• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DALAM DRAMA SYMPHONI ANAK JALANAN PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 RUMBIA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DALAM DRAMA SYMPHONI ANAK JALANAN PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 RUMBIA TAHUN PELAJARAN 2011/2012"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

KEMAMPUAN MEMERANKAN TOKOH DALAM DRAMA SYMPHONI ANAK JALANAN PADA SISWA KELAS XI

SMA NEGERI 1 RUMBIA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Nurjayanti

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kemampuan siswa memerankan tokoh dalam drama yang berjudul “Symphoni Anak Jalanan” karya IGN. Arya Sanjaya pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam memerankan tokoh dalam drama yang berjudul “Symphoni Anak Jalanan” karya

(3)

Nurjayanti

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam memerankan tokoh naskah drama yang berjumlah 24 siswa.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dan Hakikat Drama ...10

2.2 Ciri-Ciri Drama ... 14

2.3 Pembelajaran Sastra ...15

2.4 Pembelajaran Drama ...17

2.5 Tokoh ... 18

2.6 Jenis-Jenis Drama ...20

2.6.1 Drama Tagedi ...20

2.6.2 Drama Komedi ...21

2.6.3 Melodrama ...22

2.7 Bagian Pembantu Drama ...22

2.8 Unsur-Unsur Lakon Drama ...23

2.9 Tahapan Pemain Sebelum Pentas ...25

2.10Tolak Ukur Keberhasilan Memerankan Tokoh Dalam Drama ...26

2.10.1 Ucapan ...26

2.10.2 Intonasi ...27

2.10.3 Pengaturan Jeda ...28

2.10.4 Intensitas dan Kelancaran Berbicara ...29

(8)

2.10.6 Pemanfaatan Ruang yang Ada untuk Memosisikan Tubuh

atau Blocking ...30

2.10.7 Ekspresi Dialog untuk Menggambarkan Karakter tokoh ...31

2.10.8 Ekspresi Wajah Mendukung Ekspresi Dialog ...31

2.10.9 Pandangan Mata dan Gerak Anggota Tubuh untuk Mendukung Ekspresi Dialog ...32

2.10.10Gerakan ...32

2.11 Menentukan Casting ...34

2.12 Peran ...35

2.13 Kemampuan Memerankan Naskah Drama ...36

III.METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ...37

3.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data ...39

3.1.3 Teknik Analisis Data ... 44

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...46

4.1.1 Kemampuan Memerankan Tokoh dalam Drama Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia lampung Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012 secara menyeluruh ...47

4.1.2 Kemampuan Memerankan Tokoh dalam Drama Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia lampung Tengah Tahun Pelajaran 2011/2012 ditinjau dari masing-masing indikator ....49

4.1.2.1 Kemampuan Memerankan Tokoh dalam Drama ditinjau dari indikator ucapan...50

4.1.2.2 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Intonasi ...71

4.1.2.3 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Pengaturan Jeda ...88

4.1.2.4 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Intensitas Dan Kelancaran Berbicara ...103

4.1.2.5 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Kemunculan Pertama...113

4.1.2.6 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Blocking (Pemanfaatkan Ruang yang Ada Untuk Memosisikan Tubuh) ...116

4.1.2.7 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Ekspresi Dialog untuk Menggambarkan Karakter Tokoh ...118

4.1.2.8 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Ekspresi Wajah Mendukung Ekspresi Dialog ...120

(9)

Indikator Gerakan ...125

4.2 Bahasan Penelitian ...126

4.2.1 Kemampuan memerankan tokoh dalam drama pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012 ..127

4.2.1.1 Kemampuan Memerankan Tokoh dalam Drama Ditinjau dari Indikator Ucapan...128

4.2.1.2 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Intonasi ...130

4.2.1.3 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Pengaturan Jeda ...132

4.2.1.4 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Kelancaran Berbicara ...134

4.2.1.5 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Kemunculan Pertama ...136

4.2.1.6 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Blocking ...137

4.2.1.7 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Ekspresi Dialog untuk Menggambarkan Karakter Tokoh ...139

4.2.1.8 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Ekspresi Wajah ...141

4.2.1.9 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Pandangan Mata ...143

4.2.1.10 Kemampuan Memerankan Tokoh Drama Ditinjau dari Indikator Gerakan ...144

V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...147

5.2 Saran ...149

DAFTAR PUSTAKA ...150

(10)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

(11)

2

Pembelajaran sastra di sekolah bertujuan untuk menghidupkan pikiran dan melatih kreativitas siswa, seperti ungkapan “dulce et utile” untuk menjelaskan

fungsi sastra. Istilah itu mengacu pada sastra yang mempunyai fungsi ganda, yakni menghibur dan sekaligus bermanfaat bagi pembacanya (Priyatni 2010:22). Sastra juga berfungsi memberikan kebermanfaatan secara rohaniah. Dengan membaca sastra, kita memperolah wawasan yang dalam tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual dengan cara yang khusus (Priyatni, 2010: 21).

Sastra itu benda budaya yang bisa dijadikan teladan di dalamnya terungkap nilai-nilai, kaidah-kaidah, tindak-tanduk yang baik dan buruk. Dalam hal ini, sastra dianggap sebagai alat pendidikan. Sastra ditulis berdasarkan tata nilai tertentu. Nilai itu bergeser tiap zaman. Dengan demikian mencermati drama akan dapat memetik nilai didik tertentu (Endraswara 2011:289).

(12)

Salah satu karya sastra yang menarik serta dapat melatih kreativitas siswa adalah drama. Drama adalah karya sastra yang ditulis dan dipentaskan oleh para aktor atau pemain drama. Drama merupakan perpaduan yang harmonis antara isi yang menarik dan baik dengan bahasa yang komunikatif serta disajikan dalam bentuk pertunjukan.

Drama memiliki unsur tema, alur atau jalan cerita, latar, karakter, seperti halnya karya fiksi lainnya. Perbedaan drama dengan karya sastra lainnya terletak pada cara penyajiannya yaitu bukan untuk dibaca saja tetapi dengan cara dipertunjukkan. Drama memiliki keterbatasan-keterbatasannya sendiri, yaitu di dalam drama penulis tidak dapat melukiskan semua kejadian yang diinginkannya. Semua yang ingin dikemukakannya dibatasi oleh bentuk dialog diantara para tokohnya.

(13)

4

sendiri, meskipun peristiwa itu didasarkan atas naskah yang sudah diatur sebelumnya, yakni berupa naskah drama.

(14)

Memerankan drama berarti melakukan kegiatan bermain drama secaran lisan dan gerakan. Memerankan drama juga diartikan sebagai lakon yang diperankan oleh para aktor drama. Kegiatan memerankan drama ini ditunjang dengan seluruh persiapan yang lengkap mulai dari para aktor, perlengkapan, kostum, tata rias dan lain-lain. Pada saat melakukan dialog ataupun monolog, aspek suprasegmental seperti bunyi, tekanan, intonasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk mendukung isi pesan yang disampaikan.

Seorang aktor dituntut untuk dapat memerankan tokoh dalam cerita dengan baik. Keahlian ini akan terlihat dari gerakan, ucapan dan jiwanya dalam memerankan tokoh. Selain bermain secara individu aktor juga dituntut agar dapat bekerja sama dengan tokoh-tokoh lainnya sehingga tujuan dari pementasan drama dapat ber-jalan dengan selaras dan maksimal.

(15)

6

kemampuan memerankan tokoh karena tokoh merupakan unsur sentral yang menghidupkan sebuah permainan drama. Tanpa kehadiran tokoh sebuah drama tidak dapat dimainkan. Di dalam tokoh juga terdapat unsur-unsur untuk diteliti seperti mimik, gerakan, dan ucapannya.

Kemampuan memerankan tokoh drama ini sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas kelas XI tahun pelajaran 2011/2012 pada standar kompetensi mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama dengan kompetensi dasarnya, yaitu mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama dan bertujuan agar siswa dapat meningkatkan kemampuan dalam mengapresiasikan drama. Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa pembelajaran sastra dilakukan dengan mengapresiasikan sastra melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca, dan melisankan hasil karya sastra, baik berupa puisi, novel, cerpen, maupun drama. Salah satu upaya agar siswa mampu mengapresiasikan sastra dengan baik adalah dengan menghadapkan siswa secara langsung dengan bentuk-bentuk karya sastra. Hasil dari pembelajaran ini, yaitu dapat membentuk kepribadian dan karakter siswa yang baik.

