UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ridwan Ridho Silalahi
Nim : 070902017
ABSTRAK
Respon Narapidan Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 105 halaman, 33 daftar tabel, 2 daftar daftar gambar dan lampiran)
Saat ini kita ketahui bahwa kejahatan semakin berkembang pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Dan agar kejahatan tidak terus terulang maka dibuatkan sanksi bagi para pelaku kejahatan yaitu kurungan penjara. Nantinya para pelaku kejahatan akan di tempatkan di lembaga pemasyarakatan dan diberikan pembinaan untuk memperbaiki dirinya. Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan progran pembinaan kepada narapidananya. Hal ini tidak serta merta mengurangi jumlah pelaku kejahatan yang masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dimana jumlah populasi penelitian sebanyak 300 dan menggunakan teknik penarikan sampel yaitu proporsional purposive sampling yaitu jumlah populasi dibagi dengan 10 atau 10% dari 300 orang yaitu 30 orang. Dan dalam mengumpulkan data digunakan metode kuesioner, observasi dan wawancara. Dilakukan teknik pengukuran data dengan menggunakan skal likert agar dapat mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan. Responden diberikan angket dan jawaban dari responden di tuangkan dalam bentuk tabel kemudian selanjutnya dilakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan skala likert.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif yang dilihat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan skala likert, dimana persepsi narapidana mempunyai nilai 0,786, sikap narapidana mempunyai nilai 0,786, dan persepsi narapidana mempunyai nilai 0,585. Hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,719. Ada beberepa hambatan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berhasil yaitu terhambat masalah keuangan dan anggaran dari pemerintah, minimnya sarana dan prasarana serta padatnya narapidana dan tidak sesuai dengan ruangan yang tersedia. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dari hasil yang diperoleh, lembaga dapat menambah dan meningkatkan mutu atau kualitas dari pembinaan yang ada.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENSE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Ridwan Ridho Silalahi Nim : 070902017
ABSTRACT
Response to The Inmates in a Correctional Institution Development Program Class II A child Tanjung Gusta Medan (This thesis consists of 6 chapters, 105 pages, 33 tables lists, two lists list of images and attachments)
Nowadays we know that crime is growing rapidly along with the development of science and technology . Crime can happen anywhere , anytime and can happen to anyone . And that crime does not continue to happen then made sanctions for perpetrators of crimes is imprisonment. Later, the perpetrators will be placed in prisons and given guidance to improve himself . Penitentiary II Class - A Child Medan Tanjung Gusta penitentiary is one that is in the province of North Sumatra who implement the program guidance to inmates . This does not necessarily reduce the number of offenders entering the prison . Thus the need to know how to respond to the inmates in the program guidance provided Penitentiary II Class -A Children's Tanjung Gusta Medan .
The study is descriptive in which a study population of 300 and using sampling techniques that purposive sampling proportional population size divided by 10 or 10 % of 300 people is 30 people . And the methods used to collect data questionnaire , observation and interview . Do the data measurement techniques using Likert SKAL order to measure the perceptions , attitudes and participation of the inmates were given coaching program . Respondents were given a questionnaire and the answers of the respondents in the table and then pour in the form of quantitative data analysis is then performed using a Likert scale .
Based on the results of this study concluded that the inmate 's response to the program was very good and positive development seen through the results of a calculation using a Likert scale , which has a value of 0.786 inmates perceptions , attitudes inmate has a value of 0.786 , and the perception of value has 0,585 inmates . The average yield was 0.719 grading scale . There beberepa bottleneck in realizing a good and successful coaching is hampered financial problems and budget of the government , lack of infrastructure and density of inmates and not according to the space available . It should receive special attention from the government . From the results obtained , the agency can increase and improve the quality or the quality of coaching available .
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan Hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Shalawat
beriring salam juga tak henti-hentinya saya haturkan kepada Junjungan Besar
Muhammad SAW yang telah membawa pengetahuan di dunia yang sehingga
sedikitnya saya bisa merasakan dan mengamalkan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan guna menggapai kesempurnaan baik di dunia maupun akhirat kelak.
Amin.
Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah
kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya, hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis.
Maka dengan kerendahan hati, Penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang
dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.
Banyak elemen yang sangat membantu di dalam penyusunan skripsi saya
ini, dan dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kepada Kedua Orang Tua saya, Ayahanda Alm. Ramlan Silalahi dan Ibu
tersayang Nuraini yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan
moril dan materil selama perkuliahan hingga ke tahap penyelesaian skripsi
ini. Demikian pula terima kasih Abangku Rusdi Silalahi dan Kakakku
Jamilah Silalahi dan Masita Silalahi yang memberi dukungan dan
perhatiannya.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
3. Ibu Hairani Siregar, M.Sp selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara.
4. Bapak Husni Thamrin, S.Sos. M.Sp selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta
memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan,
bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan.
6. Bapak Leonardo. P. SH, selaku KASUBSI BIMPAS di Lembaga
Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta yang telah mengizinkan
Penulis untuk melakukan penelitian di lembaga tersebut serta bantuan staff
Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.
7. Spesial buat gadis minang yg sudah menemani saya selama tiga tahun
terakhir ini. Menjadi penyemangat dan selalu memberi dukungan kepada
saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Makasih banyak Oci Notalia dan
tetap semangat untuk menyelesaikan kuliahnya
8. Sahabat-sahabat saya di Stambuk 2007 IKS, spesial buat MOKONDO
COMUNITY (Dika yang selalu mensupport saya, Rholand yang
memotivasi dengan santai, Acong warga tionghoa dengan bermacam
organisasinya, Amir anak jakarte dengan minyak anginnye, Baim teman
duet dilapangan bola ketika memperkuat FSIP FC dan Persiks Kessos,
Boy yang rezekynya cukup bagus, Ferdi dengan jiwa pemimpin yg luar
biasa, Ojan lemot oon namun sangat kreatif, Endika, dan Rizal). Dan
9. Temanku diluar FISIP yang membantu memotivasi dalam penyelesaian
skripsi ini seperti Robby, Arion, dan Ozie L. Sukses selalu buat kalian.
