• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKIAN DALAM BAHASA KARO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKIAN DALAM BAHASA KARO"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MAKIAN DALAM BAHASA KARO:

KAJIAN METABAHASA SEMANTIK ALAMI

Elsa Perangin-angin Universitas Sumatera Utara

elsa.perangin@yahoo.com

Abstract

This research discusses the categorization and semantic structure of swearing in Karo Language. The theory used is the "Natural Semantic Metabahasa". The results of this research showed that the categorization of swearwing in Karo Language was categorized by referring to swearwing. Referen swearing in Karo Language consists of seven referents, they are animal names, part of body, physical of person, mental of person, profession, kinship, and spirit/ghost. Some of swearing the semantic structures in Karo Language show the similarities and differences. The similarity of the semantic structure is X saying something to Y because X feels something bad against Y. But the semantic structure of each swearing in Karo Language have a different semantic structure based of its referent.

Keyword: Categorization of Semantic, Structure of Semantic, Natural Semantic Metabahasa, Karo Language.

Abstrak

Penelitian ini membahas kategorisasi dan struktur semantis makian dalam bahasa Karo (BK). Teori yang digunakan adalah “Metabahasa Semantik Alami”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kategorisasi makian dalam BK dikategorikan berdasarkan referen makian. Referen makian dalam BK terdiri atas tujuh referen, yakni nama hewan, bagian tubuh, keadaan fisik seseorang, keadaan mental seseorang, profesi, kekerabatan, dan makhluk halus. Beberapa struktur semantis makian dalam BK memperlihatkan persamaan dan perbedaan. Persamaan struktur semantisnya adalah X mengatakan sesuatu pada Y karena X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Namun struktur semantis setiap makian dalam BK memiliki pola struktur semantis yang berbeda berdasarkan referennya.

(2)

1. PENDAHULUAN

Makian adalah salah satu ungkapan verbal yang mengandung makna emotif dan digunakan untuk menghina, menjelek-jelekkan, atau memberi hujatan dengan perkataan kotor atau kasar dalam situasi dan kondisi tertentu, seperti dalam keadaan marah, kesal, dan jengkel. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan bahwa makian adalah kata keji yang diucapkan untuk memarahi.

Makian juga ditemukan dalam kegiatan tutur masyarakat Karo. Makian yang ditemukan dalam Bahasa Karo (selanjutnya disebut BK) berbeda dengan makian yang terdapat dalam bahasa daerah lain. Makian dalam BK tidak hanya mengungkapkan kemarahan dan kebencian tetapi juga menunjukkan rasa keakraban atau kedekatan hubungan terhadap orang yang dimaki. Namun, kajian ini hanya membahas makian yang bermakna semantis, yaitu makian yang disebabkan kemarahan, kebencian, dan kejengkelan terhadap seseorang, seperti biang ‘anjing’, babahmu ena ‘mulutmu itu’, bengkala ko ‘monyet kau’.S

Makian dalam BK tidaklah sama dengan makian dalam BI karena tidak bernilai rasa buruk dan orang yang dimaki sama sekali tidak tersinggung. Misalnya, monyet ‘bengkala’ merupakan makian dalam BK, namun dalam BI ‘monyet’ adalah hewan yang berbulu banyak dan berekor panjang. Seseorang yang dimaksi dengan kata bengkala dianggap sebagai orang yang berprilaku seperti monyet. Dengan demikian, budaya yang berbeda mempengaruhi jenis makian yang terdapat dalam sebuah budaya.

Penelitian sejenis ini pernah dilakukan oleh Siska Napitupulu, mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Fakultas Ilmu Budaya, dalam skripsinya yang berjudul Makian dalam Bahasa Batak Toba: Kajian Metabahasa Semantik Alami. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa referen makian dalam bahasa Batak Toba terdiri atas tujuh referen, yakni nama hewan, bagian tubuh, keadaan fisik seseorang, keadaan mental seseorang, profesi, kekerabatan, dan makhluk halus. Dan beberapa struktur semantis makian dalam bahasa Batak Toba memperlihatkan persamaan dan perbedaan. Persamaan struktur semantisnya adalah X mengatakan sesuatu pada Y karena X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Namun struktur semantis setiap makian dalam BBT memiliki pola struktur semantis yang berbeda berdasarkan referennya.

(3)

Madura memiliki referensi, seperti bagian tubuh manusia, istilah kekerabatan, binatang, mahluk halus, profesi, sesuatu yang buruk, keadaan mental, keadaan fisik seseorang, dan aktivitas sosial yang memiliki makna asali antara lain seseorang, sesuatu, badan, bagian, buruk, terjadi, memikirkan, merasakan, mengetahui, melakukan, dan lain-lain.

Mengingat minimnya penelitian dalam Bahasa Karo, maka penulis mencoba untuk menganalisa struktur semantis dan kategorisasi makian yang terdapat dalam Bahasa Karo menggunakan kajian Metabahasa Semantik Alami (MSA) dengan menggunakan metode simak dan cakap.

2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Konsep

Konsep dasar yang penting dalam tulisan ini meliputi konsep mengenai makna asali dan struktur semantis. Kedua konsep tersebut diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Makian

Dalam KBBI (Debdiknas, 2008: 863) kata maki mempunyai arti yaitu mengeluarkan kata-kata (ucapan) keji (kotor, kasar, dan sebagainya) sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel dan sebagainya. Kata-kata kasar berarti “tidak sopan”, keji berarti “sangat rendah”, “tidak sopan”, dan kata-kata kotor berarti “jorok”, “menjijikkan”, “melanggar kesusilaan”.

Bentuk makian dapat dibagi menjadi empat, yaitu bentuk kata, bentuk frase, bentuk klausa, dan bentuk kalimat (berklausa dan tak berklausa).

