• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ridwan Ridho Silalahi

Nim : 070902017

ABSTRAK

Respon Narapidan Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 105 halaman, 33 daftar tabel, 2 daftar daftar gambar dan lampiran)

Saat ini kita ketahui bahwa kejahatan semakin berkembang pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Dan agar kejahatan tidak terus terulang maka dibuatkan sanksi bagi para pelaku kejahatan yaitu kurungan penjara. Nantinya para pelaku kejahatan akan di tempatkan di lembaga pemasyarakatan dan diberikan pembinaan untuk memperbaiki dirinya. Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan progran pembinaan kepada narapidananya. Hal ini tidak serta merta mengurangi jumlah pelaku kejahatan yang masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dimana jumlah populasi penelitian sebanyak 300 dan menggunakan teknik penarikan sampel yaitu proporsional purposive sampling yaitu jumlah populasi dibagi dengan 10 atau 10% dari 300 orang yaitu 30 orang. Dan dalam mengumpulkan data digunakan metode kuesioner, observasi dan wawancara. Dilakukan teknik pengukuran data dengan menggunakan skal likert agar dapat mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan. Responden diberikan angket dan jawaban dari responden di tuangkan dalam bentuk tabel kemudian selanjutnya dilakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif yang dilihat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan skala likert, dimana persepsi narapidana mempunyai nilai 0,786, sikap narapidana mempunyai nilai 0,786, dan persepsi narapidana mempunyai nilai 0,585. Hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,719. Ada beberepa hambatan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berhasil yaitu terhambat masalah keuangan dan anggaran dari pemerintah, minimnya sarana dan prasarana serta padatnya narapidana dan tidak sesuai dengan ruangan yang tersedia. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dari hasil yang diperoleh, lembaga dapat menambah dan meningkatkan mutu atau kualitas dari pembinaan yang ada.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENSE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Ridwan Ridho Silalahi Nim : 070902017

ABSTRACT

Response to The Inmates in a Correctional Institution Development Program Class II A child Tanjung Gusta Medan (This thesis consists of 6 chapters, 105 pages, 33 tables lists, two lists list of images and attachments)

Nowadays we know that crime is growing rapidly along with the development of science and technology . Crime can happen anywhere , anytime and can happen to anyone . And that crime does not continue to happen then made sanctions for perpetrators of crimes is imprisonment. Later, the perpetrators will be placed in prisons and given guidance to improve himself . Penitentiary II Class - A Child Medan Tanjung Gusta penitentiary is one that is in the province of North Sumatra who implement the program guidance to inmates . This does not necessarily reduce the number of offenders entering the prison . Thus the need to know how to respond to the inmates in the program guidance provided Penitentiary II Class -A Children's Tanjung Gusta Medan .

The study is descriptive in which a study population of 300 and using sampling techniques that purposive sampling proportional population size divided by 10 or 10 % of 300 people is 30 people . And the methods used to collect data questionnaire , observation and interview . Do the data measurement techniques using Likert SKAL order to measure the perceptions , attitudes and participation of the inmates were given coaching program . Respondents were given a questionnaire and the answers of the respondents in the table and then pour in the form of quantitative data analysis is then performed using a Likert scale .

Based on the results of this study concluded that the inmate 's response to the program was very good and positive development seen through the results of a calculation using a Likert scale , which has a value of 0.786 inmates perceptions , attitudes inmate has a value of 0.786 , and the perception of value has 0,585 inmates . The average yield was 0.719 grading scale . There beberepa bottleneck in realizing a good and successful coaching is hampered financial problems and budget of the government , lack of infrastructure and density of inmates and not according to the space available . It should receive special attention from the government . From the results obtained , the agency can increase and improve the quality or the quality of coaching available .

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan Hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Shalawat

beriring salam juga tak henti-hentinya saya haturkan kepada Junjungan Besar

Muhammad SAW yang telah membawa pengetahuan di dunia yang sehingga

sedikitnya saya bisa merasakan dan mengamalkan pengetahuan tersebut dalam

kehidupan guna menggapai kesempurnaan baik di dunia maupun akhirat kelak.

Amin.

Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah

kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya, hal ini

dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis.

Maka dengan kerendahan hati, Penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang

dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Banyak elemen yang sangat membantu di dalam penyusunan skripsi saya

ini, dan dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kepada Kedua Orang Tua saya, Ayahanda Alm. Ramlan Silalahi dan Ibu

tersayang Nuraini yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan

moril dan materil selama perkuliahan hingga ke tahap penyelesaian skripsi

ini. Demikian pula terima kasih Abangku Rusdi Silalahi dan Kakakku

Jamilah Silalahi dan Masita Silalahi yang memberi dukungan dan

perhatiannya.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

(5)

3. Ibu Hairani Siregar, M.Sp selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan

Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.

4. Bapak Husni Thamrin, S.Sos. M.Sp selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta

memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan,

bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan.

6. Bapak Leonardo. P. SH, selaku KASUBSI BIMPAS di Lembaga

Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta yang telah mengizinkan

Penulis untuk melakukan penelitian di lembaga tersebut serta bantuan staff

Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

7. Spesial buat gadis minang yg sudah menemani saya selama tiga tahun

terakhir ini. Menjadi penyemangat dan selalu memberi dukungan kepada

saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Makasih banyak Oci Notalia dan

tetap semangat untuk menyelesaikan kuliahnya

8. Sahabat-sahabat saya di Stambuk 2007 IKS, spesial buat MOKONDO

COMUNITY (Dika yang selalu mensupport saya, Rholand yang

memotivasi dengan santai, Acong warga tionghoa dengan bermacam

organisasinya, Amir anak jakarte dengan minyak anginnye, Baim teman

duet dilapangan bola ketika memperkuat FSIP FC dan Persiks Kessos,

Boy yang rezekynya cukup bagus, Ferdi dengan jiwa pemimpin yg luar

biasa, Ojan lemot oon namun sangat kreatif, Endika, dan Rizal). Dan

(6)

9. Temanku diluar FISIP yang membantu memotivasi dalam penyelesaian

skripsi ini seperti Robby, Arion, dan Ozie L. Sukses selalu buat kalian.

