• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANIFESTASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PENGELOLAAN PARTAI POLITIK (Studi Pada Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANIFESTASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PENGELOLAAN PARTAI POLITIK (Studi Pada Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Lampung)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

MANIFESTASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PENGELOLAAN PARTAI POLITIK

(Studi Pada Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera Provinsi Lampung)

( Tesis )

Oleh

A G U S T A M

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE ISLAMIC VALUE MANIFESTATIONS IN MANAGING POLITICAL PARTY

(A Study in Regional Administrator Committee of Partai Keadilan Sejahtera in Lampung province)

By

A g u s t a m

The objective of this research was to find out the Islamic value manifestations in managing political party conducted by Partai Keadilan Sejahtera (PKS) in Regional Administrator Committee in Lampung province, to find out whether Islamic values are applied properly in daily activities of the political party and its cadres or are merely symbolical or as slogan. This study will be very useful as evaluation for Islamic political parties to face general election in 2019 because challenges for Islamic political parties are increasingly heavier, both from internal and external factors. This was a qualitative research with institutional analysis by describing party management as political institution and how Islamic values were manifested as symbols, messages, and identities of PKS political party.

(3)

interviews, PKS in Lampung province had applied these values in managing party. However, four values have researcher’s concerns. First, in the values of just, equality and indiscrimination in regeneration aspect, PKS seems not optimal to create quick, equal and indiscriminate regeneration of each political cadre, even though there is Great Election (Pemilu Raya) as a means to select candidates of leaders, however, because there is Qiyadah (model of example) principle, aspect of just in leadership is very dependent to assessments of senior political elites. A weakness of this system is that when the model of example conducts a mistake, this will be contra productive for party’s development. In the future, institutional

strengthening should be conducted for organizational system, so that the organization will not lay on individual influences. Secondly, in freedom value, there is aspect of loyal followers (Jundiyah), where political cadres are demanded to be loyal and obedient to the system and leadership. According the researcher, this aspect is positive in one side, but in term of freedom and courage to think creatively will be inhibiting.

(4)

ABSTRAK

MANIFESTASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM PENGELOLAAN PARTAI POLITIK

(Studi pada Partai Keadilan Sejahtera Dewan Pengurus Wilayah Provinsi Lampung)

Oleh

A g u s t a m

(5)

Islam dalam pengelolaan partai politik di PKS merupakan satu-kesatuan nilai. Antara nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dengan nilai yang lain. Seperti nilai keadilan erat hubungannya dengan nilai persamaan, kebebasan, toleransi dan syuro. Kemudian nilai keseimbangan erat hubungan dengan toleransi dan persamaan. Dari keenam nilai yang peneliti jadikan paramater, yakni nilai keadilan, kebebasan, persamaan, musyawarah, keseimbangan dan toleransi, berdasarkan pengamatan dan interview, PKS menerapkan nilai-nilai itu dalam mengelola partai. Namun, dari keenam nilai tersebut, terdapat empat nilai yang menjadi sorotan peneliti. Pertama, nilai keadilan, kesetaraan dan keseimbangan dalam aspek regenerasi, di PKS belum terlihat secara maksimal terciptanya regenerasi yang cepat, sama dan seimbang pada setiap kader, meskipun adanya wadah pemilu raya sebagai cara dalam menseleksi calon pemimpin, tapi karena adanya prinsip Qiyadah (panutan) sehingga aspek keadilan dalam kepemimpinan sangat tergantung pada penilaian (senior) elite politik, kelemahan system ini adalah jika panutannya melakukan kesalahan, akan sangat kontra produktif terhadap perkembangan partai. Kedepan yang harus dilakukan adalah penguatan institusi sebagai sistem organisasi, sehingga tidak lagi tergantung pada kekuatan person. Kedua, nilai kebebasan, di PKS, ada aspek jundiyah, dimana kader diminta militan dan patuh pada sistem dan kepemimpinan. Aspek ini menurut peneliti, dari satu sisi positif, namun dalam sisi kebebasan dan keberanian untuk berpikir jadi sedikit terhambat.

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di pekon Unggak kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, pada tanggal 4 Januari 1968. anak keempat dari sembilan bersaudara.

Pendidikan yang penulis tempuh dimulai dari SD Negeri 1 pekon Penyandingan Kecamatan Kelumbayan Tanggamus lulus tahun 1981 dan secara bersamaan, di siang hari, penulis belajar di Madrasah Ibtidaiyah Ahlussunnah Waljama’ah di pekon Unggak. Sekolah agama inilah yang membentuk karakter kemandirian dan keimanan sejak kecil. Kemudian dilanjutkan ke jenjang pendidikan SLTP Negeri 2 Teluk Betung Kota Bandar Lampung, lulus pada tahun 1984 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Teluk Betung Kota Bandar Lampung, selesai pada tahun 1987. Menyelesaikan S1 di IAIN Raden Intan Provinsi Lampung pada fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah Filsafat, pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2011, penulis melanjutkan S2 di Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung, Program Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah.

(11)

yang konsentrasi utamanya sebagai penyelenggara Umrah dan Haji.

Jiwa wirausaha sudah tumbuh dalam diri penulis sejak dibangku SD sebagai penjual es mambo keliling di sekitar sekolah dan kampung kelahiran tercinta. Jiwa mandiri dan tidak mau tergantung kepada bantuan orang lain dan didorong oleh keinginan untuk meringankan beban orang tua membuat penulis selalu mencari ide-ide usaha, seperti pada tahun 1982, ketika penulis merantau di Bandar Lampung untuk melanjutkan studi pada tingkat SLTP, ditengah-tengah kesibukan sekolah, setiap pagi, sehabis shalat shubuh, penulis berjualan nasi uduk bungkus keliling di sekitar pasar ayam Teluk Betung, mulai dari eks pabrik es PD. Parwita Yasa di Petojo sampai disekitar kampung Palembang dari jam 05.30 hingga jam 07.00 pagi.

(12)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Karya Ilmiah ini Kepada :

Ayahanda dan Ibunda Almarhum yang telah melahirkan,

mengasuh dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang

dan telah mengajarkan pentingnya nilai-nilai agama,

kejujuran, keadilan dan kerja keras dalam kehidupan agar

mulia dihadapan Allah SWT.

Kepada Istri tercinta, Utopia, yang telah dengan setia

bersama-sama mengarungi kehidupan dalam suka dan duka.

Semoga Allah membalas kebaikannya.

Dan kepada putra putriku tersayang

1. Natasya Putri Salsabila,

2. Mikail Putra Alfaruq,

3. Muhammad Daanish Alghifari,

Semoga menjadi generasi muslim yang istiqomah dalam iman

dan Islam, mapan secara ekonomi, pencinta ilmu dan

(13)

MOTO

“maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S. 94:5)

(14)

SANWACANA

Maha suci Allah dengan ucapan rasa syukur yang sedalam-dalamnya dan puji-pujian yang setinggi-tingginya, penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan alam semesta yang maha kaya dengan ilmu-Nya yang tak terbatas. Penulis meyakini bahwa kesempatan yang Allah berikan, untuk mengenyam pendidikan di Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Unila ini adalah sebuah anugerah yang sangat bernilai dalam menjalani kehidupan penulis di dunia ini.

Selanjutnya, penulis mengucapkan apresiasi dan terimakasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam menjalani proses belajar mengajar di Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Unila, terkhusus kepada:

1. Drs. Agus Hadiawan, M.Si., Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung;

2. Dr. Ari Darmastuti, M.A, Selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan waktu dalam berdiskusi dan memotovasi penulis agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan cepat;

(15)

Lampung sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan banyak arahan, bimbingan, perhatian dan masukan serta kesempatan waktunya dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

4. Dr. Suwondo, sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan analisis kritis dan pengorbanan waktunya dalam menguji penelitian penulis ditengah kesibukannya yang cukup tinggi;

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Magister Ilmu Pemerintahan dan Para Pegawai dan Petugas FISIP Unila; semoga Allah membalas kebaikan yang telah diberikan.

6. Seluruh rekan-rekan seangkatan di MIP yang selalu menjadi sahabat dalam dunia akademik, sahabat dalam pergaulan dan mudah-mudahan dapat menjadi sahabat dan mitra dalam menjalankan aktivitas pekerjaan.

7. Wabil khusus, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tinggi kepada adinda Ardian Oktora, yang selalu setia menjadi teman diskusi dalam membantu penyelesaian penelitian ini.

