HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2008
T E S I S
Oleh
DONAL NABABAN 067023003/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2008
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Progam Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
DONAL NABABAN 067023003/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SU MATERA UTARA
Judul Tesis : HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2008 Nama Mahasiswa : Donal Nababan
Nomor Pokok : 067023003
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD.Sp.JP) (dr. Surya Dharma, MPH) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 7 Juli 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD.Sp.JP
Anggota : 1. dr. Surya Dharma, MPH
PERNYATAAN
HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN KARAKTERISTIK PENDERITA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2008
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2008
ABSTRAK
Salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang ditakuti saat ini adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK). PJK merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki. Meskipun pada wanita relatif jarang sebelum usia tua, namun PJK juga merupakan penyebab kedua paling sering dari kematian dini sesudah penyakit kanker. Dahulu PJK hanya ditemukan pada penduduk berusia 45 tahun ke atas, tetapi menurut data di beberapa rumah sakit saat ini kasus penyakit tersebut sudah ditemukan pada orang-orang muda (27-32 tahun).
Rata-rata jumlah kunjungan penderita PJK di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2006 adalah sebanyak 3180 (rata-rata 265 per bulan). Tahun 2007 terjadi peningkatan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 5208 (rata-rata 434 per bulan).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor risiko (obesitas, hipertensi, aktifitas fisik, merokok, tipe perilaku, dan stres) dan karakteristik penderita (riwayat keluarga) dengan kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol. Sampel terdiri dari 70 kasus dan 70 kontrol. Analisis data terdiri dari analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik ganda.
Hasil analisis bivariat antara faktor risiko dengan kejadian PJK menunjukkan bahwa faktor yang tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian PJK adalah obesitas (P>0,05). Sedangkan faktor yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian PJK terdiri dari hipertensi (P<0,05 dan OR=2,25), aktifitas fisik (P<0,05 dan OR=2,25), merokok (P<0,05 dan OR=2,51), tipe perilaku (P<0,05 dan OR=3,05), stres (P<0,05 dan OR=2,86). Hasil analisis bivariat antara karakteristik dengan kejadian PJK menunjukkan bahwa juga terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian PJK (P<0,05 dan OR =2,59). Dengan uji regresi logistik diketahui bahwa faktor yang paling dominan dengan kejadian PJK adalah tipe perilaku (P=0,002).
Disarankan perlu adanya peningkatan promosi kesehatan oleh petugas kesehatan pada kelompok dewasa tentang peningkatan kualitas hidup melalui perilaku hidup sehat dan menghindari faktor risiko terjadinya PJK. Perlu adanya suatu sistem konsultasi khusus untuk orang dengan PPTA.
ABSTRACT
Nowadays, one of the most cautious non communicable disease is Conorary Heart Disease. Coronary heart disease is the main cause of early death in 40 % of men’s death causes. Though it was seldom found in women at later ages, but coronary heart disease is the second leading cause of death after cancer. Formerly, coronary heart disease was only suffered by people at the age of 45 years old above, but recently according to the records in some hospitals, the case was found at young ages (27-32 years).
The average visits of coronary heart disease patients in RSU Pirngadi Medan in 2006 was 3180 (average: 265 per month). In 2007, it was increased to be 5208 (average: 434 per month).
This study is supposed to analyze the relatedness between the risk factors (obesity, hypertension, physical activities, smoking, behaviour, and stress), characteristic (family’s history), and the occurence of Coronary Heart Disease.
This study is an observation study using case control study. The sample consists of 70 case group and 70 control group. The analysis consists of bivariate analysis using chi-square test and multivariate analysis using the multiple logistic regression.
The result of bivariate analysis between the risk factor and coronary heart disease reveals that the risk factor which does not have significant relatedness with coronary heart disease is obesity ( P>0,05). Meanwhile, the risk factors that that does not have significant relatedness with coronary heart disease are hypertension (P<0,05 and OR = 2,25), physical activities (P<0,05 and OR=2,25), smoking (p<0,05 and OR=2,51), behaviour (P<0,05 and OR=3,05), stress(P<0,05 and OR=2,86). The result of bivariate analysis between the family’s history and the occurence of coronary heart disease reveals the significant relatedness (P<0,05 and OR=2,59). The result of logistic regression reveals that the most dominant factor influencing coronary heart disease is behaviour (P=0,002).
It is suggested for the health officers to increase health promotion of improving life quality by living health behavior and avoiding risk factors of coronary heart disease occurence among the later ages. And it is also necessary to have a consultation system especially for the people with characteristic type A.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Semula orang hanya
mewaspadai, bahkan selalu mengkhawatirkan kehadiran penyakit menular. Penyakit
menular memang masih merupakan ancaman cukup serius di negara kita maupun
negara berkembang lainnya. Namun, secara perlahan tetapi pasti, penyakit tidak
menular (PTM) terus berkembang dan merupakan ancaman serius. Terdapat banyak
macam PTM, diantaranya adalah penyakit jantung koroner (PJK).
Tesis ini berjudul Hubungan Faktor Risiko dan Karakteristik Penderita Dengan Kejadian Peyakit Jantung Koroner Di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2008, dikerjakan untuk memenuhi syarat melaksanakan penelitian.
Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Pada Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara .
Dalam pembuatan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan konsentrasi
2. Dr.Drs. Surya Utama, Ms Sebagai ketua Program Studi, Dr.Dra. Ida Yustina, Msi,
serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
penulis mengikuti pendidikan.
3. dr. Sjahrial R. Anas, MHA selaku Kepala Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr.
Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian.
4. Prof.Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD,Sp.JP dan dr. Surya Dharma, MPH selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, pikiran, serta tenaga dalam
membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini dengan
penuh kesabaran.
5. Prof.Dr.dr. Hadyanto Lim, MKes,Sp.FK,FESC,FIBA dan Dra. Syarifah, MS
selaku penguji yang juga telah memberikan waktu dan pemikiran demi perbaikan
tesis ini.
6. Kedua orang tuaku yang senantiasa mendukung penulis baik dari segi moril
maupun materil, Istri tercinta yang selalu setia memberikan motivasi selama
pendidikan, anakku yang menjadi sumber inspirasi bagiku, serta kakak dan adik
tercinta yang senantiasa memberikan dorongan penulis selama mengikuti
pendidikan.
7. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa ”Konsentrasi Administrasi Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi Angkatan 2006” yang telah membantu penulis selama
proses penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini mempunyai kekurangan, untuk itu
diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.. Segala saran dan kritik
yang disampaikan untuk perbaikan tesis ini sebelumnya diucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Terakhir penulis mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika
ditemui kekurangan dan kekhilafan selama penulis mengikuti pendidikan dan
penelitian berlangsung. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas semua
kebaikan yang diberikan kepada penulis dengan berlipat-lipat ganda. Semoga tesis ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Donal Nababan, lahir pada tanggal 4 Desember 1978 di Sukandebi. Anak
kedua dari lima bersaudara dari Bapak U. Nababan dan Ibu M. Munthe. Menikah
dengan Vera C.D. Saragih, SKM, dikaruniai satu putra Petrus Morinho Nababan.
Pada tahun 1985-1991, sekolah di SD Negeri No. 030316 Sukandebi dengan
status berijazah. Tahun 1991-1994 SMP GKPS 1 Pematang Raya dengan status
berijazah. Tahun 1994-1997 SMA St. Thomas 3 Medan dengan status berijazah.
Tahun 1997-2001 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
dengan status berijazah, serta pada tahun 2006-2008 melanjutkan pendidikan di
Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Universitas Sumatera
Utara.
Bekerja sejak tahun 2001-2002 sebagai pewawancara (interviewer) Lembaga
Demografi Universitas Indonesia. Tahun 2002-2004 Dosen Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Prima Husada Medan. Tahun 2005-2007 Dosen Kopertis Wilayah I
NAD-SUMUT dpk pada Universitas Prima Indonesia. Tahun 2008-Sekarang Dosen
Kopertis Wilayah I NAD-SUMUT dpk pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sumatera Utara.
