IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS ) DALAM
UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN (SMK) NEGERI 2 SURAKARTA TH. 2008/2009
Diajukan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Program Pendidikan Teknik Bangunan
Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
Oleh :
SARIYANTO
NIM: K 1504037
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iiIMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS ) DALAM
UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN (SMK) NEGERI 2 SURAKARTA TH. 2008/2009
Oleh:
SARIYANTO
NIM: K 1504037
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan Jurusan Pendidikan
Teknik dan Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iiiPERSETUJUAN
Skripsi ini telah telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Skripsi Program Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan Jurusan Pendidikan
Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta pada :
Hari :
Tanggal :
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Drs. Suradji, M. Pd.
NIP. 19511013 197803 1 002
Pembimbing II
Taufiq Lilo Adisucipto, S.T, M.T.
commit to user
ivPENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Agus Efendi, M.pd. ...
Sekretaris : Ernawati Sri Sunarsi, S.T,M.Eng. ...
Anggota I : Drs. Suradji, M. Pd. ...
Anggota II : Taufiq Lilo Adisucipto, S.T, M.T. ...
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
commit to user
vABSTRAK
Sariyanto. IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DI SMKN 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2009
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) di SMK N 2 Surakarta tahun ajaran 2008/2009, (2) Proses penyusunan program sekolah dalam konteks MBS di SMK N 2 Surakarta, (3) Seberapa besar implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara dan analisis dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi data. Sedangkan data dianalisis dengan model interaktif yang terbagi dalam pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
commit to user
vi MOTTO“Jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang – orang yang khusuk, (yaitu) orang – orang
yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan
kembali kepadanNya.” ( Q.S. Al Baqarah : 45-46)
“Dan tuhanmu berfirman, berdo’a lah kepadaKu, niscaya akan Ku perkenankan
bagimu.” (Q.S. Al Mukmin : 60)
”Ilmu adalah Senjataku, Sabar adalah Pakaianku, Yakin adalah Kekuatanku,
Kejujuran adalah Kemenanganku, Taat adalah Kecintaanku, Sholat adalah
Kebahagiaanku.”
(Suri Tauladan Rasulullah Saw)
Sesungguhnya Allah Swt tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(Qs. Arro’ad : 11)
Sesunguhnya Sesudah Kesulitan itu ada Kemudahan.
commit to user
viiPERSEMBAHAN
Dengan segenap cinta penulis mempersembahkan
karya ini untuk:
1. Ayah Alm. dan Ibu tercinta.
2. Kakak dan Adikku tercinta
3. Saudara – saudaraku di Jogja, Klaten, Jakarta.
4. Teman Seperjuangan PTB angkatan 2004.
5. Teman – teman karawitan UPKD FKIP UNS
commit to user
viiiKATA PENGANTAR
Segala Puji Kehadirat Allah Swt atas Segala Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan oleh penulis dalam rangka
meyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Pendidikan
Teknik Sipil/ Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali meneriama bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin meyampaikan ucapan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Suwachid, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Teknik dan Kejuruan.
3. Bapak Drs. Ag. Thamrin, M.Pd, M.Si selaku Ketua Program
Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan.
4. Bapak Sukatiman, S.T. selaku Pembimbing Akademis penulis.
5. Bapak Drs. Suradji, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah
memberikan arahan, bimbingan serta Ilmu dalam penyusunan
skripsi.
6. Bapak Taufiq Lilo Adi Sucipto, ST. MT selaku Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan, Ilmu dan masukan dalam penyusunan
skripsi.
7. Seluruh Dosen Pendidikan Teknik Sipil/ Bangunan atas ilmu dan
bimbingan yang telah diberikan.
8. Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Surakarta.
9. Bapak Sigit Susilo, S.Pd. MT atas waktu dan bantuannya di SMK N
2 Surakarta.
10. Keluarga Besar SMK Negeri 2 Surakarta.
11. Ibu yang telah memberikan Do’a dan Dukungan.
commit to user
ix13. Sahabat – sahabat ku dan teman – teman ku PTB, PTM, dan teman
teman UPKD.
Penulis menyadari akan ketidak sempurnaan skripsi ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritikan agar penulis dapat selalu memperbaiki
diri. Akhir kata semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Amien.