2.1.2 Makna Asali

Makna asali adalah perangkat makna yang tidak dapat berubah dan telah

diwarisi oleh manusia sejak lahir (innate), sehingga merupakan refleksi pikiran dasar manusia (Goddard, 1992: 2).

2.1.3 Struktur Semantis

(4)

ditemukan jaringan hubungan yang sama. Yang bisa diharapkan ialah ditemukannya perangkat ‘makna asali’ yang berhubungan.

2.2 Kerangka Teori

Kajian semantik Bahasa Karo ini menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Teori MSA dikembangkan oleh Anna Wierzbicka merupakan teori analisis makna yang menyatukan tradisi filsafat dan logika dalam kajian makna dengan ancangan tipologi untuk kajian bahasa. Asumsi teori ini berkaitan dengan prinsip semiotis yang menyatakan bahwa:

A sign cannot be reduced to or analysed into any combination to things which are not themselves sign, consequently, it is imposible to reduce meanings to any combination of things which are not themselves meanings (Wierzbicka 1996b:10; Goddard 1994:1; Sutjiati Beratha 1997b:61).

Sebuah tanda tidak dapat dianalisis ke dalam bentuk yang bukan merupakan tanda itu sendiri. Selanjutnya, tidak mungkin menganalisis makna pada kombinasi bentuk yang bukan merupakan makna bentuk itu sendiri. Berdasarkan prinsip di atas, analisis makna akan tuntas. Makna kompleks apapun dapat dijelaskan tanpa harus berputar-putar dan tanpa residu. Pemilihan teori MSA sebagai salah satu teori untuk mengkaji MM didasarkan atas beberapa petimbangan, yaitu (1) teori ini dapat mengeksplikasi semua makna, (2) pendukung teori ini yakin pada prinsip bahwa kondisi alamiah sebuah bahasa adalah mempertahankan satu bentuk untuk satu makna dan sebaliknya (prinsip ini tidak hanya dapat diterapkan pada konstruksi gramatikal, tetapi juga pada kata), dan (3) eksplikasi makna dalam teori MSA dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah. Dalam teori MSA, ada sejumlah konsep teoretis yang penting untuk dikemukakan, yaitu makna asali (semantic primitive/semantic prime), polisemi takkomposisi (non-compositional polysemy), dan sintaksis universal (universal syntax).

(5)

Tabel 1. Perangkat Makna Asali

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif I AKU, YOU KAMU, SOMEONE SESEORANG, PEOPLE/PERSON ORANG, SOMETHING/THING SESUATU/HAL, BODY TUBUH/BADAN.

Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN.

Pewatas THIS INI, THE SAME SAME, OTHER/ELSE LAIN.

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA, MUCH/MANY BANYAK, SOME BEBERAPA, ALL SEMUA.

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK. Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL.

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT INGIN, FEEL RASA, SEE LIHAT, HEAR DENGAR.

Ujaran SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE BENAR. Tindakan, peristiwa,

gerakan, perkenaan

DO BERBUAT/LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE GERAK, TOUCH SENTUH.

Keberadaan dan milik BE (SOMEWHERE) SESUATU TEMPAT, THERE IS/EXIST ADA, HAVE PUNYA, BE (SOMEONE/SOMETHING) MENJADI (SESEORANG/SESUATU).

Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI

Waktu WHEN/TIME BILA/WAKTU, NOW SEKARANG, BEFORE SEBELUM, AFTER SETELAH, A LONG TIME LAMA, A SHORT TIME SINGKAT/SEKEJAP, FOR SOME TIME SEBENTAR/BEBERAPA SAAT, MOMENT SAAT.

Ruang (DI) MANA/TEMPAT, (DI) SINI, (DI) ATAS, (DI) BAWAH, JAUH, DEKAT, SEBELAH, DALAM

Konsep Logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN, CAN DAOAT, BECAUSE KARENA, IF JIKA,

Augmentor intensifer VERY SANGAT, MORE LEBIH/LAGI.

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

Sumber : Goddard (dalam Mulyadi 2009: 58)

(6)

gramatikal yang berbeda (Subiyanto, 2008: 272). Ada dua hubungan nonkomposisi, yaitu hubungan yang ‘menyerupai pengartian’ dan ‘hubungan implikasi’ (Indrawati, 2006: 148). Hubungan yang menyerupai pengartian tampak pada melakukan/terjadi dan melakukan pada/terjadi.

(1) X melakukan sesuatu pada Y Sesuatu terjadi pada Y

(2) Jika X merasakan sesuatu pada Y Sesuatu trjadi pada Y

Jika X merasakan sesuatu Sesuatu terjadi pada X

Perbedaan sintaksis yang penting antara melakukan dan terjadi adalah bahwa melakukan membutuhkan dua argumen referensial, sedangkan terjadi hanya membutuhan satu argumen. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen terjadi dan merasakan, misalnya jika X merasakan sesuatu, maka sesuatu terjadi pada X.

2.2.1 Polisemi Takkomposisi

Polisemi dalam kerangka MSA ini merupakan bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua buah makna asali yang berbeda dan bahkan tidak memiliki hubungan komposisi antara eksponennya, karena memiliki kerangka gramatika yang berbeda (Wierzbicka 1996c:27-29). Pada tingkatan yang sederhana, eksponen dari makna asali yang sama mungkin menjadi polisemi dengan cara berbeda pada bahasa yang berbeda pula.

Lebih lanjut Goddard (1996a:31) menyatakan bahwa ada dua ‘hubungan nonkomposisi’ yang paling kuat, yaitu hubungan yang ‘menyerupai pengartian’ (entailment-like relationship) dan ‘hubungan implikasi (implicational relationship). Selanjutnya, ‘hubungan yang menyerupai pengertian’ tampak pada melakukan/terjadi dan melakukan pada/terjadi. Seseorang yang melakukan sesuatu pada seseorang atau melakukan sesuatu pada sesuatu dapat dilihat dari sudut pandang ‘pasien’. Seperti contoh berikut.

