“Kajian Undang-Undang
Money Laundering
Dikaitkan dengan Prinsip
Know Your Costumer
pada Perusahaan Asuransi ”
Disusun Oleh :
Sri Rahayul Bayti Nasution
060200015
Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
“Kajian Undang-Undang
Money Laundering
Dikaitkan dengan Prinsip
Know Your Costumer
pada Perusahaan Asuransi ”
Disusun Oleh :
Sri Rahayul Bayti Nasution
060200015
Departemen Hukum Pidana
Disetujui oleh
NIP. 196107021989031001 (Abul Khair, S.H., M.Hum.)
DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II
(Abul Khair, S.H., M.Hum.)
NIP. 196107021989031001 NIP. 197503072002122002 (Dr. Marlina, S.H., M.Hum.)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat
merampungkan penulisan skripsi ini sebagai kewajiban akhir bagi setiap
mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikannya pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya shalawat dan salam kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW.
Terwujudnya skripsi ini bukanlah semata-mata merupakan jerih payah
penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak, sehingga
pantaslah penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu,SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara.
2. Bapak Prof. Dr Suhaidi, S.H.,M.H, selaku pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Syarifudin Hasibuan, S.H.,M.Hum, selaku Pembantu Dekan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Abul Khair, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dalam
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Marlina, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II dalam
6. Bapak Sunarto Adiwibowo, S.H,M.Hum, selaku dosen wali penulis selama
masa perkuliahan.
7. Seluruh Dosen-dosen dan staf pengajar yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, namun jasa-jasa kalian tidak akan pernah terlupakan oleh
penulis.
8. Kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Husni Thamrin Nasution
dan Ibunda Masliana Nasution yang mana dengan cinta dan kasih sayang
serta memberikan dukungan yang berlimpah kepada saya.
9. Kepada saudari perempuan saya yaitu Asro laila Julianti Nasution dan
Indriani Agustina Nasution serta Irsan Afandi Nasution sebagai saudara
laki-laki saya, terima kasih atas dukungannya selama ini kepada saya.
10. Untuk keponakan saya yaitu Yola, Ara, dan Anna yang turut meramaikan
kehidupan saya serta buat seluruh keluarga besar yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
11. Kepada teman-temanku untuk belajar sekaligus bermain yaitu Dila dan Ais
yang telah mendahului saya menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara ini, kepada Aya dan Rini yang sekarang
berjuang bersama saya dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara ini , kepada Anov, Jefri, Kukuh, Nina, Dewi,
Octris, Rizka, dan teman-teman lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu
Demikianlah skripsi ini penulis perbuat, semoga dapat bermanfaat bagi
semua. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 24 Februari 2010
Hormat Saya,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………... i
DAFTAR ISI……….. iii
ABSTRAKSI………. vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 12
E. Tinjauan Kepustakaan... 12
F. Metode Penulisan ... 22
G. Sistematika Penulisan ... 26
BAB II PENGATURAN MONEY LAUNDERING PADA PERUSAHAAN ASURANSI ... 28
A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Pencucian Uang ... 28
B. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang... 31
C. Peraturan khusus dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang... 43
D. Kejahatan Money Laundering pada Perusahaan Asuransi ... 45
E. Tahap-Tahap dan Proses Money Laundering pada Perusahaan Asuransi ... 55
BAB III PENERAPAN PRINSIP KNOW YOUR CUSTOMER
PADA PERUSAHAAN ASURANSI ... 70
A. Pengaturan Prinsip Know Your Cuntomer pada Perusahaan Asuransi ... 70
B. Penerapan Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi ... 74
C. Ketentuan Sanksi ... 102
BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PENERAPAN PRINSIP KNOW YOUR CUSTOMER SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN MONEY LAUNDERING TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI ... 108
A. Kurang Kooperatifnya Perusahaan Asuransi dalam Penerapan Prinsip Know Your Customer ... 111
B. Kurangnya Koordinasi Aparat Terkait Untuk Melakukan Pelaporan dan Penggawasan Penerapan Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi ... 115
BAB V PENUTUP... 124
A. Kesimpulan... 124
B. Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 128
ABSTRAKSI
Abul Khair, SH.,M.Hum*
Dr. Marlina, SH, M.Hum**
Sri Rahayul Bayti Nasution***
Akibat dari perkembangan ekonomi global yang sangat pesat telah terjadi berbagai kejahatan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang yang melakukan kejahatan melalui suatu wadah korporasi yang legal. Salah satunya adalah kejahatan money laundering. Kejahatan ini dilakukan dengan berbagai metode dan modus, diantaranya melalui penempatan (placement) pada perusahaan asuransi. Money laundering sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang berikut dengan pencegahannya. Prinsip Know Your Customer merupakan salah satu upaya untuk pencegahan dan pemberantasan
money laundering. Perusahaan asuransi sebagai salah satu Penyedia Jasa Keuangan yang ditunjuk oleh Undang-Undang Pencucian Uang diharapkan dapat melaksanakan kewajibannya terhadap penerapan prinsip ini.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif yang didukung dengan penelitian empiris. Penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian empiris dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak asuransi dan beberapa nasabah terkait dengan penerapan Prinsip Know Your Customer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa money laundering telah berkembang dengan cepatnya pada perusahaan asuransi. Money laundering pada perusahaan asuransi diatur pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003,disebutkan bahwa salah satu pemicu tindak pidana money laundering adalah kejahatan di bidang asuransi, Perusahaan asuransi dijadikan sebagai vehichle money laundering. baik itu dana hasil penipuan asuransi yang dicuci melalui Penyedia Jasa Keuangan lain maupun perusahaan asuransi dijadikan sebagai wadah pencucian uang. Penerapan Prinsip Know Your Customer pun menjadi suatu point penting pada perusahaan asuransi. Ternyata dalam praktiknya, pelaksanaan Prinsip Know Your Customer pada perusahaan asuransi masih terdapat berbagai kendala, baik itu dari perusahaan asuransi yang kurang konsisten dan kooperatif dalam pelaksanaan Prinsip Know Your Customer