Surakarta, 26 Juli 2010
commit to user
xDAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGAJUAN... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... ..……...……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ... ………..……... 1
B. Identifikasi Masalah . ... 6
C. Pembatasan Masalah ... . 7
D. Perumusan Masalah ………...……… . 7
E. Tujuan Penelitian….. ……… ... 7
F. Manfaat Penelitian…….……… ... 8
BAB II LANDASAN TEORI……...….……… .. 9
A. Tinjauan Pustaka……...………. 9
1. Tinjauan Manajemen……...……… ... 9
2. Tinjauan Manajemen Pendidikan ………… ... 12
3. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ... 13
4. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah ………. 20
5. Penyusunan Program Sekolah dalam Konteks MBS.. 23
commit to user
xi7. Tinjauan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ... 27
8. Deskripsi SMK Negeri 2 Surakarta... 30
B. Hasil Penelitian yang Relevan... . 31
C. Kerangka Berfikir.………... ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……...……… .. 35
A. Tempat dan Waktu Penelitian..………...……… 35
B. Bentuk dan Strategi Penelitian..………..……… ... 36
C. Sumber Data...……....………….……… .. 37
D. Teknik Sampling……...……… . 38
E. Pengumpulan Data……..……… ... 38
F. Validitas Data……...……… . 40
G. Analisis Data……..…………..……… .. .40
H. Prosedur Penelitian……..………….……… . 42
BAB IV HASIL PENELITIAN……..……… .. 44
A. Deskripsi Lokasi Penelitian……...……… .... 44
1. SMK Negeri 2 Surakarta………... 44
a. Sejarah Berdirinya SMK Negeri 2 Surakarta…… ... 44
b. Lokasi SMK Negeri 2 Surakarta...……… ... 48
c. Kurikulum yang pernah di Berlakukan di SMK N 2 Surakarta ………....……… ... 49
d. Visi dan Misi SMK N 2 Surakarta………… ... 49
e. Fasilitas SMK N 2 Surakarta……… ... 50
B. Diskripsi Hasil Penelitian………...…..……… ... 50
C. Temuan Studi yang dihubungkan dengan Kajian Teori... . 71
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN……… ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Implikasi ... 83
C. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA………...……… 85
commit to user
xiiDAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 36
Tabel 2. Kisi – kisi Pedoman Wawancara ... 87
Tabel 3. Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Surakarta ... 97
Tabel 4. Struktur Organisasi Bidang Kurikulum ... 98
Tabel 5. Uraian Tugas dan Wewenang (WKS1) ... 99
Tabel 6. Struktur Organisasi Bidang Kesiswaan (WKS 2) ... 101
Tabel 7. Uraian Tugas Bidang Kesiswaan (WKS 2) ... 102
Tabel 8. Struktur Organisasi Bidang Sumber Suber Daya ... 108
Tabel 9. Uraian Tugas dan Wewenang (WKS 3) ... 109
Tabel 10. Struktur Organisasi Bidang Hubungan Industri (WKS 4) ... 112
Tabel 11. Uraian Tugas Jabatan (WKS 4) ... 113
Tabel 13. SMM ISO 9001 : 2000 ... 115
Tabel 14. Struktur Organisasi Tata Usaha SMK N 2 Surakarta ... 117
Tabel 15. Uraian Tugas (Job Discription) Pegawai tata Usaha (PNS) SMK N 2 Surakarta ... 116
Tabel 16. Daftar Pengguna Bengkel dan Ruang SMK N 2 Surakarta . 119
Tabel 17. Jadwal Pelajaran Siang SMK N 2 Surakarta ... 120
Tabel 18. Jadwal Pelajaran SMK N 2 Surakarta ... 121
Tabel 19. Daftar Guru SMK N 2 Surakarta ... 123
commit to user
xiiiDAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berfikir... 34
Gambar 2. Proses Analisis Interaktif
(Sumber:H.B. Sutopo, 2002 : 96) ………… ... 42
Gambar 3. Profil Sekolah ... 126
commit to user
xivDAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran I Kisi – kisi Pedoman Wawancara ... 87
Lampiran II Pedoman Wawancara ... 89
Lampiran III Arsip dan Dokumen SMK Negeri 2 Surakarta. ... 97
Lampiran IV Profil Sekolah ... 126
Lampiran V Daftar peserta seminar ... 127
Lampiran VI Surat Permohonanan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ... 128
Lampiran VII Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ... 129
Lampiran IX Surat Permohonan ijin Research Dari Dinas Dikpora Kota Surakarta ... 130
Lampiran X Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian/Survey/Pengumpulan data di SMK Negeri 2 Surakarta ... 131
Lampiran XI Gambar Dokumentasi ... 132
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai
permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan
manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam
era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam
persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Permasalahan yang sedang
dihadapi di dunia pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan
pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang
terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka
berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas mutu
pendidikan, namun upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang
menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan dalam implementasinya di
lapangan. Kegagalan demi kegagalan antara lain disebabkan oleh masalah
manajemen yang kurang tepat, penempatan tenaga yang tidak sesuai dengan
bidang keahlian, dan penanganan masalah bukan oleh ahlinya, sehingga tujuan
pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan
mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.
Selain itu sedikitnya ada tiga faktor yang dapat menjelaskan mengapa
commit to user
merata. Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraaan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan education production fungtion atau input – output
analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa
lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi
semua input berupa masukan yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut,
maka lembaga ini akan menghasilkan ouput berupa keluaran yang dikehendaki.
Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan
guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana
pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan berupa keluaran (output)
secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataannya, mutu pendidikan yang
diharapkan tidak terjadi, di karenakan selama ini dalam menerapkan pendekatan
education product function terlalu memusatkan pada masukan pendidikan dan
kurang memperhatikan proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat
menentukan output pendidikan.
Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara
birokratik – sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur
yang sangat panjang dan kadang – kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak
sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian, sekolah kehilangan
kemandirian, motivasi dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan
lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan
pendidikan pendidikan nasional.
Faktor ketiga, peranserta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat
selama ini pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan input yaitu berupa dana
pendidikan, bukan pada proses pendidikan (pengambilan putusan, monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak
mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaaan
pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu
commit to user
Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa
pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor masukan
pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan.
masukan pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas
tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu
pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to
improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit
pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak
didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan
yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam
melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu
pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai
keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya.
Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan
mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara
Nasional (Benchmarking), untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan
peningkatan mutu pendidikan. Pemikiran ini telah mendorong munculnya
pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa
mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan
pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan Manajemen Peningkatan
Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah atau istilah yang dipakai sekarang adalah
Manejemen Berbasis Sekolah (School Based Management).