(7)

Perbedaan sintaksis yang penting di antara melakukan dan terjadi adalah bahwa melakukan memerlukan dua argumen referensial, sedangkan terjadi hanya memerlukan satu argumen saja. Hubungan implikasi terdapat pada eksponen terjadi dan merasakan, misalnya jika X merasakan sesuatu, maka sesuatu terjadi pada X.

2.2.2 Sintaksis Universal

Konsep dasar selanjutnya adalah sintaksis universal yang dikembangkan oleh Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an. Sintaksis universal terdiri atas kombinasi leksikon butir makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksis bahasa yang bersangkutan. Misalnya, INGIN memiliki kaidah universal tertentu dalam konteks: saya ingin melakukan sesuatu. Selanjutnya, unit dasar sintaksis universal ini dapat disamakan dengan klausa yang dibentuk oleh substantif, predikat, dan elemen- elemen lain. Kombinasi elemen tersebut akan membentuk kalimat kanonis (Indrawati, 2006: 148). Kalimat kanonis adalah kalimat sederhana berbentuk parafrase yang dibentuk oleh kombinasi elemen-elemen makna asali. Kalimat kanonis ini dikatakan sebagai konteks tempat leksikon asali diperkirakan muncul secara universal (Goddard 1996:27-34; Wierzbicka 1996d: 30-44; Sutjiati Beratha 2000a:5 dan 2000b:247).

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis universal mengimplikasikan gagasan pilihan valensi. Contohnya, elemen MENGATAKAN, di samping memerlukan “subjek” dan “komplemen” wajib (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu’), juga “pesapa” (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang’), atau “topik” (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu tentang sesuatu’) atau “pesapa dan topik” (seperti ‘seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Siregar, 2006: 71). Hubungan ketiga konsep dasar tersebut dapat diringkas dalam skema di bawah ini.

(8)

Sumber : Mulyadi dan Siregar (2006)

Sebuah butir leksikon memiliki minimal dua makna asali. Kemudian makna asali tersebut membentuk polisemi, yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Selanjutnya, makna asali yang berpolisemi tersebut membentuk sintaksis universal, yaitu kalimat sederhana yang berbentuk parafrase. Berdasarkan kalimat parafrase tersebut, dapat diketahui makna sebuah butir leksikon tersebut.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data lisan dan data tulis. Data lisan sebesar 60% dan data tulis sebesar 40%. Data diperoleh dari sumber data. Data lisan diperoleh dari beberapa informan. Jumlah informan sebanyak 5 orang. Dari 5 orang informan tersebut ada satu orang yang dipilih sebagai informan kunci. Data lisan diperoleh dari beberapa informan yang dipilih berdasarkan beberapa kriteria, antara lain: 1. Penutur asli bahasa Karo

2. Usia informan rata-rata 25-40 tahun.

3. Dapat berbahasa Indonesia (Mahsun 1995: 106).

Data tulis diperoleh dari bahan bacaan, seperti buku dan aplikasi internet dan kamus bahasa Karo-Indonesia yang disusun oleh Achmad Samin Siregar yang dikumpulkan dengan teknik catat. Data juga bersumber dari intuisi kebahasaan penulis.

3.1.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Makna Asali

Polisemi Sintaksis Universal

(9)

Data penelitian ini adalah data verbal dan nonverbal. Pada langkah pengumpulan data, terdapat bermacam-macam metode. Data penelitian ini dikumpulkan dengan metode simak dan metode cakap. Data lisan dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap. Dalam teknik simak libat cakap, penulis terlibat langsung dalam dialog dengan narasumber. Pada topik pembicaraan penulis berusaha memunculkan calon data sambil merekam pembicaraan (Sudaryanto, 1993: 133). Sedangkan dalam teknik simak bebas libat cakap, penulis tidak terlibat dalam dialog atau penulis hanya sebagai pemerhati yang menyimak dialog orang-orang yang sedang berdialog. Teknik simak bebas libat cakap lebih efektif digunakan untuk menjaring data tulis. Di sini pencatatan berperan penting untuk menjaring data. Teknik simak bebas libat cakap didukung dengan teknik rekam dan teknik catat (Sudaryanto, 1993: 133-135).

Selanjutnya, digunakan metode cakap yang didukung teknik cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik cakap semuka diterapkan dengan cara penulis bertatap muka dan melakukan percakapan langsung dengan informan. Dalam hal ini peneliti mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan kepentingannya untuk memeroleh data yang diharapkan sambil merekam pembicaraan. Kemudian, penulis menggunakan teknik catat sekaligus merekam data yang diperoleh dari setiap informan ketika sedang melakukan percakapan langsung maupun ketika menyimak percakapan yang berlangsung.

Sebagai penutur bahasa Karo, intuisi penulis juga dimanfaatkan untuk melengkapi data. Semua makian dikelompokkan berdasarkan referennya. Referen makian adalah nama hewan, bagian tubuh, keadaan fisik seseorang, keadaan mental, kekerabatan, profesi, dan makhluk halus.

3.3 Metode dan Teknk Analisis Data

Setelah data dikumpulkan tahap selanjutnya adalah menganalisis data. Metode yang digunakan dalam analisis data adalah metode padan dan metode agih. Cara kerja kedua metode tersebut dapat diringkas seperti di bawah ini.

3.3.1 Metode Padan

(10)

bagian tubuh, keadaan fisik seseorang, keadaan mental seseorang, profesi, Kekerabatan, dan makhluk halus.