(16)

kehidupan sehari-hari, terdapat petunjuk lakuan, waktu yang diperlukan untuk mementaskannya tidak terlalu lama, memberi kesempatan siswa untuk belajar berekspresi dan terdapat pesan moral yang dapat diambil dari naskah drama tersebut.

SMA Negeri 1 Rumbia ini terletak di Desa Restu Baru Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah. Pemilihan SMA Negeri 1 Rumbia Lampung Tengah sebagai tempat penelitian didasari atas pertimbangan, yaitu (1) SMA Negeri 1 Rumbia Lampung Tengah mendapat pembelajaran drama sesuai kurikulum yang berlaku, (2) SMA Negeri 1 Rumbia Lampung Tengah memiliki visi yaitu mewujudkan semua warga sekolah sebagai pembelajar yang bertaqwa, berprestasi, berbudaya, dan berkarya. Oleh karena itu, keterampilan siswa, khususnya berbicara harus ditingkatkan. Kegiatan memerankan tokoh dalam drama menjadi sarana yang efektif untuk mengembangkan dan melatihketerampilan berbicara siswa, (3) Peneliti ingin mengetahui potensi siswa kelas IX SMA Negeri 1 Rumbia Lampung Tengah dalam memerankan tokoh drama.

Penelitian memerankan tokoh dalam drama pernah diteliti oleh Meri Fatmawati (2007) dengan judul “Kemampuan Memerankan Tokoh dalam Drama Kehidupan

(17)

8

memerankan tokoh dalam drama. Perbedaan skripsi peneliti saat ini dengan skripsi terdahulu terletak pada indikator penelitian. Indikator penelitian Meri yaitu artikulasi, intonasi, mimik, sikap dan indikator yang digunakan pada penelitian Asri yaitu artikulasi, intonasi, mimik, dan direct movement, sedangkan indikator yang digunakan dalam penelitian saat ini adalah ucapan, intonasi, pengaturan jeda, intensitas dan kelancaran berbicara, kemunculan pertama, Pemanfaatkan ruang yang ada untuk memosisikan tubuh atau blocking, ekspresi dialog untuk menggambarkan karakter tokoh, ekspresi wajah mendukung ekspresi dialog, pandangan mata dan gerak anggota tubuh untuk mendukung ekspresi dialog, dan gerakan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis mengadakan penelitian kemampuan memerankan tokoh drama pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. “Bagaimana kemampuan siswa memerankan tokoh dalam drama yang berjudul“Syimphoni Anak Jalanan” karya IGN. Arya Sanjaya pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012.”

1.3 Tujuan Penelitian

(18)

IGN. Arya Sanjaya pada siswa kelas IX SMA N 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara praktis bagi kepentingan pendidikan dan pembelajaran, di antaranya dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta keterampilan berekspresi siswa-siswa SMA Negeri 1 Rumbia tentang memerankan tokoh dalam drama dari sebuah naskah drama dan memberikan informasi kepada guru tentang kemampuan memerankan tokoh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut.

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam memerankan tokoh naskah drama.

2. Objek penelitian ini adalah kemampuan siswa memerankan tokoh dalam drama yang meliputi Ucapan, Intonasi, Pengaturan jeda, Intensitas dan kelancaran berbicara, Kemunculan pertama, Pemanfaatan ruang yang ada untuk memosisikan tubuhatau blocking, Ekspresi dialog untuk menggambarkan karakter tokoh, Ekspresi wajah mendukung ekspresi dialog, Pandangan mata dan gerak anggota tubuh untuk mendukung ekspresi dialog, dan Gerakan.

3. Tempat penelitian ini adalah di SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012 Kec. Rumbia Kab. Lampung Tengah.

(19)

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian dan Hakikat Drama

Kata drama berasal dari kata Yunani draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama berarti perbuatan atau tindakan (Hasanuddin, 1996: 2). Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku (Hasanuddin, 1996:2)

Istilah drama juga dikenal berasal dari kata drama (Perancis) yang digunakan untuk menjelaskan lakon-lakon tentang kehidupan kelas menengah. Drama adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan dan action tokoh-tokohnya. Percakapan atau dialog itu sendiri bisa diartikan sebagai action. Kata kunci drama adalah gerak. Setiap drama akan mengandalkan gerak sebagai ciri khusus drama. Kata kunci ini yang membedakan dengan puisi dan prosa fiksi (Endraswara, 2011:11).

(20)

Drama adalah karya sastra yang disusun untuk melukiskan hidup dan aktivitas menggunakan aneka tindakan, dialog, dan permainan karakter. Drama penuh dengan permainan akting dan karakter yang memukau penonton. Drama merupakan karya yang dirancang untuk pentas teater. Oleh karena itu, membicarakan drama jelas tak akan lepas dari aspek komposisi yang kreatif (Endraswara, 2011:265).

Sebuah drama pada hakikatnya hanya terdiri atas dialog. Mungkin dalam drama ada petunjuk pementasan, namun petunjuk pementasan ini sebenarnya hanya dijadikan pedoman oleh sutradara dan para pemain. Oleh karena itu, dialog para tokoh dalam drama disebut sebagai teks utama (hauptext) dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan (nebentext).

Drama seperti sebuah gambaran kehidupan masyarakat yang diceritakan lewat pertunjukan. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung (Hasanuddin, 1996:2). Drama adalah sebuah karya tulis berupa rangkaian dialog yang menciptakan atau tercipta dari konflik batin atau fisik dan memiliki kemungkinan untuk dipentaskan (Riantiarno, 2003:8). Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia denga action dan perilaku.

(21)

12

meskipun drama ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan, tidaklah berarti bahwa semua karya drama yang ditulis pengarang haruslah dipentaskan. Tanpa dipentaskan sekalipun karya drama tetap dapat dipahami, dimengerti, dan dinikmati. Tentulah pemahaman dan penikmatan atas karya drama tersebut lebih pada aspek cerita sebagai ciri genre sastra dan bukan sebagai karya seni lakon. Oleh sebab itu, dengan mengabaikan aspek sastra di dalam drama hanya akan memberikan pemahaman yang tidak menyeluruh terhadap suatu bentuk karya seni yang disebut drama.

Pengertian drama yang dikenal selama ini yang hanya diarahkan kepada dimensi seni pertunjukkan atau seni lakon ternyata memberikan citra yang kurang baik terhadap drama khususnya bagi masyarakat Indonesia. Konsepsi bahwa drama adalah peniruan atau tindakan yang tidak sebenarnya, berpura-pura di atas pentas, menghasilkan idiom-idiom yang menunjukkan bahwa drama bukanlah dianggap “sesuatu’ yang serius dan berwibawa. Pernyataan seperti “janganlah Kamu bersandiwara!” atau “pemilihan pimpinan organisasi itu merupakan panggung drama saja!”, menunjukkan bahwa istilah drama atau sandiwara dipakai untuk suatu ejekan ketidakseriusan. Harus diluruskan pengertian “peniruan”di

(22)

sehingga hakikatnya drama adalah karya yang memiliki dua dimensi karakteristik, yaitu dimensi seni pertunjukkan dan dimensi satra.

Sebagai sebuah genre sastra, drama memungkikan ditulis dalam bahasa yang memikat dan mengesankan. Drama dapat ditulis oleh pengarangnya dengan mempergunakan bahasa sebagaimana sebuah sajak. Penuh irama dan kaya akan bunyi yang indah namun sekaligus menggambarkan watak-watak manusia secara tajam. Jadi drama merupakan suatu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog-dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukkan.

(23)

14

efektivitas tidaknya laku dramatik yang dilakukan tersebut (Endraswara, 2011:289).

Teknik bermain (acting) merupakan unsur yang penting dalam seni seorang pemain (actor) merupakan alam maupun yang bukan. Pemain berdasarkan bakat alam dan yang bukan perlu mengetahui seluk-beluk teknik bermain, meskipun cara mereka mendapatkan teknik itu berbeda.

Konsep teknik bermain drama yang dirumuskan dapat disebutkan bahwa bermain peran adalah memberi bentuk lahir pada watak dan emosi aktor, baik dalam laku dramatik maupun di dalam ucapan. Konsep ajaran teknik bermain drama tersebut antara lain, konsentrasi, kemampuan mendayagunakan emosional, kemampuan laku dramatik, kemampuan melakukan observasi, kemampuan menguasai irama.

2.2 Ciri-ciri drama

(24)

Penikmat benar-benar “menyaksikan” peristiwa yang di panggung. Akibatnya terhadap penikmat akan lebih mendalam, lebih pekat, dan lebih intens.