(16)

9. Sahabat Hanafi Aman, Wakil Ketua Bidang Bappilu DPW PPP Provinsi Lampung, yang telah memberikan pandangan obyektifnya terhadap PKS, sebagai bahan penyeimbang dalam penelitian ini, semoga sikap penuh kehangatan terhadap sesama partai Islam ini menjadi langkah positif dan produktif bagi hubungan sesama partai Islam kedepan.

10. Almamaterku tercinta Universitas Lampung, semoga kedepan menjadi yang terbaik dan tempat yang nyaman untuk menimba dan memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis memohon ampun dan seraya berharap rahmatNya atas segala keterbatasan ilmu dalam penyelesaian penulisan tesis ini, dan tidak lupa penulis berdoa agar semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini, kiranya mendapat ganjaran pahala disisi Allah SWT.

Bandar Lampung, 22 Januari 2015 Penulis

(17)

Halaman A. Tinjauan Tentang Partai Politik... 13

1. Pengertian Partai Politik ... 13

2. Tipologi Partai Politik ... 17

B. Partai Politik dalam Persfektif Islam ... 20

C. Manifestasi Nilai-Nilai Islam dalam Politik ... 26

1. Nilai Keadilan(ad ‘adalah) ... 26

2. Nilai Kebebasan (al hurriyah) ... 30

3. Nilai Persamaan (al muswah)... 32

4. Nilai Musyawarah (syuro)... 33

5. Nilai Keseimbangan (tawazun) ... 35

6. Nilai Toleransi (tasamuh) ... 37

D. Tinjauan Tentang Partai Keadilan Sejahtera ... 40

(18)

F. Teknik Analisis dan Interprestasi Data ... 49 G. Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 50

IV. GAMBARAN UMUM

A. Sejarah PKS ... 53 B. Struktur Organisasi ... 56

V. HASIL DAN ANALISIS PEMABAHASAN

A. Politik Islam pada Partai Keadilan Sejahtera ... 59 1. Partai Keadilan Sejahtera sebagai Partai Dakwah ... 61 2. Pandanga Partai Keadilan Sejahtera mengenai

Relasi antara Agaman dan Negara ... 65

B. Nilai-nilai/Prinsip Dasar dalam Politik Islam pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 68 1. Manifestasi Nilai Keadilan (al’adalah) pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 69 2. Manifestasi Nilai Kebebasan (al hurriyah) pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 76 3. Manifestasi Nilai Persamaan (al musawah) pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 79 4. Manifestasi Nilai Musyawarah (syuro) pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 86 5. Manifestasi Nilai Keseimbangan (tawazun) pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 95 6. Manifestasi Nilai Toleransi (tasamuh) pada

Partai Keadilan Sejahtera ... 100

C. Partai Keadilan Sejahtera dalam Menghadapi Dinamika Partai... 103

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 106 B. Saran ... 109

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partai politik (Parpol) adalah sebuah organisasi yang memperjuangkan nilai atau ideologi tertentu melalui struktur kekuasaan dan kekuasaan itu diperoleh melalui keikutsertaan di dalam pemilihan umum.Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, partai politik adalah instrumen penting dalam kehidupan politik. Aksioma yang berlaku, tak ada sistem politik yang berjalan tanpa partai politik kecuali sistem politik otoriter dimana raja atau penguasa dalam menjalankan kekuasaannya sangat bergantung kepada tentara dan polisi. Di parlemen misalnya para anggota parlemen dipilih rakyat melalui mekanisme pemilu yang dijalankan partai politik. Kekuatan partai politik juga yang menentukan hampir sebagian besar proses kepemimpinan di Indonesia termasuk pemilihan presiden Indonesia dan pemimpin lembaga negara lainnya.

Terminologi partai politik dalam ruang keilmuan sangat banyak dan beragam. Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusionil – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka (Miriam Budiarjo, 2009: 404).

(21)

organisasi, parpol bertujuan mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai (Roy C. Macridis dalam Amal Achlasul: 1996).

Sementara, dalam Islam istilah partai politik baru dikenal pada masa modern ini, yakni ketika Muslim bersentuhan dengan sistem demokrasi. Sebelum ada partai politik, di dunia Islam sudah ada terlebih dahulu lembaga politik bernama Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd. Lembaga ini berisi orang-orang berilmu, berintegritas dan punya otoritas untuk mengambil keputusan politik di lingkungan pemerintahan.Menurut Al-Mawardi, tugas utama lembaga ini adalah meneliti dan menguji calon-calon pemimpin yang diajukan.Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd pertama kali dibentuk pada masa akhir pemerintahan Umar bin Khattab. Umar menunjuk enam orang sahabat, agar satu orang diantara mereka diangkat sebagai pemimpin negara dengan lima orang sisanya.Dalam perjalanannya lembaga Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd ini tidak ada lagi secara permanen di zaman Usman, begitu juga di zaman Ali bin Abi thalib keberadaannya semakin kabur. Hal ini disebabkan situasi politik yang dihadapi Ali pada waktu itu. Lalu pada era dinasti Umayyah dan Abbassiyyah lembaga ini sudah hilang karena corak pemerintahan berubah menjadi kerajaan. (Republika, edisi 29 januari 2009).

Di akhir abad 20, istilah Ahl Al-Hall Wa Al ‘Aqd muncul kembali di Iran tapi dengan

(22)

pada 21 Agustus 1941. Kemudian tahun 1953, Taqiyuddin an-Nabhani mendirikan Hizbut Tahrir dengan maksud melanjutkan kembali kehidupan Islami di bawah Khilafah Islamiyah. Di Aljazair ada Front Pembebasan Nasional yang dibentuk pada 1954 dan Partai FIS yang berdiri pada 1989. Adapun di Indonesia, gerakan politik nasional yang pertama kali muncul adalah Sarekat Dagang Islam (tahun 1911) yang akhirnya berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912. Menurut Syafi’i Ma’arif, Sarekat Islam sejak semula adalah gerakan politik. Sejak awal keberadaannya Sarekat Islam mendapat sambutan positif dari rakyat, dalam tempo singkat Sarekat Islam berkembang dengan cepat karena sifat

keanggotaan Sarekat Islam terbuka untuk setiap orang tanpa memandang latar belakang sosio-etnis mereka.

Selama Jepang menjajah Indonesia, seluruh kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang sudah membentuk Partai Masyumi.Partai Masyumi ini didukung oleh dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah. Namun dalam perjalanannya, para

pendukung Masyumi keluar satu persatu. Bermula dari keluarnya PSII tahun 1947, kemudian NU tahun 1952 sehingga mengakibatkan posisi kekuatan Islam lemah dalam politik

(23)

Memasuki masa Orde Baru, sebenarnya Umat Islam mempunyai harapan yang besar yaitu akan kembalinya Masyumi. Ternyata harapan itu hanya tinggal harapan. Sebab rezim Orde baru tidak membolehkan Masyumi tampil kembali sebagai partai politik.Sebagai gantinya, pada 5 Februari 1968 rezim Orde baru mengizinkan berdirinya Parmusi dengan syarat tokoh eks Masyumi dilarang memegang jabatan penting dalam Parmusi. Guna mencegah

munculnya Neo-Masyumi.

Tindakan pemerintah tak hanya sampai disitu. Demi alasan stabilitas politik sebagai prasarat pembangunan ekonomi, Orde baru kemudian melakukan restrukturisasi kepartaian (fusi). Akibatnya jumlah partai politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Proses marginalisasi yang dilakukan rezim Orde baru ternyata terus berlanjut, yaitu dengan diberlakukannya asas tunggal Pancasila. Akhirnya PPP, sebagai benteng terakhir kekuatan politik Islam,

menanggalkan asas Islam dan menggantinya dengan asas Pancasila.

Memasuki tahun 1900-an, muncul dan berkembang pesat gerakan-gerakan Islam di luar Muhammadiyah, Persis, NU maupun ICMI, seperti gerakan Tarbiyah yang kemudian menjelma menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Hidayatullah (19), Laskar Jihad, dan Salafi.

(24)

perolehan kursi partai Islam dan partai barbasis massa Islam adalah 171 kursi (37 %). (Dhurorudin Mashad, 2008:207)

Pada pemilu 2004, PKB mendapatkan 62 kursi (10,57%), PPP 58 kursi (8,15%), PKS 45 kursi (7,34%) dan PAN 42 kursi (6,44%). Total perolehan suara partai Islam dan yang berbasis Islam adalah 32 %. Perubahan peta politik ini khususnya dalam partai politik Islam disebabkan persoalan konflik internal yang semakin membesar. PKB mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan karena dianggap bertentangan dengan kebijakan Abdurrahman Wahid selaku Ketua Dewan Syuro. PAN mengalami nasib serupa, dimana Sutrsno Bachir dan Hatta Radjasa saling memperebutkan kekuasaan.