10. Keluarga besar HORE-HORE FUTSAL CLUB (Om Dody selaku

Manager H2C, Tante Rina, dan semua pemain H2C) semoga H2C semakin

berjaya. Amin.

11. Keluarga besar SMA KARTIKA I-1 FUTSAL CLUB dan keluarga besar

ARSENAL INDONESIA SUPPORTER.

12. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung

dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya

ucapkan. Biarlah ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk

keharuman dan kebanggaan almamater kita.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat

kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik

guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi kita dapat

bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Medan, 31 Januari 2014

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...14

1.3 Tujuan Penelitian ...14

1.4 Manfaat Penelitian ...14

1.5 Sistematika Penulisan ...15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ...17

2.2 Narapidana ...19

2.2.1 Pengertian Narapidana ...19

2.2.2 Pengertian Narapidana Anak ...21

2.2.3 Hak dan Kewajiban Narapidana...22

2.3 Lembaga Pemasyarakatan ...23

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ...23

(8)

2.4 Sistem Pemasyarakatan ...26

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan ...26

2.4.2 Pembinaan dalam Sitem Pemasyarakatan ...30

2.4.2.1 Wujud Pembinaan ...31

2.4.2.2 Proses Pembinaan ...32

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan ...33

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan ...35

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial ...36

2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial ...36

2.5.2 Keberfungsian Sosial ...38

2.6 Kerangka Pemikiran ...39

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ...42

2.7.1 Defenisi Konsep ...42

2.7.2 Defenisi Operasional ...43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...44

3.2 Lokasi Penelitian ...44

3.3 Populasi dan Sampel ...45

3.3.1 Populasi ...45

3.3.2 Sampel ...45

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...46

3.5 Teknik Analisa Data ...47

(9)

4.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan

Klas-II Anak Tanjung Gusta Medan ...50

4.3 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...51

4.4 Deskripsi Pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...52

4.5 Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak ...55

4.6 Fasilitas dan Bangunan ...61

BAB V ANALISA DATA 5.1 Analisa Identitas Responden ...64

5.2 Analisa Data Penelitian ...73

5.2.1 Persepsi Narapida terhadap Program Pembinaan ...73

5.2.2 Sikap Narapidana terhadap Program Pembinaan ...82

5.2.3 Partisipasi Narapida terhadap Program Pembinaan ..90

5.2.4 Respon Narapida Terhadap Program Pembinaan ...98

5.3 Temuan Studi Lapangan/ Interpretasi ...101

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ...103

6.2 Saran ...104

(10)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN

1.1 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak

Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Usia ...7

1.2 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Jenis Penahanan ...7

4.1 Organisasi Pegawai Lembaga Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Tanjung Gusta Medan ...54

4.2 Kegiatan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...57

4.3 Daftar Menu Makanan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...60

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ...64

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ...65

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ...66

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah ...67

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...68

5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Pidana ...70

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman ...71

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hukuman yang Telah Dijalani ...72

5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai Jenis-jenis pembinaan ...74

(11)

Pembinaan dengan Program Pembinaan ...75

5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Petugas dalam

Menjelaskan Program Pembinaan yang diberikan ...76

5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman terhadap

Tujuan Pembinaan ...77

5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perlakuan Petugas ...78

5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Situasi Kapasitas Kamar

Tidur ...79

5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat tentang Sarana

Dan Prasarana ...80

5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan

Untuk Membentu Karakter yang Baik ...83

5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinnaan

Terhadap Meningkatnya Pengetahuan, Keterampilan, dan

Keimanan ...84

5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Manfaat Pembinaan

yang diberikan ...85

5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Menu Makanan yang

Disediakan ...86

5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas dalam

Menangani Narapidana yang Sakit ...87

5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Perbaikan Sarana dan

Prasarana di LP ...88

5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pendidikan Umum ...90

(12)

5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pembinaan Rohani ...92

5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Keluarga ...93

5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Rekreasi ...94

5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Ketetapan Jadwal Kegiatan

Pembinaan ...95

5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Terhadap

(13)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ...41

4.3 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ridwan Ridho Silalahi

Nim : 070902017

ABSTRAK

Respon Narapidan Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 105 halaman, 33 daftar tabel, 2 daftar daftar gambar dan lampiran)

Saat ini kita ketahui bahwa kejahatan semakin berkembang pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Dan agar kejahatan tidak terus terulang maka dibuatkan sanksi bagi para pelaku kejahatan yaitu kurungan penjara. Nantinya para pelaku kejahatan akan di tempatkan di lembaga pemasyarakatan dan diberikan pembinaan untuk memperbaiki dirinya. Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan progran pembinaan kepada narapidananya. Hal ini tidak serta merta mengurangi jumlah pelaku kejahatan yang masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dimana jumlah populasi penelitian sebanyak 300 dan menggunakan teknik penarikan sampel yaitu proporsional purposive sampling yaitu jumlah populasi dibagi dengan 10 atau 10% dari 300 orang yaitu 30 orang. Dan dalam mengumpulkan data digunakan metode kuesioner, observasi dan wawancara. Dilakukan teknik pengukuran data dengan menggunakan skal likert agar dapat mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan. Responden diberikan angket dan jawaban dari responden di tuangkan dalam bentuk tabel kemudian selanjutnya dilakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan skala likert.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif yang dilihat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan skala likert, dimana persepsi narapidana mempunyai nilai 0,786, sikap narapidana mempunyai nilai 0,786, dan persepsi narapidana mempunyai nilai 0,585. Hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,719. Ada beberepa hambatan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berhasil yaitu terhambat masalah keuangan dan anggaran dari pemerintah, minimnya sarana dan prasarana serta padatnya narapidana dan tidak sesuai dengan ruangan yang tersedia. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dari hasil yang diperoleh, lembaga dapat menambah dan meningkatkan mutu atau kualitas dari pembinaan yang ada.

