mereka belajar
mencintai alam, contoh menanam pohon dirumah, tidak membuang sampah
kesungai, tidak tinggal dibantaran sungai karena dapat menimbulkan
permasalahan banjir dan lain-lain.
2.2.Sikap
Menurut Notoatmodjo (2005), Sikap merupakan juga respons tertutup
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju,
baik-tidak baik, dan sebagainya).
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau
obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak
langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons
terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2005), mengemukakan sikap dapat bersifat positif
dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan pada sikap
negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak
menyukai obyek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 komponen pokok yaitu:
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu obyek; Kehidupan emosional atau
evaluasi terhadap suatu obyek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga
komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, dalam
penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap stimulus atau obyek. Sedangkan komponen perilaku sikap adalah
maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.
Dari atasan-atasan sikap menurut (Krech et al., 1982), (Cambell, 1950), Allpor,
1954), (Cardno, 1955) dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
merupakan presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat
dijelaskan lagi bahwa merupakan reaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok,
yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek; (2)
kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek; (3)
kecenderungan untuk bertindak (tred to behave). Ketiga komponen ini secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan
sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang
peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita
bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiaannya terhadap berita di
media serta seminar.
2. Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang
menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan dalam berdiskusi mengenai
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang
petugas yang mengajak petugas atau pihak lain untuk menilai resiko
bencana yang ada didaerah masing-masing serta melakukan mitigasi
terhadap resiko bencana tersebut.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap
dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap
suatu obyek.
Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih
pada masyarakat tersebut karena minimnya informasi mengenai cara mencegah
dan memodifikasi bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya
akibat bencana tanpa materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi
gelisah dan memunculkan tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu.
Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin
menjadi bagian penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana
Sikap yang baik untuk mencegah banjir yaitu: tidak membuang sampah/
limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase, tidak membangun jembatan
dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran sungai,
tidak tinggal dalam bantaran sungai; tidak menggunakan dataran retensi banjir
untuk permukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukkannya,
menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, menghentikan
praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah
konservasi air dan tanah (Bakornas PB, 2007).
Menurut Yusuf (2005 dalam Saputra, 2008), ada empat faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap; (1) faktor pengalaman khusus, (2) faktor
komunikasi dengan orang lain, (3) faktor modal yaitu dengan melalui
mengimitasi, (4) faktor lembaga sosial (Instutional) yaitu sumber yang
mempengaruhi. Perubahan sikap dipengaruhi (1) pendekatan teori belajar, (2)
pendekatan teori persepsi, (3) pendekatan teori konsistensi, (4) perdekatan teori
fungsi.
2.3.Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to
grow atau to grow maturity (Gulinko, 1984 dalam Saputra, 2008). Banyak tokoh
yang memberikan denfinisi mengenai remaja, seperti masa remaja adalah masa
transisi atau peralihan dari masa anak ke dewasa, pada masa ini individu banyak
mengalami perubahan-perubahan fisik maupun psikis (Hurlock 1973, Saputra,
2008). Sulit untuk menentukan kapan masa remaja ini dimulai dan kapan masa
permulaan dari masa remaja terjadi pada saat puberitas, sedangkan akhir dari
masa remaja terjadi pada saat individu sudah dapat memikul tanggung jawab
orang dewasa seperti bekerja dan menikah (Cole, 1984 dalam Saputra, 2008).
Menurut Papalia dan Olds tahun 2001, masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 19 tahun, sedangkan Anna
Freud (dalam Saputra, 2008) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses
perkembangan seperti perubahan-perubahan yang berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan
orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses
pembentukan orientasi masa depan.
Menurut WHO, definisi remaja lebih bersifat konseptual, dalam definisi
tersebut terdapat tiga kriteria yang diantaranya adalah biologic, psikologik, dan
sosial ekonomi. Ketiga definisi tersebut adalah:
1. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama
kali dia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat dia
mencapai kematangan seksual.
2. Remaja adalh suatu masa dimana individu mengalami perkembangan
psikologik dan pola identifikasi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Remaja adalah suatu masa dimana terjadi sesuatu peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative
2.4.Resiko Bencana Banjir
2.4.1. Pengertian Banjir
Bencana adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007).