3.3.2 Metode Agih

Metode agih berperan penting dalam menganalisis dan membandingkan makna. Teknik analisis yang diterapkan adalah teknik ubah wujud dan teknik ganti yang dipakai untuk mengungkapkan makna asali yang dikandung makian BK. Penerapan teknik ubah wujud dalam menganalisis data adalah seperti yang diungkapkan oleh Sudaryanto (1993: 84) yakni adanya pengubahan wujud menghasilkan bentuk tuturan parafrase yang gramatikal secara bentuk dan berterima secara maknawi. Teknik ganti digunakan untuk menguji perilaku atau mengetahui kadar kesamaan kategori makian di dalam kalimat. Misalnya, untuk mengetahui makna biang ‘anjing’ dibandingkan dengan kata-kata lain dalam satu ranah semantis, yaitu makian yang bereferen nama hewan misalnya, babi ‘babi’ dan lembu ‘sapi’, seperti pada contoh di bawah ini.

(a)

Biang ‘anjing’

Bagi ??Babi ‘babi e kin ko! Dilatmu kau si enggo katakenmu. ?? Lembu ‘sapi’

“Seperti anjing kau! Kau jilat kata-katamu sendiri.”

(b)

Babi ‘babi

Bagi ??Biang ‘anjing’ e kin ko! Man pe ko melket kel. ??Lembu ‘sapi’

‘Seperti babi kau! Kotor sekali caramu makan.’

(11)

Setelah ditemukan komponen semantis yang terkandung pada makian dalam BK tersebut, dilakukan parafrase pada makna. Analisis data dapat dilihat seperti pada contoh berikut.

(a) Asu ‘anjing’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk.

Y mengatakan sesuatu yang lain setelah sekarang. Sebentar mengatakan sesuatu seperti ini, sebentar tidak. Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu seperti ini”.

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

(b) Babi ‘babi’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk.

Sesuatu/hal yang dilakukan Y terdengar sama seperti ini; Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu seperti ini”.

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

3.3.3. Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

(12)

singkatan nama (S, P, O, V, K), lambang sigma (Σ) untuk satuan kalimat, dan berbagai lambang (Sudaryanto: 1993: 145).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kategorisasi Makian dalam Bahasa Karo

Kategori makian didasarkan pada kesamaan ciri semantisnya. Makian yang memiliki ciri semantis yang sama berada pada kategori yang sama. Makian dalam BK dapat dikategorikan dalam tujuh referen seperti referen hewan, referen bagian tubuh, referen keadaan mental seseorang, referen keadaan fisik seseorang, referen profesi, referen kekerabatan, dan referen makhlus halus..

Berdasarkan data yang diperoleh, jenis makian dapat dikelompokkan berdasarkan referennya, sebagai berikut.

a. Makian dalam BK bereferen hewan, misalnya: Biang ‘anjing’, babi ‘babi’, bengkala ‘monyet’, menci ‘tikus’, lembu ‘lembu’, biang kerangen ‘anjing hutan’. Jenis-jenis makian tersebut juga dapat dikelompokkan ke dalam subkategori, seperti makian bereferen nama hewan berkaki empat dan dibedakan atas hewan peliharaan dan bukan peliharaan.

Gambar 1. Sub-subkategori Makian Bereferen Nama Hewan

Makian bereferen hewan

berkaki empat

peliharaan bukan peliharaan

besar kecil besar kecil

(13)

b. Makian dalam BK bereferen bagian tubuh, misalnya: takal ‘kepala’, mata ‘mata’, babah/incum ‘mulut’, patat ‘pantat’, tai ‘tahi’, kesut ‘kentut’, natu ‘alat kelamin pria’, teli ‘alat kelamin perempuan’. Kategori makian bereferen bagian tubuh memiliki subkategori panca indera, bukan panca indera. Dan makian bereferen bagian tubuh bukan panca indera memiliki sub-subkategori perempuan dan laki-laki.

Gambar 2. Sub-subkategori Makian Bereferen Bagian Tubuh

Makian bereferen bagian tubuh

panca indera bukan panca indera patat tai kesut

laki-laki perempuan

takal natu teli

babah/incum mata

c. Makian dalam BK bereferen keadaan mental seseorang, misalnya: motu/longor ‘bodoh’, mereng ‘gila’, perkisat ‘pemalas’. Makian tersebut ditujukan kepada seseorang yang tidak mengetahui sesuatu, sedangkan makian perkisat ditujukan kepada seseorang yang mengetahui sesuatu tetapi tidak melakukan sesuatu yang diketahuinya tersebut. Oleh karena itu, makian bereferen keadaan mental seseorang dikelompokkan ke dalam 2 subkategori.

Gambar 3. Subkategori Makian bereferen Keadaan Mental Seseorang

(14)

Tidak mengetahui mengetahui

motu/longor perkisat

mereng palangen

d. Makian dalam BK bereferen profesi, misalnya: juak-juak ‘budak’, beru jalang/lonte ‘pelacur’. Berdasarkan nilainya norma menurut pandangan masyarakat Karo, makian bereferen profesi memiliki subkategori yang bernilai positif dan negatif.

Gambar 4. Subkategori Makian Bereferen Profesi

Makian bereferen profesi

bernilai positif bernilai negatif

juak-juak beru jalang

e. Makian dalam BK bereferen kekerabatan, misalnya: nandem “ibumu’, bapam bapakmu’, ninim ‘nenekmu’. Subkategori makian bereferen kekerabatan adalah laki-laki dan perempuan.

Gambar 5. Subkategori Makian Bereferen Kekerabatan

Makian Bereferen Kekerabatan

Laki-laki perempuan

(15)

f. Makian dalam BK bereferen makhuk halus, misalnya: begu ‘hantu’, begu ganjang ’hantu yang panjang’. Subkategori makian bereferen makhluk halus dikelompokkan berdasarkan ukuran.

Gambar 6. Subkategori Makian bereferen Makhluk Halus

Makian bereferen makhluk halus

Jenis

begu begu ganjang

Kategorisasi makian berdasarkan referen makian tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut.

