• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON NARAPIDANA TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB SIBORONGBORONG

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

JOKO HUTASOIT 060902006

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Joko Hutasoit Nim : 060902006

ABSTRAK

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 106 halaman, 34 tabel, 24 kepustakaan serta lampiran)

Kejahatan merupakan salah satu permasalahan sosial yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kejahatan di Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Pelaku kejahatan akhirnya mendekam di lembaga pemasyarakatan dan perlu mendapatkan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah salah satu lembaga pemasyarakatan di Sumatera Utara yang melaksanakan program pembinaan bagi narapidana. Walaupun demikian semakin lama jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong semakin meningkat, maka perlu diketahui respon narapidana terhadap program pembinaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 745 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah poporsional purposive sampling yaitu narapidana yang telah menjalani hukuman antara 1 sampai 5 tahun yaitu sebanyak 298 orang, dan sampel dalam penelitian ini 10% dari 298 orang yaitu 30 orang. Metode pengumpulan data yaitu observasi, kuesioner dan wawancara. Teknik analisa data menggunakan Skala Likert untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan. Responden diberikan angket kemudian jawaban disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan Skala Likert.

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif melalui hasil penghitungan dengan menggunakan Skala Likert, dimana persepsi narapidana terhadap program bernilai 0,82, sikap narapidana bernilai 0,706, partisipasi narapidana bernilai 0,609 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,711. Dalam pelaksanaan pembinaan masih ada hambatan seperti kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah narapidana yang tidak sesuai dengan daya tampung, hal ini perlu diperhatikan pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan dana anggaran. Hasil yang diperoleh menjadi gambaran bagi lembaga khususnya untuk mempertahankan dan memperbaiki mutu dan kualitas program pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Joko Hutasoit Nim : 060902006

ABSTRACT

Response Againt Inmates in Corectional Institusion Developmet Program Class IIB Siborongborong North Tapanuli.

(This thesis consists of six chapters, 106 pages, 34 tables, 24 bibliographical and attachments)

Crime is one of the social problems that are an integral part of human life. Crime in Indonesia has increased as rising unemployment and difficulties to meet the necessities of life. Finally offenders languishing in correctional institutions and the need to get coaching. Class IIB Siborongborong Correctional Institution is one of the correctional institution in North Sumatra who implement training programs for inmates. However the longer the number of inmates in Correctional Institutions Class IIB Siborongborong increasing, it is necessary to note the response to the inmate training program.

This research was descriptive with a total population of 745 people. The sampling technique used was purposive sampling poporsional inmates who had been serving a sentence of one to five years as many as 298 people, and a sample is 10% of the 298 people that is 30 people. Methods of data collection observation, questionnaires and interviews. To analyze the data using Likert scale to measure the perceptions, attitudes and participation of the inmates of the guidance program. Respondents are given a questionnaire and then the answer are presented in tabular form and then conducted a quantitative analysis with a Likert Scale.

Result from this study concluded that the response of inmatest to the program is very good and positive development through the results of a calculation using the Likert Scale, where the perception of the program is worth 0.82 inmates, prisoners attitude is worth 0.706, 0.609 worth inmate participation and the results of the average rating scale is 0.711. In the implementation of coaching there are still barriers such as lack of facilities and infrastructure and the number of inmates who are not in accordance with the capacity, this needs to be taken by government to overcome the problem of shortage of budget funds. The result obtained is a description of the particular institution to maintain and improve the quality of exsisting training programs in Correctional Institution Siborongborong Klas IIB.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis diberikan kekuatan mental, pikiran, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul skripsi “Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaanya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

(5)

3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

5. Bapak Sardiaman Purba, BCIP. SH. MH, selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong yang telah memberikan penelitian di lembaga tersebut serta bantuaan staff Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong seperti R. Sinaga, A. Hutasoit. 6. Kepada Kedua Orangtua saya, Bapak P. Hutasoit dan Mama tersayang B.

Boru Lumbantoruan yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan moril dan materil selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian skripsi ini. Demikian pula terima kasih buat Kakakku, kak Tiaman , kak Taty, kak Tuti, kak Dahlia, Abangku bang Barita, Adekku Maya yang memberi dukungan dan perhatiaannya.

(6)

Anang, Rahmat, Ari, Sando, Edo, Elbiando dan teman- teman 06 yang tak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih buat kenangan yang indah ini. 8. Teman-teman senior di IMIKS seperti Moris, Juli Darto, Timotius, Jolly,

Jonis, Rudi, Maxuel semoga cepat dapat kerja. Dan buat teman-teman junior sepeti Hendrik, Frandani, Octo, Manuk, Endika semoga studinya berjalan lancar.

9. Temanku diluar FISIP yang membantu, menginspirasikan dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini seperti : Diko, Candra, Deus, dan teman-teman anak Tehnik dan Pertanian seperti Frans, Andre, Sanjos, Diky, Rinaldi yang masih kuliah, jangan nongkrong terus di rumah kaca, ingat kuliah kalian. Sukses selalu buat kita friends.

10.Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan. Biarlah ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk keharuman dan kebanggaan almamater kita.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak terkait.