maupun lembaga terkait yakni PPATK dan unit penanggung jawab atau petugas khusus dalam penerapan Prinsip Know Your Customer pada perusahaan asuransi. Dosen Pembimbing I*
Dosen Pembimbing II**
ABSTRAKSI
Abul Khair, SH.,M.Hum*
Dr. Marlina, SH, M.Hum**
Sri Rahayul Bayti Nasution***
Akibat dari perkembangan ekonomi global yang sangat pesat telah terjadi berbagai kejahatan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok orang yang melakukan kejahatan melalui suatu wadah korporasi yang legal. Salah satunya adalah kejahatan money laundering. Kejahatan ini dilakukan dengan berbagai metode dan modus, diantaranya melalui penempatan (placement) pada perusahaan asuransi. Money laundering sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang berikut dengan pencegahannya. Prinsip Know Your Customer merupakan salah satu upaya untuk pencegahan dan pemberantasan
money laundering. Perusahaan asuransi sebagai salah satu Penyedia Jasa Keuangan yang ditunjuk oleh Undang-Undang Pencucian Uang diharapkan dapat melaksanakan kewajibannya terhadap penerapan prinsip ini.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian normatif yang didukung dengan penelitian empiris. Penelitian normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian empiris dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak asuransi dan beberapa nasabah terkait dengan penerapan Prinsip Know Your Customer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa money laundering telah berkembang dengan cepatnya pada perusahaan asuransi. Money laundering pada perusahaan asuransi diatur pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003,disebutkan bahwa salah satu pemicu tindak pidana money laundering adalah kejahatan di bidang asuransi, Perusahaan asuransi dijadikan sebagai vehichle money laundering. baik itu dana hasil penipuan asuransi yang dicuci melalui Penyedia Jasa Keuangan lain maupun perusahaan asuransi dijadikan sebagai wadah pencucian uang. Penerapan Prinsip Know Your Customer pun menjadi suatu point penting pada perusahaan asuransi. Ternyata dalam praktiknya, pelaksanaan Prinsip Know Your Customer pada perusahaan asuransi masih terdapat berbagai kendala, baik itu dari perusahaan asuransi yang kurang konsisten dan kooperatif dalam pelaksanaan Prinsip Know Your Customer
maupun lembaga terkait yakni PPATK dan unit penanggung jawab atau petugas khusus dalam penerapan Prinsip Know Your Customer pada perusahaan asuransi. Dosen Pembimbing I*
Dosen Pembimbing II**
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Kejahatan pencucian uang ( money laundering ) belakangan ini makin mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala
nasional, tetapi juga meregional dan mengglobal melalui kerja sama antar
negara-negara. Gerakan ini terpicu oleh kenyataan di mana kini semakin maraknya
kejahatan money laundering dari waktu ke waktu, sementara kebenyakan negara belum menetapkan sistem hukumnya untuk memerangi atau menetapkannya
sebagai kejahatan yang harus diberantas. Sebegitu besarnya dampak negatif yang
ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di
dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menarik
perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan
pencucian uang. Hal ini didorong karena kejahatan money laundering
mempengaruhi sistem perekonomian khususnya menimbilkan dampak negatif
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering? Di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 15 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
memberikan definisi pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi
“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asak usul Harata Kekayaan sehinnga seolah-olah menjadi Harata Kekayaan yang sah.”
Dalam prakteknya, banyak dana potensial yang dimanfaatkan secara
optimal karena pelaku money laundering sering melakukan “steril investment” misalnya dalam investasi di bidang property pada negara-negara yang mereka
anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh lebih
rendah.1Diperkirakan jumlah yang dihasilkan melalui tindak pidana, seperti drug trafficking, arms trafficking, bank fraund, counterfeiting dan sejenisnya, melalui
money laundering di seluruh dunia mencapai US $ 600 milyar per tahun. 2
Tahun 1988 diadakan konvensi internasional dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan kejahatan money laundering yang sudah tergolong pula sebagai kejahatan internasional yaitu United Nation Convention Againts Illictit Traffic in Narcotic Drug and Psychotropic Substances atau lebih dikenal dengan nama UN Drug Convention. Kemudian untuk menindaklanjuti konvensi tersebut, dibentuklah Financial Action Task Force ( selanjutnya disingkat FATF), sebuah
1
Bismar Nasution, Rejim Anti-Money laundering di Indonesia. Bandung: Pusat Informasi
Hukum Indonesia, 2005,hal.1
2
N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Cetakan Kedua (Edisi
organisasi yang bertujuan membebaskan Bank dari praktek money laundering. Organisasi ini di bentuk pada bulan Juli 1989 di Paris, Perancis.
FATF memperkirakan jumlah uang yang diputihkan setiap tahun di
seluruh dunia melalui transaksi bisnis haram natkotik berkisar antara US $ 300
milyar hingga US $ 500 milyar.3Pada tanggal 22 Juni 2001, FATF memasukkan
Indonesia, di samping negara lainnya ke dalam daftar hitam Non Cooperative or Territories ( selanjutnya disingkat NCCT’s) atau kawasan yang tidak kooperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas negara lainnya ialah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Philipina, Nauru, Nigeria, Niue, Cook
Island, Republik Dominika, Guatemala, ST. Kitts dan Nevis, St. Vincent dan
Grenadines, serta Ukraina.4
FATF memasukkan Indonesia ke dalam daftar hitam NCCT’s setelah
dikeluarkannya rekomendasi yang dikenal dengan mana The 40 FATF Recommendations. Rekomendasi inilah antara lain belum ditindaklanjuti oleh negara Indonesia, di mana salah satu hal penting ialah mengenai diberlakukannya
Jika Indonesia dan negara lainnya di atas tidak menangani money laundering secara sunguh-sungguh, maka FATF akan memberikan tindakan
pinitif approach yang makin keras. Tidak tertutp kemungkinan diberikan sanksi berupa hambatan transaksi perbankan seperti transfer, Letter of Credit (L/C), pinjaman luar negeri, dan lain-lain.
3
Ibid.