Gambar 8. Kategorisasi Makian dalam Bahasa Karo

Makhluk halus Kekerabatan

Profesi Referensi Makian dalam BK Keadaan Fisik Seseorang

(16)

4.2 Struktur Semantis Makian dalam Bahasa Karo

Struktur semantis makian dalam BK dibentuk oleh polisemi MENGATAKAN/MERASAKAN. Polisemi tersebut kemudian berkombinasi dengan perangkat makna asali yang lain untuk membedakan makna setiap leksikon. Makian termasuk ke dalam verba ujaran. Menurut Mulyadi (2000), makna verba ujaran tidak terlepas dari tujuan ilokusi, yaitu maksud penutur dalam mengajarkan sesuatu, yang disusun dalam komponen ‘Aku mengatakan ini karena [....]. Slot yang kosong tersebut diisi sejumlah elemen yang berbeda, bergantung pada properti kata makiannya.

Setiap kata makian ciri semantis yang berbeda-beda. Ciri semantis itu kemudian membedakan setiap makna tersebut. Perbedaan itu dapat dilihat seperti contoh kalimat berikut ini.

Babi

Biang dilatmu kai si enggo katakenmu. Menci

Biang! Dilatmu kai si enggo katakenmu. ‘Anjing! Kau jilat apa yang telah kau katakan.’

Dari kalimat diatas, kata biang lebih tepat digunakan karena seseorang yang menyangkal yang telah ia katakan sama halnya seperti seekor anjing yang lidahnya menjulur keluar-dalam.

Biang

Bagi Lembu e kel ko. Kataken maka teh ko. Menci

Bagi lembu e kel ko! Kataken maka teh ko. Seperti lembu kau! Dibilang baru mengerti.’

(17)

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa setiap kata makian tidak dapat saling menggantikan meskipun dalam kategori yang sama, karena kata makian tersebut memiliki ciri semantis masing-masing.

4.2.1 Struktur Semantis Makian Bereferen Nama Hewan

Ada banyak jenis nama hewan yang diketahui oleh masyarakat Karo. Namun, tidak semua nama-nama hewan tersebut digolongkan sebagai kata makian. Dalam masyarakat Karo, nama hewan yang tergolong makian adalah hewan yang dekat dengan masyarakat tersebut.

(1) Biang ‘anjing’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu terhadap Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk. Y mengatakan sesuatu yang lain setelah sekarang. Sebentar mengatakan sesuatu seperti ini, sebentar tidak.

Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu seperti ini”.

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

(18)

(2) Babi ‘babi’

Pada waktu itu, X mengatakan pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk. Sesuatu/hal yang dilakukan Y terdengar sama seperti ini: Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu seperti ini”.

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, predikat mental, evaluator, pewatas, waktu, tindakan, konsep logis, dan kesamaan dengan makna asali mengatakan, meraskan, sesuatu, buruk, seperti, laku, tidak dan sama sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Sesuatu/hal yang dilakukan Y terdengar sama seperti ini”. Biasanya orang yang dimaki akan marah karena disamakan seperti hewan, sehingga terbentuk pola struktru “Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X”. Berdasarkan analisis tersebut, babi memliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas, [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [=insan].

(3) Lembu ‘Sapi’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk: Y melakukan sesuatu jika X (seseorang) Mengatakan sesuatu: Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu karena ini”. Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk..

X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

(19)

merasakan, sesuatu, buruk, seperti, dan sama sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Y melakukan sesuatu jika X (seseorang) mengatakan sesuatu”. Biasanya orang yang dimaki akan marah karena disamakan seperti hewan, sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X”. Berdasarkan analisis tersebut, lembu memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [-insan].

(4) Menci ‘tikus’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk. Saya tahu bahwa Y tidak mengatakan hal yang benar pada saya; Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu seperti ini”.

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, predikat mental, evaluator, pewatas, waktu, dan kesamaan dengan makna asali mengatakan, merasakan, tahu, sesuatu, buruk, seperti, dan sama sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Saya tahu bahwa Y tidak mengatakan hal yang benar pada saya’. Biasanya orang yang dimaki akan marah karena disamakan seperti hewan, sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, menci memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [-insan].

(5) Bengkala ’monyet’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y.

(20)

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dbentuk oleh kombinasi semantik substantif, predikat mental, evaluator, pewatas, waktu, tindakan, konsep logis, dan kesamaan dengan makna asali mengatakan, merasakan, memikirkan, tidak, baik, sesuatu, buruk, seperti, laku, dan sama sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Y memikirkan dan melakukan sesuatu yang tidak baik’. Biasanya orang yang dimaki akan marah karena disamakan seperti hewan, sehingga terbentuk pola struktur: karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, bengkala memiliki fitur-fitur semantik, yakni [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [-insan].

(6) Biang kerangen ‘anjing hutan’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu terhadap Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

“Y melakukan sesuatu yang buruk. Y mengatakan sesuatu yang lain setelah sekarang. Sebentar mengatakan sesuatu seperti ini, sebentar tidak.

Saya tidak ingin Y melakukan sesuatu seperti ini”.

Ketika X berpikir seperti ini, X merasakan sesuatu yang buruk. X merasa Y sama seperti Z.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan Y seperti ini.

(21)

tersebut, biang kerangen memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [-insan].

4.2.2 Struktur Semantis Makian Bereferen Bagian Tubuh

Bagian tubuh manusia juga dapat dijadikan sebagai ungkapan untuk memaki seseorang. Dalam masyarakat Karo, seseorang yang melakukan kesalahan yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang sehingga menyebabkan orang lain rugi atau marah, bagian tubuh tersebut digunakan sebagai ungkapan mengekrspresikan kemarahan atau kekecewaan orang tersebut.

(7)Takalmu ‘kepalamu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y.