Medan, Juli 2010 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... .x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ... 12

2.2 Narapidana ... 15

2.2.1 Pengertian Narapidana ... 15

2.2.2 Hak dan Kewajiban Narapidana ... 16

2.3 Lembaga Pemasyarakatan ... 18

(8)

2.3.2 Petugas Pemasyarakatan... 19

2.4 Sistem Pemasyarakatan ... 21

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan ... 21

2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan ... 25

2.4.2.1 Wujud Pembinaan ... 27

2.4.2.2 Proses Pembinaan. ... 28

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan ... 39

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan ... 30

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial Dan Keberfungsian Sosial ... 32

2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial ... 32

2.5.2 Keberfungsian Sosial... 34

2.6 Kerangka Pemikiran ... 35

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 38

2.7.1 Defenisi Konsep ... 38

2.7.2 Defenisi Operasional ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 40

3.2 Lokasi Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1 Populasi ... 41

3.3.1 Sampel ... 41

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 43

(9)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis ... 47

4.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 47

4.3 Stuktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 49

4.4 Deskripsi Pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 50

4.5 Jenis-jenis Narapidana yang dibina di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 53

4.6 Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 54

4.7 Wujud Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 57

4.8 Fasilitas dan bangunan ... 62

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Identitas Responden ... 65

5.2 Analisis Data Penelitian ... 73

5.2.1 Persepsi Narapidana Terhadap Program Pembinaan ... 73

5.2.2 Sikap Narapidana Terhadap Program Pembinaan ... 81

5.2.3 Partisipasi Narapidana Terhadap Program Pembinaan ... 89

(10)

5.3 Temuan Studi/Interpretasi ... 100

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan ... 103 6.2. Saran ... 104

(11)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN

1.1 Jumlah Kasus Kejahatan di Indonesia ... 2

1.2 Jumlah Kasus Kejahatan Di Sumatera Utara ... 2

1.3 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong .... 7

4.1 Organisasi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 52

4.2 Kegiatan Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 58

4.3 Daftar Menu Makanan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 61

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 65

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 66

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 67

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah ... 68

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 69

5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Pidana ... 70

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman ... 71

5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman yang Telah Dijalani ... 72

(12)

Program Pembinaan Pembinaan yang Diberi ... 74 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Petugas dalam

Menjelaskan Pembinaan yang Diberikan ... 75 5.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Terhadap

Tujuan Pembinaan ... 76 5.13. Distribusi Responden Berdasarkan Perlakuan Petugas ... 77 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Situasi Kapasitas Kamar ... 78 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat Tentang Sarana

dan Prasarana ... 79 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan

Untuk Membentuk Karakter yang Baik ... 82 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan Terhadap

Meningkatnya Pengetahuan, Keterampilan dan Keimanan ... 83 5.18. Distribusi Responden Berdasarkan Manfaat Pembinaan yang

Diberikan ... 84 5.19. Distribusi Responden Berdasarkan Menu Makanan yang Disediakan... 85 5.20. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas dalam

Menangani Narapidana yang Sakit... 86 5.21. Distribusi Responden Berdasarkan Perbaikan Sarana dan

(13)

5.26. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Rekreasi ... 94 5.27. Distribusi Responden Berdasarkan Ketepatan Jadwal Kegiatan

Pembinaan ... 95 5.28. Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Terhadap

Peraturan di Lembaga Pemasyarakatan ... 96

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Joko Hutasoit Nim : 060902006

ABSTRAK

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 106 halaman, 34 tabel, 24 kepustakaan serta lampiran)

Kejahatan merupakan salah satu permasalahan sosial yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kejahatan di Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Pelaku kejahatan akhirnya mendekam di lembaga pemasyarakatan dan perlu mendapatkan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah salah satu lembaga pemasyarakatan di Sumatera Utara yang melaksanakan program pembinaan bagi narapidana. Walaupun demikian semakin lama jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong semakin meningkat, maka perlu diketahui respon narapidana terhadap program pembinaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 745 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah poporsional purposive sampling yaitu narapidana yang telah menjalani hukuman antara 1 sampai 5 tahun yaitu sebanyak 298 orang, dan sampel dalam penelitian ini 10% dari 298 orang yaitu 30 orang. Metode pengumpulan data yaitu observasi, kuesioner dan wawancara. Teknik analisa data menggunakan Skala Likert untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan. Responden diberikan angket kemudian jawaban disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan Skala Likert.

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif melalui hasil penghitungan dengan menggunakan Skala Likert, dimana persepsi narapidana terhadap program bernilai 0,82, sikap narapidana bernilai 0,706, partisipasi narapidana bernilai 0,609 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,711. Dalam pelaksanaan pembinaan masih ada hambatan seperti kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah narapidana yang tidak sesuai dengan daya tampung, hal ini perlu diperhatikan pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan dana anggaran. Hasil yang diperoleh menjadi gambaran bagi lembaga khususnya untuk mempertahankan dan memperbaiki mutu dan kualitas program pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong.

(17)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Joko Hutasoit Nim : 060902006

ABSTRACT

Response Againt Inmates in Corectional Institusion Developmet Program Class IIB Siborongborong North Tapanuli.

(This thesis consists of six chapters, 106 pages, 34 tables, 24 bibliographical and attachments)

Crime is one of the social problems that are an integral part of human life. Crime in Indonesia has increased as rising unemployment and difficulties to meet the necessities of life. Finally offenders languishing in correctional institutions and the need to get coaching. Class IIB Siborongborong Correctional Institution is one of the correctional institution in North Sumatra who implement training programs for inmates. However the longer the number of inmates in Correctional Institutions Class IIB Siborongborong increasing, it is necessary to note the response to the inmate training program.