Medan, Juli 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
2.2.Faktor Risiko PJK dan Karakteristik Penderita PJK... 10
2.3.Landasan Teori... 28
2.4.Kerangka Konsep ... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN... 30
3.1.Jenis Penelitian... 30
3.2.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 30
3.3.Populasi dan Sampel ... 30
3.4.Metode Pengumpulan Data ... 32
3.5.Variabel dan Definisi Operasional ... 33
3.6.Metode Pengukuran ... 34
3.7.Metode Analisis Data... 35
BAB 4. HASIL PENELITIAN... 36
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36
4.2. Karakteristik Penderita... 37
4.3. Faktor Risiko... 39
BAB 5. PEMBAHASAN... 46
5.1. Faktor Risiko... 46
5.2. Karakteristik Penderita... 52
5.3. Faktor Yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian PJK 55 5.4. Keterbatasan Penelitian... 56
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 57
6.1. Kesimpulan ... 57
6.2. Saran... 58
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Halaman
3.1. Nama variabel, cara dan alat ukur, hasil ukur, skala ukur, dan
kategori hasil ukur... 34
4.1. Karakteristik penderita berdasarkan umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, pendidikan, dan pekerjaan... 38
4.2. Faktor risiko berdasarkan obesitas, hipertensi, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, pola perilaku, dan stres... 39
4.3. Hasil analisis hubungan antara obesitas, hipertensi, aktifitas fisik,
merokok, pola perilaku, dan stres dengan kejadian PJK... 41
4.4. Hasil analisis hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian
PJK ... 43
4.5. Hasil analisis regresi logistik hubungan riwayat keluarga, pola
perilaku, dan stres dengan kejadian PJK... 44
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Halaman
2.1. Model teori sarang laba-laba (the web of causation) untuk menggambarkan hubungan faktor risiko dengan kejadian PJK... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul Halaman
1. Izin penelitian... 63
2. Kuesioner penelitian ... 65
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit kronik akibat pola hidup adalah sekelompok penyakit yang
mempunyai faktor-faktor risiko yang sama sebagai akibat dari pajanan selama
beberapa dekade, seperti merokok, kurang aktifitas, stres, dan lain-lain. Faktor-faktor
tersebut akan menghasilkan berbagai proses Penyakit Tidak Menular (PTM) atau
penyakit degeneratif. PTM meningkat dengan pesat di negara-negara berkembang
yang sedang mengalami transisi demografi dan perubahan pola hidup dalam
masyarakatnya (Anies, 2006).
Pada tahun 1998 PTM diperkirakan mempunyai kontribusi 60% (31,7 juta)
dari kematian di seluruh dunia dan 43% beban penyakit global. Tahun 2001,
diperkirakan 60% kematian disebabkan oleh PTM dan 46% dari jumlah beban
penyakit global. Tahun 2020, diperkirakan PTM akan berjumlah 73% dari jumlah
kematian dan 60% dari jumlah beban penyakit global. Sejumlah 75% kematian
karena penyakit PTM terjadi di negara sedang berkembang (Anies, 2006).
Negara-negara di Asia Tenggara dihadapkan pada dua beban kesehatan
(double burden), yaitu beban terhadap penyakit infeksi besar dan juga meningkatnya
beban terhadap PTM. Kondisi ini tidak hanya menyebabkan penderitaan besar umat
manusia, tetapi juga menjadi ancaman bagi perekonomian banyak Negara. Indonesia
juga telah megalami masa transisi epidemiologi (Soegondo, 2004). Berdasarkan
kesakitan dan kematian yang tinggi di Asia Tenggara, yaitu Penyakit Kardiovaskular
(PKV), Diabetes Melitus (DM), kanker, dan penyakit pernapasan obstruksi kronik.
Penyakit ini berhubungan dengan faktor risiko terkait pola hidup salah, antara lain
merokok dan kurangnya aktifitas fisik (Anies, 2006).
Salah satu PTM yang ditakuti saat ini adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK).
Hal ini disebabkan oleh karena PJK merupakan penyebab utama kematian dini pada
sekitar 40% dari sebab kematian laki-laki. Meskipun pada wanita relatif jarang
sebelum usia tua, namun PJK juga merupakan penyebab kedua paling sering dari
kematian dini sesudah penyakit kanker. PJK 10 kali lebih sering dibandingkan
dengan kanker leher rahim, tetapi pada kebanyakan negara di dunia justru Pap Smear
(upaya deteksi dini kanker leher rahim) yang lebih sering dilaksanakan daripada
upaya pencegahan PJK pada wanita (Anies, 2006).
Di Indonesia, sebelum tahun 1950 PJK jarang dijumpai, tetapi mulai tahun
1970 PJK merupakan jenis penyakit jantung yang banyak dijumpai di rumah
sakit-rumah sakit besar. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen
Kesehatan RI tahun 1986 dilaporkan bahwa morbiditas penyakit jantung dan
pembuluh darah naik dari urutan ke-10 pada tahun 1981 menjadi urutan ke-3 pada
tahun 1986. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya morbiditas penyakit PJK
(Sargowo, 2002).
Pada SKRT 1992, dilaporkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah
telah menjadi penyebab dari 16,4% dari total kematian di Indonesia. Seluruh
terjadi pada usia 15 tahun ke atas, usia 25-34 tahun sebesar 5,8% dari total kematian.
Proporsi ini semakin meningkat pada usia 35-44 tahun (11%), pada usia 45-54 tahun
sebesar 20,9% dan mencapai 33,2% pada umur 55 tahun ke atas (Sumartono, 1999).
Sejumlah faktor telah dikenal dan ditetapkan kuat sebagai risiko bagi PJK.
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang sejak tahun 1995 dinyatakan sebagai
penyebab kematian utama di Indonesia kini mulai mengancam dan menyerang kaum
muda. Dahulu PJK hanya ditemukan pada penduduk berusia 45 tahun ke atas, tetapi
menurut data di beberapa rumah sakit saat ini kasus penyakit tersebut sudah
ditemukan pada orang-orang muda yang berusia antara 27 tahun hingga 32 tahun. Hal
itu terjadi karena peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup yang
bergerak seiring berjalannya waktu dan peradaban (Hanafiah, 2006).
Selain membawa banyak pengaruh positif, pertumbuhan ekonomi,
perkembangan sosial budaya dan teknologi juga menyebabkan perubahan yang
berdampak buruk bagi kesehatan jantung. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
konsumen rokok, menurunnya kebiasaan melakukan aktifitas fisik/olahraga, dan
lain-lain. Kondisi ini tercermin pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
tahun 2004. Berdasarkan hasil survei tersebut dijumpai 14,3 % anak telah merokok
sejak umur sangat muda (≤ 15 tahun). Persentase penduduk berusia 15 tahun ke atas yang aktif melakukan aktifitas fisik/olahraga adalah hanya 18% (Susenas, 2004).
Dalam studi observasi di Framingham, dilihat dari segi jenis kelamin,
disebabkan proteksi wanita yang baik terhadap faktor risiko, proteksi hormonal, dan
perbedaan metabolik pria dan wanita (Erman dan Erfrina, 1996).
Jumlah kasus PJK di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta juga
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990, jumlah kasus PJK
tercatat sebanyak 1838 kasus dan jumlah ini meningkat menjadi 1555 kasus pada
tahun 1991 dan meningkat lagi pada tahun 1992 mejadi 1643 kasus. Kenaikan
prevalensi PJK di Indonesia, sebagaimana juga di negara-negara industri maju,
tampaknya berkaitan dengan kenaikan tingkat sosial ekonomi atau pendapatan
(Lubis, 2002).
Data yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Sri Astuti S.
Suparmanto juga menyebutkan, sejak tahun 1992 penyakit jantung dan pembuluh
darah merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Penderita yang dirawat di
RS meningkat dari 2,1% tahun 1990, menjadi 2,5% tahun 1994 dan 3,8% tahun 1995.
Menurut data dri RS Jantung Harapan Kita, dalam kurun waktu antara 1989-1999
penderita penyakit jantung naik 10% yang menjalani perawatan maupun berobat
jalan. Dalam satu tahun RS Jantung Harapan Kita telah melakukan pembedahan
terhadap 500 pasien, atau sama dengan 41 penderita menjalani operasi jantung setiap
bulannya (Nasrullah, 2002).
Pada banyak penderita PJK didapatkan adanya faktor-faktor risiko. Walaupun
begitu, adanya faktor-faktor risiko ini masih belum bisa menjelaskan secara
keseluruhan PJK pada tingkat sosial yang berbeda atau sifat-sifat khas penderita.
faktor-faktor risiko ini. Dengan demikian, penting untuk mengadakan penelitian lebih
lanjut mengenal faktor-faktor risiko penyebab PJK guna meramal dan mencegah
penyakit tersebut di masa mendatang (Lubis, 2002).