Y tidak mendengarkan perkataan X karna Y merasa lebih benar. X mengatakan bagian tubuh Y.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi semantik substantif, predikat mental, evaluator, augmentor intensifier, konsep logis dengan makna asali seseorang, sesuatu, badan/tubuh, mengatakan, merasakan, buruk, lebih, benar, dan tidak sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan sesuatu pada Y dengan menyebut bagian tubuh’. Biasanya orang yang dimaki akan arah karena takal ‘kepala’ adalah bagian dari tubuh manusia yang paling tinggi kedudukannya. Apabila seseorang memaki dengan menyebut takal, maka ia merendahkan derajat orang yang dimaki sehingga terbentuk pola struktur, ‘Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisi tersebut, takal memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(8) Matam ena ‘matamu itu’

(22)

Bagian tubuh Y melihat pada X dalam waktu yang lama. X mengatakan bagian tubuh Y (mata mu ena).

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantic substantif, predikat mental, dan evaluator dengan makna asali seseorang, sesuatu, badan/tubuh, mengatakan, merasakan, melihat, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan sesuatu pada Y dengan mengatakan bagian badan’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali karena kesalahannya sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, mata memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [- bernyawa], dan [-insan].

(9) Babah/Incum mu ena ‘mulutmu itu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan hal yang buruk terhadap Y. Y mengatakan hal yang tidak baik kepada X.

X mengatakan bagian tubuh Y (babah/incum mu ena).

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(23)

(10) Patatmu ‘pantatmu itu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan hal yang buruk terhadap Y. Y melakukan sesuatu yang buruk terhadap X. Bagian tubuh Y bergerak mendekati X.

X mengatakan bagian tubuh Y (patatmu).

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, predikat mental, tindakan, gerakan, dan evaluator dengan makna asali seseorang, sesuatu, badan/tubuh, mengatakan, bergerak, melakukan merasakan, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan sesuatu pada Y dengan mengatakan bagian badan’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali karena kesalahannya sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, patat memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(11) Taim ‘taimu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan hal yang buruk terhadap Y.

X tidak dapat mendengar dengan baik hal yang dikatakan Y karena Y sangat banyak mengatakan sesuatu dengan tidak baik. X mengatakan bagian tubuh Y (taim).

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(24)

Berdasarkan analisis tersebut, taim memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [- bernyawa], dan [-insan].

(12) Natum mengatakan ‘alat kelamin pria’ itu

Pada waktu itu, X (anak kecil) mengatakan sesuatu pada Y (anak kecil). X merasakan hal yang buruk terhadap Y (laki-laki).

X mengatakan bagian tubuh Y/ Ayah Y (pilat).

Oleh karena itu, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, predikat mental, dan evaluator dengan makna asali mengatakan, merasakan, sesuatu, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan sesuatu pada Y dengan mengatakan bagian tubuh’. Biasanya orang yang dimaki akan marah karena bagian tubuh tersebut adalah bagian yang sangat vital dan tabu diucapkan dalam masyarakat BK, sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, natum memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(13) Telinandem mengatakan ‘alat kelamin perempuan’ itu

Pada waktu itu, X (anak kecil) mengatakan sesuatu pada Y (anak kecil). X merasakan hal yang buruk terhadap Y (laki-laki).

X mengatakan bagian tubuh Y/ Ayah Y (pilat).

Oleh karena itu, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(25)

Berdasarkan analisis tersebut, teli memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(14) Kesutmu ‘kentutmu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan hal yang buruk terhadap Y.

X tidak dapat mendengar dengan baik hal yang dikatakan Y karena Y sangat banyak mengatakan sesuatu dengan tidak baik. X mengatakan bagian tubuh Y (kesutmu).

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, predikat mental, evaluator, dan konsep logis dengan makna asali seseorang, sesuatu, badan/tubuh, mengatakan, mendengar, merasakan, tidak, baik, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan sesuatu pada Y dengan mengatakan bagian tubuh. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, kesut memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [- bernyawa], dan [-insan].

Berdasarkan analisis tersebut, makian bereferen bagian tubuh memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [- insan]. Dengan mengabaikan komponen tambahannya, makna semua makian bereferen bagian tubuh dapat disusun dalam struktur berikut.

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan hal yang buruk terhadap Y. Y [...]

(26)

4.2.3 Struktur Semantis Makian Bereferen Keadaan Mental Seseorang Makian bereferen keadaan mental seseorang tidak banyak ditemukan

dalam tuturan masyarakat BK. Keadaan mental yang digunakan untuk memaki adalah sebagai berikut.

(15) Motu/longor ‘bodoh’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir seperti ini:

Y tidak dapat mengetahui sesuatu. X merasa Y seperti ini.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X.X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantic substantif, predikat mental, konsep logis, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, mengatakan, merasakan, mengetahui, tidak, dapat, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Y tidak dapat mengetahui sesuatu’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, motu/longor memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [-konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(16) Mereng/adon ‘gila’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir seperti ini:

Y melakukan sesuatu sebelum berpikir. X merasa Y seperti ini.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(27)

melakukan, pikir, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Y melakukan sesuatu tanpa berpikir’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, mereng/adon memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [-konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(17) Perkisat ‘pemalas’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y tidak melakukan sesuatu apa pun.

X merasa Y seperti ini.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantic substantif, predikat mental, konsep logis, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, melakukan, merasakan, tidak, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Y tidak melakukan sesuatu apa pun’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, perkisat memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [-konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(18) Palangen ‘kurang ajar’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y tidak melakukan sesuatu apa pun.

X merasa Y seperti ini.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(28)

merasakan, tidak, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘Y tidak melakukan sesuatu apa pun’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, palangen memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [-konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

Berdasarkan analisis tersebut, makian bereferen keadaan mental seseorang memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [-konkret], [-bernyawa], dan [-insan]. Dengan mengabaikan komponen tambahannya, makna semua makian bereferen keadaan mental seseorang dapat disusun dalam struktur berikut.

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir seperti ini:

[...]