4
Undang-Undang Anti Money Laundering. Hingga pada Februari 2005 barulah Indonesia keluar dari NCCT’s setelah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun
2002 tentang Tindak Pidana pencucian Uang dan melakukan upaya-upaya lainnya
yang sesuai dengan The 40 FATFRecommendations.
Berhubung money laundering merupakan salah satu aspek kriminalitas yang berhadapan dengan individu, bangsa dan negara maka pada gilirannya, sifat
money laundering menjadi universal dan menembus batas-batas yurisdiksi negara, sehingga masalahnya bukan saja bersifat nasional, tetapi juga masalah regional
dan internasional. Praktek money laundering busa dilakukan oleh seseorang tanpa harus misalnya ia bepergian ke luar negeri. Hal ini bisa dicapai dengan kemajuan
teknologi melalui sistem cyberspace (internet), di mana pembayaran melalui bank secara elektronik (cyberpayment) dapat dilakukan. Begitu pula seseorang pelaku
money laundering bisa mendepositokan uang kotor (dirty money, hot money) kepada suatu bank tanpa mencantumkan identitasnya, seperti halnya berlaku di
Austria.
Sifat kriminalitas money laundering adalah berkaitan dengan latar belakang perolehan sejumlah uang yang sifatnya gelap, haram atau kotor, lalu
sejumlah uang kotor ini kemudian dikelola dengan aktivitas-aktivitas tertentu
seperti dengan membentuk usaha, mentransfer atau mengkonversikannya ke bank
atau penyedia jasa keuangan lainnya yang non perbankan, seperti perusahaan
asuransi, sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana haram
Masalah money laundering telah dikenal sejak lama yaitu sejak tahun 1930. Munculnya istilah tersebut erat kaitannya dengan perusahaan laundry, yakni perusahaan pencucian pakaian. Perusahaan ini dibeli oleh mafia America Serikat
atas hasil/dana yang diperoleh dari berbagai uaha gelap (illegal), yang untuk selanjutnya dipergunakan sebagai cara pemutihan uang hasil dari transaksi illegal
berupa pelacuran, minuman keras atau perjudian. Kemudian istilah ini populer
pada tahun 1984 tatkala Interpol mengusut pemutihan uang mafia Amerika
Serikat yang terkenal dengan Pizza Connection. Kasus demikian menyangkut
dana sekitar US $ 600 juta, yang ditransfer ke sejumlah bank di Swiss dan Italia.
Cara pencucian uang itu dilakukan dengan menggunakan restoran pizza yang
berada di Amerika Serikat sebagai sarana usaha untuk mengelabui sumber-sumber
dana tersebut.5
Cara pemutihan atau pencucian uang dilakukan dengan melewatkan uang
yang diperoleh secara ilegal melalui serangkaian transaksi finansial yang rumit
guna menyulitkan para pihak untuk mengetahui asal-usul uang tersebut.
Kebanyakan orang beranggapan transaksi derivatif merupakan cara yang paling
disukai karena kerumitannya dan daya jangkaunya menembus batas-batas
yurisdiksi. Kerumitan inilah kemudian dimanfaatkan para pelaku money laundering guna melakukan tahap proses pencucian uang. Salah satu transaksi finansial yang digunakan dalam pemutihan asuransi kerap dijadikan kendaraan
untuk melakuan tindak pidana pencucian uang. Hal ini erat kaitannya dengan
5
kejahatan di Perusahaan Asuransi.
Sama halnya dengan bank, biasanya pelaku kejahatan money laundering
di asuransi menggunakan modus-modus yang canggih agar sulit ditelusuri, namun
tidak menutup kemungkinan kejahatan tersebut dilakukan secara tradisional
sehingga mudah mendeteksinya. Pada dasarnya kejahatan money laundering asuransi bisa dilakukan oleh orang dalam perusahan maupun orang luar atau
tertanggung. Terkadang kejahatan asuransi ini juga diinisiasi oleh pihak perantara
yaitu agen maupun broker asuransi.6
Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana pencucian Uang mengatur
antara lain, pertama, telah memperluas berlakunya ketentuan identifikasi nasabah dan membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( selanjutnya
disingkat PPATK) yaitu kerangka kerja bagi suatu Financial Intelligence Unit
(selanjutnya disingkat FIU). FIU adalah lembaga yang berwenang menerima Kejahatan pencucian uang yang terjadi pada Perusahaan Asuransi antara
lain dilakukan dengan melakukan pembayaran polis yang nilainya jauh di atas
kemampuan keuangan yang wajar, penggelapan premiasuransi, tindakan
pembayaran lump-sump terhadap wire-transfer dengan menggunakan uang asing dan tindakan lain yang dapat dikategorikan sebagai transaksi yang mencurigakan
pada asuransi.
6
Fahmi Aulia, Waspadai Merebaknya Insurance Fraudulent, Jurnal Uang dan Bank,
laporan dari penyedia jasa keuangan.
Kedua, mengkriminalisasi pencucian uang hasil kejahatan dan mengharuskan dibuatnya pelaporan mengenai transaksi-transaksi yang
mencurigakan (suspicious transactions) oleh penyedia jasa keuangan, sekalipun defenisi dari transaksi-transaksi yang demikian masih sangat terbatas.7
Berkaitan dengan pencegahan money laundering pada penyedia jasa keuangan non bank maka Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan
dikeluarkanlah ketentuan mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) untuk Lembaga Keuangan Non Bank yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 yang diubah menjadi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/KMK.012/2006. Peraturan ini mencakup
pada lembaga keuangan non bank berupa perusahaan perasuransian, dana pensiun,
dan lembaga pembiayaan. Ketentuan tersebut merupakan salah satu upaya
pencegahan tindak pidana pencucian uang agar sistem perbankan di Indonesia
tidak digunakan sebagai sarana money laundering.8
Perusahaan Asuransi merupakan salah satu penyedia jasa keuangan yang
oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 yang diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/KMK.012/2006 diwajibkan untuk
menetapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dengan konsisten. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya kejahatan pencucian uang yang terjadi
7
Yusuf Saprudin, Money Laundering. Jakarta: Grafika Indah, Februari 2006, hal.3
8
pada perusahaan asuransi antara lain melakukan pembayaran polis yang nilainya
jauh di atas kemampuan keuangan yang wajar, tindakan pembayaran lump-sump
terhadap wire-transfer dengan menggunakan uang asing dan tindakan lain yang dapat dikategorikan sebagai transaksi yang mencurigakan dan lain sebagainya
yang seluruhnya mengarah pada praktik money laundering.