Ciri lain adalah drama dibangun dan dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya terutama fiksi. Secara umum sebagaimana fiksi terdapat unsur yang membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri (intrinsik) dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang tentunya berasal dari luar karya (ekstrinsik). Kekreativitasan pengarang dan unsur realitas objektif (kenyataan semesta) sebagai unsur ekstrinsik mempengaruhi penciptaan drama. Sedangkan deari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh unsur-unsur penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat, serta aspek gaya bahasa. Selain itu, ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan menyebakan drama dapat dipertunjukan, yaitu unsur naskah, unsur pementasan dan unsur penonton. Pada unsur pementasan terurai lagi atas beberapa bagian misalnya komposisi pentas, tata busana, tata rias, pencahayaan, dan tata suara.

2.3 Pembelajaran sastra

Pengajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu memperkaya

pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa

di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan

mengembangkan kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan

rasa hormatnya terhadap tata nilai-nilai baik dalam konteks individual, maupun

sosial. Melalui apresiasi seni atau sejarah kesenian, perasaan estetika manusia

(25)

16

sendiri maka masing-masing akan dapat belajar memberikan penilaian. Seni juga

merupakan suatu bentuk kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan yang

menakjubkan untuk memahami dua kenyataan yang saling berbeda tanpa keluar

dari bidang pengalamannya dan ditemukan cahaya terang dengan

membanding-bandingkannya.

Ditinjau dari segi edukatif hal ini berarti merangsang komunikasi antara nilai-nilai

keindahan dengan manusia. Pada suatu saat yang penting berapresiasi pada seni

diperlukan untuk pengembangan emosi dan sensitivitas pembiasaan pada

keindahan alam sekitar, benda-benda seni, serta jenis-jenis seni lainnya yang ada

di lingkungan rumah tangga akan mempertebal perasaan mereka.

Pengembangan sensitivitas bagi anak-anak tidak hanya tertuju untuk kepentingan

akan kenikmatan seni melainkan justru lewat pendidikan kesenian itu agar anak

menjadi sensitif terhadap apapun yang berhubungan dengan hidupnya. Kepekaan,

kenikmatan serta peghargaan pada seni menyangkut kegiatan perasaan. Fungsi

perasaan ini digiatkan melalui pendidikan seni. Kebutuhan akan pendidikan seni

makin dirasakan manfaatnya. Hal ini akibat adanya tanggapan dari masyarakat

sendiri terhadap kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan. Pendidikan seni

dirasa sebagai suatu keharusan, sebab adanya kesadaran masyarakat karena

bahaya yang mengancam kehidupan manusia dengan memunculkan karya

(26)

Ilmu pengetahuan yang menitik-beratkan pada pikiran rasional dan menyisihkan

nilai-nilai emosional. Manusia menjadi semakin tahu sebab banyak

masalah-masalah yang timbul sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara nilai-nilai

kehidupan, material dan spiritual. Oleh karena itu pendidikan seni makin

berkembang setelah masyarakat menyadari hasil positif dari pendidikan itu.

2.4 Pembelajaran Drama

Karya sastra akan memberikan “dulce at utile”, artinya indah dan berguna. Kegunaan sastra termasuk drama tidak perlu ditawar-tawar lagi, antara lain mendidik manusia agar memahami khidupan lebih baik sehingga mempelajari drama akan menyebabkan manusia semakin tahu tentang hidupnya. Berbagai aspek pendidikan drama akan menempa diri manusia agar lebih humanis. Drama membawa pesan humanistik untuk memanusiakan manusia. (Endraswara, 2011:289)

Pertautan sastra dan pendidikan tidak perlu diragukan. Hal ini dapat diketahui dari sejauh mana minat dan sikap positif terhadap sastra berdampak mendidik seseorang, bukan pada tambahnya kepemilikan dan pengatahuannya, melainkan dalam arti kemekarannya sebagai ekstensi pribadi.

(27)

18

dapat dikaitkan dengan pendidikan. Bahkan drama humor pun tetap merupakan saian yang memuat unsur pendidikan (Endraswara, 2011:289).

Drama menjadi sebuah tawaran bagi pendidikan. Sastra itu benda budaya yang bisa dijadikan teladan, di dalamnya terungkap nilai-nilai, kaidah-kaidah, tindak-tanduk yang baik dan buruk. Sastra ditulis berdasarkan tata nilai tertentu. Nilai itu bergeser tiap zaman. Dengan demikian mencermati drama akan dapat memetik nilai didik tertentu. Secara umum kajian sastra mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Sumbangan kajian sastra dalam dunia pendidikan ialah menunjang keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan, mengem-bangkan cipta, rasa, karsa, dan mengembangkan pembentukan watak.

2.5 Tokoh

Tokoh adalah para pelaku atau subjek lirik dalam karya fiksi. Tokoh, berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tokoh fisik dan tokoh imajiner dan karakter tokoh digambarkan melalui dialog dan lakuan para tokoh (Priyatni, 2010: 110).

(28)

Pembagian tokoh berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahan atau pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran utama, frekuensi kemunculannya sangat tinggi, menjadi pusat penceritaan. Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang mendukung tokoh utama yang membuat cerita lebih hidup (Priyatni, 2010: 110).

Penokohan berkaitan dengan penamaan, pemeranan, keadaan fisik, keadaan sosial tokoh, serta karakter tokoh. Hal-hal yang termasuk dalam permasalahan penokohan ini saling berhubungan dalam upaya membangun permasalahan-permasalahan atau konflik kemanusiaan yang merupakan persyaratan utama drama. Dalam drama, unsur penokohan merupakan aspek penting selain melalui aspek ini, aspek-aspek lain di dalam drama dimungkinkan berkembang, unsur penokohan di dalam drama terkesan lebih tegas dan jelas pengungkapannya dibandingkan dengan fiksi.

Tokoh itu adalah gerak atau “character is action”. Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2009:50).

(29)

20

dari sikap mereka menghadapi suatu situasi atau peristiwa atau watak tokoh lain. Di samping itu, watak juga terlihat dari kata-kata yang diucapkan. Dalam hal ini ada dua cara untuk mengungkapkan watak lewat kata-kata (dialog). Pertama, dari kata-kata yang diucapkan sendiri oleh pelaku dalam percakapannya dengan pelaku lain. Kedua, melalui kata-kata yang diucapkan pelaku lain mengenai diri pelaku tertentu (Wiyatmi, 2009: 50). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis mengacu pada teori bahwa tokoh adalah para pelaku atau subjek lirik dalam karya fiksi. Pelaku dalam karya fiksi ini adalah orang-orang yang berperan dalam drama tersebut.

2.6 Jenis-jenis Drama

Drama dibagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis drama menjadi tiga, yaitu drama tragedi, drama komedi, dan melodrama. (Hadi, 1988:57)

2.6.1 Drama Tragedi

Drama tragedi biasanya mengisahkan seorang tokoh tragis yang memunyai ciri-ciri yaitu sebagai berikut:

a. Manusia yang memiliki keistimewaan dan berhati mulia. Tokoh ini mulia karena memiliki kemampuan merasa, kemampuan berpikir, luas pengetahuan dan kepekaan terhadap lingkungan lebih dari manusia umumnya.

(30)

c. Jatuhnya tokoh utama ini sampai pada kematiannya disebabkan oleh kesalahanya sendiri dan bukan oleh sebab-sebab dari luar seperti dibunuh dan mendapat kecelakaan.

d. Kesedihan yang timbul dari tragedi bukan karena kita menyaksikan matinya tokoh yang baik, tetapi justru ketika kita ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh utama waktu menyadari kesalahan dan akibat yang akan menimpanya.

e. Orang yang begitu baik dan punya kelebihan saja dapat jatuh begitu parahnya apalagi kalau hal semacam itu menimpa kita yang biasa-biasa ini.

f. Kengerian dan ketakutan ini dapat lenyap dan diganti dengan rasa puas, apabila pembaca atau penonton dapat menyadari bahwa meskipun tokoh utama jatuh dan meninggal namun ia telah berjuang melawan kemalangannya sedikit mungkin.