Melihat kondisi tersebut, maka untuk merealisasikan Undang – undang
Nomor 22 dan 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah, yang secara langsung
berpengarung terhadap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pendidikan, maka perlu dilakukan manajemen yang tepat dan pengembangan
sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan lapangan. Hal tersebut sejalan
dengan Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 (UU
Sisdiknas), yang menuntut penataan manajemen dalam berbagai jalur dan jenjang
commit to user
sekolah dibawah koordinasi dan pengawasan pemerintah daerah Kota dan
Kabupaten.
Perubahan manajemen pendidikan dari manajemen berbasis pusat
(sentralistik) menuju manajemen berbasis sekolah (desentralistik) pada dasarnya
akan memberikan otonomi lebih besar kepada kepala sekolah untuk
menyelenggarakan atau mengatur rumah tangganya sendiri serta diberi
kewenangan untuk membuat keputusan tingkat sekolah, sehingga
kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program –
programnya yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.
Pada konsep MBS, sekolah dituntut untuk ikut terlibat secara aktif dan
dinamis dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan yaitu secara mandiri,
menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas – prioritas, mengendalikan, dan
mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber – sumber, baik kepada
masyarakat maupun pemerintah. Sekolah diberi kebebasan dan kekuasaan yang
besar disertai seperangkat tanggung jawab, sehingga dalam pelaksanaan MBS,
pendekatan sentralistik masih diperlukan, terutama untuk menentukan kurikulum
pendidikan nasional dan menetapkan anggaran agar dapat dicapai kesamaan dan
pemerataan standar pendidikan di seluruh wilayah tanah air. Dalam konsep MBS,
sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan mikro
pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya (kelebihan dan kekurangan)
untuk selanjutnya melalui proses perencanaan, sekolah harus
memformulasikannya kedalam kebijakan mikro dalam bentuk program – program
prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan
sesuai dengan visi dan misinya masing – masing. Dalam pengimplementasiannya,
sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan
permasalahan administrasi, keuangan, dan fungsi setiap personel sekolah di dalam
kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Dengan
demikian terdapat beberapa fungsi yang didesentralisasikan dimana terdapat
pergeseran atau pengalihan kewenangan dari Dinas Diknas ke tingkat sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam
commit to user
memenuhi segala kebutuhan serta kemandirian dalam mengambil keputusan
secara pertisipatif dengan melibatkan orang tua siswa. Model ini akan
menyerahkan fungsi kontrol yang berada pada pemerintah kepada masyarakat
melalui komite sekolah, serta fungsi monitor tetap pada pemerintah. Hal ini
memungkinkan adanya kejasama yang erat antara staf sekolah, kepala sekolah,
guru, personel lain dan masyarakat dalam upaya pemerataan, efisiensi, efektifitas,
dan peningkatan kualitas, serta produktifitas pendidikan. Proses pengambilan
keputusan melibatkan seluruh warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang –
undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Sekolah yang dikelola dengan MBS akan memerlukan dukungan dan
partisipasi dari orang tua siswa dan masyarakat. Dukungan yang diperlukan tidak
hanya dalam bentuk bantuan keuangan, akan tetapi melalui komite sekolah dan
dewan pendidikan ikut merumuskan program – program yang akan dilaksanakan
sekaligus mengontrol kegiatan tersebut guna meningkatkan mutu sekolah.
Bersama – sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus berbuat
keputusan, mengatur segala prioritas ke dalam program – program sekolah.
Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang
mewakili berbagai kelompok yang berbeda dalam masyarakat sehingga tercipta
komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama dari masing – masing
pemegang peran dalam merumuskan suatu kebijakan.
SMK N 2 Surakarta merupakan salah satu SMK di Surakarta yang
menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS). SMK N 2 Surakarta
tergolong SMK favorit di Surakarta. Dengan MBS diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan
kepedulian warga dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui
pengambilan keputusan bersama.
Implementasi MBS di SMK N 2 Surakarta nampaknya cenderung masih
mengalami beberapa kendala di lapangan. Persoalan yang muncul adalah kesiapan
personil - personil sekolah yang nampaknya belum sepenuhnya memiliki kesiapan
commit to user
manajemen sekolah tersebut. Selain itu peran serta orang tua murid yang
cenderung belum sepenuhnya berperan aktif untuk ikut dalam perumusan program
sekolah. Implementasi MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan
berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Kebijakan dan program - program sekolah yang
seharusnya dirumuskan melalui komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan
bersama nampaknya cenderung masih diwarnai oleh pola kebiasaan lama.
Berdasarkan permasalahan yang di paparkan di atas, disini peneliti tertarik
untuk mencoba meneliti tentang Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) Dalam Upaya Peningkatakan Mutu Sekolah di SMK Negeri 2 Surakarta
Tahun 2008/2009.
B. Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan uraian pada latar belakang diatas, maka identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia nampaknya masih
banyak mengalami kegagalan dalam implementasinya.
2. Kebijakan dan program - program sekolah yang seharusnya dirumuskan
melalui komunikasi terbuka dan pengambilan keputusan bersama dalam
pelaksanaannya ada kecenderungan masih diwarnai oleh pola kebiasaan
lama.
3. Adanya keragaman potensi anak didik, kondisi lingkungan yang berbeda
satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam
melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan mutu pendidikan.
4. Kesiapan personil – personil sekolah di SMK N 2 Surakarta ada
kecenderungan belum sepenuhnya memiliki kesiapan untuk melaksanakan
inovasi pembaharuan yang akan mengubah pola dan sistem manajemen
sekolah tersebut.