Hasil pemilu 2009 dapat dikatakan pemilu terburuk, sebab partai politik Islam terlempar dari posisi 3 besar. PKS mendapatkan 51 kursi (7,88%), PAN 42 kursi (6,01%), PPP 35 kursi (5,32%) dan PKB 26 kursi (4,94%).Total perolehan suara partai Islam dan berbaris Islam sebesar 24 %. Sedangkan pada pemilu terakhir, yakni pemilu 2014, PKS hanya memperoleh 40 kursi (6,79 %) dan total perolehan suara partai Islam sebesar 31 %.

Menurunnya dan stagnannya perolehan suara parpol Islam mengindikasikan bahwa

(25)

Realitanya memang, terdapat persoalan-persoalan yang terjadi pada partai politik Islam dan parpol berbasis Islam yang sedikit banyak berdampak terhadap rendahnya perolehan suara, walaupun persoalan tersebut juga terjadi di partai politik berbasis nasionalis. Secara umum, hampir dapat dikatakan konflik sudah menjadi bagian penting dalam partai politik Islam dimana menjelang Pemilu atau pergantian kepemimpinan partai, konflik politik internal selalu bermunculan. Ketika momentum pergantian kepemimpinan partai, parpol Islam disibukkan mengurus konflik internalnya sehingga berujung kepada kepemimpinan ganda (dualisme kepemimpinan). Akibat konflik itu tentunya berpengaruh kepada citra politik Islam di Indonesia secara keseluruhan. Kenyataan itu juga seakan membenarkan asumsi bahwa sejarah politik Islam Indonesia adalah sejarah konflik dan perpecahan, sehingga konsep ukhuwah selalu gagal diterjemahkan dengan baik. Kita masih menilai wajar jika terjadi konflik di zaman Orde Baru, sebab ada intervensi kekuasaan dalam setiap forum suksesi parpol. Tapi pada situasi sekarang, konflik parpol Islam menandakan kegagalan pengurus partai dalam mengelola manajemen konflik secara sehat dan dewasa (Anas Urbaningrum: 2006)

Dalam analisisnya, Anto Djawamaku (2005) menilai sumber konflik dalam parpol termasuk parpol Islam disebabkan tiga persoalan krusial. Pertama, parpol tidak memiliki platform jelas sehingga tidak adanya ikatan ideologis di antara anggotanya. Dampaknya parpol mudah terpecah belah ketika terjadi perbedaan pandangan antar anggotanya.

(26)

Kuatnya pengaruh figur seorang pemimpin memiliki efek yang kurang baik yakni lemahnya regenerasi kepemimpinan dalam parpol.

Ketiga, parpol gagal menjalankan reformasi dan regenerasi kepemimpinan karena figur pemimpinnya menjadi simbol institusi. Partai Bulan Bintang sampai sekarang masih identik dengan Yusril Ihza Mahendra, meski sudah tidak menjabat sebagai ketua umum, peran Yusril masih menonjol dalam pengelolaan dan perumusan kebijakan strategis partai yang

mengklaim pewaris Masyumi tersebut. Keinginan itu bahkan tampak terlihat dalam beberapa waktu belakangan, dimana Yusril masih menjadi “jagoan” PBB dalam pertarungan

kepemimpinan nasional Indonesia untuk lima tahun mendatang. Kegagalan regenerasi menandakan belum efektinya kinerja parpol dalam menjalankan proses rekrutmen di

masyarakat. Buruknya rekrutmen belakangan semakin diperparah dengan kemalasan parpol menjalankan pengkaderannya dan mengandalkan pola kaderisasi instan dengan merekrut kalangan artis dan publik figur yang kompetensi politik dan keilmuannya layak

dipertanyakan.

Menurut Nurcholish Madjid dalam Anto Djamawaku (2002), perpecahan dalam parpol sampai saat ini disebabkan belum ada kedewasaan berpolitik. Perpecahan partai politik umumnya disebabkan oleh egoisme politik yang begitu besar yang merupakan indikasi ketidakdewasaan partai tersebut. Ketidakdewasaan partai juga ditunjukkan dengan

(27)

menjelaskan bahwa fragmentasi partai politik berasal dari tiga hal utama, pertama, perbedaan nilai, kedua perbedaan dalam pemaknaan kebijakan umum dan ketiga persaingan

kepentingan.

Berdasarkan uraian perkembangan dan perjalanan parpol Islam di Indonesia, peneliti tertarik untuk meneliti salah satu partai politik berasaskan Islam, yakni Partai Keadilan Sejahterah (PKS) yang sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK).

Jika ditelaah dalam sejarahnya, PKS muncul dari perkembangan kelompok gerakan Islam yang tidak mencerimkan karakteristik Nahdiyin atau Muhamamadiyah. Kelompok gerakan Islam ini banyak mengadopsi pembinaan model Al-Ikhwan Al-Muslimun. Hal ini erat kaitannya dengan masuknya pengaruh pemikiran-pemikiran Hasan Al-Banna di kalangan aktivis dakwah kampus yang masuknya di Indonesia dipelopori oleh M. Natsir secara pribadi dan Dewan Dakwah Indonesia secara kelembagaannya. M. Natsir sebagai mantan ketua partai politik Islam terbesar pada zaman Orde Lama tergerak untuk mengadakan pengkaderan kepada generasi muda Muslim yang merupakan cikal bakal gerakan dakwah kampus. Hal ini didasari oleh pemikirannya bahwa dalam konteks dakwah di Indonesia, ada tiga fondasi kekuatan umat Islam dan itu selamanya harus dijaga dan dikembangkan, yaitu dunia pesantren, masjid dan kampus. Untuk menyemarakkan dakwah kampus, maka didirikanlah masjid-masjid yang berdekatan dengan kampus dengan prakarsa dari Dewan Dakwah. Hal lain yang juga dilakukan untuk menunjang kegiatan-kegiatan dakwah ini adalah

menerjemahkan buku-buku yang ditulis oleh kalangan Al-Ikhwan Al-Muslimun maupun Jema’at Islami (dari Pakistan) ke dalam bahasa Indonesia oleh para alumnus Timur Tengah.

Selanjutnya, metode dakwah melalui pembinaan ini dilaksanakan di kampus atau masjid yang menonjol kegiatan ke-Islamannya, antara lain Masjid Arief Rahman Hakim di kampus

(28)

Pendidikan (IKIP) Rawamangun Jakarta, Masjid Salman di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Jamaah Shalahudin di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Masjid Al-Falah di Surabaya. Perkembangan kelompok tarbiyah ini bisa dikatakan sangat cepat, tak sampai 10 tahun sejak gerakan dakwah digulirkan yaitu medio 1990-an,

jaringannya sudah ada hampir di semua universitas maupun kantor-kantor pemerintahan. Diakui oleh para kader perintisnya, ekspansi yang dilakukan itu menggunakan sistem

semacam Multi Level Marketing (MLM), yaitu 1 orang kader membina minimal 5 orang baru dalam pengajian dan itu terjadi di hampir semua universitas. Namun demikian tetap saja ada kritikan mengenai pola tarbiyah yang demikian, yaitu bagaimana mungkin membina jamaah besar kalau yang mengaji hanya 5-10 orang saja, tidak seperti pengajian biasa yang sekali pengajian jumlahnya bisa ribuan. Adapun untuk menjawab kritik semacam itu dapat

dibuktikan dengan mengatakan bahwa dengan punya jamaah ribuan belum tentu bisa muncul dalam jumlah sebesar itu bilamana suatu waktu dibutuhkan, sedangkan halaqah-halaqah (perkumpulan-perkumpulan) kecil ini jumlahnya bisa menjadi ribuan saat diperlukan (Aay Muhamad Furkon,2004 : 126-133).