2.6.2 Drama Komedi

Tidak setiap komedi membuat kita tertawa, kadang hanya tersenyum saja. Ada beberapa ciri komedi, yaitu sebagai berikut.

a. Komedi mengungkapkan dan mencari kelemahan-kelemahan manusia.

b. Sikap dan kelakuan tokoh-tokohnya dinilai dari aturan-aturan masyarakat yang sedang berlaku. Tokoh-tokoh komedi rata-rata orang kebanyakan yang sedang berlaku. Tokoh-tokoh komedi rata-rata orang kebanyakan dan bukan orang dengan kedudukan terhormat seperti raja dan pangeran.

(31)

22

d. Drama komedi yang ringan, yang romantik, kita menaruh simpati kepada tokoh-tokohnya (yang biasanya dalam percintaan) yang mengalami berbagai hambatan, namun akhirnya menemukan jalan keluarnya dan dengan lancar menuju keperkawinan.

2.6.3 Melodrama

Dalam melodrama memiliki ciri-ciri tragedi dan komedi menjadi satu. Beberapa ciri melodrama, yaitu sebagai berikut:

1. Memegang prinsip moral yang kuat.

2. Cerita dapat membangkitkan rasa simpati kepada tokoh baik yang sedang mengalami berbagai macam cobaan akibat ulah dari tokoh jahat.

3. Cerita penuh dengan kejadian yang menegangkan dan di luar dugaan.

4. Terdapat tokoh lucu atau eksentrik yang dapat menimbulkan ketawa, selain tokoh baik dan tokoh jahat.

5. Sumber cerita melodrama biasanya kejadian-kejadian yang menggambarkan, dahsyat, baik yang tersebar di surat-surat kabar, maupun dari peristiwa-peristiwa sejarah.

2.7 Bagian Pembantu Drama

Bagian pembantu drama ada sembilan sebagai berikut:

(32)

b. Adegan : bagian babak dan sebuah adegan hanya menggambarkan satu suasana yang merupakan rangkaian suasana sebelum atau sesudahnya. Dalam setiap adegan tidak selalu terjadinya pergantian setting atau dekor.

c. Prolog : kata pendahuluan sebagai pengantar untuk memberikan gambaran umum tentang pelaku, konflik atau hal yang terjadi dalam drama.

d. Dialog : percakapan antara dua orang atau lebih. Dialog merupakan hal yang penting dalam drama. Dalam drama harus ada penjiwaan emosi dan juga dialog disampaikan dengan pengucapan kata serta volume suara yang jelas. e. Monolog : percakapan seorang pelaku dengan dirinya sendiri. Dengan

monolog kita akan mengetahui persoalan yang dialami seorang tokoh.

f. Epilog : kata penutup yang mengakhiri suatu pementasan drama. Epilog berguna untuk merumuskan isi pokok drama.

g. Mimik : ialah ekspresi gerak-gerik air muka untuk menggambarkan emosi yang sedang dialami pelaku.

h. Pantomim : gerak-gerik anggota badan dalam menggambarkan suatu emosi yang sedang dialami pelaku.

i. Pantomimik : gerak-gerik anggota yang dipadukan dengan ekspresi air muka dalam menggambarkan suatu situasi yang diperankan pelaku (Badrun, 1983:27).

2.8 Unsur-Unsur Lakon Drama

Delapan unsur lakon drama sebagai berikut:

(33)

24

3. Bahasa : bahasa sebagai bahan dasar diolah untuk menghasilkan naskah drama. Karena itu, penulis lakon harus mengetahui berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa.

4. Setting : tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan.

5. Amanat : pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama.

Hal mendasar yang membedakan antara karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada bagian dialog. Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat dalam bentuk drama pementasan.

6. Dialog : jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain.

7. Karakter: karakter atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama.

8. Interpretasi : penulis lakon selalu memanfaatkan kehidupan masyarakat sebagai sumber gagasan dalam menulis cerita. Lakon drama sebenarnya adalah bagian kehidupan masyarakat yang diangkat ke punggung oleh para seniman. Oleh karena itu apa yang ditampilkan di panggung harus bisa dipertanggungjawaban terutama secara nalar (Wiyanto, 2002:23).

(34)

memikirkan kemungkinan dapat terjadinya laku (action) di pentas. Faktor laku merupakan wujud lakon, dan pembebasan merupakan landasannya. Dalam fiksi unsur pemaparan dan pembebasan merupakan sarana ampuh pengarang dalam mengembangkan daya imajinasinya dalam bentuk satuan-satuan peristiwa, sedangkan dalam drama tidak akan terjadi kecuali para tokoh memaparkan dan berbicara langsung kepada pembaca atau penonton. Drama merupakan sastra yang unik karena bukan hanya melibatkan aktor, melainkan juga melibatkan berbagai seniman. Selain itu tontonan drama juga mengandung banyak unsur. Unsur-unsur tersebut saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan dari keutuhan drama (Hasanuddin, 1996:75).

2.9 Tahapan Pemain Sebelum Pentas

Sebelum pemain melakukan pementasan, maka pemain harus melakukan persiapan agar pertunjukkannya dapat berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang baik. Beberapa tahapan pemain sebelum pentas sebagai berikut.

a. Memahami cerita secara keseluruhan. b. Menganalisis peran yaang dimainkan. c. Menganalisis dialog yang diucapkan. d. Observasi peran yang dimainkan.

e. Mencoba hasil observasi tanpa dialog seusai peran dalam cerita. f. Berlatih gerakan dan dialog yang dimainkan.

(35)

26

2.10 Tolak Ukur Keberhasilan Memerankan Tokoh dalam Drama

Drama dikatakan berhasil apabila telah sesuai dengan tolok ukur yang digunakan. Beberapa hal berikut menjadi tolok ukur keberhasilan memerankan tokoh dalam drama sebagai berikut.

2.10.1 Ucapan

(36)

Pemain harus dapat merasakan yang terkandung dalam suatu ucapan dan mengucapkannya sesuai dengan perasaan yang mendorongnya. Karena itu, bermain di atas panggung haruslah disertai dengan perasaan. Seringkali pemain yang baru mau cepat-cepat menjelaskan bagiannya, sehingga kata-kata diucapkan tanpa perasaan. Konsonan dan vokal hendaklah jelas artikulasinya, pernapasan dan penggunaan alat bicaranya hendaklah diatur sebaik-baiknya, ini dapat dilatih dalam percakapan sehari-hari. Suara yang jelas dan enak didengar dengan gaya yang khas akan membuat orang senang mendengarkan meskipun yang dikatakannya bukan perkara yang penting. Bercakap atau berbisik di atas panggung selalu lebih keras dari percakapan atau berbisik biasa. (Endraswara, 2011:59)

2.10.2 Intonasi

Keseluruhan macam tekanan dan perhentian (dalam ujaran) merupakan satu kesatuan yang disebut intonasi. Jadi, intonasi adalah kerjasama antara tekanan (nada, dinamik, dan tempo) dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur. Intonasi adalah tekanan tinggi rendahnya nada dalam pengucapan satu kata dalam sebuah kalimat (Zainuddin, 1992: 23). Penekanan kejelasan suara memberikan gambaran penting tentang tokoh karena memperlihatkan keaslian watak tokoh bahkan dapat merefleksikan pendidikan, profesi, dan dari mana tokoh berasal (Minderop, 2005 : 36).

(37)

28

menyenangkan (manis), berkualitas dan bervariasi. Suara aktor harus dapat didengar dan dimengerti penonton, serta diekspresikan tanpa ketegangan (Endraswara, 2011:59). Suara itu hendaklah jelas, nyaring, mudah ditangkap, komunikatif, dan diucapkan sesuai daerah artikulasinya (Endraswara, 2011:66).

Intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud kalimat bahkan dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun ( )kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik( ). Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola datar-tinggi ( ) (Muslich, 2011:116).

2.10.3 Pengaturan Jeda

(38)

tumbuh dari dalam jiwa pemain yang menggambarkan situasi pikiran dan perasaan sang peran (Endraswara, 2011:92).

Jeda atau kesenyapan ini terjadi di antara dua bentuk linguistik, baik antarkalimat, antarfrase, antarkata, antarmorfem, antarsilaba, maupun antarfonem. Jeda di antara dua bentuk linguistik yang lebih tinggi tatarannya lebih sama kesenyapannya bila dibanding dengan jeda antarfrase. Jeda antarfrase lebih lama bila dibanding dengan jeda antarkata (Muslich, 2011:114).

2.10.4 Intensitas dan Kelancaran Berbicara

Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali (Endraswara, 2011:277).