(15)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENSE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Ridwan Ridho Silalahi Nim : 070902017

ABSTRACT

Response to The Inmates in a Correctional Institution Development Program Class II A child Tanjung Gusta Medan (This thesis consists of 6 chapters, 105 pages, 33 tables lists, two lists list of images and attachments)

Nowadays we know that crime is growing rapidly along with the development of science and technology . Crime can happen anywhere , anytime and can happen to anyone . And that crime does not continue to happen then made sanctions for perpetrators of crimes is imprisonment. Later, the perpetrators will be placed in prisons and given guidance to improve himself . Penitentiary II Class - A Child Medan Tanjung Gusta penitentiary is one that is in the province of North Sumatra who implement the program guidance to inmates . This does not necessarily reduce the number of offenders entering the prison . Thus the need to know how to respond to the inmates in the program guidance provided Penitentiary II Class -A Children's Tanjung Gusta Medan .

The study is descriptive in which a study population of 300 and using sampling techniques that purposive sampling proportional population size divided by 10 or 10 % of 300 people is 30 people . And the methods used to collect data questionnaire , observation and interview . Do the data measurement techniques using Likert SKAL order to measure the perceptions , attitudes and participation of the inmates were given coaching program . Respondents were given a questionnaire and the answers of the respondents in the table and then pour in the form of quantitative data analysis is then performed using a Likert scale .

Based on the results of this study concluded that the inmate 's response to the program was very good and positive development seen through the results of a calculation using a Likert scale , which has a value of 0.786 inmates perceptions , attitudes inmate has a value of 0.786 , and the perception of value has 0,585 inmates . The average yield was 0.719 grading scale . There beberepa bottleneck in realizing a good and successful coaching is hampered financial problems and budget of the government , lack of infrastructure and density of inmates and not according to the space available . It should receive special attention from the government . From the results obtained , the agency can increase and improve the quality or the quality of coaching available .

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya

pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari hari menimbulkan

berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat.

Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan social, ketentraman dan

kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah social yang tidak akan mungkin

dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih

mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hokum terkait dalam

kejahatan. Masalah social khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat

jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga

mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan. (Kusumah, 2007 : 32).

Hukum pada dasarnya adalah suatu jalan untuk menyelesaikan suatu

masalah atau konflik kepentingan. Manusia pada dasarnya tidak akan pernah lepas

dan akan selalu menghadapi masalah. Hukum berfungsi untuk menyelesaikan

masalah atau konflik kepentingan tersebut sehingga pada dasarnya manusia akan

hidup dengan hukum dan berhadapan dengan hukum. Anak adalah amanah

sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena

dalam dirinya melekat harkat dan martabat dan hak-hak yang harus dijunjung

(17)

Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang

berkualitas diperlukan pembinaan terus menerus demi kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari

hal yang membahayakan. Dalam hal upaya perlindungan tersebut kadang-kadang

dijumapi penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari ini terdapat

anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial

dan ekonomi. Seiring dengan laju perkembangan industrialisasi dan urbanisasi

tingkat kejahatan begitu meningkat. Bentuk dan jenis kejahatan ternyata tidak

hanya dari kalangan orang dewasa saja, akan tetapi anak-anak juga pelaku

kejahatan. Kejahatan yang dilakukan oleh anak pada umunya disertai dengan

unsur mental dan motif subyektif yaitu untuk mencapai objek tertentu dengan

diserta kekerasan dan agresi. Anak dalam usia remaja merupakan usia yang

produktif dan cepat tanggap dalam menerima hal-hal baru karena pada usia-usia

ini perkembangan otak sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak

terkadang tidak mampu dipahami secara baik oleh si anak dan hal tersebut dapat

menjadi masalah bagi anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak melakukan

kejahatan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat harus bertanggung jawab dan

menjaga serta memelihara hak azasi anak sesuai dengan kewajiban yang

dibebankan oleh hukum. Anak sebagian dari generasi muda merupakan penerus

cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan

nasional. Dengan pentingnya peran anak ini, dalam Pembukaan UUD 1945 telah

diamanatkan kepada Bangssa Indonesia yang termuat dalam tujuan Negara

Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia,

mencerdaskan kehidupan Bangsa serta menjamin setiap anak atas

(18)

Tindakan kejahatan akan terjadi bila niat pelaku dibarengi dengan

kesempatan melakukan tindakan tersebut. Kejahatan bisa dilakukan kapan saja

dan dimana saja, karena itu kita tidak bias memprediksi kapan kejahatan itu terjadi

dan siapa yang akan melakukan kejahatan tersebut. Kejahatan dapat dilakukan

siapa saja, anak-anak, orang dewasa, atau bahkan orang tua. Baik yang berjenis

kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kejahatan yang semakin meningkat

disebabkan sanksi yang diberikan terhadap pelaku kejahatan tidak berjalan efektif

sehingga para pelaku kejahatan tidak takut ataupun jera terhadap sanksi

pelanggaran itu. (Aroma, 2003 : 11).

Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana adalah

pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan

akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini

Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelayanan teknis dibidang

pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki,

dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi

kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat menyongsong masa depan

yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri,

bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa

dan Negara sehingga dapt kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima

di tengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo (1963)

yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan

di Lembaga Pemasyarakatan dengan cara bertahap. Narapidana harus selalu

diperhatikan oleh pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga

(19)

perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna

ditengah masyarakat. Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama

pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964. Adalah Dr. Sahardjo S.H.

melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem

kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. Tidak bias dipungkiri bahwa sebagai

suatu disiplin ilmu pengetahuan, pemasyarakatan banyak mengalami hambatan,

rintangan, halangan, dan tantangan dalam penerapan disiplin ilmunya.(Dr.

Sahardjo S.H. dalam C.L Harsono : 1).