This research was descriptive with a total population of 745 people. The sampling technique used was purposive sampling poporsional inmates who had been serving a sentence of one to five years as many as 298 people, and a sample is 10% of the 298 people that is 30 people. Methods of data collection observation, questionnaires and interviews. To analyze the data using Likert scale to measure the perceptions, attitudes and participation of the inmates of the guidance program. Respondents are given a questionnaire and then the answer are presented in tabular form and then conducted a quantitative analysis with a Likert Scale.

Result from this study concluded that the response of inmatest to the program is very good and positive development through the results of a calculation using the Likert Scale, where the perception of the program is worth 0.82 inmates, prisoners attitude is worth 0.706, 0.609 worth inmate participation and the results of the average rating scale is 0.711. In the implementation of coaching there are still barriers such as lack of facilities and infrastructure and the number of inmates who are not in accordance with the capacity, this needs to be taken by government to overcome the problem of shortage of budget funds. The result obtained is a description of the particular institution to maintain and improve the quality of exsisting training programs in Correctional Institution Siborongborong Klas IIB.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menimbulkan berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat. Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan sosial, ketenteraman dan kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah sosial yang tidak akan mungkin dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hukum terkait dalam kejahatan. Masalah sosial khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan (Kusumah, 2007 : 32).

(19)

Tabel 1.1

Jumlah Kasus Kejahatan di Indonesia

NO. TAHUN JUMLAH KASUS

1 2007 812.334

2 2008 867.761

3 2009 942.325

Sumber data : Mabes Polri

Antara 2007-2008 terjadi kenaikan angka kejahatan sebesar 5,65%, sedangkan antara 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 6,45% (Markas Besar Polisi Republik Indonesia, 2009)

Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang rawan dengan tindak kejahatan bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor seperti suku, agama, dinamika kehidupan, sosial ekonomi dan perbedaan mendasar lainnya.

Tabel 1.2

Jumlah Kasus Kejahatan di Sumatera Utara

NO. TAHUN JUMLAH KASUS

1 2001 38.450

2 2002 49.677

3 2003 62.427

4 2004 75.550

5 2005 89.980

6 2006 94.831

7 2007 97.285

8 2008 98.528

9 2009 99.452

(20)

Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana yaitu pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis dibidang pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki, dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat meyongsong masa depan yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sehingga dapat kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima ditengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo (1963) yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan tahap demi tahap. Pembinaan narapidana sangat penting diperhatikan pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan tercapai agar narapidana sadar akan perbuatannya dan tidak mengulangi perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna di tengah masyarakat (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 :5)

(21)

masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Tata Cara Pelaksana Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan.

Dalam sistem pembinaan di lembaga pemasyarakatan narapidana yang menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahanya, memotivasi memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan (Rajagukguk, 2008 : 34).

(22)

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal ini sejalan dengan aspek pembinaan narapidana/anak didik pemasyarakatan mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitasi dan edukasi (Aroma, 2003: 37).

(23)

Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, sosial, dan substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan harus mampu menumbuhkan suasana saling pengertian dan kerukunan, baik di antara sesama warga binaan maupun antara pembina dengan warga binaan, sehingga pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program pembinaan tersebut dapat tercapai terutama bagi narapidana.

(24)

Tabel 1.3

Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong

NO. TAHUN JUMLAH

1 2003 309 Orang

2 2004 382 Orang

3 2005 445 Orang

4 2006 508 Orang

5 2007 576 Orang

6 2008 623 Orang

7 2009 690 Orang

Sumber Data : (Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong, 2010).

Dari hasil prasurvai yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan bangunan sudah cukup tua dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari tempat ibadah, ruangan kantor, ruang jasa, pos jaga, ruang keterampilan, ruang pendidikan, ruang jahit, aula, kamar mandi, dapur, poliklinik, perpustakaan, lapangan olahraga dan kamar kurungan. Narapidana ditempatkan dalam kamar kurungan sesuai lamanya masa tahanan dan jenis tindakan pidana yang dilakukan. Kamar kurungan narapidana terdiri dari 5 blok yaitu:

(25)

Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong dititikberatkan pada program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terbagi atas 5 (lima) ruang lingkup pembinaan yakni Pertama, Pendidikan Umum bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya. Kedua, Pendidikan Keterampilan bertujuan agar narapidana memiliki kemandirian melalui keterampilan yang dimiliki untuk mendapatkan pekerjaan bila nanti telah menyelesaikan hukumannya. Ketiga, Pendidikan Rohani yakni pendidikan agama Islam, Katolik, dan Kristen Protestan yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam menata dan mempelajari bekal masa depan. Keempat, Sosial budaya, Kunjungan Keluarga yang bertujuan agar narapidana tidak putus hubungan komunikasi kepada keluarganya dimana dalam hal ini keluarga juga berperan membina narapidana. Kelima, Kegiatan Rekreasi meliputi olahraga, hiburan, membaca bertujuan agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyegaran pikiran. Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong bertujuan untuk mempersiapkan agar narapidana berani dan siapa menyongsong masa depannya.

(26)

dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga program pembinaan dapat berjalan dengan baik.

Dari titik tolak uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: “bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara?”.

1.3 Tujuan Penelitian

(27)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial di masyarakat. 2. Diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama

mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bagi penulis dapat berguna dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagi Lembaga Pemasyarakatan yang terkait dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana.