Selain hal tersebut, guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian
uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU) di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK).
Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang
untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan
dengan tindak pidana pencucian uang.
Fungsi PPATK ini sangat penting karena merupakan kunci untuk
membongkar praktik pencucian uang. Fungsi PPATK mirip dengan Financial Intelegence Unit yang diberi otoritas sebagai suatu lembaga strategis dalam pemberantasan pencucian uang secara preventif maupun represif. 9
Adanya penerapan Prinsip Know Your customer dan terbentuknya PPATK ini diharapkan tindak pidana pencucian uang bias dicegah dan diberantas
terutama pada sektor lembaga keuangan. Akan tetapi kenyataan di dalam
praktikya sendiri, penerapan Prinsip Know Your customer pada perusahaan
9
asuransi masih belum terlaksana dengan baik. Baik itu yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi itu sendiri maupun dari pihak lain yang terkait dengan
pelaksanaan penerapan tersebut yakni PPATK dan Direktorat Jenderal Menteri
Keuangan yang saling terkait dan berkoordinasi di dalam pelaksanaan Prinsip
Know Your customer tersebut.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa tertarik membahas masalah
penerapan Prinsip Know Your customer sebagai upaya pencegahan money laundering pada perusahaan asuransi dan hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan prinsip tersebut. Untuk menguraikan masalah ini, penulis
melihat ketentuan dari Undang-Undang Nomor 15 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian,
ketentuan mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) untuk Lembaga Keuangan Non Bank yang dituangkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003 yang diubah menjadi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 74/KMK.012/2006, serta ketentuan peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan penerapan Prinsip Know Your customer. oleh karena itu untuk membahas hal terebut penulis memilih judul skripsi ini, yaitu
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas oleh penuils pada skripsi ini,
antara lain:
1. Bagaimanakah pengaturan money laundering pada perusahaan asuransi? 2. Bagaimanakah pengaturan dan ketentuan sanksi dalam penerapan
Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi ?
3. Bagaimanakah hambatan dalam pelaksanaan Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
a. Untuk mengetahui pengaturan tentang money laundering pada
Perusahaan Asuransi
b. Untuk mengetahui pengaturan dan ketentuan sanksi terhadap
penerapan Know Your Customer Principle’s pada perusahaan Asuransi.
2. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain:
a. Secara Teoritis
Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan dalam permasalahan tersebut di atas akan memberikan
kontribusi pemikiran dan pandangan terhadap kejahtan money laundering dan upaya pencegahannya melalui Prinsip Mengenal Nasabah terutama dalam penerapannya, serta peran PPATK dalam
upaya pelaporan kejahatann money laundering. Selama ini
diketahui bahwa salah satu penyebab terjadinya tindak pidana
pencucian uang di Indonesia disebabkan lemahnya atau kurangnya
lembaga keuangan untuk menetapkan identifikasi dan pengenalan
nasabah seningga cenderung dapat dimanfaatkan untuk
dilakukannya tindak pidana pencucian uang.
b. Secara Praktis
Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca,
khususnya lembaga keuangan dalam hal ini terkait dengan
perusahaan asuransi yang berhubungan langsung dengan penerapan
prinsip tersebut sehingga dapat menerapkan prinsip ini
sebaik-baiknya sehingga tindak pidana pencucian uang dapat dicegah,
serta Indonesia tidak lagi masuk dalam daftar hitam sehingga
D. Keaslian Penulisan
“Kajian Undang-Undang Money laundering Dikaitkan dengan
Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi” merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Kalaupun ada terdapat judul yang hampir sama dengan
ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda. Penulis menyusunnya
melalui referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, sertabantuan dari
berbagai pihak. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan penulis mencoba untuk mengemukakan
beberapa ketentuan dan batasan yang akan menjadi sorotan dalam mengadakan
studi kepustakaan. Hal ini akan berguna bagi penulis untuk membantu melihat
ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari
permasalahan yang telah disebutkan diatas
1. Pengertian Money Laundering
Secara etimologis money laundering terdiri dari kata money yang berarti uang dan laundering yang berarti pencucian.10
10
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cetakan IX. Jakarta: PT.
Gramedia, 1980.
maundering adalah pencucian uang. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana pencucian Uang
menyatakan bahwa:
“Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut dicurigai merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehinnga seolah-olah menjadi Harata Kekayaan yang sah.”
Sesuai dengan Pasal 2 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003, tindak pidana yang memicu terjadinya pencucian uang meliputi
korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di
bidang asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia,
perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan,
penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajaakn, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan atau
tindak pidana lainnya yang diancam dengan penjara 4 (empat) tahun atau
lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar
wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga
merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Kegiatan pencucian uang mempunyai dampak yang serius, baik
keseluruhan.11 Tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana
multidimensi dan bersifat transnasional yang sering kali melibatkan
jumlah uang yang cukup besar. Tindak pidana pencucian uang merupakan
organized crime sehingga penangulangannya merupakan tanggungjawab negara per negara yang diwujudkan dalam kerjasama regional atau
internasional melalui forum bilateral dan multilateral.12
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni “money laundering.”Apa yang dimaksud dengan money laundering, memang tidak ada definisi yang universal karena baik negara-negara maju maupun
negara-negara dari dunia ketiga masing-masing mempunyai
definisi-definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun,
para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money laundering
dengan pencucian uang.
Menurut Pasal 641 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana 1999-2000 dinyatakn bahwa:
“Setiap orang yang menyimpan uang di bank atau tempat lain, mentransfer, menitipkan, menghibahkan, memindahkan, menginvestasikan, membayar dengan uang atau kertas bernilai uang yang diketahui atau patut diduga diperoleh dari tindak pidana narkotika atau psikotropika, tindak pidana ekonomi atau finansial, atau tindak pidana korupsi,....”