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran–pemikiran

mengenai fungsi Pemasyarakatan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga

merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan

Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang di namakan

dengan sistem Pemasyarakatan.

Pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang

dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Bandung dilakukan sebagai pengganti

kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam Konferensi ini dinyatakan sebagai suatu

sistem Pembinaan terhadap para pelanggar Hukum dan sebagai suatu

pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi social atau

pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masayarakat.

Dalam pengembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem Pemasyarakatan

yang telah dilaksanakan sejak tahun 1964 semakin mantap dengan

diundangkannya Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan. Dalam pasal 12 menyatakan bahwa “Sistem Pemasyarakatan

(20)

menjadi manusia seutuhnya yang menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan

tidak mengulangi tindak pidana sehinga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga

yang baik dan bertanggung jawab”.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun

1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta tata Cara Pelaksana Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang

melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang

harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan.

Dengan Undang–Undang Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha – usaha

dalam mewujutkan suatu sistem Pemasyarakatan. Sebagai tatanan mengenai arah

dan batas serta cara Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan

Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan

masyarakat untuk meningkatkan kualitas–kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam sistem pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan narapidana yang

menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode

mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahnnya, memotivasi

memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan

keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali

hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan

(21)

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas

pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta

bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem

Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan warga binaan Pemasyarakatan

sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan

diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilai

yang terkandung dalam Pancasila. (Aroma, 2003 :37)

Umumnya setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya di dalam

lembaga pemasyarakatan yang telah dibina dan dibekali dengan pendidikan

umum, agama dan keterampilan banyak masyarakat menganggap bahwa mantan

narapidana adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari, diwaspadai bahkan

diasingkan dari pergaulan masyarakat, sehingga mereka cenderung sulit untuk

bersosialisasi, mencari pekerjaan sehingga dapat mengulangi perbuatannya yang

disebut residivis. Msayarakat banyak menganggap bahwa lembaga

pemasyarakatan sampai saat ini masih menggunakan sistem kepenjaraan yang

membuat narapidan jera dengan sanksi kekerasan dan menganggap lembaga

pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan (Kusumah, 2007 :57)

Lembaga Pemasyarakatan Klas-II anak Tanjung Gusta medan adalah salah

satu lembaga Pemasyarakatan yang ada di Sumatera Utara dan merupakan instansi

pemerintah dan sebagai pelaksana program pembinaan, yang menampung,

merawat dan membina masyarakat yang berkonflik dengan hukum yang berasal

dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun Lembaga

Pemasyarakatan Klas-II anak Tanjung Gusta kota medan menjalankan program

(22)

Tabel 1.1

Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Usia

Tabel 1.2

Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Jenis Penahanan/ Narapidana

Tahanan Anak 238 Orang 30,82%

Tahanan Anak Remaja 242 Orang 31,34%

Narapidana Anak 235 Orang 30,44%

Narapidana Anak Remaja 57 Orang 7,34%

Jumalh 772 Orang 99,98%

Sumber Data : (Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Medan, 2012)

Dari hasil prasurvei yang dilakukan di Lembaga Pemasyraratan Klas-II A

Anak Tanjung Gusta Medan narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali dalam

sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan

bangunan dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari blok narapidana, ruang

11 s/d 18 Tahun 473 Orang 61,26 %

19 s/d Tahun 299 Orng 38,73 %

(23)

portir, pos pengamanan, gudang arsip, ruang konsultasi, ruang kelas/ belajar, aula,

tempat ibadah, perpustakaan, ruang kunjungan, dapur, poliklinik, ruang pelatihan

kerja, ruang serbaguna, dan garasi.

Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan di titik beratkan pada

program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan terbagi atas 4(empat)

ruang lingkup pembinaann yakni ;

1. Pendidikan Umum, bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai

pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya.

2. Pendidikan Keterampilan, bertujuan agar narapidana memiliki

kemandirian melalui keterampilan yang berguna di kemudian hari.

3. Pendidikan Rohani, yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam

menata dan mempelajari bekal di masa depan.

4. Kegiatan Rekreasi, meliputi olahraga, hiburan, membaca yang bertujuan

agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyagaran pikiran.

Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga

Peamsyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan bertujuan untuk

mempersiapkan agar narapidana berani dan siap menyongsong masa depannya .

Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana

yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, dan

substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan

prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga

(24)

kerukunan, baik diantara sesama warga binaa sehingga pembinaan dalam

Lembaga Pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program

pembinaan dapat tercapai terutama bagi narapidana.

Timur Arif Riyadi dalam jurnalnya membahas tentang “Mereka yang

Hidup Tersandera oleh Ideologi”. Di sudut ruangan itu, mereka tampak diam.

Sesekali suara obrolan diskusi ringan terdengar. Tak berapa lama wajah mereka

memandang langit di luar gedung yang terlihat tinggi. Ditatapnya pagi mendung

itu. Setelah rintik hujan turun menyapa hari. Usai menyantap sarapan, sebagian

dari mereka terlihat membaca buku, sebagian lagi keluar dari ruangan sempit yang

penuh sesak. Ya, mereka adalah para narapidana terlibat serangkaian kejahatan

terorisme di sejumlah wilayah Indonesia, yang ditahan di Lembaga

Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Tampak Fadli Sadama tengah duduk bersila sambil membaca sebuah

buku. Fadli Sadama Bin Mahmudin alias Acin Zaid alias Fernando alias Buyung

alias Ade, adalah pelaku perancang perampokan Bank CIMB Niaga Jalan AR

Hakim Medan, penyedia senjata api, dan perancang penyerangan kantor polisi

Mapolsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, menyebabkan tiga aparat

kepolisian yang tengah bertugas tewas ditembak secara membabi buta. Dia

divonis 11 tahun penjara.