Sifat kelembagaan dari kelompok tarbiyah ini adalah patron-klien yang artinya hubungan antar para pelaku dakwah ini diatur dalam suatu strata yang ketat dan menggunakan pola patron klien. Intensitas keterlibatan seorang pegiat dalam “lingkaran” dakwah ini diatur dalam sebuah tata kerja yang rapi, yaitu bagi pendatang baru hanya akan bertemu dengan pendakwah seniornya dari lapis terluar, begitu seterusnya hingga pada pendakwah yang paling senior atau yang berada di “pusat”. Adapun ciri-ciri kepribadian para anggota kelompok tarbiyah (aktivis dakwah) ini dapat dilihat dari penampilan mereka yang sederhana, sopan, rendah hati (tawadu’), rajin beribadah dan menegakkan hal-hal yang

(29)

menyebutnya kelompok usroh, walau sebenarnya terdapat perbedaan arti menurut penjelasan Aay Muhammad Furkon adalah cikal-bakal dari Partai Keadilan (Sejahtera).

Ada beberapa faktor yang membuat peneliti tertarik meneliti PKS, pertama, PKS lahir dari mainstream politik Islam baru di Indonesia yang mulai terbentuk di era 1990-an, kedua, PKS pernah mengalami pasang surut perolehan suara hingga partai tersebut pernah terlempar dari kompetisi pemilihan dan harus kembali hadir dengan wajah baru pada pemilu berikutnya, ketiga, PKS menurut pengamatan peneliti memiliki pola dan dasar-dasar pengelolaan partai yang relatif berbeda dengan parpol Islam lainnya.

Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang lahirnya PKS, peneliti akan menggali informasi dan menganalisis tentang nilai-nilai Islam yang dijadikan dasar dalam mengelola partai. Sebagai partai yang menggunakan label dan atribut Islam serta mewakili kepentingan kaum mulimin, partai Islam harus mendasarkan seluruh program dan kegiatan organisasinya minimal pada prinsip-prinsip berikut ini:

a. berpedoman pada nilai-nilai universal Al-Quran dan As-Sunnah. Segala keputusan organisasi tidak boleh bertentang dengan sumber ajaran utama Islam. Kedua sumber ajaran Islam tersebut memuat nilai-nilai universal yang mencakup segala kehidupan manusia di bumi.

b. musyawarah. Setiap keputusan-keputusan organisasi harus melalui koordinasi dan komunikasi dengan segenap pengurus yang berwenang.

(30)

Artinya walaupun keputusan itu berdampak terhadap ruginya salah satu pihak, namun pengambilan keputusan sesuai aturan dan berpihak pada banyak pihak.

d. toleransi.perbedaan adalah fitrah setiap manusia dan merupakan anugrah dari yang Maha Kuasa. Dengan perbedaan pula kehidupan menjadi indah dan beragam. Namun perbedaan tersebut harus dikelola dengan baik dan bukan malah menimbulkan perpecahan. (Ridho Al-Hamdi. 2013:10)

Berdasarkan pendapat Al Hamdi tersebut, sebuah partai politik yang sudah mendeklarasikan diri sebagai partai Islam, maka menjadi kewajiban bagi anggota partainya untuk

memanifestasikan nilai-nilai Islam dalam menjalan roda keorganisasian. Selain beberapa parameter tersebut diatas, peneliti akan menambahkan tiga parameter untuk mengukur manifestasi nilai-nilai Islam dalam pengelolaan partai, yaitu nilai/ prinisp kebebasan, persamaan dan keseimbangan.

Ke-enam parameter tersebut merupakan bagian dari fondasi nilai-nilai Islam dalam menjalankan kehidupan berpolitik termasuk dalam sistem kepartaian. Nilai-nilai Islam tersebut dituangkan dalam kitab suci Al-quran dan Sunnah Rasul..

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa partai politik yang berbasis Islam belum mampu menunjukan pengelolaan dan manajemen partai yang baik, sehingga dari sisi internal selalu terjadi persoalan. Faktor ini tentu dapat diasumsikan sebagai faktor mendasar yang

(31)

orang-orang partai menerapkan acuan yang sudah ada tersebut. Dalam penelitian ini, maka yang menjadi rumusan masalah adalah :“Bagaimanakah manifestasi nilai-nilai Islam dalam pengelolaan Partai Keadilan Sejahtera Dewan Pengurus Wilayah Provinsi Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai bagaimana nilai-nilai Islam diterapkan dalam pengelolaan partai.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wacana bagi perkembangan ilmu politik khususnya mengenai manajemen pengelolaan partai politik dalam persfekstif Islam.

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Partai Politik 1. Definisi Partai Politik

Di dalam Undang-Undang No. 02 tahun 2011 tentang Partai Politik pasal 1 disebutkan bahwa Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar

persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum.

Maurice Duverger mendefinisikan partai politik adalah sekelompok manusia yang mempunyai doktrin yang sama. Sedangkan Carl. J. Friedrich memberikan

pengertian mengenai partai politik sebagai sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan

penguasaan ini ia memberikan manfaat yang bersifat idiil maupun materiil kepada para anggotanya. Atau juga partai politik merupakan lembaga untuk

mengemukakan kepentingan, baik secara sosial maupun ekonomi, moril maupun materiil (dalam Ng. Philipus dan Nurul Aini, 2004 : 121).

(33)

negara dan masyarakat yang dicita-citakan. Karena itu partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam proses pembuatan dan

pelaksanaan kebijakan publik dan dalam penentuan siapa yang menjadi

penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah (Fadillah Putra. 2003 : 21).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli dan Undang-undang diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan partai politik adalah organisasi politik yang dibentuk secara sadar oleh sekelompok orang untuk memperjuangkan cita-citanya melalui mekanisme pemilihan umum. Perjuangan untuk mencapai cita-cita politik tersebut tidak hanya ketika jika menjadi pemenang dalam pemilu, namun ketika kalah dalam pemilu pun, organisasi politik tersebut tetap dapat berkiprah dengan melakukan fungsi-fungsi yang lain.

Di dalam Undang-Undang Nomor 02 tahun 2011 tentang Partai Politik, tujuan partai politik meliputi :

a. Tujuan umum partai politik adalah :

1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

(34)

b. Tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-citanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ng. Philipus dan Nurul Aini (2004 : 123) menyebutkan tujuan partai politik adalah :

a. Berpartisipasi dalam Pemerintahan

Yaitu dengan mendudukkan orang-orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat serta mengambil atau menentukan

keputusan politik (output pada umumnya). b. Berusaha Melakukan Pengawasan

Bukan hanya pengawasan, tetapi juga bila perlu oposisi terhadap tindakan, kelakuan, dan kebijakan para pemegang otoritas (terutama jika mayoritas pemerintahan tidak berada di pihaknya). c. Berperan mentah, sehingga partai politik berfungsi sebagai penafsir

kepentingan dengan mencanangkan isu politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat.

Undang-Undang Nomor 02 tahun 2011 tentang Partai Politik memberikan batasan yang jelas mengenai fungsi partai politik, yaitu :

a. Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

(35)

c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d. Partisipasi politik warga negara;

e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Setidaknya partai politik mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi artikulasi kepentingan, yaitu suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik.

b. Fungsi agregasi kepentingan, merupakan cara bagaimana tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda, digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijakan publik.

c. Fungsi sosialisasi politik, merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara.

d. Fungsi rekrutmen politik, yaitu suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administratif maupun politik.

e. Fungsi komunikasi politik, adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan

(36)

fungsi sebagai alatu ntuk mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. (Fadillah Putra, 2003: 15-20)

Menurut Surbakti, fungsi yang paling mendasar dari partai politik adalah mengarah pada formulasi dan implementasi kebijakan publik yang mengatur masyarakat.

Di dalam Ng. Philipus dan Nurul Aini (2004 : 123), fungsi partai politik ada lima, yaitu :

a. Melakukan fungsi input

b. Sebagai sarana partisipasi politik c. Sebagai sarana pengatur konflik

d. Sebagai sarana pembuat kebijakan dan sebagai sarana untuk mengkritik rezim yang sedang berkuasa.

2. Tipologi Partai Politik

Ramlan Surbakti,( 2004) memberikan penjelasan bahwa tipologi merupakan pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, serta basis sosial dan tujuan.

a. Berdasarkan Asas dan Orientasi

1) Partai politik pragmatis, yaitu partai politik yang mempunyai program dan kegiatan yang tidak terikat secara kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu.

(37)

3) Partai kepentingan, yaitu partai yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup, yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.

b. Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota

1) Partai massa atau lindungan (patronase), yaitu partai yang mengandalkan kekuatan pada jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung berbagai

kelompok masyarakat.

