ABSTRAK
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DENGAN MEDIA GRAFIS
UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV
SD NEGERI 2 TEMPURAN TAHUN PELAJARAN
2012/2013
Oleh Ayu Lestari
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran matematika. Tujuan penelitian adalah meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui penerapan model cooperative learning tipe team assisted individualization dengan media grafis.
Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tiga siklus melalui empat tahapan, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan observasi dan tes hasil belajar melalui lembar observasi dan tes. Teknik analisis data adalah analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata persentase aktivitas siswa siklus I 53,2% (cukup aktif), siklus II meningkat sebesar (10,13%) menjadi 63,33% (aktif) dan siklus III meningkat kembali sebesar (13%) menjadi 76,33% (aktif). Rata-rata nilai siswa siklus I 55,13, siklus II meningkat sebesar (9,44) menjadi 64,57, dan siklus III meningkat kembali sebesar (13,33) menjadi 77,9. Persentase ketuntasan belajar siswa siklus I 46,67% (sedang), siklus II meningkat sebesar (16,66%) menjadi 63,33% (tinggi), dan siklus III meningkat kembali sebesar (20%) menjadi 83,33% (sangat tinggi). Kesimpulan bahwa penerapan model cooperative learning tipe team assisted individualization dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013.
iv DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 5
1.3. Rumusan Masalah ... 6
1.4. Tujuan Penelitian... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Cooperative Learning 2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran ... 8
2.1.2. Pengertian Model Cooperative Learning ... 9
2.1.3. Tujuan Model Cooperative Learning ... 10
2.1.4. Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning ... 12
2.1.5. Langkah-langkah Model Cooperative Learning ... 12
2.1.6. Jenis-jenis Model Cooperative Learning ... 13
2.2. Model Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization (TAI) 2.2.1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe TAI... 15
2.2.2. Ciri-ciri Model Cooperative Learning Tipe TAI ... 16
2.2.3. Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe TAI ... 17
2.2.4. Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative learning Tipe TAI ... 18
2.3 Media Pembelajaran 2.3.1 Pengertian Media Pembelajaran ... 20
2.3.2 Fungsi Media Pembelajaran ... 21
2.3.3 Jenis-jenis Media Pembelajaran ... 23
2.3.4 Media Grafis ... 24
2.3.5 Fungsi Media Grafis... 26
2.3.6 Kelebihan dan Kelemahan Media Grafis ... 27
2.3.7 Pemilihan Media Grafis dalam Proses Pembelajaran ... 27
2.4 Pengertian Belajar ... 28
2.5 Pengertian Aktivitas Belajar ... 29
v BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian... 36
3.1.1. Setting Penelitian ... 38
3.1.2. Subjek Penelitian ... 38
3.2.Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.3.Alat Pengumpulan Data ... 40
3.4.Teknik Analisis Data ... 41
3.5.Indikator Keberhasilan ... 44
3.6.Urutan Penelitian Tindakan Kelas 3.6.1 Siklus I ... 45
3.6.2 Siklus II ... 48
2.1.1. Siklus III ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Profil Sekolah ... 52
4.1.2. Deskripsi Awal ... 53
4.1.3. Refleksi Awal ... 54
4.1.4. Persiapan Pembelajaran ... 54
4.1.5. Temuan pada Siklus I... 55
4.1.6. Temuan pada Siklus II ... 69
4.1.7. Temuan pada Siklus III ... 82
4.2.Pembahasan 4.2.1 Aktivitas dalam Proses Pembelajaran ... 94
4.2.2 Kinerja Guru dalam Proses Pembelajaran... 96
4.2.3 Hasil Belajar Siswa dalam proses pembelajaran ... 97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 101
5.2.Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 104
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses perubahan perilaku individu yang
dilakukan secara terus-menerus dan memiliki program yang terstuktur.
Seperti halnya yang tercantum pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 1 bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sejalan dengan pernyataan di atas, Munib (Daryanto, 2004: 34)
mengungkapkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang
dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi
peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita
pendidikan. Melalui proses pendidikan tersebut diharapkan akan
memberikan perubahan perilaku pada peserta didik agar mampu
menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya.
Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan di atas, dapat diwujudkan
memberikan kesan serta pengalaman secara langsung, sesuai dengan
kehidupan dan kebutuhan aktual siswa. Hal ini sejalan dengan prinsip
otonomi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
memberikan banyak peluang kepada sekolah dan guru, untuk menciptakan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa di sekolahnya
(Syarif.blogspot.com, 2009).
KTSP menekankan 5 mata pelajaran pokok yang harus dikuasai oleh
siswa sekolah dasar, salah satunya adalah mata pelajaran matematika.
Suwangsih, dkk (2006: 25) mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika hendaknya disesuaikan dengan kompetensi siswa. Materi
pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu mulai dari
konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep-konsep-konsep-konsep yang lebih sulit. Selain itu
pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan
akhirnya kepada yang abstrak. Hal tersebut diharapkan akan terdapat
keserasian dalam pembelajaran, karena sesuai dengan tahap perkembangan
siswa yang masih berfikir secara konkret.
Selain itu di dalam proses pembelajaran, guru dapat menggunakan
media guna menunjang proses pembelajaran di kelas. Penggunaan media
pembelajaran atau segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru
berguna untuk mendorong siswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar
dan tidak terjadinya verbalisme. Media pembelajaran merupakan alat bantu
pendengaran dan penglihatan (audio visual aid) bagi peserta didik dalam
rangka memperoleh pengalaman belajar secara signifikan
Berdasarkan hasil observasi dan diskusi peneliti dengan guru kelas IV
SD Negeri 2 Tempuran pada hari Selasa tanggal 27 November 2012 dan
hari Kamis tanggal 29 November 2012, diketahui bahwa hasil belajar
matematika siswa masih rendah atau belum mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditentukan, yaitu ≥60. Hal ini terlihat pada nilai
mid semester tahun pelajaran 2012/2013 dari 30 orang siswa terdapat 19
orang siswa (63,33%) yang belum mencapai KKM.
Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap siswa kelas IV SD
Negeri 2 Tempuran ditemukan faktor-faktor yang menyebabkan hasil
belajar siswa rendah, yaitu sebagai berikut: (1) metode mengajar guru masih
dominan menggunakan metode ceramah dan penugasan sehingga membuat
siswa merasa bosan, kurang menarik, dan kurang terlibat dalam proses
pembelajarannya, (2) kurangnya upaya guru untuk memotivasi siswa
bertanya tentang materi yang belum dipahami sehingga siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal, (3) pengawasan serta pendampingan
terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep dan
menyelesaikan soal latihan masih belum maksimal, dan (4) guru belum
menerapkan model maupun media dalam pembelajaran, sehingga penyajian
matematika kurang menarik perhatian siswa. Artinya guru cenderung lebih
aktif dibandingkan dengan siswa (teacher center), sehingga hal ini dapat
mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas IV SD Negeri 2
Tempuran.
Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan suatu inovasi untuk
dengan menggunakan media yang cocok dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran yang dipilih hendaklah mampu mengungkapkan realitas yang
sesuai dengan keadaan kelas, seperti karakteristik siswa, karakteristik materi
yang diajarkan, maupun kesepakatan pandangan hidup sebagai hasil
bersama antara guru dengan siswa.
Model yang dapat diterapkan guru di sekolah dasar yaitu model
cooperative learning tipe team assisted individualization atau lazim
disingkat TAI. Penerapan model cooperative learning tipe TAI pada proses
pembelajaran, siswa ditekankan belajar secara individu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan dalam jumlah tertentu. Selanjutnya siswa yang
memiliki kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang
dibuat anggota lainnya disertai memberikan layanan anggota kelompoknya
apabila menemui kesulitan, sehingga soal-soal yang diberikan dapat
terjawab semuanya (Suwangsih, dkk 2006: 164).
Selain menerapkan model tersebut, guru dapat menggunakan media
sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. Media yang dapat digunakan
pada proses pembelajaran matematika dapat berupa media grafis.
Daryanto (2012: 19) mengemukakan bahwa media grafis dapat diartikan
suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis,
gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbol visual yang lain dengan
maksud untuk mengihtisarkan, menggambarkan, dan merangkum suatu ide,
data atau kejadian. Ketika guru menerapkan model pembelajaran dengan
dapat meningkatkan keaktifan siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh
menjadi lebih baik.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan oleh peneliti, maka
peneliti akan memperbaiki pembelajaran melalui penerapan model
Cooperative Learning tipe TAI dengan media grafis untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 2
Tempuran tahun pelajaran 2012/2013.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa aktivitas dan hasil belajar
siswa kelas IV SD negeri 2 tempuran masih rendah. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, sebagai berikut.
a. Metode mengajar yang dilakukan cenderung pada pembelajaran yang
masih terpusat pada guru (teacher centered).
b. Kurangnya upaya guru untuk memotivasi siswa bertanya tentang materi
yang belum dipahami sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal.
c. Pengawasan serta pendampingan terhadap siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami konsep dan menyelesaikan soal latihan
masih belum maksimal.
d. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SD Negeri 2 Tempuran khususnya
pada mata pelajaran Matematika kelas IV yang sudah ditentukan belum
e. Guru belum menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan
media, seperti model pembelajaran cooperative learning tipe TAI
dengan penggunaan media grafis.
1.3. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan
media grafis dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan
aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran tahun pelajaran
2012/2013?
b. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan
media grafis dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran tahun pelajaran
2012/2013?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan
sebagai berikut.
a. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Negeri 2
Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam pembelajaran matematika
melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media
grafis.
b. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 2
Tempuran Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam pembelajaran matematika
melalui penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti, diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi siswa
Melalui penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe
TAI dengan media grafis diharapkan aktivitas dalam proses
pembelajaran dan hasil belajar pada pembelajaran matematika siswa
kelas IV SD Negeri 2 Tempuran pada mata pelajaran matematika
meningkat.
b. Bagi Guru
Memperluas wawasan dan pengetahuan pada pembelajaran
matematika mengenai model pembelajaran cooperative learning tipe
TAI dengan media grafis, sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan atau mengembangkan kemampuan profesional guru
dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas.
c. Bagi Sekolah
Memberikan sumbangan pemikiran yang berguna dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di SD Negeri 2
Tempuran.
d. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman tentang aplikasi model cooperative
learning tipe TAI pada penelitian tindakan kelas, sebagai rujukan untuk
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Model Pembelajaran Cooperative Learning 2.1.1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran
hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang
dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan
implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran
dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan
kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di
kelas (Suprijono, 2009: 46).
Sejalan dengan pendapat di atas, Arends (Suwarjo, 2008: 97)
mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menjelaskan suatu pendekatan atau rencana
pengajaran yang mengacu pada pendekatan secara menyeluruh yang
memuat tujuan, tahapan-tahapan kegiatan, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran yang digunakan
diharapkan menjadi pedoman atau acuan guru dalam proses
pembelajaran mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan
Berbeda dengan pendapat di atas, Hanafiah dan Suhana,
(2009: 41) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan
salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku
peserta didik secara adaptif dan generatif. Model pembelajaran
sangat erat kaitannya dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar
guru.
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana
pengajaran yang digunakan guru sebagai pendekatan dalam proses
pembelajaran di kelas. Model pembelajaran berkaitan erat dengan
cara mengajar guru dalam menyusun kurikulum serta
pelaksanaannya.
2.1.2. Pengertian Model Cooperative Learning
Model cooperative learning merupakan suatu model
pembelajaran secara berkelompok dalam mengerjakan suatu hal.
Model ini menjadi salah satu alternatif bagi guru yang digunakan
dalam proses pembelajaran karena dirasa lebih efekif dan efisien
dalam pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Roger
(Huda, 2012: 29) yang menyatakan bahwa cooperative learning
merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh
satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan
informasi secara sosial diantara kelompok pembelajar. Setiap
pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan
Berbeda dengan pendapat tersebut, pendapat lain
mengemukakan bahwa model cooperative learning adalah suatu
model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk
mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa
(student oriented). Model ini digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang
tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan
tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2007: 16).
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti
menyimpulkan model pembelajaran cooperative learning adalah
pembelajaran yang diterapkan oleh guru kepada siswa dengan
membentuk kelompok-kelompok kecil yang heterogen (kemampuan
siswa yang berbeda-beda baik rendah, sedang maupun tinggi).