Di sudut ruangan lain juga terlihat terpidana teroris lainnya, yaitu Marwan

alias Wak Geng alias Nanong. Dia adalah penembak tiga aparat kepolisian

bertugas di Polsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian, Abdul

(25)

Samson, Pamriyanto alias Suryo Putro, Zumirin alias Sobrin alias Abu Azzam,

dan Pautan alias Roi.

Selain itu ada Suriadi alias Adi alias Aad, Muhamad Chair alias Butong

dan Zumirin, Anton Sujarwo, Suryadi alias Adi Saad, Nibras alias awan alias

Arab, dan Agus Sunyoto. Para terpidana terorisme ini divonis 10 hingga 15 tahun

penjara. Wajah mereka tampak terlihat bersih dan rapi. Saling tersenyum dan

berbicara lembut terdengar di telinga.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM),

menempatkan terpidana terorisme ini dalam ruangan khusus, atau tempat para

narapidana terorisme ini menjalani hukumannya berbeda dengan ruang tahanan

narapidana kasus pidana umum yang juga ditahan di Lapas Tanjung Gusta Medan.

Di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, terdapat 21 terpidana terorisme yang

tengah menjalani hukuman penjara. Mereka adalah terpidana terorisme kelompok

Jantho, Aceh Besar, Provinsi Aceh, dengan jumlah delapan orang. Lima orang

sudah dikirim ke Lapas Banda Aceh. Yang lain belum dikirim ke Lapas Banda

Aceh karena pertimbangan kondisi keamanan di sana.

Sebagian besar dari mereka meminta dipindahkan ke Lapas Banda Aceh

agar bisa dekat dengan keluarga. Itu menurut Kemekum HAM hal yang positif,

sebab bisa membuat narapidana terorisme ini lebih terdoktrin sadar dan taubat

serta tidak lagi turut serta dalam jaringan kelompok terorisme di Indonesia jika

bebas nanti. Selanjutnya ada 13 orang terpidana terorisme perkara perampokan

Bank CIMB Niaga Jalan AR Hakim Medan dan penyerangan kantor kepolisian di

Mapolsekta Hamparan Perak menyebabkan tiga anggota kepolisian tewas

(26)

Rusia keluaran terbaru. Satu orang terpidana terorisme CIMB Niaga Medan, atas

nama Jaja Miharja Fadilah alias Syafrisal, yang sebelumnya juga menjalani

hukuman di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, pada tanggal 10 Desember 2012

dijemput oleh tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dan dibawa ke Jakarta untuk

keperluan penyidikan tersangka terorisme lain yang belum tertangkap dan masih

diburu.

Satu orang terpidana lainnya atas nama Khairul Gazali, dititipkan ke

tahanan Polresta Medan. Dia dipindahkan, karena ada pemahaman berbeda

dengan terpidana teroris lainnya. Sehingga mengantisipasi hal yang tidak

diinginkan, menjadi alasan pemindahannya. Mereka semua adalah kelompok

terorisme jaringan Toni Togar, yang sudah ditangkap dan menjalani hukuman

penjara selama belasan tahun, di salah satu lokasi tahanan di Indonesia yang tidak

disebutkan lokasinya oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kalapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, Ajub Suratman, saat berbincang dengan

Jurnal Nasional di sela-sela tugasnya melakukan pembinaan terhadap ribuan

narapidana yang ada di sana menjelaskan, untuk proses pembinaan terhadap

narapidana khusus seperti kejahatan terorisme ini, mereka terpaksa melakukan

konsep atau program tambahan. Itu dilakukan, mengingat para narapidana

terorisme ini memiliki pikiran dan pemahaman berbeda soal berbangsa dan

bernegara.

Dijelaskannya, untuk terpidana terorisme ini, dilakukan pembinaan dan

penanganan sendiri. Ada perbedaan penanganan dilakukan oleh Lapas Tanjung

Gusta Medan. Sebab kalau terpidana teroris Jantoe Aceh motifnya tidak

(27)

Medan melakukan perampokan dan pembunuhan bahkan penyerangan terhadap

kantor polisi di Polsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

"Perlu penanganan secara komperhensif dari berbagai unsur, dan tidak hanya

dilakukan oleh petugas lapas saja," ujar Ajub.

"Dari BNPT diharapkan memfasilitasi agar pengawalan juga dibantu.

Penambahan anggaran pembinaan juga sangat diperlukan, karena anggaran di

Lapas terbatas," ujarnya menambahkan.

Penanganan Khusus

Lebih jauh Ajub, menyatakan agar tidak menyebarkan faham radikal,

maka penanganan yang dilakukan terhadap terpidana teroris ini dilakukan secara

khusus, supaya tidak menyebarkan virus dan doktrin radikal. Selama ini, para

narapidana terorisme itu dijadikan satu dan dipisahkan dengan narapidana umum

lainnya. Itu dilakukan agar mudah dimonitoring dan pengawasan serta pembinaan

lebih terstruktur. Sebab jika dipisah-pisah atau dipecah seperti lidi agar gampang

dipatah, itu belum tentu berhasil bahkan bisa menyebarkan atau menularkan virus

dan paham radikal, atau malah dapat mempengaruhi narapidana lainnya sehingga

akan semakin berbahaya.

Dia menyebutkan, para tahanan terorisme itu ditempatkan di dalam satu

gedung, yaitu di lantai dua dan di lantai tiga. Kamarnya juga tersendiri dan tidak

dicampur dengan narapidana lain, tetapi satu gedung yaitu di gedung T7 terletak

di lantai dua satu kelompok, satu kelompok lagi ditempatkan di lantai tiga.

Mereka diberikan satu kamar masing-masing kelompok, supaya jangan

(28)

diibaratkan memakan buah simalakama. Sebab, pembinaan atau penempatan

khusus bagi mereka dalam penjara, belum 100 persen optimal. Di dalam, mereka

masih tetap kuat. Sehingga menjadi dilema bagi petugas Lapas Tanjung Gusta

Medan.

"Mereka masih kuat meski di dalam penjara. Saat saya melihat

menemuinya, mereka bahkan mengeluarkan kalimat yang begitu menyeramkan.