(28)

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian,lokasi penelitian, populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data serta tehnik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Respon

Pada pengamatan berlansung perangsang-perangsang. Stimulus berarti rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tangggapan. Respon lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002 : 23). Respon diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud balik sebelum yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada fenomena tertentu. (Sarwono, 2002 : 44).

Menurut Louis Thursone respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, suatu hal yang khusus. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sikap dapat melalui:

1. Pengaruh atau penolakan. 2. Penilaian.

3. Suka atau tidak suka.

(30)

Menurut Cruthefield perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi dan psikomotorik.

Terdapat dua jenis variable yang mempengaruhi respon, yaitu:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik. 2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Cruthefield dalam Sarwono, 2002 : 53)

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Seseorang dapat dilihat respon positifnya melalui tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar ataupun perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari dan membenci persepsi, sikap dan partisipasi.

(31)

Sikap merupakan keyakinan atau pendapat seseorang mengenai situasi atau objek yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atas situasi lain (Rakhmat 2005 : 61).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting bahkan mutlak diperlukan dalam mengukur respon. Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan (Suprapto, 2007 : 8).

(32)

2.2 Narapidana

2.2.1 Pengertian Narapidana

Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan terpidana tersebut menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Narapidana ditempatkan di lembaga pemasyarakatan agar mendapat pembinaan dengan menggunakan metode pengenalan diri akan kelemahan dan kelebihannya karena manusia hanya bisa dibina apabila mampu mengenal dirinya. Lingkungan narapidana adalah suatu pola kegiatan narapidana pada suatu tempat yang hilang kemerdekaan geraknya sampai waktu yang ditentukan atas pidana yang dijatuhkan sesuai hukum yang berlaku (Simanjuntak, 2006 : 21)

Seseorang dipenjara berarti telah terbukti melakukan pelanggaran, yang tidak disukai dan ditentang oleh masyarakat. Masyarakat pada akhirnya mendiskreditkan atau menurunkan status narapidana menjadi seseorang yang tercemar dan diabaikan karena perbuatan yang pernah dilakukan oleh para terpidana. Biasanya setelah seorang terpidana atau pelaku kejahatan menyelesaikan masa hukumannya akan terkucilkan atau terasingkan di lingkungan masyarakat.

(33)

membina komunikasi sehingga mampu menyikapi diri dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah di lingkungan lembaga pemasyarakatan. Narapidana mempunyai kesempatan membina dirinya sendiri dan diberikan motivasi untuk mengembangkan diri dan kepercayaannya (Saleh, 2004 : 18)

Peran keluarga dan lingkungan sosial mampu memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat menyesuaikan diri. Narapidana tidak berbeda dengan masyarakat lainnya yang sewaktu-waktu melakukan kesalahan dan dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Tetapi yang diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana.

2.2.2 Hak Dan Kewajiban Narapidana

Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai beberapa hak yaitu:

1 .Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan/menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja. 3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah:

(34)

c. Mendapatkan kesempatan untuk menerima pendidikan. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan media.

g. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi). h. Menerima kunjungan keluarga.

i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. j. Mendapat pembebasan bersyarat.

k. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan. l. Mendapat cuti menjelang bebas.

m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.

Kewajiban narapidana ditetapkan pada pasal 15 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.

(35)

2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LP)

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah tempat untuk mendidik para narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka ditengah-tengah masyarakat. Lembaga pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam sistem Peradilan Pidana dan pelaksana putusan Pengadilan (Hukum) tidak mempersoalkan orang yang hendak direhabilitasi terbukti benar atau salah (Atmasasmita, 2002 : 44).

(36)

2.3.2 Petugas Pemasyarakatan

Petugas pemasyarakatan berbeda dengan sistem kepenjaraan, dalam sistem pembinaan lebih menekankan kegiatan narapidana dengan latihan-latihan kerja, pendididikan dan keterampilan. Petugas pemasyarakatan mempunyai tugas memperkenalkan narapidana untuk mampu mengenal dan memotivasi untuk merubah diri sendiri agar menyadari dan tidak mengulangi perbuatannya (Simanjuntak, 2006 : 62)

Berhasilnya tugas mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan. Petugas yang banyak berinteraksi dengan narapidana adalah petugas jaga dan petugas pembinaaan. Petugas jaga mempunyai tugas yaitu mengawasi kegiatan narapidana sehari-hari termasuk juga kegiatan pembinaan, serta membuat laporan pada atasannya tentang pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana, untuk menjatuhkan sanksi terhadap narapidana. Petugas pembinaan memberikan arahan dan bimbingan selama para narapidana melakukan kegiatan dalam pembinaan.

Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan sehat ditunjukkan dalam 5 aspek, yaitu:

1. Berpikir realistis.

2. Mampu mengendalikan emosi.Mempunyai kesadaran diri. 3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.

(37)

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan:

1. Menjungjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.

2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan pemasyarakatan.

3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan. 4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan. 5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.

6. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan.

7. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 8. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan perilaku. 9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan.

10.Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamanan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009).

(38)

2.4 Sistem Pemasyarakatan

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan

Dalam perkembangan di lembaga pemasyarakatan, sistem kepenjaraan diganti dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan secara konseptual dan historisnya sangat berbeda dengan sistem kepenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebagai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan pembalasan melainkan pembinaan yang terarah agar kedepannya dapat menyadarkan sipelaku kejahatan. Sedangkan pembinaan narapidana dalam sistem kepenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial (Rajagukguk, 2008 : 53).