5. Selain itu peran serta orang tua murid cenderung belum menampakkan peran
commit to user
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan untuk mengarahkan jalanya
penelitian, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK Negeri 2
Surakarta. Meliputi manajemen kurikulum dan program pengajaran,
manajemen tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan, manajemen
keuangan, manajemen sarana dan prasarana pendidikan, manajemen
hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen layanan khusus
lembaga pendidikan.
2. Proses penyusunan program sekolah di SMK Negeri 2 Surakarta dalam
konteks MBS.
3. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam meningkatkan
mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SMK
Negeri 2 Surakarta ?
2. Bagaimanakah proses penyusunan program sekolah di SMK Negeri 2
Surakarta dalam konteks MBS ?
3. Seberapa besar Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat
meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2 Surakarta ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak di capai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di
SMK Negeri 2 Surakarta.
2. Untuk mengetahui proses penyusunan program sekolah di SMK Negeri 2
commit to user
3. Untuk mengetahui seberapa besar Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dapat meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 2
Surakarta.
F. Manfaat Penelitian 1. Teoritis
a. Untuk memperkaya khasanah penelitian di bidang pendidikan khususnya yang
berhubungan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam upaya
meningkatkan mutu Sekolah Menengah Kejuruan.
b. Sebagai bahan pembanding, pertimbangan dan pengembangan pada penelitian
sejenis untuk masa yang akan datang.
2. Praktis
a. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharap dapat dijadikan masukan untuk lebih mendorong
keberhasilan program Manajemen Berbasis Sekolah.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai studi pendalaman tentang Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)
c. Bagi Departemen Pendidikan
Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengimplementasian program
commit to user
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Manajemen
a. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen berasal bahasa Inggris yaitu “ to manage” yang dalam
arti sempit yaitu mengatur dan mengelola, sedangkan dalam arti luas berarti suatu
proses mengendalikan usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jadi
istilah manajemen mengandung pengertian sebagai suatu proses kegiatan
(manajer) untuk mengendalikan suatu usaha guna mencapai tujaun yang telah
ditentukan sebelumnya. Menurut Koontz dan weihrich dalam Sudarwan Danim
(2006:32) mengemukakan definisi manajemen sebagai “The process of designing
maintaining an environment in Which individuals, working together in groups,
efficiently accomplish selected aims.” Lebih lanjut Scanlan dan Key dalam
Sudarwan Danim (2006:32) mendefinisiakn manajemen sebagai proses
pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber, baik manusia, fasilitas,
maupun sumber daya tenikal lain untuk mencapai aneka tujuan khusus yang
ditetapkan. Menurut Bafadal Ibrahim (2005:1) yang mengutip dari George R.
Tery dan Lesis W. Rue bahwa manajemen adalah suatu proses atau langkah kerja
yang melibatkan bimbingan atau maksud – maksud yang nyata.
Sedangkan Bafadal Ibrahim (2005:39) mengutip dari Sergiovani,
Burlingame, Coombs, dan Thurston (1987) mendefinisikan bahwa manajemen
sebagai process of working with through others to accomplish organization goals
efficiencly, yaitu proses keja dengan melalui (mendayagunakan) orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien. Lebih lanjut menurut Bafadal Ibrahim
(2005:39) yang mengutip dari Gorton (1976) mengemukakan bahwa manajemen
merupakan metode yang digunakan administrator untuk melakukan tugas – tugas
Dari pengertian di atas dapat diatarik kesimpulan bahwa manajemen
merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, yang didalamnya terdapat upaya untuk mengkoordinasi semua
sumberdaya untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Tujuan Manajemen
Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai oleh setiap manusia,
begitu pula dengan manajemen, bahwa keberadaan manajemen memiliki tujuan
tertentu. Tujuan manajemen adalah terselenggaranya keseluruhan program kerja
secara efektif dan efisien. Adapun tujuan manajemen menurut Sulistyo dkk
(2003:3) adalah :
1. Untuk mencapai keteraturan, kelancaran dan kesinambungan usaha, dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Untuk mencapai efisiensi, yaitu suatu perbandingan terbaik antara usaha
dengan hasil antara input dengan output.
Untuk mencapai tujuan tersebut, manajemen mengambil dua bidang sasaran yaitu:
1. Sumber daya manusia (human resources), bentuk kegitannya berupa
memimpin, memotivasi, menjuruskan, menertipkan orang – orang agar
aktivitasnya dapat merupakan indikator dicapainya tujuan.
2. Fasilitas (non human resources), bentuk kegiatan berupa upaya untuk
menghimpun dan mengendalikan alat – alat, benda – benda, ruang waktu,
dan metode kerja yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan.
c. Fungsi – fungsi Manajemen
Fungsi – fungsi manajemen adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan
manajer dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai pejabat manajemen, baik
pejabat manajeman tingkat atas, tingkat menengah ataupun tingkat bawah terlepas
dari organisasi besar atau kecil. Jadi fungsi ini merupakan kegiatan yang
manajer. Hal ini kiranya tidak mengherankan, karena bagaimanapun sifat yang
hendak dicapai organiasasi, corak kegiatan manajemen itu pasti selalu ada.
Menurut G.R. Terry (2005:9) fungsi – fungsi manajemen terdiri dari :
1. Planing
Yaitu menentukan tujaun – tujuan yang hendak dicapai selama satu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan – tujaun tersebut.
2. Organizing
Adalah pengelompokan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan – kegiatan itu. 3. Staffing
Yaitu menentukan keperluan keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja. 4. Motifating
Adalah pengarahan atau penyaluran perilaku manusia kearah tujuan – tujuan.
5. Controlling
Yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan –tujuan, menentukan sebab penyimpangan – penyimpangan dan mengambil tindakan – tindakan korektif.