Katanya jangankan pegawai Lapas, negara saja saya lawan. Sehingga

mengantisipasinya, maka dilakukan pendekatan yang betul-betul pas agar bisa

diterima," katanya menirukan kalimat para terpidana terorisme yang ditahan di

Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan (

http://www.jurnas.com/halaman/12/2013-03-13/236661, Jurnal Nasional Oleh Timur Arif Riyadi, dilihat pada tanggal 01

April pukul 13.25 WIB )

Dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan keterkaitan dan partisipasi narapidana

sebagai warga binaan cukup baik. Partisipasi narapidana dilihat dari aktvitas

mengikuti pembinaan seperti belajar paket A, membuat kerajian tangan, pengajian

dan kebaktian serta kegiatan-kegiatan olahraga. Seluruh kegiatan narapidana

dilakukan sesuai jadwal dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga

program pembinaan dapat berjalan dengan baik.

Dari titik tolak uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Respon Narapidana

Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak

(29)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis

dapat merumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: “bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk

mengetahui respon narapidana dalam pelaksanaan program pembinaan di

Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan yang diukur dari

persepsi, sikap, dan partisipasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu

Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial di

masyarakat.

2. Bagi penulis dapat berguna dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan

Sosial dan bagi Lembaga Pemasyarakatan yang terkait dalam

melaksanakan pembinaan terhadap narapidana.

3. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka

pengembangan konsep-konsep dan teori-teori dalam rangka melakukan

intervensi pelayanan sosial terhadap narapidana di Lembaga

(30)

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan

yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan,

kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi

operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,

populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta

teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum

lokasi penelitian dan data-data lain yang turut

(31)

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari

hasil penelitian beserta dengan hasilnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

Pada pengamatan berlangsung perangsang-perangsang. Stimulus berarti

rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk

memunculkan tanggapan. Respon lambat laut tertanam atau diperkuat melalui

percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002 : 23). Respon diartikan sebagai

suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud balik sebelum yang mendetail,

penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada

fenomena tertentu. (Sarwono, 2002 : 44).

Menurut Louis Thursone respon merupakan jumlah kecendrungan dan

perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide,

suatu hal yang khusus. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena

sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku

dalam menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau

sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon

mereka terhadap kondisi tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa

sikap dapat melalui :

1. Pengaruh atau penolakan.

2. Penilaian.

3. Suka atau tidak suka.

(33)

Menurut Cruthefield perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana

respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti

perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni

cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang

disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi

dan psikomotorik.

Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu :

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam

rangsangan fisik.

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si

pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu

(Cruthefield dalam Sarwono, 2002 : 53)

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu Respon

seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman

terhadap objek respon tersebut. Seseorang dapat dilihat respon positifnya melalui

tahap kognisi, afeks, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat

dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar ataupun perubahan

terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari

dan membenci persepsi, sikap dan partisipasi.

Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan

suatu pencatatan yang benar terhadap situasi yang baru dirasakan atau diterima.

Persepsi juga merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang

dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan,

(34)

Sikap merupakan keyakinan atau pendapat seseorang mengenai situasi atau

objek yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar

kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berprilaku dalam cara tertentu

yang dipilihnya. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi,

mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari,

membenci suatu objek. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon

seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi

lain (Rakhmat 2005 : 61).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting

bahkan mutlak diperlukkan dalam mengukur respon. Partisipasi berasal dari

bahasa Inggris yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses

pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan

(Suprapto, 2007 : 8).

Dalam partisipasi, hal yang banyak mempengaruhi adalah luasnya

pengetahuan seseorang tentang suatu hal. Tingkat pengetahuan seseorang yang

dimilikinya tentang suatu hal dapat menentukan suatu niat untuk melakukan

kegiatan. Pengetahuan tersebut mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku.

2.2 Narapidana

2.2.1 Pengertian Narapidana

Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan terpidana tersebut

menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Narapidana ditempatkan di

(35)

metode pengenalan diri akan kelemahan dan kelebihannya kareana manusia hanya

bisa dibina apabila mammpu mengenal dirinya. Lingkungan narapidana adalah

suatu pola kegiatan narapidana yang hilang kemerdekaan geraknya sampai waktu

yang ditentukan atas pidana yang dijatuhkan sesuai hukum yang berlaku

(Simanjuntak, 2006 : 21).

Pengertian narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi

kurungan atau sannksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian

narapidana menrut kamus bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yg

sedang menjalani hukuman krn tindak pidana); atau terhukum.

Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana

adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga

Pemasyarakatan. Selanjutnya Harsono (1995) mengatakan narapidana adalah

seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani

hukuman dan Wilson (2005) mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah

yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.

Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena

melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani

hukuman (Dirjosworo, 1992). Dengan demikian, pengertian narapidana adalah

seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan,

telah diponis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang

disebut penjara.

Peran keluarga dan lingkungan mampu memberikan motivasi bagi

narapidana untuk dapat menyesuaikan diri. Narapidana tidak berbeda dengan

(36)

dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Tetapi yang harus diberantas

adalah faktor-faktor yang menyababkan narapidana berbuat hal-hal yang

bertentangan dengan hukum, kesusikaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial

lain yang dapat dikenakan pidana

2.2.2 Pengertian Narapidana Anak

Narapidana anak adalah anak yang berusia 11 sampai dengan 21 tahun yang melakukan tindakan kejahatan yang melanggar hukum dan telah di pidana sesuai

dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan anak

yang dipidana tersebut dibina di Lembaga Pemasyarakatan.

Anak dalam usia remaja merupakan usia yang produktif dan cepat tanggap

dalam menerima hal-hal baru karena pada usia-usia ini perkembangan otak

sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak terkadang tidak mampu

dipahami secara baik oleh si anak dan hal tersebut dapat menjadi masalah bagi

anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak melakukan kejahatan. Orang tua,

keluarga, dan masyarakat harus bertanggung jawab dan menjaga serta memelihara

hak azasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Anak

sebagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan

sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Masalah penegakkan hukum terhadap anak dan hukum anak sendiri

sebenarnya sama dengan masalah penegakkan hukum secara keseluruhan.