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

Berbeda dengan alat-alat musik, manusia memiliki alat-alat artikulasi untuk mengucapkan kata-kata. Alat-alat artikulasi tersebut terdiri dari bibir, gigi, lidah, langit-langit, dan hidung. Walaupun pada dasarnya setiap orang memiliki unsur-unsur tersebut, tetapi kemampuannya dapat berbeda-beda sebab kemampuan ini perlu dipelajari, dilatih, dan dibiasakan (Hadi, 1988:15).

2.10.5 Kemunculan Pertama

(39)

30

penting dibina karena berguna untuk menimbulkan kesan pertama terhadap penonton tentang watak peran yang dibawakannya (Endraswara, 2011:72).

Ilusi penonton terhadap aktor pada saat pertama masuk pentas akan sangat menentukan pengembangan akting berikutnya. Oleh sebab itu, sejak muncul pertama di pentas, akting pemain hendaknya terarah dan tidak berlebihan. (Endraswara. 2011:63),

Cara yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut.

a. Pemain muncul di pentas, lalu jeda (berhenti) sekejap guna memberikan tekanan, baru akting dilanjutkan.

b. Berikan gambaran pertama tentang watak, gaya ucapan, atau pandangan mata.

c. Berikan gambaran perasaan peran.

d. Pemunculan harus sesuai dengan suasana perasaan adegan dan perkembangan.

2.10.6 Pemanfaatan Ruang yang Ada untuk Memosisikan Tubuh atau Blocking

(40)

penonton terlalu lama, diupayakan untuk menarik penonton, beralasan, sambil berbicara, jalan pelan, baru bergerak, dan tidak tiba-tiba, gerak-gerak cepat boleh asalkan mendasar. Jika terlalu banyak gerak, penonton akan bingung sendiri (Endraswara, 2011:68).

2.10.7 Ekspresi Dialog untuk Menggambarkan Karakter Tokoh

Dialog yang baik ialah (1) terdengar (volume baik), tidak groyok, kecuali memang harus groyok, (2) jelas (artikulasi baik), ucapannya mendukung makna, tidak ambigu, penuh perasaan, (3) dimengerti (lafal benar), mudah diselami, mendukung konteks, (4) menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) (Endraswara, 2011:277).

2.10.8 Ekspresi Wajah Mendukung Ekspresi Dialog

Mimik adalah gerak-gerik raut muka pada permainan sandiwara atau drama. Mimik adalah gerak-gerik raut muka pada pemain dan merupakan pernyataan perasaan yang dilakukan dengan perubahan-perubahan pada air muka. Di dalam drama mimik berperan penting saat pementasan drama berlangsung. Karena mencerminkan perkembangan emosi dan memberikan pengembangan pada adegan atau juga pada dialog yang diucapkan.

(41)

32

2.10.9 Pandangan Mata dan Gerak Anggota Tubuh untuk Mendukung Ekspresi Dialog

Aktor harus mampu memerintahkan badan, suara, emosi dan semua situasi dramatik. Ia harus mampu membantu dan mengontrol karakter. Tubuh aktor harus terkordinasi secara baik. Movement harus dilaksanakan secara anggun, gesture harus mampu memberikan reinforcement (penguatan) bagi suaranya. Semua itu dilakukan oleh aktor secara jelas, logis, menarik, bertujuan dan benar. Gaya individual aktor harus dikembangkan agar membedakan peran satu dengan yang lainnya. Seorang aktor tidak perlu meniru aktor lain melainkan harus berusaha menciptakan kreasi sendiri (Endraswara, 2011:62).

2.10.10 Gerakan

(42)

Setiap aktor harus berusaha mengendalikan aktingnya dalam arti semua geraknya beralasan dan tidak berlebihan. Semua tindakan akting pemain harus disertai emotion touch untuk mengendalikan akting yang dilakukan. Penonton harus diberi kesan bahwa akting yang dibawakan tampak wajar dan mudah. aktor harus menguasai permainan secara tuntas, baik dalam seni vokal, fisik, maupun emosional. Inilah teknik terbaik. Semua yang diekspresikan harus bersifat natural (tidak dibuat-buat). Penampilan yang sempurna akan terlihat oleh penonton begitu mudah, begitu benar, tetapi cukup mempesonakan penonton karena seolah-olah semua penampilan aktor itu tanpa dilatih, tanpa dihapalkan (Endraswara, 2011:63).

(43)

34

tuntutan peran dalam naskah termasuk pula bentuk dan usia (Endraswara, 2011: 277-278).

2.11 Menentukan Casting

Casting adalah pemilihan peran. Meng-casting tokoh atau pemain adalah tugas sutradara. Tugas ini sebaiknya cukup adil dan proporsional. Adil artinya ada kesesuaian dengan isi naskah. Proporsional berarti tidak hanya memilih asal-asalan (Endraswara, 2011:44)

Macam-macam casting.

1. Casting by ability adalah pemilihan peran berdasar kecakapan atau kemahiran yang sama atau mendekati peran yang dibawakan. Kecerdasan seseorang memegang peranan penting dalam membawakan peran yang sulit dan dialognya panjang. Tokoh utama suatu lakon di samping persyaratan fisik dan psikologis, juga dituntut memiliki kecerdasan yang cukup tinggi sehingga daya hafal dan daya tanggap yang cukup cepat.

2. Casting to type adalah pemilihan pemeran berdasarkanatas kecocokan fisik si pemain. Tokoh tua dibawakan oleh orang tua, tokoh pedagang dibawakan oleh orang yang berjiwa dagang, dan sebagainya.

3. Antitype casting adalah pemilihan pemeran bertentangan dengan watak dan ciri fisik yang dibawakan. Sering pula disebut educational casting karena bermaksud mendidik seseorang memerankan watak dan tokoh yang berlawanan dengan wataknya sendiri dan ciri fisiknya sendiri.

(44)

temperamennya akan terpilih membawakan tokoh itu. Pengalaman masa lalu dalam hal emosi akan memudahkan pemeran tersebut dalam mengahayati dan menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan cerita. Temperamen yang cocok juga akan membantu proses penghayatan diri peran yang dibawakan.

5. Therapeutic-casting adalah pemilihan pemeran dengan maksud untuk penyembuhan terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri seseorang. Biasanya watak dan temperamen pemeran bertentangan dengan tokoh yang dibawakan, misalnya orang yang selalu ragu-ragu harus berperan sebagai orang yang tegas, cepat memutuskan sesuatu. Seorang yang curang memerankan tokoh yang jujur atau penjahat berperan sebagai polisi. Jika kelainan jiwa cukup serius maka bimbingan khusus sutradara akan membantu proses therapeutic itu.

2.12 Peran

(45)

36

seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut, karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan atau posisi tersebut.

2.13 Kemampuan Memerankan Naskah Drama

Kemampuan adalah kesanggupan untuk mengingat, artinya dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada siswa berarti ada suatu indikasi bahwa siswa tersebut mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang diamatinya (Ahmadi, 1998:70). Pendapat lain menyatakan bahwa kemampuan adalah pengetahuan yang bersifat abstrak dan bersifat tidak sadar (Kridalaksana, 2001: 105).

(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Dalam kegiatan penelitian ini peneliti hanya memotret apa yang terjadi pada diri objek atau wilayah yang diteliti, kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan penelitian. (Arikunto, 2010: 3).

Tugas peneliti adalah mengumpulkan data, menganalisis, dan menyimpulkannya. Penulis diharapkan dapat memberikan masukan atau pendapat terhadap data yang telah dianalisis tersebut. Metode deskriptif ini sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan memerankan tokoh dalam drama pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia tahun pelajaran 2011/2012.

3.1.1 Populasi dan Sampel Penelitian

(47)

38

Tabel Jumlah Populasi kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2012/2013

No. KELAS Jumlah

1 XI-IPA 1 34

2 XI-IPA 2 34

3 XI-IPA 3 34

4 XI-IPS 1 31

5 XI-IPS 2 32

6 XI-IPS 3 32

Jumlah 197

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010: 174). Sampel tersebut hanya beberapa persen dari jumlah populasi. Apabila populasi lebih dari 100, maka sampel diambil 10%-15% atau 20%-25% dari jumlah populasi (Arikunto, 2002: 102).

Langkah-langkah dalam penentuan sampel sebagai berikut.

3.1.1.1Penelitian dilakukan dengan sampel random atau sampel acak.

3.1.1.2Setiap subjek diberi nomor urut mulai dari 1 sampai dengan banyaknya subjek.

3.1.1.3Sampel yang akan diambil sebanyak satu kelas yang terdiri atas perwakilan masing-masing kelas sampel.