Model ini menuntut siswa untuk saling bekerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan terhadap materi yang diberikan oleh
guru.
2.1.3. Tujuan Model Cooperative Learning
Setiap model yang diterapkan guru memiliki tujuan yang
mengarahkan siswa menjadi lebih aktif. Seperti halnya model
cooperative learning yang memiliki tujuan sebagai berikut.
a. Penghargaan kelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan kelompok untuk
diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang
ditentukan.
b. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran
individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban
tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang
saling membantu dalam belajar.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative learning menggunakan metode scoring yang
mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi
yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan metode ini
siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik untuk kelompoknya (Isjoni, 2007: 21)
Lain halnya dengan pendapat di atas, menurut Slavin (2005:
81) tujuan dalam berkelompok dan tanggung jawab individu
adalah memberikan intensif kepada siswa untuk saling
membantu satu sama lain dan mendorong siswa dalam
melakukan usaha yang maksimal. Jika nilai siswa cukup baik
sebagai kelompok dan mampu mengerjakan suatu hal dengan
berhasil dipastikan semua anggotanya telah mempelajari materi,
maka anggota kelompok tersebut akan termotivasi untuk saling
mengajar. Selain itu dapat memotivasi siswa untuk terikat dalam
perilaku yang dapat meningkatkan pencapaian dan menghindari
2.1.4. Prinsip-prinsip Model Cooperative Learning
Model cooperative learning memiliki prinsip-prinsip yang
berbeda dengan model pembelajaran yang lainnya. Menurut Roger
dan Johnson terdapat lima prinsip dasar dalam model cooperative
learning yaitu prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, interaksi tatap muka, partisipasi dan komunikasi, serta
evaluasi proses kelompok (Rusman, 2010: 212).
Berbeda dengan pendapat tersebut, Lungdren dalam (Isjoni,
2007: 13) menyatakan ada tujuh prinsip–prinsip dasar dalam model
cooperative learning sebagai berikut:
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka memiliki tujuan bersama.
b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari meteri yang dihadapi.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar. g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
2.1.5. Langkah-langkah Model Cooperative Learning
Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah yang
menjadi ciri khas tersendiri. Begitu pula dengan model cooperative
learning, memiliki langkah-langkah yang berbeda dengan model
106) ada enam langkah dalam menerapkan model cooperative
learning untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun
langkah-langkah model cooperative learning dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 1. Langkah-langkah model cooperative learning
No. Langkah-langkah Aktivitas Guru
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi dengan berbagai bentuk aktivitas pembelajaran.
3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar
Guru menyampaikan informasi tentang bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efisien.
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru mengadakan bimbingan belajar pada saat kelompok melakukan tugas bersama.
5.
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar kelompok melalui representasi siswa dalam kelompok.
6.
Memberi penghargaan
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok belajar secara individu ataupun kelompok.
2.1.6. Jenis-jenis Model Cooperative Learning
Setiap model, pendekatan, maupun metode yang dipilih guru
dalam pembelajaran, memiliki jenis yang berbeda-beda. Jenis-jenis
tersebut akan memberikan ciri khas maupun perbedaan di dalam
pelaksanaannya. Model cooperative learning memiliki lima variasi
model yang telah dikembangkan dan diteliti secara ekstensif. Tiga
yaitu: Student Team Achievement Division (STAD), Team Games
Tournament (TGT), dan Jigsaw. Dua yang lain adalah model
kooperatif yang digunakan untuk mata pelajaran tertentu, seperti
Cooperative Integrated Reading Compotition (CIRC) untuk
keterampilan mengarang dan membaca dalam mata pelajaran bahasa
dan Team Assisted Individualization (TAI) untuk matematika
(Slavin, 2005: 11).
Pendapat lain mengemukakan bahwa di dalam cooperative
learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran di kelas diantaranya: (a) Student Team
Achievment Division (STAD), (b) Jigsaw, (c) Group Investigation
(GI), (d) Rotating Trio Exchange, dan (e) Group resume
(Isjoni, 2007: 51).
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, dapat diketahui
bahwa model cooperative learning memiliki banyak jenis yang dapat
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Untuk mata
pelajaran matematika dapat menggunakan model cooperative
learning tipe team assisted individualization, karena model ini dapat
mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran secara berkelompok
2.2. Model Cooperative Learning Tipe Team Assisted Individualization (TAI) 2.2.1.Pengertian Model Cooperative Learning Tipe TAI
Model cooperative learning tipe TAI dirancang untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan
pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah.
Model cooperative learning tipe TAI, para siswa memasuki sekuen
individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkannya
dengan tingkat kemampuan mereka sendiri (Slavin, 2005: 15).
Menurut Huda (2012: 125) menyatakan bahwa model cooperative learning tipe TAI merupakan model pembelajaran dimana siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya yang beragam yang tiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa dan ditugaskan untuk menyelesaikan materi pembelajaran atau PR tertentu. Pada awalnya model ini dirancang khusus untuk mengajarkan matematika atau keterampilan menghitung kepada siswa SD kelas 3 sampai 6, tetapi pada perkembangan berikutnya model ini mulai diterapkan pada materi pelajaran yang berbeda.
Berbeda halnya dengan pendapat tersebut, pendapat lain
mengemukakan bahwa di dalam model cooperative learning tipe TAI,
siswa belajar secara individu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan dalam jumlah tertentu. Selanjutnya siswa yang memiliki
kemampuan unggul diminta untuk memeriksa jawaban yang dibuat
anggota lainnya disertai memberikan layanan anggota kelompoknya
apabila menemui kesulitan, sehingga soal-soal yang diberikan dapat
terjawab semuanya (Suwangsih, dkk 2006: 164).
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa model cooperative learning tipe TAI
pembelajaran dengan pembentukan kelompok yang terdiri dari 4
sampai 5 anggota setiap kelompoknya untuk mengerjakan tugas yang
diberikan guru dengan menekankan cara kerja individu siswa di dalam
kelompoknya. Setiap siswa akan mengerjakan soal tersebut di
masing-masing lembar jawaban, kemudian setelah selesai mengerjakan,
semua anggota kelompok bersama-sama membahas soal yang telah
dikerjakan untuk mendapatkan jawaban yang paling tepat.