Banjir mengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi
muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang
semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak
dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007)
Menurut Dibyosaputro (1998, dalam Gultom, 2012) Banjir merupakan satu
bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan- lahan rendah di
sekitar sungai sebagai akibat ketidakmampuan alur sungai menampung dan
mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai
daerah sekitarnya.
Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang
1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas
penyaluransistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah
dan sistem drainase buatan manusia
2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat
pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia
seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai
akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan
tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai
yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.
2.4.2. Faktor-faktor Penyebab Banjir
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas
normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai
alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang
ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.
Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama,
tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam
dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.
Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga
menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke
dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan
sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu
berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit
banjir.
Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan
tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi
sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk
kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan
mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007 dalam Gultom, 2012).
Faktor penyebab banjir menurut Yulaelawati (2008, dalam Gultom, 2012),
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu:
1. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:
a. Pemanfaatan daratan banjir yang digunakan untuk pemungkiman dan
industri.
b. Pengundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada tanah
dan meningkatkan larian tanah permukaan. Erosi yang terjadi kemudian
bisa menyebabkan sedimentasi di terusan-terusan sungai yang
kemudian mengganggu jalannya air.
c. Permukiman di daratan banjir dan pembangunan di daerah daratan
banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan
dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurung untuk dijadikan
permungkiman. Kondisi demikian banyak terjadi di perkotaan di
Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi
d. Membuang sampah sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air,
terutama di perumahan-perumahan.
2. Kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:
a. Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena badai
atau siklon, misalnya beberapa kawasan di Bangladesh kondisi
topografi yang cekung, yang merupakan daratan banjir, seperti Kota
Bandung yang berkembang pada Cekungan Bandung.
b. Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar,
berkelok- kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol
(bottle neck), dan adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau
(ambal sungai)
3. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, yaitu:
a. Curah hujan yang tinggi
b. Terjadinya pembendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara
sungai atau pertemuan sungai besar.
c. Penurunan muka tanah atau amblesan, misal di sekitar di sekitar Pantai
Utara Jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat
pengambilan air tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka
tanah menjadi lebih rendah. pendangkalan dasar sungai karena
sedimentasi yang cukup tinggi.
Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan-tangan
manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploritasi,
Sementara faktor kedua dan ketiga; alam yang statis dan faktor peristiwa alam
yang dinamis, merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat berusaha mencari
alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya banjir dan dampaknya.
2.4.3. Dampak Bencana Banjir
Menurut Mistra (2007), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek
dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini:
1. Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah
dan penduduk terisolasi.
2. Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya
dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya
jalannya pemerintahan.
3. Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak
berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak
dan terganggunya perekonomian masyarakat.
4. Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas
umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5. Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, obyek wisata,
persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan
tanggul/jaringan irigasi.
2.5.Pengertian Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan menurut
Carter (1991, dalam Gultom, 2012), tindakan-tindakan yang memungkinkan
pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu
menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna, yang termasuk
dalam tindakan kesiapsiagaan yaitu penyusunan rencana penanggulangan
bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya
suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi
bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun
kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi
bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen
bencana secara terpadu.
Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan
apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah
menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan
banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang
bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon
yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi
memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap
prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana, sehingga semua
kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.
Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah: 1) kemampuan
menilai resiko; 2) perencanaan siaga; 3) mobilitas sumberdaya; 4) pendidikan dan
pelatihan; 5) koordinasi; 6) mekanisme respon; 7) manajemen informasi; 8)
gladi/simulasi.
1. Kesiapsiagaan remaja dalam menghadapi banjir
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk
kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu tangga
tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran,
lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan
yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian
masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama
bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti
banjir.
2. Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai
tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk
melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.
3. Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :
a. Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat: adanya rencana
penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi
b. Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi
keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana; adanya
kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sem
entara dalam keadaan darurat.
c. Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.
1) Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk
pertolongan pertama keluarga.
2) Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga
3) Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan
pertama
4) Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan
keterampilan evakuasi.