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya keadaan-keadaan sifat
dan kelainan yang dapat mempercepat terjadinya PJK, apalagi memiliki faktor risiko
lebih dari satu seperti hipertensi dan obesitas, maka akan mempunyai 2 atau 3 kali
berpeluang terkena PJK dibandingkan 70 orang yang tidak (Soeharto, 2002).
Berdasarkan survei pendahuluan, dalam catatan medik (Medical Record) di
RSU Dr. Pirngadi Medan, diperoleh data jumlah kunjungan penderita PJK tahun
2007 sebanyak 5208 kunjungan (rata-rata 434 per bulan). Angka ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya, dimana jumlah kunjungan penderita
PJK tahun 2006 adalah sebanyak 3180 kunjungan (rata-rata 265 per bulan).
Berdasarkan hal di atas, perlu dirumuskan suatu kebijakan sebagai landasan
dalam penentuan cara pencegahan dan penanggulangan PJK. Dalam membuat suatu
kebijakan kesehatan, dibutuhkan beberapa strategi untuk mendapatkan informasi.
Salah satu bentuk pendekatan yang dapat dipergunakan adalah dengan pendekatan
epidemiologi. Untuk itulah penulis tertarik untuk menganalisa Hubungan Faktor Risiko dan Karakteristik Penderita dengan Kejadian PJK di RSU Dr. Pirngadi Medan.
1.2.Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor risiko (obesitas,
karakteristik penderita (riwayat keluarga) berhubungan dengan kejadian PJK di RSU
Dr. Pirngadi Medan.
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis hubungan faktor risiko (obesitas, hipertensi, aktifitas
fisik/olahraga, merokok, pola perilaku, dan stres) dan karakteristik penderita (riwayat
keluarga) dengan kejadian PJK.
1.4.Hipotesis
Faktor risiko (obesitas, hipertensi, aktifitas fisik/olahraga, merokok, pola
perilaku, stres) dan karakteristik penderita (riwayat keluarga) mempunyai hubungan
dengan kejadian PJK.
1.5.Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai:
1. Sumber informasi bagi pengambil kebijakan, khususnya Dinas Kesehatan
setempat tentang faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian PJK
dalam upaya penanggulangannya.
2. Sumber informasi bagi masyarakat mengenai epidemiologi penyakit degeneratif
khususnya PJK dalam rangka pengendalian faktor risiko PJK.
3. Sumber informasi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan PJK dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Jantung Koroner
PJK (aterosklerosis koroner, penyakit nadi koroner, penyakit jantung iskemia)
adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari
terjadinya arterisklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi penimbunan
lemak atau plak (plague) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis
ataupun tanpa gejala (Kabo, 2008).
Timbulnya PJK walaupun tampak mendadak, sebenarnya melalui proses lama
(kronik). Terjadinya PJK berkaitan dengan suatu gangguan yang mengenai pembuluh
darah yang disebut arterisklerosis. Hal ini berarti terjadi kekakuan dan penyempitan
lubang pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan atau kekurangan suplai
darah untuk otot jantung. Keadaan ini akan menimbulkan apa yang disebut iskemia
miokard (Bustan, 2000).
Terjadinya penyempitan pembuluh darah disebabkan oleh penumpukan yang
makin lama makin banyak dari zat-zat lemak (lipid, kolesterol) langsung di bawah
lapisan terdalam (endothelium) dari dinding pembuluh nadi yang disebut dengan
ateroma. Sumbatan ateroma (plak) tidak begitu masalah jika masih diliputi oleh
bagian dalam pembuluh darah, tetapi jika oleh salah satu sebab terjadi retakan di
endothelium, maka darah di dalam pembuluh nadi mengadakan kontak dengan
ateroma dan akan terbentuk suatu gumpalan darah (trombosis). Mula-mula gumpalan
protein dalam darah akan membentuk suatu zat yang disebut fibrin, yang mengikat
trombosit pada dinding pembuluh nadi. Kemampuan pembentukan gumpalan darah
ini merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh dan mencegah perdarahan berlebih
jika kita mendapat suatu luka. Tetapi pada penyakit pembuluh nadi koroner, bekuan
darah tersebut tumbuh secara cepat ke dalam lumen pembuluh nadi dan
menyumbatnya. Ateroma pembuluh nadi koroner dapat terjadi dalam bentuk
bercak-bercak yang kecil, tetapi umumnya meluas disertai dengan bertambahnya usia dan
pada beberapa orang seluruh pembuluh nadi dapat menyempit disebabkan ateroma
tubular (Petch, 1995).
Gambaran klinik adanya PJK dapat berupa angina pectoris, miokard infark,
payah jantung, ataupun mati mendadak. Pada umumnya gangguan suplai darah arteri
koronaria dianggap berbahaya bila terjadi penyempitan sebesar 70% atau lebih pada
pangkal atau cabang utama arteri koronaria. Penyempitan yang kurang dari 50%
kemungkinan belum menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung
kepada beratnya arteriosklerosis, luasnya gangguan jantung, dan apakah serangan itu
lama atau masih baru (Bustan, 2000).
PJK bukan penyakit menular, tetapi dapat “ditularkan”, melalui suatu bentuk
“penularan sosial” yang berkaitan dengan gaya hidup (life style) masyarakat. Karena
itu penyakit ini juga berkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat. PJK bukan
disebabkan oleh kuman, virus ataupun mikro-organisme lainnya, tetapi dapat
perubahan gaya hidup dapat dianggap sebagai “kuman” pembawa penyakit ini
(Bustan, 2000).
Sebagian besar tindakan pencegahan PJK dapat dikatakan mempunyai
pengaruh terhadap faktor-faktor risiko seperti jangan merokok, makan makanan yang
sehat, melakukan aktifitas fisik/olahraga secara teratur dan periksa tekanan darah.
Cara hidup sehat harus dimulai sejak masa anak-anak agar dapat menjadi efektif
(Petch, 1995).
Upaya pencegahan terhadap PJK meliputi 4 tingkat upaya, yaitu:
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan ini ditujukan mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap
PJK dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko
PJK. Tujuan dari primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup
sosial ekonomi kultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit. Upaya ini
terutama ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular. Upaya primordial
penyakit jantung koroner dapat berupa kebijakan nasional nutrisi dalam sektor
industri makanan, impor, ekspor makanan, pencegahan hipertensi, promosi aktifitas
fisik/olahraga, dan lain sebagainya.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan ini ditujukan kepada seseorang sebelum menderita PJK.
Dilakukan dengan pendekatan komunitas berupa penyuluhan faktor-faktor risiko PJK
pencegahan terhadap berkembangnya proses arteriosklerosis secara dini. Dengan
demikian sasarannya adalah kelompok usia muda.
3. Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan PJK yang sudah pernah terjadi untuk berulang atau
menjadi lebih berat. Disini diperlukan perubahan pola hidup (terhadap faktor-faktor
yang dapat dikendalikan) dan kepatuhan berobat bagi orang yang sudah menderita
PJK. Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan untuk menurunkan mortalitas.
4. Pencegahan tertier
Pencegahan tertier merupakan upaya mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam tingkat ini dapat berupa rehabilitasi
jantung. Program rehabilitasi jantung memang terutama ditujukan kepada penderita
PJK, atau pernah serangan jantung atau pasca operasi jantung, tetapi juga dapat untuk
meningkatkan fungsi jantung dan pencegahan sekunder juga untuk pencegahan
primer. Seringkali setelah terkena serangan jantung seseorang merasa sudah lumpuh
dan tidak boleh melakukan pekerjaan, tetapi dengan mengikuti program rehabilitasi
ini diharapkan dapat kembali bekerja seperti biasa dan melakukan aktifitas sehari-hari
dan pencegahan ini membutuhkan pemantauan yang cukup ketat (Kaplan, 1991).
2.2. Faktor Risiko PJK dan Karakteristik Penderita PJK
Faktor risiko adalah semua faktor penyebab ditambah dengan faktor
epidemiologis yang berhubungan dengan penyakit. Faktor risiko merupakan
Kejadian PJK bisa diprediksi, karena faktor risikonya dapat diukur. Jika
seseorang mempunyai beberapa faktor risiko, kemungkinan mengalami kejadian PJK
lebih tinggi daripada orang dengan satu faktor risiko (Waspadji, 2002). Jika seseorang
memiliki 3 faktor risiko, kemungkinan menderita PJK 6 kali lebih besar dari 70 orang
yang hanya memiliki satu macam faktor risiko (Anwar, 1997).