2.2.2.Ciri-ciri Model Cooperative Learning tipe TAI
Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang membedakan
antara model satu dengan model yang lainnya. Begitu pula dengan
model cooperative learning tipe TAI.
Menurut Huda (2012: 126) ada delapan ciri-ciri model cooperative learning tipe TAI antara lain: (a) belajar bersama dengan teman, (b) selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (c) saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok, (d) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (e) belajar dalam kelompok kecil produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (f) keputusan tergantung pada siswa sendiri, (g) siswa aktif, dan (h) setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru.
Pendapat lain mengemukakan bahwa ciri khas model cooperative
learning tipe TAI antara lain: (a) setiap siswa secara individual
mempelajari materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru,
(b) hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan
dan dibahas oleh anggota kelompok, (c) semua anggota kelompok
bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama, dan (d) menitikberatkan keaktifan siswa
2.2.3.Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning Tipe TAI Bagi guru setiap menerapkan model pembelajaran pasti memiliki
kelebihan dan kelemahannya. Hal inilah yang nantinya akan
memberikan dampak bagi guru maupun siswa setelah menggunakan
model di dalam pembelajaran. Kelebihan model cooperative learning
tipe TAI menurut Slavin (2005: 190-195) antara lain:
a. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan
pengelolaan rutin.
b. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya
untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
c. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhanya
sehingga para siswa di kelas 3 ke atas dapat melakukannya.
d. Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi
dengan cepat, mudah dipahami dan dapat mengerjakan tugas
secara individu tanpa bantuan dari temannya.
e. Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan terhadap materi
yang disampaikan.
f. Siswa dapat melakukan pengecekan satu sama lain sekalipun bila
siswa yang mengecek kemampuannya di bawah siswa yang dicek.
g. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak
mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan ataupun
h. Dengan membuat siswa bekerja dalam kelompok dengan status
yang sejajar, akan membangun kondisi untuk terbentuknya
sikap-sikap positif.
Adapun kelemahan model cooperative learning tipe TAI menurut
Fhykrie.blogspot.com, (2012) antara lain:
a) Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model cooperative learning tipe TAI.
b) Apabila model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan sejumlah peserta didik bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri dan sebagian mengganggu antar peserta didik lain.
2.2.4.Langkah-langkah Pembelajaran Model Cooperative Learning Tipe TAI
Setiap model pembelajaran yang diterapkan, memiliki
langkah-langkah yang harus dipahami oleh guru. Jika langkah-langkah-langkah-langkah tersebut
dilaksanakan secara tepat, akan memberikan perubahan cara belajar
siswa. Slavin (2005: 195-199) mengungkapkan bahwa
langkah-langkah penerapan model cooperative learning tipe TAI
sebagai berikut.
a. Guru memberikan bahan ajar kepada siswa untuk dipahami dalam
menyelesaikan LKS yang akan dikerjakan.
b. Siswa membentuk beberapa kelompok secara heterogen. Setiap
kelompok beranggotakan 5 orang siswa.
c. Guru membagikan LKS kepada setiap siswa. Tiap siswa
mengerjakan soal jenis pertama dalam lembar jawabannya, yang
d. Apabila LKS yang dikerjakan benar, siswa mengerjakan soal
berikutnya. Jika ada yang salah, mereka harus mengerjakan
kembali sampai soal tersebut terjawab dengan benar melalui
bantuan dari anggotanya.
e. Setelah selesai berdiskusi, setiap kelompok mempresentasikan
hasil jawaban dari hasil diskusi kelompok.
f. Pemberian penghargaan kepada anggota kelompok yang
mendapatkan skor nilai tertinggi.
g. Siswa mengerjakan soal tes formatif.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Huda (2011: 125-126)
mengungkapkan bahwa pada model TAI, setiap kelompok diberi
serangkaian tugas tertentu untuk dikerjakan bersama-sama. Poin-poin
dalam tugas dibagikan secara berurutan kepada setiap anggota. Semua
anggota harus saling mengecek jawaban teman-teman satu
kelompoknya dan saling memberi bantuan jika memang dibutuhkan.
Setelah itu, masing-masing anggota diberi tes individu tanpa bantuan
dari anggota yang lain. Selama mengerjakan tes ini, guru harus
memerhatikan setiap siswa. Lalu, guru menjumlahkan berapa banyak
soal yang bisa dijawab oleh masing-masing kelompok. Kemudian,
guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mampu
menjawab soal-soal dengan benar.
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka yang
dimaksud dengan model cooperative learning tipe TAI adalah model
anggota. Adapun indikator pada penelitian ini mengenai model
cooperative learning tipe TAI antara lain: (a) guru menjelaskan materi
kepada siswa, (b) guru membentuk siswa yang terdiri 5 orang kedalam
6 kelompok secara heterogen, (c) setiap siswa mendapatkan LKS
untuk dikerjakan secara individu dengan cara mengerjakan soal jenis
pertama dalam lembar jawabannya, yang selanjutnya jawaban
dikoreksi oleh anggota kelompok, (d) apabila soal yang dikerjakan
benar, siswa mengerjakan soal berikutnya sampai LKS terjawab
dengan benar semua, (e) setelah selesai diskusi siswa
mempresentasikan hasil jawabannya, (f) guru memberikan
penghargaan kepada anggota kelompok yang mendapatkan skor nilai
tertinggi, dan (g) siswa mengerjakan soal tes formatif.
2.3. Media Pembelajaran
2.3.1.Pengertian Media Pembelajaran
Ketika guru mengajar, terkadang menampilkan media
pembelajaran untuk memudahkan dalam penyampaian materi. Media
yang ditampilkan diharapkan memberikan pengetahuan baru bagi
siswa. Menurut Anderson dalam (Musfiqon, 2012: 27)
mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah media yang
memungkinkan terwujudnya hubungan langsung antara karya
seseorang pengembang mata pelajaran dengan siswa. Sedangkan
menurut Arsyad (2002: 4) bahwa media pembelajaran secara umum
materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa untuk belajar.