5) Adanya akses untuk merespon keadaan darurat
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
e. Peralatan dan perlengkapan
f. Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
g. Latihan dan simulasi/gladi.
4. Sistim Peringatan Bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana
baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk
mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi
penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui
rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk
menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk
melakukan upaya tanggap darurat yang efektif. Kepala keluarga dapat
melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta
benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk
itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada
waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang
berada saat terjadinya peringatan.
5. Mobilisasi Sumber Daya
a. Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam
seminar/pertemuan/pelatihan kesiapsiagaan bencana
b. Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan terhadap bencana
c. Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana
d. Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan
memantau tas siaga bencana secara reguler.
2.6.Mitigasi dalam Menghadapi Bencana Banjir
Mitigasi untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga
perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak
dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka
1. Rumah tidak bertingkat
Apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan
banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai
yaitu:
a. Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal
darurat.
b. Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai
jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat per mukaan
air terus meninggi
c. Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk
akses naik ke atas atap.
d. Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengam at banjir). Patok
ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
e. Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang
atap yang dijadikan tempat tinggal.
f. Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap
untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
g. Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat
dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi
anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga
dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang
ringan.
i. Malam ini dapat digunakan lampu minyak goring bekas (jelantah).
Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam
botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.
j. Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah
dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti
ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
k. Siapkan kantong plastic besar untuk mengamankan pakaian atau
barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa
ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam
dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam
pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.
l. Buat alat penjernih atau penyaring air sederhana untuk mengambil
air banjir, lalu disaring. Air ini dapat dipakai untuk mencuci dan
mandi. Caranya, gunakan tawas dan kaporit untuk mem percepat
pengendapan lu mpur dan membunuh bakteri.1 sendok teh dan
setengah sendok teh untuk 20 liter air. Masukkan tawas yang
telah ditumbuk halus dan kaporit kemudian aduk sampai merata.
m. Jika sulit mendapatkan air bersih untuk minum, simpan air
mineral kemasan dalam dus atau air mineral yang dikemas dalam
sebuah galon.
n. Sediakan obat-obatan seperti obat gosok, obat sakit kepala,
obat diare, obat masuk angin, obat batuk, obat flu, dan obat-obatan
o. Siapkan bendera merah putih, bendera merah, dan tiang
bendera dari bambu. Bendera merah-putih adalah simbol siaga
satu dan rumah masih ada penghuninya. Jika ketinggian air semakin
tinggi (dapat dilihat dari pemantauan patok pengamat banjir),
naikkan bendera merah di bawah bendera merah-putih, artinya
penguhi rumah dalam keadaan SOS (Save Our Soul). Dengan
tanda ini diharapkan tim evakuasi, bendera harap dilepas. Para
relawan yang membawa makanan dan minuman tidak perlu
berteriak-teriak melalui pengeras suara, tetapi langsung
mendatangi dan mendata jumlah keluarga lalu membagikan
sembako. Itulah gunanya bendera sebagai tanda ada kehidupan di
rumah yang terendam banjir.
p. Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko
tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.
2. Rumah bertingkat
Persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak
bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan
jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang
dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan
mencuci dan mem asak. Keluarga apabila akan tetap bertahan di
dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan
melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman
untuk segera meninggalkan rumah. Adapun menurut Bakornas (2006),
tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen
penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah,
obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada
tempat yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana
datang tiba -tiba dan harus meninggalkan rumah maka
barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.
b. Naikkan alat- alat listrik, barang berharga, buku dan barang
yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi
(melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang
tinggal di kawasan banjir.
c. Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.
d. Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan
evakuasi jika terjadi bencana.
e. Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban
seandainya ada cedera.
f. Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil
dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluar ga.
g. Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi,
PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan
menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan
h. Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat
yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.
i. Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat
digunakan pada saat bencana.
Persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan
oleh kepala keluarga menurut Yulae lawati (2008), seperti di bawah ini:
a. Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota
keluarga.
b. Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang
memadai.
c. Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya
d. Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam
plastik atau kotak tahan air.
e. Titipkan photocopy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut
di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang
tidak terkena banjir.
f. Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum
terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air
banjir.
g. Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah
h. Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca
i. Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau
2.7.Tindakan-Tindakan yang Dilakukan Pasca Banjir
Masyarakat direpotkan setelah banjir reda dengan kondisi rumah yang
kotor, bau, dan berantakan. Prosedur membersihkan rumah pasca banjir
menurut Mistra (2007) adalah :
1. Banjir sudah reda
Rumah dapat dibersihkan jika banjir sudah reda. Artinya, tidak ada
banjir susulan lainnya. Informasi mengenai kemungkinan ada atau
tidaknya banjir susulan dapat ditanyakan pada pihak-pihak terkait, seperti
pemda dan istitusi terkait lainnya. Cara ini untuk mengantisipasi dan
menghindari hal-hal yang tidak dinginkan.
2. Gunakan alat pengaman
Alat pengaman yang dimaksud adalah sepatu boot, sarung tangan,
dan masker. Alat-alat ini untuk melindungi penyakit saat membersihkan
rumah akibat banjir.
3. Padamkan listrik
Oleh karena dalam membersihkan rumah menggunakan air dalam
jumlah banyak, sebaiknya benda-benda kelistrikan di dalam rumah
dipadamkan. Jika perlu, sikring juga dimatikan. Sudah bukan rahasia
umum lagi bahwa air dapat menghantarkan bahaya jika dinyalakan saat
rumah dibersihkan menggunakan air.
Agar udara keluar dari dalam rumah dan udara bersih masuk,
sebaiknya buka semua ventilasi udara, mulai dari jendela, pintu, dan
ventilasi lainnya. Aliran udara dan sinar matahari yang masuk akan
mengurangi kadar kelembaban dalam rumah. Cara ini akan mencegah
timbulnya jamur dan membuat udara lebih bersih.
5. Buang semua makanan yang terkena air banjir
Biasanya banjir membawa“oleh-oleh” berupa sampah yang
berceceran. Bersihkan semua sampah tersebut dan makanan yang terkena
air banjir karena dikhawatirkan terkontaminasi kuman-kuman penyakit.
6. Keluarkan semua perabotan rumah
Agar pembersihan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat,
sebaiknya barang- barang perabotan rumah dikeluarkan terlebih dahulu.
Selain itu, perabotan yang basah dapat dijemur sehingga bisa kering
seperti semula. Setelah barang dikeluarkan, bersihkan lantai dari lumpur
dengan menggunakan serokan karet.
7. Cat dinding rumah
Banjir biasanya meninggalkan jejak di dining, terlebih lagi jika
dinding berwarna putih. Jika kotoran yang menempel sedikit, dapat
dibersihkan dengan lap basah. Akan tetapi banyak, dinding dapat di cat
ulang lagi.
8. Sterilkan dengan desinfektan
Walaupun seluruh ruangan sudah dibersihkan dari segala macam
karena itu, lakukan penyemprotan dengan desinfektan. Desinfektan adalah
zat pembunuh kuman dan bakteri yang banyak digunakan untuk
mensterilkan suatu ruangan.
Menurut Depkes RI (2006), tindakan-tindakan pasca banjir yang dapat
dilakukan keluarga adalah:
1. Bersihkan lingkungan tempat tinggal, kumpulkan dan buanglah sampah
yang terbawa arus air ke dalam lubang dihalaman rumah/atau ketempat
sampah. Bersihkan lantai & dinding didalam rumah bersihkan dengan
cairan desinfektan.
2. Kuburlah lubang-lubang bekas air.
3. Air sumur atau air keran yang berpotensi terkontaminasi, sebaiknya tidak
digunakan dulu, meskipun akan dimasak/ direbus dulu sebelum digunakan.
Check dahulu air yang akan digunakan secara fisik (warna, rasa, bau dll),
sampai dipastikan bahwa air tersebut layak untuk diminum.pake pelindung
yang beralas keras (Sandal/sepatu) apabila berjalan dalam genangan air
4. Tingkatkan daya tahan tubuh, minumlah supplemen vitamin, konsumsilah
makanan yang bergizi dan teratur, istirahatlah yang cukup.
5. Buanglah makanan yang telah terkontaminasi
6. Cucilah sayuran terlebih dahulu sebelum dimasak, hindari mengkonsumsi
sayuran yang telah terkontaminasi. Tutuplah makanan yang akan disajikan.