X merasa Y seperti ini.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

4.2.4 Struktur Semantis Makian Bereferen Profesi Profesi

Profesi yang dijadikan sebagai ungkapan memaki seseorang adalah profesi

yang dinilai masyarakat sangat rendah dan keberadaannya mengusik kehidupan masyarakat, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

(19) Juak-juak ‘budak/pembantu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

Y melakukan sesuatu yang buruk.

Y tidak dapat melakukan sesuatu jika tidak diinginkan seseorang. X merasa Y adalah Z atau sama seperti Z.

(29)

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, predikat mental, milik, pewatas, kesamaan, konsep logis, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, adalah, melakukan, merasakan, ingin, sama, seperti, tidak, dapat, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan Y adalah Z’ atau Y sama seperti Z’. Orang yang memaki merasa seseorang tersebut memiliki mental seoraang budak. Akan tetapi, ada juga orang yang dimaki memang berprofesi sebagai pembantu/budak. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, juak-juak memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [+insan].

(20) Diberu gutul/lonte ‘pelacur

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

Y melakukan sesuatu yang buruk; Y adalah seseorang yang sangat dekat dengan banyak orang (laki-laki).

X merasa Y adalah Z atau sama seperti Z

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantic substantif, predikat mental, pewatas, penjumlah, augmentor, milik, kesamaan, konsep logis, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, sangat, adalah, melakukan, merasakan, sama, banyak, seperti, tidak, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan Y adalah Z’ atau Y sama seperti Z’. Apabila seseorang memaki wanita dengan diberu gutul/lonte, maka ia menganggap wanita itu layak atau memang diberu gutul/lonte. Kadang-kadang orang yang dimaki aka diberu gutul/lonte boru si babi jalang memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [+insan].

Berdasarkan analisis tersebut, makian bereferen profesi memiliki fitur-fitur

(30)

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y:

Y melakukan sesuatu yang buruk [...] atau Y adalah seseorang seperti ini. X merasa Y adalah Z atau sama seperti Z

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini

4.2.5 Struktur Semantis Makian Bereferen Kekerabatan

Makian bereferen kekerabatan yang ditemukan dalam masyarakat BK adalah sebagai berikut.

(21) Nandem ‘Ibumu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y melakukan kesalahan seperti seseorang (ibu Y). X mengatakan Z.

Z adalah bagian dari Y.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(31)

(22) Bapam ‘ayahmu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y melakukan kesalahan seperti seseorang (ayah Y). X mengatakan Z.

Z adalah bagian dari Y.

Karena ini, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik substantif, substantif relasional, predikat mental, tindakan, kesamaan, dan evaluator dengan makna asali bagian, sesuatu, melakukan, seperti, merasakan, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan sesuatu pada Y dengan mengatakan Z’. Orang yang dimaki akan marah karena merasa keluarganya sudah terhina sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena itu, Y merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, bapam memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [+insan].

(23) Ninim ‘nenekmu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y melakukan kesalahan seperti seseorang (ibu Y). X mengatakan Z.

Z adalah bagian dari Y.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(32)

Berdasarkan analisis tersebut, makian bereferen kekerabatan memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [+bernyawa], dan [+insan]. Dengan mengabaikan komponen tambahannya, makna semua makian bereferen kekerabatan dapat disusun dalam struktur berikut

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu kepada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y melakukan kesalahan seperti [...].

X mengatakan Z.

Z adalah bagian dari Y.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

4.2.6 Struktur Semantis Makian Bereferen Makhlus Halus

Makhlus halus yang digunakan untuk memaki seseorang hanya begu dan begu ganjang. Masyarakat BK tidak banyak mengenal jenis-jenis makhluk halus, seperti pocong dan kuntilanak. Masyarakat BK menyebutkan jenis-jenis makhluk halus tersebut ke dalam satu kata, yaitu begu. Namun ada perbedaan antara begu dan begu ganjang, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

(24) Begu ‘hantu’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y seperti ini:

Y adalah sesuatu yang hidup di tempat ini.

Kadang-kadang orang tidak atau dapat melihat Y di tempat ini. X mengatakan Y adalah Z.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(33)

analisis tersebut, begu memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+/-konkret], [+bernyawa], dan [-insan].

Fitur [+/-konkret] muncul karena begu merupakan makhlus halus, yang sebagian orang dapat dan tidak dapat melihatnya, sehingga terbentuk pola struktur ‘kadang-kadang seseorang tidak atau dapat melihat Z. Fitur [+bernyawa] dimiliki begu karena makhluk ini hidup walaupun di alam lain. Pola struktur yang terbentuk adalah ‘Z hidup di tempat ini’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’.

(25) Begu ganjang ‘hantu yang panjang’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y seperti ini:

Y adalah sesuatu yang hidup di tempat ini.

Y memunyai sesuatu seperti ini. Banyak orang mati karena ini. X mengatakan Y adalah Z.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantic substantif, predikat mental, ruang, hidup dan mati, penjumlah, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, melihat, banyak, hidup, mati, di tempat, merasakan, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X mengatakan Y adalah Z’.

Berdasarkan analisis tersebut, begu ganjang memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+/-konkret], [+bernyawa], dan [-insan].

Fitur [+/-konkret] muncul karena begu ganjang merupakan makhlus halus, yang sebagian orang dapat dan tidak dapat melihatnya. Fitur [+bernyawa] dimiliki begu ganjang karena makhluk ini hidup walaupun di alam lain. Pola struktur yang terbentuk adalah ‘Z hidup di tempat ini’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’.

(34)

mengabaikan komponen tambahannya, makna semua makian bereferen makhluk halus dapat disusun dalam struktur berikut.

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. X berpikir tentang Y seperti ini:

Y adalah seseorang yang hidup di tempat ini. [...]