Media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang
dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber
secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif
dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien
dan efektif. Dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan
bahan, alat atau teknik yang digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi
antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan
berdayaguna (Asyhar, 2012: 8).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang
pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa. Media yang disampaikan
merupakan proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau
pembuat media) dan siswa (penerima pesan) dapat berlangsung secara
tepat guna dan berdayaguna.
2.3.2.Fungsi Media Pembelajaran
Setiap media pembelajaran pasti memiliki fungsi tersendiri untuk
menciptakan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru untuk siswa.
Menurut Levie & Letz dalam (Arsyad, 2007: 16) mengemukakan
a. fungsi afektif, terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, b. fungsi kognitif, terlihat dari temuan-temuan penelitian yang
mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar, dan
c. fungsi kompensatoris, memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengoganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.
Lain halnya dengan pendapat tersebut, Syukur (2012: 33)
mengemukakan media pembelajaran berfungsi sebagai berikut.
a. Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan proses pembelajaran bagi guru.
b. Memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi konkret).
c. Menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya pelajaran tidak membosankan).
d. Semua indera siswa dapat diaktifkan.
e. Dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya.
Pemakaian media dalam proses pembelajaran akan dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi
dan rangsangan kegiatan belajar, serta membawa pengaruh psikologis
terhadap siswa. Media juga dapat berguna untuk membangkitkan
gairah belajar, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri sesuai
dengan minat dan kemampuannya (Musfiqon, 2012: 33).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa fungsi media pembelajaran adalah memudahkan guru dalam
proses pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses
pengalaman belajar pada diri siswa dengan menggerakkan segala
ditampilkan diharapkan membuat siswa merasa tertarik mengenai
materi yang diajarkan, sehingga tidak membosankan.
2.3.3.Jenis-jenis Media Pembelajaran
Jenis media pembelajaran cukup banyak, baik yang fisik maupun
non fisik. Masing-masing media pembelajaran juga memiliki
karakteristik yang melekat pada setiap jenis media tersebut. Ada
empat jenis media pembelajaran, antara lain sebagai berikut.
a. Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya
mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik.
Diharapkan dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami
peserta didik sangat tergantung pada kemampuan penglihatannya.
Beberapa contoh media visual antara lain: (a) media grafis berupa
gambar, grafik, diagram, peta dan poster, (b) model dan prototipe
seperti globe bumi, dan (c) media realitas alam sekitar.
b. Media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses
pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran
peserta didik. Contoh media audio antara lain: tape recorder,
radio, dan CD.
c. Media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan
penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan
yang disampaikan dapat berupa pesan verbal maupun non verbal.
d. Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media
dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan
pembelajaran. Contoh dari multimedia yaitu TV, presentasi
powerpoint berupa teks, gambar dan bersuara (Asyhar, 2012: 44).
Berbeda dengan pendapat di atas, media visual dibedakan menjadi
tiga yaitu gambar visual, garis (grafis), dan simbol verbal. Media
berbasis visual memegang peran yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan
pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan
visual itu untuk menyakinkan terjadinya proses informasi (Yamin,
2007: 204).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa jenis media sangat beragam yang dapat
digunakan oleh guru ketika menyampaikan materi dalam proses
pembelajaran. Salah satu jenis media yang sering digunakan guru
ialah media visual, yaitu media yang menekankan indera penglihatan
dan mudah cara mendapatkannya serta dalam pemakaiannya.
2.3.4.Media Grafis
Seorang guru dapat memilih jenis media yang cocok untuk materi
yang akan diajarkan. Media yang dipilih hendaknya disesuaikan
dengan bahan ajar dan kemampuan siswa untuk memahaminya. Media
grafis termasuk ke dalam media visual. Media grafis ini berfungsi
untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Untuk
menggunakan indera penglihatan saja karena bentuknya yang berupa
tulisan maupun gambar sehingga dapat merangsang cara berpikir
siswa untuk belajar (Sadiman, 2006: 28).
Media grafis adalah suatu penyajian secara visual yang
menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan,
atau simbol visual yang lain dengan maksud untuk mengihtisarkan,
menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian. Media
grafis ini dapat disebut juga dengan media dua dimensi, sebutan
umum untuk alat peraga yang hanya memiliki ukuran panjang dan
lebar yang berada pada satu bidang datar (Daryanto, 2012: 19).
Media grafis merupakan pesan yang akan disampaikan
dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual (menyangkut
indera penglihatan). Media grafis ini meliputi: gambar atau foto,
sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, globe atau peta, papan
flanel, dan papan buletin (Angkowo, 2012: 73).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan
bahwa media grafis adalah media pembelajaran yang termasuk dalam
media visual. Media ini menyampaikan maksud dari pesan yang
disampaikan berupa simbol, tulisan atau gambar yang menitikberatkan
pada indera penglihatan siswa. Media ini cukup efektif dan mudah
2.3.5.Fungsi Media Grafis
Setiap media yang digunakan guru memiliki fungsi tersendiri
yang disesuaikan dengan materi yang disampaikan. Fungsi dari media
grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan
mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan
apabila hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Sehingga dengan
menampilkan media grafis dalam proses pembelajaran sangat
membantu guru untuk menjelaskan materi yang mudah dilupakan
siswa jika penyajiannya tidak menggunakan simbol maupun lambang
(Asyhar, 2012: 57).
Berbeda dengan pendapat di atas, Daryanto (2012: 19)
menyatakan fungsi media grafis secara umum untuk menyalurkan
pesan dari sumber ke penerima pesan. Sedangkan menurut Musfiqon
(2012: 73) fungsi media grafis secara khusus berfungsi untuk menarik
perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi
fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak
digrafiskan yaitu berupa simbol, tulisan maupun gambar.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan
bahwa fungsi media grafis yaitu menyajikan suatu informasi atau
pesan pembelajaran yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa,
memberikan pesan mengenai materi yang diajarkan, serta membantu
siswa yang mengalami kesulitan jika dalam proses pembelajaran
hanya disampaikan secara verbal oleh guru, dan memberikan
2.3.6.Kelebihan dan Kelemahan Media Grafis
Ketika guru menggunakan media di dalam pembelajaran pasti
memiliki kelebihan dan kelemahan. Begitu pula dengan media grafis.