Tabel Jumlah Sampel Kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012

No. Kelas Jumlah Siswa 13% dari

Jumlah Siswa Jumlah Sampel

1 XI-IPA 1 34 4,42 4

2 XI-IPA 2 34 4,42 4

3 XI-IPA 3 34 4,42 4

4 XI-IPS 1 31 4,03 4

5 XI-IPS 2 32 4,16 4

6 XI-IPS 3 32 4,16 4

(48)

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis yaitu dengan menggunakan teknik observasi. Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2010:272). Penilaian yang dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi adalah penilaian dengan cara mengadakan pengamatan terhadap suatu hal secara langsung, teliti, dan sistematis. Kegiatan mengamati itu sendiri disertai dengan kegiatan pencatatan terhadap sesuatu yang diamati. Oleh karena itu, kegiatan pencatatan itu sebenarnya hanya bagian (tuntutan) dari kegiatan pengamatan yang dilakukan (Nurgiyantoro, 2001:57). Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut.

Pertemuan pertama. 1. Membagi naskah drama

2. Memberikan tugas kepada siswa untuk membaca dan memahami naskah drama yang akan diperankan.

3. Menceritakan secara ringkas pada siswa tentang isi naskah drama tersebut. 4. Siswa diberikan peran sesuai dengan penghayatan siswa terhadap watak tokoh

ketika membaca naskah drama.

5. Siswa diberi waktu selama dua minggu untuk persiapan pementasan. Pertemuan kedua.

(49)

40

nilai pementasan drama. Penilaian dilakukan oleh dua penskor, pengambilan nilai dengan mempertahankanucapan, intonasi, pengaturan jeda, intensitas dan kelancaran berbicara, kemunculan pertama, pemanfaatkan ruang yang ada untuk memosisikan tubuh atau blocking, ekspresi dialog untuk menggambarkan karakter tokoh, ekspresi wajah mendukung ekspresi dialog, pandangan mata dan gerak anggota tubuh untuk mendukung ekspresi dialog, dan gerakan. Apabila siswa dapat memerankan dengan baik mencakup aspek-aspek tersebut akan mendapat skor 50. Naskah drama yang dimainkan adalah naskah drama “Symphoni Anak Jalanan” karya IGN. Arya Sanjaya.

Tabel 3.1.2 Indikator dan Deskriptor Kemampuan Siswa dalam Memerankan Tokoh Drama

No Indikator Skor Deskriptor Total

Skor

Pelafalan jelas, tidak terdengar, tidak merdu, tidak komunikatif dan tidak alamiah.

Pelafalan jelas, terdengar keras, tidak merdu, tidak komunikatif, dan tidak alamiah.

Pelafalan jelas, terdengar keras, merdu, tidak komuniaktif, dan tidak alamiah. Pelafan jelas, terdengar keras, merdu, komunikatif, dan tidak alamiah.

Pelafalan jelas, terdengar keras, merdu, komunikatif, dan alamiah.

5

2. Intonasi (bervariasi sesuai tuntutan naskah)

1

2

Bervariasi, tidak sesuai artikulasi, tidak jelas, tidak nyaring, ketidaktepatan tekanan.

(50)

3

4

5

Bervariasi, sesuai artikulasi, jelas, tidak nyaring, ketidaktepatan tekanan.

Ada jeda, maksud kalimat tidak mudah ditangkap, tidak beraturan, tidak tepat, dan tidak sesuai naskah.

Ada jeda, maksud kalimat mudah ditangkap, tidak beraturan, tidak tepat, dan tidak sesuai naskah.

Ada jeda, maksud kalimat mudah ditangkap, beraturan, tidak tepat, dan tidak sesuai naskah.

Ada jeda, maksud kalimat mudah ditangkap, beraturan, tepat, dan tidak sesuai naskah.

Ada jeda, maksud kalimat mudah ditangkap, beraturan, tepat, dan sesuai naskah.

Dimengerti, lancar, tidak terbata-bata,

(51)

42

Terlihat, tindakan tidak sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang tidak wajar, tidak meyakinkan, dan gerakan tidak beralasan.

Terlihat, tindakan sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang tidak wajar, tidak meyakinkan, dan gerakan tidak beralasan.

Terlihat, tindakan sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang wajar, tidak meyakinkan, dan gerakan tidak beralasan. Terlihat, tindakan sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang wajar,

meyakinkan, dan gerakan tidak beralasan. Terlihat, tindakan sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang wajar,

meyakinkan, dan bergerak dengan alasan.

5

Terlihat, tidak ada tujuan, tidak sesuai, mengelompok, membelakangi penonton. Terlihat, ada tujuan, tidak sesuai,

mengelompok, membelakangi penonton. Terlihat, ada tujuan, sesuai,

mengelompok, membelakangi penonton. Terlihat, ada tujuan, sesuai, tidak

mengelompok, membelakangi penonton. Terlihat, ada tujuan, sesuai, tidak

mengelompok, tidak membelakangi

(52)

3

4

5

Sesuai karakter, terdengar, jelas, tidak dimengerti, tidak menghayati

mendukung dialog, refleksi emosi tidak tepat, tidak mengahayati, tidak

mencerminkan watak, tidak memberikan pengembangan pada adegan

mendukung dialog, refleksi emosi tepat, tidakmenghayati, tidak mencerminkan watak, tidak memberikan pengembangan pada adegan

mendukung dialog, refleksi emosi tepat, mengahayati, tidak mencerminkan watak, dan tidak memberikan pengembangan pada adegan

mendukung dialog, refleksi emosi tepat, menghayati, mencerminkan watak, tidak memberikan pengembangan pada adegan mendukung dialog, refleksi emosi tepat, menghayati, mencerminkan watak, dan memberikan pengembangan pada adegan

Pandangan mata dan gerak tubuh sesuai karakter tokoh, tidakalamiah, tidak beralasan, ragu-ragu, tidak jelas.

Pandangan mata dan gerak tubuh sesuai karakter tokoh, alamiah, tidak beralasan, ragu-ragu, tidak jelas.

Pandangan mata dan gerak tubuh sesuai karakter tokoh, alamiah, beralasan, ragu-ragu, tidak jelas.

Pandangan mata dan gerak tubuh sesuai karakter tokoh, alamiah,beralasan, tidak ragu-ragu, tidak jelas.

(53)

44

5 Pandangan mata dan gerak tubuh sesuai karakter tokoh, alamiah,beralasan, tidak ragu-ragu, jelas.

Jelas, tidak meyakinkan, tidak alamiah, tidak rileks, dan tidak menghayati. Jelas, meyakinkan, tidak alamiah, tidak rileks, dan tidak menghayati.

Jelas, meyakinkan, alamiah, tidak rileks, dan tidak menghayati.

Jelas, meyakinkan, alamiah, rileks, dan tidak menghayati.

Jelas, meyakinkan, alamiah, rileks, dan menghayati.

5

Total Skor : 20

sumber : Pedoman penilaian drama guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Rumbia.

3.1.3 Teknik Analisis Data

Analisis data yang penulis lakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut. 1. Memberikan penilaian pada pementasan drama siswa.

2. Mengelompokan dan mempresentasekan tingkat kemampuan siswa dalam memerankan tokoh.

Untuk menghitung persentase, penulis menggunakan rumus: Skor yang diperoleh x 100%

Skor maksimal

3. Menetapkan tingkat kemampuan siswa yang didasarkan pada tolak ukur yang digunakan.

(54)

5. Mendeskripsikan hasil yang dicapai siswa dalam memerankan tokoh drama.

6. Menyimpulkan hasil yang dicapai siswa dalam memahami seorang karakter tokoh yang diperankan.

Tabel 3.1.3 Pendekatan Acuan Patokan Tolok Ukur Kemampuan Siswa dalam Memerankan Drama

Interval Nilai

85%-100% 75%-84% 60%-74% 40%-59% 0%-39%

(55)

147

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan bahasan hasil penelitian, simpulan yang diperoleh sebagai berikut. Kemampuan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam memerankan tokoh dalam drama tergolong cukup dengan nilai rata-rata 72,45.