7. Obati luka yang terbuka dengan plester tahan air
9. Laranglah anak anak anda bermain didaerah banjir, bila melakukannya
mandi dan cuci tangan yang bersih.
10.Hindari tempat persembunyian tikus, dengan menutup lobang tikus yang
ada.
Adapun menurut Yulaelawati (2008), tindakan-tindakan pada saat
terjadinya banjir yang dapat dilakukan masyarakat/perorangan adalah:
1. Periksa apakah diri anda atau orang disekitar anda terluka, beri
pertolongan pertama jika perlu.
2. Ingat untuk menolong orang yang memerlukan bantuan khusus, seperti
bayi, lanjut usia dan orang cacat.
3. Tidak minum air kecuali setelah di masak, dan tidak menggunakan air
yang tercemar untuk mencuci alat-alat dapur dan pakaian.
4. Tidak membiarkan anak-anak bermain di air banjir
5. Dengarkan informasi darurat
6. Ikuti rencana darurat di lingkungan bencana anda.
Menurut Efendi (2009), tindakan pada prabencana dalam menghadapi
bencana meliputi hal-berikut:
1. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
2. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga lainnya.
3. Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa
4. Perlu mencatat beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, rumah sakit dan ambulan.
5. Memberikan informasi tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana.
6. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti
pakaian seperlunya, radio portable, senter beserta baterai dan lain-lain
2.8.Kerangka Berpikir
Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada
kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman
menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada
masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana
(Priyanto, 2006).
Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa materi pendidikan
seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan tindakan yang
tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan pengetahuan dalam
menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting khususnya di negara
yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto, 2006).
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka berpikir penelitian
ini adalah variabel independen (variabel bebas) yang terdiri dari pengetahuan dan
sikap diasumsikan dapat mempengaruhi kesiapsiagaan remaja di Kelurahan
Pedurungan Kidul dalam menghadapi bencana banjir yang merupakan variabel
Gambar 2.1 Kerangka Brpikir Kesiapsiagaan remaja dalam
menghadapi bencana banjir
Angket/Wawancara Tes Pengetahuan
Sikap terhadap resiko bencana banjir Pengetahuan mengenai
resiko bencana banjir
Analisis Regresi Linier Potensi terjadinya bencana banjir
di Kelurahan Pedurungan Kidul
Upaya peningkatan tanggap diri dalam menghadapi bencana banjir
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan di lakukan di Kelurahan Pedurungan Kidul
Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
3.2.Desain Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode ex post facto yaitu
metode yang digunakan dalam penelitian yang meneliti hubungan sebab akibat
yang tidak dimanipulasi oleh peneliti. Adanya hubungan sebab akibat didasarkan
atas kajian teoritis, bahwa suatu variabel tertentu mengakibatkan variabel tertentu.
Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang bertujuan menemukan
penyebab yang memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau fenomena yang disebabkan oleh suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal yang menyebabkan
perubahan pada variable bebas yang secara keseluruhan sudah terjadi.
Penelitian ex post facto secara metodis merupakan penelitian eksperimen
yang juga menguji hipotesis tetapi tidak memberikan perlakuan-perlakuan tertentu
karena sesuatu sebab kurang etis untuk memberikan perlakuan atau memberikan
manipulasi. Biasanya karena alasan etika manusiawi, atau gejala/peristiwa
tersebut sudah terjadi dan ingin menelusuri faktor-faktor penyebabnya atau
hal-hal yang mempengaruhinya.
3.3.Populasi
Populasi adalah obyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto,
15 – 18 tahun yang bertempat tinggal di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan,
populasi remaja usia 15 – 18 tahun di Kelurahan Pedurungan Kidul Kecamatan
Pedurungan Kota Semarang adalah 743 jiwa.