Pemikiran-pemikiran baru mengenai sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan tidak hanya sekedar penjeraan dengan kekerasan dan balas dendam, tetapi juga sebagai usaha memperbaiki dan memulihkan narapidana dari kesalahannya melalui sistem pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan.

Pada 15 juli 1963, penganugerahan gelar Doctor Hounouris Causa ilmu hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan:

a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita akibat dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna.

(39)

Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya

perbaikan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu: “Orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup

sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara, tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan, negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam masyarakat” (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 7).

Dalam konferensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada 27 April 1964 pokok-pokok pikiran sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut:

1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepdanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju ke tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan materiil, tetapi yang juga lebih adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensiil dan efektif untuk menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan negara.

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya kemerdekaannya. 3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.

(40)

kehidupan, serta diberikan kesempatan untuk merenungkan perbuatanya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga pemasyarakatan. Karena itu diadakan pemisahan antara:

a. Yang residivis dan yang bukan residivis.

b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan. c. Macam tindak pidana yang dibuat.

d. Sudah tua (40 tahun keatas), dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun). e. Orang terpidana dan orang tahanan.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan pengasingan dari masyarakatdalam arti “kultural”. Secara bertahap mereka akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan.

6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan negara sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat yang ditujukan kepda pembangunan nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan.

(41)

narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan, bermusyawarah untuk mufakat positif. Narapidana harus untuk kegiatan demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.

8. Tiap manusia harus sebagai layaknya manusia, meskipun telah tersesat. Tidak boleh selalu ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah penjahat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung perasaan narapidana.

9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu diusahakanagar narapidana mendapat mata pencaharian untuk keluarga dengan jalan menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan anak-anak disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga pemasyarakatan.

(42)

Dalam pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena dalam sistem pemasyarakatan, narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai. Didasarkan atas pertimbangan sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang didalam kehidupan sehari-hari berpedoman kepada falsafah Pancasila. Sistem pemasyarakatan yang dikenal adalah suatu pembinaan narapidana yang didasarkan Pancasila sebagai Falsafah bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat.

2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 31 pasal 1 ayat (1) tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana yang dimaksud “pembinaan adalah suatu aktivitas untuk yang ditujukan bagi narapidana guna meningkatkan kualitas imaan dan ketakwaan, intelektual, sikap, perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan”.

(43)

dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan ( Saleh, 2004 : 23)

Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan sebagai sistem perlakuan bagi narapidana, pembinaan meliputi berbagai upaya pembinaan/bimbingan yang menjadi indikator dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Dalam membina narapidana harus dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam masyarakat agar berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Pembinaan secara perorangan adalah pembinaan yang diberikan kepada narapidana agar membawa banyak perubahan bagi narapidana, hal ini dilakukan karena tingkat kematangan setiap narapidana tidak sama. Dalam pembinaan perorangan pembinaan yang dicapai lebih maksimal karena lebih mendekatkan petugas dengan narapidana. Peran petugas dalam pembinaan ini hanya sebagai fasilitator, motivator agar narapidana mampu memecahkan masalah yang dihadapinya ( Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2003 :16)

(44)

Berdasarkan pengertian dan kutipan diatas dapat disimpulkan pembinaaan adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu metode social case work: cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk

memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.

2.4.2.1 Wujud Pembinaan

Wujud pembinaan merupakan realisasi dari asas hukum yang berlaku di Indonesia yang sesuai Falsafah Pancasila. Hukuman bagi pelaku kejahatan akan kehilangan kebebasannya sesuai keputusan hukum pidana yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan untuk direhabilitasi dengan menjalani pembinaaan (Rajagukguk 2008 : 27).

Wujud pembinaan adalah:

1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi:

a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara,buta angka,buta bahasa).

b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya. c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama.

d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain.

(45)

2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga pemasyarakatan:

a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan. b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain.

c. Beribadah, sembayang di mesjid, gereja dan lain sebagainya. d. Berolahraga bersama masyarakat.

e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas (Aroma, 2003 : 49)

2.4.2.2 Proses Pembinaan.

Setiap narapidana berhak mendapatkan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, Cuti menjelang bebas sebagai proses pembinaan narapidana di dalam kehidupan pemasyarakatan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana kerena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Asimilasi diperoleh jika narapidana telah menjalani ½ (setengah) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi. Pembebasan bersyarat diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi. Cuti menjelang bebas diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi (Kusumah, 2007 : 39).

Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan: Tahap pertama.

(46)

Tahap kedua.

Bilamana proses pembinaan telah berjalan selama-lamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan (insyaf, disiplin, patuh terhadap peraturan tata tertib), maka yang bersangkutan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang medium (medium security), dengan kebebasan yang lebih banyak. Tahap ketiga.

Bilamana proses pembinaan telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan, baik secara fisik, mental maupun keterampilannya, maka dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar.

Tahap keempat.

Bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama dua pertiga dari masa pidanya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan lepas bersyarat, atas usul dari dewan Pembina Pemasyarakatan (Aroma, 2004 : 67).

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan

(47)

Secara umum tujuan pembinaan adalah: 1. Memantapkan iman (ketahanan mental).