Menurut Uin-alauddin.ac.id (2012) mengungkapkan kelebihan dan
kelemahan dari media grafis.
a. Kelebihan Media Grafis
a) Dapat menerjemahkan ide-ide yang abstrak ke dalam bentuk yang lebih realistik.
b) Dapat ditemukan dalam buku-buku pelajaran, majalah, surat kabar, kalender dan perpustakaan.
c) Mudah menggunakannya.
d) Dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pedidikan. e) Menghemat waktu dan tenaga dan juga menarik perhatian
siswa.
f) Harganya relatif lebih murah daripada jenis-jenis media pengajaran lainnya.
g) Dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu. h) Sifatnya konkret dan lebih realistis.
b. Kekurangan Media Grafis
a) Terkadang ukurannya terlalu kecil untuk digunakan pada kelompok siswa yang cukup besar.
b) Pada umumnya hanya dua dimensi yang tampak, sedangkan dimensi yang lainnya tidak jelas.
c) Tidak dapat memperlihatkan suatu pola gerakan secara utuh. d) Tanggapan bisa berbeda-beda terhadap gambar yang sama.
2.3.7.Pemilihan Media Grafis dalam Proses Pembelajaran
Pemilihan media atau alat-alat modern di dalam pembelajaran
bukanlah berarti mengganti cara mengajar yang baik, melainkan untuk
melengkapi dan membantu para guru dalam menyampaikan materi
atau informasi kepada siswa. Setelah pemilihan tersebut, media yang
akan digunakan diharapkan memunculkan terjadinya komunikasi yang
komunikatif, siswa mudah memahami maksud dari materi yang
Pemilihan media grafis harus mempertimbangkan:
a. Tujuan / indikator yang hendak dicapai.
b. Kesesuaian media dengan materi yang dibahas.
c. Tersedia sarana dan prasarana penunjang.
d. Karakteristik (kematangan) siswa.
e. Kesesuaian batas kemampuan biaya.
f. Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya seperti dengan
diskusi, analisis dan evaluasi (Yamin, 2007: 209).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dalam penggunaan
dan pemilihan media khsususnya media grafis harus
mempertimbangkan kebutuhan siswa. Pada penelitian ini peneliti
membuat indikator dalam penilaian guru dalam penggunaan media
grafis antara lain: (a) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan
media grafis, (b) melibatkan siswa dalam pemanfaatan media grafis,
(c) menggunakan media grafis secara efektif dan efisien, dan (d)
memberikan kesan dan pesan yang menarik dari media yang
digunakan.
2.4. Pengertian Belajar
Setiap individu pasti mempunyai tingkah laku yang berbeda. Mereka
memaknai hal tersebut dengan cara belajar yang secara terus-menerus
melalui pengalaman. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan
luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan, melainkan perubahan tingkah laku (Hamalik, 2011: 36).
Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Sutikno dalam
(Fathurrohman, 2010: 5) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi, belajar
tersebut menghasilkan perubahan tingkah laku seseorang.
Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya
perubahan tingkah laku pada diri seseorang, yang disebabkan telah terjadi
perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikap karena
adanya interaksi antara seseorang dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata
lain, belajar merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap orang
sepanjang hidupnya (Musfiqon, 2012: 2).
Menurut beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu secara
menyeluruh. Belajar di dapat melalui pengalamannya sendiri maupun
interaksi dengan lingkungannya yang diperolehnya dari pendidikan formal
maupun informal.
2.5. Pengertian Aktivitas Belajar
Selain belajar, di dalam proses pembelajaran siswa ditekankan untuk
lebih aktif. Hal tersebut menandakan bahwa siswa juga harus memiliki
aktivitas belajar. Menurut Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan
praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan,
merefleksikan rangsangan, dan memecahkan masalah”.
Aktivitas belajar merupakan segala perilaku yang dilakukan siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas belajar dialami oleh
siswa sebagai suatu proses, yaitu proses belajar sesuatu yang merupakan
kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman lain (Dimyati dan
Mudjiono, 2006: 236-238).
Sedangkan menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar siswa
adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan
aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses
belajar mengajar dalam memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.
Semakin banyak aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa, diharapkan
siswa memahami dan menguasai materi pelajaran yang disampaikan.
Menurut beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang melibatkan kegiatan
jasmani maupun rohani dalam hal kegiatan belajar mengajar yang diperoleh
melalui pengalaman sendiri maupun lingkungannya untuk memperoleh
informasi atau pengetahuan baru, sehingga mengakibatkan perubahan
tingkah laku siswa. Adapun indikator pada penelitian ini aktivitas siswa
dilihat dari, (a) memperhatikan penjelasan guru, (b) merespon aktif
pertanyaan lisan guru, (c) aktif mengajukan pertanyaan, (d) kerja sama
2.6. Pengertian Hasil Belajar
Setiap perbuatan pasti membuahkan hasil. Begitu pula dengan cara
belajar siswa, yang pada akhirnya membuahkan hasil belajar. Hasil belajar
tersebut yang akan diketahui guru apakah siswa tersebut sudah mampu
belajar dengan cara yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2005: 391) yang mengungkapkan hasil
belajar adalah sesuatu yang diadakan oleh adanya usaha belajar.
Hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan
yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka
waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil
belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin
mencapai hasil yang lebih baik lagi, sehingga akan merubah cara berpikir
serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik (Munawar.blogspot.com,
2011).
Hasil belajar merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam
rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif. Hasil belajar
tersebut mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual siswa
yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
penilaian. Ranah afektif berkaitan dengan perilaku siswa dalam hal
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Sedangkan ranah psikomotor mencakup dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak seperti gerakan refleks, keterampilan gerakan
keharmonisan, dan ketepatan), gerakan-gerakan skill, dan kemampuan yang
berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretative (Bloom dalam Sudjana, 2011: 22-31).
Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil penilaian akhir dari
proses pembelajaran yang dilakukan siswa secara berulang-ulang untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Pada penelitian ini peneliti membuat
indikator yang tertuju pada tiga ranah, antara lain:
1)kognitif, yaitu hasil yang didapat oleh siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan indikator pengetahuan, pemahaman dan penerapan.