(56)

umumnya siswa tergolong baik, karena terlihat, tindakan sesuai dengan tuntunan dalam naskah, sikap yang wajar, meyakinkan, namun masih melakukan beberapa gerakan yang tidak beralasan. (f) Blocking tergolong baik dengan nilai rata-rata 75. Siswa telah mampu melakukan blocking dengan baik karena terlihat, ada tujuan, sesuai, tidak mengelompok, namun masih terdapat beberapa blocking yang membelakangi penonton. (g) Ekspresi dialog tergolong cukup dengan nilai rata-rata 70,41 umumnya siswa tergolong cukup karena siswa telah mampu melakukan ekspresi dialog dengan baik karena sesuai karakter, terdengar, jelas, namun terdapat beberapa ekspresi dialog yang tidak dimengerti dan tidak dihayati. (h) Ekspresi wajah tergolong cukup dengan nilai rata-rata 68,33. Siswa tergolong cukup karena mendukung dialog, refleksi emosi tepat, mengahayati, namun tidak mencerminkan watak, dan tidak memberikan pengembangan pada adegan. (i) Pandangan mata dan gerak anggota tubuh untuk mendukung ekspresi dialog tergolong cukup dengan nilai rata-rata 70. Siswa tergolong cukup karena pandangan mata sesuai karakter, alamiah, beralasan, namun masih ragu-ragu, dan ditemukan beberapa pandangan mata dan gerak anggota tubuh yang tidak jelas . (j) Gerakan tergolong cukup dengan nilai rata-rata 67,91. Siswa tergolong cukup karena terlihat, tindakan jelas, meyakinkan, alamiah, namun tidak rileks, dan tidak menghayati.

(57)

149

5.2 Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan melihat hasil yang diperoleh, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.

a. Guru yang mengajar siswa pada pelajaran bahasa dan sastra Indonesia diharapkan agar lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam memerankan drama karena dilihat dari kemampuan rata-rata siswa mencapai kategori cukup (72,45). Dari sepuluh indikator terdapat empat indikator yang perlu mendapat perhatian lebih karena mendapatkan kategori cukup, yaitu intensitas dan kelancaran berbicara, ekspresi dialog, pandangan mata untuk mendukung ekspresi dialog dan gerakan.

(58)

Ahmadi, H. Abu. 1998. Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Amrin, M. Tatang. 2010. Taksonomi Bloom Versi Baru.

http://tatangmanguy.wordpress.com/2010/01/19/taksonomi-bloom-versi-baru/.19 Januari 2010.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar Ilmu Sastra (Teori Sastra. Surabaya: Usaha Nasional.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: CAPS E. Taylor, Loren dan Soetrisman A.J. Drama dan Teater remaja. 1988. dan. PT.

Hanindita Graha Widya.

Guntur Tarigan, Henry. 1991. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa. Hadi, Waluyo. 1988. Pendidikan Seni Drama. Semarang : Aneka Ilmu.

Harymawan, R.M.A. 1998. Dramaturgi. Bandung: Rosda.

Hasanuddin. (1996). Drama karya Dalam Dua Dimensi, Bandung: Angkasa. Kridalaksana, harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Minderop, albertina. 2005. Metode Karakteristik Telaah Fiksi. Jakarta: Yauasan Obor Indonesia.

Muslich, Masnur. 2011. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE

Nurhadi, S.Pd.2009 Apresiasi Drama

http://www.slideshare.net/hanifphone/drama-429983. 2 Desember 2009 P. Shah, Vimal. 1999. Menyusun Laporan Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

(59)

Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: Bumi Aksara.

Riantiarno, N. 2003. Menyentuh Teater. Indonesia: MU 3 books

Robert, Cohen. 1989. Theatre Brief Edition. California: Mayfield Publishing Company.

Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Penerbit Alumni. Suprapto. 1993. Kumpulan Istilah dan Apresiasi Indonesia. Surabaya: Indah WS, Hasanuddin. 1996. Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung : Penerbit

Angkasa.

Wiyanto, Usul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.

Wiyatmi. 2009, “ Pengantar kajian Sastra”. Yogayakarta: Pustaka book Publisher Zainuddin, Drs. 1992. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta:

(60)

Kelas : XI Semester : 1 Standar Kompetensi : Berbicara

2. Memerankan tokoh dalam pementasan drama

(61)
(62)

Lakon Remaja

SYMPHONI

ANAK

JALANAN

(63)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 4

Dramatic Personae

(64)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 5

kemal sedang mengamen. Iwo sering bermimpi, atet sangat acuh dengan dirinya dan kemal senantiasa menepuk-nepuk perutnya yang selalu kelaparan. Mereka sedang menyanyikan sebuah lagu berirama dangdut.

Lagu Pengamen

Mondar-mandir di sela-sela mobil nyanyi-nyanyi sampai suaraku sember hilir-mudik di antara rumah makan senyam-senyum sampai bibirku dower andai saja kupunya rumah mobil juga ku tak akan sengsara

andai saja kudapat hasil berjuta-juta pasti aku traktir semua

( kepada penonton ) mau, mau, mau ...

Kemal : “Dapat berapa kita hari ini ?”

Atet : “Sebentar, aku hitung dulu.” ( menghitung uang recehan, penghasilan mereka )

Iwo : “Eh, kawan-kawan, tadi malam aku bermimpi kejatuhan durian !” Atet : “Benjol dong kepalamu. Eh, wo, jangan mimpi- mimpi melulu deh !” Iwo : “Memangnya kenapa kalo aku mimpi ketiban durian ?!”

Kemal : “Kita jadi kebelet pingin durian dong ! Ah, bego kamu !” Iwo : “Iya, mimpi dulu, nanti benerannya !!”

Kemal : “Dasar tukang mimpi !”

Atet : “Sudah, sudah ! Eh, wo, mal, lumayan juga penghasilan kita hari ini.” Iwo + kemal : “Berapa ?!”

(65)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 6

Kemal : “Berarti kita bisa makan sama-sama sebungkus nasi kuah sayur dong ...”

Tiba-tiba dua orang petugas datang dari sebuah sisi panggung, bergegas sambil meniup peluitnya. Setelah kejar-kejaran, akhirnya anak-anak itu terperangkap di salah satu pojok.

Abdul : “Eh, eh, mau lari kemana kalian, hah ?!” Bertiga : “Maaf pak, apa salah kami ?!”

Nasir : “Sudah sering dikasih tahu masih bandel juga, memangnya kalian mau jadi jagoan ya ?!”

Iwo : “Ampun pak, kami sungguh tidak mengerti.”

Abdul : “Kalian dilarang ngamen di sekitar tempat ini, tahu !!” Kemal : “Maaf pak, kami tidak tahu, pak !”

Nasir : “Dasar anak brekele, kamu ...”

Atet : “Betul pak, kami bener-bener tidak tahu. Baru pertama kali ini kita bertiga ngamen disini !

Abdul : “Baru pertama-baru pertama, eh, kalian kira kita berdua buta apa ?! Sudah sering aku lihat kalian pada genjrang-genjreng di sekitar sini ... Iwo : “Barangkali bukan kami, pak !”

Nasir : “Pokoknya aku tidak mau tahu, yang jelas malam ini kalian bertiga yang kami tangkap. Sekarang, ayo ikut ke kantor. Ayo cepat, cepat, cepat ...!!”

Bertiga : “Tapi pak, bukan kami, sungguh bukan kami ...”

(66)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 7

Keesokan harinya di kantor petugas. Iwo, kemal dan atet duduk di bangku panjang, dua petugas, abdul dan nasir mendampingi mereka. Abdul duduk di belakang meja, sementara nasir berdiri mondar-mandir dengan pentungan karet di tangannya.

Nasir : “Nah, hari ini kalian bertiga akan dibebaskan. Tapi ingat, jangan sekali-sekali kulihat lagi kalian ngamen di tempat itu lagi. Berisik tahu !! Bapak pejabat yang rumahnya dekat situ empet matanya ngeliatin kamu-kamu semua... Ngerti, nggak ?!”

Bertiga : “Ngerti bang, eh, pak !”

Tiba-tiba telepon berdering, abdul mengangkatnya. Terdengar suara komandan memanggilnya menghadap kemejanya.

Komandan : “Dul, harap segera datang keruangan saya !”

Abdul : “Siap, komandan.” ( pergi ke meja komandan, yang ada di ruangan itu juga, di atas level yang agak ditinggikan )

Abdul : “Siap, komandan !” Komandan : “Duduklah.”

Abdul : “Terima kasih, „Dan !”

Komandan : “Begini dul, aku sedang bingung nih. Hari ini anakku yang nomor dua akan berulang tahun dan kami ingin sedikit ada perayaan di rumah, karena dia ingin mengundang beberapa temannya. Selain makan-makan ala kadarnya, aku juga minta seorang pemusik, organ tunggal untuk memeriahkannya. Tapi dasar apes, tadi pagi dia telpon, katanya nggak bisa tampil karena bapaknya meninggal. Nah, aku jadi bingung mencari gantinya ?! Kira-kira kamu punya kenalan yang bisa nyanyi nggak ?!”