Menurut Bafadal Ibrahim (2005:40) yang mengutip dari Gorton (1976)
mengidentifikasi fungsi – fungsi manajemen sebagai berikut :
1. identifikasi masalah
11.kerja dengan kelompok – kelompok 12.penilaian
Lebih lanjut menurut Bafadal Ibrahim (2005:40) yang mengutip dari
sergiovanni dkk (1987) dalam mengemukakan fungsi – fungsi manajemen
meliputi perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengerahan
Sekilas apa yang dikemukakan oleh sergiovanni dkk tentang fungsi
menajemen berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Gorton. Namun bila
dikaji secara seksama, ternyata keduanya sama. Dengan demikian, kedua belas
langkah manjemen yang dikemukakan Gorton dapat disederhanakan menjadi
empat langkah manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengawasan.
2. Tinjauan Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan menurut Redja Mudyahardjo (2002:105) adalah
studi tentang bagaimana cara-cara yang sebaiknya ditempuh untuk mengatur
penyelenggaraan peristiwa-peristiwa pendidikan disebuah satuan pendidikan
(pendidikan mikro) atau sebuah satuan agregat satuan-satauan pendidikan
(pendidikan makro).
Lebih lanjut Mulyasa (2005:19) yang mengutip dari Gaffar menegaskan
bahwa "Manajemen pendidikan merupakan suatu proses kerjasama yang
sistematis, sistemik, dan komprebensif dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional".
Definisi lain mengenai manajemen yang dikemukakan oleh Campell dkk
yang dikutip oleh Willem Mantja (2000:92) menyebutkan bahwa "Manajemen
pendidikan adalah manajemen kelembagaan yang bertujuan untuk menunjang
perkembangan pengajaran dan pembelajaran".
Mulyasa (2004:19) yang mengutip dari Engkoswara (2001:2)
mengemukakan bahwa manajemen pendidikan dalam arti seluas – luasnya adalah
suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana
yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati
bersama.
Dari berbagai pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
manajemen pendidikan merupakan penerapan hasil berfikir rasional untuk
mengorganisasikan kegiatan yang menunjang belajar dan pembelajaran guna
Manajemen pendidikan dalam sebuah satuan pendidikan disebut sebagai
manajemen sekolah (School Management), yang merujuk pada proses kerja
manajerial dalam rangka mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua
sumber daya yang ada. Baik manusia, material, fasilitas, atau teknikal dalam
rangka penyelenggaraan pendidikan. Subtansi manajemen sekolah meliputi
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian yang bermuara
pada satu kegiatan inti yaitu proses pendidikan anak didik.
Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas pendidikan. Manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan
menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu
mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya peningkatan
kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen sekolah,
disamping peningkatan kualitas dan pengembangan sumber belajar.
3. Tinjauan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Secara umum, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan
sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada kepala
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan
orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional.
Suatu definisi MBS yang dikemukakan oleh Larry Kuehn dalam "ERIC
Clearinghouse on Educational Management” mengatakan bahwa nama untuk
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari School Based
Mangement (SBM) dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas
sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas,
partisipasi, dan sustainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan
pembelajaran secara bermutu. (Sudarwan Danim, 2006: 33).
Berdasarkan rumusan tersebut maka terkandung beberapa maksud
1) Manajemen lokal sekolah (local management of school) atau otonomi
sekolah secara lokal (locally-autonomous schools), dimana sekolah
memiliki otonomi pengelolaan pada tingkat kompleks (building level) atau
kompleks sekolah.
Program internal sekolah dirancang dan dimplementasikan sendiri sesuai
dengan potensi yang dimiliki dan yang mungkin diakses oleh lembaga.
2) Pembagian kewenangan dalam pembuatan keputusan (shared decision
making), dimana Dinas Diknas melimpahkan sebagian kewenangannya
selama ini ketingkat sekolah, baik secara langsung maupun melalui komite
Sekolah.
3) Pengelolaan sekolah secara mandiri (self-managing Schools). Sekolah
memiliki kewenangan mengelola diri dalam lingkup yang cukup luas
untuk menyusun perencanaan, program, penganggaran, dan implementasi.
4) Sekolah dengan penentuan pengelolaan secara mandiri (self-determining
school). Sekolah memiliki kewenangan untuk ”menentukan nasib sendiri”,
dimana sekolah memiliki kewenangan untuk mandiri atau menentukan
nasib sendiri misalnya mengenai standar prestasi, program unggulan,
muatan lokal, kalender belajar, program-program khusus, dan sebagainya.
5) Manajemen sekolah yang bersifat partisipatori (school participatory
management), tempat untuk dapat menciptakan kondisi sekolah yang
efektif diperlukan partisipasi semua komunitas sekolah.
6) Devolusi (devolution), berupa perubahan pengelolaan sekolah dari banyak
yang tergantung pada instansi di atasnya menjadi dikelola dengan
kemandirian tertentu sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan komunitas
sekolah dan masyarakat sekitarya.
7) Desentralisasi pengelolaan sekolah (school decentralization), yaitu meski
sekolah merupakan sub sistem dan sistem pendidikan nasional sebagian
program yang selama ini banyak dipandu dari instansi di atasnya dikelola
dengan cara didesentralisasikan atau dilaksanakan secara mandiri.
8) Restrukturisasi sekolah (restructured schools), yaitu perubahan struktur
atasnya ke lembaga akademik yang tidak terlalu diikat oleh kaidah-kaidah
kerja birokrasi pendidikan.