10. Keluarga besar HORE-HORE FUTSAL CLUB (Om Dody selaku
Manager H2C, Tante Rina, dan semua pemain H2C) semoga H2C semakin
berjaya. Amin.
11. Keluarga besar SMA KARTIKA I-1 FUTSAL CLUB dan keluarga besar
ARSENAL INDONESIA SUPPORTER.
12. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung
dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya
ucapkan. Biarlah ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk
keharuman dan kebanggaan almamater kita.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik
guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi kita dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.
Medan, 31 Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK ...i
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR ...xii
DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...14
1.3 Tujuan Penelitian ...14
1.4 Manfaat Penelitian ...14
1.5 Sistematika Penulisan ...15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ...17
2.2 Narapidana ...19
2.2.1 Pengertian Narapidana ...19
2.2.2 Pengertian Narapidana Anak ...21
2.2.3 Hak dan Kewajiban Narapidana...22
2.3 Lembaga Pemasyarakatan ...23
2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan ...23
2.4 Sistem Pemasyarakatan ...26
2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan ...26
2.4.2 Pembinaan dalam Sitem Pemasyarakatan ...30
2.4.2.1 Wujud Pembinaan ...31
2.4.2.2 Proses Pembinaan ...32
2.4.2.3 Tujuan Pembinaan ...33
2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan ...35
2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial ...36
2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial ...36
2.5.2 Keberfungsian Sosial ...38
2.6 Kerangka Pemikiran ...39
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ...42
2.7.1 Defenisi Konsep ...42
2.7.2 Defenisi Operasional ...43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...44
3.2 Lokasi Penelitian ...44
3.3 Populasi dan Sampel ...45
3.3.1 Populasi ...45
3.3.2 Sampel ...45
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...46
3.5 Teknik Analisa Data ...47
4.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan
Klas-II Anak Tanjung Gusta Medan ...50
4.3 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...51
4.4 Deskripsi Pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...52
4.5 Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak ...55
4.6 Fasilitas dan Bangunan ...61
BAB V ANALISA DATA 5.1 Analisa Identitas Responden ...64
5.2 Analisa Data Penelitian ...73
5.2.1 Persepsi Narapida terhadap Program Pembinaan ...73
5.2.2 Sikap Narapidana terhadap Program Pembinaan ...82
5.2.3 Partisipasi Narapida terhadap Program Pembinaan ..90
5.2.4 Respon Narapida Terhadap Program Pembinaan ...98
5.3 Temuan Studi Lapangan/ Interpretasi ...101
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ...103
6.2 Saran ...104
DAFTAR TABEL
TABEL JUDUL HALAMAN
1.1 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak
Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Usia ...7
1.2 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Jenis Penahanan ...7
4.1 Organisasi Pegawai Lembaga Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Tanjung Gusta Medan ...54
4.2 Kegiatan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...57
4.3 Daftar Menu Makanan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan ...60
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ...64
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ...65
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ...66
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah ...67
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...68
5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Pidana ...70
5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman ...71
5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hukuman yang Telah Dijalani ...72
5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai Jenis-jenis pembinaan ...74
Pembinaan dengan Program Pembinaan ...75
5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Petugas dalam
Menjelaskan Program Pembinaan yang diberikan ...76
5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman terhadap
Tujuan Pembinaan ...77
5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perlakuan Petugas ...78
5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Situasi Kapasitas Kamar
Tidur ...79
5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat tentang Sarana
Dan Prasarana ...80
5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan
Untuk Membentu Karakter yang Baik ...83
5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinnaan
Terhadap Meningkatnya Pengetahuan, Keterampilan, dan
Keimanan ...84
5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Manfaat Pembinaan
yang diberikan ...85
5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Menu Makanan yang
Disediakan ...86
5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas dalam
Menangani Narapidana yang Sakit ...87
5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Perbaikan Sarana dan
Prasarana di LP ...88
5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pendidikan Umum ...90
5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pembinaan Rohani ...92
5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Keluarga ...93
5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Rekreasi ...94
5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Ketetapan Jadwal Kegiatan
Pembinaan ...95
5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Terhadap
DAFTAR GAMBAR
2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ...41
4.3 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Ridwan Ridho Silalahi
Nim : 070902017
ABSTRAK
Respon Narapidan Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak tanjung Gusta Medan (Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 105 halaman, 33 daftar tabel, 2 daftar daftar gambar dan lampiran)
Saat ini kita ketahui bahwa kejahatan semakin berkembang pesat seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kejahatan bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dapat menimpa siapa saja. Dan agar kejahatan tidak terus terulang maka dibuatkan sanksi bagi para pelaku kejahatan yaitu kurungan penjara. Nantinya para pelaku kejahatan akan di tempatkan di lembaga pemasyarakatan dan diberikan pembinaan untuk memperbaiki dirinya. Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan progran pembinaan kepada narapidananya. Hal ini tidak serta merta mengurangi jumlah pelaku kejahatan yang masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dimana jumlah populasi penelitian sebanyak 300 dan menggunakan teknik penarikan sampel yaitu proporsional purposive sampling yaitu jumlah populasi dibagi dengan 10 atau 10% dari 300 orang yaitu 30 orang. Dan dalam mengumpulkan data digunakan metode kuesioner, observasi dan wawancara. Dilakukan teknik pengukuran data dengan menggunakan skal likert agar dapat mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang diberikan. Responden diberikan angket dan jawaban dari responden di tuangkan dalam bentuk tabel kemudian selanjutnya dilakukan analisis data kuantitatif dengan menggunakan skala likert.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif yang dilihat melalui hasil penghitungan dengan menggunakan skala likert, dimana persepsi narapidana mempunyai nilai 0,786, sikap narapidana mempunyai nilai 0,786, dan persepsi narapidana mempunyai nilai 0,585. Hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,719. Ada beberepa hambatan dalam mewujudkan pembinaan yang baik dan berhasil yaitu terhambat masalah keuangan dan anggaran dari pemerintah, minimnya sarana dan prasarana serta padatnya narapidana dan tidak sesuai dengan ruangan yang tersedia. Hal ini harusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Dari hasil yang diperoleh, lembaga dapat menambah dan meningkatkan mutu atau kualitas dari pembinaan yang ada.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENSE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Ridwan Ridho Silalahi Nim : 070902017
ABSTRACT
Response to The Inmates in a Correctional Institution Development Program Class II A child Tanjung Gusta Medan (This thesis consists of 6 chapters, 105 pages, 33 tables lists, two lists list of images and attachments)
Nowadays we know that crime is growing rapidly along with the development of science and technology . Crime can happen anywhere , anytime and can happen to anyone . And that crime does not continue to happen then made sanctions for perpetrators of crimes is imprisonment. Later, the perpetrators will be placed in prisons and given guidance to improve himself . Penitentiary II Class - A Child Medan Tanjung Gusta penitentiary is one that is in the province of North Sumatra who implement the program guidance to inmates . This does not necessarily reduce the number of offenders entering the prison . Thus the need to know how to respond to the inmates in the program guidance provided Penitentiary II Class -A Children's Tanjung Gusta Medan .