X mengatakan Y adalah Z.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

4.2.7. Struktur Semantis Makian Bereferen Keadaan Fisik Seseorang

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, keadaan fisik seseorang cenderung menjadi ungkapan masyarakat BK untuk mengekspresikan kemarahan dan kekecewaan. Ada orang yang dimaki karena memang memiliki keadaan fisik yang buruk sesuai dengan kenyataan, namun yang paling banyak dijumpai adalah hanya sebagai hubungan kesalahan seseorang dengan keadaan fisik yang menggambarkan kesalahan orang tersebut. Makian bereferen keadaan fisik tersebut adalah sebagai berikut.

(26) Mbelang babah ‘mulut lebar”

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y.

Y mengatakan sesuatu secara berlebihan. Bagian tubuh Y terlihat buruk seperti ini. X mengatakan Z kepada Y.

Karena ini, Y tidak atau merasakan asesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini

(35)

oleh perkataan orang yang dimaki sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X merasakan sesuatu yang buruk karena Y’. Akan tetapi, ada juga orang yang dimaki memang memiliki keadaan fisik seperti ini. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, mbelang babah memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [- insan].

(27) Galang patat ‘besar pantat’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y.

X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y berada di sebelah X X tidak dapat bergerak dengan baik karena Y.

Bagian tubuh Y terlihat buruk seperti ini. X mengatakan Z kepada Y.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini..

Makian dalam BBT tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantik

substantif, predikat mental, ruang, gerakan, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, badan/tubuh, merasakan, sebelah, bergerak, dan buruk. Orang yang memaki dengan menyebut galang patat biasanya merasa dirugikan oleh keadaan fisik orang yang dimaki sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X merasakan sesuatu yang buruk karena Y’. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis

tersebut,

galang patat memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [-bernyawa], dan [-insan].

(28) Kertang ‘kurus’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y. Y terlihat sangat kecil karena ini.

(36)

X mengatakan Z kepada Y.

Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

Makian dalam BK tersebut dibentuk oleh kombinasi komponen semantic substantif, predikat mental, gerakan, pewatas, penjumlah, augmentor, konsep logis, dan evaluator dengan makna asali sesuatu, badan/tubuh, merasakan, banyak, ini, sangat, tidak, dapat, dan buruk sehingga dapat dibentuk pola struktur ‘X merasakan sesuatu yang buruk karena Y’. Orang yang memaki dengan menyebut kertang biasanya merasa kesal sehingga dia memaki dengan menyebut keadaan fisik orang tersebut. Kadang-kadang orang yang dimaki akan marah atau tidak sama sekali sehingga terbentuk pola struktur ‘Karena ini, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X’. Berdasarkan analisis tersebut, kertang memiliki fitur-fitur semantik, yakni: [+entitas], [+temporal], [+konkret], [- bernyawa], dan [-insan].

(29) Pasek ‘tidak mendengar’

Pada waktu itu, X mengatakan sesuatu pada Y. X merasakan sesuatu yang buruk terhadap Y.

X memanggil Y lebih dari satu kali tetapi Y tidak mendengar X (dari jauh). Bagian tubuh Y terlihat buruk seperti ini.

X mengatakan Z kepada Y.

Oleh karena itu, Y tidak atau merasakan sesuatu yang buruk terhadap X. X mengatakan sesuatu seperti ini.

(37)

5. SIMPULAN

Makian dalam BK dikategorikan berdasarkan tujuh referen. yaitu nama hewan, bagian tubuh, keadaan mental seseorang, keadaan fisik seseorang, kekerabatan, profesi, dan makhluk halus.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Goddard, C. 1998. Semantic Analysis. Oxford: Oxford University Press.

Indrawati, Dianita. 2006. Makian Dalam Bahasa Madura: Kajian Metabahasa Semantik Alami. Linguistik Indonesia, Vol. 24 (2). 145-154. Jakarta: Unika Atma Jaya.

Mulyadi. 2000. Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia. Linguistika Vol. 13, 43. Denpasar: Universitas Udayana.

Mulyadi dan Siregar. 2006. Aplikasi Teori Metabahasa Makna Alami Dalam Kajian Makna. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, Vol. II (2). 69-75. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Napitupulu, Siska. 2014. Makian Dalam Bahasa Batak Toba: Kajian Metabahasa Semantik Alami. Skripsi. Medan: Fakultas Ilmu Budaya USU

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Wierzbicka, A. 1996. Semantics: Primes and Universals. Oxford: Oxford University Press

Kamus

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Siregar, Achmad Samin dkk. 1984. Kamus Bahasa Karo-Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Gambar

Tabel 1. Perangkat Makna Asali
Gambar 1. Sub-subkategori Makian Bereferen Nama Hewan
Gambar 2. Sub-subkategori Makian Bereferen Bagian Tubuh
Gambar 5. Subkategori Makian Bereferen Kekerabatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimana bentuk lingual makian bahasa Indonesia pada komik yang dikaji?.. 2) Kategori kata, frasa, dan klausa

Terdapat empat faktor yang mempengaruhi penutur bahasa Manggarai dialek Colol Manggarai Timur menggunakan makian, yaitu (i) menunjukkan keakraban, (ii) mengungkapkan

Makian dalam kalimat (7) menunjukkan rasa kesal dan jengkel seseorang terhadap orang yang dimaki, yaitu merasa kesal kepada orang yang dimaki karena orang

Konsekuensi logis pernyataan tersebut adalah bahwa sebuah wacana, yang dibentuk oleh konstituen- konstituen yang berupa kata, belum dapat digunakan sebagai

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode padan referensial dan padan pragmatis, hal itu digunakan untuk menentukan tuturan makian yang digunakan oleh

Dari penelitian dapat disimpulkan ada tujuh kategori yang ditemukan pada makian dalam bahasa Jawa dialek Solo yaitu: Hewan, Keadaan, Profesi, Makhluk Halus, Bagian Tubuh,

Dari pembahasan di atas, peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa makna leksikal dan kontekstuall dalam bentuk makian bahasa jawa banyak di gunakan dalam