2. Membina mereka agar segera mampu berintegrasi secara wajar dalam kehidupan masyarakat setelah selesai menjalani pidana.

Sedangkan secara khusus tujuan pembinaan adalah:

1. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.

2. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal hidup mandiri dan berpasitisiapsi dalam kegiatan pembangunan nasional.

3. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum dengan tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

4. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengadilan terhadap bangsa dan negara (Aroma, 2003 : 26)

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pembinaan narapidana berusaha memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, sebagai suatu cara baru agar seseorang dapat berguna bagi negara, hal ini merupakan usaha yang dilakukan dalam mencapai negara yang sejahtera.

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan

Sasaran pemasyarakatan dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sasaran khusus

Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang meliputi:

(48)

b) Kualitas intelektual

c) Kualitas profesionalisme/ keterampilan. d) Kualitas kesehatan jasmani dan rohani. e) Kualitas sikap dan perilaku.

2. Sasaran umum.

Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Indikator- indikator tersebut antara lain:

a) Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan gangguan keamanan.

b) LP berisi lebih rendah dari pada kapasitas (pemerataan isi LP)

c) Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi

d) Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis.

e) Semakin banyaknya jenis institusi UPT pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis/golongan warga binaan pemasyarakatan.

f) Presentase kematian dan sakit narapidana/tahanan lebih sedikit atau sama dengan angka kematian dan sakit dari anggota masyarakat.

g) Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada umumnya.

h) LP dan RUTAN adalah instansi terbersih di lingkungan masing- masing. i) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan

(49)

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial 2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial

Konsep “Kesejahteraan Sosial” sebagai suatu program yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan suatu konsep yang relatif baru berkembang, terutama di negara-negara berkembang. Masalah-masalah kemiskinan, penyakit dan disorganisasi sosial merupakan masalah sosial yang sudah lama ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Permasalahan kesejahteraan sosial yang begitu luas dan kompleks menyebabkan timbulnya beraneka pemahaman konsepsi dan usaha perwujudan kesejahteraan sosial dalam masyarakat setiap negara.

(50)

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial berbunyi:

“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” (Departemen Sosial, 2009 ).

Defenisi diatas menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan yang sebaik-baiknya yaitu pemenuhan kebutuhan manusia yang terdiri dari aspek material, spiritual dan sosial. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat tingggal, air, udara dan pemeliharaan kesehatan serta kebutuhan jasmani dan rohani sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan:

“Penyelengggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial” (Departemen Sosial, 2009).

Defenisi tersebut menjelaskan bahwa :

1. Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga-lembaga, masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial.

(51)

2.5.2 Keberfungsian Sosial

Fungsi sosial yaitu pelaksanaan tugas-tugas pokok yang dilaksanakan oleh individu dan anggota masyarakat sebagai suatu penunjuk umum kearah kehidupan bersama dan masyarakat yang berupa fungsi pengaturan, pemilikan, pelaksanaan dan pengawasan. Kemampuan berfungsi sosial yaitu mengacu kepada cara-cara indivudu atau kolektivitas (seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, masyarakat dan sebagainya) bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Nurdin, 2001 : 14).

Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan :

“Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar” (Departemen Sosial, 2009).

Dari defenisi diatas setiap orang mengalami disfungsi sosial termasuk narapidana perlu mendapatkan pemulihan dan pengembangan diri melalui pembinaan sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan sewajarnya dalam masyarakat jika telah menyelesaikan masa hukumannya.

Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu: 1. Dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial.

(52)

2. Dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.

Orang selalu diharapkan untuk memenuhi kebtuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. 3. Dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial.

Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkannya aspirasinya tidaklah mudah. Ia diharapkan kepada keterbatasan, hambatan dan kesulitan serta permasalahan yang harus ditangani dan dipecahkan (Nurdin, 2001 : 16).

Uraian diatas menggambarkan setiap orang selalu diharapkan kepada permasalahan sosial. Kemampuan seseorang di dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang dialami menunjukkan kemampuannya dalam melaksanakan keberfungsian sosial.

2.6 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan kemajuan zaman, dalam kenyataannya pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat semakin meningkat. Karena itu para pelaku tindak pidana perlu ditempatkan dan dibina di lembaga pemasyarakatan. Penempatan para pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan ke dalam masyarakat.

(53)

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong dititikberatkan pada program pembinaan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan tersebut, yaitu pendidikan umum, pendidikan keterampilan, pendidikan rohani, sosial budaya, kunjungan keluarga, kegiatan rekreasi seperti olahraga, hiburan, dan membaca. Pembinaan tersebut bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan keadaan dan tingkah laku narapidana kelas IIB Siborongborong, sehingga narapidana dapat menjalani kehidupan sewajarnya dimasyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Untuk mengetahui respon narapidana, maka ukurannya dapat dilihat dari tiga aspek yakni pertama, persepsi yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan, pelaksanaan, dan manfaat program pembinaan. Kedua, sikap yaitu penilaian dan tanggapan terhadap program pembinaan. Ketiga, partisipasi yaitu keterlibatan dan pemanfaatan terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongorong.

Respon positif narapidana berarti setuju dengan program pembinaan, mengetahui dan memahami mengenai tujuan, pelaksanaan, manfaat serta mengikuti program pembinaan. Respon negatif narapidana berarti tidak setuju dengan program pembinaan, tidak mengetahui dan tidak memahami mengenai tujuan, pelaksanaan, manfaat serta tidak mengikuti program pembinaan.