The study is descriptive in which a study population of 300 and using sampling techniques that purposive sampling proportional population size divided by 10 or 10 % of 300 people is 30 people . And the methods used to collect data questionnaire , observation and interview . Do the data measurement techniques using Likert SKAL order to measure the perceptions , attitudes and participation of the inmates were given coaching program . Respondents were given a questionnaire and the answers of the respondents in the table and then pour in the form of quantitative data analysis is then performed using a Likert scale .
Based on the results of this study concluded that the inmate 's response to the program was very good and positive development seen through the results of a calculation using a Likert scale , which has a value of 0.786 inmates perceptions , attitudes inmate has a value of 0.786 , and the perception of value has 0,585 inmates . The average yield was 0.719 grading scale . There beberepa bottleneck in realizing a good and successful coaching is hampered financial problems and budget of the government , lack of infrastructure and density of inmates and not according to the space available . It should receive special attention from the government . From the results obtained , the agency can increase and improve the quality or the quality of coaching available .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya
pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari hari menimbulkan
berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat.
Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan social, ketentraman dan
kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah social yang tidak akan mungkin
dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih
mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hokum terkait dalam
kejahatan. Masalah social khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat
jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga
mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan. (Kusumah, 2007 : 32).
Hukum pada dasarnya adalah suatu jalan untuk menyelesaikan suatu
masalah atau konflik kepentingan. Manusia pada dasarnya tidak akan pernah lepas
dan akan selalu menghadapi masalah. Hukum berfungsi untuk menyelesaikan
masalah atau konflik kepentingan tersebut sehingga pada dasarnya manusia akan
hidup dengan hukum dan berhadapan dengan hukum. Anak adalah amanah
sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena
dalam dirinya melekat harkat dan martabat dan hak-hak yang harus dijunjung
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang
berkualitas diperlukan pembinaan terus menerus demi kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta perlindungan dari
hal yang membahayakan. Dalam hal upaya perlindungan tersebut kadang-kadang
dijumapi penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari ini terdapat
anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial
dan ekonomi. Seiring dengan laju perkembangan industrialisasi dan urbanisasi
tingkat kejahatan begitu meningkat. Bentuk dan jenis kejahatan ternyata tidak
hanya dari kalangan orang dewasa saja, akan tetapi anak-anak juga pelaku
kejahatan. Kejahatan yang dilakukan oleh anak pada umunya disertai dengan
unsur mental dan motif subyektif yaitu untuk mencapai objek tertentu dengan
diserta kekerasan dan agresi. Anak dalam usia remaja merupakan usia yang
produktif dan cepat tanggap dalam menerima hal-hal baru karena pada usia-usia
ini perkembangan otak sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak
terkadang tidak mampu dipahami secara baik oleh si anak dan hal tersebut dapat
menjadi masalah bagi anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak melakukan
kejahatan. Orang tua, keluarga, dan masyarakat harus bertanggung jawab dan
menjaga serta memelihara hak azasi anak sesuai dengan kewajiban yang
dibebankan oleh hukum. Anak sebagian dari generasi muda merupakan penerus
cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan
nasional. Dengan pentingnya peran anak ini, dalam Pembukaan UUD 1945 telah
diamanatkan kepada Bangssa Indonesia yang termuat dalam tujuan Negara
Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia,
mencerdaskan kehidupan Bangsa serta menjamin setiap anak atas
Tindakan kejahatan akan terjadi bila niat pelaku dibarengi dengan
kesempatan melakukan tindakan tersebut. Kejahatan bisa dilakukan kapan saja
dan dimana saja, karena itu kita tidak bias memprediksi kapan kejahatan itu terjadi
dan siapa yang akan melakukan kejahatan tersebut. Kejahatan dapat dilakukan
siapa saja, anak-anak, orang dewasa, atau bahkan orang tua. Baik yang berjenis
kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kejahatan yang semakin meningkat
disebabkan sanksi yang diberikan terhadap pelaku kejahatan tidak berjalan efektif
sehingga para pelaku kejahatan tidak takut ataupun jera terhadap sanksi
pelanggaran itu. (Aroma, 2003 : 11).
Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana adalah
pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan
akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini
Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelayanan teknis dibidang
pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki,
dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi
kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat menyongsong masa depan
yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri,
bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa
dan Negara sehingga dapt kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima
di tengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.
Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo (1963)
yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan
di Lembaga Pemasyarakatan dengan cara bertahap. Narapidana harus selalu
diperhatikan oleh pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga
perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna
ditengah masyarakat. Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama
pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964. Adalah Dr. Sahardjo S.H.
melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem
kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. Tidak bias dipungkiri bahwa sebagai
suatu disiplin ilmu pengetahuan, pemasyarakatan banyak mengalami hambatan,
rintangan, halangan, dan tantangan dalam penerapan disiplin ilmunya.(Dr.
Sahardjo S.H. dalam C.L Harsono : 1).
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran–pemikiran
mengenai fungsi Pemasyarakatan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga
merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan
Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang di namakan
dengan sistem Pemasyarakatan.
Pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang
dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Bandung dilakukan sebagai pengganti
kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam Konferensi ini dinyatakan sebagai suatu
sistem Pembinaan terhadap para pelanggar Hukum dan sebagai suatu
pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi social atau
pulihnya kesatuan hubungan Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masayarakat.
Dalam pengembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem Pemasyarakatan
yang telah dilaksanakan sejak tahun 1964 semakin mantap dengan
diundangkannya Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan. Dalam pasal 12 menyatakan bahwa “Sistem Pemasyarakatan
menjadi manusia seutuhnya yang menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan
tidak mengulangi tindak pidana sehinga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga
yang baik dan bertanggung jawab”.
Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun
1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta tata Cara Pelaksana Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang
melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang
harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan.
Dengan Undang–Undang Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha – usaha
dalam mewujutkan suatu sistem Pemasyarakatan. Sebagai tatanan mengenai arah
dan batas serta cara Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan
masyarakat untuk meningkatkan kualitas–kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dalam sistem pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan narapidana yang
menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode
mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahnnya, memotivasi
memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan
keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali
hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan
Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas
pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta
bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem
Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan warga binaan Pemasyarakatan
sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan
diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilai
yang terkandung dalam Pancasila. (Aroma, 2003 :37)
Umumnya setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya di dalam
lembaga pemasyarakatan yang telah dibina dan dibekali dengan pendidikan
umum, agama dan keterampilan banyak masyarakat menganggap bahwa mantan
narapidana adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari, diwaspadai bahkan
diasingkan dari pergaulan masyarakat, sehingga mereka cenderung sulit untuk
bersosialisasi, mencari pekerjaan sehingga dapat mengulangi perbuatannya yang
disebut residivis. Msayarakat banyak menganggap bahwa lembaga
pemasyarakatan sampai saat ini masih menggunakan sistem kepenjaraan yang
membuat narapidan jera dengan sanksi kekerasan dan menganggap lembaga
pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan (Kusumah, 2007 :57)
Lembaga Pemasyarakatan Klas-II anak Tanjung Gusta medan adalah salah
satu lembaga Pemasyarakatan yang ada di Sumatera Utara dan merupakan instansi
pemerintah dan sebagai pelaksana program pembinaan, yang menampung,
merawat dan membina masyarakat yang berkonflik dengan hukum yang berasal
dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun Lembaga
Pemasyarakatan Klas-II anak Tanjung Gusta kota medan menjalankan program
Tabel 1.1
Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Usia
Tabel 1.2
Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Jenis Penahanan/ Narapidana
Tahanan Anak 238 Orang 30,82%
Tahanan Anak Remaja 242 Orang 31,34%
Narapidana Anak 235 Orang 30,44%
Narapidana Anak Remaja 57 Orang 7,34%
Jumalh 772 Orang 99,98%
Sumber Data : (Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Medan, 2012)
Dari hasil prasurvei yang dilakukan di Lembaga Pemasyraratan Klas-II A
Anak Tanjung Gusta Medan narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali dalam
sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan
bangunan dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari blok narapidana, ruang
11 s/d 18 Tahun 473 Orang 61,26 %
19 s/d Tahun 299 Orng 38,73 %
portir, pos pengamanan, gudang arsip, ruang konsultasi, ruang kelas/ belajar, aula,
tempat ibadah, perpustakaan, ruang kunjungan, dapur, poliklinik, ruang pelatihan
kerja, ruang serbaguna, dan garasi.
Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan di titik beratkan pada
program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan terbagi atas 4(empat)
ruang lingkup pembinaann yakni ;
1. Pendidikan Umum, bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai
pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya.
2. Pendidikan Keterampilan, bertujuan agar narapidana memiliki
kemandirian melalui keterampilan yang berguna di kemudian hari.
3. Pendidikan Rohani, yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam
menata dan mempelajari bekal di masa depan.
4. Kegiatan Rekreasi, meliputi olahraga, hiburan, membaca yang bertujuan
agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyagaran pikiran.
Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga
Peamsyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan bertujuan untuk
mempersiapkan agar narapidana berani dan siap menyongsong masa depannya .
Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana
yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, dan
substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan
prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga
kerukunan, baik diantara sesama warga binaa sehingga pembinaan dalam
Lembaga Pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program
pembinaan dapat tercapai terutama bagi narapidana.
Timur Arif Riyadi dalam jurnalnya membahas tentang “Mereka yang
Hidup Tersandera oleh Ideologi”. Di sudut ruangan itu, mereka tampak diam.
Sesekali suara obrolan diskusi ringan terdengar. Tak berapa lama wajah mereka
memandang langit di luar gedung yang terlihat tinggi. Ditatapnya pagi mendung
itu. Setelah rintik hujan turun menyapa hari. Usai menyantap sarapan, sebagian
dari mereka terlihat membaca buku, sebagian lagi keluar dari ruangan sempit yang
penuh sesak. Ya, mereka adalah para narapidana terlibat serangkaian kejahatan
terorisme di sejumlah wilayah Indonesia, yang ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Tampak Fadli Sadama tengah duduk bersila sambil membaca sebuah
buku. Fadli Sadama Bin Mahmudin alias Acin Zaid alias Fernando alias Buyung
alias Ade, adalah pelaku perancang perampokan Bank CIMB Niaga Jalan AR
Hakim Medan, penyedia senjata api, dan perancang penyerangan kantor polisi
Mapolsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, menyebabkan tiga aparat
kepolisian yang tengah bertugas tewas ditembak secara membabi buta. Dia
divonis 11 tahun penjara.