9) Sekolah berbasis swakelola atau penyelenggaraan sekolah secara mandiri
(self goverming), dimana sebagian program sekolah ini
direncanakan, didanai, dilaksanakan, dan dievaluasi sendiri
keberhasilannya.
Menurut Sudarwan Danim (2006: 34), ”MBS didefinisikan sebagai
desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah”. Dimana,
pembuatan keputusan merupakan inti dan keseluruhan proses dan substansi tugas
dari manajemen sekolah. Lebih lanjut Lori Jo Oswald dalam Sudarwan Danim
(2006: 35) mengatakan ”School-based management can be defined as the
decentralization of decision-making authority to the school site”.
Sedangkan menurut Mulyasa (2005: 24), ”MBS merupakan paradigma
baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (perlibatan
masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”.
Definisi lain mengenai MBS menurut Malik Fajar (2005: 77), ”MBS
merupakan bentuk altematif sekolah dalam melakukan program 'desentralisasi' di
bidang pendidikan, yang ditandai dengan otonomi luas di tingkat sekolah,
partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan pendidikan
nasional”.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa MBS adalah desentralisasi
kewenangan pembuatan keputusan di tingkat sekolah yaitu dengan memberikan
otonomi luas di tingkat sekolah (perlibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Sekolah diberikan kebebasan, kekuasaan, dan keleluasaan
yang disertai dengan tanggung jawab dalam mengelola sumber daya dan sumber
dana sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dengan mengakomodasi seluruh
kebutuhan masyarakat setempat.
b. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya
ilmu dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal ini dapat dijadikan
landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro. MBS yang ditandai
dengan otonomi sekolah dan perlibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Model MBS yang diterapkan di
Indonesia adalah MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu. Berbasis Sekolah).
Berikut dikemukakan tujuan dari penerapan MBS menurut Depdiknas (2001:4)
adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2) Meningkatkan kepedulian warga dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah, kepala. sekolah, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
4) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Menurut Mulyasa (2005:25) Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah.
adalah ”Agar sekolah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja mutu
sekolah, dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat”.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan
atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan
sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah. (Eman Suparman, 2001:
http://www.depdiknas.go.id).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa MBS merupakan
model pengelolaan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Mutu yang
dimaksud bukan hanya mutu lulusan yang diwujudkan dalam bentuk prestasi
belajar, melainkan juga mutu pelayanan yang diberikan sekolah, mutu proses
pembelajaran, mutu masukan dan lain-lain sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kinerja sekolah dengan memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada para pengguna atau masyarakat yaitu penyediaan pelayanan pendidikan
c. Alasan Diterapkannya MBS
Menurut Depdiknas (2001:5) “ MBS diterapkan karena beberapa alasan
berikut :
1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
bagi dirinya, sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
3) Pengambilan keputusan yang dilakukan sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu apa
yang terbaik bagi sekolahnya.
4) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat.
5) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
6) Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing –
masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan dan sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
7) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah –
sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya – upaya
inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan
pemerintah daerah setempat.
8) Sekolah dapat cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.
d. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan
MBS, maka beberapa karakteristik MBS perlu dimiliki. Berbicara mengenai
karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif
(effective school). Jika MBS merupakan wadah / kerangkanya, maka sekolah
efektif merupakan isinya.
Maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik
dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Karakteristik MBS bisa diketahui dari
bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses
belajar - mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber
daya dan administrasi.
Menurut Depdiknas (2001:11-20) bahwa karakteristik MBS memuat
secara inklusif elemen – elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi
input, proses dan out put, berikut ini akan di uraikan mengenai karakteristik MBS.
1.) Output yang diharapkan
Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen sekolah. Pada umumnya, output dapat menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik. Output prestasi akademik misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, dll. Output non – akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, dll.
2.) Proses
a.) Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi b.) Kepemimpinan sekolah yang kuat
c.) Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib d.) Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif e.) Sekolah Memiliki Budaya Mutu.
f.) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis. g.) Sekolah memiliki kewenangan (Kemandirian).
h.) Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan mayarakat i.) Sekolah memiliki keterbukaan (Transparansi) Manajemen j.) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik) k.) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. l.) Sekolah responsif dan Antisipatif terhadap kebutuhan
m.) Komunikasi yang baik
n.) Sekolah memiliki Akuntabilitas 3.) Input Pendidikan
a.) Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas b.) Sumberdaya tersedia dan siap
e.) Fokus pada pelanggan (Khususnya Siswa) f.) Input manajemen
Sedangkan menurut (Nurkolis,2002:http://www.kompas.com/nurkolis.html)
mengemukakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki delapan
krakteristik dalam hal :
6) Hubungan antar manusia
7) Kualitas para administrator 8) Indikator-indikator efektivitas
Selanjutnya Menurut Mulyasa (2004:35-37) yang mengutip dari Sand
menyatakan bahwa karakteritik dasar MBS adalah sebagai berikut :
1) Pemberian Otonomi Luas Kepala Sekolah
MBS memberikan otonomi atau kebebasan kepada sekolah dalam mengelola rumah tangganya dengan disertai tanggung jawab. Sekolah dapat mengelola sumber daya, mengembangkan strategi dan berhak untuk membuat kebijakan-kebijakan sendiri yang sesuai dengan kondisi setempat dengan tetap berpedoman pada kebijakan nasional. Hal ini membutuhkan dukungan para stakeholder, yang meliputi: pemerintah daerah, komite sekolah (kepala sekolah, guru, orang tua siswa, tokoh masyarakat), serta siswa. Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah mempunyai harapan agar sekolah dapat meningkatkan kinerjanya, terutama kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional dan profesional. 2) Partisipasi Masyarakat dan orang Tua
MBS tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat dan orang tua siswa. Dalam MBS terdapat komite sekolah dan dewan. pendidikan sebagai sarana bagi masyarakat dan orang tua siswa untuk ikut berpartisipasi dalam pendidikan yaitu dapat ikut serta merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.
3) Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional.
juga merupakan tenaga profesioanal yang turut berperan dalam keberhasilan suatu pendidikan.
4) Team Work yang tinggi dan Profesional.
Program-program sekolah yang telah disusun akan berhasil manakala. dalam pelaksanaannya terdapat adanya kerjasama antar kelompok
(team-work) yang baik. Team work yang ada dalam pelaksannan MBS merupakan
tim yang bekerja secara profesioanal dimana dalam melaksanakan pekerjaan mereka tidak saling menunjukkan kekuasaan serta jasa mereka masing-masing, akan tetapi mereka berusaha memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh.
e. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Mulyasa (2005: 39-53), hal-hal yang paling penting
dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap
komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen
sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu: kurikulum
dan program pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, keuangan, sarana dan
prasarana pendidikan, pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta
manajemen layanan khusus lembaga pendidikan. Untuk lebih jelasnya akan
diuraikan sebagai berikut :
1) Manajemen kurikulum dan program pengajaran
Pengelolaan kurikulum mencangkup perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan silabus (memperdalam, memperkaya, memodifikasi), namun telap dalam koridor isi kurikulum yang berlaku nasional. Daerah dan sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan silabus mata pelajaran katerampilan pilihan (muatan lokal).
2) Manajemen tenaga kependidikan
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personalia) mencakup
perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan
pengembangan pegawai, promosi dan mutasi, pemberhentian pegawai, kompensasi, dan penilaian pegawai. Pengelolaan. Ketenagaanterdiri atas analisis kebutuhan, perencanaan, rekruitmen, pengembangan, hadiah
(reward), dan sanksi (punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi
kinerja tenaga kependidikan (guru dan non guru) dapat dilakukan oleh sekolah dan daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing, kecuali yang menyangkut imbal jasa (gaji), dan rekruitmen pegawai negeri masih ditangani oleh pusat.
3) Manajemen kesiswaan.
bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Manajemen kesiswaan memiliki tugas utama yang.perlu diperhatikan antara lain penerimaan murid baru, pengembangan peserta didik, kemajuan kegiatan belajar.
4) Manajemen keuangan
Keuangan dan pembiayaan, merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam implementasi MBS, menuntut kemampuan sekolah
untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi, serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian, dan penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah di bawah pimpinan dan koordinasi kepala sekolah, karena sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya.
5) Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta
penataan. Pengelolaan fasilitas yang mencangkup pengadaan,
pemeliharaan, perbaikan, dan pengembangan merupakan kewenangan sekolah.
6) Manajemen pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat
Sekolah diberi kebebasan untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Kerjasama antar keduanya sangat penting untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan operasional baik moral maupun finansial.
7) Manajemen layanan khusus lembaga pendidikan
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan dan keamanan sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari MBS yang efektif dan efisien.
f. Fungsi – Fungsi yang Didesentralisasikan ke Sekolah
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan
manajerial para kepala sekolah. Sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke
tahun. Karena itu hubungan baik antar guru perlu di ciptakan agar tercipta iklim
dan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan. Demikinan halnya dengan
penampilan fisik dan manajemen sekolah perlu dibina agar sekolah menjadi
lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin,dan
sekolah dapat bekerja dalam fungsi – fungsi yang sudah ditentukan. Menurut
Depdiknas (2001:21 - 24) ada beberapa fungsi yang didesentralisasikan kesekolah
yaitu :
1) Perencanaan dan evaluasi : sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencaan sesusai dengan kebutuhanya (school – based plan). Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi ini dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program – program yang telah dilaksanakan.
2) Pengelolaan Kurikulum : berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Untuk melihat proses pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.
3) Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kerja tenaga sekolah (guru, tenaga administrasi. Laborat, dsb) dapat dilakukan oleh sekolah, kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.
4) Pengelolaan Proses Belajar Mengajar : Sekolah diberi kebebasan dalam memilih strategi, metode, dan teknik – teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswa, guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang ada di sekolah.
5) Pengelolaan Fasilitas : Pengelolaan fasilitas sekolah sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah. Karena sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas sekolahnya.
7) Pelayanan Siswa : Dalam pelayanan siswa sudah sejak lama didesentralisasikan. Namun perlu adanya peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
8) Hubungan Sekolah dan Masyarakat : Esensi hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat. Dalam konteks ini hubungan sekolah dan masyarakat sudah didesentralisasikan, oleh karena itu perlu adanya peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
9) Pengelolaan Iklim sekolah (fisik dan Non fisik) yang kondusif – akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Iklim sekolah yang kondusif dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.
g. Penyusunan Program Sekolah Dalam Konteks MBS
MBS dapat diimplementasikan secara efektis dan efisien apabila
didukung oleh beberapa sumber yang esensial, seperti : a) sumber daya yang
kompeten dan mempunyai wawasan luas serta dapat tepat waktu sesuai dengan
dinamika sosial masyarakat; b) tersedianya informasi yang akurat dan tepat waktu
untuk menunjang pembuatan keputusan; c) menggunakan manajemen dan
teknologi yang tepat dalam perencanaan; d) tersedianya dana yang memadai untuk
menunjang pelaksanaan. Melalui MBS sekolah memiliki otonomi dalam
penyelenggaraan pendidikan dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di
tingkat sekolah yang terkait langsung dengan kebutuhan – kebutuhan sekolah. Hal
ini terkandung maksud bahwa unsur pokok sekolah (constituent) memegang
kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian disekolah, maka sekolah lebih
leluasa dalam menetapkan sasaran peningkatan mutu dan menyusun program
sekolah.