2) Partai kader, yaitu partai yang mengandalkan pada kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama.

c. Berdasarkan Basis Sosial dan Tujuan 1) Menurut basis sosial

a) Partai yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah.

b) Partai yang berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh dan penguasa.

c) Partai yang anggotanya berasal dari penganut agama tertentu.

c) Partai yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu, seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.

2) Menurut tujuan

(38)

b) Partai pembinaan bangsa, yaitu partai yang bertujuan menciptakan kesatuan nasional dan menindas kepentingan-kepentingan sempit. c) Partai mobilisasi, yaitu partai yang berupaya memobilisasi masyarakat

ke arah pencapaian tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan.

(39)

Menurut Duverger, ada dua macam partai kader, yaitu yang konservatif dan yang liberal (2003 : 204). Keanggotaan partai kader yang konservatif terdiri dari kaum aristokrat, industrialis besar, bankir dan agamawan. Sementara keanggotaan dari yang liberal meliputi kaum pedagang, industrialis menengah, pegawai pemerintah, pengacara, wartawan dan penulis. Partai kader mengalami penurunan peran ketika hak suara dalam pengelolaan politik mulai menyentuh rakyat kebanyakan.

Sedangkan partai massa menurut Duverger mempunyai ciri-ciri, pertama, rekruitmen anggota tampak sebagai kegiatan yang fundamental. Dari sudut politik, kuantitas anggota merupakan hal yang penting dalam proses pendidikan rakyat. Semakin banyak jumlah anggota partai, semakin banyak orang yang bisa dipengaruhi melalui pendidikan politik tersebut. Kedua, dukungan keuangan bagi partai diperoleh dari massa anggota, bukan dari kalangan elit. Partai massa mengambil alih peran pendanaan oleh kaum kapitalis dalam kegiatan pemilihan, sehingga tercipta pola pendanaan dan keuangan partai yang demokratis.

B. Partai Politik dalam Persfektif Islam

Allah SWT mengisyaratkan hal ini didalam firman-Nya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung “ (QS. Ali ’Imran[3]: 104).

(40)

yaitu tugas menyeru kepada Islam dan tugas mengajak pada kema’rufan serta

mencegah dari kemungkaran.

Perintah untuk mendirikan jamaah itu merupakan perintah tegas. Sebab, tugas yang dijelaskan oleh ayat diatas yang harus dilaksanakanoleh jamaah tersebut hukumnya adalah fardhu yang harus dilaksanakan oleh seluruh kaum muslimin. Dengan demikian, perintah yang tertuang di dalam ayat tersebut bermakna wajib, yaitu fardhu kifayah bagi seluruh kaum muslimin. Sehingga apabila tugas tersebut telah dilaksanakan oleh sebagain orang, maka yang lain telah gugur

kewajibannya.

Imam Yusuf Al-Qaradhawi (2008), mendefinisikan dalam tafsir al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, sebagai sekumpulan orang yang terikat dalam satu akidah. Tetapi,

menurutnya, umat dalam surat Ali „Imran ayat 104 ini juga bermakna kelompok

karena adanya lafadz “minkum” (di antara kalian). Imam Ath-Thabari, seorang faqih dalam tafsir dan fiqh, berkata dalam kitabnya Jami’ Al-bayan tentang arti ayat ini yakni: ‘’(Wal takun minkum) Ayuhal mu’minun (ummatun) jama’atun‘’,

artinya: “Hendaknya ada di antaramu(wahai orang-orang beriman) umat (jama’ah

yang mengajak pada hukum-hukum Islam)”.

Pada titik terakhir ini, “mereka (kaum Muslim) dituntut untuk menunaikannya secara keseluruhan. Namun, mereka ada yang mampu melaksanakannya secara langsung. Mereka inilah orang-orang berkompeten untuk melaksanakannya. Sedangkan yang lain, meski mereka tidak mampu, tetapi tetap mampu

(41)

yang tidak mampu, dituntut untuk melakukan perkara lain, yaitu menghadirkan orang yang mampu dan memaksanya untuk melaksanakannya. Kesimpulannya, yang mampu dituntut untuk menjalankan kewajiban tersebut, sementara yang tidak mampu dituntut untuk menghadirkan orang yang mampu. Alasannya, karena orang yang mampu tersebut tidak akan ada, kecuali dengan dihadirkan. Ini

merupakan bagian dari Ma la yatimmu al-wajib illa bihi, yaitu kewajiban yang

hanya bisa dijalankan dengan sempurna dengan adanya perkara tadi.”

Berdasarkan hal tersebut, partai politik Islam adalah partai yang berideologi Islam, mengambil dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum dan pemecahan problematika dari syariah Islam, serta metode operasionalnya mencontoh metode (thariqah) Rasulullah SAW. Partai politik Islam adalah partai yang berupaya menyadarkan masyarakat dan berjuang bersamanya untuk melanjutkan kehidupan Islam. Partai politik Islam tidak ditujukan untuk meraih suara dalam Pemilu atau berjuang meraih kepentingan sesaat, melainkan partai yang berjuang untuk merubah sistem Sekular menjadi sistem yang diatur oleh syariah Islam. Orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama semuanya haruslah didasarkan dan bersumber dari Islam. Karenanya, partai Islam yang ideologis memiliki beberapa karakter, di antaranya:

1. Dasarnya adalah Islam. Hidup matinya adalah untuk Islam (QS 3:102) 2. Orang-orangnya adalah orang-orang yang berkepribadian Islam. Mereka

(42)

hingga mereka memiliki kepribadian Islam sekaligus memiliki pemikiran, perasaan, pendapat dan keyakinan yang sama, sehingga orientasi, nilai, cita-cita dan tujuannya pun sama. Merekapun menjadi sumberdaya manusia (SDM) yang siap untuk menerapkan syariah Islam. Pada saat yang sama, ikatan yang menyatukan mereka bukan kepentingan atau uang melainkan akidah Islamiyah.

3. Memiliki amir/pemimpin partai yang menyatu dengan pemikiran Islam dan dipatuhi selama sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Nabi SAW

bersabda, “Jika kalian bertiga dalam satu safar, tunjuklah amir satu di

antaramu” (HR Muslim).

4. Memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas terkait berbagai hal. Partai Islam haruslah memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas tentang sistem ekonomi, sistem politik, sistem pemerintahan, sistem sosial, sistem pendidikan, politik luar negeri, dll. Semuanya harus tersedia dan siap untuk

disampaikan. Konsepsi inilah yang disosialisasikan kepada masyarakat hingga mereka menjadikan penerapan semua sistem Islam tersebut sebagai kebutuhan bersama. Syariah Islam inilah yang diperjuangkan untuk

ditegakkan. Pada sisi lain, konsepsi tidak akan dapat dilakukan kecuali adanya metode pelaksanaan (thariqah). Dan metode pelaksanaan hukum Islam tersebut adalah melalui pemerintah yang menerapkan Islam. Upaya mewujudkan pemerintahan yang menerapkan hukum Islam (khilafah) tersebut merupakan arah yang dituju partai Islam.

(43)

pengkaderan. Kedua, bergerak dan bergaul bersama dengan masyarakat. Ketiga, menegakkan syariah secara total dengan dukungan dan bersama dengan rakyat.

Partai Islam ditujukan untuk menerapkan Islam secara kaffah, karenanya partai yang membuat undang-undang sekular, melalui wakilnya yang duduk di

parlemen, bertentangan dengan fakta partai Islam itu sendiri. Lebih dari itu, dalam pandangan Islam, manusia tidak berhak membuat hukum dan undang-undang. Yang berhak membuat hukum perundang-undangan itu hanyalah Allah SWT. Allah berfirman:

Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. (QS. Yûsuf [12]: 40)

Begitu juga pemberian mandat kepada pemerintah yang tidak berhukum dengan hukum Allah, jelas hukumnya haram, tidak boleh dilakukan oleh partai Islam. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firmanNya:

Barang siapa tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah (syariah Islam), maka mereka termasuk orang-orang kafir. (QS. al-Mâidah [5]: 44)

Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang zalim. (QS. al-Mâ’idah [5]: 45)

Barang siapa tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah (syariah Islam), maka mereka termasuk orang-orang fasiq” (QS. al-Mâidah [5]: 47)

(44)

termasuk oleh partai politik. Caranya, bisa dari luar parlemen, bisa juga dari dalam parlemen. Karena itu, siapapun yang ada di dalam parlemen harus menjadikannya sebagai mimbar dakwah dalam rangka melakukan koreksi (muhasabah) bagi penguasa. Satu hal yang penting dicatat adalah parlemen sebagai mimbar dakwah hanyalah salah satu teknik (uslub) saja dalam melakukan koreksi pada penguasa.