Di sudut ruangan lain juga terlihat terpidana teroris lainnya, yaitu Marwan
alias Wak Geng alias Nanong. Dia adalah penembak tiga aparat kepolisian
bertugas di Polsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian, Abdul
Samson, Pamriyanto alias Suryo Putro, Zumirin alias Sobrin alias Abu Azzam,
dan Pautan alias Roi.
Selain itu ada Suriadi alias Adi alias Aad, Muhamad Chair alias Butong
dan Zumirin, Anton Sujarwo, Suryadi alias Adi Saad, Nibras alias awan alias
Arab, dan Agus Sunyoto. Para terpidana terorisme ini divonis 10 hingga 15 tahun
penjara. Wajah mereka tampak terlihat bersih dan rapi. Saling tersenyum dan
berbicara lembut terdengar di telinga.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM),
menempatkan terpidana terorisme ini dalam ruangan khusus, atau tempat para
narapidana terorisme ini menjalani hukumannya berbeda dengan ruang tahanan
narapidana kasus pidana umum yang juga ditahan di Lapas Tanjung Gusta Medan.
Di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, terdapat 21 terpidana terorisme yang
tengah menjalani hukuman penjara. Mereka adalah terpidana terorisme kelompok
Jantho, Aceh Besar, Provinsi Aceh, dengan jumlah delapan orang. Lima orang
sudah dikirim ke Lapas Banda Aceh. Yang lain belum dikirim ke Lapas Banda
Aceh karena pertimbangan kondisi keamanan di sana.
Sebagian besar dari mereka meminta dipindahkan ke Lapas Banda Aceh
agar bisa dekat dengan keluarga. Itu menurut Kemekum HAM hal yang positif,
sebab bisa membuat narapidana terorisme ini lebih terdoktrin sadar dan taubat
serta tidak lagi turut serta dalam jaringan kelompok terorisme di Indonesia jika
bebas nanti. Selanjutnya ada 13 orang terpidana terorisme perkara perampokan
Bank CIMB Niaga Jalan AR Hakim Medan dan penyerangan kantor kepolisian di
Mapolsekta Hamparan Perak menyebabkan tiga anggota kepolisian tewas
Rusia keluaran terbaru. Satu orang terpidana terorisme CIMB Niaga Medan, atas
nama Jaja Miharja Fadilah alias Syafrisal, yang sebelumnya juga menjalani
hukuman di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, pada tanggal 10 Desember 2012
dijemput oleh tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dan dibawa ke Jakarta untuk
keperluan penyidikan tersangka terorisme lain yang belum tertangkap dan masih
diburu.
Satu orang terpidana lainnya atas nama Khairul Gazali, dititipkan ke
tahanan Polresta Medan. Dia dipindahkan, karena ada pemahaman berbeda
dengan terpidana teroris lainnya. Sehingga mengantisipasi hal yang tidak
diinginkan, menjadi alasan pemindahannya. Mereka semua adalah kelompok
terorisme jaringan Toni Togar, yang sudah ditangkap dan menjalani hukuman
penjara selama belasan tahun, di salah satu lokasi tahanan di Indonesia yang tidak
disebutkan lokasinya oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Kalapas Kelas I Tanjung Gusta Medan, Ajub Suratman, saat berbincang dengan
Jurnal Nasional di sela-sela tugasnya melakukan pembinaan terhadap ribuan
narapidana yang ada di sana menjelaskan, untuk proses pembinaan terhadap
narapidana khusus seperti kejahatan terorisme ini, mereka terpaksa melakukan
konsep atau program tambahan. Itu dilakukan, mengingat para narapidana
terorisme ini memiliki pikiran dan pemahaman berbeda soal berbangsa dan
bernegara.
Dijelaskannya, untuk terpidana terorisme ini, dilakukan pembinaan dan
penanganan sendiri. Ada perbedaan penanganan dilakukan oleh Lapas Tanjung
Gusta Medan. Sebab kalau terpidana teroris Jantoe Aceh motifnya tidak
Medan melakukan perampokan dan pembunuhan bahkan penyerangan terhadap
kantor polisi di Polsekta Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.
"Perlu penanganan secara komperhensif dari berbagai unsur, dan tidak hanya
dilakukan oleh petugas lapas saja," ujar Ajub.
"Dari BNPT diharapkan memfasilitasi agar pengawalan juga dibantu.
Penambahan anggaran pembinaan juga sangat diperlukan, karena anggaran di
Lapas terbatas," ujarnya menambahkan.
Penanganan Khusus
Lebih jauh Ajub, menyatakan agar tidak menyebarkan faham radikal,
maka penanganan yang dilakukan terhadap terpidana teroris ini dilakukan secara
khusus, supaya tidak menyebarkan virus dan doktrin radikal. Selama ini, para
narapidana terorisme itu dijadikan satu dan dipisahkan dengan narapidana umum
lainnya. Itu dilakukan agar mudah dimonitoring dan pengawasan serta pembinaan
lebih terstruktur. Sebab jika dipisah-pisah atau dipecah seperti lidi agar gampang
dipatah, itu belum tentu berhasil bahkan bisa menyebarkan atau menularkan virus
dan paham radikal, atau malah dapat mempengaruhi narapidana lainnya sehingga
akan semakin berbahaya.