Tabel 3.1
Populasi Penelitian (jiwa)
No. Usia Laki-laki Perempuan Jumlah %
1 15 Tahun 95 95 190 25,5
2 16 Tahun 92 91 183 24,7
3 17 Tahun 95 94 189 25,5
4 18 Tahun 92 89 181 24,3
Total 374 369 743 100
Sumber: Monografi Kelurahan Pedurungan Kidul, 2014
3.4.Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2009:81). Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan bantuan tabel penentuan sampel (Isac dan Michael
dalam Sugiyono, 2009:87). Jumlah sampel yang diperoleh dari tabel penentuan
sampel adalah 199, karena obyek penelitian mempunyai usia yang berstrata maka
dilakukan teknik proportionate stratified random sampling agar sampel lebih
proportional. Perhitungan sampel adalah sebagai berikut.
15 Tahun = 190/743 X 199 = 50,9 = 51 = 24,7%
16 Tahun = 183/743 X 199 = 49,0 = 49 = 23,7%
17 Tahun = 189/743 X 199 = 50,6 = 57 = 27,6%
18 Tahun = 181/743 X 199 = 48,5 = 49 = 23,7%
Berdasarkan perhitungan di atas maka yang akan menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah 206 remaja yang terdiri dari 51 remaja usia 15 tahun, 49
remaja usia 16 tahun, 57 remaja usia 16 tahun, dan 49 remaja usia 18 tahun.
3.5.Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Variabel bebas / X
Variabel bebas atau independent variable adalah variabel yang diduga
sebagai penyebab timbulnya variabel lain yaitu:
X1= Pengetahuan remaja usia 15 – 18 tahun tentang resiko bencana banjir
dalam ranah kognitif yang meliputi tiga proses berfikir antara lain
pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3).
X2= Sikap remaja usia 15 – 18 tahun dalam menghadapi bencana banjir
meliputi empat aspek sikap antara lain menerima, merespon,
menghargai, dan bertanggungjawab.
2. Variabel terikat / Y
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kesiapsiagaan, yaitu
persiapan yang dilakukan remaja usia 15 – 18 tahun untuk menghadapi
bencana banjir. Indikator dalam menentukan kesiapsiagaan yaitu
persiapan, kebijakan keluarga, dan rencana tanggap darurat.
3.6.Metode Perolehan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang terpenting dalam
yang telah dirumuskan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Metode Observasi
Metode observasi digunakan untuk mengamati kronologi kejadian
banjir di Kelurahan Pedurungan Kidul.
2. Metode Angket/Kuesioner
Metode angket atau kuesioner digunakan untuk memperoleh data
data sikap remaja usia 15 -18 dalam menghadapi bencana banjir, dan data
persiapan remaja usia 15 – 18 tahun untuk menghadapi bencana banjir di
Kelurahan Pedurungan Kidul.
3. Metode Tes
Metode tes digunakan untuk mengukur pengetahuan remaja usia 15
– 18 tahun tentang resiko bencana banjir.
3.7.Instrumen Penelitian
Analisis instrumen dalam penelitian ini dilakukan uji validitas instrumen.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010:168). Pengujian validitas instrumen
ini menggunakan pengujian validitas konstruk. Untuk menguji validitas konstruk,
dalam penelitian ini digunakan pendapat ahli (judgment experts). Dalam
penelitian ini ahli yang dimaksud adalah dosen pembimbing skripsi. Instrumen
lembar observasi yang telah dikonsultasikan dan disetujui oleh dosen pembimbing
Namun sebelum mengajukan pengesahan instrumen terhadap Dosen
pembimbing, instrumen harus melalui tahap uji persyaratan, uji persyaratan dalam
penelitian ini yaitu uji validitas dan reliabilitas.
1. Perangkat tes pengetahuan tentang bencana banjir
a. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid
atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang
valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006 : 168). Kevalidan
suatu alat ukur berkenaan dengan ketepatannya dalam mengukur apa yang
hendak diukurnya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini berupa
validitas konstruk (bangun pengertian) yaitu validitas yang berhubungan
dengan suatu teori yang dijabarkan pada bab sebelumnya.
Pengukuran validitas instrument tes pengetahuan menggunakan
rumus product moment sebagai berikut.
rxy = ∑ – ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑ (Arikunto, 2010: 213)
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi
N : banyaknya subyek
∑ : jumlah skor item
∑ : jumlah skor total
Hasil perhitungan jika koefisien rxy > rtabel pada α=5% maka
dikatakan butir soal valid. Item-item yang mempunyai koefesien korelasi