Dalam prakteknya, partai Islam tidak lepas dari langkah-langkah berikut:

1. Dimulai dengan pembentukan kader yang berkepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), melalui pembinaan intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu. Proses ini akan

menjadikan rekrutmen kader politik tidak pernah surut. Bukan kader yang berambisi untuk mendapatkan kursi melainkan kader perjuangan dalam menegakkan Islam demi kemaslahatan manusia.

2. Pembinaan umat (tatsqif jamaiy) untuk terbentuknya kesadaran masyarakat (al-wa’yu al-am) tentang Islam. Pembinaan ini harus

menghubungkan realitas yang terjadi dengan pandangan dan sikap Islam terhadap realitas tersebut. Misalnya, memperbincangkan dengan

masyarakat persoalan kenaikan harga listrik, BBM, penjualan kekayaan rakyat kepada asing, tekanan Dana Moneter Internasional (IMF),

(45)

jahat negara asing. Dengan cara seperti ini rakyat akan memiliki sikap politik sesuai dengan pandangan Islam terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Dengan pembinaan ini pula terjadi transfer nilai-nilai dan hukum Islam dari generasi ke generasi. Partai Islam sehari-hari berada di tengah rakyat.

3. Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh partai

(tanmiyatu jismi al-hizb) agar kegiatan pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif, hingga terbentuk kekuatan politik (al-quwwatu al-siyasiya). Kekuatan politik adalah kekuatan umat yang memilliki kesadaran politik Islam (al-wa’yu al-siyasiy al-islamy), yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur dengan syariah Islam. Maka harus ada upaya terus menerus penyadaran politik Islam kepada masyarakat, yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk sehingga kekuatan politik juga makin cepat terwujud. Di sinilah agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat terjadi. Apa yang menjadi kepentingan rakyat tersebut tidak lepas dari tuntutan dan tuntunan aturan Islam. Dengan cara seperti ini terjadi komunikasi politik dan sosialisi politik antara partai dengan rakyat hingga massa umat memiliki kesadaran politik.

C. Nilai-Nilai Dasar dalam Politik Islam 1. Nilai Keadilan (al ‘adalah)

(46)

diturunkan Allah, dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagain apa yang sudah diturunkan oleh Allah, jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Q.S. Al-Maidah : 49)

Dalam praktik hukum ketatanegaraan, keadilan merupaka kunci utama bagi terwujudnya persamaan, kebebasan dan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Oleh karena itu Islam selalu mengajarkan kepada pemeluknya untuk senantiasa berlaku adil dan bijaksana.

Untuk menegakkan keadilan terdapat konstruksi kaidah-kaidah hukum yang relevan yaitu :

a. Kaidah ushuliyyah

Pada dasarnya perintah itu menghendaki adanya pengulangan sepanjang masa selama hal itu memungkinkan. Berdasarkan hal tersebut, maka menegakkan keadilan berlaku sepanjang masaa dan tidak terbatas pada ruang dan waktu.

b. Kaidah fighiyyah.

Pada dasarnya perintah itu menghendaki kesegeraan. Berdasarkan hal tersebut, maka menegakkan keadilan bagi setiap muslim bersifat primer. c. Kaidah dawabith

(47)

d. Kaidah lawahiq.

Keyakinan itu tidak bisa dihapuskan oleh sesuatu yang meragukan. Berdasarkan hal tersebut, maka memutuskan suatu perkara harus berpegang pada keyakinannnya. (Abdul Hamid, 2014: 54)

Masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban yang tidak akan terwujud tanpa tegaknya keadilan, yang dimulai dengan ketulusan komitmen pribadi

sehingga memiliki wawasan keadilan itu sendiri. Sebab, pada dasarnya “keadilan

adalah prinsip utama dalam membangun peradaban. Bahkan, ia merupakan inti

tugas suci (risalah) para Nabi”. Nurcholish Madjid mengutip ayat dalam Al –

quran, yang artinya dan setiap umat mempunyai Rasul. Maka apabila rasul mereka telah datang diberlakukanlah hukum bagi mereka dengan adil dan sedikitpun tidak dizalimi. (Q.S. Yunus). (Nurcholish Madjid dalam Ayi Sofyan, 2012 : 81)

Menegakkan keadilan, menurut Nurcholish Madjid adalah perbuatan yang paliing mendekati taqwa. Secara khas, Nurcholish Madjid menerjemahkannya sebagai

“keinsyafan ketuhanan dalam diri manusia. Dalam konteks masyarakat madani

(48)

Keadilan, menurut Nurcholish Madjid, juga dapat dilihat dalam kaitannya dengan

“amanat” kepada umat manusia untuk sesamanya, khususnya amanat yang

berkenaan dengan kekuasaan pemerintah. Menurutnya, dalam pandangan agama, kekuasaan memerintah adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari demi ketertiban tatanana kehidupan manusia itu sendiri. Sendi setiap bentuk kekuasaan adalah kepatuhan orang banyak pada penguasa. Akan tetapi, kekuasaan yang patut dan harus ditaati hanyalah kekuasaan yang didapat dari banyak orang, yang

menurutnya, harus mencerminkan rasa keadilan, karena menjalankan amanat Tuhan. Hal itu juga tak terkecuali dalam masyarakat madani yang merupakan tatanan masyarakat yang teratur dan beradab.

Masyarakat madani menurut Nurcholish Madjid adalah masyarakat yang

berakhlak dengan ciri utama keadilan. Kriteria ail menurutnya adalah akhlak yang paling menentukan bertahan atau hancurnya suatu bangsa atau masyarakat sebab keadilan adalah prinsip yang merupakan hukum seluruh jagad raya.

Menegakan keadilan adalah kemestian yang merupakan hukum yang objektif, tidak bergantung pada kemauan pribadi siapapu juga dan immutable (tidak akan berubah). Dengan demikian, menegakkan keadilan akan menciptakan kebaikan, siapa pun yang melaksanakannya. Keadilan adalah prinsip hukum jagad raya. Menurutnya, melanggar keadilan adalah melanggar hukum kosmis dan dosa ketidakadilan akan mempunyai dampak kehancuran tatanan masyarakat manusia.

(49)

membenci kita sekalipun, kita harus tetap berlaku adil, meski[un sepintas lalu, keadilan itu akan merugikan kita sendiri.

Menegakkan keadilan untuk mewujudkan masyarakat berperadaban dengan itikad baik pribadi saja tidak akan cukup, melainkan harus diterjemahkan ke dalam tindakan kebaikan yang nyata dalam masyarakat berupa “amal saleh”, yaitu tindakan yang membawa kebaikan untuk sesama manusia.

Tegaknya hukum dan keadilan mutlak memerlukan bentuk interaksi sosial yang memberi peluang bagi adanya pengawasan sosial. Misalnya, jika diperhatikan, apa yang terjadi dalam kenyataan sehari-hari, jelas sekali bahwa nilai-nilai

kemasyarakatan yang terbaik sebagaian beasar dapat terwujud hanya dalam tatanan hidup kolektif yang memeberi peluang adanya pengawasan sosial.

Pengawasan sosial adalah konsekuensi langsung dari itikad baik yang diwujudkan dalam tindakan kebaikan.

2. Nilai Kebebasan (al hurriyah)

Menurut prinsip ini, manusia memiliki hak/ kebebasan dalam hal ini menentukan pilihan hidupnya, tetapi hak/ kebebasan itu tidak bertentangan dengan apa-apa yang telah digarsikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Ketentuan ini salah satunya tercantum dalam Q.S. Al-Baqarah: 256 yang artinya

“tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; sesungguhnya telah

(50)

Ayat diatas memberikan Isyarat kepada semua pemimpin, khususnya bagi pemimpin negara untuk menjamin kebebasan setiap warga negara. Kebebasan tersebut dituangkan dalam konstitusi sebagai landasan konstitusional yang mengatur hak-hak dan kewajiban setiap warga negara.

Untuk menuju kearah masyarakat yang baik, Nurcholish Madjid mencatat dua hal yang penting tentang kebebasan yang perlu dikembangkan di dalam masyarakat, yaitu kebebasan positif berupa kebebasan akademis dan kebebasan negatif yaitu kebebasan menyatakan pendapat secara umum termasuk kebebasan pers.