11
Adrian Sutedi.Op.Cit,hal:12
12
Penjelasan pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa
ketentuan Pasal 641 tersebut lazim dikenal dengan istilah pencucian uang
hasil kejahatan (money laundering).
Pengertian money laundering telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, money laundering adalah:
“money laundering is the process by wich one counceals the existence, illegal source, or illegal applicaton of income, and tahan disguises that income to make it appear legitimate (pencucian uang adalah proses yang satu counceals keberadaan, sumber ilegal, atau ilegal applicaton pendapatan, dan tahan penyamaran bahwa pendapatan untuk membuatnya tampak sah)”.13
“money laundering is the concealment of existence, nature of illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered
Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Cases and Marerial, definisi money laundering diberikan sebagai berikut:
14
Demikian juga dengan yang dikemukakan dalam Black’s Law Dictionary, money laundering diartikan sebagai berikut:
(pencucian uang adalah penyembunyian keberadaan, sifat ilegal sumber dana ilegal sedemikian rupa sehingga dana akan muncul sah jika ditemukan)”.
15
13
Sarah N welling..Smurfs, Money Laundering and The United States Criminal Federal
Law.The Law Book Company, 1992,hal.201
14
Pamela H. Bucy.White Collar crime: Case and Materials. St.Paul:west Publishing
Co,1992, hal.128
15
Henry Campbell Black.Black Law Dictionary,Sixth Edition. St.Paul Minn: West
“term used to describe investment or other transfer of money flowing form racketeering, drug transactions, and either illegal sources into legitimate channels so that its original source can not be traced (istilah yang digunakan untuk menggambarkan investasi atau pengalihan bentuk uang mengalir pemerasan, transaksi narkoba, dan salah satu sumber yang ilegal ke saluran sah sehingga sumber aslinya tidak dapat ditelusuri)”.
Dari beberapa definisi penjelasan mengenai apa yang dimaksud
dengan pencucian uang, dapat disimpulkan bahwa pencucian uang adalah
kegiatan-kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seorang
atau organisasi kejahatan terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal
dari tindak kejahatan, dengan maksud menyembunyikan asal usul uang
tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan
penindakan terhadap tindak kejahatan dengan cara terutama memasukkan
uang tersebut ke dalam system keuangan (financial system) sehingga apabila uang tersebut kemudian dikeluarkan dari system keuangan itu,
maka uang tersebut telah berubah menjadi sah.
Secara umum pencucian uang merupakan metode untuk
menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu
tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejatan ekonomi, korupsi,
perdagangan narkotik, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan
aktivitas kejahan. Pencucian uang pada intinya melibatkan aset
(pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehinga dapat dipergunakan
tanpa terdeteksi bahwa asset tersebut berasal dari kegiatan yang legal.
kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang
seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.
2. Money Laundering dalam Perusahaan Asuransi
Menurut Pasal 2 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
telah disebutkan secara limitatif yaitu sebanyak 25 jenis kejahatan yang
memicu terjadinya pencucian uang yang salah satunya di bidang asuransi.
Menurut Pasal 246 KUHD dinyatakan bahwa:
“Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penngantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya jarena suatu peristiwa yang tak tertentu.”
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa:
“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Perwujudan dari lembaga asuransi tidak lain adalah sebagai
organisasi kerja dalam dunia usaha.16 Perusahaan itu sendiri menurut
Kamus Hukum Ekonomi Elips17 dinyatakan sebagai persekutuan orang yang bekerja sama untuk mencari keuntungan. Perusahaan asuransi
melakukan kegiatan-kegiatan dengan mengadakan dan melaksanakan
perjanjian-perjanjian asuransi dengan banyak pihak, menempatkannya
menjadi suatu lembaga dengan fungsinya yang bersifat ganda. Pertama, perusahaan asuransi dalam mengadakn perjanjian-perjanjian asuransi dan
nanti pada suatu saat ia melukukan kewajibannya sesuai perjanjian, berarti
perusahaan bersedia mengambil alih dan menerima resiko pihak lain,
dengan siapa ia mengadakan perjanjian asuransi. Dalam hal ini perusahaan
berfungsi sebagai lembaga penerima dan pengambil risiko pihak lain.18
Kedua, Perusahaan Asuransi pada hakikatnya mempunyai potensi pula sebagai penghimpun dana dari kumpulam premi yang tidak
termanfaatkan untuk operasional perusahaan. Dengan demikian jelas dapat
dikatakan nampak perusahaan asuransi sebagai lembaga penghimpun dan
penyerap dana masyarakat. Hal inilah yang menunjukkan lembaga
asuransi pada fungsi keduanya sebagai penyerap dana pada masyarakat. 19
16
Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar
Grafika,2008, hal.79
17
Normin S.Pakpahan. Loc.Cit.
18
Sri Rejeki Hartono .Loc.Cit.
19
Ibid.
Menurut pasal menurut pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa:
“Perusahaan perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Aktuaria.”
Perusahaan Asuransi sebagai suatu lembaga keuangan non bank
sangat rentan terhadap terjadinya tindak pidana pencucian uang .
perusahaan asuransi yang berhubungan langsung dengan dengan
masyarakat dan khususnya yang dapat menerima transaksi tunai dapat
digunakan untuk pencucian uang. Sebagai contoh, pembayaran premi
secara tunai untuk polis asuransi yang kemudian dibatalkan untuk
mendapatkan pengembalian premi atau pembayaran klaim. Selain itu
adanya lump sum investment dalam produk-produk likuid (terutama yang bernilai tinggi) misalnya pembayaran premi asuransi kerugian, sangat
rentan untuk digunakan oleh pelaku tindak pidana sehingga dibutuhkan
alat bukti yang cukup untuk memudahkan pengusutan dikemudian hari
terutama terhadap transaksi bisnis tunai.20
20
http//:www.surya.co.id.di akses tanggal:5 Februari 2010
Hal-hal yang demikianlah yang mengakibatkan bahwa perusahaan
asuransi sebagai salah satu pemicu dilakukannya tindak pidana pencucian
3. Pengertian Prinsip Know Your Customer pada Perusahaan Asuransi
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum
dengan Know Your Customer Prinsiple (KYC principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, tetapi juga dalam rangka untuk melindungi
bank atau lembaga keuangan non bank, dalam hal ini salah satunya adalah
asuransi dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah.