(54)

Bagan 2.1

Bagan kerangka pemikiran

PROGRAM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB

SIBORONGBORONG 1. Pendidikan umum

2. Pendidikan ketrampilan 3. Pendidikan rohani

4. Sosial budaya, kunjungan keluarga

5. kegiatan rekreasi: olahraga, hiburan, membaca

RESPON POSITIF (+) : a. Setuju dan menerima program

pembinaan.

Pengetahuan dan Penilaian dan tanggapan Keterlibatan dan pemahaman tentang terhadap program pemanfaatan tujuan, pelaksanaan, pembinaan terhadap program

dan manfaat program pembinaan.

pembinaan

RESPON NEGATIF (-) : a. Tidak setuju dan menghindari

program pembinaan. b. Tidak mengetahui tujuan,

pelaksanaan dan manfaat program pembinaan. c. Tidak mengikuti program

(55)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu makna yang berada didalam pikiran atau didunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata (Suyanto 2008 : 49). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka dibatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut:

1. Respon yaitu pandangan, pemahaman dan persepsi terhadap objek tertentu. 2. Warga binanan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu narapidana dewasa

yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan dan telah menjalani masa pidananya 1 (satu) sampai 5 (lima ) tahun.

3. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana/warga binaan pemasyarakatan.

4. Pembinaan yaitu semua usaha atau kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan warga binaan.

(56)

2.7.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan membantu peneliti untuk mendapatkan informasi ilmiah dengan meggunakan variable yang sama. Maka dalam hal ini perlu operasionalisasinya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati. (Silalahi, 2009 : 120).

Dalam penelitian ini variable yang diteliti yaitu:

1. Persepsi narapidana mengenai program pembinaan meliputi pengetahuan tentang apa, bagaimana dan manfaat dari program pembinaan.

2. Sikap narapidana terhadap program pembinaan, meliputi penilaian, penolakan atau penerimaan serta suka atau tidak suka terhadap program pembinaan. 3. Partisipasi narapidana mengenai keterlibatan dan pemanfaatan dari program

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk melukiskan atau menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel (Faisal 2005 : 20).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu objek yang diteliti melalui pencariaan data-data dan sumber-sumber informasi yang berkenaan dengan objek yang akan diteliti, menganalisa data-data yang didapat serta menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi pada objek penelitian berdasarkan data yang ada. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana respon warga binaan terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

3. 2 Lokasi Penelitian

(58)

(rutan) dan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong berasal dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara serta pelaksanaan pembinaannya menggunakan sistem pemasyarakatan sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui sikap, persepsi dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan tersebut.

3. 3 Populasi dan Sampel 3.3. 1 Populasi

Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen dimana penyelidik tertarik. Populasi dapat berupa oganisme, orang atau kelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan didefenisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Silalahi, 2009 : 253).

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tahanan dan narapidana yang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara. Jumlah populasi ini dapat berubah setiap saat dikarenakan bebasnya narapidana atau masuknya narapidana. Sampai bulan februari 2010, jumlah populasi yang diperoleh adalah 745 orang.

3.3. 2 Sampel

(59)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengambilan sampel “poporsional purposive sampling”, yaitu suatu metode yang berdasarkan penunjukan sesuai dengan kewenanagan dan kedudukan sampel. Penulis mengambil sampel narapidana yang telah menjalani masa pidananya antara 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun karena narapidana tersebut telah mengikut i pembinaan sehingga lebih mengetahui dan memahami progam pembinaan yang dilaksanakan dibandingkan dengan narapidana yang menjalani masa hukumannya di bawah 1 (satu) tahun Sampai awal Pebruari 2010, narapidana yang menjalani masa hukumannya antara 1 (satu) tahun sampai 5 (lima) tahun sebanyak 298 orang.

Untuk memudahkan peneliti melakukan penelitian yang efektif dan efisien, maka peneliti mengambil sebanyak 10% dari sampel yaitu 10% X 298

orang = 30 orang. Secara rinci, peneliti memetakan sampel sebagai berikut: Tahanan dengan masa hukuman 1 tahun : 68 Orang x 10 % = 7 Orang

(60)

3. 4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala yang diamati dari objek penelitian. Cara-cara yang dilakukan yaitu:

a. Observasi yaitu: pengamatan langsung terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh warga binaaan. Metode ini dilaksanakan dengan jalan mengamati gerak dan tingkah laku warga binaan, dan keadaan Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong secara umum. Ini digunakan untuk menyesuaikan keterangan yang diberikan dengan situasi yang sebenarnya. b. Wawancara yaitu: mengumpulkan data dengan mengadakan dialog secara

langsung dan mengajukan pertanyaan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini kepada pihak yang telah ditetapkan. Wawancara dilakukan kepada petugas pemasyarakatan, narapidana dan petugas lembaga pemasyarakatan untuk mengetahui kondisi dan keberhasilan pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong.

(61)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi kepustakaan (Library Research) yaitu, dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, surat kabar, karya ilmiah, artikel, buletin, dan lain-lain yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

3. 5 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Subjek penelitian ini dihadapkan pada pernyataan positif dan negative dalam jumlah yang berimbang, dan mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju, setuju, kurang setuju, atau tidak setuju (Faisal, 2005:143).