Kebebasan asasi tersebut, jika terlaksana, penyebabkan pengawasan sosial akan berjalan secara efektif, sehingga berfungsilah masyarakat madani yang

melaksanakannya sebagai posisi bagi pemerintah yang adil. Kebebasan asasi mencakup hak berikut :

a. Kebebasan menyatakan pendapat. Dalam masyarakat harus ada kebebasan dalam menyatakan pendapat. Hal ini dilandasi oleh fitrah manusia karena fitrah itu berasal dari sang Khalik. Penyimpangan terhadap fitrah itu sebagai faktor pengaruh dari luar dirinya, yang sempat merusak fitrah otu akibat kelemahannya. Akan tetapi, dalam kebebasan menyatakan pendapat tersebut, karena unsur kelemahannya itu, Nurcholish Madjid

menganjurkan sikap rendah hati sehingga melihat kemungkinan dirinya salah dan bersedia mendengarkan dan memerhatikan pendapat orang lain. b. Kebebasan berkumpul. Pada dasarnya merupakan akibat yang muncul dari

(51)

untuk menyatakan pendapat secara bersama dan mewujudkan maksud pendapat itu dalam kegiatan bersama.

c. Kebebasan berserikat. Sama halnya dengan kebebasan berkumpul, kebebasan berserikat merupakan akibat yang muncul dari kebebasan menyatakan pendapat. Kebebasan berserikat muncul dari keinginan mewujudkan pandangan bersama dalam kerangka kegiatan yang terorganisasi.

3. Nilai Persamaan (al musawah)

Dalam masyarakat, semua warga masyarakat dan warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama berdasarkan pandangan manusia di hadapan Allah dan hukumnya. Mereka tidak dibedakan berdasarkan kelompok, suku ataupun agama. (Nurcholish Madjid dalam Ayi Sofyan, 2012 : 94)

Persamaan manusia menunjukan pengertian bahwa negara mempunyai peran positif dalam memperlakukan semua warga negara untuk memperoleh

perlindungan hukum dan kesempatan yang sama untuk melaksanakan hak-hak kewarganegaraannya dan ambil bagian dalam kehidupan nasional, tanpa memandag ras, agama jenis kelamin dan sifat-sifat lain yang tidak berkaitan dengan pengertian kewargannegaraan umum.

(52)

adanya korelasi positif antara rahmat Allah dan sikap-sikap penuh pengertian dalam masyarakat majemuk dan plural, seperti yang ditegaskannya dalam Al-Quran yang artinya dan jika Allah menghendaki, nicaya Dia menjadikan kamu satu umat saja, tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. An-Nahl : 93).

4. Nilai Musyawarah (syura)

Untuk menemukan definisi syura, kita harus merujuk kepada Bahasa Arab. Syuuraa semakna dengan masyuurah. Sebagian ulama menyatakan bahwa syura adalah mashdar dari kata syaawara. Sementara itu, syaawara sendiri bermakna meminta pendapat dalam suatu perkara. Al Jauhari menyatakan: al masywarah: syuaraa. Wakadzalika al masyurah bidhommisy syiin. Taquulu minhu:

syaawartuhu fil amri wastasyartuhu, bima’nan (masywarah sama dengan syura, demikian juga dengan masyurah dengan syin di dhommah, anda berkata:

syawartuhu fil amri dan istasyartuhu, memiliki arti yang sama, yaitu meminta pendapat). Badruddiin al-„Aini menyatakan: syaawartuhu: ‘aradhtu ‘alaihi amriy

hattaa yadullaniy ‘alash shawaabi minhu (aku bermusyawarah dengannya: aku paparkan urusanku kepadanya sehingga dia menunjukkan kepadaku mana yang benar).

(53)

Rasulullah SAW mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar shiddik dan umar Bin Khattab. Rasulullah meminta pendapat Abu Bakar tentang tawanan perang tersebut. Abu Bakar memberikan pendapatnya, bahwa tawanan perang itu sebaiknya dikembalikan keluarganya dengan membayar tebusan.

Hal mana sebagai bukti bahwa Islam itu lunak, apalagi kehadirannya baru saja. Kepada umar Bin Khattab juga dimintai pendapatnya. Dia mengemukakan, bahwa tawanan perang itu dibunuh saja. Yang diperintahkan membunuh adalah

keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar dibelakang hari mereka tidak berani lagi menghina dan mencaci Islam. Sebab bagaimanapun Islam perlu memperlihatkan kekuatannya di mata mereka. Dari dua pendapat yang bertolak belakang ini Rasulullah SAW sangat kesulitan untuk mengambil kesimpulan. Akhirnya Allah SWT menurunkan ayat ke 159 dari surat Al-Imran yang menegaskan agar Rasulullah SAW berbuat lemah lembut. Kalau berkeras hati mereka tidak akan menarik simpati sehingga mereka akan lari dari ajaran Islam. Alhasil ayat ini diturunkan sebagai dukungan atas pendapat Abu Bakar shiddik. Di sisi lain memberi peringatan kepada umar Bin Khattab. Apabila dalam permusyawahan pendapatnya tidak diterima hendaklah bertawakkallah kepada Allah swr. Sebab Allah sangat mencintai orang-orang yang bertawakkal. Dengan turunnya ayat ini maka tawanan perang itupun dilepaskan sebagaimana saran Abu Bakar (Mahali, 2002:184).

(54)

menghadapi perang di luar kota. Rasulullah akhirnya mengikuti pendapat mayoritas sahabat, kaum muslimin menghadapi tentara Qurays di luar kota.

Berdasarkan beberapa contoh diatas, Rasulullah telah merumuskan musyawarah dalam masyarakat muslim dengan perkataan dan perbuatan, dan para sahabat dan tabi'in para pendahulu umat ini mengikuti petunjuk beliau, sehingga musyawarah sudah menjadi salah satu ciri khas dalam masyarakat muslim dalam setiap masa dan tempat.

5. Nilai Keseimbangan (tawazun)

Islam mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang antara memenuhi

kebutuhan rohani dan jasmani.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(untuk kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi...” (Q.S. 28:77).

“Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya.

Dan beramallah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati besok” (H.R.

Baihaqi).

“Bukanlah orang yang paling baik darimu itu yang meninggalkan

dunianya karena akhiratnya, dan tidak pula yang meninggalkan akhiratnya karena dunianya. Sebab, dunia itu penyampaian pada

akhirat dan janganlah kamu menjadi beban atas manusia” (H.R.

Ibnu „Asakir dari Anas).

Islam sangat menekankan umatnya agar bekerja, mencari rezeki untuk

memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini dengan tangan sendiri. Adanya

siang dan malam dalam alam dunia ini, merupakan isyarat akan adanya

(55)

“Dan Kami telah membuat waktu siang untuk mengusahakan suatu

kehidupan” (Q.S. An-Naba’:11). “Kami telah menjadikan untukmu

semua di dalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan

kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih” (Q.S.

Al-A’raf:10).. “Maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari

keutamaan Allah” (Q.S. A-Jum’ah:10).

Kemudian mengenai keseimbangan dalam menjalan kehidupan juga

dijelaskan dalah hadist, yang artinya:

“Demi, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke

bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain...” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Bekerja mencari rezeki untuk memberi nafkah keluarga bahkan

digolongkan beramal di jalan Allah (Fi Sabilillah). Sebagaimana Sabda

Nabi Saw:

“Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna

mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau

bermegah-megahan, maka itulah ‘di jalan setan’ atau karena mengikuti jalan

setan” (H.R. Thabrani).

Rasulullah Saw pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?”

Beliau menjawab :“Pekerjaan terbaik adalah usahanya seseorang dengan

tangannya sendiri dan semua perjual belian yang dianggap baik” (H.R.

Ahmad, Baihaqi, dan lain-lain).

Berdasarkan sejumlah nash di atas, maka dapat disimpulkan, Islam

(56)

termasuk ibadah karena bekerja termasuk kewajiban agama. Islam tidak

menginginkan umatnya melulu melakukan ibadah ritual yang sifatnya

berhubungan langsung dengan Allah (hablum minallah), tetapi

menginginkan umatnya juga memperhatikan urusan kebutuhan duniawinya

sendiri (pangan, sandang, dan papan), jangan sampai menjadi

pengangguran, peminta-minta, atau menggantungkan pemenuhan

kebutuhan hidupnya kepada orang lain.