Masalah penegakkan hukum anak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah;

a. Peraturan hukumnya yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur

(37)

b. Aparat penegak hukum yaitu para petugas hukum atau lembaga yang

berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dalam masyarakat.

2.2.3 Hak dan Kewajiiban Narapidana

Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai

beberapa hak yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi

sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang

merugikan/menimbulkan penderitaan manual, fisik, sosial dari siapa saja.

3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana

ditentukan dalam pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga

Pemasyarakatan adalah :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.

b. Mendapat perawatan jasmani dan rohani.

c. Mendapatkan kesempatan unntuk menerima pendidikan.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan media.

g. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi).

h. Menerima kunjungan keluarga.

i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.

j. Mendapat pembebasan bersyarat.

k. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan.

(38)

m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.

Kewajiban narapidana ditetapkan pada pasal 15 Undang-Undang No 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu :

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan

tertentu.

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LP) 2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah tempat untuk mendidik para

narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam

bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka

ditengah-tengah masyarakat. Lembaga pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam

sistem Peradilan Pidana dan pelaksana putusan Pengadilan (Hukum) tidak

mempersoalkan orang yang hendak direhabilitasi terbukti benar atau salah

(Atmasmita, 2002 : 44).

Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang menganut sistem

pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap

narapidana berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara

pembina, warga binaan dan masyarakat. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk

melakukan kegiatan pembinaan terhadap narapidana berdasarkan sistem,

kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata

(39)

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Bagi lembaga

pemasyarakatan, tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata

membalas tapi juga memperbaiki pada intinya mengalami perubahan yang

memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat

(Saleh, 2004 : 40).

2.3.2 Petugas Pemasyarakatan

Petugas pemasyarakatan berbeda dengan sistem penjaraan, dalam sistem

pembinaan lebih menekankan kegiatan narapidana dengan latihan-latihan kerja,

pendidikan dan keterampilan. Petugas pemasyarkatan mempunyai tugas

memperkenalkan narapidana untuk mampu mengenal dan memotivasi untuk

merubah diri sendiri agar menyadari dan tidak mengulangi perbuatannya

(Simanjutak, 2006 : 62).

Berhasilnya tugas mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi

anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada

petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan.

Petugas yang banyak berinteraksi dengan narapidana adalah petugas jaga dan

petugas pembinaan. Petugas jaga mempunyai tugas yaitu mengawasi kegiatan

narapidana sehari-hari termasuk juga kegiatan pembinaan, serta membuat laporan

pada atasannya tentang pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana, untuk

menjatuhkan sanksi terhadap narapidana. Petugas pembinaan memberikan arahan

dan bimbingan selama para narapidana melakukan kegiatan dalam pembinaan.

Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan

(40)

1. Berpikir realistis.

2. Mampu mengendalikan emosi. Mempunyai kesadaran diri.

3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain.

4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.

5. Mempunyai kesadaran diri (Aroma, 2003 : 18).

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah

sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan :

1. Menjunjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.

2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan

pemasyarakatan.

3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan.

4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan.

5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.

6. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan.

7. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

8. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikkap dan

prilaku.

9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan

keamanan.

10. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan

(41)

2.4 Sistem Pemasyarakatan

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan

Dalam perkembangan di lembaga pemasyarakatan, sistem kepenjaraan

diganti dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan secara konseptual

dan historisnya sangat berbeda dengan sistem kepenjaraan. Dalam sistem

pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang

dipandang sebabgai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan

pembalasan melainkan pembinaan yang terarah agar kedepannya dapat

menyadarkan sipelaku kejahatan. Sedangkan pembinaan narapidana dalam sistem

kepenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan

dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep

rehabilitasi dan reintegrasi sosial (Rajagukguk, 2008 : 53).

Pada 15 Juli 1963, penganugrahan gelar Doctor Hounouris Causa ilmu

hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan :

a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita akibat

dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar

bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis

Indonesia yang berguna.

b. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan (Sahardjo dalam

Atmasasmita, 2002 : 6)

Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya

(42)

Dalam konferensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada 27 April

1964 pokokk-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan dan

dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut :

1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepadanya bekal hidup

sebagai warga negara yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju

ke tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal

hidup tidak hanya berupa finansial dan materiil, tetapi yang juga lebih

adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang yang mempunyai

kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga

negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan

negara.

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap

narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara

perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya

kemerdekaannya.

3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.

Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma

kehidupan, serta diberikan kesempatan untuk merenungkan perbuatan yang

lampau.

4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada

sebelum ia masuk lembaga pemasyarakatan. Karena itu diadakan pemisahan

antara :

a. Yang residivis dan yang bukan residivis.

b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan.

(43)

d. Sudah tua (40 tahun keatas, dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun).

e. Orang terpidana dan orang tahanan.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan

dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu

mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan

pengasingan dari masyarakat dalam arti “kultural”. Secara bertahap mereka

akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan

dalam proses pemasyarakatan.

6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu,

atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan negara

sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat

yang ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi

pekerjaan narapidana dengan pembangunan.

7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. Pendidikan dan

bimbingan harus berisikan asas yang tercantum didalam Pancasila, kepada

narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan

ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan,

bermusyawarah untuk mufakat positif. Narapidana harus untuk kegiatan

demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.

8. Tiap harus manusia harus sebagai layaknya manusia, meskipun telah

tersesat. Tidak boleh selalu ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah

penjahat. Ia harus selalau merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan

sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak

boleh bersikap maupun memaki kata-kata yang dapat menyinggung

(44)

9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu

diusahakan agar narapidana mendapat mata pencaharian unntuk keluarga

dengan jalan menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan

anak-anak disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi

kesempatan kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga

pemasyarakatan.