Program sekolah merupakan salah satu perangkat terpenting dalam
pengelolaan MBS. Program sekolah merupakan alokasi sumber daya sekolah
kedalam jadwal waktu yang telah ditentukan sebelumnya, yang disusun oleh
sekolah dengan melibatkan seluruh komunitas sekolah. Adapun yang terkandung
dalam program sekolah menyangkut visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, dan
prioritas sekolah yang akan dicapai, serta strategi – strategi untuk mencapainya.
Dalam kaitanya dengan proses penyusunan program sekolah terdapat
diantara para pemegang peran dan pengambilan keputusan bersama dibawah
koordinsi kepala sekolah. Hal ini mengikuti pola buttum-up, yaitu kepala sekolah
memberikan wewenang kepada pejabat dibawahnya untuk menyusun program
sesuai dengn job description masing – masing, sehingga dalam menetapkan suatu
program, kepala sekolah tetap memperhatikan kebutuhan dan aspirasi seluruh
komunitas sekolah.
4. Tinjauan Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu Pendidikan
Menurut (Umaedi, 1999 : http://www.ssep.net/director.html) Dalam
rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu
produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible
maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal
ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses
pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif,
afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru),
sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya
lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Sedangkan menurut (Diknas, 2001:25-26), Secara umum, mutu adalah
gambaran karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output
pendidikan.
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang di maksud berupa
sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan – harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala
sekolah, guru, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan,
perlengkapan, uang, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi
sekolah, peraturan perundang – undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb.
dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat
berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat di
ukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin
tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala
mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan
keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan proses
belajar mengajar memiliki tingkat tertinggi dibandingkan dengan proses – proses
lainnya.
Proses dikatakan bermutu tingggi apabila pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang,
peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis, sehingga menciptakan situasi
pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable larning), mampu mendorong
motivasi dan minat belajar, dan benar – benar mampu memberdayakan peserta
didik.
Outoput pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah
adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/prilaku sekolah. Output
sekolah dapat dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah,
khususnya prestasi siswa, menunjukan prestasi yang tinggi.
Sedangkan dalam Sudarwan Danim, (2006 : 53), manajemen sekolah
dengan rancangan MBS dipandang berhasil jika mampu mengangkat derajat mutu
proses dan produk pendidikan dan pembelajaran. Dalam pengertian umum, mutu
mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa
barang atau jasa.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada masukan,
proses, luaran dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat pada dari beberapa
sisi. Pertama, kondisi baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti
tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku – buku, kurikulum,
prasarana, sarana sekolah, dan lain – lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi,
deskripsi kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat
harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita – cita.
Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan
sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk
mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal – hal yang termasuk
dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat kesehatan, keamanan,
disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan, dan lain – lain dari subjek
selama memberikan dan menerima jasa layanan.
Hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan
akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk
untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.
Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik.
Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis ketrampilan yang
diperoleh siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Diluar kerangkan itu,
mutu luaran juga dapat dilihat dari nilai – nilai hidup yang dianut, moralitas,
dorongan untuk maju, dan lain – lain yang diperoleh anak didik selama menjalani
pendidikan.
Mutu sekolah juga dapat dilihat dari tertib administrasinya. Salah satu
bentuk tertib administrasi adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan
efisien, baik secara vertikal maupun horisontal. Dilihat dari perspektif
operasional, manajemen sekolah berbasis MBS dikatakan bermutu jika sumber
daya manusia bekerja secara efektif dan efisien.
Menurut Sudarwan Danim (2006,55) yang mengutip dari pendapat
Edward Sallis (1993) sekolah yang bermutu bercirikan sebagai berikut :
1. Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
4. Swakelola mempunyai strategi untuk mencapai kualitas, baik ditingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif. 5. Sekolah mengelola atau melakukan keluhan sebagai umpan balik
untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada peistiwa atau kejadian berikutnya.
6. Sekolah mempunyai kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
7. Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya. 8. Sekolah mendorong orang yang dipandang memiliki kreativitas,
maupun menciptakan kualitas, dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
9. Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertical dan horizontal.
10.Sekolah memilik strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
11.Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
12.Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
13.Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus – menerus sebagai suatu keharusan.
5. Tinjauan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
a. Pengertian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Dari berbagai jenis jalur pendidikan tersebut tentulah masing-masing
jalur mempunyai tujuan atau arahan tertentu, sesuai dengan bidangnya
masing-masing. Begitu juga dengan pendidikan kejuruan, sebagaimana disebutkan dalam
UU “No. 2 Tahun 1989 Bab IV Pasal 11 Ayat 3 tentang Pendidikan Nasional
yang menjelaskan bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu”.
Menurut Soeharto yang mengutip dari (1988:2) Curtis H dan
Friedenberg, Joan E berpendapat bahwa “ Pendidikan kejuruan adalah pendidikan,
training atau retraining yang mengenai persiapan siswa dalam pengetahuan,
ketrampilan dan sikap yang diperlukan untuk benar - benar bekerja,