2)afektif, yaitu menyangkut perilaku siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan indikator mengikuti proses pembelajaran dengan
baik, menghargai pendapat orang lain, melakukan diskusi kelompok
dengan baik, menanggapi jawaban dari teman, menunjukkan komitmen
pada tugas yang diberikan, dan disiplin waktu dalam mengerjakan tugas.
3)psikomotor, yaitu keterampilan yang diperoleh siswa selama mengikui
proses pembelajaran dengan indikator menunjukkan bagian-bagian
pecahan dan menunjukkan keterampilan dalam memanfaatkan media
grafis untuk menyatakan nilai pecahan.
2.7. Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari
oleh siswa sekolah dasar. Menurut James dan James dalam (Suwangsih, dkk
2006: 4) mengemukakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika,
satu dengan yang lainnya. Sedangkan Sajaka, dkk (2006: 2)
mengungkapkan bahwa matematika merupakan salah satu bidang studi yang
diajarkan di sekolah dasar. Matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi
tolak ukur bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kata Matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar), (Suwangsih, dkk 2006: 3).
Ruseffendi dalam Heruman (2007: 1) mengemukakan bahwa
matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi. Sedangkan menurut Suriasumantri (dalam Adjie dan Maulana,
2006: 34) bahwa matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa,
logika, dan statistika.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 mata pelajaran Matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa matematika adalah salah satu bidang studi yang
diberlakukan di setiap sekolah khususnya Sekolah Dasar mencakup ruang
lingkup, yaitu aritmetika, aljabar, dan geometri dimana siswa harus
memecahkan masalah yang berkaitan dengan ketiga ruang lingkup tersebut
dengan penggunaan angka-angka. Matematika merupakan ilmu dasar yang
mempengaruhi perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
2.8. Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran matematika di sekolah dasar harus disesuaikan dengan
tujuan yang diharapkan, karena berbeda dengan pembelajaran yang ada di
sekolah menengah maupun lanjutan. Pembelajaran matematika harus
terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan
konsep yang akan diajarkan. Sesuai dengan ciri-ciri pembelajaran
matematika di sekolah dasar sebagai berikut.
Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Metode ini
melambangkan adanya keterkaitan antar materi satu dengan yang lainnya.
a. Pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap. Materi
pembelajaran yang diajarkan dimulai dari konsep-konsep yang
sederhana, menuju konsep yang lebih kompleks.
b. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, sedangkan
perkembangan siswa maka pembelajaran matematika di SD digunakan
pendekatan induktif.
c. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.
d. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Konsep matematika
tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya siswalah yang
harus mengonstruksi konsep tersebut (Suwangsih, dkk. 2006: 25-26).
Berbeda dengan pendapat di atas, Aisyah (2007: 9.20) mengungkapkan bahwa konsep matematika tidak dipandang sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi untuk siswa. Dengan demikian, guru perlu merancang pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berperan aktif dalam membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Pembelajaran matematika yang demikian, akan dapat menimbulkan rasa bangga pada diri siswa, menumbuhkan minat, rasa percaya diri, memupuk dan mengembangkan imajinasi dan daya cipta (kreativitas) siswa.
Berdasarkan beberapa pengertian dari ahli, peneliti menyimpulkan
bahwa pembelajaran matematika di SD harus disesuaikan dengan
pengalaman belajar siswa yang bersifat konkret. Pembelajaran matematika
memberikan kesempatan siswa berperan aktif dalam membangun konsep
baik secara individu maupun bersama-sama.
2.9. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian
tindakan kelas sebagai berikut: Apabila dalam pembelajaran Matematika
menerapkan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis
dengan memperhatikan langkah-langkahnya secara tepat, maka akan
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (Classroom Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui
refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat (Wardhani, dkk 2008: 1.4).
Arikunto (2006: 2−3) mengemukakan bahwa penelitian tindakan kelas
atau yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Classroom Action Research
(CAR) yaitu, sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Dengan
menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian,
(2) tindakan, dan (3) kelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama. Prosedur ini merupakan pedoman wajib dalam
melakukan penelitian tindakan kelas untuk mengetahui hasil yang ingin
dicapai peneliti guna evaluasi pembelajaran sehingga lebih optimal. Secara
garis besar di dalam penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang
pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Adapun siklus
[image:43.612.160.476.138.610.2]penelitian tindakan kelas sebagai berikut:
Gambar 1: Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Adaptasi dari Arikunto, 2006: 74)
Perencanaan I
SIKLUS I
Pengamatan I
Perencanaan II
SIKLUS II
Pengamatan II
Perencanaan III
SIKLUS III
Pengamatan III
Pelaksanaan I Refleksi I
Pelaksanaan II Refleksi II
3.1.1. Setting Penelitian a. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 2
Tempuran 12A, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung
Tengah.
b. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
pada semester genap tahun pelajaran 2012 / 2013 selama kurang
lebih tiga bulan terhitung bulan Januari 2012 sampai dengan
Maret 2013.
3.1.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini siswa dan guru kelas IV SD Negeri 2
Tempuran. Jumlah siswa kelas IV SD Negeri 2 Tempuran adalah 30
orang siswa, dengan rincian 18 orang siswa laki-laki dan 12 orang
siswa perempuan.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan selama kegiatan pelaksanaan tindakan
kelas, yaitu dengan menggunakan teknik non tes dan tes.
a. Teknik Non tes
Teknik non tes dilakukan melalui observasi. Kerlinger dalam
Annurrahman, dkk (2009: 8-9) mengemukakan bahwa secara sederhana
observasi dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dan baku untuk
mengetahui aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran
dengan melihat indikator yang sudah ditentukan oleh peneliti. Selain
aktivitas siswa, observasi dilakukan untuk mengetahui kinerja guru
dalam menerapkan model cooperative learning tipe TAI dengan media
grafis yang masing-masing indikator telah ditentukan oleh peneliti.
Teknik non tes dipergunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat
kualitatif.
Pada tahap ini, peneliti sebagai guru yang mengajar. Sedangkan
guru kelas IV sebagai observer terhadap aktivitas siswa maupun kinerja
guru selama proses pembelajaran berlangsung. Cara kerja observer
mengenai aktivitas siswa dan kinerja guru dilakukan dengan cara
memberi rentang nilai antara 1 ---- 5 pada lembar observasi, kemudian
dihitung skor nilai yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang
sudah ditentukan.
b. Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data nilai siswa, guna
mengetahui hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika melalui
penerapan model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.