Abdul : “Kenalan ? Rasanya nggak ada komandan.” Komandan : “Atau, tolong cari tahu deh !”

(67)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 8

Komandan : “Pengamen ?!” Abdul : “Iya, komandan !”

Komandan : “Kamu menangkapnya di mana ?” Abdul : “Di depan rumah boss, komandan.”

Komandan : “Oh, begitu. Ehm, boleh juga. Tapi apa mereka bisa bernyanyi dengan baik ?! Jangan-jangan mereka hanya bisa nyanyi sepotong-sepotong saja, kan di jalan mereka nggak pernah nyanyi utuh ?!”

Abdul : “Oh ya, ya ?! Tapi bagaimana kalau kita test saja mereka, komandan ?!” Komandan : “Maksud kamu ?”

Abdu : “Ya, kita suruh mereka menyanyikan sebuah lagu, yang utuh tentu saja. Nah, kalau komandan anggap layak, kita tampilkan mereka di rumah komandan.”

Komandan : “Wah, bagus juga ide kamu. Tidak sia-sia ku manggil kamu kemari. Dimana mereka ?”

Abdul : “Di ruangan sebelah, komandan. Sedang diberi pengarahan oleh nasir.” Komandan : “Kalau begitu mari kita temui mereka.” ( mereka berdua pergi ke ruang

sebelah ).

Nasir : “Siap, selamat pagi komandan !” Komandan : “Pagi, semua baik-baik saja sir ?” Nasir : “Baik, komandan.”

Komandan : “Terima kasih. Begini sir, tadi aku sudah cerita sama abdul, aku butuh penyanyi untuk ulang tahun anakku ria nanti malam. Aku ingin anak-anak ini bisa tampil, tapi sebelumnya aku ingin mendengarkan mereka menyanyikan sebuah lagu dulu.”

Nasir : “Siap, komandan ! ( terus mendekati para pengamen ). Kalian bertiga, kalian betul-betul beruntung, kalian bertiga mendapat kesempatan yang bagus kali ini. Kalian diminta tampil dalam acara ulang tahun anaknya bapak komandan.

(68)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 9

protes-protesan, awas kalau macam-macam !!” Kemal : “Baik, pak. Ayo kita nyanyikan sebuah lagu kawan.” Iwo : “Iya, tapi lagu apa ?”

Kemal : “Lagu judul-judulan aja ?!” Iwo : “Jangan, itu saru ...”

Atet : “Bagaimana kalau lagu plesetannya kang harry itu ?”

Iwo : “Jangan, itu masuk kategori lagu protes, kan nggak boleh katanya.” Kemal : “Kalau begitu, lagu ( menyebutkan sebuah judul lagu yang akan di

tampilkan ) saja !

Iwo : “Ya, ya, lagu itu aja, tapi kamu hafal nggak ?!” Kemal : “Hafal dong ...”

Atet : “Oke, kalau begitu !! Pak, kami siap pak !”

Nasir : ( setelah mohon persetujuan komandan ) “Baik, mulailah.”

Mereka bertiga mulai menyanyikan sebuah lagu ( yang judulnya sudah disebutkan diatas ) yang sesuai dengan situasi serta kondisi di tempat pementasan.

Selesai nyanyian, komandan, abdul dan nasir bertepuk tangan. Komandan : “Bagus, bagus !!”

Abdul : “Dahsyat, man !!” Nasir : “Asyiikkkk !!!”

(69)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 10

BABAK TIGA

Esok harinya, di kantor dua petugas, abdul dan nasir ngobrol tentang pesta anak komandan mereka tadi malam.

Abdul : “Meriah banget pestanya si ria tadi malam ya, sir !!”

Nasir : “Ya, makanannya enak-enak dan melimpah, teman-temannya si ria juga cantik-cantik dan seksi-seksi, wah, betah aku jadinya. Dan anak-anak itu juga nyanyinya nggak malu-maluin, kompak dan apik deh. “

Abdul : “Ya, walau peralatan mereka sederhana, tapi penampilan mereka tetap memikat. Sampai semua yang hadir terpikat dan terkagum-kagum dibuatnya.

Nasir : “Eh, kira-kira komandan datang nggak hari ini ?!”

Abdul : “Aku jamin, nggak bakalan. Paling-paling dia sedang molor kecapaian !” ( tiba-tiba masuk sang komandan )

Komandan : “Siapa yang kamu bilang molor, dul ?!”

Abdul : “Eh, itu komandan, ehm .. Anak-anak itu ...tentu mereka kecapaian.” Komandan : “Oh ya, tapi dimana mereka, ya ?!”

Nasir : “Kurang tahu, komandan.”

Komandan : “Dimana kira-kira aku bisa menemukan mereka ?!”

Abdul : “Apa mereka sudah nyolong sesuatu dari rumah komandan ?!”

Nasir : “Betul komandan, apa mereka sudah berlaku kurang senonoh di pesta tadi malam ?!”

Komandan : “Tidak, tidak. Kalian salah sangka. Tadi malam aku tidak melihat mereka pulang. Jadinya belum sempat mengucapkan terima kasih.” Abdul : “Oh, saya kira mereka tak tahu diri dan berbuat kacau.”

Nasir : “Ya, saya juga mengira mereka telah mempermalukan komandan di depan para undangan komandan.”

(70)

Lakon Remaja Simphony Anak Jalanan karya IGN Arya Sanjaya 11

Komandan : “Tidak, aku hanya ingin menyampaikan ucapan terima kasihku pada mereka. Karena mereka telah tampil dengan baik dan dapat menghibur tamu-tamuku. Tolong sampaikan ini kepada mereka. ( menyerahkan amplop ). Nah, aku pulang dulu, karena ada urusan yang harus kubereskan dulu, berkaitan dengan pesta tadi malam.” Abdul + nasir : “Baik, komandan !”

Komandan : “Tolong sampaikan kepada mereka sekarang juga !” Abdul + nasir : “Siap, komandan !!” ( komandan keluar )

Abdul : “Sir, ayo kita berangkat ..”

Nasir : “Ayo !!!” ( mereka berdua keluar )

BABAK EMPAT

Sepotong trotoar di sebuah jalan, di sebuah kota. Abdul dan nasir berjalan mencari atet, iwo dan kemal. Terlihat keringat mulai menitik di dahi mereka, karena mentari mulai meninggi. Sambil berjalan mereka mendendangkan potongan lagu.

Abdul

Mengamen jangan mengamen Kalau tak pada tempatnya Mengamen boleh saja Asal dibagi dua ... Nasir

Huusss ...

Bertugas harus bertugas Tak boleh karena terpaksa Bertugas tentu saja

Suka atau tak suka ...

Abdul : “Sir, kearah mana kita harus mencari mereka, ya ?!” Nasir : “Kesana !!”

Abdul : “Kenapa kesana ?”

Gambar

Tabel Jumlah Sampel Kelas XI SMA Negeri 1 Rumbia Tahun Pelajaran 2011/2012
Tabel 3.1.2
Tabel 3.1.3

Referensi

Dokumen terkait

1) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Dapat dilakukan dengan cara memberikan ilustrasi, membaca berita di

Instrumen yang digunakan untuk mengambil data penelitian adalah angket Sikap Terhadap Pornografi dengan jumlah 44 butir angket.. Bentuk angket yang digunakan adalah bentuk

Badan Penelitian dan Pengembangan Depdikas (2003), menyatakan indikator sikap ilmiah yang terintegrasi dalam pembelajaran Biologi meliputi: 1) membedakan fakta dan

Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan melalui lembar observasi menggunakan indikator aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu hanya 6,06% siswa yang menampakkan aspek

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriptif komparatif (untuk kemampuan kognitif) yaitu membandingkan hasil amatan dengan

Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan melalui lembar observasi menggunakan indikator aspek kemampuan berpikir kreatif yaitu hanya 6,06% siswa yang menampakkan aspek

Badan Penelitian dan Pengembangan Depdikas (2003), menyatakan indikator sikap ilmiah yang terintegrasi dalam pembelajaran Biologi meliputi: 1) membedakan fakta dan

penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu: (1) Membaca dengan baik naskah drama yang telah dibuat oleh siswa, (2) Mengklasifikasikan aspek yang telah