Dia menyebutkan, para tahanan terorisme itu ditempatkan di dalam satu
gedung, yaitu di lantai dua dan di lantai tiga. Kamarnya juga tersendiri dan tidak
dicampur dengan narapidana lain, tetapi satu gedung yaitu di gedung T7 terletak
di lantai dua satu kelompok, satu kelompok lagi ditempatkan di lantai tiga.
Mereka diberikan satu kamar masing-masing kelompok, supaya jangan
diibaratkan memakan buah simalakama. Sebab, pembinaan atau penempatan
khusus bagi mereka dalam penjara, belum 100 persen optimal. Di dalam, mereka
masih tetap kuat. Sehingga menjadi dilema bagi petugas Lapas Tanjung Gusta
Medan.
"Mereka masih kuat meski di dalam penjara. Saat saya melihat
menemuinya, mereka bahkan mengeluarkan kalimat yang begitu menyeramkan.
Katanya jangankan pegawai Lapas, negara saja saya lawan. Sehingga
mengantisipasinya, maka dilakukan pendekatan yang betul-betul pas agar bisa
diterima," katanya menirukan kalimat para terpidana terorisme yang ditahan di
Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan (
http://www.jurnas.com/halaman/12/2013-03-13/236661, Jurnal Nasional Oleh Timur Arif Riyadi, dilihat pada tanggal 01
April pukul 13.25 WIB )
Dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan keterkaitan dan partisipasi narapidana
sebagai warga binaan cukup baik. Partisipasi narapidana dilihat dari aktvitas
mengikuti pembinaan seperti belajar paket A, membuat kerajian tangan, pengajian
dan kebaktian serta kegiatan-kegiatan olahraga. Seluruh kegiatan narapidana
dilakukan sesuai jadwal dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga
program pembinaan dapat berjalan dengan baik.
Dari titik tolak uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Respon Narapidana
Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis
dapat merumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: “bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk
mengetahui respon narapidana dalam pelaksanaan program pembinaan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas-II A Anak Tanjung Gusta Medan yang diukur dari
persepsi, sikap, dan partisipasi.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu
Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial di
masyarakat.
2. Bagi penulis dapat berguna dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan
Sosial dan bagi Lembaga Pemasyarakatan yang terkait dalam
melaksanakan pembinaan terhadap narapidana.
3. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka
pengembangan konsep-konsep dan teori-teori dalam rangka melakukan
intervensi pelayanan sosial terhadap narapidana di Lembaga
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan,
kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta
teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum
lokasi penelitian dan data-data lain yang turut
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari
hasil penelitian beserta dengan hasilnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon
Pada pengamatan berlangsung perangsang-perangsang. Stimulus berarti
rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk
memunculkan tanggapan. Respon lambat laut tertanam atau diperkuat melalui
percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002 : 23). Respon diartikan sebagai
suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud balik sebelum yang mendetail,
penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada
fenomena tertentu. (Sarwono, 2002 : 44).
Menurut Louis Thursone respon merupakan jumlah kecendrungan dan
perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide,
suatu hal yang khusus. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena
sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku
dalam menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau
sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon
mereka terhadap kondisi tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
sikap dapat melalui :
1. Pengaruh atau penolakan.
2. Penilaian.
3. Suka atau tidak suka.
Menurut Cruthefield perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana
respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti
perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni
cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang
disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi
dan psikomotorik.
Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon, yaitu :
1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam
rangsangan fisik.
2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si
pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu
(Cruthefield dalam Sarwono, 2002 : 53)
Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu Respon
seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman
terhadap objek respon tersebut. Seseorang dapat dilihat respon positifnya melalui
tahap kognisi, afeks, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat
dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar ataupun perubahan
terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari
dan membenci persepsi, sikap dan partisipasi.
Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan
suatu pencatatan yang benar terhadap situasi yang baru dirasakan atau diterima.
Persepsi juga merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang
dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan,
Sikap merupakan keyakinan atau pendapat seseorang mengenai situasi atau
objek yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar
kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berprilaku dalam cara tertentu
yang dipilihnya. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi,
mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari,
membenci suatu objek. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon
seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi
lain (Rakhmat 2005 : 61).
Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
bahkan mutlak diperlukkan dalam mengukur respon. Partisipasi berasal dari
bahasa Inggris yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses
pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan
(Suprapto, 2007 : 8).
Dalam partisipasi, hal yang banyak mempengaruhi adalah luasnya
pengetahuan seseorang tentang suatu hal. Tingkat pengetahuan seseorang yang
dimilikinya tentang suatu hal dapat menentukan suatu niat untuk melakukan
kegiatan. Pengetahuan tersebut mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku.
2.2 Narapidana
2.2.1 Pengertian Narapidana
Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan terpidana tersebut
menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Narapidana ditempatkan di
metode pengenalan diri akan kelemahan dan kelebihannya kareana manusia hanya
bisa dibina apabila mammpu mengenal dirinya. Lingkungan narapidana adalah
suatu pola kegiatan narapidana yang hilang kemerdekaan geraknya sampai waktu
yang ditentukan atas pidana yang dijatuhkan sesuai hukum yang berlaku
(Simanjuntak, 2006 : 21).
Pengertian narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi
kurungan atau sannksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian
narapidana menrut kamus bahasa Indonesia adalah orang hukuman (orang yg
sedang menjalani hukuman krn tindak pidana); atau terhukum.
Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, narapidana
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan. Selanjutnya Harsono (1995) mengatakan narapidana adalah
seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hukum dan harus menjalani
hukuman dan Wilson (2005) mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah
yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik.
Narapidana adalah manusia biasa seperti manusia lainnya hanya karena
melanggar norma hukum yang ada, maka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani
hukuman (Dirjosworo, 1992). Dengan demikian, pengertian narapidana adalah
seseorang yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan,
telah diponis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu bangunan yang
disebut penjara.