Khususnya terhadap terhadap para nasabah, pihak asuransi harus
mengenali para nasabah agar tidak terjerat di dalam pencucian uang.21
Mengenai identitas nasabah sendiri telah ada pengaturannya di
dalan pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang mewajibkan
kepada setiap Lembaga Keuangan untuk meminta kepada nasabahnya
untuk memberitahukan secara lengkap dan akurat mengenai identitas Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.06/2003
tentang Prinsip Menenal Nasabah dinyatakan bahwa:
“Prinsip Menenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh Lembaga Keuangan Non Bank untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.”
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
74/PMK.012/2006 tentang Prinsip Mengenal Nasabah dinyatakan bahwa:
“Prinsip Menenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh Lembaga Keuangan Non Bank untuk mengetahui identitas dan latar belakang nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah.”
21
dirinya dengan mengisi formulir yang telah di sediakan oleh pihak
Lembaga Keuangan. Identifikasi nasabah ini diwajibkan bagi nasabah itu
sendiri atau orang lain dengan meminta informasi mengenai identitas dan
dokumen pendukung dari pihak lain.
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada perusahaan asuransi
sendiri telah diwajibkan. Dalam lampiran I-AI Keputusan Direktur Jendral
Keuangan, Nomor Keputusan 2833/LK/2003 telah diatur tentang Petunjuk
Penyusunan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah .
Pedoman inilah sebagai dasar dari perusahaan asuransi untuk menetapkan
standar dalam penerapan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada
perusahaan asuransi dan diharapkan semua unsur staf perusahaan asuransi
remasuk agen perusahaan asuransi wajib mempelajari dan mengikuti
pedoman tersebut.
Pelaporan dan pengawasan tentang palaksanaan Prinsip Mengenal
Nasabah sendiri di atur dalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
yang merupakan lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya. PPATK berkedudukan di pusat dan bertanggungjawab
kepada Presiden.
Fungsi PPATK sangat penting karena merupakan kunci untuk
represif.22
1. Jenis Penelitian
F. Metode Penulisan
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini tujuannya lebih terarah, maka
metode penulisan yang yang digunakan, antara lain:
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum adalah suatu
kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran
tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan jaaln menganalisanya. Kecuali itu juga diadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dari gejala yang bersangkutan.23
Penelitian hukum dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu penelitian
hokum normatif dan penelitian hukum empiris. Perbedaan mendasar dari
klasifikasi penelitian hukum tersebut terletak pada cara pandang peneliti
terhadap hukum. Dalam penelitian hukum normatif, hukum dipandang
sebagai suatu norma atau kaidah yang otonom dan terlepas dari hubungan
hukum dengan masyarakat. Sementara penelitian hukum empiris atau
sosiologis, hukum dipandang dalam kaitannya dengan masyarakat atau
22
Edi Setiadi dan Rena Yulia Loc.Cit.
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: UI
sebagai gejala sosial. 24
2. Sumber Data
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian
hukum normatif yang didukung dengan penelitian hukum empiris.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah
bahan hukum primer dan sekunder, yaitu inventarisasi peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan money laundering dan prinsip know your customer. Selain itu digunakan juga bahan-bahan tulisan yang terkait dengan
penulisan skripsi ini. Kemudian dikaitkan dengan penelitian hukum
empiris, yaitu penelitian yang berupaya untuk melihat bagaimana
pihak-pihak yang terkait responsif dan konsisten dalam menggunakan
aturan-aturan yang terkait dengan itu. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan pihak asuransi dan beberapa nasabah terkait dengan
penerapan Prinsip Know Your Customer.
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui
riset dengan meminta data yang berkaitan dengan skripsi serta dengan
melakukan wawancara terkait dengan data yang dibutuhkan tersebut
b. Data Sekunder yang terdiri dari:
1) Bahan / Sumber primer, berupa: bahan-bahan hokum yang
mengikuti yang terdiri dari peraturan perundang-undangan,
buku-buku dan norma/kaidah hukum yang terkait.
24
2) Bahan hukum sekunder, berupa: Semua dokumen yang
merupakan informasi atau hasil kajian yang terkait dengan
skripsi, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum,
majalah-majalah, Koran-koran, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber
lainnya yang terkait dengan persoalan diatas.
c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep
dan ketentuan-ketentuan yangmendukung data primer dan data
sekunder, seperti : kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu: penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan
data sekunder. Adapun data sekunder yangdigunakan dalam penulisan
skripsi ini antara lain dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun
perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambildari media maupun
setak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk
peraturan perundang-undangan.
b. Penelitian Lapangan (Fields Research), yaitu: suatu pengumpulan data dengan cara terjun ke lapangan guna memperoleh data-data yang
diperlukan, dan data yang diperoleh itu disebut data primer. Dalam
penelitian ini dilakukan wawancara. Wawancara adalah situasi peran
antar pribadi bertatap muka , seketika dengan seseorang yakni
untuk memperoleh jawaban-jawabanyang relevan dengan masalah
penelitian kepada responden.