Pemberian skor data dilakukan mulai respon yang negative menuju respon yang positif, yakni :

a. skor tidak setuju (negatif) adalah -1

b. skor kurang setuju (netral) adalah 0

(62)

Adapun langkah-langkah analisa data yang dilakukan adalah :

a. Pengkodingan, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya.

b. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban sehingga mudah dianalisa serta disimpulkan untuk menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian.

c. Tabulasi, yaitu dengan menggunakan tabel tunggal untuk mengetahui jawaban skor dari masalah yang diteliti.

d. Membagi kedalam dua kategori dalam menganalisis sikap, persepsi dan partisipasi narapidana.

Sebelum menentukan klasifikasi persepsi, sikap dan partisipasi, maka ditentukanlah interval kelas sebagai skala pengukuran, yaitu :

H- L

i = K i = interval kelas H = nilai tertinggi i = 1- (-1) L = nilai terendah

K = banyak kelas

3 = 2 3 = 0,66

Negatif Netral Positif

(63)

Maka untuk menentukan kategori respon positif atau negatif dengan adanya nilai batasan sebagai berikut :

(64)

BAB V

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong berlokasi di Kelurahan Pasar Siborongborong, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, memiliki lokasi ± 8.000m² dengan luas bangunan ± 4.300m². Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong mempunyai letak geografis sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kebun penduduk.

2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan rumah dinas LP Siborongborong. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan lapangan sepak bola Siborongborong. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan kebun penduduk.

4.2Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong

(65)

narapidana dan tahanan tersebut dijadikan satu, masing-masing narapidana menempati ruang khusus dan memiliki ruang tersendiri.

Berdasarkan instruksi dari pusat, para narapidana dipisah-pisahkan demi memudahkan pembinaannya. Sebagai realisasinya pada 18 oktober 1986 diresmikan Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Anak di Tanjung Gusta Medan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sematera Utara, Radjo Harahap, SH dan pejabat PEMDA setempat. Seluruh narapidana anak kemudian dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta, dan narapidana wanita dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta, sedangkan narapidana laki-laki dewasa tetap di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong.

(66)

4.3 Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborong-borong Bagan 4.1

Stuktur Organisasi

KALAPAS

SARDIAMAN PURBA, BC.IP, SH, MH.

KTU KA. KPLP KASI BIMBINGAN NAPI KASI ADM KAMTIB KASI BINADIK DAN KEGIATAN KERJA SR. TAMBUNAN, SH BOHERA PARDEDE, SH M. SIMAMORA, SH T. L. SIBAGARIANG, SH R. SINAGA, SH

KAUR KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN JONNER PANJAITAN, SE

KAUR UMUM RUSLI NADEAK,SH

PETUGAS KEAMANAN

KASUBSI REGISTRASI R.L. SAGALA, SH

KASUBSI BIMPAS A. NABABAN, SH

KASUBSI PELAPORAN

KASUBSI KEAMANAN J. SIMANJUNTAK T. SIREGAR, SH, MH

(67)

4.4Deskripsi Pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong

1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (KALAPAS)

Kalapas sebagai pimpinan dan penanggung jawab tunggal atas seluruh isi dan keberadaan LP, karena Kalapas sebagai koordinator pelaksanaan pembinaan narapidana dan memelihara keamanan dan ketertiban di LP. Bertugas mengkoordinasikan pembinaan dan ketatausahaan lembaga pemasyarakatan sesuai dengan ketentuan, petunjuk atasan dan peraturan yang berlaku dalam rangka penyampaian tujuan pemasyarakatan bagi warga binaan pemasyarakatan.

Kapalas dalam melaksanakan tugasnya dibantu beberapa bidang, yaitu Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Bimbingan Napi, Seksi Kegiatan Kerja, Seksi Administasi Keamanan dan Tata Tertib dan Kesatuan Pengamanan LP (KPLP).

2. Sub Bagian Tata Usaha

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga lembaga pemasyarakatan. Bidang ini terdiri dari:

a. Urusan Kepegawaian dan Keuangan, yang tugasnya menangani segala urusan kepegawaian dan menangani masalah keuangan.

b. Urusan Umum yang mempunyai tugas surat menyurat, perlengkapan dan rumah tangga.

3 Seksi Bimbingan Narapidana

Gambar

Tabel 4.3
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode pemberian tugas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode yang dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempelajari suatu

DIISI JIKA SEKTOR KOLOM SEBELAH KIRI LEBIH PENTING DIBANDING TUJUAN DI KOLOM SEBELAH KANAN. DIISI BILA SAMA

Model kombinasi peningkatan kinerja kebun dan pabrik kelapa sawit dari masing-masing kriteria yang mempunyai kinerja rendah dibuat suatu program kebijakan untuk

Eksistentialisme and Humanisme edisi terjemahan cetakan I .Yogyakarta: Pustaka Pelakjar.. The Existentialism of Jean-Paul Sartre , New York:

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal: (1) wujud kesantunan pada iklan radio berbahasa Jawa berupa, pemenuhan maksim

[r]

Dengan mendengarkan semua kesulitan- kesulitan yang dihadapi oleh guru, yaitu tentang. penyusunan pengembangan silabus

Merupakan promosi yang dilakukan melalui pribadi- pribadi karyawan Bank dalam melayani serta ikut mempengaruhi nasabah. Secara khusus penjualan pribadi dapat