6. Nilai Toleransi (tasamuh)

Menurut prinsip ini, manusia berkewajiban bersikap toleran dalam menghargai perbedaan keyakinan dan agama serta memiliki hak/ kebebasanmemilihnya berdasarkan keyakainan masing-masing. Prinsip toleransi dijabarkan dalam kehidupan bernegara melalui pengakuan konsitusional bagi semua agama dan keyakinan, yang dilindungi tempat ibadahnya dan diberi kebebasan dalam

melaksanakan ibadah, tanpa harus saling menganggu satu sama lain. Di Indonesia, negara menerapkan kebijakan dialog lintas agama. Ketentuan ini salah satunya tercermin dalam Q.S. 109:1-6 yang artinya

“katakanlah: hai orang-orang kafir; aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah; untukmu agamamu dan untukku agamaku. (Hamid, Abdul. 201: 72. )

Secara sosiologis, manusia merupakan makhluk yang bermasyarakat.

Kehidupannya di atas dunia ini bersifat dependen, dalam arti eksistensinya, baik

(57)

lain. Al-Quran menyebut salah satu fase penciptaan manusia dengan „alaq yang

selain dapat dipahami sebagai “keadaan berdempet pada dinding rahim” juga pada

hakekatnya menggambarkan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan selalu bergantung pada pihak lain, atau dengan kata lain tidak dapat hidup sendiri.

Jika dicermati, Allah Swt sebenarnya banyak menyinggung masalah pluralisme dalam al-Quran. Dalam surat al-Rum (30): 22 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui ”

Selanjutnya dalam surat al-Hujurat (49): 13, Allah Swt juga menyebutkan penciptaan manusia ke dalam suku-suku dan bangsa-bangsa, sebagaimana firmannya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal…”

Bahkan, dengan redaksi yang lebih mempertegas eksistensi pluralisme, dalam surat al-Maidah (5): 48, Allah Swt kembali berfirman: “…Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah

berbuat kebajikan…”

(58)

bangsa, ideologi, bahkan agama. Sebagai contoh, jika Allah SWT menghendaki kesatuan pendapat pada seluruh manusia, maka niscaya diciptakan-Nya manusia itu tanpa akal, seperti layaknya binatang atau benda-benda tak bernyawa lainnya yang tidak memiliki kemampuan menalar, memilah, dan memilih. Akan tetapi hal tersebut tidak diinginkan-Nya. Kesan ketidakinginan ini tercermin dari

penggunaan kata (harf) “ول“ yang dalam ilmu kaedah bahasa Arab berarti

“pengandaian yang mengandung makna kemustahilan”.

Dengan memahami berbagai penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya dalam kacamata Islam, pluralisme di alam merupakan suatu kepastian/ keniscayaan , sama halnya dengan hukum-hukum alam lain yang diciptakan Allah Swt. Hukum-hukum ini diistilahkan al-Quran dengan sunnatullah, dimana tidak ada perubahan padanya (surat al-Ahzab (32): 62).

Demikian juga pada surat al-Hujurat (49); 13 diterangkan bahwa dijadikannya manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah dalam rangka ta’âruf (saling mengenal). Akan tetapi, ta’âruf yang dimaksud tentu saja tidak berhenti pada

makna kebahasaan saja, yaitu “keadaan saling mengenal”, namun ditekankan

(59)

D. Tinjauan Tentang Partai Keadilan Sejahtera

Partai Keadilan Sejahtera merupakan partai berazaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan aktivitas dakwah Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini juga merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan yang didirikan para 20 Juli 1998. Partai Keadilan sendiri dideklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dengan dihadiri oleh sekitar 50.000 massa (Sugiya, 2004 : 302).

Dalam Pemilu 1999, Partai Keadilan mendapat 7 kursi di DPR, 21 kursi di DPRD Tingkat I, dan sekitar 160 kursi di DPRD Tingkat II. Dengan hasil perolehan suara 1.436.565 suara, Partai Keadilan menduduki peringkat ke tujuh di antara 48 partai politik peserta pemilu 1999. namun demikian hasil ini tidak mencukupi untuk mencapai ketentuan electrocal threshold, sehingga tidak bisa mengikuti Pemilu 2004 kecuali dengan mengganti nama dan lambang.

Pasca Pemilu 1999, sambil berusaha agar ketentuan electrocal threshold dibatalkan, Partai Keadilan juga menyiapkan sebuah partai lain untuk

mengantisipasi tetap diberlakukannya ketentuan electrocal threshold tersebut. Maka kemudian didirikanlah pada tanggal 20 April 2002, sebuah partai baru yang akan menjadi wadah bagi kelanjutan kiprah politik dakwah bagi warga Partai Keadilan, yaitu Partai Keadilan Sejahtera.

Setelah resmi berdiri lewat Akta Notaris, untuk mengukuhkan pendiriannya, pada tanggal 18 Maret 2003 Partai Keadilan Sejahtera melakukan pendaftaran

(60)

dan HAM. Sejak saat itu, terdapat dua partai yang berjalan dan melakukan berbagai aktifitas secara bersamaan.

Kemudian, dalam Musyawarah Majelis Syuro XIII Partai Keadilan yang berlangsung tanggal 17 April 2003 di Wisma Haji Bekasi, Jawa Barat, direkomendasikan agar Partai Keadilan bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera. Namun penggabungan ini baru resmi dilakukan pada tanggal 3 Juli 2003. Dengan penggabungan ini, seluruh hak milik Partai Keadilan menjadi milik Partai Keadilan Sejahtera, termasuk anggota dewan dan para kadernya.

Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera yang sudah mendaftarkan diri secara resmi di Depkehham pada 27 mei 2003, akhirnya dapat disahkan sebagai partai politik yang berbadan hukum pada tanggal 17 Juli 2003 setelah itu dilakukan perombakan pengurus, hingga akhirnya pada tanggal 18 September 2003 pengurus DPP Partai Keadilan Sejahtera masa bakti 2003-2008 dikukuhkan. Dalam kepengurusan yang baru, Hidayat Nurwahid yang semula menjabat sebagai Presiden Partai Keadilan, lalu menggantikan posisi Almuzammil Yusuf sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera.

(61)
(62)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik analisisnya menggunakan pendekatan institusional atau

kelembagaan. Prosedur penelitian bersifat menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata-kata dan kalimat sebagai jawaban atas

permasalahan yang diteliti. Jadi pada metode penelitian kualitatif ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan data saja, akan tetapi meliputi juga analisis dan

menginterpretasikan arti tersebut, dimana data dan informasi disampaikan dan digambarkan dalam bentuk kalimat yang lebih bermakna dan mendalam terhadap kajian yang dibahas. Selanjutnya Mathew B. Miles dan A. Michel Huberman menjelaskan :

“Data kualitatif sangat menarik. Ia merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Dengan data kualitatif, kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat. Dan lagi, data kualitatif dapat membimbing kita untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tak diduga sebelumnya dan untuk membentuk kerangka teoritis baru; data tersebut membantu para peneliti untuk melangkah lebih jauh lagi dari

praduga dan kerangka kerja awal”. (1991: 1-2)

Gambar

Tabel 1. Ikhtisar kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data Sumber : ibid.
Tabel 2.  Daftar Nama Pendiri Partai Keadilan Sejahera

Referensi

Dokumen terkait

Kursus ini memberi pendedahan kepada Sistem Bekalan Penjanaan Kuasa Elektrik iaitu Sejarah perkembangan sistem bekalan elektrik di Malaysia, Sistem Grid, Sumber-sumber tenaga

kulit kopi mempunyai kandungan unsur makro yang sangat baik bagi tanaman.. Diantarnya yaitu nitrogen, fosfor dan kalium sehingga limbah kulit

a) Adanya oknum aparat penegak hukum yang mau menerima suap. 31 Wawancara dengan Bapak Brigadir Alfarianto, Anggota Unit Lantas Polsek Tampan, Hari Jumat 30

[r]

Perumusan masalah dalam perumusan ini adalah Apakah pengelolaan dana bantuan operasional sekolah atau (BOS) sudah efektif datam rangka penyajian laporan pertanggung jawaban pada

Adapun variabel-variabel akuntansi yang digunakan adalah dividend payout, asset size, earnings variability, total asset turn over, dan asset growth, dengan tujuan untuk

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tidak semua sistem memiliki elemen yang sama, tetapi susunan dasar dari setiap sistem memiliki maukan atau input

Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat unit LPSE adalah unit yang melayani proses pengadaan Barang/Jasa secara elektronik di lingkungan Badan