4. Analisis Data
Penelitian hukum umumnya dikenal 2 (dua) macam yaitu analisis
data, yakni analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif
memandang bahwa yang terpenting adalah meneliti fakta atau sebab-sebab
terjadinya gejala-gejala sosial tertentu. Biasanya hal tersebut dilakukan
dengan mengumpulakan data melalui daftar pertanyaan yang terstruktur
yang menghasilkan data-data serta memungkinkan melakukan korelasi
antara gejala-gejala dengan menggunakan bantuan statistik.25
Sebaliknya analisis kualitatif memandang yang terpenting adalah
memahami prilaku manusia dari sudut pandang orang yang bersangkutan
sendiri. Oleh karena itu seorang peneliti akan berusaha mengumpulkan
data dengan menggunakan pengamatan pertisipatif, pedoman pertanyaan
atau pedoman wawancara dan jika memugkinkan menganalisis
dokumen-dokumen yang bersifat pribadi. Penelitian ini sering disebut penelitian
yang holistic karena mencari informasi yang sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya tentang aspek yang diteliti. Dengan ketentuan bahwa
data-data yang berbeda tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dari
25
Edy Ihksan dan Mahmul Siregar, Diktat Perkuliahan Metode Penelitian Hukum.
objek yang diteliti. 26
Penulis melakukan penelitian denan analisis data kualitatif. Data
primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis oleh penulis
kemudian di analisis secara perspektif dengan menggunakan metode
deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca,
menafsirkan, dan membandingkan apa yang dinyatakan oleh responden
atau informan27
26
Ibid.
27
Responden adalah orang yang memberikan informasi tentang sikap, tindakan, persepsi, tanggapan, atau segala sesuatu menyangkut dirinya sendiri. Sedangkan informan adalah orang yang memberikan informasi mengenai sikap, tindakan, persepsi, tanggapan atau segala sesuatu tentang orang yang memiliki hubungan tertentu dengan dirinya.
secara lisan dan prilaku nyata dari responden yang
diamati, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan
berbagai sumber yang berhubungan dengan skripsi ini sehingga diperoleh
kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
Secara sisrematika, dalam penyusunan skripsi ini penulis membahasnya
dalam lima bab, yaitu:
BAB I : pada bab ini penulis mencoba untuk memberikan gambaran awal
tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan
BAB II: pada bab ini penulis mencoba untuk memaparkan tentang sejarah dan
perkembangan praktek money laundering, latar belakang pembentukan Undang-Undang money laundering, peraturan khusus dalam Undang-Undang money laundering , kejahatan money laundering pada perusahaan asuransi, tahap-tahap dan proses money laundering pada perusahaan asuransi serta money laundering pasif pada asuransi.
BAB III: pada bab ini penulis membahas pengaturan tentang prinsip know your customer pada perusahaan asuransi, penerapan prinsip know your customer pada perusahaan asuransi, dan ketentuan sanksi.
BAB IV: pada bab ini penulis mencoba memaparkan tentang kurang
kooperatifnya perusahaan asuransi dalam penerapan prinsip know your customer, kurangnya koordinasi aparat terkait untuk melakukan pelaporan dan penggawasan penerapan prinsip know your customer. BAB V: pada bab ini penulis menutup seluruh pembahasan pada skripsi ini.
Dalam bab ini penulis menarik kesimpulan yang menjawab
permasalahan yang dimaksud dan beberapa saran sebagai kontribusi
pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya hukum
BAB II
PENGATURAN MONEY LAUNDERING PADA PERUSAHAAN ASURANSI
A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Money laundering
Problematika pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan
nama “money laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata, problematik uang haram
iu sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya
yang melanggar batas-batas negara. Sebagai suatu fenomena kejahaan yang
menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”, ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas
pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat
bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan, yang pada satu pihak
beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, tetapi pada pihak lain,
apakah akan membiarkan kejahaan pencucian uang ini terus merajalela.
Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatan dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang Polandia. Lansky seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Caponemelalui usaha binatu
(laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama “money laundering”. 28
28
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak ahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi
sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian
pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil
kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian
pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil
usaha pelacuran. Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang
seiring dengan berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan
obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Karenanya, kemudian muncul istilah
“narco dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik. 29
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor
perbankan, dewasa ini banyak bank telah menjadi sasarna utama untuk kegiatan
pencucian uang disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa
instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk
menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi
perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak malampaui batas
yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya
dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahaan
bergerak dari suatu negara ke negara lain yang belum mempunyai sistem hukum
29
yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan
bergerak ke negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat ketat.
Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank
diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar US$ 1.500 miliar per tahun.
Sementara itu, menurut Associated Press kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prositusi, korupsi, dan kejahatan lainnya sebagian besar
diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal
dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US$ 600 miliar per tahun ini
berarti sama dengan 5% GDP seluruh dunia.30
Namun, menurut Michael Camdessus (Managing Director IMF), memperkirakan volume dari cross-border money laundering adalah antara 2% sampai dengan 5% dari gross domestic product (GDP) dunia. Bahkan, batas terbawah dari kisaran tersebut, yaitu jumlah yang dihasilkan dari kegiatan
narcotics trafficking, arm trafficking, bank fraud, securities fraud, counterfeiting,
dan kejahatan yang sejenis dengan kejahatan tersebut, di cuci diseluruh dunia
setiap tahun mencapai jumlah hampir US $ 600 miliar.
31
30
Yunus husein, “money laundering:Sampai Dimana Langkah Negara
kita”.Jakarta:Rafflesia,Juni 2001,hal.31
31
Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), perkiraan atas jumlah yang dicuci setiap tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba
(illicit drug trade) berkisar antara US$ 300 miliar dan US$ 500 miliar. 32
Besarnya pasar perdagangan gelap di Kanada diperkirakan antaran $ 7
miliar sampai dengan $ 10 miliar. Menurut para ahli bahwa antara 50% - 70% dari
hasil penjualan dengan $ 10 miliar. Menurut para ahli bahwa anara 50% - 70%
dari hasil penjualan narkoba tersedia untuk dicuci dan kemudian diinvestasikan.