Peran keluarga dan lingkungan mampu memberikan motivasi bagi
narapidana untuk dapat menyesuaikan diri. Narapidana tidak berbeda dengan
dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Tetapi yang harus diberantas
adalah faktor-faktor yang menyababkan narapidana berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan hukum, kesusikaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial
lain yang dapat dikenakan pidana
2.2.2 Pengertian Narapidana Anak
Narapidana anak adalah anak yang berusia 11 sampai dengan 21 tahun yang melakukan tindakan kejahatan yang melanggar hukum dan telah di pidana sesuai
dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan anak
yang dipidana tersebut dibina di Lembaga Pemasyarakatan.
Anak dalam usia remaja merupakan usia yang produktif dan cepat tanggap
dalam menerima hal-hal baru karena pada usia-usia ini perkembangan otak
sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak terkadang tidak mampu
dipahami secara baik oleh si anak dan hal tersebut dapat menjadi masalah bagi
anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak melakukan kejahatan. Orang tua,
keluarga, dan masyarakat harus bertanggung jawab dan menjaga serta memelihara
hak azasi anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Anak
sebagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan
sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.
Masalah penegakkan hukum terhadap anak dan hukum anak sendiri
sebenarnya sama dengan masalah penegakkan hukum secara keseluruhan.
Masalah penegakkan hukum anak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah;
a. Peraturan hukumnya yaitu peraturan perundang-undangan yang mengatur
b. Aparat penegak hukum yaitu para petugas hukum atau lembaga yang
berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dalam masyarakat.
2.2.3 Hak dan Kewajiiban Narapidana
Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai
beberapa hak yaitu :
1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi
sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang
merugikan/menimbulkan penderitaan manual, fisik, sosial dari siapa saja.
3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana
ditentukan dalam pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga
Pemasyarakatan adalah :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
b. Mendapat perawatan jasmani dan rohani.
c. Mendapatkan kesempatan unntuk menerima pendidikan.
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
e. Menyampaikan keluhan.
f. Mendapatkan bahan bacaan dan media.
g. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi).
h. Menerima kunjungan keluarga.
i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
j. Mendapat pembebasan bersyarat.
k. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan.
m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.
Kewajiban narapidana ditetapkan pada pasal 15 Undang-Undang No 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu :
1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan
tertentu.
2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LP) 2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah tempat untuk mendidik para
narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam
bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka
ditengah-tengah masyarakat. Lembaga pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam
sistem Peradilan Pidana dan pelaksana putusan Pengadilan (Hukum) tidak
mempersoalkan orang yang hendak direhabilitasi terbukti benar atau salah
(Atmasmita, 2002 : 44).
Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang menganut sistem
pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap
narapidana berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
pembina, warga binaan dan masyarakat. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan kegiatan pembinaan terhadap narapidana berdasarkan sistem,
kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Bagi lembaga
pemasyarakatan, tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata
membalas tapi juga memperbaiki pada intinya mengalami perubahan yang
memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat
(Saleh, 2004 : 40).
2.3.2 Petugas Pemasyarakatan
Petugas pemasyarakatan berbeda dengan sistem penjaraan, dalam sistem
pembinaan lebih menekankan kegiatan narapidana dengan latihan-latihan kerja,
pendidikan dan keterampilan. Petugas pemasyarkatan mempunyai tugas
memperkenalkan narapidana untuk mampu mengenal dan memotivasi untuk
merubah diri sendiri agar menyadari dan tidak mengulangi perbuatannya
(Simanjutak, 2006 : 62).
Berhasilnya tugas mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi
anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada
petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan.
Petugas yang banyak berinteraksi dengan narapidana adalah petugas jaga dan
petugas pembinaan. Petugas jaga mempunyai tugas yaitu mengawasi kegiatan
narapidana sehari-hari termasuk juga kegiatan pembinaan, serta membuat laporan
pada atasannya tentang pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana, untuk
menjatuhkan sanksi terhadap narapidana. Petugas pembinaan memberikan arahan
dan bimbingan selama para narapidana melakukan kegiatan dalam pembinaan.
Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan
1. Berpikir realistis.
2. Mampu mengendalikan emosi. Mempunyai kesadaran diri.
3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain.
4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.
5. Mempunyai kesadaran diri (Aroma, 2003 : 18).
Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah
sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan :
1. Menjunjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.
2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan
pemasyarakatan.
3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan.
4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan.
5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.
6. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan.
7. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
8. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikkap dan
prilaku.
9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan
keamanan.
10. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan
2.4 Sistem Pemasyarakatan
2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan
Dalam perkembangan di lembaga pemasyarakatan, sistem kepenjaraan
diganti dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan secara konseptual
dan historisnya sangat berbeda dengan sistem kepenjaraan. Dalam sistem
pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang
dipandang sebabgai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan
pembalasan melainkan pembinaan yang terarah agar kedepannya dapat
menyadarkan sipelaku kejahatan. Sedangkan pembinaan narapidana dalam sistem
kepenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan
dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep
rehabilitasi dan reintegrasi sosial (Rajagukguk, 2008 : 53).
Pada 15 Juli 1963, penganugrahan gelar Doctor Hounouris Causa ilmu
hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan :
a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita akibat
dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar
bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis
Indonesia yang berguna.
b. Tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan (Sahardjo dalam
Atmasasmita, 2002 : 6)
Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya
Dalam konferensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada 27 April
1964 pokokk-pokok pikiran Sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan dan
dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut :
1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepadanya bekal hidup
sebagai warga negara yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju
ke tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal
hidup tidak hanya berupa finansial dan materiil, tetapi yang juga lebih
adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang yang mempunyai
kemauan dan kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga
negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan
negara.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap
narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara
perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya
kemerdekaannya.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.
Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai norma-norma
kehidupan, serta diberikan kesempatan untuk merenungkan perbuatan yang
lampau.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada
sebelum ia masuk lembaga pemasyarakatan. Karena itu diadakan pemisahan
antara :
a. Yang residivis dan yang bukan residivis.
b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan.
d. Sudah tua (40 tahun keatas, dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun).
e. Orang terpidana dan orang tahanan.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan
dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu
mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan
pengasingan dari masyarakat dalam arti “kultural”. Secara bertahap mereka
akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan
dalam proses pemasyarakatan.
6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu,
atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan negara
sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat
yang ditujukan kepada pembangunan nasional, karena harus ada integrasi
pekerjaan narapidana dengan pembangunan.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. Pendidikan dan
bimbingan harus berisikan asas yang tercantum didalam Pancasila, kepada
narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan
ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan,
bermusyawarah untuk mufakat positif. Narapidana harus untuk kegiatan
demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.
8. Tiap harus manusia harus sebagai layaknya manusia, meskipun telah
tersesat. Tidak boleh selalu ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah
penjahat. Ia harus selalau merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan
sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak
boleh bersikap maupun memaki kata-kata yang dapat menyinggung
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu
diusahakan agar narapidana mendapat mata pencaharian unntuk keluarga
dengan jalan menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan
anak-anak disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi
kesempatan kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga
pemasyarakatan.
10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai
dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan
lembaga-lembaga yang berada ditengah-tengah kota ke tempat yang sesuai
kebutuhan proses pemasyarakatan (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 8).
Sistem baru ini kemudian dikenal dengan nama “Sistem Pemasyarakatan”
yang merupakan tujuan dari pidana penjara. Sistem pemasyarakatan merupakan
suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, bertujuan mengembalikan
narapidana sebagai warga negara yang baik,dan merupakan penerapan serta
bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yanng terkandung dalam Pancasila.
Dalam pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena
dalam sistem pemasyarakatan, narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja
sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai. Didasarkan atas pertimbangan
sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang
didalam kehidupan sehari-hari berpedoman kepada filsafah Pancasila. Sistem
pemasyarakatan yang dikenal adalah suatu pembinaan narapidana yang
didasarkan Pancasila sebagai Falsafah bangsa Indonesia dan memandang
narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu dan sekaligus sebagai
2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 31 pasal 1 ayat (1) tahun 1999
tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana yang dimaksud “pembinaan
adalah suatu aktivitas untuk yang ditujukan bagi narapidana guna meningkatkan
kualitas iman dan ketakwaan, intelektual, sikap, perilaku, profesional, kesehatan
jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan”.
Pembinaan merupakan suatu cara untuk dapat meningkatkan,
mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta sikap
seseorang atau kelompok sehubungan dengan kegiatan, dan pekerjaan. Pembinaan
terkait dengan pengembangan manusia sebagai bagian dari pendidikan, baik
ditinjau dari segi teoritis maupun praktis. Dari segi teoritis, yaitu pengembangan
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan dari segi praktisnya lebih ditekankan
pada pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Pembinaan merupakan
kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah dan teratur secara
bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan kemampuan serta
sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan (Saleh, 2004 : 23).
Pembinaan secara perorangan adalah pembinaan yang diberikan kepada
narapidana agar membawa banyak perubahan bagi narapidana, hal ini dilakukan
karena tingkat kematangan setiap narapidana tidak sama. Dalam pembinaan
perorangan pembinaan yang dicapai lebih maksimmal karena lebih mendekatkan
petugas dengan narapidana. Peran petugas dalam pembinaan ini hanya sebagai
fasilitator, motivator agar narapidana mampu memecahkan masalah yang
Pembinaan secara kelompok adalah pembinaan yang dilakukan dengan
metode ceramah, tanya jawab dan diskusi dengan berkelompok untuk tujuan
tertentu. Dalam pembinaan ini peran kelompok harus tetap dilibatkan jadi tidak
hanya pembina saja yang aktif yang dibina juga harus aktif dalam pembinaan.
Materi pembinaan tidak harus datang dari pembina tetapi juga dari narapidana
atau menjalankan materi yang telah menjadi kesepakatan (Badan Permbinaan
Hukum Nasional, 2003 : 17).
Berdasarkan pengertian dan kutipan diatas dapat disimpulkan pembinaan
adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang
menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu
metode sosial case work : cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan
mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.
2.4.2.1 Wujud Pembinaan
Wujud pembinaan merupakan realisasi dari asas hukum yang berlaku di
Indonesia yang sesuai Falsafah Pancasila. Hukuman bagi pelaku kejahatan akan
kehilangan kebebasannya sesuai keputusan hukum pidana yang ditempatkan di
lembaga pemasyarakatan untuk rehabilitasi dengan menjalani pembinaan
(Rajagukguk, 2008 : 27).
Wujud pembinaan adalah adalah :
1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang
meliputi :
a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara, buta angka,
b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya.
c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama.
d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain.
e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan
rohani melaui : olahraga, hiburan segar, membaca.
2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga
pemasyarakatan :
a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan.
b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain.
c. Beribadah, sembahyang di mesjid, gereja dan lain sebagainya.
d. Berolahraga bersama masyarakat.
e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas (Aroma, 2003 : 49).
2.4.2.2 Proses Pembinaan
Setiap pembinaan berhak mendapatkan remisi, asimilasi, pembebasan
bersyarat, Cuti menjelang bebas sebagai proses pembinaan narapidana di dalam
kehidupan pemasyarakatan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang
diberikan kepada narapidana karena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Asimilasi diperoleh jika
narapidana telah menjalani 1/2 (setengah) dari masa pidana dikurangi masa
tahanan dan remisi. Pembebasan bersyarat diperoleh jika narapidana telah
menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi.
Cuti menjelang bebas diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga)
dari masa pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi (Kusumah, 2007 :