10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai

dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan

lembaga-lembaga yang berada ditengah-tengah kota ke tempat yang sesuai

kebutuhan proses pemasyarakatan (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 8).

Sistem baru ini kemudian dikenal dengan nama “Sistem Pemasyarakatan”

yang merupakan tujuan dari pidana penjara. Sistem pemasyarakatan merupakan

suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, bertujuan mengembalikan

narapidana sebagai warga negara yang baik,dan merupakan penerapan serta

bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yanng terkandung dalam Pancasila.

Dalam pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena

dalam sistem pemasyarakatan, narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja

sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai. Didasarkan atas pertimbangan

sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang

didalam kehidupan sehari-hari berpedoman kepada filsafah Pancasila. Sistem

pemasyarakatan yang dikenal adalah suatu pembinaan narapidana yang

didasarkan Pancasila sebagai Falsafah bangsa Indonesia dan memandang

narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu dan sekaligus sebagai

(45)

2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 31 pasal 1 ayat (1) tahun 1999

tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana yang dimaksud “pembinaan

adalah suatu aktivitas untuk yang ditujukan bagi narapidana guna meningkatkan

kualitas iman dan ketakwaan, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan

jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan”.

Pembinaan merupakan suatu cara untuk dapat meningkatkan,

mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta sikap

seseorang atau kelompok sehubungan dengan kegiatan, dan pekerjaan. Pembinaan

terkait dengan pengembangan manusia sebagai bagian dari pendidikan, baik

ditinjau dari segi teoritis maupun praktis. Dari segi teoritis, yaitu pengembangan

pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan dari segi praktisnya lebih ditekankan

pada pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Pembinaan merupakan

kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah dan teratur secara

bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan kemampuan serta

sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan (Saleh, 2004 : 23).

Pembinaan secara perorangan adalah pembinaan yang diberikan kepada

narapidana agar membawa banyak perubahan bagi narapidana, hal ini dilakukan

karena tingkat kematangan setiap narapidana tidak sama. Dalam pembinaan

perorangan pembinaan yang dicapai lebih maksimmal karena lebih mendekatkan

petugas dengan narapidana. Peran petugas dalam pembinaan ini hanya sebagai

fasilitator, motivator agar narapidana mampu memecahkan masalah yang

(46)

Pembinaan secara kelompok adalah pembinaan yang dilakukan dengan

metode ceramah, tanya jawab dan diskusi dengan berkelompok untuk tujuan

tertentu. Dalam pembinaan ini peran kelompok harus tetap dilibatkan jadi tidak

hanya pembina saja yang aktif yang dibina juga harus aktif dalam pembinaan.

Materi pembinaan tidak harus datang dari pembina tetapi juga dari narapidana

atau menjalankan materi yang telah menjadi kesepakatan (Badan Permbinaan

Hukum Nasional, 2003 : 17).

Berdasarkan pengertian dan kutipan diatas dapat disimpulkan pembinaan

adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang

menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu

metode sosial case work : cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan

mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.

2.4.2.1 Wujud Pembinaan

Wujud pembinaan merupakan realisasi dari asas hukum yang berlaku di

Indonesia yang sesuai Falsafah Pancasila. Hukuman bagi pelaku kejahatan akan

kehilangan kebebasannya sesuai keputusan hukum pidana yang ditempatkan di

lembaga pemasyarakatan untuk rehabilitasi dengan menjalani pembinaan

(Rajagukguk, 2008 : 27).

Wujud pembinaan adalah adalah :

1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang

meliputi :

a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara, buta angka,

(47)

b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya.

c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama.

d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain.

e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan

rohani melaui : olahraga, hiburan segar, membaca.

2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga

pemasyarakatan :

a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan.

b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain.

c. Beribadah, sembahyang di mesjid, gereja dan lain sebagainya.

d. Berolahraga bersama masyarakat.

e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas (Aroma, 2003 : 49).

2.4.2.2 Proses Pembinaan

Setiap pembinaan berhak mendapatkan remisi, asimilasi, pembebasan

bersyarat, Cuti menjelang bebas sebagai proses pembinaan narapidana di dalam

kehidupan pemasyarakatan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang

diberikan kepada narapidana karena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Asimilasi diperoleh jika

narapidana telah menjalani 1/2 (setengah) dari masa pidana dikurangi masa

tahanan dan remisi. Pembebasan bersyarat diperoleh jika narapidana telah

menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi.

Cuti menjelang bebas diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga)

dari masa pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi (Kusumah, 2007 :

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3Daftar Menu Makanan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II
Tabel 5.1Distribusi Responden Berdasarkan Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode pemberian tugas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode yang dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempelajari suatu

Dugaan ini rnendukung pernyataan Morais dan Morais (1994) dalarn Barletta- Bergan ef a/., (2002) yang rnenyatakan bahwa kelirnpahan relatif larva ikan di estuaria daerah

[r]

Lampiran 24 : Analisis Duncan's Multiple Range Test (DMRT) laju pertumbuhan katak lembu pada akhir penelitian (30 hari).. Lampiran 25 : Grafik respon dosis tiroksin dan

Judul Skripsi : PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR ANTARA SISWA YANG MENDERITA GONDOK DAN TIDAK MENDERITA GONDOK DI SDN GONGGANG 4 KECAMATAN PONCOL KABUPATEN MAGETAN

Eksistentialisme and Humanisme edisi terjemahan cetakan I .Yogyakarta: Pustaka Pelakjar.. The Existentialism of Jean-Paul Sartre , New York:

Injeksi air ( waterflood ) merupakan metode perolehan minyak tahap kedua dengan menginjeksikan fluida ke dalam reservoir sebagai tambahan energi, untuk mendapatkan perolehan

Yang termasuk dengan pemerintahan nagori ialah pangulu dan