PJK merupakan penyakit multi faktor, karena banyak faktor risiko yang dapat
menjadi sebab timbulnya PJK, antara lain:
1. Obesitas
Obesitas adalah keadaan yang menunjukkan adanya kelebihan lemak tubuh.
Obesitas disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor genetik, gangguan metabolik,
konsumsi makanan yang berlebihan yang tidak diimbangi dengan olahraga yang
teratur. Obesitas dapat meningkatkan risiko timbulnya berbagai gangguan kesehatan
seperti hipertensi, hiperlipidemia, DM, dan lain sebagainya (Waspadji dan Sukardji,
2003).
Obesitas juga merupakan faktor predisposisi terjadinya hipertensi,
dislipidemia, DM, dan penyakit lainnya. Obesitas merupakan masalah kesehatan yang
memerlukan perhatian khusus karena berkaitan dengan faktor risiko penyakit lainnya
(Hendromartono, 2002).
Sejumlah faktor mempengaruhi jumlah lemak tubuh, yang mencakup umur,
jenis kelamin, dan aktifitas fisik/olahraga. Saat lahir, tubuh manusia mengandung
sekitar 12% lemak. Diperkirakan 1-3 orang dewasa dan lebih dari 1 anak-anak dan
dinyatakan dalam bentuk Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Index Body Mass (IBM).
Obesitas dapat diketahui dengan membagi berat badan dengan jumlah kuadrat dari
tinggi badan. Kelebihan berat badan didefinisikan bila IBM di antara 24-30 bagi
wanita dan 25-30 bagi pria. Obesitas berhubungan erat dengan kadar kolesterol
serum, tekanan darah, dan toleransi glukosa (Mann, 1993).
Beberapa data menunjukkan bahwa orang obesitas mempunyai aktifitas
kurang dibandingkan orang-orang yang ramping. Akan tetapi hubungan tersebut tidak
bisa menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat dan sulit untuk menentukan
apakah orang obesitas mempunyai aktifitas fisik/olahraga kurang oleh karena
obesitasnya atau aktifitas fisik/olahraga yang kurang menjadikan 70 orang obesitas.
Namun demikian, beberapa hasil studi dengan rancangan penelitian lain
menunjukkan bahwa rendahnya dan menurunnya aktifitas fisik/olahraga merupakan
faktor yang paling bertanggung jawab terjadinya obesitas. Sebagai contoh, obesitas
tidak terjadi pada para atlit yang aktif sedangkan para atlit yang berhenti melakukan
latihan olahraga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan.
Kecenderungan sekuler (secular trend) dalam kenaikan prevalensi obesitas paralel
dengan penurunan aktifitas fisik/olahraga dan peningkatan perilaku hidup kurang
gerak yang selanjutnya disebut sedentarian (sedentary) (Rissanen et al., 1991).
Meningkatnya faktor risiko PJK sejalan dengan terjadinya penambahan badan
seseorang. Pengaruh obesitas pada PJK tidak selalu berdiri sendiri, tetapi umumnya
enemuan ini tidaklah mengherankan karena tekanan darah, lemak darah, dan nilai
glukosa akan naik ketika seseorang bertambah berat badannya (Wirakusumah, 2001).
Kaitan antara obesitas dengan kejadian PJK adalah melalui resistensi insulin
terlebih dahulu, kemudian resistensi insulin ini mengakibatkan hipersekresi dari sel
Beta pancreas maka timbullah hiperinsulinemi. Akibat dari hiperinsulinemi ini dapat
berpengaruh pada gen L yang menyebabkan gangguan metabolisme lema
(dislipidemia) yaitu terjadi peningkatan trigliserida, peningkatan LDL-kolesterol dan
penurunan HDL-kolesterol. Trigliserida yang menigkat menyebabkan gangguan
transport oksigen, juga dapat menambah terjadinya agregasi trombosit dan profilerasi
otot polos. Kenaikan LDL-kolesterol akan merusak endotel, memacu proses agregasi
trombosit, terbentuknya mikrotrombus dan merupakan kontributor utama timbunan
kolesterol di dinding pembuluh darah dan memicu proliferasi sel otot polos
(Hendramartono, 2002).
2. Hipertensi
Pada tahun 1960, hasil studi Framingham menunjukkan bahwa hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK, mulai saat itu hipertensi
diperhatikan oleh dunia kedokteran. Dilakukan banyak penelitian yang berhubungan
dengan hipertensi, dan hampir semuanya menemukan bahwa semakin tinggi tekanan
darah seseorang, maka semakin tinggi risiko terkena PJK. Dengan demikian, kriteria
tekanan darah normal yang dianut saat ini adalah tekanan sistolik 120 mmHg dan
diastolik 80 mmHg. Sedangkan tekanan darah > 140 mmHg, atau tekanan darah
Tekanan darah berpengaruh terhadap hampir semua bagian tubuh, yang
terpenting adalah jantung, pembuluh darah, otak, ginjal, dan mata. Komplikasi yang
mungkin timbul tergantung kepada berapa tinggi tekanan darah, berapa lama telah
diderita, adanya faktor risiko yang lain dan bagaimana keadaan tersebut dikelola atau
ditangani (Soeharto, 2002).
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko PJK dan jika dibiarkan tanpa
perawatan yang tepat, maka dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Penderita sering tidak menyadari selama bertahun-tahun sampai terjadi komplikasi
besar seperti stroke, serangan jantung, atau kegagalan ginjal. Sebab itu hipertensi
sering disebut ”si pembunuh diam-diam” (Soeharto, 2001).
Banyak tulisan mengenai hipertensi dimuat di majalah, buku atau diberitakan
melalui televisi sehingga saat ini sebagian besar orang awam sudah mengenal
hipertensi dan risiko komplikasinya. Akibatnya, alat tensimeter laris karena banyak
orang membelinya untuk mengukur tekanan darah. Hal ini sering membuat mereka
bukan menjadi lebih tenang, tetapi sebaliknya menjadi stres karena menemukan
bahwa tekanan darah mereka abnormal, ada yang tekanan darah tinggi, ada yang
rendah, ada yang tekanan darah naik turun, dan sebagainya (Kabo, 2008).
Sampai beberapa tahun yang lalu, kebanyakan orang percaya bahwa kenaikan
tekanan darah sejalan dengan pertambahan usia adalah normal. Ini didasarkan pada
hasil penelitian bahwa tekanan darah rata-rata di kalangan lanjut usia ternyata tinggi.
Sekarang dapat dilihat bahwa tekanan darah tidak harus naik sejalan dengan
darah tinggi daripada wanita; setelah usia 45 tahun, ada kenaikan yang cukup besar
dalam jumlah wanita yang menderita tekanan darah tinggi; sesudah usia 55 tahun,
wanita lebih berisiko dibandingkan dengan pria (Patel, 1998).
Pengaruh hipertensi sebagai faktor risiko dalam berkembangnya PJK dapat
diperparah dengan merokok dan kenaikan kadar kolesterol darah. Jika dibanding pada
bukan perokok risiko yang harus ditanggung para perokok dua kali lebih besar, risiko
itu menjadi empat kali lebih besar pada perokok yang juga bertekanan darah tinggi,
dan risiko itu naik lagi bersamaan dengan naiknya kadar kolesterol darah. Apabila
kita aktif, senang atau sedang stres, tekanan darah kita naik dengan sendirinya.
Kenaikan ini perlu karena olah tubuh dan emosi menuntut energi dan oksigen lebih
banyak, yang disediakan melalui pasokan darah tambahan. Begitu aktifitas
mengendur dan santai, tekanan darah normal kembali. Kenaikan tekanan darah
merupakan tekanan darah normal, tetapi jika tekanan darah naik dan tetap tinggi,
bahkan meskipun pada saat santai, berarti menderita hipertensi (Patel, 1998).
Tekanan darah menyebabkan PJK, karena kenaikan tekanan darah
menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap dinding arteri, dan mengakibatkan
kerusakan endotel, yang memicu aterosklerosis. Juga kemungkinan perubahan
aterosklerotik pada dinding pembuluh darah menyebabkan kenaikan pembuluh darah.