Data yang diperoleh melalui teknik tes berupa data kuantitatif. Pada
tahap ini, peneliti bekerjasama dengan guru membuat instrument tes
untuk dikerjakan siswa mengenai materi yang sudah diajarkan. Hasil
yang diperoleh dihitung dengan menggunakan rumus yang sudah
berupa hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor siswa dalam
proses pembelajaran.
3.3 Alat Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2007: 101) alat pengumpulan data adalah alat bantu
yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan
data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan mempermudah dipahami.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut.
a. Lembar observasi
Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi terstruktur, yaitu observasi yang menggunakan instrumen
observasi yang terstruktur dan siap pakai (Wardhani, 2012: 2.25).
Lembar observasi ini dirancang dan digunakan untuk mengumpulkan
data mengenai aktivitas belajar siswa dan kinerja guru selama penelitian
tindakan kelas dalam pembelajaran matematika melalui penerapan
model cooperative learning tipe TAI dengan media grafis.
b. Tes hasil belajar siswa
Instrumen ini dilakukan pada akhir unit pembelajaran untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran serta
ketercapaian indikator pembelajaran matematika melalui penerapan
model cooperaive learning tipe TAI dengan media grafis. Menurut
Zainul (2007: 3.27) bentuk atau tipe tes yang dapat mendeskripsikan
kemampuan pada usia SD yaitu tes yang dapat mengukur aspek
pengukuran hasil belajar menggunakan tes bentuk uraian yang dapat
mengukur hingga tahap tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif dan kuantitatif.
1. Teknik analisis data kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari data non tes yaitu observasi analisis
kualitatif digunakan untuk menganalisis data di dalam proses
pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan makna secara
kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian,
yaitu tentang aktivitas belajar siswa dan kinerja guru.
1) Aktivitas siswa
a. Untuk memperoleh persentase aktivitas tiap individu diperoleh
dengan menggunakan rumus:
P = X100%
P = Persentase
R = Jumlah indikator aktivitas yang dilakukan oleh siswa
SM = Jumlah indikator aktivitas seluruhnya
100 = Bilangan tetap
(Sumber: Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)
Setelah mendapatkan persentase aktivitas tiap individu,
diketahui kriteria sesuai dengan tingkat aktivitas siswa yang
Tabel 2. Kriteria Peningkatan Aktivitas Siswa Berdasarkan Ketercapaian Indikator
Rentang Nilai Kategori
81 – 100% Sangat Aktif
61 – 80% Aktif
41 – 60% Cukup Aktif
21 – 40% Kurang Aktif
0 – 20% Pasif
(Sumber: Adaptasi dari Arikunto, 2007: 44)
2) Ketercapaian indikator dalam penerapan model cooperative
learning tipe TAI dengan media grafis yang dilaksanakan guru
Ketercapaian indikator pada penerapan model cooperative
learning tipe TAI dengan media grafis melalui pengamatan dengan
berpedoman pada lembar observasi kinerja guru (IPKG).
Penilaiannya menggunakan rentang nilai antara 1 – 5. Cara
menghitung nilai kinerja guru dengan menggunakan rumus:
Nilai = x100
(Sumber: Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)
Setelah mendapatkan nilai tersebut, akan diketahui
keberhasilan guru setelah menerapkan model cooperative learning
tipe TAI dengan media grafis dengan kategori sebagai berikut.
Tabel 3. Kriteria Keberhasilan Guru dalam Menerapkan Model Cooperative Learning Tipe TAI dengan Media Grafis
Rentang Nilai Kategori
81 – 100 Sangat Baik
61 – 80 Baik
41 – 60 Cukup Baik
21 – 40 Kurang Baik
0 – 20 Sangat Kurang
[image:48.612.198.506.609.691.2]2. Teknik analisis data kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan kemajuan
kualitas belajar siswa yang sesuai dengan penguasaan materi yang telah
diajarkan oleh guru. Data hasil penelitian yang tergolong data kuantitaif
dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan
individu dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut.
a. Nilai hasil belajar siswa secara individu menggunakan rumus:
= % % %
Apabila siswa memperoleh nilai ≥60 maka dikategorikan tuntas,
tetapi apabila siswa memperoleh nilai <60 maka dikategorikan
tidak tuntas.
b. Untuk menghitung nilai rata- rata kelas menggunakan rumus:
Mx = ∑
X
N
Keterangan:
Mx = Nilai rata-rata kelas
∑X = Jumlah nilai seluruh siswa
N = Jumlah siswa
(Sumber: Adaptasi dari Sudijono, 2011: 84)
c. Presentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan rumus:
Ketuntasan Klasikal = ⅀ x100%
Keterangan:
⅀ S ≥60 = Jumlah siswa yang mendapat nilai ≥60
100 % = Bilangan tetap
(Sumber: Adopsi dari Purwanto, 2009: 112).
d. Hasil analisis data tersebut akan dijadikan penentuan tingkat
[image:50.612.215.507.234.345.2]keberhasilan siswa secara klasikal sesuai kriteria berikut.
Tabel 4. Kriteria Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam Persen
Tingkat Keberhasilan (%) Kategori
81 – 100% Sangat Tinggi
61 – 80% Tinggi
41 – 60% Sedang
21 – 40% Rendah
0 – 20% Sangat Rendah
(Sumber: Adaptasi dari Arikunto, 2007: 44)
3.5 Indikator Keberhasilan
Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila adanya
peningkatan nilai siswa setiap siklusnya dari nilai KKM mata pelajaran
matematika kelas IV SD Negeri 2 Tempuran yang sudah ditentukan yaitu
≥60 dan dianggap tuntas belajar jika secara klasikal 75% dari jumlah siswa
memperoleh nilai sekurang-kurangnya 60 dan aktivitas belajar siswa
dianggap tuntas apabila sudah mencapai 75% dari jumlah siswa
(Depdiknas, 2008: 5).
3.6 Urutan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari tiga siklus dan setiap siklus
memiliki empat tahapan kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan,
3.6.1 Siklus I