Apabila diasumsikan bahwa 50% - 70% uang yang dicuci di Kanada berasal dari
perdagangan gelap narkoba, jumlah uang haram (illicit funds) yang dicuci di Kanada setiap ahun adalah anara $ 5 miliar dan $ 14 miliar. 33
B. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun
oleh korporasi, baik dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan
melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut, antara
lain, berupa tindak pidana korupsi; penyuapan (bribery); penyelundupan barang, tenaga kerja, dan imigran; perbankan; perdagangan gelap narkotika dan
pskotropika; perdagangan budak, wanita dan anak; perdagangan senjaa gelap;
32
Ibid.hal.4
33
penculikan; terorisme; pencurian, penggelapan; penipuan; dan berbagai kejahatan
kerah putih. 34
Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta
kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Hara kekayaan yang berasal dari berbagai
kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan
atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan,
akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta
kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan
agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem
keuangan (financial system), terutama kedalam sistem perbankan (banking system). Dengan cara demikian, asal usul harga kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang
(money laundering).35
Bagi organisasi kejahatan, harta kekayaan sebagai hasil kejahatan ibarat
darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran harta kekayaan melalui
sistem perbankan internasioanl yang dilakukan diputuskan, orgnaisasi kejahatan
tersebut lama kelamaan akan menjadi lemah, berkurang aktivitasnya, bahkan
menjadi mati. Oleh karena itu, harta kekayaan merupakan bagian yang sangat
34
Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana pencucian Uang
35
penting bagi suatu organisasi kejahatan. Untuk itu, terdapat suatu dorongan bagi
organisasi kejahatan melakukan pencucian uang agar asal usul harta kekayaan
yang sangat dibutuhkan tersebut sulit atau tidak dapat dilacak oleh penegak
hukum.
Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga
sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas
perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai
kejahatan.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas
praktik pencucian uang telah menjadi perhatian internasional. Berbagai upaya
telah ditempuh oleh masing-masing negara unuk mencegah dan memberantas
praktik pencucian uang termasuk dengan cara melakukan kerja sama
internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral.
Terkait konteks kepentingan nasional ditetapkannya Undang-Undang
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa pemerintah
dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, melainkan bagian dari
penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan.
Pertama-tama, usaha yang harus ditempuh oleh suatu negara untuk dapat
mencegah dan memberantas praktik pencucian uang adalah dengan membentuk
undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan menghukum
dengan berat para pelaku kejahatan tersebut. Dengan adanya undang-undang
antara lain, kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses
pencucian uang yang terdiri atas : 36
a. Penempatan (placement)
Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke
dalam sistem keuangan (financial sysem) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan.
b. Transfer (layering)
Yakni upaya menransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana
(dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta
kekayaan tersebut.
c. Menggunakan harta kekayaan (Integration)
Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana
yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau
transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
36
Penyedia jasa keuangan diatas diartikan sebagai penyedia jasa dibidang
keuangan termasuk, tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan,
perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, dan
perusahaan asuransi. Adapun yang dimaksud dengan : 37
1) Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan.
2) Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan.
3) Efek, kustodian, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan
efek, pengelola reksa dana, rekening efek, reksa dana, dan wali amanat
adalah efek, kustodian, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
perusahaan efek, pengelola reksa dana, rekening efek, reksa dana, dan wali
amanat sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pasar modal.
4) Pedagangan valuta asing adalah pedagang valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pedagang valuta asing.
5) Dana pensiun adalah dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dana pensiun.
37
6) Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
perusahaan asuransi.
Berkaitan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, dalam undang-undang ini dibentuk pula Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan yang disingkat dengan PPATK, yang bertugas : 38
1) Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh PPATK sesuai dengan undang-undang ini.
2) Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh
penyedia jasa keuangan.
3) Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yang
mencurigakan.
4) Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang
informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang ini.
5) Mengeluarkan pedoman dan publikan kepada penyedia jasa keuangan
tentang kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang ini atau
dengan peraturan perundang-undangan lain dan membantu dalam
mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan.
6) Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
38
7) Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak
pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan.
8) Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi
keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala enam bulan sekali kepada
presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
Disamping itu, untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana
pencucian uang, undang-undang ini mengatur kewenangan penyidik, penuntut
umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat
meminta pemblokiran harta kekayaan kepada penyedia jasa keuangan.
Undang-undang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim
untuk meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan
setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa.
Selain kekhususan diatas, undang-undang inipun mengatur mengenai
persidangan tanpa kehadiran terdakwa. Dalam hal tedakwa yang telah dipanggil
tiga kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
hadir, majelis hakim dnegna putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan dengna
2. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dibidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan
termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintasa dana antar
negara yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini
disamping mempunyai dampak positif, juga membawa dampak negatif bagi
kehidupan masyarakat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana yang
berskala nasional ataupun internasional, dengan memanfaatkan sistem keuangan
termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul
dana hasil tindak pidana (money laundering).
Berkenaan dengan itu, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun ketentuan dalam
undang-undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta
perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu
diubah agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
dapat berjalan secara efektif. Perubahan dalam undang-undang ini, antara lain,
meliputi : 39
a. Cakupan pengertian penyedia jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi
setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan, tetapi juga meliputi
39
jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksud untuk
mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan
bentuk penyedia jasa keuangan yang ada di masyarakat, tetapi belum
diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan sekaligus
mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa keunagan baru yang belum
diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002.
b. Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan
mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan
dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak
pidana.
c. Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp. 500.000.000,00 atau
lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus karena
tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan
suatu perbuatan dapat dipidana tidak bergantung pada besar atau kecilnya
hasil tindak pidana yang diperoleh.
d. Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan di mana
pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal
Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait yang mempidana tindak
pidana asal, antara lain : 40
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan
4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
5) Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan
dipersingkat, yang semuala 14 hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 hari
kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi
keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang
diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian
uang dapat segera dilacak.
6) Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan
penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan
kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan, antara lain, untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan
40
Yunus husein, Implementasi Undang-Undang Nomr 15 dan Kaitannya dengan
lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi
efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
7) Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan membentikan bantuan dalam rangka pengakan hukum
pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan
timbal balik merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan
komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama-sama
mencegah dan membetantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama
internasioanl telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral,
tetapi juga regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas
kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan
yang erorganisasi.
Namun, pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap
memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional
terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negaera Republik
Indonesia Tahun 1945.
Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang karena undang-undang tersebut dalam perjalanan dan
kenyataannya belum menampung seluruh aspirasi masyarakat dan perkembangan
hukum pidana mengenai pencucian uang serta standar internasional. Disamping
itu, undang-undang tersebut telah mendapatkan perhatian dari dunia intenasional