Sehingga terdapat sinergi antara tekanan darah dengan aterosklerosis (Lipoeto, 2006).
3. Aktifitas Fisik / Olahraga
Aktifitas fisik/olahraga (exercise) dapat meningkatkan kadar High Density
dapat dikurangi, memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miocard,
menurunkan kolesterol, trigliserid, dan Kadar Gula Darah (KGD) pada penderita DM,
menurunkan tekanan darah.Taylor, dkk melaporkan insiden PJK pada juru tulis yang
banyak duduk sebesar 0,2 kali lebih besar dibandingkan dengan tukang lansir yang
aktif. Hasil penelitian di Harvard selama 10 tahun (1962-1972) terhadap 16.936
alumni Universitas Harvard, USA menyimpulkan bahwa orang dengan aktifitas
fisik/olahraga yang adekuat kemungkinan mengalami serangan PJK lebih kecil
dibandingkan dengan yang kurang melakukan aktifitas (Anwar, 1997).
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa olahraga menyehatkan badan,
sebaliknya kurang aktifitas fisik (physical inactivity) menimbulkan berbagai macam
penyakit, termasuk PJK. Dalam hubungannya dengan PJK, orang yang tidak aktif
memiliki risiko 1,9 kali lebih besar untuk menderita PJK dibandingkan 70 orang yang
aktif berolahraga (Kabo, 2008).
Dalam upaya untuk mencegah proses atherosclerosis dan PJK akibat
tingginya hiperlipidemia, perlu dilakukan pengontrolan dan mengusahakan agar kadar
tersebut dalam batas aman. Salah satunya adalah dengan latihan fisik/olahraga yang
teratur dan terencana dengan baik. Latihan fisik yang baik dan teratur juga dapat
memperbaiki prgonosis penderita infark miokardial (Wibowo, 1998).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang melakukan aktifitas
fisik/olahraga secara teratur, lebih jarang mendapat PJK. Kebiasaan aktifitas yang
dimulai sejak usia muda mempunyai dampak yang menguntungkan, sedangkan
pertengahan pada orang obesitas dan merokok dapat menimbulkan kejadian fatal
(Petch, 1995).
Hasil penelitian Harvard Alumny Study dengan jelas menunjukkan bahwa
aktifitas fisik/olahraga (bahkan pada waktu singkat) dapat mengurangi risiko PJK.
Aktifitas fisik/olahraga meningkatkan konsentrasi HDL-kolesterol dan mengurangi
risiko PJK. Risiko mengalami PJK dua kali lipat pada wanita yang kurang aktifitas
fisiknya. Diantara para penderita DM, peningkatan aktifitas fisik, termasuk berjalan
kaki teratur dapat mengurangi kejadian PKV (Lipoeto, 2006).
Dengan industrialisasi, otomatisasi, dan mekanisasi transportasi, kegiatan fisik
dalam beberapa puluh tahun terakhir ini telah berkurang banyak sekali. Tidak banyak
lagi orang yang bekerja berat secara manual. Di negara berteknologi maju
kebanyakan pekerjaan sudah menjadi ringan. Sehingga masih banyak waktu tersisa
untuk bersantai (Patel, 1998).
Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif
terhadap insulin. Sebagai hasilnya organ itu dapat menggunakan atau menyimpan
glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat membantu menurunkan kadar glukosa.
Keadaan ini dapat berlangsung untuk beberapa jam setelah melakukan olahraga.
Namun demikian, perlu diingat bahwa meningkatnya kepekaan insulin akan hilang
setelah beberapa hari tidak melakukan olahraga. Manfaat olahraga di atas akan hilang
bila berhenti selama 3-4 hari. Keadaan ini menekankan pentingnya olahraga secara
teratur dan berkesinambungan. Agar benar-benar berfaedah, olahraga harus dilakukan
olahraga yang menguras tenaga adalah berenang, senam kebugaran, jogging, berlari,
berjalan cepat, bersepeda, naik turun tangga berulang-ulang, dan menjalani kerja
keras di kebun, di rumah, atau di garasi (Soeharto, 2004).
4. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko utama PJK. Beberapa laporan secara
konsisten menunjukkan bahwa risiko PJK 2-4 kali lebih tinggi pada laki-laki dan
perempuan perokok berat (> 20 batang per hari) dibandingkan yang tidak merokok.
Mekanisme bagaimana rokok mempengaruhi PJK masih belum jelas. Perokok
cenderung mempunyai kadar HDL kolesterol yang lebih rendah. Satu mekanisme
yang mungkin berhubungan adalah injury hypothesis oleh Ross. Pada hipotesa ini
diterangkan bahwa bahan kimia terutama radikal bebas yang ada pada asap rokok
menyebabkan kerusakan endotel. Adanya konsentrasi kolesterol yang tinggi
menimbulkan dan memperluas luka. Merokok mungkin juga meningkatkan risiko
trombosis menjadi aterosklerosis (Kromhout et al., 2000).
Menuru WHO, konsumsi rokok di Indonesia mencapai 199 miliar
batang/tahun. Jumlah ini merupakan urutan ke-5 setelah RRC, AS, Jepang, dan Rusia.
Seorang ahli polusi udara dari London bernama Ivan Vince mengatakan bahwa rokok
mengeluarkan lebih banyak partikel dibandingkan dengan mesin diesel. Apabila
seseorang merokok, iritan yang ada dalam asap rokok selain berpengaruh langsung
pada paru-paru yang menyebabkan batuk-batuk, sesak, dan kanker paru, juga masuk
ke dalam darah yang mengakibatkan antara lain: denyut jantung lebih cepat,
menggumpal, ditambah lagi oksigen di dalam darah berkurang karena tempatnya
diambil alih oleh karbon monoksida. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa
perokok memiliki risiko 2 kali lebih mudah mendapat serangan jantung dibandingkan
orang yang tidak merokok (Kabo, 2008).
Kebiasaan merokok sudah bertahun-tahun merupakan penyebab utama
serangan jantung. Di Amerika Serikat, merokok berhubungan erat bagi sekitar
825.000 kematian premature setiap tahunnya. Dari kematian ini lebih dari satu dalam
tiga PJK karena merokok. Merokok sigaret tinggi nikotin menyebabkan peningkatan
frekuensi denyut jantung saat istirahat serta meningkatkan tekanan darah sistolik dan
diastolik sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen myocardium (Kaplan, 1991).
Pengaruh merokok sangat berhubungan dengan dosis, artinya makin banyak
merokok, maka makin besar kemungkinan mati karena PJK. 70 orang yang mulai
merokok sebelum berusia 20 tahun dan 70 orang yang merokok 20 batang atau lebih
dalam sehari mempunyai risiko 8 kali lebih besar daripada yang tidak merokok, dan
dua kali risiko 70 orang yang merokok kurang dari sepuluh batang sehari. Beberapa
laporan secara konsisten menunjukkan bahwa risiko PJK 2-4 kali lebih tinggi pada
laki-laki dan perempuan perokok berat (> 20 batang per hari). Merokok > 20 batang
sehari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dan faktor risiko lainnya.
Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki
perokok 10 kali lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4,5
kali lebih besar daripada bukan perokok (Anwar, 1997).
Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan
terhadap tercetusnya PJK. Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat PJK
berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Dari
sudut ekonomi kesehatan, dampak penyakit yang timbul akibat merokok jelas akan
menambah biaya yang dikeluarkan, baik bagi penderita, keluarga, perusahaan, bahkan
negara. Perokok membuka dirinya terhadap risiko serius aterosklerosis dan penyakit
jantung. Diperlukan waktu kira-kira setahun bagi bekas perokok untuk mengurangi
risiko ini sebanyak-banyaknya. Merokok memberikan risiko yang lebih besar untuk
terjadinya PJK dibandingkan dengan obesitas. 70 orang yang tidak mau berhenti
merokok karena takut kegemukan sebenarnya salah besar (Adiwiyoto, 2003).
Peranan merokok terhadap PJK dan penyakit kardiovaskular yang lain dapat
ditelusuri dari kenyataan-kenyataan sebagai berikut:
a. Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti
adrenalin. Zat ini merangsang denyut jantung dan tekanan darah.
b. Asap rokok mengandung karbon mono-oksida (CO) yang memiliki kemampuan
jauh lebih kuar dari pada sel darah merah (haemoglobin) dalam hal menarik atau
menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah merah tersebut untuk
membawa oksigen ke jaringan-jaringan, termasuk jantung. Hal ini perlu
diperhatikan terutama bagi penderita PJK karena darah arteri yang sudah ada plak
aliran darahnya sudah berkurang dari seharusnya.
c. Merokok dapat ”menyembunyikan” angina, yaitu sakit di dada yang dapat
memberi signal adanya sakit jantung. Tanpa adanya signal tersebut penderita
tidak sadar bahwa ada penyakit berbahaya yang sedang meyerangnya, sehingga
d. Perokok, dua atau tiga kali lebih mungkin terkena stroke dibandingkan 70 orang
yang tidak merokok.
e. Terlepas dari berapa banyak rokok yang dihisap per hari, merokok terus menerus
dalam jangka panjang berpeluang besar untuk menderita penyumbatan arteri di
leher.
f. Perokok memiliki kadar kolesterol darah HDL rendah, hal ini berarti unsur
pelindung terhadap PJK menurun.
g. Perokok, mudah mengalami kejang kaki pada waktu olah raga, karena
penyumbatan pada pembuluh arteri di kaki (Amstrong, 1995).
Perempuan perokok sangat berisiko tinggi untuk terkena PJK. Sebab
perempuan perokok akan mengalami menopause lebih dini dan kekurangan estrogen.
Merokok mempercepat terjadinya PJK dan stroke pada perempuan (Sedyawan, 2003).
5. Pola Perilaku
Walaupun rumit, penelitian-penelitian ilmiah terhadap orang yang cenderung
mengalami gangguan koroner telah mengidentifikasi sejenis perilaku yang disebut
perilaku Tipe A dan ini telah diakui di Amerika Serikat sebagai salah satu faktor
risiko koroner yang penting. Orang yang tergolong tipe A digambarkan sebagai orang
yang selalu tergesa-gesa, selalu dikejar batas waktu, dan sangat dirasuk oleh nafsu
persaingan, sedangkan lawannya adalah perilaku tipe B yang bercirikan kesantaian
dan kepraktisan (Patel, 1998).
Orang yang termasuk tipe A adalah orang yang terlibat dalam suatu
dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa peduli bahwa ia harus menerobos halangan
dan mengalami benturan dengan orang lain. Penderita tipe A tidak mengenal putus
asa, bahkan terus menggapai, memburu tantangan-tantangan berikutnya. Manusia tipe
A berusaha berpikir, bertindak, dan berkomunikasi dalam waktu yang sama dan pada
umumnya hidup dengan irama yang lebih cepat ketimbang rekan-rekan sebayanya
(Patel, 1998).
Pola perilaku ini tercermin dalam wujud reaksi-reaksi fisiologis tertentu,
misalnya naiknya tekanan darah, naiknya produksi adrenalin, dan meningkatnya
kelengketan keping-keping darah, yang memperbesar kemungkinan terbentuknya
gumpalan darah setiap kali merasa menghadapi tantangan. Manusia tipe A tidak dapat
menerima penundaan dan tidak mudah beristirahat, bekerja dengan kapasitas
maksimum, bahkan bila pekerjaan itu tidak penting. Penelitian-penelitian telah
menunjukkan bahwa orang dengan perilaku tipe A dua kali lebih mungkin meninggal
karena serangan jantung ketimbang orang dengan perilaku tipe B (Patel, 1998).
6. Stres
Stres atau ketegangan adalah masalah yang sangat pelik dan bersifat pribadi.
Kondisi ini mempengaruhi siapa saja, dalam wujud yang kita rasakan, perilaku kita,
kinerja kita, dan menjadi biang keladi sejumlah kecelakaan atau sakit, termasuk PJK.
Stres juga merupakan reaksi terhadap situasi-situasi yang tidak kita kenal.
Penyebab terjadinya stres kronis, antara lain:
a. Ketidakharmonisan perkawinan yang sudah lama.
c. Perjuangan mempertahankan usaha dalam situasi resesi.
d. Bekerja di bawah atasan yang tidak menyenangkan atau dengan bawahan yang
tidak kompeten.
e. Mengalami konflik kesetiaan yang sulit dan berlarut-larut.
f. Dipermalukan di depan umum untuk sesuatu yang bukan akibat kesalahan sendiri.
g. Menjadi pengangguran tanpa harapan menemukan pekerjaan dalam waktu dekat.
h. Kematian pasangan hidup atau anak (Patel, 1998).
Stres dianggap sebagai salah satu faktor risiko PJK, karena mempunyai
pengaruh dalam memicu timbulnya PJK. Stres dapat menyebabkan pengurangan
aliran darah melalui mekanisme tertentu dalam diri kita. Tubuh kita selalu merespon
situasi yang penuh dengan stres yang dapat membantu agar tetap survive (Soeharto,
2004).
Pada tahun 1910 telah diketahui bahwa orang yang cenderung mengalami
gangguan koroner adalah orang yang ambisius. Tahun 1945 diketahui bahwa orang
yang cenderung mengalami gangguan koroner adalah orang yang agresif, ambisius,
dengan dorongan emosional yang menggebu-gebu, tidak mudah mendelegasikan
wewenang atau tanggung jawab, tidak memiliki hobi dan mengonsentrasikan seluruh
pikiran dan tenaganya ke dalam bidang karirnya yang sempit. Jenis stres dapat dibagi
atas 4 jenis, yaitu: stres sangat ringan, stres ringan, stres sedang, dan stres tinggi.
Jenis stres yang dialami dapat diketahui dengan melihat perubahan-perubahan yang
terjadi dalam hidup kita selama setahun lampau, kemudian menghitung nilai Life
7. Diabetes Melitus
DM adalah suatu keadaan dimana terjadi kadar gula darah melebihi kadar
normal, yaitu kadar gula darah melebihi kadar normal, yaitu > 200mg/dL. Hal ini
dapat diakibatkan oleh gangguan produksi insulin dari pancreas ataupun
ketidakmampuan insuslin untuk bekerja secara maksimal. Gejala penting DM adalah
banyak kencing (polyuria), banyak minum (polydipsia), banyak makan (polyphagia),
namun berat badan menurun (Kabo, 2008).
DM merupakan faktor risiko yang sangat kuat, sehingga seorang penderita
DM sering sudah dianggap menderita PJK. Penderita DM mempunyai risiko kejadian
PJK yang sama dengan penderita yang pernah menderita infark miokard. Bila terjadi
serangan jantung maka perjalanan penyakitnya lebih buruk daripada orang tanpa
diabetes (Waspadji, 2002).
8. Kolesterol
Kolesterol merupakan salah satu kata yang sering diucapkan oleh masyarakat
umum. Kolesterol yang ada di dalam zat makanan akan meningkatkan kadar
kolesterol dalam darah. Sejauh pemasukan itu masih sesuai dengan kebutuhan tubuh,
maka akan tetap sehat, tetapi jika lebih maka akan mengendap di dalam pembuluh
darah yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal sebagai
atherisclerosis (Povey, 2002).
9. Alkohol
Alkohol merupakan zat yang bersifat psikoaktif yang dapat mempengaruhi
lemak di hati, kerusakan otak, sirosis hati. Pada orang tertentu alkohol dapat
mengakibatkan kematian (Jamal, 1999)
Alkohol bila dikonsumsi secara moderat maka kelihatannya tidak
menimbulkan masalah, bahkan bermanfaat karena dapat menaikkan kadar kolesterol
baik (HDL). Tetapi kalau berlebihan dapat berakibat buruk seperti bagi penderita
jantung membesar maka akan terjadi aritmia dan dapat menyebabkan gangguan pada
detak jantung (nadi) serta menyebabkan susah tidur (Soeharto, 2001).
Selain faktor risiko yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa
karakteristik penderita yang dipandang berhubungan dengan PJK, antara lain:
1. Usia
Usia berpengaruh pada risiko terkena PKV, karena usia menyebabkan
perubahan di dalam jantung dan pembuluh darah. Pada usia lansia, biasanya orang
menjadi kurang aktif, berat badan meningkat. Pengaruh gaya hidup yang kurang
gerak, merokok, dan makanan yang miskin nutrisi mempercepat kerusakan jantung
dan sirkulasi darah dan kadar kolesterol. Tekanan darah meningkat sesuai usia,
karena arteri secara perlahan-lahan kehilangan keelastisannya. Usia membawa
perubahan yang tidak terkendalikan pada tubuh manusia termasuk sistem
kardiovaskular, seperti meningkatnya PJK. Perubahan-perubahan yang diakibatkan
oleh usia juga dipengaruhi oleh masalah genetik serta diperberat oleh berkurangnya
aktifitas fisik, dan berbagai penyakit degeneratif seperti DM, hipertensi yang tidak
Penderita PJK sering ditemui pada usia 60 tahun ke atas, tetapi juga telah
banyak ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Pada laki-laki, kasus kematian PJK
mulai dijumpai pada usia 35 tahun, dan terus meningkat dengan bertambahnya usia.
Pada usia 75 tahun morbiditas PJK wanita hampir sama dengan pria. Berdasarkan
laporan WHO (1997), 70 orang yang berusia di atas 40 tahun mempunyai risiko
tinggi untuk terserang PJK (Anwar, 1997).
2. Jenis Kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari
5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan, ini berarti bahwa laki-laki mempunyai risiko
PJK 2-3 kali lebih besar daripada perempuan. Pada beberapa perempuan pemakai
alat kontrasepsi (estrogen) dan selama kehamilan akan meningkatkan kadar
kolesterol. Pada wanita hamil, besar kadar kolesterol akan kembali normal 20 minggu
setelah melahirkan. Estrogen dapat meningkatkan mekanisme PJK antara lain:
peningkatan kolesterol serum total, peningkatan LDL, peningkatan trigliserida serum,
intoleransi glukosa (DM), kecenderungan trombosistosis, peningkatan TD dan tonus
otot polos arteri koronaria. Angka kematian usia muda lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan dengan pada wanita, tetapi setelah usia menopause hampir tidak ada
perbedaan angka kematian antara laki-laki dan perempuan (Anwar, 1997).
3. Riwayat Keluarga
Tidak ada yang meragukan bahwa penyakit jantung dan sistem peredaran
cenderung terjadi dalam keluarga yang sama. Beberapa faktor risiko seperti tekanan
sedangkan meningkatnya kecenderungan merokok, makan minum berlebihan dan
kurang mempunyai semangat berolahraga bisa karena pengaruh lingkungan dan
masih dapat diusahakan berubah (Patel, 1998).
Adanya hubungan riwayat keluarga yang menderita PJK dengan kejadian PJK
telah dilaporkan dalam beberapa studi. Walau demikian hubungan spesifik yang
mendasari mekanisme dan kontribusi relatif aterosklerosis dengan kejadian PJK
dalam riwayat suatu keluarga belumlah terlalu jelas. Tingginya risiko PJK pada
penderita yang mempunyai riwayat keluarga PJK berkaitan predisposisi genetik ke
arah tekanan darah tinggi, hypercholesterolaemia, DM, dan obesitas. Faktor genetik
mungkin terlibat, tetapi juga tidak dapat disingkirkan adanya faktor pengganggu
seperti gaya hidup dan pengaruh lingkungan. Hubungan spesifik yang mendasari
mekanisme dan kontribusi relatif aterosklerosis dengan kejadian PJK dalam riwayat
suatu keluarga belumlah terlalu jelas. Faktor genetik mungkin terlibat, tetapi juga
tidak terlepas dari adanya faktor pengganggu seperti gaya hidup dan pengaruh
lingkungan (Lipoeto, 2006).
Menurut Kaplan (1991) yang mengutip hasil penelitian para ahli (Rissanen,
1979; Gillum tahun 1978) bahwa pasien yang mempunyai ayah dengan PJK,
mengalami lebih dari dua kali angka PJK dibandingkan dengan pasien yang
mempunyai ayah dengan tidak menderia PJK dan angka PJK cenderung tinggi pada
pasien yang orang tuanya telah menderita PJK dini. Bila kedua orang tua menderita
PJK pada usia muda, maka anaknya mempunyai risiko lebih tinggi bagi
berkembangnya PJK dibandingkan dengan bila hanya seorang atau tidak ada yang
2.3. Landasan Teori
Pendekatan tentang timbulnya PJK digambarkan dengan menggunakan Teori
Sarang laba-laba (The Web of Causation) yang menjelaskan bahwa timbulnya
penyakit disebabkan oleh multi faktor (Mausner, 1985).
Penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada
berbagai titik.Timbulnya PJK dapat dilihat berdasarkan bagan berikut ini:
HIGHER Saturated fat and
Cholesterol in diet
Oral Contracepive Physical activity
High HDL
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat disusun
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Karakteristik Penderita
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Riwayat Keluarga
Kejadian PJK Faktor-Faktor Risiko
1. Obesitas
2. Hipertensi
3. Aktifitas Fisik/Olahraga
4. Merokok
5. Pola perilaku
6. Stres
Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian
Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah obesitas,
hipertensi, aktifitas fisik/olahraga, merokok, pola perilaku, stres, umur, jenis kelamin,
dan riwayat keluarga. Sedangkan variabel terikat (dependent variable) dalam
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan Case-Control
Study yaitu menganalisa ciri populasi (melalui sampel penelitian) dengan melakukan
penelusuran ke belakang (riwayat penyakitnya) untuk mendapatkan gambaran
paparan faktor risikonya (Gordis, 2000).
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSU Dr. Pirngadi Medan. Alasan pemilihan
lokasi penelitian adalah karena RS ini merupakan RS Rujukan penderita PJK dan
berdasarkan survei pendahuluan banyak penderita PJK yang berobat di Rumah sakit
ini.
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2007 sampai
dengan April Tahun 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien penderita PJK yang dirawat
jalan di RS Dr. Pirngadi Medan. Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan
menggunakan rumus studi kasus kontrol berpasangan (perbandingan 1 kasus dan 1
2 P = Prakiraan efek kontrol, dimana
( )
3Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel minimal kasus
sebanyak 70 penderita. Dalam penelitian ini sampel terdiri dari kasus dan kontrol.
a. Kasus adalah pasien rawat jalan yang berobat di RSU Dr. Pirngadi Medan
yang telah terdiagnosa menderita PJK maksimal 6 bulan.
b. Kontrol adalah pasien rawat jalan yang tidak punya keluhan PJK diambil dari
poliklinik gigi dari rumah sakit yang sama.
Dilakukan matching terhadap umur dan jenis kelamin untuk sampel yang
masih mampu mengingat kebiasaan dan kejadian yang dialami. Sedangkan kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah jika responden tidak bersedia diwawancarai
setelah dilakukan penjelasan sebanyak 3 kali, maka digantikan dengan responden
lain.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui
pengukuran dan wawancara langsung pada subjek penelitian dengan menggunakan
kuesioner. Adapun petugas wawancara (interviewer) adalah peneliti sendiri dibantu
oleh tenaga terampil yang terlebih dahulu dilatih.
Ketepatan pengujian hipotesis sangat tergantung pada kualitas data yang
dipakai dalam pengujian tersebut. Pengujian hipotesis penelitian tidak akan mengenai
sasarannya bila mana data tidak reliabel. Validitas dilihat dari nilai yang ada dalam
kolom corrected item total correlation. Sedangkan reliabilitas dilihat dari nilai
cronbach’s alpha if item deleted (Situmorang, 2008). Menurut Ghozali (2005) dan
Kuncoro (2003) suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach
alpha > 0,60 atau nilai cronbach alpha > 0,80.
Uji coba (pre-test) kuesioner dilaksanakan di RS H. Adam Malik Medan
dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. RS Adam Malik dipilih sebagai lokasi
uji coba karena RS ini merupakan salah satu Rumah Sakit rujukan pasien penderita
PJK di kota Medan. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, maka seluruh butir
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (hipertensi, obesitas,
aktifitas fisik/olahraga, merokok, pola perilaku, stres, umur, jenis kelamin, dan
riwayat keluarga). Sedangkan variabel terikat adalah kejadian PJK.
Definisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1. Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang diderita oleh pasien berdasarkan
diagnosa oleh dokter spesialis.
2. Obesitas adalah besarnya IMT yang diperoleh dengan cara membandingkan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat.
3. Hipertensi adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan tekanan darah
sitolik dan tekanan diastolik melebihi keadaan normal.
4. Aktifitas fisik adalah lamanya waktu dan kesinambungan kegiatan fisik/olahraga
yang biasa dilaksanakan responden.
5. Merokok adalah rata-rata jumlah rokok yang dihisap oleh responden per hari.
6. Pola Perilaku adalah tipe perilaku yang dimiliki oleh responden dengan
menghitung skor berdasarkan uji perilaku Rosenman.
7. Stres adalah tingkat stres responden berdasarkan kondisi ketegangan yang dialami
responden setahun terakhir dengan menghitung nilai life change unit (LCU).
8. Usia adalah umur responden dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir.
9. Jenis kelamin adalah karakteristik biologi dan psikologi responden, dibedakan
atas laki-laki dan perempuan.
10.Riwayat PJK pada keluarga adalah adanya riwayat menderita PJK dalam satu
3.6. Metode Pengukuran
Untuk memperjelas variabel penelitian seperti pada kerangka konsep di atas,
maka diberikan metode pengukuran seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Nama Variabel, Cara dan Alat Ukur, Hasil ukur, Skala ukur, dan kategori hasil ukur
No Nama Variabel
Cara dan Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala ukur
Kategori
1 2 3 4 5 6
Variabel Independen
1. Obesitas Menghitung IMT/ Timbangan BB dan Meteran
1. ≤ 25 kg/m2 2. > 25 kg / m2
Ratio 1. Tidak obesitas 2. Obesitas 2. Hipertensi Mengukur
Tekanan darah/ Sphygmomanometer
1. > 140/90 mmHg 2. ≤ 140/90 mmHg
Interval 1. Hipertensi 2. Tidak Hipertensi
3. Aktifitas
Ratio 1. Tidak ada aktifitas fisik
2. Ada aktifitas fisik 4. Merokok Menghitung rata-rata jumlah
rokok dihisap per hari/ Kuesioner
6. Stres Menghitung skor berdasarkan uji Life Change Unit (LCU)/
Observasi / kuesioner 1. Laki 2. Perempuan 2. Tidak ada riwayat
Variabel Dependen 1. Penyakit
Jantung Koroner
Diagnosa dokter/ ECG 1. Menderita PJK 2. Tidak menderita PJK
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisis bivariat, dilakukan
dengan menggunakan uji chi-square, untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang
bermakna antara variabel bebas dengan kejadian PJK. Kemudian untuk mengetahui
faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian PJK dilanjutkan dengan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda
dengan nama Geementee Zieken Huis. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Marya
Costantia Mackey pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930.
Sebagai pimpinan pertama dijabat oleh seorang dokter berkebangsaan Belanda
benama W. Bays.
Pada tahun 1939, pimpinan rumah sakit ini diserahkan kepada dokter A.A.
Messing. Pada saat kepemimpinan A.A. Messing, yaitu setelah masuknya Jepang ke
Indonesia pada tahun 1942, rumah sakit ini diambil alih oleh Jepang dan rumah sakit
ini berganti nama menjadi Syuritsu Bysono lntje dan kepemimpinannya dipercayakan
kepada seorang putera Indonesia yaitu dokter Raden Pirngadi Gonggo Putro.
Pada tahun 1947 (masa Negara Sumatera Timur), nama rumah sakit ini
berubah menjadi Rumah Sakit Kota Medan dengan pimpinannya dokter Achmad
Sofyan (pendiri FK USU). Pada masa pimpinannya (1952) nama rumah sakit ini
berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan. Tahun 1955 jabatan pemimpin Rumah
Sakit Umum Medan diserahkan kepada Dokter H.A. Darwis Dt. Batu Besar.
Tahun 1958 nama rumah sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Umum Pusat
Medan, dimpimpin oleh dokter M. Arifin sampai dengan tahun 1965. Pada tahun
Kemudian tahun 1969 dipimpin oleh dokter Zainal Rasyid, SKM dan semasa
kepimpimpinan beliau nama rumah Sakit Umum Pusat Medan berubah nama lagi
menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Propinsi Medan (Provincial Top Referal
Hospital). Pada tanggal 25 Juni 1979 Rumah Sakit Umum Pusat Medan ditetapkan
menjadi Rumah Sakit Dokter Pirngadi Medan.
Sejak pelita pertama, rumah sakit ini terus berkembang ditandai dengan
penambahan beberapa poliklinik seperti Poliklinik THT, Poliklinik Anak, Poliklinik
Kulit dan Kelamin, Kamar Bedah, Rumah Sakit Bersalin dan Poliklinik lainnya. Misi
dan falsafah rumah sakit yang menjadi landasan kerja berubah, dimana rumah sakit
bukan hanya mengobati orang sakit, tetapi juga mcmberikan perawatan, pendidikan,
dan konsultasi kesehatan.
Lokasi RSU Dr. Pirngadi Medan ada di jalan Prof. H.M. Yamin, SH, jalan
Perintis Kemerdekaan, jalan Thamrin Medan. Rumah sakit ini mempunyai luas tanah
76.306 meter persegi dan luas bangunan 34.562 meter persegi. Rumah sakit tersebut
memiliki kapasitas 755 tempat tidur, sedang tempat tidur yang tersedia sebanyak 705
tempat tidur dan terdapat 38 ruang rawat inap dan 48 buat poliklinik.
4.2. Karakteristik Penderita
Karakteristik penderita pada penelitian ini merupakan variabel bebas, yang
terdiri dari umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, pendidikan, dan pekerjaan.
Secara rinci karakteristik penderita yang menjadi responden pada penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Riwayat Keluarga, Pendidikan, dan Pekerjaan
Status Responden
3. Riwayat Keluarga
a. Ada 29 41,4 15 21,4
b. Pegawai Swasta 13 18,6 24 34,3
c. Wiraswasta 47 67,1 40 57,1
d. Tidak Bekerja / IRT 0 0 1 1,40
Total 70 100 70 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berusia ≥ 40 tahun, dengan rincian responden kasus 59 orang (84,3%) dan responden kontrol juga 59 orang (84,3%).
Sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan, dengan
rincian responden kasus 47 orang (67,1%) dan kontrol juga 47 orang (67,1%).
Dari 70 orang yang menderita PJK, terdapat 29 orang (41,4%) yang
mempunyai riwayat keluarga, sedangkan pada kelompok yang tidak menderita PJK,
Sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan SLTA, dengan
rincian responden kasus 45 orang (64,3%) dan responden kontrol 31 orang (44,3%).
Sebagian besar responden mempunyai pekerjaan wiraswasta, dengan rincian
responden kasus 47 orang (67,1%) dan responden kontrol 40 orang (57,1%).
4.3. Faktor Risiko
Faktor risiko pada penelitian ini juga merupakan variabel bebas, terdiri dari
obesitas, hipertensi, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, pola perilaku, dan stres.
Secara rinci faktor risiko yang menjadi responden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2. Faktor Risiko Berdasarkan Obesitas, Hipertensi, Aktifitas Fisik, Kebiasaan Merokok, Pola perilaku, dan Stres
Status Responden
3. Aktifitas fisik
a. Tidak Ada 43 61,4 29 41,4
b. Ada 27 38,6 41 58,6
Total 70 100 70 100
4. Kebiasaan Merokok
a. Tinggi 45 64,3 27 38,6
b. Rendah 25 35,7 43 61,4
Total 70 100 70 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 140 responden, terdapat
orang yang menderita PJK dan mengalami obesitas sebanyak 31 orang (44,3%),
sedangkan orang yang tidak menderita PJK, tetapi mengalami obesitas hanya ada 19
orang (27,1%).
Orang yang menderita PJK dan mengalami hipertensi sebanyak 28 orang
(40,0%), sedangkan orang yang tidak menderita PJK, tetapi mengalami hipertensi
hanya ada 16 orang (22,9%).
Orang yang menderita PJK dan tidak mempunyai aktifitas fisik sebanyak 43
orang (61,4%), sedangkan orang yang tidak menderita PJK dan tidak mempunyai
aktifitas fisik hanya ada 29 orang (21,4%).
Orang yang menderita PJK dan merokok sebanyak 27 orang (38,6%),
sedangkan orang yang tidak menderita PJK tetapi merokok hanya ada 14 orang
(20,0%).
Orang yang menderita PJK dan mempunyai pola perilaku tipe A sebanyak 43
orang (61,4%), sedangkan orang yang tidak menderita PJK tetapi mempunyai pola
perilaku tipe A hanya ada 24 orang (34,3 %).
Orang yang menderita PJK dan mempunyai stress tinggi sebanyak 45 orang
(64,3%), sedangkan orang yang tidak menderita PJK tetapi mempunyai stres tinggi
hanya ada 27 orang (38,6%).